MAKALAH KAJIAN KASUS TUBERKULOSIS PARU PADA SISTEM PERNAFASAN DISUSUN OLEH : KELOMPOK 7 1. SELAMAT PARMIN 2. EVA DESVITA 3. NUNUNG NURSASIH PROGRAM STUDI MAGISTER KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA 2020 1 KATA PENGANTAR Assalamualaikum Wr. Wb Puji syukur kami persembahkan kehadiran ALLAH SWT, berkat rahmat dan hidayahnya kami dapat menyelesaikan makalah keperawatan yang berjudul “kajian kasus tuberkulosis paru pada sistem pernafasan ” makalah ini merupakan salah satu tugas dari Mata Ajar keperawatan medikal bedah 1. Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik materi maupun cara penulisannya. Namun demikian, penulis telah berupaya dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki sehingga dapat selesai dengan baik dan oleh karenanya, penulis dengan rendah hati dan dengan tangan terbuka menerima masukan,saran dan usul guna penyempurnaan makalah ini. Akhirnya kami selaku penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca Jakarta, April 2020 Penulis 2 DAFTAR ISI Halaman Judul Kata Pengantar Daftar Isi BAB I BAB II KONSEP DASAR PENYAKIT A. Latar Belakang .......................................................................... 3 B. Anatomi .................................................................................... 4 C. Fisiologi.................................................................................... 5 D. Definisi TB ............................................................................... 7 E. Etiologi ..................................................................................... 8 F. Manifestasi Klinis ..................................................................... 9 G. Patofisiologi.............................................................................. 10 H. Pathway .................................................................................... 11 I. Pemeriksaan Penunjang ............................................................ 13 J. Penatalaksanaan ........................................................................ 13 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN SECARA TEORI A. PENGKAJIAN ................................................................................ 16 B. DIAGNOSA KEPERAWATAN ...................................................... 19 C. INTERVENSI ................................................................................. 19 BAB III MODEL KONSEP KEPERAWATAN FLORENCE A. PRINSIP UTAMA TEORI MODEL FLORENCE ........................... 24 B. KONSEP UTAMA KERANGKA KONSEPTUAL FLORENCE .................................................................................... 26 C. TEORI MODEL FLORENCE DALAM PROSES KEPERAWATAN ............................................. 26 BAB IV PEMBAHASAN KASUS A. PEMBAHASAN KASUS ............................................................... 32 1. Analisa Data ............................................................................... 32 2. Intervensi .................................................................................... 36 1 3. KAJIAN ETIK ............................................................................ 42 4. KAJIAN AL QUR’AN DAN HADIST ....................................... 