BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) Tahun 2003, angka kematian ibu (AKI) di Indonesia adalah 307/100.000 kelahiran hidup. Bila mengacu pada ekstrapolasi Beri Pusat Statistik maka kecenderungan penurunan AKI telah mengarah jalur yang di inginkan yaitu 265 dan 248/100.000 kelahiran hidup pada tahun 2006 dan 2007 walaupun interpretasi secara global menyebutkan bahwa perjalanan menuju target MDG 2015 masih di luar jalurnya. Namun telah disepakati bahwa cakupan pelayanan oleh tenaga terlatih adalah kunci dari perbaikan status kesehatan ibu, bayi dan anak serta mencapai target yang diinginkan. Tenaga kesehatan terampil adalah pelaku yang mampu menjaga dan menyelamatkan ibu dan bayi baru lahir dari kematian atau kesakitan yang seharusnya dapat dicegah atau dihindarkan melalui upaya dan pertolongan tepat waktu dan adekuat. Tingginya kasus kesakitan dan kematian ibu di banyak negara berkembang, terutama disebabkan oleh perdarahan pasca persalinan, eklampsia, sepsis dan komplikasi keguguran. Sebagian besar penyebab utama kesakitan dan kematian ibu tersebut sebenarnya dapat dicegah. Melalui upaya pencegahan yang efektif, beberapa negara berkembang dan hampir semua negara maju, berhasil menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu ketingkat yang sangat rendah. Asuhan Kesehatan ibu selama dua dasawarsa terakhir terfokus pada: a) Keluarga Berencana untuk membantu para ibu dan suaminya merencanakan kehamilan yang diinginkan. b) Asuhan Antenatal Terfokus untuk memantau perkembangan kehamilan, mengenai gejala dan tanda bahaya, menyiapkan persalinan dan kesediaan menghadapi komplikasi. 1 c) Asuhan Pascakeguguran untuk menatalaksanakn gawat darurat keguguran dan komplikasinya serta tanggap terhadap kebutuhan pelayanan kesehatan reproduksi lainnya. d) Persalinan yang Besih dan Aman serta Pencegahan Komplikasi. Kajian dan bukti ilmiah menunjukan bahwa asuhan persalinan bersih, aman dan tepat waktu merupakan salah satu upaya efektif untuk mencegaah terjadinya kesakitan dan kematian. e) Penatalaksanaan Komplikasi yang terjadi sebelum, selama dan setelah persalinan. Dalam upaya menurunkan kesakitan dan kematian ibu, perlu diantisipasi adanya keterbatasan kemampuan untuk menatalaksanakan komplikasi pada jenjang bpelayanan tertentu. Komplikasi petugas, pengenalan jenis komplikasi dan ketersediaan sarana pertolongan menjadi penentu bagi keberhasilan penatalaksanaan komplikasi yang umumnya akan selalu berbeda menurut derajat, keadaan dan tempat terjadinya. Untuk tujuan tersebut diatas, salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan petugas kesehatan dalam menolong persalinan. Paradigma menunggu terjadinya dan menangani komplikasi menjadi pencegahan terjadinya komplikasi diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam penurunan angka kematian ibu dan bayi baru lahir. Proses kehamilan merupakan proses yang normal dan alamiah. Hal ini perlu diyakini oleh tenaga kesehatan khususnya bidan, sehingga asuhan yang diberikan kepada pasien dapat dilakukan melalui proses pendekatanpendekatan yang dilakukan lebih cenderung kepada bentuk pelayanan promotif. Realisasi yang paling mudah dilksanakan berupa pelaksanaan Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE) kepada pasien dengan materi-materi mengenai pemantauan kesehatan ibu hamil dan penatalaksanaan ketidaknyamanan saat hamil. Salah satu upaya yang dilakukan bidan adalah menganjurkan kepada pasien untuk melakukan pemeriksaan kehamilan secara teratur sesuai dengan kebijakan pemerintah. Pada pemeriksaan ini ibu hamil dapat memberikan informasi atau pertanyaan yang dikeluhkan yang akhirnya mampu memberikan 2 solusi dan penanganan lebih lanjut. Salah satunya memberikan asuhan yaitu pemantauan kesehatan pada ibu hamil. Dalam melaksanakan pemantauan ini bidan tidak akan mungkin bekerja sendiri, namun membutuhkan bantuan pihak lain, dalam hal ini adalah pasien sendiri beserta keluarganya. Hal ini bertujuan agar pasien dan keluarga ikut merasa bertanggung jawab terhadap kesehatannya, sehingga jika terjadi sesuatu gangguan dan membutuhkan suatu tindakan, pasien dan keluarga dapat berperan aktif dalam pengambilan keputusan. Persalinan adalah proses dimana bayi, plasenta dan selaput ketuban keluar dari uterus ibu. Persalinan dianggap normal jika prosesnya terjadi pada usia kehamilan cukup bulan (setelah 37 minggu) tanpa disertai adanya penyulit (JNPK-KR, 2008). Setelah persalinan seorang wanita mengalami suatu masa yang dusebut masa nifas (puerperium). masa nifas dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir setelah alat kandungan kembali ke keadaan sebelum hamil. masa nifas berlangsung kira-kira 6-8 minggu. (Sarwono, 2006:12). Masa bayi baru lahir (neonatal) adalah masa 28 hari pertama kehidupan manusia.Pada masa ini terjadi proses penyesuaian sistem tubuh bayi dari kehidupan dalam rahim ke kehidupan di luar rahim. Masa ini adalah masa yang perlu mendapatkan perhatian dan perawatan yang ekstra karena pada masa ini terdapat mortalitas paling tinggi (Rudolf, 2006). Berdasarkan hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012 menyatakan bahwa angka kematian bayi dalam usia 28 hari pertama masih cukup tinggi yaitu sebesar 34 per 1000 kelahiran hidup. Angka kematian bayi merupakan salah satu indikator derajat kesehatan bangsa. Tingginya angka kematian bayi dapat menjadi petunjuk bahwa pelayanan dan penangan maternal dan neonatal kurang baik. Keluarga berencana adalah usaha untuk mengukur jumlah dan jarak anak. Agar mencapai hal tersebut maka dibuatlah beberapa cara atau alternative untuk mencegah ataupun menunda kehamilan. Cara-cara tersebut diantaranya termasuk kontrasepsi atau pencegahan kehamilan dan perencanaan keluarga. 3 Keluarga berencana merupakan salah satu pelayanan kesehatan prenvetif yang paling dasardan utama bagai wanita.Meskipun tidaak selalu diakui demikian, peningkatan dan perluasan KB merupakan salah satu usaha untuk menurunkan angka kesakitan dan kematiaan ibu yang sedemikian tinggi akibat kehamilan yang dialami oleh wanita. Banyak wanita yang harus menentukan pemilihan alat kontrasepsi yang sulit, tidak hanya karena terbatasnya jumlah metode yang tersedia tetapi juga metode-metode tertentu mungkin tidak dapat diterima sehubungan dengan kebijakan nasional KB. Kesehatan individual, dan seksualitas wanita atau biaya untuk memperoleh kontrasepsi. Sebelum ibu memilih alat kontrasepsi sebaiknya mencari informasi terlebih dahulu tentang cara-cara KB berdasarkan informasi yang lengkap benar dan akurat. Semua metode kontrasepsi mempunyai efek samping yang harus diketahui akseptor sebelum memakainy.Ada bermacam-macam jenis kontrasepsi yang ada sehingga ibu harus menetukan pilihan kontrasepsi yang dianggap sesuai. Berdasarkan paparan dan permasalahan di atas, maka penulis merasa tertarik untuk mengangkat masalah tersebut dengan judul “Asuhan Kebidanan Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal Pada Ibu Hamil, Ibu Bersalin, Bayi Baru Lahir, Ibu Nifas, Pelayanan Kontrasepsi KB dan Kesehatan Reproduksi Di BPM Bidan Nur Asma Dewi, Amd.Keb Batu Aji - Batam”. 1.2 Rumusan Masalah 1. Apa yang dimaksud Asuhan Kebidanan Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal Pada Kehamilan (Ante Natal care / ANC)? 2. Apa yang dimaksud Asuhan Kebidanan Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal Pada Persalinan (Intra Natal Care / INC)? 3. Apa yang dimaksud Asuhan Kebidanan Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal Pada Nifas (Post Natal Care / PNC)? 4. Apa yang dimaksud Asuhan Kebidanan Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal Pada Bayi Baru Lahir (BBL)? 5. Apa yang dimaksud Asuhan pada Akseptor Kontrasepsi KB? 4 6. Apa yang dimaksud Asuhan pada Pasien Dengan Masalah Kesehatan Reproduksi? 7. Apa Tujuan Asuhan Kebidanan Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal Pada Kebidanan Kehamilan (Ante Natal care / ANC), Persalinan (Intra Natal Care / INC), Nifas (Post Natal Care / PNC), Bayi Baru Lahir, Akseptor Kontrasepsi KB dan Masalah Kesehatan Reproduksi? 8. Bagaimana Standar Operasional Prosedur Asuhan Kebidanan Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal Pada Kehamilan (Ante Natal care / ANC), Persalinan (Intra Natal Care / INC), Nifas (Post Natal Care / PNC), Bayi Baru Lahir, Akseptor Kontrasepsi KB dan Masalah Kesehatan Reproduksi? 1.3 Tujuan 1.Tujuan Umum Mahasiswa mampu melaksanakan Asuhan Kebidanan Patologi Pada Pasien Ibu Hamil, Ibu Bersalin, Bayi Baru Lahir, Ibu nifas, Metode Kontrasepsi KB dan Kesehatan Reproduksi Di BPM Bidan Nur Asma Dewi, Amd. Keb Batu Aji - Batam dengan menggunakan manajemen SOAP. 2.Tujuan khusus 1. Mendapatkan data subjektif pada kasus dalam kehamilan, persalinan, nifas, bayi baru lahir, akseptor kontrasepsi KB, dan kesehatan reproduksi patologi. Di BPM Bidan Nur Asma Dewi, Amd.Keb Batu Aji – Batam. 2. Menegakkan diagnosa pada kasus dalam kehamilan, persalinan, nifas, bayi baru lahir, akseptor kontrasepsi KB, dan kesehatan reproduksi patologi. Di BPM Bidan Nur Asma Dewi, Amd.Keb Batu Aji – Batam. 3. Merencanakan dan memberikan asuhan kebidanan pada kasus dalam dalam kehamilan, persalinan, nifas, bayi baru lahir, akseptor kontrasepsi KB, dan kesehatan reproduksi patologi. Di BPM Bidan Nur Asma Dewi, Amd.Keb Batu Aji – Batam. 