SEJARAH PERKEMBANGAN HADITS PADA MASA RASULULLAH, SAHABAT, DAN TABIIN MAKALAH Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Studi Al-Qur’an dan Al-Hadits Dosen Pengampu: Anita Sufia, M.Pd.I Oleh: Alfi Nur Hidayah (17610004) Nahdliyatul Ummah (17610053) Ayub Tri Basofi (17610090) JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG 2018 KATA PENGANTAR Puji syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufiq dan serta hidayahNya sehinga makalah yang berjudul “Sejarah Perkembangan Hadits Pada Masa Rasulullah, Sahabat, dan Tabi’in” ini dapat tersusun hingga selesai sesuai waktu yang di tentukan. Tidak lupa penulis juga mengucapkan terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi. Harapan penulis semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan bagi pembaca. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan pada penulisan makalah ini. Maka dari itu, saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan dari pembaca. Malang, 1 Maret 2019 Penulis i DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ........................................................................... i DAFTAR ISI ........................................................................................... ii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang .......................................................................... 1 B. Rumusan Masalah ..................................................................... 2 C. Tujuan ....................................................................................... 2 BAB II PEMBAHASAN A. Sejarah Perkembangan Hadist pada Masa Rasulullah .............. 3 B. Sejarah Perkembangan Hadist pada Masa Sahabat ................... 7 C. Sejarah Perkembangan Hadist pada Masa Tabiin ..................... 11 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan ............................................................................... 13 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 15 ii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Segala ucapan, perbuatan, ketetapan bahkan apa saja yang dilakukan oleh Rasulullah SAW menjadi uswah bagi para sahabat dan umat islam yang kita kenal sebagai hadits. Pada masa Rasulullah, hadits belum mendapat perhatian dan sepenuhnya seperti Al-Qur’an. Para sahabt khususnya yang mempunyai tugas istimewa menghafal Al-Qur’an, selalu mencurahkan tenaga dan waktunya untuk mengabadikan ayat-ayat al-Qur’an diatas alat-alat yang mungkin dipergunakannya. Tetapi tidak demikian dengan al-Hadits, walaupun para sahabat memerlukan petunjuk-petunjuk dan keterangan dari Nabi SAW dalam menafsirkan dan melaksanakan ketentuan-ketentuan dalam Al-Qur’an mereka belum membayangkan bahaya yang dapat mengancam generasi mendatang selama hadits belum diabadikan dalam tulisan. Baru setelah beberapa dekade usai wafatnya Nabi SAW, muncul inisiatif-inisiatif untuk menulis hadits. Penulisan hadits ini pun dilaksanakan melalu secara bertahap, seiring dengan makin banyaknya sahabat yang wafat penulisan hadits makin dilakukan guna menghindari adanya kerancuan pendapat bagi generasi umat islam setelahnya dalam memecahkan permasalahan. 1.2 Rumusan Masalah 1. Bagaimana sejarah perkembangan hadits pada masa Rasulullah? 2. Bagaimana sejarah perkembangan hadits pada masa Sahabat? 3. Bagaimana sejarah perkembangan hadits pada masa Tabiin? 