50 LAMPIRAN JURNAL DAFTAR PUSTAKA 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkolosis paru adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman Tuberkulosis (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman Tuberkulosis menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. Kuman ini berbentuk batang yang mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pewarnaan oleh karena itu disebut pula sebagai basil Tahan Asam (BTA). (Depkes RI, 2008). Diperkirakan sekitar sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi oleh bankteri Micobacterium Tuberculosis. Pada tahun 1995, diperkirakan ada 9 paru diseluruh dunia. Diperkirakan 95 % kasus Tuberkulosis Paru dan 98 % kematian akibat Tuberkulosis paru di dunia ini, terjadi pada Negara berkembang. (Depkes RI, 2008). Di Indonesia Tuberkulosis paru merupakan masalah utama kesehatan masyarakat. Jumlah penderita Tuberkulosis Paru di Indonesia merupakan ke-3 terbanyak di dunia setelah India dan Cina dengan jumlah penderita sekitar 10 % dari total jumlah penderita Tuberkulosis Paru di dunia. Di perkirakan pada tahun 2004, setiap tahun ada 539.000 kasus baru dan kematian 101.000 orang. Insidensi kasus Tuberkulosis Paru BTA positif sekitar 110 penduduk. (Depkes RI, 2008). Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan denagan mengobati penderita Tuberkulosis Paru secara rutin sesuai jadwal pengobatan, bila dirawat dirumah maka penderita harus ditempatkan pada ruangan dengan segala peralatan tersendiri dan lantai yang dibersihkan dengan desinfektan yang cukup kuat. Selain itu diperlukan upaya untuk perbaikan status gizi pada penderita dan waktu istirahat yang cukup. Peningkatan daya tahan tubuh penderita harus dijaga karena mereka rentan terhadap penyakit. Sulitnya pemberantasan penyakit ini karena dalam pemberantasannya bukan hanya masalah bakteri atau obatobatan saja, melainkan melengkapi aspek social, ekonomi, budaya, tingkat pendidikan, pengetahuan penderita dan keluarga, serta lingkungan masyarakat sekitar (Eka Wahyudi, 2006). 3 Untuk mengatasi masalah tersebut, peran serta keluarga sangat dibutuhkan, dimana keluarga sebagai unit pertama dalam masyarakat. Apabila salah satu anggota keluarga terkena penyakit Tuberkulosis Paru akan brpengaruh terhadap anggota keluarga yang lain. Untuk memujudkan keluarga yang sehat terhindar dari resiko penularan, maka harus ditunjang dengan pengetahuan tentang Tuberkulosis Paru. Pengetahuan yang baik akan mempengaruhi tindakan keluarga untuk bertindak dalam hal pencegahan penularan dan proses kesembuhan penderita. Sebaliknya makin rendah pengetahuan keluarga tentang bahaya penyakit Tuberkulosis Paru, makin besar pula resiko terjadi penularan dan proses kesembuhan penderita kurang optimal ( Pira Mitha, 2012). B. Anatomi Organ pernapasan merupakan organ yang mempunyai peranan penting dalam memenuhi kebutuhan oksigen di dalam tubuh. Wujud paru-paru seperti spons berwarna merah muda dan berjumlah sepasang yang mengisi sebagian besar rongga dada. Paru-paru kiri lebih kecil dibandingkan paru-paru kanan. Hal ini dikarenakan paru-paru kiri memiliki lekukan untuk memberi ruang kepada jantung. Kedua paru-paru dihubungkan oleh bronkus dan trakea. Paru-paru kanan terbagi menjadi tiga lobus (lobus superior, lobus medialis, dan lobus inferior), sedangkan paru-paru kiri terbagi menjadi dua lobus (lobus superior dan lobus inferior). Lobus-lobus tersebut dipisahkan oleh fisura. Paru-paru kanan memiliki dua fisura yaitu fisura oblique (interlobularis primer) dan fisura transversal (interlobularis sekunder). Sedangkan paru-paru kiri terdapat satu fisura yaitu fisura obliges. Tiap-tiap lobus terdiri atas bagian yang lebih kecil yang disebut segmen. Paru-paru terletak di dalam rongga dada (mediastinum) dan dilindungi oleh tulang selangka. Rongga dada dan rongga perut dibatasi oleh suatu sekat yang disebut diafragma. Paru-paru terletak di atas jantung dan hati (liver). Paru-paru berada di dalam pleura yang merupakan lapisan pelindung paru-paru. 4 Gambar 2.1 Anatomi Paru Bagian – bagian paru yaitu : 1. Laring adalah organ yang berfungsi untuk melindungi trakea dan menghasilkan suara. 