Uploaded by alfinurhiday

cover

advertisement
SEJARAH PERKEMBANGAN HADITS
PADA MASA RASULULLAH, SAHABAT, DAN TABIIN
MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Studi Al-Qur’an dan Al-Hadits
Dosen Pengampu:
Anita Sufia, M.Pd.I
Oleh:
Alfi Nur Hidayah
(17610004)
Nahdliyatul Ummah (17610053)
Ayub Tri Basofi
(17610090)
JURUSAN MATEMATIKA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM
MALANG
2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufiq
dan serta hidayahNya sehinga makalah yang berjudul “Sejarah Perkembangan
Hadits Pada Masa Rasulullah, Sahabat, dan Tabi’in” ini dapat tersusun hingga
selesai sesuai waktu yang di tentukan. Tidak lupa penulis juga mengucapkan
terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi.
Harapan penulis semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan bagi
pembaca. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan pada penulisan
makalah ini. Maka dari itu, saran dan kritik yang membangun sangat penulis
harapkan dari pembaca.
Malang, 1 Maret 2019
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ...........................................................................
i
DAFTAR ISI ...........................................................................................
ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ..........................................................................
1
B. Rumusan Masalah .....................................................................
2
C. Tujuan .......................................................................................
2
BAB II PEMBAHASAN
A. Sejarah Perkembangan Hadist pada Masa Rasulullah ..............
3
B. Sejarah Perkembangan Hadist pada Masa Sahabat ...................
7
C. Sejarah Perkembangan Hadist pada Masa Tabiin .....................
11
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ...............................................................................
13
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................
15
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Segala ucapan, perbuatan, ketetapan bahkan apa saja yang dilakukan oleh
Rasulullah SAW menjadi uswah bagi para sahabat dan umat islam yang kita kenal
sebagai hadits. Pada masa Rasulullah, hadits belum mendapat perhatian dan
sepenuhnya seperti Al-Qur’an. Para sahabt khususnya yang mempunyai tugas
istimewa menghafal Al-Qur’an, selalu mencurahkan tenaga dan waktunya untuk
mengabadikan
ayat-ayat
al-Qur’an
diatas
alat-alat
yang
mungkin
dipergunakannya. Tetapi tidak demikian dengan al-Hadits, walaupun para sahabat
memerlukan petunjuk-petunjuk dan keterangan dari Nabi SAW dalam
menafsirkan dan melaksanakan ketentuan-ketentuan dalam Al-Qur’an mereka
belum membayangkan bahaya yang dapat mengancam generasi mendatang
selama hadits belum diabadikan dalam tulisan. Baru setelah beberapa dekade usai
wafatnya Nabi SAW, muncul inisiatif-inisiatif untuk menulis hadits. Penulisan
hadits ini pun dilaksanakan melalu secara bertahap, seiring dengan makin
banyaknya sahabat yang wafat penulisan hadits makin dilakukan guna
menghindari adanya kerancuan pendapat bagi generasi umat islam setelahnya
dalam memecahkan permasalahan.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah perkembangan hadits pada masa Rasulullah?
2. Bagaimana sejarah perkembangan hadits pada masa Sahabat?
3. Bagaimana sejarah perkembangan hadits pada masa Tabiin?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui sejarah perkembangan hadits pada masa Rasulullah.
2. Untuk mengetahui sejarah perkembangan hadits pada masa Sahabat.
3. Untuk mengetahui sejarah perkembangan hadits pada masa Tabiin.
1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Sejarah Perkembangan Hadits pada Masa Rasulullah
Periode ini disebut `Ashr Al-Wahyi wa At-Taqwin' (masa turunnya wahyu
dan pembentukan masyarakat Islam). Pada periode inilah, hadis lahir berupa
sabda (aqwal), af’al, dan taqrir Nabi yang berfungsi menerangkan AI-Quran
untukmenegakkansyariat.
Para sahabat menerima hadis secara langsung dan tidak langsung. Penerimaan
secara langsung misalnya saat Nabi SAW. mennheri ceramah, pengajian, khotbah,
atau penjelasan terhadap pertanyaan para sahabat. Adapun penerimaan secara
tidak langsung adalah mendengar dari sahabat yang lain atau dari utusan-utusan,
baik dari utusan yang dikirim oleh nabi ke daerah daerah atau utusan daerah yang
datang kepada nabi.