5 1.4 Ruang Lingkup Laporan ini menjelaskan tentang tinjauan teoritis mengenai asuhan kebidanan patologi yang mencakup Ante Natal Care (ANC), Intra Natal Care (INC), Post Natal Care (PNC), Penanganan Bayi Baru Lahir (BBL), penggunaan alat kontrasepsi dan kesehatan reproduksi. Selain tinjauan teoritis laporan ini juga berisi tentang tinjauan asuhan kebidanan yang mencakup pengkajian kebidanan, diagnosa kebidanan, intervensi kebidanan, implementasi kebidanan dan evaluasi kebidanan. 1.5 Metode Penulisan Dalam menyusun laporan ini penulis mempelajari dari berbagai sumber baik melalui praktik lapangan langsung maupun dari buku, internet dan jurnal. 6 BAB II TINJAUAN TEORI 2.1. Kekurangan Energi Kronis (KEK) 2.1.1 Definisi Kekurangan Energi Kronik (KEK) adalah salah satu keadaan malnutrisi. Dimana keadaan ibu menderita kekurangan makanan yang berlangsung menahun (kronik) yang mengakibatkan timbulnya gangguan kesehatan pada ibu secara relative atau absolut satu atau lebih zat gizi (Helena, 2013). Menurut Depkes RI (2002) menyatakan bahwa kurang energi kronis merupakan keadaan dimana ibu penderita kekurangan makanan yang berlangsung pada wanita usia subur (WUS) dan pada ibu hamil. Kurang gizi akut disebabkan oleh tidak mengkonsumsi makanan dalam jumlah yang cukup atau makanan yang baik (dari segi kandungan gizi) untuk satu periode tertentu untuk mendapatkan tambahan kalori dan protein (untuk melawan) muntah dan mencret (muntaber) dan infeksi lainnya. Gizi kurang kronik disebabkan karena tidak mengkonsumsi makanan dalam jumlah yang cukup atau makanan yang baik dalam periode/kurun waktu yang lama untuk mendapatkan kalori dan protein dalam jumlah yang cukup, atau disebabkan menderita muntaber atau penyakit kronis lainnya. 2.1.2 Etiologi Keadaan KEK terjadi karena tubuh kekurangan satu atau beberapa jenis zat gizi yang dibutuhkan. Beberapa hal yang dapat menyebabkan tubuh kekurangan zat gizi antara lain: jumlah zat gizi yang dikonsumsi kurang, mutunya rendah atau keduanya. Zat gizi yang dikonsumsi juga mungkin gagal untuk diserap dan digunakan untuk tubuh (Helena, 2013). Akibat KEK saat kehamilan dapat berakibat pada ibu maupun janin yang dikandungnya yaitu meliputi: 7 a. Akibat KEK pada ibu hamil yaitu: 1) Terus menerus merasa letih 2) Kesemutan 3) Muka tampak pucat 4) Kesulitan sewaktu 5) Air susu yang keluar tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan bayi, sehingga bayi akan kekurangan air susu ibu pada waktu menyusui. b. Akibat KEK saat kehamilan terhadap janin yang dikandung antara lain: 1) Keguguran 2) Pertumbuhan janin terganggu hingga bayi lahir dengan berat lahir rendah (BBLR) 3) Perkembangan otak janin terlambat, hingga kemungkinan nantinya kecerdasaan anak kurang, bayi lahir sebelum waktunya (Prematur) 4) Kematian bayi (Helena, 2013). 2.1.3 Lingkar Lengan Atas Jenis antropometri yang digunakan untuk mengukur resiko KEK kronis pada wanita usia subur (WUS) / ibu hamil adalah lingkar lengan atas (LILA). Sasarannya adalah wanita pada usia 15 sampai 45 tahun yang terdiri dari remaja, ibu hamil, menyusui dan pasangan usia subur (PUS). Ambang batas LILA WUS dengan resiko KEK adalah 23,5 cm. Apabila LILA kurang dari 23,5 cm artinya wanita tersebut mempunyai resiko KEK dan diperkirakan akan melahirkan BBLR (Supriasa, 2002). Cara mengetahui resiko Kekurangan Energi Kronis (KEK) dengan menggunakan pengukuran LILA adalah: 1. Pengukuran lingkar lengan atas (LILA) LILA adalah suatu cara untuk mengetahui resiko Kekurangan Energi Kronis (KEK) wanita usia subur termasuk remaja putri. Pengukuran LILA tidak dapat digunakan untuk memantau perubahan status gizi dalam jangka pendek. 8 2. Pengukuran dilakukan dengan pita LILA dan ditandai dengan sentimeter, dengan batas ambang 23,5 cm (batas antara merah dan putih). Apabila tidak tersedia pita LILA dapat digunakan pita sentimeter/metlin yang biasa dipakai penjahit pakaian. Apabila ukuran LILA kurang dari 23,5 cm atau dibagian merah pita LILA, artinya remaja putri mempunyai resiko KEK. Bila remaja putri menderita resiko KEK segera dirujuk ke Puskesmas/sarana kesehatan lain untuk mengetahui apakah remaja putri tersebut menderita KEK dengan mengukur IMT. Selain itu remaja putri tersebut harus meningkatkan konsumsi makanan yang beraneka ragam (Supriasa, 2002). 2.1.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kekurangan Energi Kronik (KEK) Faktor-faktor yang mempengaruhi Kekurangan Energi Kronik (KEK) Menurut (Djamaliah, 2008) antara lain: jumlah asupan energi, umur, beban kerja ibu hamil, penyakit/infeksi, pengetahuan ibu tentang gizi dan pendapatan keluarga. Adapun penjelasannya: 1) Jumlah asupan makanan Kebutuhan makanan bagi ibu hamil lebih banyak dari pada kebutuhan wanita yang tidak hamil. Upaya mencapai gizi masyarakat yang baik atau optimal dimulai dengan penyedian pangan yang cukup. Penyediaan pangan dalam negeri yaitu: upaya pertanian dalam menghasilkan bahan makanan pokok, lauk pauk, sayuran dan buahbuahan. Pengukuran konsumsi makanan sangat penting untuk mengetahui kenyataan apa yang dimakan oleh masyarakat dan hal ini dapat berguna untuk mengukur gizi dan menemukan faktor diet yang menyebabkan malnutrisi. 2) Umur ibu hamil Semakin muda dan semakin tua umur seseorang ibu yang sedang hamil akan berpengaruh terhadap kebutuhan gizi yang diperlukan. Umur muda perlu tambahan gizi yang banyak karena selain digunakan pertumbuhan dan perkembangan dirinya sendiri, juga harus berbagi dengan janin yang sedang dikandung. Sedangkan untuk umur tua perlu energi yang besar juga karena fungsi organ 9 yang melemah dan diharuskan untuk bekerja maksimal, maka memerlukan tambahan energi yang cukup guna mendukung kehamilan yang sedang berlangsung. Sehingga usia yang paling baik adalah lebih dari 20 tahun dan kurang dari 35 tahun, dengan diharapkan gizi ibu hamil akan lebih baik. 3) Beban kerja/Aktifitas Aktifitas dan gerakan seseorang berbeda-beda, seorang dengan gerak yang otomatis memerlukan energi yang lebih besar dari pada mereka yang hanya duduk diam saja. Setiap aktifitas memerlukan energi, maka apabila semakin banyak aktifitas yang dilakukan, energi yang dibutuhkan juga semakin banyak. Namun pada seorang ibu hamil kebutuhan zat gizi berbeda karena zat-zat gizi yang dikonsumsi selain untuk aktifitas/ kerja zat-zat gizi juga digunakan untuk perkembangan janin yang ada dikandungan ibu hamil tersebut. Kebutuhan energi rata-rata pada saat hamil dapat ditentukan sebesar 203 sampai 263 kkal/hari, yang mengasumsikan pertambahan berat badan 10-12 kg dan tidak ada perubahan tingkat kegiatan. 4) Penyakit /infeksi Malnutrisi dapat mempermudah tubuh terkena penyakit infeksi dan juga infeksi akan mempermudah status gizi dan mempercepat malnutrisi, mekanismenya yaitu: a) Penurunan asupan gizi akibat kurang nafsu makan, menurunnya absorbsi dan kebiasaan mengurangi makanan pada waktu sakit. b) Peningkatan kehilangan cairan atau zat gizi akibat diare, mual, muntah dan perdarahan yang terus menerus. c) Meningkatnya kebutuhan, baik dari peningkatan kebutuhan akibat sakit atau parasit yang terdapat pada tubuh. 5) Pengetahuan ibu tentang Gizi Pemilihan makanan dan kebiasaan diet dipengaruhi oleh pengetahuan, sikap terhadap makanan dan praktek/ perilaku pengetahuan tentang nutrisi melandasi pemilihan makanan. Pendidikan formal dari ibu rumah tangga sering kali mempunyai asosiasi yang positif dengan pengembangan pola-pola konsumsi makanan dalam keluarga. Beberapa studi menunjukkan bahwa jika 10 tingkat pendidikan dari ibu meningkat maka pengetahuan nutrisi dan praktek nutrisi bartambah baik. Usaha-usaha untuk memilih makanan yang bernilai nutrisi semakin meningkat, ibu-ibu rumah tangga yang mempunyai pengetahuan nutrisi akan memilih makanan yang lebih bergizi dari pada yang kurang bergizi. 6) Pendapatan keluarga Pendapatan merupakan faktor yang menentukan kualitas dan kuantitas makanan. Pada rumah tangga berpendapatan rendah, sebanyak 60 persen hingga 80 persen dari pendapatan riilnya dibelanjakan untuk membeli makanan. Artinya pendapatan tersebut 70-80 persen energi dipenuhi oleh karbohidrat (beras dan penggantinya) dan hanya 20 persen dipenuhi oleh sumber energy lainnya seperti lemak dan protein. Pendapatan yang meningkat akan menyebabkan semakin besarnya total pengeluaran termasuk besarnya pengeluaran untuk pangan. 7) Pemerkaan Kehamian (Perawatan Ante Natal) Dalam memantau status gizi ibu hamil, seorang ibu harus melakukan kunjungan ketenaga kesehatan. Karena pemeriksaan kenaikan berat badan perlu dilakukan dengan teliti, jangan sampai wanita hamil terlalu gemuk untuk menghindarkan kesulitan melahirkan dan bahkan jangan terlalu kurus karena dapat membahayakan keselamatan dirinya dan janin yang dikandungannya (Sjahmien Moehji, 2003). 2.1.5 Gizi Pada Ibu Hamil Kebutuhan zat gizi pada ibu hamil secara garis besar adalah sebagai berikut: a. Asam folat Menurut konsep evidence bahwa pemakaian asam folat pada masa pre dan perikonsepsi menurunkan resiko kerusakan otak, kelainan neural, spina bifida dan anensepalus, baik pada ibu hamil yang normal maupun beresiko. Pemberian suplemen asam folat dimulai dari 2 bulan sebelum konsepsi dan berlanjut hingga 3 bulan pertama kehamilan. 