2. Trakea atau batang tenggorok adalah saluran berbentuk pipa yang dindingnya terdiri dari 3 lapisan: lapisan luar (jaringan ikat), lapisan tengah (otot polos dan cincin tulang rawan), dan lapisan dalam (jaringan epitel bersilia). 3. Bronkus adalah percabangan trakea yang menuju paru-paru kanan dan paru-paru kiri. Bronkus primer adalah percabangan pertama, bronkus sekunder adalah percabangan kedua, sedangkan bronkus tersier adalah percabangan ketiga. 4. Bronkiolus adalah percabangan dari bronkus. 5. Cardiac notch adalah lekukan yang berfungsi untuk memberikan ruang kepada jantung. 6. Arteri pulmonalis adalah pembuluh nadi yang membawa darah kaya karbon dioksida dari jantung ke paru-paru. 7. Vena pulmonalis adalah pembuluh balik yang membawa darah kaya oksigen dari paruparu menuju jantung untuk dipompa ke seluruh tubuh. 8. Duktus alveolus adalah percabangan dari bronkiolus yang bermuara di alveolus. 9. Alveoli adalah kantung kecil yang memungkinkan oksigen dan karbon dioksida untuk bergerak di antara paru-paru dan aliran darah. 5 C. Fisiologi Udara bergerak masuk dan keluar paru-paru karena ada selisih tekanan yang terdapat antara atmosfir dan alveolus akibat kerja mekanik otot-otot. Seperti yang telah diketahui, dinding toraks berfungsi sebagai penembus. Selama inspirasi, volume toraks bertambah besar karena diafragma turun dan iga terangkat akibat kontraksi beberapa otot yaitu sternokleidomastoideus mengangkat sternum ke atas dan otot seratus, skalenus dan interkostalis eksternus mengangkat iga-iga (Price, S.A., dan Wilson, L.M, 1994) Selama pernapasan tenang, ekspirasi merupakan gerakan pasif akibat elastisitas dinding dada dan paru-paru. Pada waktu otot interkostalis eksternus relaksasi, dinding dada turun dan lengkung diafragma naik ke atas ke dalam rongga toraks, menyebabkan volume toraks berkurang. Pengurangan volume toraks ini meningkatkan tekanan intrapleura maupun tekanan intrapulmonal. Selisih tekanan antara saluran udara dan atmosfir menjadi terbalik, sehingga udara mengalir keluar dari paru-paru sampai udara dan tekanan atmosfir menjadi sama kembali pada akhir ekspirasi (Price, S.A., dan Wilson, L.M, 1994) Tahap kedua dari proses pernapasan mencakup proses difusi gas-gas melintasi membrane alveolus kapiler yang tipis (tebalnya kurang dari 0,5 µm). Kekuatan pendorong untuk pemindahan ini adalah selisih tekanan parsial antara darah dan fase gas. Tekanan parsial oksigen dalam atmosfir pada permukaan laut besarnya sekitar 149 mmHg. Pada waktu oksigen diinspirasi dan sampai di alveolus maka tekanan parsial ini akan mengalami penurunan sampai sekiktar 103 mmHg. Penurunan tekanan parsial ini terjadi berdasarkan fakta bahwa udara inspirasi tercampur dengan udara dalam ruangan sepi anatomic saluran udara dan dengan uap air. Perbedaan tekanan karbondioksida antara darah dan alveolus yang jauh lebih rendah menyebabkan karbondioksida berdifusi kedalam alveolus. Karbondioksida ini kemudian dikeluarkan ke atmosfir (Price, S.A., dan Wilson, L.M, 1994) Dalam keadaan beristirahat normal, difusi dan keseimbangan oksigen di kapiler darah paru-paru dan alveolus berlangsung kira-kira 0,25 detik dari total waktu kontak selama 0,75 detik. Hal ini menimbulkan kesan bahwa paru-paru normal memiliki cukup cadangan waktu difusi. Pada beberapa penyakit misal; fibosis paru, udara dapat menebal dan difusi melambat sehingga ekuilibrium mungkin tidak lengkap, terutama sewaktu berolahraga dimana waktu kontak total berkurang. Jadi, blok difusi dapat mendukung terjadinya hipoksemia, tetapi tidak diakui sebagai faktor utama (Rab, T, 1996). 