1.3 Tujuan 1. Untuk mengetahui sejarah perkembangan hadits pada masa Rasulullah. 2. Untuk mengetahui sejarah perkembangan hadits pada masa Sahabat. 3. Untuk mengetahui sejarah perkembangan hadits pada masa Tabiin. 1 BAB II PEMBAHASAN 2.1 Sejarah Perkembangan Hadits pada Masa Rasulullah Periode ini disebut `Ashr Al-Wahyi wa At-Taqwin' (masa turunnya wahyu dan pembentukan masyarakat Islam). Pada periode inilah, hadis lahir berupa sabda (aqwal), af’al, dan taqrir Nabi yang berfungsi menerangkan AI-Quran untukmenegakkansyariat. Para sahabat menerima hadis secara langsung dan tidak langsung. Penerimaan secara langsung misalnya saat Nabi SAW. mennheri ceramah, pengajian, khotbah, atau penjelasan terhadap pertanyaan para sahabat. Adapun penerimaan secara tidak langsung adalah mendengar dari sahabat yang lain atau dari utusan-utusan, baik dari utusan yang dikirim oleh nabi ke daerah daerah atau utusan daerah yang datang kepada nabi. Pada masa Nabi SAW, kepandaian baca tulis di kalangan para sahabat sudah bermunculan, hanya saja terbatas sekali. Karena kecakapan baca tulis di kalangan sahabat masih kurang, Nabi mene¬kankan untuk menghapal, memahami, memelihara, mematerikan, dan memantapkan hadis dalam amalan sehari- hari, serta mentablighkannya kepada orang lain. Nabi Muhammad SAW menjadi pusat perhatian para sahabat apa pun yang di datangkan oleh Nabi Muhammad SAW baik berupa ucapan, perbuatan maupun ketetapan merupakan referensi yang di buat pedoman dalam kehidupan sahabat Setiap sahabat mempunyai kedudukan tersendiri dihadapan Rasulullah SAW adakalanya disebut dengan “al-sabiqun al-awwalin” yakni para sahabat yang pertama masuk islam, seperti khulafaur rasyidin dan Abdullah Bin Mas’ud.Ada juga sahabat yang sungguh- sungguh menghafal hadist misalnya Abu Hurairah. Dan ada juga yang usianya lebih panjang dari sahabat yang lain yang mana mereka lebih banyak menghafalkannya seperti annas bin malik. Demikian juga ada sahabat yang dekat sama rasulullah seperti Aisyah, Ummu Salamah, dan khulafaur rasidin semakin erat dan lama bergaul semakin banyak pula hadist yang diriwayatkan dan validitasnya tidak diragukan. Namun demikian sahabat juga adalah manusia biasa, harus mengurus rumah tangga, bekerja untuk memenuhi kebuthan keluarganya, maka tidak setiap kali 2 lahir sebuah hadist di skasikan langsung oleh seluruh sahabat, sehingga sahabat mendegar sebagian hadist dari mendengar kepada sahabat yang lainnya atau langssung dari rasulullah SAW. Apalagi Sahabat nabi yang berdomisili di daerah yang jauh dari madinah seringkali hanya memperoleh hadist dari sesama sahabat. Rasul membina umatnya selama 23 Tahun. Masa ini merupakan kurun waktu turunnya wahyu dan sekaligus di wurudkannya hadist. Untuk lebih memahami kondisi/ keadaan hadist pada zaman nabi SAW berikut ini penulis akan diuraikan beberapa hal yang berkaitan: 1. Cara Rasulullah menyampaikan hadist Rasulullah dan para sahabat hidup bersama tanpa penghalang apapun, mereka selalu berkumpul untuk belajar kepada Nabi SAW. di masjid, pasar, rumah,dalam perjalanan dan di majelis ta’lim. Ucapan dan perilaku beliau selalu direkam dan dijadikan uswah (suri tauladan) bagi para sahabat dalam urusan agama dan dunia. Selain para sahabat yang tidak berkumpul dalam majelis Nabi SAW. untuk memperoleh patuah-patuah Rasulullah, karena tempat tingal mereka berjauhan, ada di kota dan di desa begitu juga profesi mereka berbeda, sebagai pedagang, buruh dll. Kecuali mereka berkumpul bersama Nabi SAW. pada saat-saat tertentu seperti hari jumat dan hari raya. Cara rasulullah menyampaikan tausiahnya kepada sahabat kemudian sahabat menyampaikan tausiah tersebut kepada sahabat lain yang tidak bisa hadir (ikhadz). 