11 b. Energi Diet pada ibu hamil tidak hanya difokuskan pada tinggi protein saja tetapi pada susunan gizi seimbang energy juga protein. Hal ini juga efektif untuk menurunkan kejadian BBLR dan kematian perinatal. Kebutuhan energy ibu hamil adalah 285 kalori untuk proses tumbuh kembang janin dan perubahan pada tubuh ibu. c. Protein Pembentukan jaringan baru dari janin dan untuk tubuh ibu dibutukan protein sebesar 910 gram dalam 6 bulan terakhir kehamilan. Dibutuhkan tambahan 12 gram protein sehari untuk ibu hamil. d. Zat besi (FE) Pemberian suplemen tablet tambah darah atau zat besi secara rutin adalah untuk membangun cadangan besi, sintesa sel darah merah, dan sinesa darah otot. Kenaikan volume darah selama kehamilan akan meningkatkan kebutuhan zat besi. Jumlah zat besi yang diperlukan ibu untuk mencegah anemia akibat meningkatnya volume darah adalah 500 mg e. Kalsium Untuk pembentukan tulang dan gigi bayi. Kebutuhan kalsium ibu hamil adalah sebesar 500 mg sehari. f. Pemberian suplemen vitamin D terutama pada kelompok beresiko penyakit seksual dan di negara dengan musim dingin yang panjang. g. Pemberian yodium pada daerah dengan endemic kretinisme (Kusmiyati, 2008). 2.1.6 Penilaian Gizi Padan Ibu Hamil Pada kehamilan trimester pertama pertumbuhan janin lambat, mulai trimester dua dan seterusnya, pertumbuhan janin terjadi dengan laju lebih cepat. Sejak menginjak bulan keempat, umumnya ibu hamil sudah bebas dari gangguan morning sicknes, sehingga ibu merasakan nafsu makan kembali. Sekalipun demikian pada trimester ini anda harus mulai memperhatikan komposisi maka yang dikonsumsi (Musbikin, 2008). Kebutuhan gizi akan terus meningkat, terutama setelah memasuki kehamilan trimester kedua. Sebab pada saat itu, pertumbuhan janin belangsung sangat cepat. Hal lain yang perlu diperhatikan meskipun nafsu makan 12 meningkat, tetaplah berpegang pada pola makan dengan gizi seimbang. Status gizi ibu hamil yang baik selama proses kehamilan, harus mengalami kenaikan berat badan sebanyak 10-12 kg. Yaitu pada trimester pertama kenaikan kurang lebih dari 1 kg, sedangkan pada trimester kedua kurang lebih 3 kg dan pada trimester ketiga kurang lebih mencapai 6 kg. Sebaiknya ibu hamil menghindari makanan berkalori tinggi. Makanan dengan gizi seimbang dapat diperoleh dari karbohidrat, dan lemak sebagai sumber tenaga, protein sebagai sumber zat pembangun, serta vitamin dan mineral sebagai zat pengatur (Maulana, 2008). a. Berat badan dilihat dari quatelet atau body massa index (Index Masa Tubuh = IMT) Ibu hamil dengan berat badan dibawah normal sering dihubungkan dengan abnormalitas kehamilan, berat bada lahir rendah. Sedangkan berat badan overweight meningkatkan resiko atau komplikasi dalam kehamilan seperti hipertensi, janin besar sehingga terjadi kesulitan dalam persalinan. b. Ukuran Lingkar Lengann Atas (LILA) Standar minimal untuk ukuran lingkar lengan atas pada wanita dewasa adalah 23,5 cm. Jika ukuran LILA kurang dari 23,5 cm maka interprestasinya adalah Kurang Energi Kronis (KEK). c. Kadar Hemoglobin (Hb) Ibu hamil yang mempunyai Hb kurang dari 10,0 akan mengalami anemia. (Kusmiyati, 2008). 2.2 Distosia Bahu 2.2.1 Definisi Distosia bahu adalah kegagalan persalinan bahu setelah kepala lahir, dengan mencoba salah satu metode persalinan bahu (Manuaba, 2001). Distosia bahu adalah suatu keadaan diperlukannya tambahan manuver obstetric oleh karena dengan tarikan bisa kearah belakang pada kepala bayi tidak berhasil untuk melahirkan bayi (Prawirohardjo, 2009). Distosia bahu merupakan kegawat daruratan obstetric karena terbatasnya waktu persalinan, terjadi trauma janin,dan kompikasi pada ibunya, kejadiannya sulit diperkirakan setelah kepala lahir, kepala seperti kura-kura dan persalinan bahu mengalami kesulitan (Manuaba, 2001). 13 2.2.2 Etiologi Distosia bahu disebabkan oleh beberapa hal yaitu: a. Obesitas ibu pertambahan berat badan yang berlebihan b. Bayi berukuran besar c. Riwayat saudara kandung yang besar dan diabetes pada ibu (Hakimi, 2003). 2.2.3 Faktor Penyebab Distosia 1. Distosia karena kelainan his Kelainan his dapat berupa inersia uteri hipotonik atau inersia uteri hipertonik. a. Inersia Uteri Hipotonik Adalah kelainan his dengan kekuatan yang lemah/tidak adekuat untuk melakukan pembukaan servik atau mendorong anak keluar.disini kekuatan his lemah dan frekuensi jarang.sering dijumpai pada penderita dengan keadaan umum kurang baik seperti anemia, uterus yang terlalu teregang misalnya akibat hidramnion atau kehamilan kembar atau makrosomia, grandemultipara atau primipara, serta penderita pada keadaan emosi kurang baik. Dapat terjadi pada kala pembukaan serviks, fase laten atau fase aktif maupun pada kala pengeluaran. Inersia uteri hipotonik terbagi dua yaitu: 1. Inersia uteri primer Terjadi pada permulaan fase laten, sejak awal telah terjadi his yang tidak adekuat/kelemahan his yang timbul sejak dari permulaan persalinan. Sehingga sering sulit untuk memastikan apakah penderita telah memasuki keadaan inpartu atau belum. 2. Inersia uteri sekunder Terjadi pada fase aktik kala I atau kala II. Permulaan his baik, kemudian pada keadaan selanjutnya terdapat gangguan atau kelainan. a. Inersia Uteri Hipertonik Adalah kelainan his dengan kekuatan cukup besar kadang sampai melebihi normal namun tidak ada koordinasi kontraksi dari bagian atas, tengah dan bawah uterus, sehingga 14 tidak efisien untuk membuka serviks, dari mendorong bayi keluar (Prawirohardjo, 2009). 2. Distosia karena kelainan letak a. Letak sungsang 1. Letak sungsang adalah janin terletak memanjang dengan kepala difundus uteri dan bokong dibawah cavum uteri. 2. Macam-macam letak sungsang: 3. Letak bokong murni (frank breech), letakbokong dengan kedua tungkai terangkat keatas. 4. Letak sungsang sempurna (complete breech), kedua kaki ada disamping bokong danletak bokong kaki sempurna. 5. Letak sungsang tidaksempurna (incomplete breech), selain bokong sebagian yang terendah adalah kaki atau lutut. Etiologi letak sungsang: 1. Fiksasi kepala pada PAP tidak baik atau tidak ada : pada panggul sempit, hidrocepalus, anencefalus, placenta previa, tumor. 2. Janin mudah bergerak: pada hidramnion, multipara, janin kecil (premature). 3. Gemelii 4. Kelainan uterus: mioma uteri 5. Janin sudah lama mati 6. Sebab yang tidak diketahui b. Prolaps tali pusat Yaitu tali pusat berada disamping atau melewati bagian terendah janin setelah ketuban pecah. Bila ketuban belum pecah disebut tali pusat terdepan. Pada keadaan prolap tali pusat (tali pusat menumbung) timbul bahaya besar, tali pusat terjepit pada waktu bagian janin turun dalam panggul sehingga menyebabkan asfiksia pada janin. Prolaps tali pusat mudah terjadi bila pada waktu ketuban pecah bagian terdepan janin masih berada diatas PAPdan tidak seluruhnya menutup seperti yang terjadi pada persalinan (Prawirohardjo, 2009). 15 3. Distosia karena jalan lahir Distosia karena kelainan jalan lahir dapat disebabkan karena adanya kelainan pada jaringan keras / tulang panggul, atau kelainan pada jaringan lunak panggul. a. Distosia karena kelainan panggul/bagian keras dapat berupa: 1.Kelainan bentuk panggul yang tidak normal gynecoid misalnya panggul jenis Naegele, Robert dan lain-lain. 2.Kelainan ukuran panggul. Panggul sempit pelvic contaction panggul disebut sempit apabila ukurannya 1-2 cm kurang dari ukuran yang normal. Kesempitan panggul bias pada: - Kesempitan atas panggul dianggap sempit apabila cephalopelvic kurang dari 10 cm atau diameter transversa kurang dari 12 cm. Diagnosis (CD) maka inlet dianggap sempit bila CD kurang dari 11,5 cm. - Kesempitan indepelvic, Diameter interspinarum 9 cm. kalau diameter transversa ditambah diameter sagitalis posterior kurang dari 13,5 cm. kesempitan indepelvic hanya dapat dipastikan dengan RO- pelvimetri. - Kesempitan outlet, kalau diameter transversa atau diameter sagitalis posterior kurang dari 15 cm. ukuran rata-rata panggul wanita normal: a) Pintu atas panggul (pelvic inlet), diameter transversa (DTI+13,5 cm, conjugate vera 12 cm, jumlah rata-rata kedua diameter minimal 22 cm. b) Pintu tengah panggul distasium spinarum 10,5 cm, diameter anterior posterior 11 cm, jumlah rata-rata kedua diameter minimal 20cm. c) pintu bawah panggul diameter anterior 7,5 cm. distansia intertuberosum 10,5 cm. b. Kelainan jalan lahir lunak Adalah kelainan servik uteri, vagina, selaput dara dan keadaan lain pada jalan lahir yang menghalangi lancarnya persalinan (Prawirohardjo, 2009). 16 2.2.4 Tanda dan Gejala Terjadinya Distosia Bahu 1. Pada proses persalinan normal kepala lahir melalui gerakan ekstensi. Pada distosia bahu kepala akan tertarik kedalam dan tidak dapat mengalami putar paksi luar normal. 2. Ukuran kepala dan bentuk pipi menunjukkan bahwa bayi gemuk dan besar. Begitu pula dengan postur tubuh parturien yang biasanya juga obese. 3. Usaha untuk melakukan putar paksi luar, fleksi lateral dan traksi tidak melahirkan bahu (Hakimi, 2003). 2.2.5 Komplikasi a. Pada janin 1. Meninggal, Intrapartum atau neonatal 2. Paralisis plexus brachialis 3. Fraktur klavikula 4. Hipoksia janin, dengan atau tanpa kerusakan neurologis permanen 5. Fraktura humerus b. Pada ibu 1. terjadi Robekan di perineum derajat III atau IV 2. Perdarahan pasca persalinan 3. Rupture uteri (Hakimi, 2003). 2.2.6 Faktor Resiko Faktor resiko yang berhubungan dengan kejadian distosia bahu yaitu: Maternal: 1. Kelainan anatomi panggul 2. Diabetes Gestasional 3. Kehamilan postmatur 4. Riwayat distosia bahu 5. Tubuh ibu pendek 6. Ibu obesitas Fetal: 1. Makrosomia 2. Distosia bahu sebelumnya (Hakimi, 2003) 17 2.2.7 Pencegahan Upaya pencegahan distosia bahu dan cidera yang dapat ditimbulkannya dapat dilakukan dengan cara: 1. Tawarkan untuk melakukan bedah sesar pada persalinan vaginal beresiko tinggi janin luar biasa besar (>5 kg) janin sangat besar (>4,5 kg) dengan ibu diabetes janin besar (>4 kg) dengan riwayat distosia bahu pada persalinan sebelumnya kala II yang memanjang dengan janin besar. 