Uploaded by User53948

kmb 1 (TB.paru) perbaikan

advertisement
MAKALAH
KAJIAN KASUS TUBERKULOSIS PARU PADA SISTEM PERNAFASAN
DISUSUN OLEH : KELOMPOK 7
1. SELAMAT PARMIN
2. EVA DESVITA
3. NUNUNG NURSASIH
PROGRAM STUDI MAGISTER KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2020
1
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb
Puji syukur kami persembahkan kehadiran ALLAH SWT, berkat rahmat dan hidayahnya kami
dapat menyelesaikan makalah keperawatan yang berjudul “kajian kasus tuberkulosis paru pada
sistem pernafasan ” makalah ini merupakan salah satu tugas dari Mata Ajar keperawatan medikal
bedah 1.
Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan
baik materi maupun cara penulisannya. Namun demikian, penulis telah berupaya dengan segala
kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki sehingga dapat selesai dengan baik dan oleh
karenanya, penulis dengan rendah hati dan dengan tangan terbuka menerima masukan,saran dan
usul guna penyempurnaan makalah ini.
Akhirnya kami selaku penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi seluruh
pembaca
Jakarta, April 2020
Penulis
2
DAFTAR ISI
Halaman Judul
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I
BAB II
KONSEP DASAR PENYAKIT
A. Latar Belakang ..........................................................................
3
B. Anatomi ....................................................................................
4
C. Fisiologi....................................................................................
5
D. Definisi TB ...............................................................................
7
E. Etiologi .....................................................................................
8
F. Manifestasi Klinis .....................................................................
9
G. Patofisiologi..............................................................................
10
H. Pathway ....................................................................................
11
I. Pemeriksaan Penunjang ............................................................
13
J. Penatalaksanaan ........................................................................
13
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN SECARA TEORI
A. PENGKAJIAN ................................................................................
16
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN ......................................................
19
C. INTERVENSI .................................................................................
19
BAB III MODEL KONSEP KEPERAWATAN FLORENCE
A. PRINSIP UTAMA TEORI MODEL FLORENCE ...........................
24
B. KONSEP UTAMA KERANGKA KONSEPTUAL
FLORENCE ....................................................................................
26
C. TEORI MODEL FLORENCE
DALAM PROSES KEPERAWATAN .............................................
26
BAB IV PEMBAHASAN KASUS
A. PEMBAHASAN KASUS ...............................................................
32
1. Analisa Data ...............................................................................
32
2. Intervensi ....................................................................................
36
1
3. KAJIAN ETIK ............................................................................
42
4. KAJIAN AL QUR’AN DAN HADIST .......................................
50
LAMPIRAN JURNAL
DAFTAR PUSTAKA
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tuberkolosis paru adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman Tuberkulosis
(Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman Tuberkulosis menyerang paru,
tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. Kuman ini berbentuk batang yang
mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pewarnaan oleh karena itu disebut pula
sebagai basil Tahan Asam (BTA). (Depkes RI, 2008). Diperkirakan sekitar sepertiga
penduduk dunia telah terinfeksi oleh bankteri Micobacterium Tuberculosis. Pada tahun
1995, diperkirakan ada 9 paru diseluruh dunia. Diperkirakan 95 % kasus Tuberkulosis
Paru dan 98 % kematian akibat Tuberkulosis paru di dunia ini, terjadi pada Negara
berkembang. (Depkes RI, 2008).
Di Indonesia Tuberkulosis paru merupakan masalah utama kesehatan masyarakat. Jumlah
penderita Tuberkulosis Paru di Indonesia merupakan ke-3 terbanyak di dunia setelah India
dan Cina dengan jumlah penderita sekitar 10 % dari total jumlah penderita Tuberkulosis
Paru di dunia. Di perkirakan pada tahun 2004, setiap tahun ada 539.000 kasus baru dan
kematian 101.000 orang. Insidensi kasus Tuberkulosis Paru BTA positif sekitar 110
penduduk. (Depkes RI, 2008).
Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan denagan mengobati penderita Tuberkulosis
Paru secara rutin sesuai jadwal pengobatan, bila dirawat dirumah maka penderita harus
ditempatkan pada ruangan dengan segala peralatan tersendiri dan lantai yang dibersihkan
dengan desinfektan yang cukup kuat. Selain itu diperlukan upaya untuk perbaikan status
gizi pada penderita dan waktu istirahat yang cukup. Peningkatan daya tahan tubuh
penderita harus dijaga karena mereka rentan terhadap penyakit. Sulitnya pemberantasan
penyakit ini karena dalam pemberantasannya bukan hanya masalah bakteri atau obatobatan saja, melainkan melengkapi aspek social, ekonomi, budaya, tingkat pendidikan,
pengetahuan penderita dan keluarga, serta lingkungan masyarakat sekitar (Eka Wahyudi,
2006).
3
Untuk mengatasi masalah tersebut, peran serta keluarga sangat dibutuhkan, dimana
keluarga sebagai unit pertama dalam masyarakat. Apabila salah satu anggota keluarga
terkena penyakit Tuberkulosis Paru akan brpengaruh terhadap anggota keluarga yang lain.
Untuk memujudkan keluarga yang sehat terhindar dari resiko penularan, maka harus
ditunjang dengan pengetahuan tentang Tuberkulosis Paru. Pengetahuan yang baik akan
mempengaruhi tindakan keluarga untuk bertindak dalam hal pencegahan penularan dan
proses kesembuhan penderita. Sebaliknya makin rendah pengetahuan keluarga tentang
bahaya penyakit Tuberkulosis Paru, makin besar pula resiko terjadi penularan dan proses
kesembuhan penderita kurang optimal ( Pira Mitha, 2012).
B. Anatomi
Organ pernapasan merupakan organ yang mempunyai peranan penting dalam memenuhi
kebutuhan oksigen di dalam tubuh. Wujud paru-paru seperti spons berwarna merah muda
dan berjumlah sepasang yang mengisi sebagian besar rongga dada. Paru-paru kiri lebih kecil
dibandingkan paru-paru kanan. Hal ini dikarenakan paru-paru kiri memiliki lekukan untuk
memberi ruang kepada jantung. Kedua paru-paru dihubungkan oleh bronkus dan trakea.
Paru-paru kanan terbagi menjadi tiga lobus (lobus superior, lobus medialis, dan lobus
inferior), sedangkan paru-paru kiri terbagi menjadi dua lobus (lobus superior dan lobus
inferior). Lobus-lobus tersebut dipisahkan oleh fisura. Paru-paru kanan memiliki dua fisura
yaitu fisura oblique (interlobularis primer) dan fisura transversal (interlobularis sekunder).
Sedangkan paru-paru kiri terdapat satu fisura yaitu fisura obliges. Tiap-tiap lobus terdiri atas
bagian yang lebih kecil yang disebut segmen. Paru-paru terletak di dalam rongga dada
(mediastinum) dan dilindungi oleh tulang selangka. Rongga dada dan rongga perut dibatasi
oleh suatu sekat yang disebut diafragma. Paru-paru terletak di atas jantung dan hati (liver).
Paru-paru berada di dalam pleura yang merupakan lapisan pelindung paru-paru.
4
Gambar 2.1 Anatomi Paru
Bagian – bagian paru yaitu :
1. Laring adalah organ yang berfungsi untuk melindungi trakea dan menghasilkan suara.
2. Trakea atau batang tenggorok adalah saluran berbentuk pipa yang dindingnya terdiri
dari 3 lapisan: lapisan luar (jaringan ikat), lapisan tengah (otot polos dan cincin tulang
rawan), dan lapisan dalam (jaringan epitel bersilia).
3. Bronkus adalah percabangan trakea yang menuju paru-paru kanan dan paru-paru kiri.
Bronkus primer adalah percabangan pertama, bronkus sekunder adalah percabangan
kedua, sedangkan bronkus tersier adalah percabangan ketiga.
4. Bronkiolus adalah percabangan dari bronkus.
5. Cardiac notch adalah lekukan yang berfungsi untuk memberikan ruang kepada
jantung.
6. Arteri pulmonalis adalah pembuluh nadi yang membawa darah kaya karbon dioksida
dari jantung ke paru-paru.
7. Vena pulmonalis adalah pembuluh balik yang membawa darah kaya oksigen dari paruparu menuju jantung untuk dipompa ke seluruh tubuh.
8. Duktus alveolus adalah percabangan dari bronkiolus yang bermuara di alveolus.
9. Alveoli adalah kantung kecil yang memungkinkan oksigen dan karbon dioksida untuk
bergerak di antara paru-paru dan aliran darah.
5
C. Fisiologi
Udara bergerak masuk dan keluar paru-paru karena ada selisih tekanan yang terdapat
antara atmosfir dan alveolus akibat kerja mekanik otot-otot. Seperti yang telah diketahui,
dinding toraks berfungsi sebagai penembus. Selama inspirasi, volume toraks bertambah
besar karena diafragma turun dan iga terangkat akibat kontraksi beberapa otot yaitu
sternokleidomastoideus mengangkat sternum ke atas dan otot seratus, skalenus dan
interkostalis eksternus mengangkat iga-iga (Price, S.A., dan Wilson, L.M, 1994)
Selama pernapasan tenang, ekspirasi merupakan gerakan pasif akibat elastisitas dinding
dada dan paru-paru. Pada waktu otot interkostalis eksternus relaksasi, dinding dada turun
dan lengkung diafragma naik ke atas ke dalam rongga toraks, menyebabkan volume toraks
berkurang. Pengurangan volume toraks ini meningkatkan tekanan intrapleura maupun
tekanan intrapulmonal. Selisih tekanan antara saluran udara dan atmosfir menjadi terbalik,
sehingga udara mengalir keluar dari paru-paru sampai udara dan tekanan atmosfir menjadi
sama kembali pada akhir ekspirasi (Price, S.A., dan Wilson, L.M, 1994)
Tahap kedua dari proses pernapasan mencakup proses difusi gas-gas melintasi membrane
alveolus kapiler yang tipis (tebalnya kurang dari 0,5 µm). Kekuatan pendorong untuk
pemindahan ini adalah selisih tekanan parsial antara darah dan fase gas. Tekanan parsial
oksigen dalam atmosfir pada permukaan laut besarnya sekitar 149 mmHg.
Pada waktu oksigen diinspirasi dan sampai di alveolus maka tekanan parsial ini akan
mengalami penurunan sampai sekiktar 103 mmHg. Penurunan tekanan parsial ini terjadi
berdasarkan fakta bahwa udara inspirasi tercampur dengan udara dalam ruangan sepi
anatomic saluran udara dan dengan uap air. Perbedaan tekanan karbondioksida antara
darah dan alveolus yang jauh lebih rendah menyebabkan karbondioksida berdifusi
kedalam alveolus. Karbondioksida ini kemudian dikeluarkan ke atmosfir (Price, S.A., dan
Wilson, L.M, 1994)
Dalam keadaan beristirahat normal, difusi dan keseimbangan oksigen di kapiler darah
paru-paru dan alveolus berlangsung kira-kira 0,25 detik dari total waktu kontak selama
0,75 detik. Hal ini menimbulkan kesan bahwa paru-paru normal memiliki cukup cadangan
waktu difusi. Pada beberapa penyakit misal; fibosis paru, udara dapat menebal dan difusi
melambat sehingga ekuilibrium mungkin tidak lengkap, terutama sewaktu berolahraga
dimana waktu kontak total berkurang. Jadi, blok difusi dapat mendukung terjadinya
hipoksemia, tetapi tidak diakui sebagai faktor utama (Rab, T, 1996).
6
D. Pengertian TB Paru
Tuberkulosis merupakan infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis yang
dapat menyerang pada berbagai organ tubuh mulai dari paru dan organ di luar paruseperti
kulit, tulang, persendian, selaput otak, usus serta ginjal yang sering disebut dengan
ekstrapulmonal TBC (Chandra B, 2012). Tuberkulosis paru (Tb paru) adalah penyakit
infeksius, yang terutama menyerang penyakit parenkim paru. Nama tuberkulosis berasal
dari tuberkel yang berarti tonjolan kecil dan keras yang terbentuk waktu sistem kekebalan
membangun tembok mengelilingi bakteri dalam paru. Tb paru ini bersifat menahun dan
secara khas ditandai oleh pembentukan granuloma dan menimbulkan nekrosis jaringan. Tb
paru dapat menular melalui udara, waktu seseorang dengan Tb aktif pada paru batuk,
bersin atau bicara.
