Kampus Merdeka merupakan kebijakan yang diluncurkan pada tanggal 24 Januari 2020 dengan empat paket kebijakan sebagai pondasinya. Melalui kebijakan Kampus Merdeka, Mendikbud Nadiem Makarim ingin melakukan kerja sama antara universitas dengan berbagai pihak di luar universitas untuk menciptakan prodi-prodi baru. Kebijakan ini dilakukan agar dapat mengikuti arus perubahan dan kebutuhan akan link and match di dunia nyata. Kerja sama dengan organisasi bisa mencakup penyusunan kurikulum, praktik kerja, dan penyerapan lapangan kerja. Kebijakan pertama yaitu terkait pembukaan program studi baru memberikan kesempatan bagi perguruan tinggi untuk bekerja sama dengan organisasi dan/atau universitas yang masuk dalam 100 QS World University Ranking lebih terbuka. Perizinan untuk membuka prodi bagi perguruan tinggi yang berakreditasi A dan B tetap menjalankan prosedur yang ditetapkan namun dengan proses yang lebih mudah. Kebijakan kedua terkait penjaminan mutu akreditasi Perguruan Tinggi, Mendikbud Nadiem Makarim merumuskan sistem akreditasi Perguruan Tinggi dalam kebijakan Kampus Merdeka. Kebijakan tersebut tertuang dalam Permendikbud No. 5 Tahun 2020 tentang Akreditasi Program Studi dan Perguruan Tinggi mengenai pemerintah akan mempermudah akreditasi secara umum dengan melibatkan industri, asosiasi profesi, dan masyarakat. Kebijakan ketiga terkait kebebasan bagi Perguruan Tinggi Negeri Badan Layanan Umum (PTN BLU) dan Satuan Kerja (Satker) untuk menjadi Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTN-BH). Status Perguruan Tinggi akan mempengaruhi bagaimana tingkat otonomi suatu perguruan tinggi. Dalam kebijakan Kampus Merdeka yang baru dikeluarkan, pemerintah akan membantu dengan mempermudah syarat administrasi bagi PTN BLU dan Satker tanpa terkait dengan status akreditasi perguruan tinggi tersebut. Kebijakan keempat yaitu terkait hak belajar 3 semester di luar prodi menjadi salah satu kebijakan yang dikemas dalam Kebijakan Kampus Merdeka. Melalui kebijakan ini mahasiswa memiliki fleksibilitas untuk mengambil kelas di luar prodi dan kampusnya. Kegiatan yang bisa dilakukan mahasiswa di luar prodinya di antaranya magang atau praktik kerja di industri atau organisasi nonprofit, pertukaran pelajar, pengabdian masyarakat, terlibat dalam proyek desa, wirausaha, riset, studi independen, maupun kegiatan mengajar di daerah terpencil, dan kegiatan lainnya yang disepakati dengan program studi. Tetapi kebijakan ini tidak berlaku pada mahasiswa pada prodi bidang kesehatan. Permendikbud No. 3 Tahun 2020 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi, Permendikbud No. 4 Tahun 2020 tentang Perubahan Perguruan Tinggi Negeri menjadi Perguruan Tinggi Badan Hukum, Permendikbud No. 5 tahun 2020 tentang Akreditasi Program Studi dan Perguruan Tinggi, Permendikbud No.6 tahun 2020 tentang Penerimaan Mahasiswa Baru Program Sarjana pada Perguruan Tingggi Negeri dan Permendikbud No. 7 tentang Pendirian, Perubahan, Pembubaran Perguruan Tinggi Negeri dan Pendirian, Perubahan dan Pencabutan Izin Perguruan Tinggi Swasta. 1. Kampus Negeri dan Swasta Bebas Membuka Prodi Baru Sebelumnya, pembukaan prodi baru hanya boleh dilakukan oleh perguruan tinggi negeri (PTN). Tapi dengan kebijakan 'Kampus Merdeka', kini PTN dan PTS (swasta) dibebaskan membuka prodi baru dengan syarat: a. Memiliki akreditasi A dan B b. Mengadakan kerja sama dengan mitra seperti perusahaan, organisasi nirlaba, atau universitas Top 100 dunia. c. Pembukaan prodi baru di luar bidang kesehatan dan pendidikan. d. Kerjasama kampus dengan mitra itu mencakup penyusunan kurikulum, praktik kerja, dan penempatan kerja. 