2. Keadaan para sahabat dalam menerima dan menguasai hadist Kebiasaan para sahabat dalam menerima hadits bertanya langsung kepada Nabi SAW. dalam problematika yang dihadapi oleh mereka, Seperti masalah hukum syara’ dan teologi. Diriwayatkan oleh imam Bukhari dalam kitabnya dari ‘Uqbah bin al-Harits tentang masalah pernikahan satu saudara karena radla’ (sepersusuan). Tapi perlu diketahui, tidak selamanya para sahabat bertanya langsung. Apa bila masalah biologis dan rumah tangga, mereka bertanya kepada istri-istri beliau melalui utusan istri mereka, seperti masalah suami mencium istrinya dalam keadaan puasa. Telah kita ketahui, bahwa kebanyakan sahabat untuk menguasai hadist Nabi SAW, melalui hafalan tidak melalui tulisan, karena difokuskan untuk 3 mengumpulkan al-Quran dan dikhawatirkan apabila hadist ditulis maka timbul kesamaran dengan al-Quran. 3. Larangan menulis hadis dimasa nabi Muhammad SAW Hadis pada zaman nabi Muhammad SAW belum ditulis secara umum sebagaimana al-Quran. Hal ini disebabkan oleh dua factor ; para sahabat mengandalkan kekuatan hafalan dan kecerdasan otaknya, disamping alat-alat tulis masih kurang, karena adanya larangan menulis hadis nabi. Abu sa’id al-khudri berkata bahwa rosululloh SAW bersabda: Janganlah menulis sesuatu dariku selain al-Qua’an, dan barang siapa yang menulis dariku hendaklah ia menghapusnya. ( H.R Muslim ) Larangan tersebut disebabkan karena adanya kekawatiran bercampur aduknya hadis dengan al-Qur’an, atau mereka bisa melalaikan al-Qua’an, atau larangan khusus bagi orang yang dipercaya hafalannya. Tetapi bagi orang yang tidak lagi dikawatirkan, seperti yang pandai baca tulis, atau mereka kawatir akan lupa, maka penulisan hadis bagi sahabat tertentu diperbolehkan. 4. Aktifitas menulis hadist. Bahwasanya sebagian sahabat telah menulis hadist pada masa Rasulullah, ada yang mendapatkan izin khusus dari Nabi SAW.,hanya saja kebanyakan dari mereka yang senang dan kompeten menulis hadist menjelang akhir kehidupan Rasulullah. Keadaan Sunnah pada masa Nabi SAW belum ditulis (dibukukan) secara resmi, walaupun ada beberapa sahabat yang menulisnya. Hal ini dikarenakan ada larangan penulisan hadist dari Nabi SAW. penulis akan mengutip satu hadist hadist yang lebih shahih dari hadist tentang larangan menulis. Rasulullah SAW. bersabda: ا ك تب ف من ىل قرىن غ ير ش ي ئا ىّنعا الت ك ت بو ف ل يمحه ىن ىل قر غ ير ش ي ئا ّن ع. ” Jangan menulis apa-apa selain Al-Qur’an dari saya, barang siapa yang menulis dari saya selain Al-Qur’an hendaklah menghapusnya” (HR. Muslim dari Abu Sa;id Al-Khudry). Tetapi disamping ada hadist yang melarang penulisan ada juga hadist yang membolehkan penulisan hadist, hadist yang diceritakan oleh Abdullah bin Amr, Nabi SAW. bersabda 4 ىالىل حق م نه خرج ما ب يده ن ف سا ىل ذى ف و ىك تب ” tulislah!, demi Dzat yang diriku didalam kekuasaan-Nya, tidak keluar dariku kecuali yang hak” (Sunan al-Darimi). Dua hadist diatas tampaknya bertentangan, maka para ulama mengkompromikannya sebagai berikut: Bahwa larangan menulis hadist itu terjadi pada awal-awal Islam untuk memelihara agar hadist tidak tercampur dengan al-Quran. Tetapi setelah