Pada masa Nabi SAW, kepandaian baca tulis di kalangan para sahabat sudah
bermunculan, hanya saja terbatas sekali. Karena kecakapan baca tulis di kalangan
sahabat masih kurang, Nabi mene¬kankan untuk menghapal, memahami,
memelihara, mematerikan, dan memantapkan hadis dalam amalan sehari- hari,
serta mentablighkannya kepada orang lain.
Nabi Muhammad SAW menjadi pusat perhatian para sahabat apa pun yang
di datangkan oleh Nabi Muhammad SAW baik berupa ucapan, perbuatan maupun
ketetapan merupakan referensi yang di buat pedoman dalam kehidupan sahabat
Setiap sahabat mempunyai kedudukan tersendiri dihadapan Rasulullah SAW
adakalanya disebut dengan “al-sabiqun al-awwalin” yakni para sahabat yang
pertama masuk islam, seperti khulafaur rasyidin dan Abdullah Bin Mas’ud.Ada
juga sahabat yang sungguh- sungguh menghafal hadist misalnya Abu Hurairah.
Dan ada juga yang usianya lebih panjang dari sahabat yang lain yang mana
mereka lebih banyak menghafalkannya seperti annas bin malik. Demikian juga
ada sahabat yang dekat sama rasulullah seperti Aisyah, Ummu Salamah, dan
khulafaur rasidin semakin erat dan lama bergaul semakin banyak pula hadist yang
diriwayatkan dan validitasnya tidak diragukan.
Namun demikian sahabat juga adalah manusia biasa, harus mengurus rumah
tangga, bekerja untuk memenuhi kebuthan keluarganya, maka tidak setiap kali
2
lahir sebuah hadist di skasikan langsung oleh seluruh sahabat, sehingga sahabat
mendegar sebagian hadist dari mendengar kepada sahabat yang lainnya atau
langssung dari rasulullah SAW. Apalagi Sahabat nabi yang berdomisili di daerah
yang jauh dari madinah seringkali hanya memperoleh hadist dari sesama sahabat.
Rasul membina umatnya selama 23 Tahun. Masa ini merupakan kurun waktu
turunnya wahyu dan sekaligus di wurudkannya hadist. Untuk lebih memahami
kondisi/ keadaan hadist pada zaman nabi SAW berikut ini penulis akan diuraikan
beberapa hal yang berkaitan:
1. Cara Rasulullah menyampaikan hadist
Rasulullah dan para sahabat hidup bersama tanpa penghalang apapun,
mereka selalu berkumpul untuk belajar kepada Nabi SAW. di masjid, pasar,
rumah,dalam perjalanan dan di majelis ta’lim. Ucapan dan perilaku beliau
selalu direkam dan dijadikan uswah (suri tauladan) bagi para sahabat dalam
urusan agama dan dunia. Selain para sahabat yang tidak berkumpul dalam
majelis Nabi SAW. untuk memperoleh patuah-patuah Rasulullah, karena
tempat tingal mereka berjauhan, ada di kota dan di desa begitu juga profesi
mereka berbeda, sebagai pedagang, buruh dll. Kecuali mereka berkumpul
bersama Nabi SAW. pada saat-saat tertentu seperti hari jumat dan hari raya.
Cara rasulullah menyampaikan tausiahnya kepada sahabat kemudian sahabat
menyampaikan tausiah tersebut kepada sahabat lain yang tidak bisa hadir
(ikhadz).
2. Keadaan para sahabat dalam menerima dan menguasai hadist
Kebiasaan para sahabat dalam menerima hadits bertanya langsung kepada
Nabi SAW. dalam problematika yang dihadapi oleh mereka, Seperti masalah
hukum syara’ dan teologi. Diriwayatkan oleh imam Bukhari dalam kitabnya
dari ‘Uqbah bin al-Harits tentang masalah pernikahan satu saudara karena
radla’ (sepersusuan). Tapi perlu diketahui, tidak selamanya para sahabat
bertanya langsung. Apa bila masalah biologis dan rumah tangga, mereka
bertanya kepada istri-istri beliau melalui utusan istri mereka, seperti masalah
suami mencium istrinya dalam keadaan puasa.