2. Pembaruan Sistem Akreditasi Sebelumnya, akreditasi atau penilaian kualitas PT dan prodi dilakukan tiap 5 tahun sekali, yang jadwalnya ditentukan oleh Badan Akreditasi Nasional (BAN) PT. Tapi dengan kebijakan baru Nadiem, akreditasi bisa dilakukan kapanpun secara sukarela sesuai kebutuhan kampus. "Pengajuan re-akreditasi PT dan prodi dibatasi paling cepat 2 tahun setelah mendapatkan akreditasi yang terakhir kali," jelas Kemendikbud. 3. Mempermudah Kampus Negeri Jadi Badan Hukum Sebelumnya, PTN yang ingin menjadi Badan Hukum (BH) harus mendapat akreditasi A terlebih dulu. Tapi dengan kebijakan baru Nadiem, setiap kampus negeri boleh menjadi BH tanpa ada akreditasi minimum. 4. Mahasiswa Boleh Kuliah 3 Semester di Prodi Lain Sebelumnya, mahasiswa tak punya banyak kesempatan untuk mengikuti mata perkuliahan di luar prodi asalnya. Tapi sekarang, kebijakan 'Kampus Merdeka' memberi kesempatan bagi mahasiswa untuk mengambil kuliah atau kegiatan di luar prodinya selama 3 semester. Kuliah atau kegiatan di luar prodi itu bisa berupa magang, penelitian, proyek kemanusiaan, ataupun wirausaha. Mendikbud menerangkan bahwa paket kebijakan Kampus Merdeka ini menjadi langkah awal dari rangkaian kebijakan untuk perguruan tinggi. Kampus Merdeka mengusung empat kebijakan di lingkup perguruan tinggi: 1. Sistem akreditasi perguruan tinggi Dalam program Kampus Merdeka, program re-akreditasi bersifat otomatis untuk seluruh peringkat dan bersifat sukarela bagi perguruan tinggi dan prodi yang sudah siap naik peringkat. Akreditasi yang sudah ditetapkan Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT) tetap berlaku selama 5 tahun namun akan diperbaharui secara otomatis. Pengajuan re-akreditasi PT dan prodi dibatasi paling cepat 2 tahun setelah mendapatkan akreditasi yang terakhir kali. Untuk perguruan tinggi yang berakreditasi B dan C bisa mengajukan peningkatan "Nanti, Akreditasi A pun akan diberikan kepada perguruan tinggi yang berhasil mendapatkan akreditasi internasional. Daftar akreditasi internasional yang diakui akan ditetapkan dengan Keputusan Menteri," tambah Nadiem. Evaluasi akreditasi akan dilakukan BAN-PT jika ditemukan penurunan kualitas meliputi pengaduan masyarakat dengan disertai bukti konkret, serta penurunan tajam jumlah mahasiswa baru yang mendaftar dan lulus dari prodi ataupun perguruan tinggi. 2. Hak belajar tiga semester di luar prodi Kampus Merdeka yang kedua memberikan hak kepada mahasiswa untuk mengambil mata kuliah di luar prodi dan melakukan perubahan definisi Satuan Kredit Semester (SKS). " Perguruan tinggi wajib memberikan hak bagi mahasiswa untuk secara sukarela, jadi mahasiswa boleh mengambil ataupun tidak SKS di luar kampusnya sebanyak dua semester atau setara dengan 40 SKS,P ujar Nadiem. Ia melanjutkan, "Ditambah, mahasiswa juga dapat mengambil SKS di prodi lain di dalam kampusnya sebanyak satu semester dari total semester yang harus ditempuh. Ini tidak berlaku untuk prodi kesehatan." Nadiem menilai saat ini bobot SKS untuk kegiatan pembelajaran di luar kelas sangat kecil dan tidak mendorong mahasiswa untuk mencari pengalaman baru, terlebih di banyak kampus, pertukaran pelajar atau praktik kerja justru menunda kelulusan mahasiswa. Lebih lanjut, Mendikbud menjelaskan terdapat perubahan pengertian mengenai SKS. Setiap SKS diartikan sebagai 'jam kegiatan', bukan lagi 'jam belajar'. Kegiatan di sini berarti belajar di kelas, magang atau praktik kerja di industri atau organisasi, pertukaran pelajar, pengabdian masyarakat, wirausaha, riset, studi independen, maupun kegiatan mengajar di daerah terpencil. "Setiap kegiatan yang dipilih mahasiswa harus dibimbing oleh seorang dosen yang ditentukan kampusnya. Daftar kegiatan yang dapat diambil oleh mahasiswa dapat dipilih dari program yang ditentukan pemerintah dan/atau program yang disetujui oleh rektornya," kata Mendikbud. 