6 D. Pengertian TB Paru Tuberkulosis merupakan infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis yang dapat menyerang pada berbagai organ tubuh mulai dari paru dan organ di luar paruseperti kulit, tulang, persendian, selaput otak, usus serta ginjal yang sering disebut dengan ekstrapulmonal TBC (Chandra B, 2012). Tuberkulosis paru (Tb paru) adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang penyakit parenkim paru. Nama tuberkulosis berasal dari tuberkel yang berarti tonjolan kecil dan keras yang terbentuk waktu sistem kekebalan membangun tembok mengelilingi bakteri dalam paru. Tb paru ini bersifat menahun dan secara khas ditandai oleh pembentukan granuloma dan menimbulkan nekrosis jaringan. Tb paru dapat menular melalui udara, waktu seseorang dengan Tb aktif pada paru batuk, bersin atau bicara. Gambar 2.2 Chest X-Ray Tuberculosis adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Kuman batang tahan aerobic dan tahan asam ini dapat merupakan organisme patogen maupun saprofit (Price, Sylvia Anderson, 2005). Tuberkulosis merupakan infeksi bakteri kronik yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis dan ditandai oleh pembentukan granuloma pada jaringan yang terinfeksi dan oleh hipersensifitas yang diperantarai sel (cellmediated hypersensitivity) (Wahid, A & Suprapto, I, 2012) 7 E. Etiologi Penyebab dari penyakit tuebrculosis paru adalah terinfeksinya paru oleh micobacterium tuberculosis yang merupakan kuman berbentuk batang dengan ukuran sampai 4 mycron dan bersifat anaerob. Sifat ini yang menunjukkan kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya, sehingga paru-paru merupakan tempat prediksi penyakit tuberculosis. Kuman ini juga terdiri dari asal lemak (lipid) yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam dan lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisik. Penyebaran mycobacterium tuberculosis yaitu melalui droplet nukles, kemudian dihirup oleh manusia dan menginfeksi (Depkes RI, 2002). F. Manifestasi Klinis Menurut (Donna L. Wong…[et.al], 2008) tanda dan gejala tuberkulosis adalah : a. Demam Umumnya subfebris, kadang-kadang 40-410C, keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh pasien dan berat ringannya infeksi kuman tuberculosis yang masuk. Biasanya terjadi demam persisten. b. Malaise Penyakit TBC paru bersifat radang yang menahun. Gejala malaise sering ditemukan anoreksia, berat badan makin menurun, sakit kepala, meriang, nyeri otot dan keringat malam. Gejala semakin lama semakin berat dan hilang timbul secara tidak teratur c. Anoreksia d. Penurunan berat badan e. Batuk ada atau tidak Terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk membuang produk radang. Sifat batuk dimulai dari batuk kering (non produktif). Keadaan setelah timbul peradangan menjadi produktif (menghasilkan sputum atau dahak). Keadaan yang lanjut berupa batuk darah haematoemesis karena terdapat pembuluh darah yang cepat. Kebanyakan batuk darah pada TBC terjadi pada dinding bronkus. (berkembang secara perlahan selama berminggu – minggu sampai berbulan – bulan) f. Peningkatan frekuensi pernapasan g. Ekspansi buruk pada tempat yang sakit h. Bunyi napas hilang dan ronkhi kasar, pekak pada saat perkusi i. Manifestasi gejala yang umum : pucat, anemia, kelemahan, dan penurunan berat badan. 