Telah kita ketahui, bahwa kebanyakan sahabat untuk menguasai hadist
Nabi SAW, melalui hafalan tidak melalui tulisan, karena difokuskan untuk
3
mengumpulkan al-Quran dan dikhawatirkan apabila hadist ditulis maka
timbul kesamaran dengan al-Quran.
3. Larangan menulis hadis dimasa nabi Muhammad SAW
Hadis pada zaman nabi Muhammad SAW belum ditulis secara umum
sebagaimana al-Quran. Hal ini disebabkan oleh dua factor ;
para sahabat mengandalkan kekuatan hafalan dan kecerdasan otaknya,
disamping alat-alat tulis masih kurang, karena adanya larangan menulis hadis
nabi. Abu sa’id al-khudri berkata bahwa rosululloh SAW bersabda:
Janganlah menulis sesuatu dariku selain al-Qua’an, dan barang siapa yang
menulis dariku hendaklah ia menghapusnya. ( H.R Muslim )
Larangan tersebut disebabkan karena adanya kekawatiran bercampur
aduknya hadis dengan al-Qur’an, atau mereka bisa melalaikan al-Qua’an, atau
larangan khusus bagi orang yang dipercaya hafalannya. Tetapi bagi orang
yang tidak lagi dikawatirkan, seperti yang pandai baca tulis, atau mereka
kawatir akan lupa, maka penulisan hadis bagi sahabat tertentu diperbolehkan.
4. Aktifitas menulis hadist.
Bahwasanya sebagian sahabat telah menulis hadist pada masa Rasulullah,
ada yang mendapatkan izin khusus dari Nabi SAW.,hanya saja kebanyakan
dari mereka yang senang dan kompeten menulis hadist menjelang akhir
kehidupan Rasulullah.
Keadaan Sunnah pada masa Nabi SAW belum ditulis (dibukukan) secara
resmi, walaupun ada beberapa sahabat yang menulisnya. Hal ini dikarenakan
ada larangan penulisan hadist dari Nabi SAW. penulis akan mengutip satu
hadist hadist yang lebih shahih dari hadist tentang larangan menulis.
Rasulullah SAW. bersabda:
‫ا ك تب ف من ىل قرىن غ ير ش ي ئا ىّنعا الت ك ت بو‬
‫ف ل يمحه ىن ىل قر غ ير ش ي ئا ّن ع‬.
” Jangan menulis apa-apa selain Al-Qur’an dari saya, barang siapa yang
menulis dari saya selain Al-Qur’an hendaklah menghapusnya” (HR. Muslim
dari Abu Sa;id Al-Khudry).
Tetapi disamping ada hadist yang melarang penulisan ada juga hadist yang
membolehkan penulisan hadist, hadist yang diceritakan oleh Abdullah bin
Amr, Nabi SAW. bersabda
4
‫ىالىل حق م نه خرج ما ب يده ن ف سا ىل ذى ف و ىك تب‬
” tulislah!, demi Dzat yang diriku didalam kekuasaan-Nya, tidak keluar dariku
kecuali yang hak” (Sunan al-Darimi).
Dua
hadist
diatas
tampaknya
bertentangan,
maka
para
ulama
mengkompromikannya sebagai berikut:
Bahwa larangan menulis hadist itu terjadi pada awal-awal Islam untuk
memelihara agar hadist tidak tercampur dengan al-Quran. Tetapi setelah itu
jumlah kaum muslimin semakin banyak dan telah banyak yang mengenal AlQuran, maka hukum larangan menulisnya telah dinaskhkan dengan perintah yang
membolehkannya.
Bahwa larangan menulis hadist itu bersifat umum, sedang perizinan
menulisnya bersifat khusus bagi orang yang memiliki keahlian tulis menulis.
Hingga terjaga dari kekeliruan dalam menulisnya, dan tidak akan dikhawatirkan
salah seperti Abdullah bin Amr bin Ash.
Bahwa larangan menulis hadist ditujukan pada orang yang kuat hafalannya
dari pada menulis, sedangkan perizinan menulisnya diberikan kepada orang yang
tidak kuat hafalannya.