Gambar 2.2 Chest X-Ray
Tuberculosis adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis. Kuman batang tahan aerobic dan tahan asam ini dapat merupakan organisme
patogen maupun saprofit (Price, Sylvia Anderson, 2005). Tuberkulosis merupakan infeksi
bakteri kronik yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis dan ditandai oleh
pembentukan granuloma pada jaringan yang terinfeksi dan oleh hipersensifitas yang
diperantarai sel (cellmediated hypersensitivity) (Wahid, A & Suprapto, I, 2012)
7
E. Etiologi
Penyebab dari penyakit tuebrculosis paru adalah terinfeksinya paru oleh micobacterium
tuberculosis yang merupakan kuman berbentuk batang dengan ukuran sampai 4 mycron
dan bersifat anaerob. Sifat ini yang menunjukkan kuman lebih menyenangi jaringan yang
tinggi kandungan oksigennya, sehingga paru-paru merupakan tempat prediksi penyakit
tuberculosis. Kuman ini juga terdiri dari asal lemak (lipid) yang membuat kuman lebih
tahan terhadap asam dan lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisik. Penyebaran
mycobacterium tuberculosis yaitu melalui droplet nukles, kemudian dihirup oleh manusia
dan menginfeksi (Depkes RI, 2002).
F. Manifestasi Klinis
Menurut (Donna L. Wong…[et.al], 2008) tanda dan gejala tuberkulosis adalah :
a. Demam
Umumnya subfebris, kadang-kadang 40-410C, keadaan ini sangat dipengaruhi oleh
daya tahan tubuh pasien dan berat ringannya infeksi kuman tuberculosis yang masuk.
Biasanya terjadi demam persisten.
b. Malaise
Penyakit TBC paru bersifat radang yang menahun. Gejala malaise sering ditemukan
anoreksia, berat badan makin menurun, sakit kepala, meriang, nyeri otot dan keringat
malam. Gejala semakin lama semakin berat dan hilang timbul secara tidak teratur
c. Anoreksia
d. Penurunan berat badan
e. Batuk ada atau tidak
Terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk membuang
produk radang. Sifat batuk dimulai dari batuk kering (non produktif). Keadaan
setelah timbul peradangan menjadi produktif (menghasilkan sputum atau dahak).
Keadaan yang lanjut berupa batuk darah haematoemesis karena terdapat pembuluh
darah yang cepat. Kebanyakan batuk darah pada TBC terjadi pada dinding bronkus.
(berkembang secara perlahan selama berminggu – minggu sampai berbulan – bulan)
f. Peningkatan frekuensi pernapasan
g. Ekspansi buruk pada tempat yang sakit
h. Bunyi napas hilang dan ronkhi kasar, pekak pada saat perkusi
i. Manifestasi gejala yang umum : pucat, anemia, kelemahan, dan penurunan berat
badan.
8
G. Patofisiologi
Menurut (Somantri,Irman, 2008), infeksi diawali karena seseorang menghirup basil
Mycobacterium tuberculosis. Bakteri menyebar melalui jalan napas menuju alveoli lalu
berkembang biak dan terlihat bertumpuk. Perkembangan Mycobacterium tuberculosis juga
dapat menjangkau sampai ke area lain dari paru (lobus atas).
Basil juga menyebar melalui sistem limfe dan aliran darah ke bagian tubuh lain (ginjal,
tulang dan korteks serebri) dan area lain dari paru (lobus atas). Selanjutnya sistem
kekebalan tubuh memberikan respons dengan melakukan reaksi inflamasi. Neutrofil dan
makrofag melakukan aksi fagositosis (menelan bakteri), sementara limfosit spesifiktuberkulosis menghancurkan (melisiskan) basil dan jaringan normal. Infeksi awal biasanya
timbul dalam waktu 2-10 minggu setelah terpapar bakteri.Interaksi antara Mycobacterium
tuberculosis dan sistem kekebalan tubuh pada masa awal infeksi membentuk sebuah massa
jaringan baru yang disebut granuloma. Granuloma terdiri atas gumpalan basil hidup dan
mati yang dikelilingi oleh makrofag seperti dinding. Granuloma selanjutnya berubah
bentuk menjadi massa jaringan fibrosa. Bagian tengah dari massa tersebut disebut ghon
tubercle. Materi yang terdiri atas makrofag dan bakteri yang menjadi nekrotik yang
selanjutnya membentuk materi yang berbentuk seperti keju (necrotizing caseosa).Hal ini
akan menjadi klasifikasi dan akhirnya membentuk jaringan kolagen, kemudian bakteri
menjadi nonaktif.
Menurut (Widagdo, 2011), setelah infeksi awaljika respons sistem imun tidak adekuat
maka penyakit akan menjadi lebih parah. Penyakit yang kian parah dapat timbul akibat
infeksi ulang atau bakteri yang sebelumnya tidak aktif kembali menjadi aktif, Pada kasus
ini, ghon tubercle mengalami ulserasi sehingga menghasilkan necrotizing caseosa di dalam
bronkus.Tuberkel yang ulserasi selanjutnya menjadi sembuh dan membentuk jaringan
parut.Paru-paru
yang
terinfeksi
kemudian
meradang,
mengakibatkan
timbulnya
bronkopneumonia, membentuk tuberkel, dan seterusnya.Pneumonia seluler ini dapat
sembuh dengan sendirinya. Proses ini berjalan terus dan basil terus difagosit atau
berkembang biak di dalam sel. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih
panjang dan sebagian bersatu membentuk sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh
limfosit (membutuhkan 10-20 hari). Daerah yang mengalami nekrosis dan jaringan
granulasi yang dikelilingi sel epiteloid dan fibroblas akan memberikan respons berbeda
kemudian pada akhirnya membentuk suatu kapsul yang dikelilingi oleh tuberkel.
9
H. Pathway
10
I. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Penunjang yang dapat dilakukan yaitu :
1. Pemeriksaan Dahak Mikroskopis
Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai keberhasilan
pengobatan dan menentukan potensi penularan. Pemeriksaan dahak untuk penegakan
diagnosis dilakukan dengan mengumpulkan 3 spesimen dahak yang dikumpulkan
dalam dua hari kunjungan yang berurutan sewaktu-pagisewaktu (SPS). S(sewaktu):
Dahak dikumpulkan pada saat suspek tuberkulosis datang berkunjung pertama kali.
Pada saat pulang, suspek membawa sebuah pot dahak untuk mengumpulkan dahak
pada pagi hari kedua P(pagi): Dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua,
segera setelah bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas. S
(sewaktu): Dahak dikumpulkan pada hari kedua, saat menyerahkan dahak pagi hari.
2. Pemeriksaan Bactec
Dasar teknik pemeriksaan biakan dengan BACTEC ini adalah metode radiometrik.
Mycobacterium
tuberculosa
memetabolisme
asam
lemak
yang
kemudian
menghasilkan CO2 yang akan dideteksi growth indexnya oleh mesin ini. Sistem ini
dapat menjadi salah satu alternatif pemeriksaan biakan secara cepat untuk membantu
menegakkan diagnosis dan melakukan uji kepekaan.Bentuk lain teknik ini adalah
dengan memakai Mycobacteria Growth Indicator Tube (MGIT)
3. Pemeriksaan Darah
Hasil pemeriksaan darah rutin kurang menunjukan indikator yang spe sifik untuk Tb
paru. Laju Endap Darah ( LED ) jam pertama dan jam kedua dibutuhkan. Data ini
dapat di pakai sebagai indikator tingkat kestabilan keadaan nilai keseimbang an
penderita, sehingga dapat digunakan untuk salah satu respon terhadap pengo batan
penderita serta kemungkinan sebagai predeteksi tingkat penyembuhan penderita.
Demikian pula kadar limfosit dapat menggambarkan daya tahan tubuh pende rita.
LED sering meningkat pada proses aktif, tetapi LED yang normal juga tidak me
nyingkirkan diagnosa TBC
4. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan standar adalah foto toraks PA. Pemeriksaan lain atas indikasi ialah foto
lateral, top lordotik, oblik, CT-Scan. Pada kasus dimana pada pemeriksaan sputum
SPS positif, foto toraks tidak diperlukan lagi. Pada beberapa kasus dengan hapusan
positif perlu dilakukan foto toraks bila :
11
a. Curiga adanya komplikasi (misal : efusi pleura, pneumotoraks)
b. Hemoptisis berulang atau berat
c. Didapatkan hanya 1 spesimen BTA +
5. Pemeriksaan foto toraks memberi gambaran bermacam-macam bentuk. Gambaran
radiologi yang dicurigai lesi Tb paru aktif :
a. Bayangan berawan/nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas dan
segmen superior lobus bawah paru.
b. Kaviti terutama lebih dari satu, dikelilingi bayangan opak berawan atau
nodular.
c. Bayangan bercak milier
d. Efusi Pleura, Gambaran radiologi yang dicrigai Tb paru inaktif
e. Fibrotik, terutama pada segmen apical dan atau posterior lobus atas dan atau
segmen superior lobus bawah
f. Kalsifikasi
g. Penebalan pleura
Gambar 2.3 Alur TB
12
J. Penatalaksanaan
1. Pencegahan
a. Pemeriksaan kontak, yaitu pemeriksaan terhadap individu yang bergaul erat
dengan penderita tuberculosis paru BTA positif
b. Mass chest X-ray, yaitu pemeriksaan missal terhadap kelompok – kelompok
populasi tertentu misalnya : karyawan rumah sakit, siswa – siswi pesantren
c. Vaksinasi BCG
d. Kemofolaksis dengan menggunakan INH 5 mg/kgBB selama 6 – 12 bulan dengan
tujuan menghancurkan atau mengurangi populasi bakteri yang masih sedikit
e. Komunikasi, informasi, dan edukasi tentang penyakit tuberculosis kepada
masyarakat (Muttaqin, Arif, 2008)
2. Pengobatan
Tuberkulosis paru dapat diobati terutama dengan agen kemoterapi ( agen
antituberkulosis ) selama periode 6 sampai 12 bulan. Lima medikasi garis depan
yang digunakan adalah Isoniasid ( INH ), Rifampisin ( RIF ), Streptomisin ( SM ),
Etambutol ( EMB ), dan Pirazinamid ( PZA ). Kapremiosin, kanamisin, etionamid,
natrium para-aminosilat, amikasin, dan siklisin merupakan obat – obat baris kedua
(Smeltzer, Suzzane C, 2001)
3.
Penatalaksanaan pada pasien Tuberkulosis Multi drug resistance
Didefinisikan sebagai resistensi terhadap dua agen anti-TB lini pertama yang paling
poten yaitu isoniazide (INH) dan rifampisin. MDR TB berkembang selama
pengobatan TB ketika mendapatkan pengobatan yang tidak adekuat. Hal ini dapat
terjadi karena beberapa alasan; Pasien mungkin merasa lebih baik dan menghentikan
pengobatan, persediaan obat habis atau langka, atau pasien lupa minum obat.
Awalnya resistensi ini muncul sebagai akibat dari ketidakpatuhan pengobatan.
Selanjutnya transmisi strain MDR TB menyebabkan terjadinya kasus resistensi
primer. Tuberkulosis paru dengan resistensi dicurigai kuat jika kultur basil tahan
asam (BTA) tetap positif setelah terapi 3 bulan atau kultur kembali positif setelah
terjadi konversi negatif. Directly observed therapy (DOTS) merupakan sebuah
strategi baru yang dipromosikan oleh World Health Organization (WHO) untuk
meningkatkan keberhasilan terapi TB dan mencegah terjadinya resistensi. (Soepandi,
2010).
Menurut Subagyo (2013) Directly-observed treatment short-course chemotherapy
(DOTS) adalah nama suatu strategi yang dilaksanakan di pelayanan kesehatan dasar
di dunia untuk mendeteksi dan menyembuhkan tuberkulosis. Kunci utama
13
keberhasilan DOTS adalah keyakinan bahwa penderita TB meminum obatnya
sesuai dengan yang telah ditetapkan dan tidak lalai atau putus berobat. Hal tersebut
baru dapat dipastikan bila ada orang lain yang mengawasi saat penderita minum
obat. Strategi DOTS terdiri atas 5 komponen:
1. Dukungan politik para pimpinan wilayah di setiap jenjang, dari tingkat
negara hingga daerah, terhadap program tuberkulosis nasional yang
permanen dan terintegrasi dalam pelayanan kesehatan primer, dengan
pimpinan teknis dari suatu unit pusat. Dengan keterlibatan pimpinan
wilayah, TB akan menjadi salah satu prioritas utama dalam program
kesehatan dan akan tersedia dana yang sangat diperlukan dalam pelaksanaan
kegiatan strategi DOTS. Selain itu, kepemimpinan teknis yang efektif
membutuhkan tim multidisiplin dan keahlian dalam perancangan dan
penerapan
peraturan
dan
perundangan
yang
diperlukan
untuk
pelaksanaannya.