2. Identifikasi dan obati diabetes pada ibu 3. Selalu bersiap bila waktu-waktu terjadi 4. Kenali adanya distosia bahu seawal mungkin menekan suprapubis atau fundus dan traksi berpotensi meningkatkan cidera pada janin. 5. Perhatikan waktu dan segera minta pertolongan begitu distosia bahu diketahui, bantuan diperlukan untuk membuatan posisi Mcrobert, pertolongan persalinan, resusitasi bayi dan tindakan anestesi (bila perlu) (Prawirohardjo, 2009). 2.2.8 Diagnosis Distosia Bahu Distosia bahu dapat dikenali apabila didapatkan adanya: 1. Kepala janin dapat dilahirkan tetapi tepat berada dekat vulva 2. Dagu tertarik dan menekan perineum 3. Tarikan pada kepala gagal, melahirkan bahu yang terperangkap dibelakang simfisis pubis (Prawirohardjo, 2009). 2.2.9 Penanganan Distosia Bahu Diperlukan seorang asisten untuk membantu sehingga bersegeralah minta bantuan, jangan melakukan tarikan atau dorongan sebelum memastikan bahwa bahu posterior sudah masuk kepanggul, bahu posterior yang belum melewati pintu atas panggul akan semakin sulit dilahirkan tarikan pada kepala, untuk mengendorkan ketegangan yang menyulit bahu posterior masuk panggul tersebut dapat dilakukan episiotomy yang luas, posisi Mcrobert, atau posisi dada-lutut, dorongan pada fundus juga tidak diperkenankan karena akan semakin menyulit bahu untuk dilahirkan dan beresiko menimbulkan rupture uteri, 18 disamping perlunya asisiten dan pemahaman yang baik tentang mekanisme persalinan, keberhasilan pertolongan dengan distosia bahu juga ditentukan oleh waktu setelah kepala lahir akan terjadi penurunan PH arteri umbilikalis dengan lalu 0,04 unit/menit. Dengan demikian pada bayi sebelumnya tidak mengalami hipoksia tersedia waktu antara 4-5 menit untuk melakukan manuver melahirkan bahu sebelum terjadi cidera hipoksik pada otak. Secara sistematis tindakan pertolongan distosia bahu adalah sebagai berikut diagnosis: 1. Hentikan fraksi pada kepala, segera memanggil bantuan 2. Manuver Mcrobert, posisi Mcrobert, episiotomy bila perlu, tekanan suprapubik, tarikan kepala. 3. Manuver Rubin (posisi tetap Mcrobert, rotasikan bahu, tekanan suprapubik tarikan kepala) 4. Lahirkan bahu posterior, atau posisi merangkak, atau maneuver wood. Langkah-langkah tindakan cara pertolongan distosia bahu antara lain: 1. Langkah pertama: Manuver Mcrobert Maneuver Mcrobert dimulai dengan memosisikan ibu dalam posisi Mcrobert yaitu ibu terlentang memfleksikan kedua paha sehingga lutut menjadi sedekat mungkin kedada dan rotasikan kedua kaki kearah luar (abduksi), lakukan episiotomy yang cukup lebar, gabungan episiotomy dan posisi Mcrobert akan mempermudah bahu posterior melewati promontorium dan masuk kedalam panggul, mintalah asisten untuk menekan suprasimfisis kearah posterior menggunakan pangkal tangannya untuk menekan bahu anterior agar mau masuk dibaeak simfisis sementara itu dilakukan tarikan pada kepala janin kearah postero kaudal dengan mantap, langkah tersebut akan melahirkan bahu anterior, hindari tarikan yang berlebihan karna akan mencederai pleksus brakhialis setelah bahu anterior dilahirkan.langkah selanjutnya sama dengan pertolongan persalinan presentasi 19 kepala maneuver ini cukup sederhana,aman dan dapat mengatasi sebagian besar distosia bahu derajat ringan sampai sedang (Prawirohardjo,2009). 2. Langkah ke Dua: Manuver Rubin Oleh karna anteroposterior pintu atas panggul lebih sempit dari pada diameter oblik atau tranvernya, maka apabila bahu dalam anteroposterior perlu diubah menjadi posisi oblik atau tranversanya untuk memudahkan melahirkannya tidak boleh melakukan putaran pada kepala atau leher bayi untuk mengubah posisi bahu yang dapat dilakukan adalah memutar bahu secara langsung atau melakukan tekanan suprapubik kearah dorsal, pada umumnya sulit menjangkau bahu anterior, sehingga pemutaran lebih mudah dilakukan pada bahu posteriornya, masih dalam posisi Mcrobert masukkan tangan pada bagian posterior vagina, tekanlah pada daerah ketiak bayi sehingga bahu berputar menjadi posisi oblik/tranversa lebih menguntungkan bila pemutaran itu kearah yangmembuat punggung bayi menghadap kearah anterior (Manuver Rubin anterior) oleh karna kekuatan tarikan yang diperlukan untuk melahirkannya lebih rendah dibandingkan dengan posisi bahu anteros atau punggung bayi menghadap kearah posterior, ketika dilakukan penekanan suprapubik pada posisi punggung janin anterior akan membuat bahu lebih anduksi sehingga diameternya mengecil, dengan bantuan tekanan simpra simfisis kearah posterior, lakukan tarikan kepala kearah postero kaudal dengan mantap untuk melahirkan bahu anterior (Prawirohardjo, 2009). 3. Langkah ke Tiga: Manuver Wood (Melahirkan bahu posterior, posisi merangkak) Melahirkan bahu posterior dilakukan pertama kali dengan mengidentifikasi dulu posisi punggung bayi masukkan tangan penolong yang bersebrangan dengan punggung bayi (punggung kanan berarti tangan kanan, punggung kiri berarti tangan kiri) kevagina temukan bahu posterior, telusuri tangan atas dan buatlah sendi siku menjadi fleksi (bisa dilakukan dengan menekan fossa kubiti) peganglah lengan bawah dan buatlah gerakan mengusap kearah dada bayi langkah ini akan membuat 20 bahu posterior lahir dan memberikan ruang cukup bagi bahu anterior masuk kebawah simfisis, dengan bantuan tekanan suprasimfisis kearah posterior, lakukan tarikan kepala kearah postero kaudal dengan mantap untuk melahirkan bahu anterior. Maneuver Wood: manfaat posisi merangkak didasarkan asumsi fleksibilitas sandi sakroiliaka bisa meningkatkan diameter sagital pintu atas panggul sebesar 1-2 cm dan pengaruh gravitasi akan membantu bahu posterior melewati promontorium pada posisi telentang atau litotomi sandi sakroiliaka menjadi terbatas mobilitasnya pasien menopang tubuhnya dengan kedua tangan dan kedua lututnya pada manuverin, bahu posterior dilahirkan terlebih dahulu dengan melakukan tarikan kepala bahu melalui panggul ternyata tidak dalam gerak lurus, tetapi berputar sebagai aliran sakrup, berdasarkan hal itu memutar bahu akan mempermudah melahirkannya, maneuver woods dilakukan dengan menggunakan 2 jari tangan bersebrangan dengan punggung bayi yang diletakkan dibagian depan bahu posterior menjadi bahu anterior dan posisinya berada dibawah akralis pubis, sedangkan bahu anterior memasuki pintu atas panggul dan berubah menjadi bahu posterior dalam posisi seperti itu, bahu anterior akan mudah dapat dilahirkan (Prawirohardjo, 2009). 2.3 Atonia Uteri 2.3.1 Definisi Atonia uteri adalah keadaan lemahnya tonus / kontraksi rahim yang menyebabkan uterus tidak mampu menutup perdarahan terbuka dari tempat implantasi plasenta setelah bayi dan plasenta lahir (Prawirohardjo, 2008). Atonia uteri adalah kegagalan serabut-serabut otot miometrium uterus untuk berkontraksi dan memendek. Hal ini merupakan penyebab perdarahan post partum yang paling penting dan biasa terjadi segera setelah bayi lahir hingga 4 jam setelah persalinan. Atonia uteri dapat menyebabkan perdarahan hebat dan dapat mengarah pada terjadinya syok hipovolemik (Admin, 2009). 21 Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa defenisi atonia uteri merupakan perdarahan pasca persalinan dimana akibat dari kegagalan serabut – serabut otot uterus terjadi perdarahan post partum dimana terjadi setelah plasenta lahir atau 4 jam setelah plasenta lahir (Anik dan Yulianigsih, 2009). 2.3.2 Etiologi Lemahnya kontraksi miometrium merupakan akibat dari kelelahan karena persalinan lama atau persalinan dengan tenaga besar, terutama bila mendapatkan stimulasi. Hal ini dapat pula terjadi sebagai akibat dari inhibisi kontraksi yang disebabkan oleh obat-obatan, seperti agen anestesi terhalogenisasi, nitrat, obat-obat antiinflamasi nonsteroid, magnesium sulfat, beta-simpatomimetik dan nifedipin. Penyebab lain yaitu plasenta letak rendah, toksin bakteri (korioamnionitis, endomiometritis, septikemia), hipoksia akibat hipoperfusi atau uterus couvelaire pada abruptio plasenta dan hipotermia akibat resusitasi masif. Data terbaru menyebutkan bahwa grandemultiparitas merupakan faktor resiko independen untuk terjadinya perdarahan post partum (Admin, 2009). Faktor – faktor predisposisi Atonia uteri meliputi: 1. Regangan rahim yang berlebihan dikarenakan Polihidramnion, kehamilan kembar, makrosemia atau janin besar 2. Persalinan yang lama Persalinan yang lama dimaksud merupakan persalinan yang memanjang pada kala satu dan kala dua yang terlalu lama (prawirahardjo, 2008). 3. Persalinan yang terlalu cepat atau persalinan spontan 4. Persalinan yang diinduksi atau dipercepat dengan oksitosin 5. Multiparitas yang sangat tinggi 6. Ibu dengan usia yang terlalu muda dan terlalu tua serta keadaan umum ibu yang jelek, anemis, atau menderita penyakit menahun. Terjadinya peningkatan kejadian atonia uteri sejalan dengan meningkatnya umur ibu yang diatas 35 tahun dan usia yang seharusnya belum siap untuk dibuahi. Hal 22 ini dapat diterangkan karena makin tua umur ibu, makin tinggi frekuensi perdarahan yang terjadi (Prawirihardjo, 2006). 7. Jarak kehamilan yang dekat (kurang dari dua tahun). 8. Bekas operasi Caesar. 9. Pernah abortus (keguguran) sebelumnya. Bila terjadi riwayat persalinan kurang baik, ibu sebaiknya melahirkan dirumah sakit, dan jangan di rumah sendiri. 