itu jumlah kaum muslimin semakin banyak dan telah banyak yang mengenal AlQuran, maka hukum larangan menulisnya telah dinaskhkan dengan perintah yang membolehkannya. Bahwa larangan menulis hadist itu bersifat umum, sedang perizinan menulisnya bersifat khusus bagi orang yang memiliki keahlian tulis menulis. Hingga terjaga dari kekeliruan dalam menulisnya, dan tidak akan dikhawatirkan salah seperti Abdullah bin Amr bin Ash. Bahwa larangan menulis hadist ditujukan pada orang yang kuat hafalannya dari pada menulis, sedangkan perizinan menulisnya diberikan kepada orang yang tidak kuat hafalannya. 2.2 Sejarah Perkembangan Hadits pada Masa Sahabat Secara umum para ulama hadist mengatakan bahwa yang dikatakan sahabat adalah umat islam yang pernah melihat Rasulullah. Menurut Dailamy (2010), para penulis buku atau kitab ‘Ulum al-Hadits telah membuat tolok ukur untuk mengetahui kapan seseorang bisa disebut sahabat. Seseorang berhak diberi predikat sahabat, apabila memenuhi salah satu dari kriteria di bawah ini, yakni: a. Diberitakan secara mutawattir , bahwa ia memang Sahabat, seperti 10 sahabat yang dijanjikan Nabi akan masuk surga. b. Diberitakan secara masyhur, seperti ‘Uqasah Ibnu Mmuhshan dan Dlaman Ibnu Tsa’labah. c. Diakui oleh Sahabat terkenal, seperti Hammat Ibnu Abi Hammah diakui sebagai sahabat oleh sahabat Abu Musa al-Asy’ariy. d. Atas pengakuan sendiri, selama yang bersangkutan dikenal: 1) Bersifat adil 2) Hidup semasa dengan Nabi 5 3) Matinya diketahui tidak melebihi dari tahun 110H 4) Diakui oleh seorang Tabi’in yang adil. Para ulama mendefinisikan sahabat sebagai berikut : 1) Muhammad Nawawi al-Jawi berpendapat bahwa orang yang dinyatakan sahabat Nabi itu adalah setiap mukmin yang berkumpul dengan Nabi setelah beliau diangkat menjadi Rasul, meskipun belum ada perintah untuk berda’wah. Yakni, dengan pertemuan yang saling mengenal walaupun dalam keadaan gelap, buta, belum baliqh, bahkan hanya sekedar bertemu atau melihat atau dilihat Nabi kendatipun dengan jarak jauh, hal ini dinyatakan tetap sebagai sahabat Nabi. 2) Al-Bukhari menyatakan yang disebut sahabat itu adalah orang yang menyertai Nabi atau melihatnya sedangkan dia dari kalangan orang-orang islam, maka ia adalah sahabat. 3) Menurut Ibnu Hazm bahwa yang dinamakan sahabat Rasul itu adalah setiap orang yang pernah bersama-sama dengan nabi dalam suatu majlis,walaupun sesaat dan dapat mendengarkan pembicaraan Nabi walaupun sekalimat atau dapat melihat sesuatu yang ia memahaminya dari Nabi itu. 4) Ibnu al-Shalah dalam muqaddimah bukunya mengatakan bahwa menurut kalangan ulama ahli hadist, seperti yang dinyatakan oleh Ibnu al-Mudhaffar alsam’ani, bahwa yang dinamakan sahabat nabi itu adalah orang-orang yang meriwayatkan hadist secara langsung dari Nabi walaupun hanya satu buah saja.Bahkan menurut para ulama, orang yang hanya melihat Nabi bias disebut sebagai sahabat. Jadi, sahabat adalah orang yang menyertai Nabi selama beliau menyebarkan Risalah kenabiannya. Di sini peranan sahabat dalam membantu nabi sangat berarti, baik ketika Nabi hidup, maupun setelah wafatnya,terutama dalam menyebarkan da’wah Islam ke seluruh jazirah Arab.Bahkan mereka berhasil menciptakan generasi yang lebih baik setingkat berada dibawah mereka yaitu generasi tabi’in. Periode ini disebut ‘Ash-At-Tatsabbut wa Al-Iqlal min Al-Riwayah (masa membatasi dan menyedikitkan riwayat. Nabi SAW. wafat pada tahun 11 