2. Mikroskop merupakan komponen utama untuk mendiagnosis penyakit TB
melalui pemeriksaan dahak penderita tersangka TB. Biakan dapat juga
digunakan sebagai alat bantu diagnostik tambahan. Perlu diingat bahwa
mikroskop baru berguna bila ada keahlian dalam menggunakannya (perlu
orang yang berpengalaman).
3. Pengawas menelan obat (PMO) akan ikut mengawasi penderita minum
seluruh obatnya. Keberadaan PMO ini untuk memastikan penderita telah
benar minum obat dan bisa diharapkan akan sembuh pada saat akhir
pengobatan. PMO merupakan orang yang dikenal dan dipercaya baik oleh
penderita maupun petugas kesehatan. Penderita TB yang dirawat di RS,
yang bertindak sebagai PMO (pengawas minum obat) adalah petugas rumah
sakit. Pada penderita yang berobat jalan, bertindak sebagai PMO bisa dokter,
petugas kesehatan, suami/istri/ keluarga/orang serumah, atau orang lain.
Seperti kader kesehatan, kader PPTI, kader PKK dll yang memenuhi
persyaratan PMO yaitu bersedia dengan sukarela membantu penderita TB
sampai sembuh selama 6 bulan. PMO ditetapkan sebelum pelaksanaan DOT
dilakukan, dan harus hadir di pusat pelayanan kesehatan untuk mendapatkan
pelatihan singkat tentang DOTS.
4.
Pencatatan dan pelaporan merupakan bagian dari sistem surveillance
penyakit TB untuk mendeteksi kasus dan keberhasilan pengobatan. Dengan
rekam medik yang dicatat dengan baik dan benar, akan bisa dipantau
kemajuan pengobatan penderita, mulai sejak ditegakkan diagnosis TB,
14
pengobatan, pemeriksaan dahak, pemantauan dan penderita dinyatakan
sembuh atau selesai pengobatan.
5.
Paduan obat jangka pendek yang benar termasuk dosis dan jangka waktu
pengobatan yang tepat, sangat penting dalam keberhasilan pengobatan
penderita. Kelangsungan persediaan obat jangka pendek harus selalu
terjamin. OAT esensial adalah INH, rifampisin, pirazinamid, streptomisin,
dan etambutol. Pengadaan obat-obat tersebut harus harus terintegrasi dalam
program obat esensial. Perencanaan distribusi dengan jumlah yang cukup
pada waktu yang tepat. Yang paling pentiing adalah tersedianya obat dengan
harga terjangkau atau bebas biaya yang diusahakan Departemen
Kesehatan RI dalam bentuk Kombipak, atau sering dikenal oleh penderita sebagai obat
Program. Penelitian menunjukkan bahwa angka keberhasilan DOTS mencapai 94,5%
atau dengan kata lain hanya 5,5% yang gagal, dibandingkan dengan 21% pada
pemberian OAT sendiri (self-administered treatment). Dari 21% tersebut 29% menjadi
resistensi obat ganda (multi-drug resistant) dibandingkan 16% pada 5,5% pasien
program DOTS yang tidak sembuh. Resistensi ganda ini merupakan masalah yang
serius karena sangat sulit diobati, dengan angka keberhasilan pengobatan hanya sekitar
50%, sedangkan biaya pengobatan bisa meningkat sampai 100 kali lipat lebih mahal.
Oleh karena itu dukungan politik dan penyuluhan terhadap penderita dan PMO menjadi
sangat penting untuk meyakinkan penderita agar menjalani DOTS dengan baik.
15
BAB II
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN TUBERCULOSIS PARU
Berikut ini adalah asuhan keperawatan pada klien dengan Tuberkulosis paru menurut
Wijaya dan Putri (2013).
A. Pengkajian
1. Identifikasi Diri Klien:
a. Nama
b. Jenis Kelamin
c. Umur tempat/tanggal lahir
d. Alamat
e. Pekerjaan
2. Riwayat Kesehatan
a. Kesehatan sekarang
1) Keadaan pernapasan < napas pendek >
2) Nyeri dada
3) Batuk dan
4) Sputum
b. Kesehatan dahulu:
Jenis gangguan kesehatan yang baru saja dialami, cedera dan pembedahan
c. Kesehatan keluarga
Adakah anggota keluarga yang menderita empisema, asma, alergi dan TB
3. Gejala yang Berkaitan dengan Maslah Utama, misalnya:
a. Demam
b. Menggigil
c. Lemah
d. Keringat dingin malam merupakan gejala yang berkaitan dengan TB
4. Status Perkembangan, misalnya:
a. Ibu yang melahirkan bayi prematur perlu ditanyakan apakah sewaktu hamil
mempunyai masalah-masalah risiko dan apakah usia kehamilan cukup
b. Pada usia lanjut perlu ditanya apakah ada perubahan pola pernapasan, cepat lelah
sewaktu naik tangga, sulit bernapas sewaktu berbaring atau apakah bila flu
sembuhnya lama
5. Data Pola Pemeliharaan Kesehatan, misalnya:
16
a. Tentang pekerjaan
b. Obat yang tersedia di rumah
c. Pola tidur-istirahat dan stress
6. Pola Keterlambatan atau Pola Peranan-Kekerabatan, misalnya:
a. Adakah pengaruh dari gangguan/penyakitnya terhadap dirinya dan
keluarganya, serta
b. Apakah gangguan yang dialami mempunyai pengaruh terhadap peran sebagai
istri/suami dari dalam melakukan hubungan seksual
7. Pola Aktifitas/Istirahat
a. Gejala:
1) Kelelahan umum dan kelemahan
2) Napas pendek karena kerja
3) Kesulitan tidur pada malam atau demam malam hari, meggigil dan atau
berkeringat, mimpi buruk
b. Tanda:
1) Takikardia, takipnea/dyspnea pada kerja
2) Kelelahan otot, nyeri dan sesak (tahap lanjut)
8. Pola Integritas Ego
a. Gejala:
1) Adanya/faktor stress lama
2) Masalah keuangan, rumah
3) Perasaan tidak berdaya/tidak ada harapan
4) Populasi budaya/etnik
b. Tanda:
1) Menyangkal (khususnya tahap dini)
2) Ansietas, ketakutan, mudah terangsang
9. Makanan/Cairan
a. Gejala:
1) Kehilangan nafsu makan
2) Tidak dapat mencerna
3) Penurunan BB
b. Tanda:
1) Turgor kulit buruk, kering/bersisik
2) Kehilangan otot/hilang lemak subkutan
10. Nyeri/Kenyamanan
a. Tanda:
17
Nyeri dada meningkat karena batuk berulang
b. Gejala:
Perilaku distraksi, gelisah
11. Pernapasan
a. Gejala:
Batuk produktif atau tidak produktif
Napas pendek
Riwayat TB/terpajan pada individu terinfeksi
b. Tanda:
1) Peningkatan frekuensi pernapasan (penyakit luas atau fibrosis parenkim paru
dan pleura)
2) Perkusi pekak dan penurunan fremitus. Bunyi nafas menurun/tidak ada secara
bilateral/unilateral. Bunyi nafas tubuler dan atau bisikan pectoral di atas lesi
luas. Krekels tercatat di atas apek paru selama inspirasi cepat setelah batuk
pendek (krekels pusttussic)
3) Karakteristik sputum adalah hijau/purulent, mukoid kuning atau bercak darah
4) Deviasi trakea (penyebaran bronkogenik)
5) Tidak perhatian, mudah terangsang yang nyata, perubahan mental (tahap
lanjut)
12. Keamanan
a. Gejala:
Adanya kondisi penekanan imun, contoh: AIDS, kanker b. Tanda:
13. Interaksi Sosial
a. Gejala:
1) Perasaan isolasi/penolakan karena penyakit menular
2) Perubahan pola biasa dalam tanggung jawab/perubahan kapasitas fisik untuk
melaksanakan peran
14. Penyuluhan dan Pembelajaran
a. Gejala:
1) Riwayat keluarga TB
2) Ketidakmampuan umum \/status kesehatan buruk
3) Gagal untuk membaik/kambuhnya TB
4) Tidak berpartisipasi dalam terapi
15. Pertimbangan
DRG menunjukkan rerata lama dirawat adalah 6,6 hari
16. Rencana Pemulangan
18
Memerlukan bantuan dengan/gangguan dalam terapi obat dan bantuan perawatan diri
dan pemeliharaan/perawatan rumah
17. Pemeriksaan Penunjang
a. Rontgen dada
b. Usap basil tahan asam BTA
c. Kultur sputum
d. Tes kulit Tuberkulin
B. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d penumpukan sekret ditandai dengan frekuensi
pernafasan dan bunyi nafas tidak normal
2. Gangguan pertukaran gas b.d kerusakan membran alveolar ditandai dengan frekuensi
pernafasan tidak normal
3. Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi paru dan batuk menetap ditandai dengan nyeri
pada dada saat batuk
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d batuk, anorexia, mual dan
muntah ditandai dengan penurunan berat badan
5. Intoleran aktivitas berhubungan dengan inadekuat oksigen untuk beraktifitas ditandai
dengan dispnea dan perubahan elektrokardiogram (EKG) setelah beraktifitas
6. Gangguan pola tidur berhubungan dengan batuk dan sesak nafas ditandai dengan
kesulitan untuk tidur, ketidakpuasan tidur, dan perubahan pola tidu
C.
Intervensi Keperawatan
No
Diagnosa
1.
Ketidakefektifan Jalan nafas efektif, batuk dan
Tujuan & Kriteria Hasil
Intervensi
1. Kaji fungsi pernafasan (bunyi
bersihan jalan
sesak nafas berkurang.
nafas, kecepatan, kedalaman,
nafas
Kriteria hasil:
dan kesulitan bernafas)
1. Mempertahankan
jalan
nafas pasien
2. Catat pergerakan
dada,
ketidaksimetrisan, penggunaan
2. Mengeluarkan
tanpa bantuan
sekret
otot-otot bantu nafas
3. Monitor suara nafas tambahan
19
3. Menunjukkan perilaku
untuk
seperti ngorok atau mengi
memperbaiki/ 4. Monitor pola nafas
mempertahankan bersihan 5. Buka
jalan nafas
jalan nafas
dengan
teknik chin lift atau jaw thrust
4. Berpartisipasi dalam
program
pengobatan
dalam
tingkat
kemampuan/situasi
6. Posisikan
pasien
untuk
memaksimalkan ventilasi
7. Ajarkan
batuk efektif
dan
latihan nafas dalam
8. Catat
kemampuan
untuk
mengeluarkan mukosa/batuk
efektif
9. Bersihkan sekret
dari mulut
dan trakea (penghisapan sesuai
kebutuhan)
10. Pertahankan masukan cairan
setidaknya
2500
ml/hari
kecuali terindikasi
11. Anjurkan pasien
minum air
putih hangat banyak
12. Observasi TTV
13. Monitor status pernafasan dan
oksigenasi
14. Kolaborasi
dengan dokter
dalam pemberian terapi
2.
Gangguan
Frekuensi pernafasan kembali
pertukaran gas
normal
kedalaman,
Kriteria hasil:
bernafas
a. Mendemonstrasikan
1. Monitor irama,
2. Catat
kecepatan,
dan kesulitan
pergerakan dada,
peningkatan ventilasi dan
ketidaksimetrisan,
oksigenasi yang adekuat
penggunaan otot-otot bantu
b. Memelihara
kebersihan
paru-paru dan bebas dari
20
Nafas
3. Monitor pola nafas
tanda-tanda
distress
4. Monitor keluhan sesak nafas
pernafasan
5. Posisikan pasien
c. Tanda-tanda vital dalam
rentang normal
untuk
memaksimalkan ventilasi
6. Auskultasi suara nafas, catat
Area
yang
ventilasinya
menurun atau tidak ada dan
adanya suara nafas tambahan
7. Monitor status pernafasan dan
oksigenasi
8. Berikan
oksigen
tambahan
bila perlu
9. Monitor aliran oksigen dan
posisi alat pemberian oksigen
10. Monitor efektifitas
terapi
oksigen
11. Amati
tanda-tanda
hipoventilasi induksi oksigen
12. Berikan bantuan terapi nafas
jika diperlukan
3.