8 G. Patofisiologi Menurut (Somantri,Irman, 2008), infeksi diawali karena seseorang menghirup basil Mycobacterium tuberculosis. Bakteri menyebar melalui jalan napas menuju alveoli lalu berkembang biak dan terlihat bertumpuk. Perkembangan Mycobacterium tuberculosis juga dapat menjangkau sampai ke area lain dari paru (lobus atas). Basil juga menyebar melalui sistem limfe dan aliran darah ke bagian tubuh lain (ginjal, tulang dan korteks serebri) dan area lain dari paru (lobus atas). Selanjutnya sistem kekebalan tubuh memberikan respons dengan melakukan reaksi inflamasi. Neutrofil dan makrofag melakukan aksi fagositosis (menelan bakteri), sementara limfosit spesifiktuberkulosis menghancurkan (melisiskan) basil dan jaringan normal. Infeksi awal biasanya timbul dalam waktu 2-10 minggu setelah terpapar bakteri.Interaksi antara Mycobacterium tuberculosis dan sistem kekebalan tubuh pada masa awal infeksi membentuk sebuah massa jaringan baru yang disebut granuloma. Granuloma terdiri atas gumpalan basil hidup dan mati yang dikelilingi oleh makrofag seperti dinding. Granuloma selanjutnya berubah bentuk menjadi massa jaringan fibrosa. Bagian tengah dari massa tersebut disebut ghon tubercle. Materi yang terdiri atas makrofag dan bakteri yang menjadi nekrotik yang selanjutnya membentuk materi yang berbentuk seperti keju (necrotizing caseosa).Hal ini akan menjadi klasifikasi dan akhirnya membentuk jaringan kolagen, kemudian bakteri menjadi nonaktif. Menurut (Widagdo, 2011), setelah infeksi awaljika respons sistem imun tidak adekuat maka penyakit akan menjadi lebih parah. Penyakit yang kian parah dapat timbul akibat infeksi ulang atau bakteri yang sebelumnya tidak aktif kembali menjadi aktif, Pada kasus ini, ghon tubercle mengalami ulserasi sehingga menghasilkan necrotizing caseosa di dalam bronkus.Tuberkel yang ulserasi selanjutnya menjadi sembuh dan membentuk jaringan parut.Paru-paru yang terinfeksi kemudian meradang, mengakibatkan timbulnya bronkopneumonia, membentuk tuberkel, dan seterusnya.Pneumonia seluler ini dapat sembuh dengan sendirinya. Proses ini berjalan terus dan basil terus difagosit atau berkembang biak di dalam sel. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu membentuk sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh limfosit (membutuhkan 10-20 hari). Daerah yang mengalami nekrosis dan jaringan granulasi yang dikelilingi sel epiteloid dan fibroblas akan memberikan respons berbeda kemudian pada akhirnya membentuk suatu kapsul yang dikelilingi oleh tuberkel. 9 H. Pathway 10 I. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan Penunjang yang dapat dilakukan yaitu : 1. Pemeriksaan Dahak Mikroskopis Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi penularan. Pemeriksaan dahak untuk penegakan diagnosis dilakukan dengan mengumpulkan 3 spesimen dahak yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang berurutan sewaktu-pagisewaktu (SPS). S(sewaktu): Dahak dikumpulkan pada saat suspek tuberkulosis datang berkunjung pertama kali. Pada saat pulang, suspek membawa sebuah pot dahak untuk mengumpulkan dahak pada pagi hari kedua P(pagi): Dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas. S (sewaktu): Dahak dikumpulkan pada hari kedua, saat menyerahkan dahak pagi hari. 2. Pemeriksaan Bactec Dasar teknik pemeriksaan biakan dengan BACTEC ini adalah metode radiometrik. Mycobacterium tuberculosa memetabolisme asam lemak yang kemudian menghasilkan CO2 yang akan dideteksi growth indexnya oleh mesin ini. Sistem ini dapat menjadi salah satu alternatif pemeriksaan biakan secara cepat untuk membantu menegakkan diagnosis dan melakukan uji kepekaan.Bentuk lain teknik ini adalah dengan memakai Mycobacteria Growth Indicator Tube (MGIT) 3. Pemeriksaan Darah Hasil pemeriksaan darah rutin kurang menunjukan indikator yang spe sifik untuk Tb paru. Laju Endap Darah ( LED ) jam pertama dan jam kedua dibutuhkan. Data ini dapat di pakai sebagai indikator tingkat kestabilan keadaan nilai keseimbang an penderita, sehingga dapat digunakan untuk salah satu respon terhadap pengo batan penderita serta kemungkinan sebagai