2.2 Sejarah Perkembangan Hadits pada Masa Sahabat
Secara umum para ulama hadist mengatakan bahwa yang dikatakan sahabat
adalah umat islam yang pernah melihat Rasulullah. Menurut Dailamy (2010), para
penulis buku atau kitab ‘Ulum al-Hadits telah membuat tolok ukur untuk
mengetahui kapan seseorang bisa disebut sahabat. Seseorang berhak diberi
predikat sahabat, apabila memenuhi salah satu dari kriteria di bawah ini, yakni:
a. Diberitakan secara mutawattir , bahwa ia memang Sahabat, seperti 10
sahabat yang dijanjikan Nabi akan masuk surga.
b. Diberitakan secara masyhur, seperti ‘Uqasah Ibnu Mmuhshan dan Dlaman
Ibnu Tsa’labah.
c. Diakui oleh Sahabat terkenal, seperti Hammat Ibnu Abi Hammah diakui
sebagai sahabat oleh sahabat Abu Musa al-Asy’ariy.
d. Atas pengakuan sendiri, selama yang bersangkutan dikenal:
1) Bersifat adil
2) Hidup semasa dengan Nabi
5
3) Matinya diketahui tidak melebihi dari tahun 110H
4) Diakui oleh seorang Tabi’in yang adil.
Para ulama mendefinisikan sahabat sebagai berikut :
1) Muhammad Nawawi al-Jawi berpendapat bahwa orang yang dinyatakan sahabat
Nabi itu adalah setiap mukmin yang berkumpul dengan Nabi setelah beliau
diangkat menjadi Rasul, meskipun belum ada perintah untuk berda’wah. Yakni,
dengan pertemuan yang saling mengenal walaupun dalam keadaan gelap, buta,
belum baliqh, bahkan hanya sekedar bertemu atau melihat atau dilihat Nabi
kendatipun dengan jarak jauh, hal ini dinyatakan tetap sebagai sahabat Nabi.
2)
Al-Bukhari menyatakan yang disebut sahabat itu adalah orang yang menyertai
Nabi atau melihatnya sedangkan dia dari kalangan orang-orang islam, maka ia
adalah sahabat.
3)
Menurut Ibnu Hazm bahwa yang dinamakan sahabat Rasul itu adalah setiap
orang yang pernah bersama-sama dengan nabi dalam suatu majlis,walaupun sesaat
dan dapat mendengarkan pembicaraan Nabi walaupun sekalimat atau dapat
melihat sesuatu yang ia memahaminya dari Nabi itu.
4)
Ibnu al-Shalah dalam muqaddimah bukunya mengatakan bahwa menurut
kalangan ulama ahli hadist, seperti yang dinyatakan oleh Ibnu al-Mudhaffar alsam’ani, bahwa yang dinamakan sahabat nabi itu adalah orang-orang yang
meriwayatkan hadist secara langsung dari Nabi walaupun hanya satu buah
saja.Bahkan menurut para ulama, orang yang hanya melihat Nabi bias disebut
sebagai sahabat. Jadi, sahabat adalah orang yang menyertai Nabi selama beliau
menyebarkan Risalah kenabiannya. Di sini peranan sahabat dalam membantu nabi
sangat berarti, baik ketika Nabi hidup, maupun setelah wafatnya,terutama dalam
menyebarkan da’wah Islam ke seluruh jazirah Arab.Bahkan mereka berhasil
menciptakan generasi yang lebih baik setingkat berada dibawah mereka yaitu
generasi tabi’in.
Periode ini disebut ‘Ash-At-Tatsabbut wa Al-Iqlal min Al-Riwayah (masa
membatasi dan menyedikitkan riwayat. Nabi SAW. wafat pada tahun 11 H.
Kepada umatnya, beliau meninggalkan dua pegangan sebagai dasar bagi pedoman
hidup, yaitu Al-Qur’an dan Al-Hadist yang harus dipegang dalam seluruh aspek
kehidupan umat.