10. Dapat terjadi akibat melahirkan plasenta dengan memijat dan mendorong uterus kebawah sementara uterus belum terlepas dari tempat implannya atau uterus. Perdarahan yang banyak dalam waktu singkat dapat diketahui. Tetapi, bila perdarahan sedikit dalam waktu banyak tanpa disadari, pasien (ibu) telah kehilangan banyak darah sebelum ibu tanpak pucat dan gejala lainnya. Perdarahan karena atonia uteri, uterus tanpak lembek membesar (Anik-Yulianingsih 2009). 2.3.3 Tanda Dan Gejala Tanda dan gejala yang selalu ada pada perdarahan postpartum akibat Atonia Uteri adalah : - Perdarahan segera setelah anak lahir - Pada palpasi, meraba Fundus Uteri disertai perdarahan yang memancur dari jalan lahir. - Perut terasa lembek atau tidak adanya kontraksi - Perut terlihat membesar (Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, 2002). 2.3.4 Diagnosa Pada setiap perdarahan setelah anak lahir, perlu dipikirkan beberapa kemungkinan karena penanganannya berbeda, jika dengan melalui perabaan melalui dinding perut, fundus uteri terasa keras dan darah yang keluar berwarna merah segar, dapatlah dikatakan pada umumnya perdarahan itu disebabkan oleh laserasi atau robekan pada salah satu tempat dijalan lahir. Jika perabaan fundus 23 uteri terasa lembek dan laserasi telah disingkirkan, maka pada umumnnya perdarahan ini disebabkan oleh Atonia uteri (Diro, 2009). Diagnose ditegakkan bila setelah bayi dan plasenta lahir ternyata perdarahan masih aktif dan banyak, bergumpal dan pada palpasi didapatkan fundus uteri masih setinggi pusat atau lebih dengan kontraksi yang lembek. Atonia uteri terjadi jika uterus tidak berkontraksi dalam 15 detik setelah dilakukan rangsangan taktil (masase) pada daerah fundus uteri (Buku Asuhan Persalinan Normal, 2007). Perlu diperhatikan bahwa pada saat atonia uteri didiagnosis, maka pada saat itu juga masih ada darah sebanyak 500 – 1.000 cc yang sudah keluar dari pembuluh darah, tetapi masih terperangkap dalam uterus dan harus diperhitungkan dalam pemberian darah pengganti (Prawirohardjo, 2008). 2.3.5 Pencegahan Atonia Uteri Pemberian oksitosin rutin pada kala III dapat mengurangi risiko perdarahan pospartum lebih dari 40%, dan juga dapat mengurangi kebutuhan obat tersebut sebagai terapi. Manejemen aktif kala III dapat mengurangi jumlah perdarahan dalam persalinan, anemia, dan kebutuhan transfusi darah (Hidayat, Juni 2009). Kegunaan utama oksitosin sebagai pencegahan atonia uteri yaitu onsetnya yang cepat, dan tidak menyebabkan kenaikan tekanan darah atau kontraksi tetani seperti ergometrin. Pemberian oksitosin paling bermanfaat untuk mencegah atonia uteri. Pada manajemen kala III harus dilakukan pemberian oksitosin setelah bayi lahir. Aktif protokol yaitu pemberian 10 unit IM, 5 unit IV bolus atau 10-20 unit per liter IV drip 100-150 cc/jam (Hidayat, Juni 2009). Analog sintetik oksitosin, yaitu karbetosin, saat ini sedang diteliti sebagai uterotonika untuk mencegah dan mengatasi perdarahan pospartum dini. Karbetosin merupakan obat long-acting dan onset kerjanya cepat, mempunyai waktu paruh 40 menit dibandingkan oksitosin 4-10 menit. Penelitian di Canada membandingkan antara pemberian karbetosin bolus IV dengan oksitosin drip pada pasien yang dilakukan operasi sesar. Karbetosin ternyata lebih efektif dibanding oksitosin (Admin, 2009). 24 2.3.6 Penanganan Atonia Uteri Banyaknya darah yang hilang akan mempengaruhi keadaan umum pasien. Pasien bisa masih dalam keadaan sadar, sedikit anemis atau bahkan sampai syok berat hipovolemik. Tindakan pertama yang harus dilakukan bergantung pada keadaan klinisnya (Prawirohardjo, 2008). Pada umumnya dilakukan simultan bila pasien syok, dapat dilakukan: - Sikap trendelenburg, memasang venous line dan memasang oksigen - Merangsang uterus dengan cara: 1. Merangsang fundus uteri dengan merangsang puting susu 2. Pemberian misoprosol 800 – 1000 µg per – rectal 3. Kompresi bimanual interna minimal selama 7 menit. Apabila tidak berhasil lakukan tindakan selanjutnya yaitu kompresi bimanual eksternal selama 7 menit.lakukan kompresi aorta abdominalis 4. Bila semua tindakan gagal, maka dipersiapkan untuk dilakukan tindakan operatif laparatomi dengan pilihan bedah konservatif mempertahankan uterus atau malakukan histerekomi. Alternatifnya berupa: - Ligasi arteria uterine atau arteria ovarika - Histerektommi total abdominal (Prawirohardjo, 2008) Langkah-langkah rinci penatalaksanaan Atonia uteri pasca persalinan: 1. Lakukan massage pundus uteri segera setelah plasenta dilahirkan: massage merangsang kontraksi uterus. Sambil melakukan massage sekaligus dapat dilakukan penilaian kontraksi uterus. 2. Bersihkan kavum uteri dari selaput ketuban dan gumpalan darah: selaput ketuban atau gumpalan darah dalam kavum uteri akan dapat menghalangi kontraksi uterus secara baik. 3. Mulai melakukan kompresi bimanual interna. Jika uterus berkontraksi keluarkan tangan setelah 1-2 menit. Jika uterus tetap tidak berkontraksi teruskan kompresi bimanual interna hingga 5 menit: sebagian besar atonia uteri akan teratasi dengan tindakan ini. Jika kompresi bimannual tidak berhasil setelah 5 menit, dilakukan tindakan lain 25 4. Minta keluarga untuk melakukan kompresi bimanual eksterna: Bila penolong hanya seorang diri, keluarga dapat meneruskan proses kompresi bimanual secara eksternal selama anda melakukan langkah-langkah selanjutnya. 5. Berikan metal ergometrin 0,2 mg intra muskuler / intravena: metilergometrin yang diberikan secara intramuskuler akan mulai bekerja dalam 5-7 menit dan akan menyebabkan kontraksi uterus. Pemberian intravena bila sudah terpasang infuse sebelumnya. 6. Berikan infuse cairan larutan ringer laktat dan oksitoksin 20 IU/500 ml: anda telah memberikan oksitoksin pada waktu penatalaksanaan aktif kala tiga dan metil ergometrin intramuskuler. Oksitoksin intravena akan bekerja segera untuk menyebabkan uterus berkontraksi. Ringer laktat akan membantu memulihkan volume cairan yang hilang selama atoni. 7. Mulai lagi kompresi bimanual interna atau pasang tampon uterovagina. 8. Teruskan cairan intravena hingga ruang operasi siap. 9. Lakukan laparotomi: pertimbangkan antara tindakan mempertahankan uterus dengan ligasi arteri uterine / hipogastrika atau histerektomi: pertimbangan antaralain paritas, kondisi ibu, jumlah perdarahan (Diro, 2009). Seorang ibu dapat dalam satu jam pertama setelah melahirkan disebabkan oleh perdarahan pasca persalinan. Penilaian dan penatalaksanaan yang cermat selama kala tiga dan empat persalinan dapat menghindarkan ibu dari komplikasi tersebut (Buku Asuhan Persalinan Normal, 2007). 2.3.7 Prognosis Jika tidak terjadi sampai syok prognosisnya baik, bila terjadi syok prognosisnya bergantung pada beratnya syok dan kecepatan memperoleh pertolongan yang tepat disamping fasilitas sumber daya manusia yang terlatih dan tersedianya peralatan yang memadai seperti keperluan untuk transfusi darah, anastesi dan perlengkapan operasi darurat sekitarnya diperlukan (Diro, 2009). 26 2.4 Bendungan ASI 2.4.1 Definisi Bendungan ASI menurut Pritchar (1999) adalah pembendungan air susu karena penyempitan duktus lakteferi atau oleh kelenjar-kelenjar tidak dikosongkan dengan sempurna atau karena kelainan pada puting susu (Buku Obstetri Williams). Bendungan ASI adalah pembendungan air susu karena penyempitan duktus laktiferi atau oleh kelenjar-kelenjar tidak dikosongkan dengan sempurna atau kelainan pada putting susu (Mochtar, 1998). Bendungan air susu dapat terjadi pada hari ke dua atau ke tiga ketika payudara telah memproduksi air susu. Bendungan disebabkan oleh pengeluaran air susu yang tidak lancar, karena bayi tidak cukup sering menyusu, produksi meningkat, terlambat menyusukan, hubungan dengan bayi (bonding) kurang baik dan dapat pula karena adanya pembatasan waktu menyusui. (Sarwono, 2009) 2.4.2 Etiologi 1. Pengosongan mamae yang tidak sempurna Dalam masa laktasi, terjadi peningkatan produksi ASI pada Ibu yang produksi ASI-nya berlebihan. apabila bayi sudah kenyang dan selesai menyusu, & payudara tidak dikosongkan, maka masih terdapat sisa ASI di dalam payudara. Sisa ASI tersebut jika tidak dikeluarkan dapat menimbulkan bendungan ASI. 2. Faktor hisapan bayi yang tidak aktif Pada masa laktasi, bila Ibu tidak menyusukan bayinya sesering mungkin atau jika bayi tidak aktif mengisap, maka akan menimbulkan bendungan ASI. 3. Faktor posisi menyusui bayi yang tidak benar Teknik yang salah dalam menyusui dapat mengakibatkan puting susu menjadi lecet dan menimbulkan rasa nyeri pada saat bayi menyusu. Akibatnya Ibu tidak mau menyusui bayinya dan terjadi bendungan ASI. 4. Puting susu terbenam. 27 Puting susu yang terbenam akan menyulitkan bayi dalam menyusu. Karena bayi tidak dapat menghisap puting dan areola, bayi tidak mau menyusu dan akibatnya terjadi bendungan ASI. 5. Puting susu terlalu panjang Puting susu yang panjang menimbulkan kesulitan pada saat bayi menyusu karena bayi tidak dapat menghisap areola dan merangsang sinus laktiferus untuk mengeluarkan ASI. Akibatnya ASI tertahan dan menimbulkan bendungan ASI. 2.4.3 Patofisiologi Sesudah bayi lahir dan plasenta keluar, kadar estrogen dan progesteron turun dalam 2-3 hari. Dengan ini faktor dari hipotalamus yang menghalangi keluarnya pituitary lactogenic hormon (prolaktin) waktu hamil, dan sangat dipengaruhi oleh estrogen tidak dikeluarkan lagi, dan terjadi sekresi prolaktin oleh hipofisis. Hormon ini menyebabkan alveolus-alveolus kelenjar mammae terisi dengan air susu, tetapi untuk mengeluarkannya dibutuhkan reflex yang menyebabkan kontraksi sel-sel mio-epitelial yang mengelilingi alveolus dan duktus kecil kelenjar-kelenjar tersebut. Refleksi ini timbul jika bayi menyusu. Pada permulaan nifas apabila bayi belum menyusu dengan baik, atau kemudian apabila kelenjar-kelenjar tidak dikosongkan dengan sempurna, terjadi pembendungan air susu (Wiknjosastro, 2005). 