predeteksi tingkat penyembuhan penderita. Demikian pula kadar limfosit dapat menggambarkan daya tahan tubuh pende rita. LED sering meningkat pada proses aktif, tetapi LED yang normal juga tidak me nyingkirkan diagnosa TBC 4. Pemeriksaan Radiologi Pemeriksaan standar adalah foto toraks PA. Pemeriksaan lain atas indikasi ialah foto lateral, top lordotik, oblik, CT-Scan. Pada kasus dimana pada pemeriksaan sputum SPS positif, foto toraks tidak diperlukan lagi. Pada beberapa kasus dengan hapusan positif perlu dilakukan foto toraks bila : 11 a. Curiga adanya komplikasi (misal : efusi pleura, pneumotoraks) b. Hemoptisis berulang atau berat c. Didapatkan hanya 1 spesimen BTA + 5. Pemeriksaan foto toraks memberi gambaran bermacam-macam bentuk. Gambaran radiologi yang dicurigai lesi Tb paru aktif : a. Bayangan berawan/nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas dan segmen superior lobus bawah paru. b. Kaviti terutama lebih dari satu, dikelilingi bayangan opak berawan atau nodular. c. Bayangan bercak milier d. Efusi Pleura, Gambaran radiologi yang dicrigai Tb paru inaktif e. Fibrotik, terutama pada segmen apical dan atau posterior lobus atas dan atau segmen superior lobus bawah f. Kalsifikasi g. Penebalan pleura Gambar 2.3 Alur TB 12 J. Penatalaksanaan 1. Pencegahan a. Pemeriksaan kontak, yaitu pemeriksaan terhadap individu yang bergaul erat dengan penderita tuberculosis paru BTA positif b. Mass chest X-ray, yaitu pemeriksaan missal terhadap kelompok – kelompok populasi tertentu misalnya : karyawan rumah sakit, siswa – siswi pesantren c. Vaksinasi BCG d. Kemofolaksis dengan menggunakan INH 5 mg/kgBB selama 6 – 12 bulan dengan tujuan menghancurkan atau mengurangi populasi bakteri yang masih sedikit e. Komunikasi, informasi, dan edukasi tentang penyakit tuberculosis kepada masyarakat (Muttaqin, Arif, 2008) 2. Pengobatan Tuberkulosis paru dapat diobati terutama dengan agen kemoterapi ( agen antituberkulosis ) selama periode 6 sampai 12 bulan. Lima medikasi garis depan yang digunakan adalah Isoniasid ( INH ), Rifampisin ( RIF ), Streptomisin ( SM ), Etambutol ( EMB ), dan Pirazinamid ( PZA ). Kapremiosin, kanamisin, etionamid, natrium para-aminosilat, amikasin, dan siklisin merupakan obat – obat baris kedua (Smeltzer, Suzzane C, 2001) 3. Penatalaksanaan pada pasien Tuberkulosis Multi drug resistance Didefinisikan sebagai resistensi terhadap dua agen anti-TB lini pertama yang paling poten yaitu isoniazide (INH) dan rifampisin. MDR TB berkembang selama pengobatan TB ketika mendapatkan pengobatan yang tidak adekuat. Hal ini dapat terjadi karena beberapa alasan; Pasien mungkin merasa lebih baik dan menghentikan pengobatan, persediaan obat habis atau langka, atau pasien lupa minum obat. Awalnya resistensi ini muncul sebagai akibat dari ketidakpatuhan pengobatan. Selanjutnya transmisi strain MDR TB menyebabkan terjadinya kasus resistensi primer. Tuberkulosis paru dengan resistensi dicurigai kuat jika kultur basil tahan asam (BTA) tetap positif setelah terapi 3 bulan atau kultur kembali positif setelah terjadi konversi negatif. Directly observed therapy (DOTS) merupakan sebuah strategi baru yang dipromosikan oleh World Health Organization (WHO) untuk meningkatkan keberhasilan terapi TB dan mencegah terjadinya resistensi. (Soepandi, 2010). Menurut Subagyo (2013) Directly-observed treatment short-course chemotherapy (DOTS) adalah nama suatu strategi yang dilaksanakan di pelayanan kesehatan dasar di dunia untuk mendeteksi dan menyembuhkan tuberkulosis. Kunci utama 13 keberhasilan DOTS adalah keyakinan bahwa penderita TB meminum obatnya sesuai dengan yang telah ditetapkan dan tidak lalai atau putus berobat. Hal tersebut