Spiritualitas Organisasi : Strategi Meningkatkan Kepuasan dan Kinerja Karyawan Oleh : Layla Hafni (Mahasiswa Program Doktoral Ilmu Manajemen STIESIA Surabaya) Selama lebih dari dua dekade terakhir, masalah spiritualitas sering sekali diteliti dan dihubungkan dengan kepuasan kerja serta dampaknya terhadap kinerja karyawan. Sayangnya, di Indonesia sendiri, topik Spiritualitas di dunia kerja masih belum populer. Padahal sebagai negara yang berlandaskan Ketuhanan yang Maha Esa serta nilai – nilai Pancasila yang menjadi dasar negara sangat dekat sekali hubungannya dengan spiritualitas kerja. Vasconcelos (2018) mengemukakan fakta bahwa negara yang paling banyak meneliti tentang hubungan spiritualitas di dunia kerja dengan hubungannya terhadap kepuasan kerja dan kinerja karyawan paling banyak dilakukan di Amerika Serikat. Sementara untuk di Asia penelitian tentang spiritualitas hanya ditemukan di dunia kerja Pakistan, Thailand, India, malaysia dan Turki. Spiritualitas di dunia kerja merupakan suatu konsep baru dalam organisasi. Ada begitu banyak definisi tentang spiritualitas kerja, sampai saat ini konsep dan pengertian tentang definisi spiritualitas kerja terus berkembang. Beberapa peneliti menyatakan bahwa spiritualitas bukanlah praktik keagamaan dalam organisasi tetapi tidak sedikit juga yang mengaitkan konsep spiritualitas dengan konsep keagamaan. Beberapa variabel spiritualitas kerja yang penting untuk diperhatikan oleh suatu organisasi meliputi Workplace Spirituality, Leadership Spirituality dan Intelligent Spirituality. Workplace Spirituality Spiritualitas didefinisikan sebagai keinginan yang melekat dalam diri setiap orang untuk keutuhan, untuk menemukan makna tertinggi dan tujuan hidup seseorang. Spiritualitas juga berhubungan dengan agama, hubungan dan kedekatan dengan Tuhan, Insting, aktivitas serta kekuatan jiwa dan batin, kesungguhan, keyakinan dan kepercayaan diri. Spiritualitas di tempat kerja mengakui bahwa karyawan memiliki kehidupan batin yang dipelihara dan dipupuk oleh pekerjaan bermakna. Organisasi yang mempromosikan budaya spiritual membuat karyawan mencari untuk menemukan makna dan tujuan dalam pekerjaan mereka dan keinginan untuk terhubung dengan manusia lain sebagai bagian dari komunitas. Perusahaan Starbucks menekankan komitmennya untuk membayar pemasok kopi dari dunia ketiga dengan harga yang adil (di atas pasar). Perusahaan Baterai Interstate membagikan doa atau pesan inspirasional untuk karyawan melalui email. Perusahaan Trader Joe memiliki koordintor untuk donasi, berbagai manfaat kepada karyawan melalui asuransi kesehatan, gigi dan penglihatan, program pensiun, cuti, asuransi cacat, gaji besar dan jadwal kerja yang fleksibel. Lain lagi dengan perusahaan multinasional Amerika Serikat “Google”. Google, menduduki peringkat nomor 4 dalam daftar Fortune 2009 sebagai “Perusahaan Terbaik untuk Bekerja”. 1 Beberapa contoh perusahaan di atas adalah sebagian kecil dari perusahaan yang mulai peduli dengan masalah spiritualitas didunia kerja. Kesadaran akan spiritualitas dapat membantu kita lebih memahami perilaku karyawan. Tentu saja, karyawan akan selalu memiliki kehidupan batin. Jadi untuk itu perlu dicari makna dan tujuan karyawan dalam melakukan pekerjaannya. Leadership Spirituality Kepemimpinan spiritual dapat dipandang sebagai kekuatan yang memotivasi secara instrinsik yang memungkinkan anggota organisasi untuk hidup, berenergi dan terhubung dengan pekerjaan mereka. Kepemimpinan spiritual menggunakan pendekatan agama, etika serta nilai – nilai kepemimpinan. Seorang spirituality intelligent leaders adalah seorang pemimpin yang mampu mengekspresikan hasrat yang kuat, dorongan, mampu berinvestasi pada orang lain dan masa depan. Sering kali para pemimpin ini telah menghadapi perjuangan yang besar baik dalam bisnis ataupun dalam kehidupan pribadi mereka dan telah menunjukkan kepercayaan dan kemampuan luar biasa untuk belajar dan tumbuh dari pengalaman yang telah