6
Pada masa ini, khilafah Umar mempunyai gagasan untuk membukukan
hadist, namun beliau terus-menerus mempertimbangkan penulisan sunnah,
padahal sebelumnya ia berniat mencatatnya. Diriwayatkan dari Urwah bin AzZubair bahwa Umar bin Khatab ingin menulis hadist. Ia lalu meminta pendapat
kepada para sahabat Rasulullah dan umumnya mereka menyetujui. Tetapi masih
ragu Umar lalu selama sebulan melakukan istikharah, memohon petunjuk Allah
tentang rencana tersebut. Suatu pagi, setelah mendapat kepastian dari Allah, Umar
berkata :”Aku telah menuturkan kepada kalian tentang penulisan kitab hadist,
dan kalian tahu itu.Kemudian aku teringat bahwa para ahlikitab sebelum kalian
telah menulis beberapa kitab disamping Kitab Allah, namun ternyata mereka
malah lengah dan meninggalkan kitab Allah. Dan Aku demi Allah, tidak akan
mengaburkan Kitab Allah dengan sesuatu apapun untuk selama-lamanya”.
Pada masa khilafah Abu Bakar dan Umar, periwayatan tersebar secara
terbatas. Penulisan hadist pun masih terbatas dan belum dilakukan secara resmi.
Bahkan pada masa itu Umar melarang para sahabat untuk memperbanyak
meriwayatkan Hadist, dan sebaliknya, umar menekankan agar para sahabat
mengerahkan perhatiannya untuk menyebarluaskan Al-Qur’an.
Ada dua jalan para sahabat dalam meriwayatkan hadsit dari Rasul SAW.
Pertama, dengan jalan periwayatan Lafzhi (redaksinya persis seperti yang
disampaikan Rasul SAW. ), dan Kedua, dengan jalan periwayatan maknawi
(maknanya saja).
Menurut ‘Ajjaj Al-Khatib, sebenarnya, seluruh sahabat menginginkan agar
periwayatan itu dengan lafzhi bukan dengan maknawi . Dalam hal ini Umar bin
Khatab berkata : “Barang siapa yang mendengar hadist Rasulullah kemudian ia
meriwayatkannya sesuai dengan yang ia dengar, orang itu akan selamat”.
Diantara sahabat yang paling keras mengharuskan periwayatan lafzhi adalah
Ibnu Umar. Ia seringkali menegur sahabat yang membacakan hadist yang berbeda
(walau satu kata) dengan yang pernah didengarnya dari Rasul SAW., seperti yang
dilakukan terhadap Ubaid ibn Amir. Suatu ketika seorang sahabat menyebutkan
hadist tentang lima prinsip dasar Islam dengan meletakkan puasa Ramadhan pada
urutan ketiga. Ibn Umar serentak menyuruh agar meletakkannya pada urutan
keempat, sebagaimana yang didengarnya dari Rasulullah SAW.
7
Periwayatan hadist dengan maknawi akan mengakibatkan munculnya hadisthadist yang redaksinya antara satu hadist dengan hadist yang lainnya berbedabeda, meskipun maksud dan tujuannya sama. Hal ini sangat tergantung kepada
para sahabat yang meriwayatkan hadist-hadist tersebut.
Karakteristik yang menonjol pada era sahabat ini adalah, bahwa para sahabat
memiliki komitmen yang kuat terhadap kitab Allah. Mereka memeliharanya
dalam lembaran- lembaran mushaf, dan dalam hati mereka.
Cara para sahabat menerima hadis pada masa Rasulullah SAW berbeda
dengan cara yang dilakukan oleh generasi setelah itu. Cara para sahabat menerima
hadis dimasa Nabi Muhammad SAW yaitu dilakukan oleh sahabat yang dekat
dengan beliau, seperti Khaula Faurra Syidan, dimasa Nabi para sahabat
mempunyai minat yang besar untuk memperoleh hadis dari pada Nabi
Muhammad SAW , oleh karena itu mereka berusaha keras mengikuti Nabi
Muhammad SAW agar perkataan, perbuatan atau taqrir beliau dapat mereka
terima atau mereka lihat secara langsung. Jika diantara para sahabat ada yang
berhalangan maka dicari sahabat yang lain untuk dapat mendengar dan melihat
apa yang disampaikan Nabi Muhammad SAW.
Setiap Nabi menyampaikan sesuatu hukum atau melakukan ibadah apapun
jangan sampai tidak ada sahabat yang melihatnya. Siapa diantara sahabat yang
bertugas menemui dan mengikuti Nabi serta mendapatkan hadis dari beliau, maka
ia segera menyampaikan untuk sahabat-sahabat yang lain.