Nyeri Akut
Skala nyeri berkurang atau
1. Monitor tanda-tanda vital
tidak ada nyeri
2. Lakukan
pengkajian
nyeri
Kriteria hasil:
komprehensif yang meliputi
a. Mampu
mengontrol nyeri
lokasi, karakteristik, durasi,
( tahu
penyebab
frekuensi, kualitas,
mampu
tenik
nyeri,
menggunakan
nonfarmakologi
untuk mengurangi nyeri
atau skala nyeri dan faktor
pencetus
3. Observasi adanya
b. Melaporkan bahwa nyeri
nonverbal
berkurang
ketidaknyamanan
dengan
intensitas
petunjuk
mengenai
menggunakan manajemen 4. Tentukan
akibat
nyeri
nyeri terhadap
pengalaman
c. Mampu mengenali
(skala,
nyeri
intensitas,
21
dari
kualitas hidup klien
5. Gali bersama klien faktor-
frekuensi dan tanda nyeri)
faktor yang dapat menurunkan
atau memperberat nyeri
6. Kurangi faktor-faktor yang
Dapat
mencetuskan atau
meningkatkan nyeri
7. Ajarkan
prinsip-prinsip
manajemen nyeri
8. Kolaborasi
dengan
orangterdekat
kesehatan
klien,
dan tim
lainnya
untuk
memilih
dan
mengimplementasikan
tindakan penurun
nyeri
farmakologi
dan
nonfarmakologi
sesuai
kebutuhan
9. Anjurkan teknik distraksi dan
relaksasi
4.
Ketidakseimban
Berat
badan kembali
gan
nutrisi
normal/terkontrol.
kurang
dari
Kriteria hasil:
2. Kolaborasi
kesehatan
kebutuhan tubuh 1. Menunjukkan
meningkat
1. Monitor tanda-tanda vital
BB
mencapai
dengan
tim
lain
untuk
mengembangkan
rencana
perawatan dengan melibatkan
tujuan dengan nilai Lab
Klien
normal dan bebas
terdekatnya dengan tepat
tanda
malnutrisi
dan orang-orang
3. Monitor perilaku klien yang
2. Tidak terjadi penurunan
berhubungan dengan
pola
berat badan yang berarti
makan, penambahan
dan
3. Malakukan
kehilangan berat badan
perubahan
perilaku/
pola hidup
4. Berikan dukungan
terhadap
untuk meningkatkan dan
peningkatan berat badan dan
atau
perilaku yang
mempertahankan
22
meningkatkan
berat badan yang tepat
berat badan
5. Berikan dukungan (misalnya,
Terapi
relaksasi
dan
kesempatan
untuk
membicarakan
perasaan)
sembari
klien
mengintegrasikan
perilaku
makan yang baru
6. Bantu klien (dan orang-orang
terdekat klien dengan tepat)
untuk mengkaji masalah yang
berkontribusi
terhadap
(terjadinya) gangguan makan
7. Monitor berat badan
klien
secara rutin
5.
Intoleran
aktivitas
1. Bantu
Kriteria Hasil:
klien
mengidentifikasi
a. Berpartisipasi
dalam
untuk
aktivitas
yang mampu dilakukan
aktivitas
fisik tanpa
2. Bantu klien untuk memilih
disertai
peningkatan
aktivitas konsisten yang sesuai
tekanan
darah, nadi dan
RR
dengan kemampuan
fisik,
psikologi dan sosial
b. Mampu
melakukan
aktivitas
sehari-hari
(ADLs) secara mandiri
3. Bantu klien untuk membuat
jadwal latihan di waktu luang
4. Bantu
pasien
untuk
c. Tanda-tanda vital normal
mengembangkan motivasi diri
d. Status sirkulasi baik
dan penguatan
5. Sediakan penguatan positif
6. Peningkatan
keterlibatan
keluarga
7. Berikan dukungan spiritual
23
6.
Gangguan pola Pola tidur kembali normal
1. Monitor tanda-tanda vital
tidur
2. Monitor/catat pola tidur pasien
Kriteria hasil:
a. Jumlah jam tidur dalam
dan jumlah jam tidur serta
batas normal 6-8 jam/hari
catat kondisi fisik
b. Pola tidur, kualitas dalam
batas normal
3. Lakukan
langkah-langkah
kenyamanan
seperti
pijat,
c. Mampu
mengidentifiasi
pemberian posisi, dan sentuh
hal-hal
yang
efektif
meningkatkan tidur
4. Lakukan
pengkajian nyeri
komprehensif yang meliputi
lokasi,
karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas, intensitas
atau skala nyeri dan faktor
pencetus
5. Observasi adanya
nonverbal
petunjuk
mengenai
ketidaknyamanan
6. Tentukan
pengalaman
akibat
dari
nyeri terhadap
kualitas hidup klien
7. Gali bersama klien faktorfaktor yang dapat menurunkan
atau memperberat nyeri
8. Kurangi faktor-faktor yang
Dapat
mencetuskan atau
meningkatkan nyeri
9. Ajarkan
prinsip-prinsip
manajemen nyeri
10. Kolaborasi
dengan
dokter
tentang pemberian obat untuk
mendukung tidur
24
BAB III
MODEL KONSEP KEPERAWATAN FLORENCE NIGHTINGALE
DALAM ASUHAN KEPERAWATAN
A. Prinsip Utama dan Teori Keperawatan Menurut Florence Nightingale
Teori Nightingale berfokus pada lingkungan (environment). Murray dan Zentner menyatakan
bahwa lingkungan, yang dapat mencegah, menekan atau mendorong suatu penyakit,
kecelakaan atau kematian, merupakan semua kondisi eksternal dan pengaruh-pengaruh yang
berdampak pada kehidupan dan perkembangan organisme. Meski istilah environment sendiri
tidak muncul dalam tulisan-tulisan Nightingale, konsep-konsep utamanya atas ventilasi,
kehangatan (warmth), cahaya, makanan, kebersihan dan kebisingan (noise) mencakup
komponen-komponen yang disebutkan di atas. Meski Nightingale sering mendefinisikan
konsep-konsep dengan tepat, ia masih kurang jelas memisahkan lingkungan pasien dalam
aspek fisik, emosional, atau aspek-aspek sosial. Ia menganggapnya telah tercakup dalam
lingkungan, tetapi tidak membuat perbedaan yang jelas bagaimana memisahkan semua itu.
Nightingale memperhatikan beberapa aspek lingkungan dalam pekerjaannya. Ia yakin
kondisi sekeliling yang sehat diperlukan untuk penanganan perawatan yang layak. Ada lima
hal esensial dalam menjaga kesehatan rumah: (1) udara segar. (2) air bersih. (3) saluran
pembuangan yang efisien. (4) kebersihan. (5) cahaya.
Tanpa semua ini, rumah tidak akan sehat. Dan bisa kurang menyehatkan bila kondisinya
kurang baik.Nightingale merasakan perlunya masyarakat meyakini dan menjalankan
prosedur-prosedur ini supaya rumah dalam kondisi sehat. Ia ingin orang-orang menggunakan
akal sehatnya setelah mereka diajarkan fakta-fakta penting mengenai kesehatan. Aspek
lingkungan yang menjadi perhatian Nightingale terutama adalah adanya ventilasi yang cukup
bagi pasien. Hal ini berarti seorang perawat “menjaga udara yang dihirup pasien sebersih
udara yang di luar ruang, dengan tanpa membuatnya kedinginan”. Nightingale yakin
tersedianya udara segar (fresh air) secara terus menerus merupakan prinsip paling penting
dalam perawatan. Ia mengatakan udara bersih merupakan, hal pertama dan terakhir harus
tetap diperhatikan oleh perawat, hal penting pertama bagi seorang pasien, ketika tidak ada
sesuatu apapun yang bisa anda lakukan). Cahaya (sinar matahari) adalah elemen dari
penanganan perawatan yang diyakini Nightingale tidak boleh diabaikan.Terdapat hal kedua
yang mereka butuhkan setelah udara segar adalah perlunya sinar matahari...Dan tidak hanya
cahaya, tetapi sinar matahari langsung yang mereka inginkan...Tanpa harus memasuki
25
penjelasan rinci secara ilmiah kita harus mengakui bila cahaya matahari memiliki pengaruh
yang riil dan nyata terhadap tubuh manusia...Siapa yang belum pernah mengamati efek
pemurnian cahaya, terutama sinar matahari, terhadap udara di ruangan? Nightingale
benar-benar meyakini manfaat dari sinar langsung matahari. Ia bahkan menyarankan perawat
bisa saja membawa keluar pasien “mencari sinar matahari, mengacu pada aspek­aspek
ruangan, bila kondisinya mengijinkan”. Nightingale meyakini perlunya kebersihan pada si
pasien, perawat dan lingkunga
B. Konsep Utama Kerangka Konseptual Model Florance
Inti konsep Florence Nightingale ialah pasien dipandang dalam konteks lingkungan secara
keseluruhan,terdiri dari lingkungan fisik,lingkungan psiklologis dan lingkungan social.
1. Lingkungan fisik (Physical Environment)
Merupakan lingkungan dasar/alami yang berhubungan dengan ventilasi dan
udara.Faktor tersebut mempunyai efek terhadap lingkungan fisik yang bersih yang
selalu akan mempengaruhi pasien dimanapun dia berada didalam runagan harus bebas
dari debu,asap.bau-bauan.
2. Lingkungan psikologi (Psychology Environment)
Florence Nightingale melihat bahwa kondisi lingkungan yang negative dapat
menyebabkan stress fisik dan berpengaruh buruk terhadap emosi pasien.Oleh karena itu
ditekankan
kepada
pasien
menjaga
rangsangan
fisiknya.Mendapatkan
sinar
matahari,makanan yang cukup dan aktivitas manual dapat merangsang semua factor
untuk dapat mempertahankan emosinya.
3. Lingkungan Sosial (Social Environment)
Observasi dari lingkungan social terutama hubungan spesifik,kumpulan data-data yang
spesifik dihubungkan dengan keadaan penyakit,sangat penting utnuk pencegahan
penyakit.Dengan demikian setiap perawat harus menggunakan kemampuan observasi
dalam hubungan dengan kasus- kasus secara spesifik lebih sekadar data- data yang
ditiunjukan pasien pada umumnya.
26
C. Teori model keperawatan menurut Florence Nightingale
Konsep utama bagi kesehatan adalah ventilasi kehangatan, cahaya, diet, kebersihan, dan
ketenangan. Kesehatan adalah usaha untuk menjaga agar tetap sehat sebagai upaya
menghindari penyakit yang berasal dari factor kesehatan lingkungan. Wabah penyakit
adalah proses penyebaran secara alami karena adanya sesuatu yang kurang diperhatikan.
a.
Hubungan Teori Florence Nightingale dengan beberapa konsep
1. Hubungan teori Florence Nightingale dengan konsep keperawatan
a.
Individu/manusia: Memiliki kemampuan besar untuk memperbaiki kondisinya
dalam menghadapi penyakit.
b.
Keperawatan: Bertujuan membawa/mengantar individu pada kondisi terbaik
untuk dapat melakukan kegiatan melalui upaya dasar untuk mempengaruhi
lingkungan.
c.
Sehat/sakit: Fokus perbaikan untuk sehat.
d.
Masyarakat/lingkungan: Melibatkan kondisi eksternal yang mempengaruhi
kehidupan dan perkembangan individu, fokus pada ventilasi, suhu, bau, suara
dan cahaya.
2. Hubungan Florence Nightingale dengan proses keperawatan
a. Pengkajian/pengumpulan data: Data pengkajian Florence Nighitngale lebih
menitiberatkan pada kondisi lingkungan(lingkungan fisik,psikhis,social.
b. Analisa data: Data dikelompokkan berdasarkan lingkungan fisik, sosial dan
mental yang berkaitan pada kondisi klient yang berhubungan dengan
lingkungan keseluruhan.
c. Masalah: Difokuskan pada hubungan individu dengan lingkungannya
d. Diagnosa Keperawatan: Berbagai masalah klient yang berhungan dengan
lingkungannya, misalnya faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap
efektivitas asuhan, penyesuaian terhadap lingkungan.
e. Implementasi:
Upaya dasar
merubah mempengaruhi lingkungan yang
memungkinkan terciptanya kondisi lingkungan yang baik yang mempengaruhi
kehidupan pertumbuhan fisik dan perkembangan individu.
f. Evaluasi: Mengobservasi dampak perubahan lingkungan terhadap
kesehatan individu.
27
BAB IV
ASUHAN KEPERAWATAN KASUS
A. Kasus
a) PENGKAJIAN
1.
Data Demografi
 Nama
: Nn. E.C
 Usia
: 16 th
 Jenis kelamin
: wanita
 Pekerjaan
: Pelajar SMK Kelas 2
 Agama
: Islam
 Alamat
: Pangkalan Jati Limo Depok
 Tanggal masuk RS : 16 November 2019
 Tanggal pengkajian : 24 November 2019
2.
Diagnosa Medis
3.
Riwayat kesehatan
: TBC Paru Millier
Saat dilakukan pengkajian, klien sudah dirawat selama 8 hari. Klien dirawat di RS.