H. Kepada umatnya, beliau meninggalkan dua pegangan sebagai dasar bagi pedoman hidup, yaitu Al-Qur’an dan Al-Hadist yang harus dipegang dalam seluruh aspek kehidupan umat. 6 Pada masa ini, khilafah Umar mempunyai gagasan untuk membukukan hadist, namun beliau terus-menerus mempertimbangkan penulisan sunnah, padahal sebelumnya ia berniat mencatatnya. Diriwayatkan dari Urwah bin AzZubair bahwa Umar bin Khatab ingin menulis hadist. Ia lalu meminta pendapat kepada para sahabat Rasulullah dan umumnya mereka menyetujui. Tetapi masih ragu Umar lalu selama sebulan melakukan istikharah, memohon petunjuk Allah tentang rencana tersebut. Suatu pagi, setelah mendapat kepastian dari Allah, Umar berkata :”Aku telah menuturkan kepada kalian tentang penulisan kitab hadist, dan kalian tahu itu.Kemudian aku teringat bahwa para ahlikitab sebelum kalian telah menulis beberapa kitab disamping Kitab Allah, namun ternyata mereka malah lengah dan meninggalkan kitab Allah. Dan Aku demi Allah, tidak akan mengaburkan Kitab Allah dengan sesuatu apapun untuk selama-lamanya”. Pada masa khilafah Abu Bakar dan Umar, periwayatan tersebar secara terbatas. Penulisan hadist pun masih terbatas dan belum dilakukan secara resmi. Bahkan pada masa itu Umar melarang para sahabat untuk memperbanyak meriwayatkan Hadist, dan sebaliknya, umar menekankan agar para sahabat mengerahkan perhatiannya untuk menyebarluaskan Al-Qur’an. Ada dua jalan para sahabat dalam meriwayatkan hadsit dari Rasul SAW. Pertama, dengan jalan periwayatan Lafzhi (redaksinya persis seperti yang disampaikan Rasul SAW. ), dan Kedua, dengan jalan periwayatan maknawi (maknanya saja). Menurut ‘Ajjaj Al-Khatib, sebenarnya, seluruh sahabat menginginkan agar periwayatan itu dengan lafzhi bukan dengan maknawi . Dalam hal ini Umar bin Khatab berkata : “Barang siapa yang mendengar hadist Rasulullah kemudian ia meriwayatkannya sesuai dengan yang ia dengar, orang itu akan selamat”. Diantara sahabat yang paling keras mengharuskan periwayatan lafzhi adalah Ibnu Umar. Ia seringkali menegur sahabat yang membacakan hadist yang berbeda (walau satu kata) dengan yang pernah didengarnya dari Rasul SAW., seperti yang dilakukan terhadap Ubaid ibn Amir. Suatu ketika seorang sahabat menyebutkan hadist tentang lima prinsip dasar Islam dengan meletakkan puasa Ramadhan pada urutan ketiga. Ibn Umar serentak menyuruh agar meletakkannya pada urutan keempat, sebagaimana yang didengarnya dari Rasulullah SAW. 7 Periwayatan hadist dengan maknawi akan mengakibatkan munculnya hadisthadist yang redaksinya antara satu hadist dengan hadist yang lainnya berbedabeda, meskipun maksud dan tujuannya sama. Hal ini sangat tergantung kepada para sahabat yang meriwayatkan hadist-hadist tersebut. Karakteristik yang menonjol pada era sahabat ini adalah, bahwa para sahabat memiliki komitmen yang kuat terhadap kitab Allah. Mereka memeliharanya dalam lembaran- lembaran mushaf, dan dalam hati mereka. Cara para sahabat menerima hadis pada masa Rasulullah SAW berbeda dengan cara yang dilakukan oleh generasi setelah itu. Cara para sahabat menerima hadis dimasa Nabi Muhammad SAW yaitu dilakukan oleh sahabat yang dekat dengan beliau, seperti Khaula Faurra Syidan, dimasa Nabi para sahabat mempunyai minat yang besar untuk memperoleh hadis dari pada Nabi Muhammad SAW , oleh karena itu mereka berusaha keras mengikuti Nabi Muhammad SAW agar perkataan, perbuatan atau taqrir