3. Pembukaan prodi baru Program Kampus Merdeka memberikan otonomi Perguruan Tinggi Negeri (PTN) dan Swasta (PTS) untuk melakukan pembukaan atau pendirian program studi (prodi) baru. Otonomi diberikan jika PTN dan PTS tersebut sudah memiliki akreditasi A dan B, dan telah melakukan kerja sama dengan organisasi dan/atau universitas yang masuk dalam QS Top 100 World Universities. Pengecualian berlaku untuk prodi kesehatan dan pendidikan. Ditambahkan oleh Mendikbud, “Seluruh prodi baru akan otomatis mendapatkan akreditasi C”. Lebih lanjut, Mendikbud menjelaskan kerja sama dengan organisasi akan mencakup penyusunan kurikulum, praktik kerja atau magang, dan penempatan kerja bagi para mahasiswa. Kemudian Kemendikbud akan bekerja sama dengan perguruan tinggi dan mitra prodi untuk melakukan pengawasan. "Tracer study wajib dilakukan setiap tahun. Perguruan tinggi wajib memastikan hal ini diterapkan," ujar Mendikbud Nadiem. 4. Kemudahan menjadi PTN-BH Kebijakan Kampus Merdeka yang ketiga terkait kebebasan bagi PTN Badan Layanan Umum (BLU) dan Satuan Kerja (Satker) untuk menjadi PTN Badan Hukum (PTN BH). Kemendikbud akan mempermudah persyaratan PTN BLU dan Satker untuk menjadi PTN BH tanpa terikat status akreditasi. Ia melanjutkan daftar kegiatan yang dapat diambil oleh mahasiswa dapat dipilih dari program yang ditentukan pemerintah dan atau program yang disetujui oleh rektor. Nadiem mencontohkan, mahasiswa bisa melakukan kegiatan-kegiatan seperti magang di sebuah start up selama satu semester, mengajar di sebuah sekolah selama semester, dan melakukan proyek penelitian bersama dosen selama enam bulan. Contoh lainnya, mahasiswa bisa mengikuti pertukaran pelajar di luar negeri selama satu semester, lalu magang di sebuah start up selama satu semester, dan lainnya. "Ada berbagai macam per mutasi yang bisa dilakukan dan ini tak semuanya harus nyambung (kegiatannya) ya. Ini bisa bolak balik. Itu terserah rektor bagaimana mengaturnya. Itu adalah hak prerogatif rektor," tambahnya. Nadiem menyebutkan, Kemendikbud ingin menciptakan dunia baru pendidikan tinggi yaitu kuliah jenjang S-1 adalah hasil dari gotong royong seluruh aspek dari masyarakat. "Bukan hanya perguruan tinggi yang sekarang bertanggung jawab atas pendidikan anak-anak mahasiswa kita," tambah Nadiem. Selama ini, pihak Kemendikbud meilai bobot SKS untuk kegiatan pembelajaran di luar kelas sangat kecil dan tidak mendorong mahasiswa untuk mencari pengalaman baru. Apalagi di banyak kampus, pertukaran pelajar atau praktik kerja justru menunda kelulusan mahasiswa. Perubahan Definisi SKS Nadiem menjelaskan terdapat perubahan pengertian mengenai sks. Setiap sks diartikan sebagai 'jam kegiatan', bukan lagi 'jam belajar'. Kegiatan di sini berarti belajar di kelas, magang atau praktik kerja di industri atau organisasi, pertukaran pelajar, pengabdian masyarakat, wirausaha, riset, studi independen, maupun kegiatan mengajar di daerah terpencil. Berdasarkan Permenristekdikti no. 44/2015, SKS merupakan takaran waktu kegiatan belajar berdasarkan proses pembelajaran maupun pengakuan atas keberhasilan usaha mahasiswa dalam mengikuti kegiatan kurikuler. Kebijakan Kampus Merdeka, Mahasiswa S1 Bisa Ambil Mata Kuliah Lintas Prodi Mahasiswa jenjang Sarjana 1 (S-1) di perguruan tinggi kini bisa belajar selama tiga semester di luar program studi yang dipilih hingga tiga semester. Pembelajaran di luar program studi dinilai bisa menyiapkan mahasiswa untuk menghadapi dunia pascakuliah secara cepat, nyata, dan massif. Kebijakan tersebut merupakan bagian dari kebijakan Kampus Merdeka yang diluncurkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim. “Ini adalah 8 semester dari mahasiswa S1, dari 8 semester itu kami sebagai kementerian membijakkan untuk perguruan tinggi untuk memberikan hak 3 semester dari 8 semester itu bisa diambil di luar prodi,” kata Nadiem dalam Rapat Koordinasi Perguruan Tinggi