mengubah pandangan perspektif mereka. Mereka membuat kesalahan tetapi siap mengakui dan belajar dari kesalahan mereka. Spiritual leader juga adalah seorang moral leader. Para pemimpin sering mencoba memotivasi anggota organisasi dengan menggunakan cara menakut – nakuti, menggunakan imbalan instrinsik atau ekstrinsik. Seorang pemimpin yang menggunakan cara mengajari, berkontribusi dan berbelas kasih sering diremehkan. Akibatnya pendekatan pemimpin yang seperti ini menciptakan dunia kerja yang terdiri dari orang – orang yang berperilaku seperti robot, berjuang dalam organisasi yang kacau dan tidak dapat dikendalikan dari waktu ke waktu. Intelligent Spirituality Pondasi untuk hubungan yang sehat adalah empati. Membangun hubungan empatik sulit bagi banyak manajer karena menantang mereka untuk melampaui fakta dan fungsi dari suatu tugas ke dalam perasaan dan emosi orang yang melakukan tugas itu. Hanya dua dekade terakhir ini, membangun hubungan semakin dirasakan penting bagi para manajer. Mempertahankan staf adalah salah satu dari banyak alasan mengapa manajer modern perlu memahami orang lain pada tingkat yang lebih dalam. Mampu mengenali, memahami, dan merespons emosi orang lain membutuhkan tingkat literasi emosional yang dapat dikembangkan hanya dengan belajar mengenali perasaan sendiri dan emosi (kesadaran diri). Inilah yang dimaksud dengan Spiritual Intelligence (SI) atau kecerdasan Spiritual. Penutup Rendahnya kepuasan dan kinerja karyawan dapat disebabkan oleh banyak hal, tetapi biasanya kondisi ini terjadi karena anggota organisasi tidak tahu apa yang sebenarnya mereka peroleh dalam organisasi tersebut. Apabila bekerja hanya sebatas memenuhi kebutuhan hidup (uang) maka kepuasan kerja yang akan diperolehnya tidak maksimal. Padahal apabila kebutuhan batinnya juga bisa terpenuhi maka tercipta kepuasan kerja yang akan berdampak pada meningkatnya kinerja. 2 Pada umumnya kita terperangkap dalam suatu lingkaran dimana kita bekerja untuk mendapatkan sesuatu kemudian kita bekerja lagi untuk mendapatkan sesuatu itu dan ketika sesuatu yang kita sebut dengan “uang “ itu habis maka kita akan berputar – putar terus dalam lingkaran tersebut tanpa memperoleh makna yang berarti dari pekerjaan kita tersebut. Spiritualitas bersifat prakultural dan lebih primer dibandingkan dengan agama. Karena kita punya kecerdasan spiritual-lah, umat manusia kemudian menganut dan menjalankan sistem keagamaan sebagai jawaban atas pertanyaanpertanyaan yang diajukan oleh spiritualitas. Kecerdasan spiritual berkontribusi penting untuk meningkatkan rasa, makna dan tujuan di tempat kerja. Kecerdasan spiritual dapat mengubah tempat kerja menjadi suasana yang lebih bermakna dan terarah dengan membangun keseimbangan dan keharmonisan hubungan antar karyawan. Kecerdasan spiritual juga dapat meningkatkan kompetensi karyawan baik secara personal maupun sosial. Secara personal, karyawan yang memiliki spiritual inteligent akan lebih peduli dan memiliki empati, bersikap positif, percaya diri, suportif, tepat waktu dan memiliki aktualisasi diri yang baik. Secara kompetensi sosial, dilihat dari dimensi awareness, karyawan yang memiliki kecerdasan spiritual akan memiliki tingkah laku yang positif dan sopan, dan lebih mengutamakan kepentingan orang banyak dari pada kepentingan pribadinya. Dilihat dari dimensi skill, karyawan yang memiliki kecerdasan spiritual pada umumnya akan memiliki sifat hubungan yang baik dengan rekan kerja, memiliki hubungan yang baik dengan supervisornya, mampu berkolaborasi, berorientasi pengembangan, memiliki nilai – nilai yang positif, dan tidak sensitif serta bersedia untuk di kritik. Nah, mungkin perusahaan kita belum besar, organisasi kita baru belajar, tetapi dengan memberi ruang spiritualitas untuk berkembang baik dilingkungan kerja maupun kehidupan batin karyawan bukan tidak mungkin perusahaan star up kita akan menyusul Starbucks atau Google sebagai perusahaan yang diminati oleh karyawan milenial. 3