beliau dapat mereka terima atau mereka lihat secara langsung. Jika diantara para sahabat ada yang berhalangan maka dicari sahabat yang lain untuk dapat mendengar dan melihat apa yang disampaikan Nabi Muhammad SAW. Setiap Nabi menyampaikan sesuatu hukum atau melakukan ibadah apapun jangan sampai tidak ada sahabat yang melihatnya. Siapa diantara sahabat yang bertugas menemui dan mengikuti Nabi serta mendapatkan hadis dari beliau, maka ia segera menyampaikan untuk sahabat-sahabat yang lain. Dalam hal ini ada empat cara yang ditempuh oleh para sahabat untuk mendapatkan hadis dari Nabi Muhammad SAW : 1. Para sahabat selalu mendatangi pengajian-pengajian yang disampaikan oleh Rasulullah SAW. Rasulullah selalu menyediakan waktu bagi para sahabat untuk menyampaikan berbagai ajaran agama Islam. Para sahabatpun selalu berusaha mengikuti berbagai majelis yang disitu disampaikan berbagai pesanpesan keagamaan walaupun mereka mengikuti secara bergiliran.Jika ada sahabat yang tidak bisa hadir maka disampaikan oleh sahabat-sahabat yang hadir. 2. Rasulullah Muhammad SAW sendiri yang mengalami berbagai persoalan yang Nabi sendiri yang menyampaikan persoalantersebut kepada para sahabat, 8 jika sahabat yang hadir jumlahnya banyak maka apa yang disampaikan oleh Nabi dapat tersebar luas. 3. Diantara para sahabat mengalami berbagai persoalan kemudian mereka menanyakan langsung kepada Rasulullah SAW tentang bagaimana hukumnya terhadap persoalan tersebut. Kemudian Rasulullah Muhammad SAW segera memberikan fatwa atau penjelasan hukum tentang peristiwa tersebut. Kasus yang dialamisahabat apakah kasus yang terjadi pada diri sahabat itu sendirimaupun terjadi pada sahabat yang lain. Pokoknya jika diantara para sahabat mengalami satu-satu masalah, para sahabat tidak merasa malu-malu untuk datang secara langsung menanyakan pada Rasulullah SAW. Jika ada juga para sahabat yang malu bertanya langsung pada Rasulullah maka sahabat mengutus sahabat yang lain yang berani menanyakan secara langsung tentang peristiwa apa yang dialami sahabat pada waktu itu, sehingga tidak ada persoalan yang tidak jelas hukumnya. 4. Kadang-kadang ada juga sahabat yang melihat secara langsung Rasulullah SAW melakukan satu-satu perbuatan, hal ini berkaitan dengan ibadah seperti shalat, zakat, puasa, dan ibadah haji serta ibadah-ibadah lainnya. Para sahabat yang menyaksikan hal tersebut segera menyampaikan untuk sahabat yang lain atau generasi sesudahnya, diantaranya yaitu peristiwa yang terjadi antara Rasulullah dengan malaikat Jibril mengenai masalah iman, Islam, ikhsan dan tanda-tanda hari kiamat. Para sahabat telah dianggap banyak meriwayatkan hadis bila ia sudah meriwayatkan lebih dari 1000 hadis. Mereka itu adalah Abu Hurairah, Abdullah bin Umar, Anas bin Malik,Sayyidah Aisyah, Abdullah bin Abbas, Jabir bin Abdullah, dan Abu Said al-Hudri. 1. Abu Hurairah Abu Hurairah adalah sahabat yang paling banyak meriwayatkan hadis di antara tujuh orang tersebut.Baqi bin Mikhlad mentahrijkan hadis Abu Hurairah sebanyak 5374 Hadis. Di antara jumlah tersebut 352 hadis disepakati oleh Bukhori Muslim, 93 hadis diriwayatkan oleh Bukhori sendiri dan 189 hadis diriwayatkan oleh Muslim sendiri.Menurut keterangan Ibn Jauzi dalam Talqih Fuhumi al Atsar bahwa hadis yang diriwayatkannya sebanyak 5374, tapi menurut 9 al Kirmani berjumlah 5364 dan barada dalam Musnad Ahmad terdapat 3848 buah hadis. 