di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta, Jumat (24/1/2020). Menurut Nadiem, mahasiswa S1 bisa memilih mata kuliah-kuliah lintas jurusan di dalam universitas/kampus tempat mahasiswa berkuliah. Ia mencontohkan, mahasiswa teknik bisa belajar mata kuliah di bidang desain, mahasiswa hukum bisa belajar tentang manajemen, dan lainnya. “Saya harus tekankan ini bukan pemaksaan. Kalau mahasiswa itu ingin 100 persen di dalam prodi itu, ini adalah hak mereka. Ini adalah opsinya untuk mahasiswa,” tambahnya. Baca juga: Mendikbud Nadiem Luncurkan 4 Program Kampus Merdeka, Ini Penjelasannya Nadiem menyebutkan, saat ini profesi menuntut kompetensi yang berasal kombinasi dari beberapa disiplin ilmu pengetahuan. Ketentuan lintas prodi Perguruan Tinggi wajib memberikan hak bagi mahasiswa untuk secara sukarela dengan syarat sebagai berikut. 1. Dapat mengambil sks di luar perguruan tinggi sebanyak 2 semester (setara dengan 40 sks) 2. dapat mengambil sks di prodi yang berbeda di PT yang sama sebanyak 1 semester (setara dengan 20 sks) 3. Tidak berlaku di rumpun ilmu kesehatan Program Kampus Belajar Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengeluarkan empat kebijakan Merdeka Belajar di lingkup pendidikan tinggi bernama “ Kampus Merdeka”. Kebijakan Kampus Merdeka merupkan langkah awal dari rangkaian kebijakan untuk perguruan tinggi. “Pendidikan tinggi di Indonesia harus menjadi ujung tombak yang bergerak tercepat. Karena dia begitu dekat dengan dunia pekerjaan,” ujar Nadiem dalam rapat koordinasi pendidikan tinggi di Kemendikbud, Jakarta, Jumat, (24/1/2020). Adapun kebijakan Kampus Merdeka ini adalah hasil dari diskusi dari berbagai elemen pendidikan seperti perguruan tinggi, industri, asosiasi, dan lingkup pendidikan lain. Tujuan dari kebijakan Kampus Merdeka, lanjut Nadiem adalah untuk mempercepat inovasi di bidang pendidikan tinggi. “Kita ingin menciptakan dunia baru. Di mana S-1. itu hasil gotong royong dari berbagai aspek masyarakat,” ujar Nadiem. Kebijakan Kampus Merdeka ini sudah dituangkan dalam bentuk Peraturan Menteri. Nadiem menyebutkan pelaksanaan kebijakan Kampus Merdeka bisa segera dilaksanakan. Empat kebijakan ini adalah Otonomi Pembukaan Prodi Baru, Re-akreditasi Prodi dan Kampus Secara Otomatis dan Sukarela, Mempermudah Syarat Kampus jadi PTN BH, dan Kebebasan untuk Mahasiswa Lintas Prodi dan Perubahan Definisi SKS. Kampus Merdeka, mahasiswa memiliki kesempatan untuk 1 (satu) semester atau setara dengan 20 (dua puluh) sks menempuh pembelajaran di luar program studi pada PT yang sama; dan paling lama 2 (dua) semester atau setara dengan 40 (empat puluh) sks menempuh pembelajaran pada program studi yang sama di PT yang berbeda, pembelajaran pada program studi yang berbeda di PT yang berbeda; dan/atau pembelajaran di luar PT. Dalam rangka mewujudkan tujuan nasional pendidikan sebagai amanah Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan memfasilitasi Perguruan Tinggi untuk mewujudkan tujuan tersebut melalui kebijakan Merdeka Belajar – Kampus Merdeka. Permendikbud Nomor 3 Tahun 2020 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi, menjelaskan bahwa terdapat empat amanah kebijakan terkait Merdeka Belajar – Kampus Merdeka, yang meliputi: kemudahan pembukaan program studi baru, perubahan sistem akreditasi perguruan tinggi, perubahan perguruan tinggi menjadi badan hukum, dan hak belajar tiga semester di luar program studi. Kampus Merdeka dilaksanakan dalam rangka mewujudkan proses pembelajaran di perguruan tinggi yang otonom dan fleksibel sehingga tercipta kultur belajar yang inovatif, tidak mengekang, dan sesuai dengan kebutuhan mahasiswa. Kebijakan ini juga bertujuan untuk meningkatkan link and match dengan dunia usaha dan dunia industri, serta untuk mempersiapkan mahasiswa dalam dunia kerja sejak awal