2.4.4 Tanda dan Gejala Tanda dan gejala terjadinya bendungan ASI antara lain (Wiknjosastro, 2005): 1. Payudara keras dan panas pada perabaan 2. Suhu badan naikPutting susu bisa mendatar dan dalam hal ini dapat menyukarkan bayi untuk menyusu. 3. Kadang-kadang pengeluaran air susu terhalang Gejala bendungan air susu adalah terjadinya pembengkakan payudara bilateral dan secara palpasi teraba keras, kadang kadang terasa nyeri serta sering 28 kali disertai peningkatan suhu badan ibu, tetapi tidak terdapat tanda-tanda kemerahan dan demam. (Sarwono, 2009) 2.4.5 Diagnosis 1. Cara inspeksi Hal ini harus dilakukan pertama dengan tangan di samping dan sesudah itu dengan tangan keatas, selagi pasien duduk kita akan melihat dilatasi pembuluh-pembuluh balik di bawah kulit akibat pembesaran tumor jinak atau ganas di bawah kulit. Perlu diperhatikan apakah kulit pada suatu tempat menjadi merah. 2. Cara palpasi Ibu harus tidur dan diperiksa secara sistematis bagian medial lebih dahulu dengan jari-jari yang harus kebagian lateral. Palpasi ini harus meliputi seluruh payudara,dari parasternal kearah garis aksila belakang,dan dari subklavikular kearah paling distal.untuk pemeriksaan orang sakit harus duduk. Tangan aksila yang akan diperiksa dipegang oleh pemeriksa dan dokter pemeriksa mengadakan palpasi aksila dengan tangan yang kontralateral dari tangan si penderita. Misalnya kalau aksila kiri orang sakit yang akan diperiksa, tangan kiri dokter mengadakan palpasi (prawirohardjo, 2005) 2.4.6 Pencegahan 1. Menyusui secara dini, susui bayi segera mungkin sebelum 30 menit setelah bayi dilahirkan. 2. Susui bayi tanpa dijadwal (on demand). 3. Keluarkan ASI dengan tangan atau pompa bila produksi melebihi kebutuhan bayi. 4. Perawatan payudara pasca persalinan. 5. Menyusui yang sering. 6. Hindari tekanan lokal pada payudara. 29 2.4.7 Terapi dan Obat Menurut Prawirohardjo (2005) adalah: 1. Anjurkan ibu untuk tetap menyusui bayinya 2. Anjurkan ibu untuk melakukan post natal breast care 3. Lakukan pengompresan dengan air hangat sebelum menyusui dan kompres dingin sesudah menyusui untuk mengurangi rasa nyeri 4. Gunakan BH yang menopang 5. Berikan parasetamol 500 mg untuk mengurangi rasa nyeri dan menurunkan panas. 2.4.8 Penanganan dan Peran Bidan Mencegah terjadinya payudara bengkak. 1. Susukan bayi segera setelah lahir 2. Susukan bayi tanpa di jadwal. 3. Keluarkan sedikit ASI sebelum menyusui agar payudara lebih lembek. 4. Keluarkan ASI dengan tangan atau pompa bila produksi melebihi kebutuhan ASI. 5. Laksanakan perawatan payudara setelah melahirkan. 6. Untuk mengurangi rasa sakit pada payudara berikan kompres dingin dan hangat dengan handuk secara bergantian kiri dan kanan. 7. Untuk memudahkan bayi menghisap atau menangkap puting susu berikan kompres sebelum menyusui. 8. Untuk mengurangi bendungan divena dan pembuluh getah bening dalam payudara lakukan pengurutan yang dimulai dari puting kearah korpus mamae,ibu harus rileks,pijat leher dan punggung belakang. 9. Bagi ibu menyusui,dan bayi tidak menetek,bantulah memerah air susu dengan tangan dan pompa. 10. Berikan konseling suportif Yakinkan kembali tentang nilai menyusui, bahwa yang aman untuk diteruskan ASI dari payudara yang terkena tidak akan membahayakan bayinya dan bahwa payudarany akan pulih baik bentuk maupun funsinya. 30 2.4.9 Perawatan Payudara Pada Masa Nifas Menurut Depkes RI (1993) dengan tangan yang sudah dilicinkan dengan minyak lakukan pengurutan 3 macam cara: 1. Tempatkan kedua telapak tangan diantara kedua payudara kemudian urut keatas, terus kesamping, kebawah dan melintang hingga tangan menyangga payudara, kemudian lepaskan tangan dari payudara. 2. Telapak tangan kiri menopang payudara kiri dan jari-jari tangan saling dirapatkan, kemudian sisi kelingking tangan kanan mengurut payudara dari pangkal ke arah puting, demikian pula payudara kanan. 3. Telapak tangan menopang payudara pada cara ke-2 kemudian jari tangan kanan dikepalkan kemudian buku-buku jari tangan kanan mengurut dari pangkal ke arah puting. 2.5 Infeksi Tali Pusat 2.5.1 Definisi Tali pusat adalah bagian yang sangat penting bagi kehidupan janin, oleh karena melalui alat ini janin dengan mudah mendapatkan oksigen dan makanan yang diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangannya serta mengeluarkan karbondioksida dan bahan yang diperlukan. (A. H. Markum, 1991). Sumber yang lain, tali pusat adalah suatu bagian yang merentang dari pusat janin ke URI bagian permukaan janin, panjangnya rata-rata 50-55 cm, sebesar jari. Terdiri dari 2 arteri umbilicalis dan 1 versa umbilicalis serta jelly wherton. (Rustam Mochtar, 1998) Tali pusat merupakan bagian yang penting untuk diperhatikan pada bayi yang baru lahir. Bayi yang baru lahir kurang lebih dua menit akan segera di potong tali pusatnya kira-kira dua sampai tiga sentimeter yang hanya tinggal pada pangkal pusat (umbilicus), dan sisa potongan inilah yang sering terinfeksi Staphylococcus aereus,pada ujung tali pusat akan mengeluarkan nanah dan pada sekitar pangkal tali pusat akan memerah dan disertai edema (Musbikin, 2005). 31 Pada keadaan infeksi berat, infeksi dapat menjalar hingga ke hati (hepar) melalui ligamentum (falsiforme) dan menyebabkan abses yang berlipat ganda. Pada keadaan menahun dapat terjadi granuloma pada ocalti (Prawirohardjo, 2007). Infeksi tali pusat adalah suatu penyakit toksemik akut yang disebabkan oleh clostridium tetani dengan tanda utama kekakuan otot (spasme) tanpa disertai gangguan kesadaran (Mieke, 2006). 2.5.2 Faktor-Faktor Penyebab Infeksi Tali Pusat Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya infeksi tali pusat pada bayi baru lahir adalah sebagai berikut: a. Faktor kuman Staphylococcus aereus ada dimana-mana dan didapat pada masa awal kehidupanhampir semua bayi, saat lahir atau selama masa perawatan. Biasanya Staphylococcus aereus sering dijumpai pada kulit, saluran pernafasan, dan saluran cerna terkolonisasi. Untuk pencegahan terjadinya infeksi tali pusat sebaiknya tali pusat tetap dijaga kebersihannya, upayakan tali pusat agar tetap kering dan bersih, pada saat memandikan di minggu pertama sebaiknya jangan merendam bayi langsung ke dalam air mandinya karena akan menyebabkan basahnya tali pusat dan memperlambat proses pengeringan tali pusat. Dan masih banyak penyebab lain yang dapat memperbesar peluang terjadinya infeksi pada tali pusat seperti penolong persalinan yang kurang menjaga kebersihan terutama pada alat-alat yang digunakan pada saat menolong persalinan dan khususnya pada saat pemotongan tali pusat. Biasakan mencuci tangan untuk pencegahan terjadinya infeksi (Danuatmadja, 2008). b. Proses persalinan Persalinan yang tidak sehat atau yang dibantu oleh tenaga non medis, terjadi pada saat memotong tali pusat menggunakan alat yang tidak steril dan tidak diberikan obat antiseptik. Untuk perawatan tali pusat juga tidak lepas dari masih adanya tradisi yang berlaku di masyarakat. 32 c. Faktor tradisi Untuk perawatan tali pusat juga tidak lepas dari masih adanya tradisi yang berlaku di sebagian masyarakat misalnya dengan memberikan berbagai ramuan-ramuan atau serbuk-serbuk yang dipercaya membantu mempercepat kering dan lepasnya potongan tali pusat. Ada yang mengatakan tali pusat bayi itu harus diberi abu-abu pandangan seperti inilah yang seharusnya tidak boleh dilakukan karena justru dengan diberikannya berbagai ramuan tersebut kemungkinan terjangkitnya tetanus lebih besar biasanya penyakit tetanus neonatorum ini cepat menyerang bayi, pada keadaan infeksi berat hanya beberapa hari setelah persalinan jika tidak ditangani biasa mengakibatkan meninggal dunia (Mieke, 2006). 2.5.3 Klasifikasi a. Infeksi tali pusat lokal atau terbatas Jika tali pusat bengkak, mengeluarkan nanah, atau berbau busuk, dan di sekitar tali pusat kemerahan dan pembengkakan terbatas pada daerah kurang dari 1 cm di sekitar pangkal tali pusat lokal atau terbatas. b. Infeksi tali pusat berat atau meluas Jika kemerahan atau bengkak pada tali pusat meluas melebihi area 1 cm atau kulit di sekitar tali pusat bayi mengeras dan memerah serta bayi mengalami pembengkakan perut, disebut sebagai infeksi tali pusat berat atau meluas. 2.5.4 Tanda dan Gejala Infeksi Tali Pusat Tanda-tanda yang perlu dicurigai oleh orang tua baru adalah apabila timbul bau menyengat dan terdapat cairan berwarna merah darah atau oca juga berbentuk nanah di sisa tali pusat bayi. Hal tersebut menandakan sisa tali pusat mengalami infeksi, lekas bawa bayi ke klinik atau rumah sakit, karena apabila infeksi telah merambat ke perut bayi, akan menimbulkan gangguan serius pada bayi (Febrina, 2009). Manifestasi kebanyakan infeksi staphylococcus pada ocalt adalah tidak spesifik, bakteremia tanpa kerusakan jaringan setempat dikaitkan dengan 33 berbagai tanda, berkisar dari yang ringan sampai dengan keadaan yang berat. Distress pernafasan, apnea, bradikardia, abnormalitas saluran cerna, masalah termoregulasi, adanya perfusi yang buruk, dan disfungsi serebral merupakan hal umum. Infeksi spesifik yang disebabkan olehstaphylococcus aereus meliputi pneumonia, efusi pleural, meningitis, endokarditis, omfalitis, abses, dan osteomielitis (Susan Kelin, 2009). Bayi yang terinfeksi tali pusatnya, pada tempat tersebut biasanya akan mengeluarkan nanah dan pada bagian sekitar pangkal tali pusat akan terlihat merah dan dapat disertai dengan edema. Pada keadaan yang berat infeksi dapat menjalar ke hati (hepar) melalui ligamentum falsiforme dan menyebabkan abses yang berlipat ganda. Pada keadaan menahun dapat terjadi granuloma pada umbilicus (Prawirohardjo, 2007). Jika tali pusat bayi bernanah atau bertambah bau, berwarna merah, panas, bengkak, dan ada area lembut di sekitar dasar tali pusat seukuran uang logam seratus rupiah, ini merupakan tanda infeksi tali pusat (Sean, 2009). 