Fatmawati pada tanggal 16 November 2019, melalui UPGD dengan rujukan dokter
Puskesmas Pangkalan Jati. Klien di bawa ke Puskesmas oleh keluarganya karena
sudah sejak 1 bulan SMRS klien badannya lemah, kadang – kadang demam, sering
batuk, nafasnya sesak jika klien beraktifitas. 1 minggu SMRS klien tidak mau
makan, kondisinya semakin lemah , pucat, dan gemetaran. Oleh keluarganya di
bawa ke Puskesmas dan di rujuk ke RSF. Di UPGD klien mengalami batuk darah,
dikatakan oleh orang tua klien bahwa batuk darah ini pertama kali yang dialami oleh
klien. Jumlah darah yang dikeluarkan kira – kira 2 sendok dan setelah itu keluar
sedikit – sedikit saat batuk. Dilakukan pemasangan infuse RL dan Adona 1 ampul
dengan dosis 8 jam/kolf.
Riwayat masa lalu :
Sejak bulan agustus klien sudah, mulai batuk – batuk, sering demam dan badan
lemas, Bulan September berobat ke RS.Fatmawati mendapatkan pengobatan OAT
FDC dan baru diminum 3 butir berhenti, dengan alasan tidak bisa menelan obatnya.
Sejak kecil klien sering sakit – sakitan seperti batuk & pilek, namun klien tidak
pernah dirawat di RS.
Saat dilakukan pengkajian : Keluhan yang dialami adalah :
28
Oksigenasi : batuk darah sudah tidak ada, namun klien batuk dengan dahak sedikit
yang bisa dikeluarkan dan dahak yang dikeluarkan berwarna kuning kental . Klien
menyatakan masih sesak dan merasa lemas , aktifitas klien semuanya dibantu oleh
keluarganya dan dilakukan di tempat tidur dengan posisi tidur supine atau setengah
duduk. Untuk duduk klien merasa pusing dan menyatakan tidak kuat lama.
Status nutrisi ; klien menyatakan mual, mulutnya pahit dan tidak nafsu makan.
Muntah tidak ada, makanan yang dihabiskan klien rata – rata hanya 2 – 3 sendok
saja, tidak ada makanan lain yang dimakan selain dari makanan RS karena keluarga
klien melarang makan makanan dari luar RS dengan alas an takut salah makan dan
menyebabkan batuk. Klien mendapatkan kalori tambahan dari RS yaitu telur rebus
3 butir sehari dan susu bubuk 3 bungkus untuk satu hari. Namun tidak pernah
dimakan oleh klien karena klien tidak suka susu putih dan sudah bosan dengan telur
rebus.
Cairan & Elektrolit : Klien minum air putih 4 – 5 gelas dalam sehari, klien tidak
pernah minum manis karena keluarganya melarang dengan alas an takut batuk.
Klien juga tidak pernah minum susu yang diberikan oleh RS karena klien tidak
menyukai susu putih, untuk konsumsu susu coklat keluarganya tidak mengijinkan
dengan alas an takut batuk. Klien mendapatkan terapi cairan RL 1 kolf/12 jam (
1000 cc/hr ). Biasanya setelah klien minum obat, klien berkeringat sampai
membasahi baju & laken.
Eliminasi : Aktifitas BAK & BAB dilakukan ditempat tidur. BAK 6 – 7 kali warna
urine orange (setelah minum OAT), volume urine tidak diukur, tidaka ada kesulitan
dalam memulai BAK dan tidak menggunakan diuretic. BAB 2 hari sekali jumlahnya
sedikit dan konsistensinya sedikit keras, namun klien merasa tidak ada kesulitan
dalam BAB.
Istirahat : jika malam hari klien sering tidak tidur pulas karena menurut
keluarganya jika malam klien sering demam, namun jika siang klien bisa tidur.
29
Psikososial : Klien mengatakan masih berkomunikasi dengan teman – temannya
melalui telephone. Klien khawatir tertinggal pelajarannya di sekolah. Karena klien
sudah 1 bulan lebih tidak sekolah, namun guru & teman-temannya selalu
memberikan support kepada klien untuk cepat sehat dan sementara tidak
memikirkan sekolahnya. Selama sakit keluarga klien menunggu secara bergantian .
4.
Hasil Pemeriksaan Fisik
Observasi :
Kesadaran klien komposmentis, mobilisasi duduk dibantu, klien
terlihat batuk dengan kekuatan minimal
Pengukuran : BB : 30 kg, TB : 151 cm. IMT : 13.16
TTV : TD : 100/70 mmHg, Nd : 96 x/mnt, Sh : 37. 5 C, RR : 24
x/mnt irama tidak teratur.
Inspeksi : Konjungtiva anemis, sclera tidak ikterik, tidak bernafas menggunakan
cuping hidung maupun mulut, trachea simetris, tampak retraksi dinding dada, irama
nafas tidak teratur, gerakan dada simetris, RR : 24 x/mnt kulit dan kuku pucat,
tampak odema grade 1 pada tungkai kanan & kiri, tonus otot lembek
Palpasi : Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening di area kepala, leher dan
ketiak. Fokal premitus kanan & kiri sama, ekspanti paru kanan & kiri sama, tidak
ada nyeri tekan pada dada. Pada abdomen tidak ada nyeri tekan, tidak teraba hepar
& lien
Perkusi : Terdengar sonor diarea lapang paru, dan timpani di area abdomen
Auskultasi : Terdengar ronchi di lapang paru kanan lebih keras dibanding kiri.
Wheezing tidak terdengar, suara jantung 1 & 2 terdengar, tidak ada suara jantung
tambahan. Bising usus terdengar, 4 x/mnt.
30
5.
Pemeriksaan Diagnostik
Laboratorium tanggal 16 November 2019
Jenis Pemeriksaan
Nilai
Rujukan
Satuan
Hemoglobin
7.8
11.7-15.5
Hematokrit
25 %
35 - 45
%
Leukosit
7.000
5.000-10.000
/uL
254.0000
150.000-400.000
/uL
Ureum darah
Belum diperiksa
20-40
mg/dL
Kreatinin darah
Belum diperiksa
0.5-1.5
mg/dL
Glukosa darah
110
70-200
mg/dL
SGOT
31
< 33
u/L
SGPT
17
< 46
u/L
Belum diperiksa
3.4 – 4.8
mg/dL
Natrium
128
132 – 147
mmol/L
Kalium
3.30
3.30 – 5.40
mmol/L
Klorida
86
94.0 – 111
mmol/L
Hematologi
Trombosit
g/dL
Kimia darah
Albumin
Elektrolit
Sputum BTA
BTA I
Negatif
31
Spesimen terkirim air liur
BTA II
Negatif
Thoraks 16 November 2019 : Kesan : TB paru millier duplek
6.
Penatalaksanaan

Diit TKTP : Jumlah kalori tidak dapat praktikan ketahui sampai akhir dinas
karena tidak ada ahli gizi yang dating, sementara pramusaji hanya mengetahui
bahwa diitnya TKTP tanpa tahu jumlah kalorinya

Cairan parenteral : RL 14 tetes/mnt

Terapi oral :
-
-
Ambroksol
: 3 x 1 CI
-
Salbultamol
: 3 x ½ tab
-
Curcuma
: 3 x 1 tab
Terapi Injeksi
-
-
Cefotaxim
: 2 x 1 gr ( 10.00 & 22.00 )
-
Streptomicin
: 1 x 750 mg (18.00 )
Terapi O2 : 3 lt/mnt menggunakan nasal kanule
b) Analisa data
NO
DATA
ETIOLOGI
PROBLEM
Bakteri
Ketidakefektifan
Mycobacterium
bersihan jalan nafas
DX/
1
DS :
-
Klien
mengatakan
batuk
berdahak,kental ,sedikit, berwarna
TBC
kuning, dapat di keluarkan
Pelepasan bahan
DO :
-
Klien perempuan
-
16 Tahun
tuberkel dari
cavitas
32
-
Batuk sejak 3 bln SMRS ( agustus
sekret kental
)
-
Penumpukkan
2 bln SMRS ( September )
mendapat th/ OAT FDC ( putus
Ketidakefektifan
obat )
-
Sejak 1 bln SMRS sering batuk
-
8 hari yl ( di IGD ) Batuk darah 2
bersihan jalan
nafas
sendok, dan batuk keluar darah
sedikit sedikit
-
Konjungtiva : Anemia
-
Hb : 7,8 gr/dl
-
Terdengar ronchi di lapang paru
kanan lebih keras dibanding kiri.
-
DX/TB paru milier
-
Therafi : Streptomicin
: 1 x 750
mg (18.00 )
-
Therafi/ : Ambroksol
: 3 x 1
CI
2
DS :
Kerusakan
membrane alveolar
-
Klien mengatakan masih sesak
-
Sejak 1 bln SMRS napas sesak jika
beraktifitas
Jaringan parut
DO :
kolagenesa
-
Posisi tidur supine sd ½ duduk
-
Konjungtiva anemia
-
HB 7.8 gr/dl
-
Nadi : 96 x/mnt, RR : 24 x/mnt
Granulasi karena
irama tidak teratur.
-
tampak
retraksi
dinding
dada,
irama nafas tidak teratur, gerakan
dada simetris, dan kuku pucat,
33
M tuberculosis
Gangguan
pertukaran gas
-
3
Therafi : 3x ½ tab salbutamol
DS :
-
Klien mengatakan mual, mulut
Peradangan pada
Ketidakseimbangan
bronkus
Nutrisi kurang dari
kebutuhan
pahit ,tidak nafsu makan
-
Klien mengeluh lemas
-
Sejak 1Minggu SMRS klien tidak
Malaise
mau makan
DO :
-
Anoreksia
Makan hanya habis rata rata 3
sendok
-
Untuk duduk klien merasa pusing
Bb menurun
dan menyatakan tidak kuat lama
-
HB 7.8 gr/dl , Natrium 128,
Chlorida 86,
-
Nutrisi kurang dari
kalori tambahan dari RS yaitu telur
rebus 3 butir sehari dan susu bubuk
3 bungkus untuk satu hari. Namun
tidak pernah dimakan oleh klien
karena klien tidak suka susu putih
dan sudah bosan dengan telur
rebus.
-
Therafi 3x1 tab curcuma
-
BB : 30 kg, TB : 151 cm. IMT :
13.16
-
odema grade 1 pada tungkai kanan
& kiri, tonus otot lembek RL 14
tetes/mnt
-
Biasanya setelah klien minum obat,
klien
berkeringat
sampai
membasahi baju & laken.
-
Diit TKTP
34
kebutuhan
4
DS :
-
Klien menyatakan masih lemas
-
Klien menyatakan mual
-
Klien menyatakan pusing dan tidak
Paru-paru
Gangguan
terinfeksi
keseimbangan
cairan
dan
elektrolit
kuat lama bila duduk
Jaringan paru
invasi makrofag
DO :
-
Natrium 128,Chlorida 86, Hb 7,8
gr/dl
-
Klien minum air putih 4 – 5 gelas
Membentuk
jaringan fibrosa
dalam sehari
-
RL 14 tetes/mnt
-
BAB 2 hari sekali jumlahnya
Berkurang luas
sedikit dan konsistensinya sedikit
total permukaan
membran
keras,
-
menurut keluarganya jika malam
klien sering demam
-
Penurunan
Suhu 37,5
kapasitas difusi
pleura
Berkurang oksigen
darah
Malaise
Gangguan
keseimbangan
cairan dan
elektrolit
5
DS :
-
jika malam hari klien sering
35
Bacteria
Gangguan
microbacterium
pola tidur
pola
tidak
tidur
menurut
pulas
karena
keluarganya
jika
malam klien sering demam,
Kerusakan jaringan
paru
DO:
-
Suhu 37,5
-
Produksi sputum
meningkat
Merangsang RAS
Gangguan pola
tidur
c) Diagnosa keperawatan
1. ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan penumpukan sekret
ditandai dengan frekuensi pernafasan dan bunyi nafas tidak normal
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran alveolar
ditandai dengan frekuensi pernafasan tidak normal.
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
atuk, anorexia, mual dan muntah ditandai dengan penurunan berat badan.
4. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilangan
volume cairan secara aktif.
5. Gangguan pola tidur berhubungan dengan batuk dan sesak nafas ditandai dengan
kesulitan untuk tidur, ketidakpuasan tidur, dan perubahan pola tidur.
d) Intervensi keperawatan
No
Diagnosa
Tujuan
Intervensi
Rasional
keperawatan
1
Ketidakefektifan
a.