Dalam hal ini ada empat cara yang ditempuh oleh para sahabat
untuk mendapatkan hadis dari Nabi Muhammad SAW :
1.
Para sahabat selalu mendatangi pengajian-pengajian yang disampaikan
oleh Rasulullah SAW. Rasulullah selalu menyediakan waktu bagi para sahabat
untuk menyampaikan berbagai ajaran agama Islam. Para sahabatpun selalu
berusaha mengikuti berbagai majelis yang disitu disampaikan berbagai pesanpesan keagamaan walaupun mereka mengikuti secara bergiliran.Jika ada sahabat
yang tidak bisa hadir maka disampaikan oleh sahabat-sahabat yang hadir.
2. Rasulullah Muhammad SAW sendiri yang mengalami berbagai persoalan
yang Nabi sendiri yang menyampaikan persoalantersebut kepada para sahabat,
8
jika sahabat yang hadir jumlahnya banyak maka apa yang disampaikan oleh Nabi
dapat tersebar luas.
3.
Diantara para sahabat mengalami berbagai persoalan kemudian mereka
menanyakan langsung kepada Rasulullah SAW tentang bagaimana hukumnya
terhadap persoalan tersebut. Kemudian Rasulullah Muhammad SAW segera
memberikan fatwa atau penjelasan hukum tentang peristiwa tersebut. Kasus yang
dialamisahabat apakah kasus yang terjadi pada diri sahabat itu sendirimaupun
terjadi pada sahabat yang lain. Pokoknya jika diantara para sahabat mengalami
satu-satu masalah, para sahabat tidak merasa malu-malu untuk datang secara
langsung menanyakan pada Rasulullah SAW. Jika ada juga para sahabat yang
malu bertanya langsung pada Rasulullah maka sahabat mengutus sahabat yang
lain yang berani menanyakan secara langsung tentang peristiwa apa yang dialami
sahabat pada waktu itu, sehingga tidak ada persoalan yang tidak jelas hukumnya.
4.
Kadang-kadang ada juga sahabat yang melihat secara langsung
Rasulullah SAW melakukan satu-satu perbuatan, hal ini berkaitan dengan ibadah
seperti shalat, zakat, puasa, dan ibadah haji serta ibadah-ibadah lainnya. Para
sahabat yang menyaksikan hal tersebut segera menyampaikan untuk sahabat yang
lain atau generasi sesudahnya, diantaranya yaitu peristiwa yang terjadi antara
Rasulullah dengan malaikat Jibril mengenai masalah iman, Islam, ikhsan dan
tanda-tanda hari kiamat.
Para sahabat telah dianggap banyak meriwayatkan hadis bila ia sudah
meriwayatkan lebih dari 1000 hadis. Mereka itu adalah Abu Hurairah, Abdullah
bin Umar, Anas bin Malik,Sayyidah Aisyah, Abdullah bin Abbas, Jabir bin
Abdullah, dan Abu Said al-Hudri.
1.
Abu Hurairah
Abu Hurairah adalah sahabat yang paling banyak meriwayatkan hadis di
antara tujuh orang tersebut.Baqi bin Mikhlad mentahrijkan hadis Abu Hurairah
sebanyak 5374 Hadis. Di antara jumlah tersebut 352 hadis disepakati oleh
Bukhori Muslim, 93 hadis diriwayatkan oleh Bukhori sendiri dan 189 hadis
diriwayatkan oleh Muslim sendiri.Menurut keterangan Ibn Jauzi dalam Talqih
Fuhumi al Atsar bahwa hadis yang diriwayatkannya sebanyak 5374, tapi menurut
9
al Kirmani berjumlah 5364 dan barada dalam Musnad Ahmad terdapat 3848 buah
hadis.
2. Abdullah bin Umar
Hadis yang beliau riwayatkan sebanyak 2630 hadis. Di antara jumlah tersebut
yang muttafaq alaihi sebanyak 170 hadis, yang dari Bukhori sebanyak 80 hadis
dan yang dari Muslim sebanyak 31 hadis.Abdullah bin Umar adalah putra
kholifah ke dua yaitu kholifah Umar bin Khottob dan saudara kandung sayyidah
Hafsah ummul mukminin.