2.5.5 Komplikasi Pada Infeksi Tali Pusat − Terjadi kenaikan suhu badan / febris − Menurunnya nafsu makan − Sulit tidur − Demam tinggi − Trombosit vena porta − Abses hepar − Syok septic − Tetanus neomatorum − Kematian 2.5.6 Pencegahan dan Penanganan Infeksi Tali Pusat a. Pencegahan Untuk pencegahan awal tetanus dapat diberikan pada calon pengantin dengan harapan bila setelah menikah dan hamil tubuhnya sudah punya antitoksin tetanus yang akan ditransfer ke janin melalui plasenta. Seorang 34 wanita yang sudah diimunisasi tetanus 2 kali dengan interval 4-6 minggu diharapkan mempunyai kekebalan terhadap tetanus selama tiga tahun imunisasi TT diberikan juga pada ibu hamil, diberikan 2 kali pada trimester kedua dengan interval waktu 4-6 minggu diharapkan dapat memberikan kekebalan selama tiga tahun sehingga jika si ibu hamil kurun waktu tiga tahun itu tidak diberikan imunisasi TT atau satu kali saja imunisasi sudah cukup (Erikania, 2007). Agar tali pusat tidak terinfeksi, perlu dilakukan inspeksi tali pusat, klem dilepas, dan tali pusat diikat dan dipotong dekat ocalti kurang dari 24 jam setelah bayi lahir. Ujung dari potongan diberikan krim klorheksidin untuk mencegah infeksi pada tali pusat, dan tidak perlu dibalut dengan kasa dan dapat hanya diberi pengikat tali pusat atau penjepit tali pusat yang terbuat dari ocal (Penny, 2008). Dalam keadaan normal, tali pusat akan lepas dengan sendirinya dalam waktu lima sampai tujuh hari. Tapi dalam beberapa kasus oca sampai dua minggu bahkan lebih lama. Selama belum pupus, tali pusat harus dirawat dengan baik. Agar tali pusat tidak infeksi, basah, bernanah, dan berbau. Bersihkan tali pusat bayi dengan sabun saat memandikan bayi. Keringkan dengan handuk lembut. Olesi dengan ocal 70%. Jangan pakai betadine, karena yodium yang dikandung betadine dapat masuk ke peredaran darah bayi dan menyebabkan gangguan pertumbuhan kelenjar gondok. Biarkan terbuka hingga kering, dapat dibungkus dengan kasa steril. Jangan mengolesi tali pusat dengan ramuan atau menaburi bedak, karena dapat menjadi media yang baik bagi tumbuhnya kuman, termasuk kuman tetanus (Wartamedika, 2006). Untuk penggantian popok, sebaiknya popok yang telah basah segera diganti untuk menghindari iritasi tali pusat, area tali pusat jangan ditutup dengan popok atau celana ocal dan bila bayi menggunakan popok langsung pakai saja (Sean, 2009). Pencegahan pada infeksi tali pusat dapat dilakukan dengan perawatan tali pusat yang baik. Jika di tempat perawatan bayi banyak penyebab infeksi 35 dengan staphylococcus aereus maka perawatan tali pusat dapat dilakukan sebagai berikut: 1. Setelah tali pusat dipotong, ujung tali pusat diolesi dengan tincture jodii. 2. Tangkai tali pusat / pangkal tali pusat dan kulit di sekeliling tali pusat dapat diolesi dengantriple-dye (triple dye ini adalah campuran brilliant green 2,29 g, prylapine bemisulfate 1,14 g, dan crystal violet 2,29 g yang dilarutkan dalam satu liter air), jika obat-obat ini tidak ada dapat pula digantikan dengan merkurokrom. 3. Atau tali pusat cukup ditutupi dengan kasa steril dan diganti setiap hari (Prawirohardjo, 2007). b. Penanganan Infeksi pada bayi dapat merupakan penyakit yang berat dansangat sulit diobati jika tali pusat bayi terinfeksi oleh bakteri Staphylococcus aereus, sebagai pengobatan local dapat diberikan salep yang mengandung neomisin dan basitrasin. Selain itu juga dapat diberikan salepgentamisin. Jika terdapat granuloma, dapat pula dioleskan dengan larutan nitras argenti 3% (Prawirohardjo, 2007). 1) Infeksi tali pusat local atau terbatas Jika tali pusat bengkak, mengeluarkan nanah, atau berbau busuk, dan di sekitar tali pusat kemerahan dan pembengkakan terbatas pada daerah ≤ 1 cm di sekitar pangkal tali pusat local atau terbatas. Cara penanganannya: a. Biasakan untuk selalu mencuci tangan sebelum memegang atau membersihkan tali pusat, untuk mencegah berpindahnya kuman dari tangan. b. Bersihkan tali pusat menggunakan air hangat jangan menggunakan larutan apapun c. Olesi tali pusat pada daerah sekitarnya dengan salep (misalnya gentian violet 0,5 %) delapan kali sehari sampai tidak ada nanah lagi pada tali pusat. Jika kemerahan atau bengkak pada tali pusat meluas melebihi area 1 cm, obati seperti infeksi tali pusat berat atau meluas. 36 2) Infeksi tali pusat berat atau meluas Jika kulit di sekitar tali pusat merah dan mengeras atau bayi mengalami distensi abdomen, obati sebagai tali pusat berat atau meluas. Cara penanganannya: a. Ambil sampel darah dan kirim ke laboratorium untuk pemeriksaan kultur dan sensivitasi. b. Beri kloksasilin per oral selama 5 hari. c. Jika terdapat pustule / lepuh kulit dan selaput ocal. d. Cari tanda-tanda sepsis. e. 2.6 Lakukan perawatan umum seperti dijelaskan untuk infeksi tali pusat. Menorrhagia 2.6.1 Definisi Menorrhagia harus dibedakan secara klinis dari diagnosa lain ginekologi umum. Ini termasuk metrorrhagia (aliran pada interval yang tidak teratur), menometrorrhagia (sering, arus berlebihan), Polimenorea (perdarahan pada interval < 21 perdarahan uterus disfungsional (abnormal perdarahan uterus tanpa kelainan struktural atau sistemik jelas). Hampir 30% dari semua histerektomi dilakukan di Amerika Serikat dilakukan untuk mengurangi perdarahan menstruasi berat. Historis, koreksi bedah definitif telah menjadi andalan pengobatan untuk menorrhagia. Ginekologi modern telah cenderung terus terhadap terapi konservatif baik untuk mengontrol biaya dan keinginan banyak wanita untuk menjaga rahim mereka. Berat perdarahan haid adalah penemuan subyektif, membuat definisi masalah yang tepat sulit. Pengobatan harus menangani segi spesifik dari siklus haid pasien merasakan menjadi abnormal, (yaitu, panjang siklus, jumlah perdarahan). Akhirnya, keberhasilan pengobatan biasanya dievaluasi secara subyektif oleh setiap pasien, membuat pengukuran hasil yang positif sulit. 37 2.6.2 Etiologi Etiologi penyebab banyak dan sering tidak diketahui. Faktor-faktor yang berkontribusi terhadap menorrhagia dapat diurutkan ke dalam beberapa kategori, termasuk organik, endocrinologic, anatomi, dan iatrogenik. Jika hasil pemeriksaan pendarahan tidak menyediakan petunjuk penyebab menorrhagia, pasien sering diberikan diagnosis dari perdarahan uterus disfungsional (DUB). Kebanyakan kasus yang sekunder DUB anovulasi. Tanpa ovulasi, korpus luteum gagal untuk membentuk, sehingga tidak ada sekresi progesteron. Estrogen dilawan memungkinkan endometrium berkembang biak dan menebal. Endometrium akhirnya outgrows suplai darah dan berdegenerasi. Hasil akhirnya adalah kerusakan asynchronous dari lapisan endometrium pada tingkat yang berbeda. Ini juga sebabnya pendarahan anovulasi lebih berat dibanding aliran menstruasi normal. Hemostasis endometrium secara langsung berkaitan dengan fungsi trombosit dan fibrin.Kekurangan dalam salah satu dari hasil komponen dalam menorrhagia untuk pasien dengan penyakit von Willebrand atau trombositopenia. Trombus terlihat dalam lapisan fungsional namun terbatas pada permukaan penumpahan jaringanTrombi ini dikenal sebagai “plugs” karena darah bisa hanya sebagian mengalir melewati mereka. Fibrinolisis membatasi pada lapisan. Setelah pembentukan trombin steker, vasokonstriksi terjadi dan memberikan kontribusi untuk hemostasis. Cacat anatomi atau pertumbuhan di dalam rahim dapat mengubah salah satu dari jalur tersebut (endocrinologic / hemostatik), menyebabkan perdarahan yang signifikan. Presentasi klinis tergantung pada lokasi dan ukuran lesi ginekologi. Penyakit organik juga berkontribusi terhadap menorrhagia pada pasien wanita. Sebagai contoh, pada pasien dengan gagal ginjal, ketahanan gonad terhadap hormon dan sumbu hipotalamus-hipofisis menghasilkan gangguan dalam ketidakteraturan menstruasi. Kebanyakan wanita dalam keadaan ginjal amenorrheic, tetapi yang lain juga mengembangkan menorrhagia. Jika terjadi kemudian koagulopati uremic, biasanya adalah karena platelet disfungsi dan fungsi faktor VIII normal. Pendarahan yang dihasilkan waktu lama menyebabkan menorrhagia yang bisa sangat lemah untuk mengobati. Karena faktor-faktor luar biasa yang dapat memberikan kontribusi pada disfungsi salah 38 satu jalur endokrin atau hematologi, pengetahuan yang mendalam tentang penyakit organik yang ada adalah sama penting sebagai pemahaman siklus haid itu sendiri. 2.6.3 Patofisiologi Pengetahuan tentang fungsi haid yang normal adalah sangat penting dalam memahami etiologi dari menorrhagia. Empat fase merupakan siklus menstruasi, follicular, luteal, implantasi, dan menstruasi. Menanggapi gonadotropin-releasing hormone (GnRH) dari hypothalamus, kelenjar hipofisis mensintesis yang mendorong ovarium untuk menghasilkan estrogen dan progesteron. Selama fase folikuler, hasil stimulasi estrogen dalam peningkatan ketebalan endometrium. Ini juga dikenal sebagai fase proliferatif. Fase luteal rumit terlibat dalam proses ovulasi. Selama fase ini, juga dikenal sebagai fase sekretori, progesteron menyebabkan pematangan endometrium. Jika, pembuahan terjadi, fase implantasi dipertahankan. Tanpa pemupukan, estrogen dan progesteron dalam hasil penarikan menstruasi. 