Kaji
fungsi
pernapasan: bunyi napas,
bersihan jalan nafas
tindakan
kecepatan,
imma,
berhubungan
dan
keperawatan selama kedalaman
penggunaan otot aksesori
dengan
1 x 24 jam masalah
Setelah
dilakukan
36
a. Penurunan bunyi
napas
indikasi
atelektasis,
ronki
indikasi
akumulasi
secret/ketidakmampuan
membersihkan
jalan
penumpukan sekret jalan nafas efektif,
ditandai
dengan batuk
frekuensi
pernafasan
dan
napas sehingga otot
aksesori digunakan dan
kerja
pernapasan
meningkat.
sesak
nafas
berkurang
dan dapat
teratasi
b. Catat kemampuan
untuk
mengeluarkan
a. Mempertahankan secret atau batuk efektif,
catat karakter, jumlah
jalan nafas pasien
sputum,
adanya
b.
Mengeluarkan hemoptisis.
sekret tanpa bantuan.
bunyi nafas tidak Dengan kriteri hasil:
normal
c.
Menunjukkan
perilaku
untuk c. Berikan pasien posisi
atau
Fowler,
memperbaiki/mempe semi
Bantu/ajarkan
batuk
rtahankan bersihan efektif dan latihan napas
dalam.
jalan nafas.
d.berpartisipasi
dalam
pengobatan
program
dalam
tingkat
kemampuan/situasi.
b. Pengeluaran sulit bila
sekret tebal, sputum
berdarah
akibat
kerusakan paru atau luka
bronchial
yang
memerlukan
evaluasi/intervensi
lanjut.
c.
Meningkatkan
ekspansi paru, ventilasi
maksimal membuka area
atelektasis
dan
peningkatan
gerakan
sekret
agar
mudah
dikeluarkan
Mencegah
obstruksi/aspirasi.
d. Bersihkan sekret dari D.Suction dilakukan bila
mulut dan trakea, suction pasien tidak mampu
bila perlu.
mengeluarkan sekret.
e.Membantu
e. Pertahankan intake mengencerkan
secret
cairan minimal 2500 sehingga
mudah
ml/hari
kecuali dikeluarkan
kontraindikasi.
f.Mencegah pengeringan
f.
Lembabkan membran mukosa
udara/oksigen inspirasi.
2
Gangguan
Setelah dilakukan
pertukaran
gas
berhubungan
dengan
keperawatan selama
kerusakan
membran
alveolar
ditandai
dengan
frekuensi
pernafasan
tindakan
1 x 24 jam masalah
frekuensi pernafasan
kembali normal
dengan kriteria hasil:
tidak
a.
Mendemsonstrasikan
37
a. Kaji dispnea, takipnea,
bunyi
pernapasan
abnormal. Peningkatan
upaya
respirasi,
keterbatasan
ekspansi
dada dan kelemahan.
a. Tuberkulosis paru
dapat
rnenyebabkan
meluasnya
jangkauan
dalam paru-pani yang
berasal
dari
bronkopneumonia yang
meluas
menjadi
inflamasi,
nekrosis,
pleural effusion dan
meluasnya
fibrosis
dengan
gejala-gejala
respirasi distress.
normal.
peningkatan ventilasi b. Evaluasi perubahantingkat kesadaran, catat
dan oksigenisasi
tanda-tanda sianosis dan
yang adekuat
perubahan warna kulit,
membran mukosa, dan
b.memelihara
warna kuku.
kebersihan paru-paru
b. Akumulasi secret
dapat
menggangp
oksigenasi di organ vital
dan jaringan.
dan bebas dari tand-
c.
Meningkatnya
resistensi aliran udara
untuk
mencegah
kolapsnya jalan napas.
tanda distress.
c. Tanda-tanda vital
dalam rentang
normal.
c.Demonstrasikan/anjurk
an untuk mengeluarkan
napas
dengan
bibir
disiutkan, terutama pada
pasien dengan fibrosis
atau kerusakan parenkim.
d.
Anjurkan
untuk d. Mengurangi konsumsi
bedrest, batasi dan bantu oksigen pada periode
aktivitas
sesuai respirasi.
kebutuhan.
e.
Monitor GDA.
e. Menurunnya saturasi
oksigen (PaO2) atau
meningkatnya
PaC02
menunjukkan perlunya
penanganan yang lebih.
adekuat atau perubahan
terapi.
f. Berikan oksigen sesuai f. Membantu mengoreksi
indikasi.
hipoksemia yang terjadi
sekunder
dan
permukaan
hipoventilasi
penurunan
alveolar
paru.
3
Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan
tubuh
berhubungan
dengan
atuk,
anorexia, mual dan
muntah
Setelah
dilakukan a. Catat status nutrisi
pasien: turgor kulit,
tindakan
timbang berat badan,
keperawatan selama
integritas mukosa mulut,
1 x 24 jam masalah kemampuan
menelan,
mual/muntah
berat badan kembali riwayat
atau
diare.
terkontrol
dengan
ditandai kriteria hasil:
a.
berguna
dalam
mendefinisikan derajat
masalah dan intervensi
yang tepat.
b. Membantu intervensi
dengan penurunan a.menunjukkan berat b. Kaji pola diet pasien kebutuhan yang spesifik,
intake
disukai/tidak meningkatkan
badan
meningkat yang
berat badan.
diet pasien.
mencapai
dengan disukai.
38
tujuan
nilai c. Monitor intake dan
c. Mengukur keefektifan
laboratorium normal output secara periodik.
nutrisi dan cairan.
dan bebas tanda d.
Catat
adanya
anoreksia, mual, muntah, d. Dapat menentukan
malnutrisi
dan tetapkan jika ada jenis
diet
dan
b.tidak
terjadi
hubungannya
dengan mengidentifikasi
penurunan
berat medikasi.
masalah
Awasi pemecahan
meningkatkan
frekuensi,
volume, untuk
badan yangbberarti.
konsistensi Buang Air intake nutrisi.
c.melakukan
Besar.
perilaku/perubahan
e. Anjurkan bedrest.
pola hidup untuk
e.Membantu menghemat
mempertahankan
energi
khusus
saat
demam
terjadi
dan meningkatkan
peningkatan metabolik.
berat badan yg tepat.
f.
Anjurkan
makan
Memaksimalkan
sedikit dan sering dengan f.
nutrisi
dan
makanan tinggi protein intake
menurunkan
iritasi
dan karbohidrat.
gaster.
g. Rujuk ke ahli gizi
untuk
menentukan g. Memberikan bantuan
dalarn perencaaan diet
komposisi diet.
dengan nutrisi adekuat
unruk
kebutuhan
metabolik dan diet.
Membantu
h. Konsul dengan tim
medis
untuk
pengobatan
1-2
jadwal
jam mual dan muntah karena
sebelum/setelah makan.
4
Defisit
volume Setelah
cairan berhubungan tindakan
dilakukan a. Pertahankan catatan
intake dan output yang
akurat
dengan kehilangan keperawatan selama
volume
cairan 1 x 24 jam masalah b.Monitor status hidrasi (
kelembaban membran
secara aktif.
elektrolit
dapat mukosa, nadi adekuat,
teratasi
dengan tekanan darah ortostatik
), jika diperlukan
kriteria hasil:
-
h. menurunkan insiden
efek samping obat.
a.dengan
pencatatan
yang
monitoring
baik
akan berjalan baik.
b. Monitoring yang ketat
dapat
dari
menghindarkan
tanda-tanda
dehidrasi yang berat.
c. hasil lab yang sesuai
dengan retensi cairan
c. hasil laboratorim
Tanda-tanda
(BUN , Hmt , osmolalitas
menggambarkan adanya
odema
tidak urin, albumin, total
Mual berkurang
39
terjadi.
-
protein )
tidak d. Monitor vital sign
terjadi (suhu 37) setiap 15menit – 1 jam
masalah yang teratasi.
Demam
e.Berikan cairan ora
d.
Mendapatkan
perkembangan pasien.
e.mencegah dehidrasi
f. Dorong keluarga
untuk membantu pasien
makan
f. Suport dari keluarga
sangat membatu untuk
kesembuhan.
g. Kolaborasi dokter jika
tanda cairan berlebih
muncul meburuk
h. Monitor intake dan
urin output setiap 8 jam
g.
Mencegah dampak
buruk
bila
terjadi
perburukan.
h.menjaga cairan tetap
terpenuhi didalam tubuh.
5
Gangguan
tidur
pola
a. Menghindari efek obat
berhubungan
yang
dapat
dengan batuk dan
memperburuk pola tidur.
sesak nafas ditandai
b.
dengan
kesulitan Setelah
untuk
ketidakpuasan
tidur,
perubahan
tidur.
dilakukan
Tidak
mencukupi
tidur, tindakan
memperbaikin
keperawatan selama
merangsang
dan 1 x 24 jam masalah
yang
dapat
dan
hormon
agar tidak menimbulkan
a. Determinasi efek-efek
stress.
medikasi terhadap pola
normal
dengan tidur
c. Aktifitas yang disukai
kriteria hasil:
dapat membuat mata
b. Jelaskan pentingnya
a.jumlah jam tidur tidur yang adekuat
menjadi
lelah
dan
dalam batas normal
menciptakan
waktun
c.
Fasilitasi
untuk
6-8 jam /hari
tidur yg cukup.
mempertahankan
b.pola tidur,kualitas aktivitas sebelum tidur d. Lingkungan yang
(membaca)
dalam batas normal
nyaman
akan
pola pola tidur kembali
d. Ciptakan lingkungan menciptakan rasa aman
mengidentifikasi hal- yang nyaman
dan nyaman.
c.mampu
hal
yang e. Kolaburasi pemberian e.obat menjadi salah satu
meningkatkan tidur.
40
obat tidur
cara dalam mengatasi
tidur yang di akibatkan
kecemasan penyakit.
41
C. KAJIAN ETIK TERKAIT KASUS
Prinsip-Prinsip Etik
1. Otonomi (Autonomy)
Autonomy berarti mengatur dirinya sendiri, prinsip moral ini sebagai dasar perawat dalam
memberikan asuhan keperawatan dengan cara menghargai pasien, bahwa pasien adalah seorang
yang mampu menentukan sesuatu bagi dirinya. Perawat harus melibatkan pasien dalam membuat
keputusan tentang asuhan keperawatan yang diberikan pada pasien.
Prinsip otonomi didasarkan pada keyakinan bahwa individu mampu berpikir logis dan mampu
membuat keputusan sendiri. Orang dewasa dianggap kompeten dan memiliki kekuatan membuat
sendiri, memilih dan memiliki berbagai keputusan atau pilihan yang harus dihargai oleh orang
lain. Prinsip otonomi merupakan bentuk respek terhadap seseorang, atau dipandang sebagai
persetujuan tidak memaksa dan bertindak secara rasional. Otonomi merupakan hak kemandirian
dan kebebasan individu yang menuntut pembedaan diri. Praktek profesional merefleksikan
otonomi saat perawat menghargai hak-hak klien dalam membuat keputusan tentang perawatan
dirinya.
Aplikasi pada kasus ini adalah perawat sebelum melakukan tindakan memberitahukan terlebih
dahulu tindakan yg akan di berikan , tujuan pemberian, efek samping,
bila ada dan
pilihan.tempat penyuntikan
2. (Beneficience)
Prinsip beneficience ini oleh Chiun dan Jacobs (1997) didefinisikan dengan kata lain doing good
yaitu melakukan yang terbaik . Beneficience adalah melakukan yang terbaik dan tidak
merugikan orang lain , tidak membahayakan pasien . Apabila membahayakan, tetapi menurut
pasien hal itu yang terbaik maka perawat harus menghargai keputusan pasien tersebut, sehingga
keputusan yang diambil perawatpun yang terbaik bagi pasien dan keluarga. Beneficience berarti,
hanya melakukan sesuatu yang baik. Kebaikan, memerlukan pencegahan dari kesalahan atau
kejahatan, penghapusan kesalahan atau kejahatan dan peningkatan kebaikan oleh diri dan orang
lain. Terkadang, dalam situasi pelayanan kesehatan, terjadi konflik antara prinsip ini dengan
otonomi. Dalam contoh ini pasien tidak mau makan makanan dari rumah sakit TKTP dengan
46
alasan pasien tidak makan makanan yang bernyawa, di sini perawat mengedukasi pasien tentang
pentingnya protein, dan protein pengganti serta di dokumentasikan di CEPT
3. Justice
Setiap individu harus mendapatkan tindakan yang sama, merupakan prinsip dari justice (Perry
and Potter, 1998 ; 326). Justice adalah keadilan, prinsip justice ini adalah dasar dari tindakan
keperawatan bagi seorang perawat untuk berlaku adil pada setiap pasien, artinya setiap pasien
berhak mendapatkan tindakan yang sama. Prinsip keadilan dibutuhkan untuk terpai yang sama
dan adil terhadap orang lain yang menjunjung prinsip-prinsip moral, legal dan kemanusiaan.