3. Anas bin Malik
Hadis yang beliau riwayatkan sebanyak 2286 hadis. Di antara jumlah tersebut
yang muttafaq alaihi sebanyak 168 hadis yang diriwayatkan Bukhori sebanyak 8
hadis dan yang diriwayatkan Muslim sebanyak 70hadis.
Nama lengkap Anas bin Malik adalah Anas ibn Malik ibn an Nadzor ibn
Damdam ibn Zaid ibn Harom Ibn Jundub ibn Amir ibnGonam ibn Addi ibn an
Najar al anshori. Ia dikenal juga dengan sebutan Abu Hamzah. Anas bin Malik
lahir pada tahun 10 sebelum hijrah dan wafat pada tahun 93 H di basrah.Beliau
adalah sahabat yang paling akhir meninggal di basroh.
4. Aisyah binti Abu Bakar Al-shiddiq (w. 58 H.)
Hadis yang beliau riwayatkan 2.210 Hadis.
5. Abdullah Ibn Abbas (3 SH – 68 H.)
Hadis yang beliau riwayatkan 1.660 Hadis.
6. Jabir Ibn Abdullah (16 SH – 78 H)
Hadis yang beliau riwayatkan 1.540 Hadis.
7. Abu Sa’id Al-khudri (w. 74 H.)
Hadis yang beliau riwayatkan 1.170 Hadis.
2.3 Sejarah Perkembangan Hadits pada Masa Tabi’in
Periode ini disebut ‘Ashr Intisyar al-Riwayah ila Al-Amslaar’ (masa
berkembang dan meluasnya periwayatan hadis). Pada masa ini, daerah Islam
sudah meluas, yakni ke negeri Syam, Irak, Mesir, Samarkand, bahkan pada tahun
93 H, meluas sampai ke Spanyol. Hal ini bersamaan dengan berangkatnya para
sahabat ke daerah-daerah tersebut, terutama dalam rangka tugas memangku
jabatan pemerintahan dan penyebaran ilmu hadis.
10
Para sahabat kecil dan tabiin yang ingin mengetahui hadis-hadis Nabi SAW
diharuskan berangkat ke seluruh pelosok wilayah Daulah Islamiyah untuk
menanyakan hadis kepada sahabat-sahabat besar yang sudah tersebar di wilayah
tersebut. Dengan demikiari, pada masa ini, di samping tersebarnya periwayatan
hadis ke pelosok-pelosok daerah Jazirah Arab, perlawatan untuk mencari hadis
pun menjadi ramai. Karena meningkatnya periwayatan hadis, muncullah
bendaharawan dan lembaga-lembaga (Centrum Perkembangan) hadis di berbagai
daerah di seluruh negeri.
Adapun lembaga-lembaga hadis yang menjadi pusat bagi usaha penggalian,
pendidikan,dan pengembangan hadis terdapat di:
1.
Madinah
2.
Mekah
3.
Bashrah
4.
Syam
5.
Mesir
Pada periode ketiga ini mulai muncul usaha pemalsuan oleh orang-orang
yang tidak bertanggung jawab. Hal ini terjadi setelah wafatnya Ali r.a. Pada masa
ini, umat Islam mulai terpecah-pecah menjadi beberapa golongan: Pertama,
golongan ‘Ali Ibn Abi Thalib, yang kemudian dinamakan golongan Syi'ah.
Kedua, golongan khawarij, yang menentang ‘Ali, dan golongan Mu'awiyah, dan
ketiga; golongan jumhur (golongan pemerintah pada masa itu).
Terpecahnya umat Islam tersebut, memacu orang-orang yang tidak
bertanggung jawab untuk mendatangkan keterangan-keterangan yang berasal dari
Rasulullah SAW. untuk mendukung golongan mereka. Oleh sebab itulah, mereka
membuat hadis palsu dan menyebarkannya kepada masyarakat.
11
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
12
DAFTAR PUSTAKA
Azzahrani, Muhammad. 2017. Sejarah & Perkembangan Pembukuan Hadits
Hadits Nabi. Jakarta: Darul Haq.
SP, Muhammad Dailamy. 2010. Hadis Semenjak Disabdakan sampai Dibukukan.
Yogyakarta: Fajar Pustaka.
13
Download