2. Abdullah bin Umar Hadis yang beliau riwayatkan sebanyak 2630 hadis. Di antara jumlah tersebut yang muttafaq alaihi sebanyak 170 hadis, yang dari Bukhori sebanyak 80 hadis dan yang dari Muslim sebanyak 31 hadis.Abdullah bin Umar adalah putra kholifah ke dua yaitu kholifah Umar bin Khottob dan saudara kandung sayyidah Hafsah ummul mukminin. 3. Anas bin Malik Hadis yang beliau riwayatkan sebanyak 2286 hadis. Di antara jumlah tersebut yang muttafaq alaihi sebanyak 168 hadis yang diriwayatkan Bukhori sebanyak 8 hadis dan yang diriwayatkan Muslim sebanyak 70hadis. Nama lengkap Anas bin Malik adalah Anas ibn Malik ibn an Nadzor ibn Damdam ibn Zaid ibn Harom Ibn Jundub ibn Amir ibnGonam ibn Addi ibn an Najar al anshori. Ia dikenal juga dengan sebutan Abu Hamzah. Anas bin Malik lahir pada tahun 10 sebelum hijrah dan wafat pada tahun 93 H di basrah.Beliau adalah sahabat yang paling akhir meninggal di basroh. 4. Aisyah binti Abu Bakar Al-shiddiq (w. 58 H.) Hadis yang beliau riwayatkan 2.210 Hadis. 5. Abdullah Ibn Abbas (3 SH – 68 H.) Hadis yang beliau riwayatkan 1.660 Hadis. 6. Jabir Ibn Abdullah (16 SH – 78 H) Hadis yang beliau riwayatkan 1.540 Hadis. 7. Abu Sa’id Al-khudri (w. 74 H.) Hadis yang beliau riwayatkan 1.170 Hadis. 2.3 Sejarah Perkembangan Hadits pada Masa Tabi’in Periode ini disebut ‘Ashr Intisyar al-Riwayah ila Al-Amslaar’ (masa berkembang dan meluasnya periwayatan hadis). Pada masa ini, daerah Islam sudah meluas, yakni ke negeri Syam, Irak, Mesir, Samarkand, bahkan pada tahun 93 H, meluas sampai ke Spanyol. Hal ini bersamaan dengan berangkatnya para sahabat ke daerah-daerah tersebut, terutama dalam rangka tugas memangku jabatan pemerintahan dan penyebaran ilmu hadis. 10 Para sahabat kecil dan tabiin yang ingin mengetahui hadis-hadis Nabi SAW diharuskan berangkat ke seluruh pelosok wilayah Daulah Islamiyah untuk menanyakan hadis kepada sahabat-sahabat besar yang sudah tersebar di wilayah tersebut. Dengan demikiari, pada masa ini, di samping tersebarnya periwayatan hadis ke pelosok-pelosok daerah Jazirah Arab, perlawatan untuk mencari hadis pun menjadi ramai. Karena meningkatnya periwayatan hadis, muncullah bendaharawan dan lembaga-lembaga (Centrum Perkembangan) hadis di berbagai daerah di seluruh negeri. Adapun lembaga-lembaga hadis yang menjadi pusat bagi usaha penggalian, pendidikan,dan pengembangan hadis terdapat di: 1. Madinah 2. Mekah 3. Bashrah 4. Syam 5. Mesir Pada periode ketiga ini mulai muncul usaha pemalsuan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Hal ini terjadi setelah wafatnya Ali r.a. Pada masa ini, umat Islam mulai terpecah-pecah menjadi beberapa golongan: Pertama, golongan ‘Ali Ibn Abi Thalib, yang kemudian dinamakan golongan Syi'ah. Kedua, golongan khawarij, yang menentang ‘Ali, dan golongan Mu'awiyah, dan ketiga; golongan jumhur (golongan pemerintah pada masa itu). Terpecahnya umat Islam tersebut, memacu orang-orang yang tidak bertanggung jawab untuk mendatangkan keterangan-keterangan yang berasal dari Rasulullah SAW. untuk mendukung golongan mereka. Oleh sebab itulah, mereka membuat hadis palsu dan menyebarkannya kepada masyarakat. 11 BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan 12 DAFTAR PUSTAKA Azzahrani, Muhammad. 2017. Sejarah & Perkembangan Pembukuan Hadits Hadits Nabi. Jakarta: Darul Haq. SP, Muhammad Dailamy. 2010. Hadis Semenjak Disabdakan sampai Dibukukan. Yogyakarta: Fajar Pustaka. 13