Nilai ini direfleksikan dalam prkatek profesional ketika perawat bekerja untuk terapi yang benar
sesuai hukum, standar praktek dan keyakinan yang benar untuk memperoleh kualitas pelayanan
kesehatan.
Tindakan yang sama tidak selalu identik, maksudnya setiap pasien diberikan konstribusi yang
relatif sama untuk kebaikan kehidupannya. Prinsip Justice dilihat dari alokasi sumber-sumber
yang tersedia, tidak berarti harus sama dalam jumlah dan jenis, tetapi dapat diartikan bahwa
setiap individu mempunyai kesempatan yang sama dalam mendapatkannya sesuai dengan
kebutuhan pasien. (Sitorus, 2000).
Sebagai contoh dari penerapan tindakan justice ini adalah perawat memberikan penjelasan
bahwa pasien akan di lakukan pemeriksaan thorax foto, manfaat dan tempat di lakukan serta
persiapan lainnya di ruang VIP maupun kelas III, apabila perawat hanya memberikan
kesempatan salah satunya maka melanggar prinsip justice ini.
4. Tidak Merugikan (Nonmaleficience)
Prinsip avoiding killing menekankan perawat untuk menghargai kehidupan manusia (pasien),
tidak membunuh atau mengakhiri kehidupan. Thomhson ( 2000 : 113) menjelasakan tentang
masalah avoiding killing sama dengan Euthanasia yang kata lainya tindak menentukan hidup
atau mati yaitu istilah yang digunakan pada dua kondisi yaitu hidup dengan baik atau meninggal.
Prinsip ini berarti tidak menimbulkan bahaya/cedera fisik dan psikologis pada klien. kewajiban
perawat untuk tidak dengan sengaja menimbulkan kerugian atau cidera. Prinsip : Jangan
47
membunuh, menghilangkan nyawa orang lain, jangan menyebabkab nyeri atau penderitaan pada
orang lain, jangan membuat orang lain berdaya dan melukai perasaaan orang lain.
5. Kejujuran (Veracity)
Veracity menurut Chiun dan Jacobs (1997) sama dengan truth telling yaitu berkata benar atau
mengatakan yang sebenarnya. Veracity merupakan suatu kewajiban untuk mengatakan yang
sebenarnya atau untuk tidak membohongi orang lain atau pasien (Sitorus, 2000).
Prinsip veracity berarti penuh dengan kebenaran. Nilai ini diperlukan oleh pemberi pelayanan
kesehatan untuk menyampaikan kebenaran pada setiap klien dan untuk meyakinkan bahwa klien
sangat mengerti. Prinsip veracity berhubungan dengan kemampuan seseorang untuk mengatakan
kebenaran. Informasi harus ada agar menjadi akurat, komprensensif, dan objektif untuk
memfasilitasi pemahaman dan penerimaan materi yang ada, dan mengatakan yang sebenarnya
kepada klien tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan keadaan dirinya selama menjalani
perawatan. Walaupun demikian, terdapat beberapa argument mengatakan adanya batasan untuk
kejujuran seperti jika kebenaran akan kesalahan prognosis klien untuk pemulihan atau adanya
hubungan paternalistik bahwa ”doctors knows best” sebab individu memiliki otonomi, mereka
memiliki hak untuk mendapatkan informasi penuh tentang kondisinya. Kebenaran merupakan
dasar dalam membangun hubungan saling percaya.
Perawat dalam bekerja selalu berkomunikasi dengan pasien, kadang pasien menanyakan
berbagai hal tentang penyakitnya, tentang hasil pemeriksaan laboratorium, hasil pemeriksaan
fisik seperti, “berapa tekanan darah saya suster?”, bagaimana hasil laboratorium saya suster?’
dan sebagainya. Hal-hal seperti itu harusnya dijawab perawat dengan bener sebab berkata benar
atau jujur adalah pangkal tolak dari terbinanya hubungan saling percaya antar individu
dimanapun berada. Namun demikian untuk menjawab pertanyaan secara jujur diatas perlu juga
dipikirkan apakah jawaban perawat membahayakan pasien atau tidak, apabila memungkinkan
maka harus dijawab dengan jawaban yang jelas dan benar, misalnya pasien menanyakan hasil
pemeriksaan tekanan darah maka harus dijawab misalnya, 120/80 mmHg, hasil laboratorium Hb
13 Mg% dan sebagainya. Prinsip ini dilanggar ketika kondisi pasien memungkinkan untuk
menerima jawaban yang sebenarnya tetapi perawat menjawab tidak benar misalnya dengan
48
jawaban ; hasil ukur tekanan darahnya baik, laboratoriumnya baik, kondisi bapak atau ibu baikbaik saja, padahal nilai hasil ukur tersebut baik buruknya relatif bagi pasien.
6. Menepati Janji (Fidelity)
Sebuah profesi mempunyai sumpah dan janji, saat seorang menjadi perawat berarti siap memikul
sumpah dan janji. Hudak dan Gallo (1997 : 108), menjelaskan bahwa membuat suatu janji atau
sumpah merupakan prinsip dari fidelity atau kesetiaan. Dengan demikian fidelity bisa diartikan
dengan setia pada sumpah dan janji. Chiun dan Jacobs (1997 : 40) menuliskan tentang fidelity
sama dengan keeping promises, yaitu perawat selama bekerja mempunyai niat yang baik untuk
memegang sumpah dan setia pada janji.
Prinsip fidelity dibutuhkan individu untuk menghargai janji dan komitmennya terhadap orang
lain. Perawat setia pada komitmennya dan menepati janji serta menyimpan rahasia klien.
Ketaatan, kesetiaan, adalah kewajiban seseorang untuk mempertahankan komitmen yang
dibuatnya. Kesetiaan, menggambarkan kepatuhan perawat terhadap kode etik yang menyatakan
bahwa tanggung jawab dasar dari perawat adalah untuk meningkatkan kesehatan, mencegah
penyakit, memulihkan kesehatan dan meminimalkan penderitaan.
Prinsip fidelity menjelaskan kewajiban perawat untuk tetap setia pada komitmennya, yaitu
kewajiban memperatankan hubungan saling percaya antara perawat dan pasien yang meliputi
menepati janji dan menyimpan rahasia serta caring (Sitorus, 2000 : 3). Prinsip fidelity ini
dilanggar ketika seorang perawat tidak bisa menyimpan rahasia pasien kecuali dibutuhkan,
misalnya sebagai bukti di pengadilan, dibutuhkan untuk menegakan kebenaran seperti
penyidikan dan sebagainya.
Penerapan prinsip fidelity dalam praktik keperawatan misalnya, seorang perawat tidak
menceritakan penyakit pasien pada orang yang tidak berkepentingan, atau media lain baik
diagnosa medisnya (Carsinoma, Diabetes Militus) maupun diagnosa keperawatanya (Gangguan
pertukaran gas, Defisit nutrisi). Selain contoh tersebut yang merupakan rahasia pasien adalah
pemeriksaan hasil laboratorium, kondisi ketika mau meninggal dan sebagainya.
7. Karahasiaan (Confidentiality)
49
Aturan dalam prinsip kerahasiaan adalah informasi tentang klien harus dijaga privasi klien.
Segala sesuatu yang terdapat dalam dokumen catatan kesehatan klien hanya boleh dibaca dalam
rangka pengobatan klien. Tidak ada seorangpun dapat memperoleh informasi tersebut kecuali
jika diijinkan oleh klien dengan bukti persetujuan. Diskusi tentang klien diluar area pelayanan,
menyampaikan pada teman atau keluarga tentang klien dengan tenaga kesehatan lain harus
dihindari.
8. Akuntabilitas (Accountability)
Akuntabilitas merupakan standar yang pasti bahwa tindakan seorang profesional dapat dinilai
dalam situasi yang tidak jelas atau tanpa terkecuali.
D. Kajian alquran dan hadist dalam sistem pernafasan
Pada dasarnya manusia makhluk hidup yang diciptakan oleh Allah dengan bentuk sangat
sempurna dibandingkan dengan makhluk hidup lainnya seperti tumbuhan dan binatang karena
selain manusia diberikan oleh Allah sebuah akal untuk berfikir dan merenungkan segala sesuatu
yang terjadi dimuka bumi ini dengan harapan akan menambah kesyukuran atas penciptaan
mereka terhadap Allah SWT, manusia juga tersusun dari komponen-komponen yang sangat
rumit sekaligus kompleks yang apabila dilihat dan dikaji secara mendalam akan diketahui bahwa
sekecil apapun komponen yang membentuk tubuh manusia itu akan memiliki fungsi tersendiri
dan tidak akan pernah sia-sia. Manusia sendiri adalah makhluk hidup
yang bersel banyak
dimana kumpulan sel ini akan membentuk jaringan dan kumpulan jaringan tersebut akan
membentuk sistem organ, sedangkan kumpulan sistem organ akan membentuk individu atau
organisme dengan organ manusia yang memiliki peran dan fungsi yang sangat vital untuk
mengantur kerja tubuh manusia. Ini merupakan nikmat yang telah diberikan Allah SWT begitu
besar kepada manusia yang patut kita syukuri dan kita sdari banyak sekali nikmat yang diberikan
kepada umat Islam tidak akan mampu untuk menghitungnya hal ini dijelaskan dalam Al
Qur‟an surat Ibrahim ayat 34 yang berbunyi
50
Arttinya:: “Dan jika kamu mghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya.
Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim dan sangat mengingkari.(QS.Ibrahim:34
Artinya : “Dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka dari Allahlah
datangnya”(QS. An-Nahl:53)
Paru-paru merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari gelembung. Gelembung
alveoli ini terdiri dari sel-sel epitel dan endotel. Paru-paru terdiri dua bagian yaitu paru-paru
kanan, terdiri atas 2 lobus yaitu lobus pulmo dekstra, lobus media, dan lobus inferior.
A. Struktur Paru-Paru
Struktur pada paru-paru terdiri atas beberapa bagian yaitu sebagai berikut :
1. Trakea
Trakea merupakan batang tenggorokan atau lanjutan dari laring yang dibentuk oleh 16-sampai
20 cincin yang terdiri dari tulang rawan yang berbentuk seperti kuku kuda.
2. Bronkus
51
Bronkus merupakan lanjutan dari trakea berupa saluran konduksi udara dan juga sebagai
tempat difusi oksigen-karbon dioksida diujung terminal dibagian yang berkaitan langsung
dengan alveolus.
Gambar 2.4
Struktur paru-paru((Sumber: Inquiry into Life, S.S. Mader)
3. Alveolus
Alveolus merupakan unit fungsional paru-paru berupa kantung udara kecil yang muncul dari
bronkiolus yang disebut alveoli. Fungsi dasar dari alveoli adalah petukaran gas. Petukaran gas
ini dimulai saat menghirup udara melalui lubang hidung, udara melewati rute panjang yang
terdiri dari berbagai organ pada sistem pernapasan dan akhirnya mencapai alveolus melalui
kantung kecil.
4. Paru-paru Kanan
Paru-paru kanan memiliki 3 lobus yaitu lobus superior (atas) lobus medius (tengah), dan lobus
inferior (bawah).
3. Fungsi paru-paru
52
Paru-paru pada sistem ekskresi mempunyai fungsi yaitu sebagai petukaran gas berupa
karbondioksida yang ada didarah dengan oksigen dari atmosfer. Tujuan pertukaran gas ini ialah
menyediakan oksigen jaringan dan mengeluarkan karbon dioksida. Udara masuk paru-paru
melalui sistem berupa pipa yang menyempit dan bercabang dikedua belah paru-paru utama. Pipa
tersebut berakhir digelembung-gelembung paru-paru terakhir dimana oksigen dan karbon
dioksida dipindahkan ditempat darah yang mengalir. Menurut masanya, oksigen merupakan
unsur kimia paling melimpah di biosfer, udara, laut dan tanah bumi. Namun, oksigen sangat
dibutuhkan setiap manusia, sebab untuk bernafas hal ini diterangkan dalam Al-Qur‟an surat AlAnam ayat 125 yang berbunyi :
Artinya : Siapa yang dikehendakki Allah menunjukinya, niscaya dia melapangkan dadanya untuk
memeluk islam. Siapa yang dikehendaki Allah kesesatannya, niscaya dia menjadikan dadanya
sesak lagi sempit seolah-olah ia sedang mendaki ke langit.(Al-Anam,125)44
Al Qur‟an memberikan kiasaan bagi orang-orang yang sesat dari jalan Allah seakan
dada mereka sesak lagi sempit. Mengapa Allah mengibaratkan mereka dengan orang yang
mendaki ke langit?, karena tentu saja diluar angkasa oksigen sangatlah kurang. mereka tidak
mampu bernapas dengan baik sehingga dada mereka menjadi sesak. Allah SWT ingin
menyampaikan bahwa oksigen sebagai unsur yang menjadikan terbentuknya api tersebut dari
pohon. Tanpa adanya fotosintesis dari pohon-pohonan, tak akan ada zat yang bernama oksigen.