2.6.4 Frekuensi Menorrhagia Sementara menorrhagia tetap menjadi alasan utama untuk kunjungan kantor ginekologi, hanya 10-20% dari seluruh wanita mengalami kehilangan darah menstruasi cukup parah harus didefinisikan secara klinis sebagai menorrhagia. 2.6.5 Mortalitas atau Morbiditas Episode yang jarang dari menorrhagia biasanya tidak membawa resiko yang berat terhadap kesehtan umum perempuan. 1. Pasien yang kehilangan lebih dari 80 ml darah, terutama berulang-ulang, beresiko untuk sekuele medis yang serius. Para wanita ini cenderung mengembangkan anemia kekurangan zat besi sebagai akibat dari kehilangan darah mereka. Menorrhagia adalah penyebab paling umum dari anemia pada wanita premenopause. Hal ini biasanya dapat diperbaiki dengan mengkonsumsi sederhana ferro sulfat untuk menggantikan toko-toko besi. 39 Jika pendarahan cukup parah menyebabkan deplesi volume, pasien dapat mengalami sesak napas, kelelahan, jantung berdebar, dan gejala terkait lainnya. Tingkat anemia memerlukan rawat inap untuk cairan infus dan transfusi mungkin dan atau terapi estrogen intravena. Pasien yang tidak merespon terhadap terapi medis mungkin memerlukan intervensi bedah untuk mengontrol menorrhagia. 2. Gejala sisa lainnya yang terkait dengan menorrhagia biasanya berkaitan dengan etiologi. Misalnya, dengan hypothyroidism, pasien mungkin mengalami gejala-gejala berhubungan dengan tiroid yang berfungsi rendah (misalnya, intoleransi dingin, rambut rontok, kulit kering, berat badan) selain efek kehilangan darah yang signifikan. 3. Umur, setiap wanita usia subur yang sedang menstruasi dapat mengembangkan menorrhagia. Kebanyakan pasien dengan menorrhagia lebih dari usia dari 30 tahun. Hal ini karena penyebab paling umum dari menstruasi berat pada populasi yang lebih muda adalah siklus anovulasi, dimana pendarahan tidak terjadi secara berkala. 2.7 Flour Albus 2.7.1 Definisi Keputihan atau Fluor Albus merupakan sekresi vaginal pada wanita. Keputihan pada dasarnya dapat digolongkan menjadi dua golongan yaitu keputihan normal (fisiologis) dan keputihan abnormal (patologis). Keputihan fisiologis adalah keputihan yang biasanya terjadi setiap bulannya, biasanya muncul menjelang menstruasi atau sesudah menstruasi ataupun masa subur. Keputihan patologis dapat disebabkan oleh infeksi biasanya disertai dengan rasa gatal di dalam vagina dan di sekitar bibir vagina bagian luar. Yang sering menimbulkan keputihan ini antara lain bakteri, virus, jamur atau juga parasit. Infeksi ini dapat menjalar dan menimbulkan peradangan ke saluran kencing, sehingga menimbulkan rasa pedih saat si penderita buang air kecil (Idhawati, 2011). 40 2.7.2 Asal Keputihan Leukorea berasal dari: 1. Vulva 2. Vagina 3. Servik uteri 4. Korpus uteri 5. Tuba (El Manan, 2011). 2.7.3 Gejala Flour Albus Keputihan normal (fisiologis), sebenarnya tidak berwarna putih dan tidak cocok disebut keputihan, banyak dipengaruhi oleh sistem hormonal, sehingga banyak sedikitnya sekret/cairan vagina sangat bergantung pada siklus bulanan dan stress yang juga dapat mempengaruhi siklus bulanan itu sendiri. Keputihan Hormonal: Cairan sekresi berwarna bening, tidak lengket dan encer. Tidak mengeluarkan bau yang menyengat. Gejala ini merupakan proses normal sebelum atau sesudah haid dan tanda masa subur pada wanita tertentu. Pada bayi perempuan yang baru lahir, dalam waktu satu hingga sepuluh hari, dari vaginanya dapat keluar cairan akibat pengaruh hormon yang dihasilkan oleh plasenta atau uri. Gadis muda kadang-kadang juga mengalami keputihan sesaat sebelum masa pubertas, biasanya gejala ini akan hilang dengan sendirinya. Biasanya keputihan yang normal tidak disertai dengan rasa gatal. Keputihan juga dapat dialami oleh wanita yang terlalu lelah atau yang daya tahan tubuhnya lemah. Sebagian besar cairan tersebut berasal dari leher rahim, walaupun ada yang berasal dari vagina yang terinfeksi, atau alat kelamin luar. Pada wanita hamil keputihan lebih sering timbul, karena pada ssat wanita hamil, maka kekebaln tubuhnya akan menurun. Pada waktu menopause dimana keseimbangan hormonalnya terganggu. 41 Pada orang tua dimana kekebalan tubuhnya sudah menurun dapat pula timbul Keputihan Keputihan abnormal (patologis): Keluarnya cairan berwarna putih pekat, putih kekuningan, putih kehijauan atau putih kelabu dari saluran vagina. Cairan ini dapat encer atau kental, lengket dan kadang-kadang berbusa. Cairan ini mengeluarkan bau yang menyengat. Pada penderita tertentu, terdapat rasa gatal yang menyertainya serta dapat mengakibatkan iritasi pada vagina. Merupakan salah satu ciri-ciri penyakit infeksi vagina yang berbahaya seperti HIV, Herpes, Candyloma (El Manan, 2011). 2.7.4 Penyebab Flour Albus Penyebab keputihan secara umum adalah: Ketidakseimbangan hormone Gejala suatu penyakit tertentu Rusaknya keseimbangan biologis dan keasaman (ph) lingkungan vagina. Sering memakai tissue saat membasuh bagian kewanitaan, sehabis buang air kecil maupun buang air besar Memakai pakaian dalam yang ketat dari bahan sintetis (bukan katun), sehingga berkeringat dan memudahkan timbulnya jamur Sering menggunakan WC Umum yg kotor Tidak mengganti panty liner Membilas vagina dari arah yang salah, yaitu dari arah anus ke arah depan vagina Sering bertukar celana dalam/handuk dengan orang lain Kurang menjaga kebersihan vagina Kelelahan yang amat sangat Stress Tidak segera mengganti pembalut saat menstruasi 42 Sering membasuh vagina, yang harus dibsuh adalah vulva (bagian yang menggembung) dan bukan vaginanya Tidak mejalani pola hidup sehat (makan tidak teratur, tidak pernah olah raga, tidur kurang) Lingkungan sanitasi yang kotor. Sering mandi berendam dengan air hangat dan panas. Jamur yang menyebabkan keputihan lebih mungkin tumbuh di kondisi hangat. Sering berganti pasangan dalam berhubungan sex Kadar gula darah tinggi Sering menggaruk vagina (El Manan, 2011). Sedangkan dengan memperhatikan cairan yang keluar, kadang-kadang dapat diketahui penyebab keputihan. Infeksi kencing nanah, misalnya, menghasilkan cairan kental, bernanah dan berwarna kuning kehijauan. Keputihan yang disertai bau busuk dapat disebabkan oleh kanker. Keputihan akibat jamur Candida albicans, Keputihan jenis ini memiliki ciri-ciri warna putih seperti susu,cairan kental, bau tak sedap dan sangat gatal, terkadang dapat menimbulkan radang pada vagina sehingga kelihatan kemerahan. Keputihan akibat bakteri Vaginosis atau Gardnerella, Keputihan jenis ini memiliki ciri-ciri warna abu-abu, tidak terlalu kental, cairan berbuih, mengeluarkan bau yang amis, dan gatal yang mengganggu. Keputihan akibat parasit Trichomonas vaginalis, Keputihan jenis ini memiliki ciri-ciri warna kehijauan atau kuning, cairan berbuih dan bau amis, tidak menimbulkan gatal, tetapi saat ditekan, vagina akan terasa sakit. keputihan ini dapat ditularkan melalu hubungan seks yang tidak sehat, perlengkapan kamar mandi atau kloset. Keputihan akibat virus, Keputihan jenis ini dapat diakibatkan oleh virus, HIV, Herpes atau Candyloma. keputihan yang diakibatkan oleh jenis ini dapat memicu kanker rahim, pada keputihan herpes biasanya disertai tanda-tanda herpes seperti luka yang melepuh, sedangkan pada keputihan candyloma disertai tanda-tanda candyloma berupa kutil-kutil yang 43 tumbuh di vagina atau rahim. Penyakit herpes atau candyloma terkadang tidak terdeteksi secara dini, karena umumnya tanda-tandanya tidak mudah terlihat, karena muncul di dalam vagina (El Manan, 2011). 2.7.5 Pengobatan Flour Albus Seringkali keputihan sulit diobati, karena penyebab keputihan bermacam-macam dan bisa terinfeksi beberapa sekaligus yang pada umumnya adalah jamur, bakteri dan Pseudomonas sp. Oleh karena itu cara paling tepat adalah dengan melakukan Kultur dengan pengambilan sekret keputihan di Laboratorium Klinik, walaupun agak mahal dan memerlukan beberapa hari untuk mengetahui hasilnya, karena kuman-kuman tersebut harus dibiakkan terlebih dahulu, tetapi keuntungannya adalah dapat diketahuinya antibiotik yang tepat untuk mengobatinya, terutama untuk E.coli, Klebsiela sp dan Pseudomonas sp yang sering resiten terhadap beberapa jenis antibiotik tertentu. Perlu dicatat bahwa resistensi ini dapat berubah-ubah sejalan dengan waktu dan dapat berbeda resistensinya pada orang yang berlainan (Idhawati, 2011). Kadang-kadang Keputihan dapat juga bersamaan dengan infeksi saluran kemih, karena itu perlu dibedakan apakah hanya Keputihan saja atau keduanya. Jika sulit buang air kecil (BAK) atau terasa anyang-anyangan atau merasa ada air seni yang tertinggal atau merasa tidak tuntas BAKnya, maka ini adalah tanda kemungkinan terjadinya Infeksi saluran kemih. Jika juga disertai dengan adanya keputihan, maka dapat langsung ke Dokter Spesialis Urologi (Dr.SpU) dan jika hanya Keputihan saja dapat ke Dokter Spesialis Kandungan (Dr.SpOG), ke Dokter Spesialis Penyakit Dalam (Dr.SpPD) atau ke Dokter Umum saja dengan membawa hasil Kultur, karena tanpa hasil Kultur, Dokter spesialis sekalipun akan mengobati penyakit dengan menebak-nebak ataupun akhirnya juga disuruh Kultur atau tidak tuntas pengobatannya, jadi hanya satu jenis infeksi saja yang disembuhkan, karena tidak ada antibiotik yang dapat mengobati semua jenis penyakit, termasuk yang broad spectrum sekalipun, apalagi adanya Resistensi. (Idhawati, 2011). 44