53
Allah juga menjelaskan proses terbentuknya oksigen secara lebih mendalam dalam surat yasin
ayat 30 yang berbunyi :
Artinya : “ Yaitu, Rabb yang menjadikan untukmu api dari pohon yang hijau. Maka, tiba-tiba
kamu nyalakan dari padanya.(QS. Yasin,30)45
Ayat ini bercerita tentang warna pohon yaitu akhdar (hijau). Ilmu pengetahuan modern menyebut
zat hijau daun dengan istilah klorofil, yaitu aktor yang melakukan fotosintesis pada tumbuhan.
Tanpa klorofil, tumbuh-tumbuhan tak akan mampu berfotosintesis dan selanjutnya menghasilkan
oksigen.
Begitupun pada pasien tuberkulosis paru akibat adanya kuman Mycobacterium Tuberculosa
didalam paru mengakibatkan terjadinya sesak atau Hipoksia yang diakibatkan berkurangnya
jumlah oksigen yang masuk kedalam tubuh seseorang. Dikaitkan dengan hal ini, Allah yang
Maha Tahu telah menjelaskan hal ini dalam Al Quran 15 abad yang lalu, dimana Allah SWT
berfirman:
54
“Niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah ia sedang mendaki ke
langit (QS 6:125)
Namun dibalik itu Salah satu Bukti sempurnanya Penciptaan Allah yang Maha Kuasa,
walaupun okisgen sangat dibutuhkan oleh manusia dan hewan, jika seandainya jumlah
oksigen lebih banyak misalnya mencapai 90 persen saja di atmosfer, maka semua besi dan
baja yang dijadikan bahan bangunan oleh manusia akan mudah kropos (berkarat), mudah
terjadinya kebakaran hutan dan bangunan dan apinya sanga sulit dipadamkan, cepatnya
terjadi pembusukan daging, buah dan sebagainya. Itulah sebuah sistem dan hukum
Allah yang Maha Bijak mengatur kandungan oksigen sedemikian rupa dan seimbang, walau
hanya 21% tetapi sudah cukup bagi manusia dan hewan di muka bumi ini untuk menikmati
karunia Allah yang Maha Pemurah (Ar Rahman) tersebut.
Untuk menghindari berbagai penyakit dari sistem pernapasan hendaknya manusia menjaga
kesehatan dan berprilaku hidup yang sehat yang dapat diterapkan sehari-hari sesuai dengan
hadist yang di riwayatkan oleh H.R. at –Tirmizi: 2723 yang berbunyi:
‫ِّب يُحِ ب ه‬
‫ظِ ِّفُوا هَفهن ْال ُجوده يُحِ ب هج هواد ْالك ههر هم يُحِ ب هك ِريم الن ه‬
‫ط ِيِّب ت ه هعالى َللاه ِإن‬
‫ظافهةه يُحِ ب نهظِ يف الط ِي ه‬
‫التيرمدى رواه( أ ه ْف ِن هيت ه ُك ْم‬: 2723)
Artinya:
Sesungguhnya Allah swt. Itu baik, Dia menyukai kebaikan. Allah itu bersih, Dia menyukai
kebersihan. Allah itu mulia, Dia menyukai kemuliaan. Allah itu dermawan ia menyukai
kedermawanan maka bersihkanlah olehmu tempat-tempatmu. (H.R. at –Tirmizi: 2723)
Dan hadist H.R. Baihaqi yang berbunyi:
ْ ‫)البيهقى رواه( اِْلنهطِ يْف ـةه‬
‫هَال هجن ْليهدْ ُخ ُل فه ِانهـهُ فهت هـنه ه‬
‫طفُ ْوا نهطِ ـيْف ا ه ْ ِْلس هَْل ُم‬
55
Artinya:
Islam itu adalah bersih, maka jadilah kalian orang yang bersih. Sesungguhnya tidak masuk
surga kecuali orang-orang yang bersih (H.R. Baihaqi)
Dari kedua hadist tersebut sudah jelas bahwa allah SWT sangatlah menganjurkan untuk
manusia selalu melakukan kebaikan dan berbuat baik antar sesama manusia serta berprilaku
hidup yang bersih dan sehat.
Ada 5 Solusi preventifnya menurut Islam dalam mencegah penyakit dalam sistem
pernafasan:
1. Berdoa memohon perlindungan kepada Allah atas bayi yang baru lahir dari segala
bentuk godaan setan dan binatang pengganggu.Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi
Wasallam membacakan doa perlindungan untuk kedua cucunya,
‫ة ه‬
‫ت أُعِيذُكُ هما‬
ِ ‫التام ِة َللاِ ِب هك ِل هما‬، ‫شيْط كُ ِِّل م ِْن‬
‫وههامة ان هَ ه‬،
‫َِّْل هم ه‬
‫عيْن كُ ِِّل هوم ِْن ه‬
“Aku memohon perlindungan dengan kalimat-kalimat Allah yang sempurna, dari
semua godaan setan dan binatang pengganggu serta dari pandangan mata buruk.”
(HR. Abu Daud).
2. istinsyaq, menghirup air ke rongga hidung saat wudhu. Istinsyaq adalah sunnah dalam
wudhu, yaitu menghirup air ke dalam rongga hidung. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi
Wasallam menganjurkan istinsyaq pasti karena ada maksud dan tujuannya. Dalam
dunia kesehatan, istinsyaq sama halnya dengan nasal irrigation, yaitu mencuci rongga
hidung dari segala macam kotoran yang bersarang di dalamnya, mulai dari debu
hingga bakteri, Jika dalam sehari kita menunaikan sholat lima waktu dan setiap
berwudhu kita ber-istinsyaq sebanyak tiga kali, maka dalam satu hari kita sudah
membersihkan rongga hidung dari kuman sebanyak 15 kali.
3. Mengonsumsi madu bermanfaat bagi kesehatan dan memperkuat sistem kekebalan
tubuh. Dalam Al-Quran disebutkan madu adalah obat yang menyembuhkan bagi
manusia. Allah berfirman dalam Surat An-Nahl ayat 68-69:
‫يه ْع ِرشُو هن هومِما الش هج ِر هومِنه بُيُوتًا ْال ِجبها ِل مِنه اتخِ ذِي أ ه ِن الن ْح ِل إِلهى هربكه هوأ ه ْو هحى‬
‫ت كُ ِِّل م ِْن كُلِي ثُم‬
ِ ‫ج ۚ ذُلُ ًَل هر ِبِّكِ سُبُ هل فها ْسلُكِي الث هم هرا‬
ُ ‫اس هَ َِّلِلن ِشفهاء فِي ِه أ ه ْل هوانُهُ ُم ْختهلِف ش ههراب ونِ هها َُبُط م ِْن يه ْخ ُر‬
ِ ۗ ‫فِي ِإن‬
‫هيتهفهك ُرو هن ِلقه ْوم هَل هيةً ذهلِكه‬
Artinya: “Rabbmu mengilhamkan kepada lebah: ‘Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit,
di
pohon-pohon
kayu,
dan
di
tempat-tempat
yang
dibikin
manusia.
Kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan Rabbmu
yang telah dimudahkan (bagimu).’ Dari perut lebah itu keluar minuman (madu) yang
56
bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi
manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran
Rabb) bagi orang-orang yang memikirkan.” (An-Nahl ayat 68-69).
4. rutin shalat tahajud mencegah dari penyakit infeksi pernafasan. Dalam hadits disebutkan,
merutinkan shalat tahajud menolak penyakit dari badan, seperti disebutkan dalam hadis
berikut ini:
ْ ‫هو هم‬
‫عله ْيكُ ْم‬
ِ ‫ط هردهة لِلس ِيِّئ ها‬
ُ ‫ام هو ِإن قه ْبلهكُ ْم الصالِحِ ينه دهأ ه‬
‫ب فهإِنهُ الل ْي ِل ِب ِق هي ِام ه‬
‫اْلثْ ِم ه‬
ِ ْ ‫ت هوت ه ْكفِير‬
‫ع ْن هو هم ْن ههاة َللاِ ِإلهى قُ ْر هبة الل ْي ِل قِ هي ه‬
ِ‫ع ْن لِلداء‬
‫س ِد ه‬
‫ْال هج ه‬
“Selalulah kalian melakukan shalat tahajud (qiyamul lail), karena shalat tahajud adalah
kebiasaan orang-orang saleh sebelum kalian, dan sesungguhnya shalat malam
mendekatkan kepada Allah, serta menghalangi dari dosa, menghapus kesalahan, dan
menolak penyakit dari badan.” (HR At-Tirmidzi)
5. mengonsumsi makanan yang halal dan thayyib (baik). Allah berfirman dalam surah Al
Maidah ayat 88 berikut:
‫َُواتق ۚ ه‬
‫طيِِّبًا هح هَل ًْل َللا ُ هرزه قهكُ ُم ِمما هوكُلُوا‬
‫ُم ْؤ ِمنُو هن بِ ِه أ ه ْنت ُ ْم الذِي َللاه وا ه‬
“Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezekikan kepada
kalian, dan bertakwalah kepada Allah yang kalian beriman kepada-Nya.” (Al Maidah ayat
88).
57
DAFTAR PUSTAKA
Chandra B. (2012). Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
Depkes RI. (2002). Pedoman pemberantasan penyalit saluran pernafasan akut. Jakarta:
Departemen Kesehatan RI.
Donna L. Wong…[et.al]. (2008). Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Wong. Alih bahasa :
Agus Sutarna, Neti. Juniarti, H.Y. Kuncoro. Editor edisi bahasa Indonesia : Egi
Komara Yudha….[et al.]. Edisi 6. Jakarta: EGC.
Muttaqin, Arif. (2008). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Pernafasan. Jakarta: Salemba Medika.
Price, Sylvia Anderson. (2005). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses- Proses Penyakit.
Ed.6. Jakarta: EGC.
Smeltzer, Suzzane C. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan
Suddarth. Edisi 8. Jakarta: EGC.
Somantri,Irman. (2008). Keperawatan Medikal Bedah: Asuhan Keperawatan pada Pasien
dengan Ganggua Sistem pernapasan / Irman Somantri. Jakarta: Salemba Medika.
Wahid, A & Suprapto, I. (2012). Pengantar dokumentasi proses keperawatan. Jakarta:
Trans Info Media.
Widagdo. (2011). Masalah dan Tatatlaksana Penyakit Infeksi pada Anak. Jakarta :Sagung Seto.
Depkes. R.I. 2008. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Cetakan Kedua.
Jakarta: Bakti Husada.
Faris, Muiz. 2014. Hubungan Perilaku Merokok Dengan Kejadian Tuberkulosis Paru Di
Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat (Bbkpm) Surakarta. Jakarta: Program studi
pendidikan dokter fakultas kedokteran dan ilmu kesehatan universitas islam negeri
syarif hidayatullah.
58
Pira, M.S.A. 2012. Hubungan Pengetahuan dan Sikap Penderita Tuberkulosis Paru dengan
Kepatuhan Minum Obat Anti Tuberkulosis di Puskesmas Lidah Kulon Surabaya.
Surabaya: Universitas Airlangga Fakultas Kesehatan Masyarakat Surabaya.
Eka, w. 2006. Hubungan Antara Pengetahuan Tentang Penyakit Tuberkulosis Paru dengan
Tindakan Pencegahan Penularan Pada Keluarga Penderita Tuberkulosis Paru. Skripsi.
Surabaya, Universitas Airlangga.
Wijaya, Andra Saferi dan Yessie Mariza Putri. (2013). Keperawatan Medikal Bedah
(Keperawatan Dewasa Teori dan Contoh Askep). Yogyakarta: Nuha Medika.
Soepandi,
P. Z. (2010, September - Oktober). Dipetik Oktober 12, 2017, dari
Kalbemed.com:
http://www.kalbemed.com/Portals/6/07_180%20Diagnosis%20tbmdr.pdf
Subagyo, A. 2013. Strategi DOTS, Perlukah untuk Pengobatan TB? [on line].
http://www.klikparu.com/2013/01/strategi-dots-perlukah-untuk-pengobatan.html.
April 2017]
59
[15
Download