baru dapat dipastikan bila ada orang lain yang mengawasi saat penderita minum obat. Strategi DOTS terdiri atas 5 komponen: 1. Dukungan politik para pimpinan wilayah di setiap jenjang, dari tingkat negara hingga daerah, terhadap program tuberkulosis nasional yang permanen dan terintegrasi dalam pelayanan kesehatan primer, dengan pimpinan teknis dari suatu unit pusat. Dengan keterlibatan pimpinan wilayah, TB akan menjadi salah satu prioritas utama dalam program kesehatan dan akan tersedia dana yang sangat diperlukan dalam pelaksanaan kegiatan strategi DOTS. Selain itu, kepemimpinan teknis yang efektif membutuhkan tim multidisiplin dan keahlian dalam perancangan dan penerapan peraturan dan perundangan yang diperlukan untuk pelaksanaannya. 2. Mikroskop merupakan komponen utama untuk mendiagnosis penyakit TB melalui pemeriksaan dahak penderita tersangka TB. Biakan dapat juga digunakan sebagai alat bantu diagnostik tambahan. Perlu diingat bahwa mikroskop baru berguna bila ada keahlian dalam menggunakannya (perlu orang yang berpengalaman). 3. Pengawas menelan obat (PMO) akan ikut mengawasi penderita minum seluruh obatnya. Keberadaan PMO ini untuk memastikan penderita telah benar minum obat dan bisa diharapkan akan sembuh pada saat akhir pengobatan. PMO merupakan orang yang dikenal dan dipercaya baik oleh penderita maupun petugas kesehatan. Penderita TB yang dirawat di RS, yang bertindak sebagai PMO (pengawas minum obat) adalah petugas rumah sakit. Pada penderita yang berobat jalan, bertindak sebagai PMO bisa dokter, petugas kesehatan, suami/istri/ keluarga/orang serumah, atau orang lain. Seperti kader kesehatan, kader PPTI, kader PKK dll yang memenuhi persyaratan PMO yaitu bersedia dengan sukarela membantu penderita TB sampai sembuh selama 6 bulan. PMO ditetapkan sebelum pelaksanaan DOT dilakukan, dan harus hadir di pusat pelayanan kesehatan untuk mendapatkan pelatihan singkat tentang DOTS. 4. Pencatatan dan pelaporan merupakan bagian dari sistem surveillance penyakit TB untuk mendeteksi kasus dan keberhasilan pengobatan. Dengan rekam medik yang dicatat dengan baik dan benar, akan bisa dipantau kemajuan pengobatan penderita, mulai sejak ditegakkan diagnosis TB, 14 pengobatan, pemeriksaan dahak, pemantauan dan penderita dinyatakan sembuh atau selesai pengobatan. 5. Paduan obat jangka pendek yang benar termasuk dosis dan jangka waktu pengobatan yang tepat, sangat penting dalam keberhasilan pengobatan penderita. Kelangsungan persediaan obat jangka pendek harus selalu terjamin. OAT esensial adalah INH, rifampisin, pirazinamid, streptomisin, dan etambutol. Pengadaan obat-obat tersebut harus harus terintegrasi dalam program obat esensial. Perencanaan distribusi dengan jumlah yang cukup pada waktu yang tepat. Yang paling pentiing adalah tersedianya obat dengan harga terjangkau atau bebas biaya yang diusahakan Departemen Kesehatan RI dalam bentuk Kombipak, atau sering dikenal oleh penderita sebagai obat Program. Penelitian menunjukkan bahwa angka keberhasilan DOTS mencapai 94,5% atau dengan kata lain hanya 5,5% yang gagal, dibandingkan dengan 21% pada pemberian OAT sendiri (self-administered treatment). Dari 21% tersebut 29% menjadi resistensi obat ganda (multi-drug resistant) dibandingkan 16% pada 5,5% pasien program DOTS yang tidak sembuh. Resistensi ganda ini merupakan masalah yang serius karena sangat sulit diobati, dengan angka keberhasilan pengobatan hanya sekitar 50%, sedangkan biaya pengobatan bisa meningkat sampai 100 kali lipat lebih mahal. Oleh karena itu dukungan politik dan penyuluhan terhadap penderita dan PMO menjadi sangat penting untuk meyakinkan penderita agar menjalani DOTS dengan baik. 15 BAB II KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN TUBERCULOSIS PARU Berikut ini adalah asuhan keperawatan pada klien dengan Tuberkulosis paru menurut Wijaya dan Putri (2013). A. Pengkajian 1. Identifikasi Diri Klien: a. Nama b. Jenis Kelamin c. Umur tempat/tanggal lahir d. Alamat e. Pekerjaan 2. Riwayat Kesehatan a. Kesehatan sekarang 1) Keadaan pernapasan < napas pendek > 2) Nyeri dada 3) Batuk dan 4) Sputum b. Kesehatan dahulu: Jenis gangguan kesehatan yang baru saja dialami, cedera dan pembedahan c. Kesehatan keluarga Adakah anggota keluarga yang menderita empisema, asma, alergi dan TB 3. Gejala yang Berkaitan dengan Maslah Utama, misalnya: a. Demam b. Menggigil c. Lemah d. Keringat dingin malam merupakan gejala yang berkaitan dengan TB 4. Status Perkembangan, misalnya: a. Ibu yang melahirkan bayi prematur perlu ditanyakan apakah sewaktu hamil mempunyai masalah-masalah risiko dan apakah usia kehamilan cukup b. Pada usia lanjut perlu ditanya apakah ada perubahan pola pernapasan, cepat lelah sewaktu naik tangga, sulit bernapas sewaktu berbaring atau apakah bila flu sembuhnya lama 5. Data Pola Pemeliharaan Kesehatan, misalnya: 16 a. Tentang pekerjaan b. Obat yang tersedia di rumah c. Pola tidur-istirahat dan stress 6. Pola Keterlambatan atau Pola Peranan-Kekerabatan, misalnya: a. Adakah pengaruh dari gangguan/penyakitnya terhadap dirinya dan keluarganya, serta b. Apakah gangguan yang dialami mempunyai pengaruh terhadap peran sebagai istri/suami dari dalam melakukan hubungan seksual 7. Pola Aktifitas/Istirahat a. Gejala: 1) Kelelahan umum dan kelemahan 2) Napas pendek karena kerja 3) Kesulitan tidur pada malam atau demam malam hari, meggigil dan atau berkeringat, mimpi buruk b. Tanda: 1) Takikardia, takipnea/dyspnea pada kerja 2) Kelelahan otot, nyeri dan sesak (tahap lanjut) 8. Pola Integritas Ego a. Gejala: 1) Adanya/faktor stress lama 2) Masalah keuangan, rumah 3) Perasaan tidak berdaya/tidak ada harapan 4) Populasi budaya/etnik b. Tanda: 1) Menyangkal (khususnya tahap dini) 2) Ansietas, ketakutan, mudah terangsang 9. Makanan/Cairan a. Gejala: 1) Kehilangan nafsu makan 2) Tidak dapat mencerna 3) Penurunan BB b. Tanda: 1) Turgor kulit buruk, kering/bersisik 2) Kehilangan otot/hilang lemak subkutan 10. Nyeri/Kenyamanan a. Tanda: 17 Nyeri dada meningkat karena batuk berulang b. Gejala: Perilaku distraksi, gelisah 11. Pernapasan a. Gejala: Batuk produktif atau tidak produktif Napas pendek Riwayat TB/terpajan pada individu terinfeksi b. Tanda: 1) Peningkatan frekuensi pernapasan (penyakit luas atau fibrosis parenkim paru dan pleura) 2) Perkusi pekak dan penurunan fremitus. Bunyi nafas menurun/tidak ada secara bilateral/unilateral. Bunyi nafas tubuler dan atau bisikan pectoral di atas lesi luas. Krekels tercatat di atas apek paru selama inspirasi cepat setelah batuk pendek (krekels pusttussic) 3) Karakteristik sputum adalah hijau/purulent, mukoid kuning atau bercak darah 4) Deviasi trakea (penyebaran bronkogenik) 5) Tidak perhatian, mudah terangsang yang nyata, perubahan mental (tahap lanjut) 12. Keamanan a. Gejala: Adanya kondisi penekanan imun, contoh: AIDS, kanker b. Tanda: 13. Interaksi Sosial a. Gejala: 1) Perasaan isolasi/penolakan karena penyakit menular 2) Perubahan pola biasa dalam tanggung jawab/perubahan kapasitas fisik untuk melaksanakan peran 14. Penyuluhan dan Pembelajaran a. Gejala: 1) Riwayat keluarga TB 2) Ketidakmampuan umum \/status kesehatan buruk 3) Gagal untuk membaik/kambuhnya TB 4) Tidak berpartisipasi dalam terapi 15. Pertimbangan DRG menunjukkan rerata lama dirawat adalah 6,6 hari 16. Rencana Pemulangan 18 Memerlukan bantuan dengan/gangguan dalam terapi obat dan bantuan perawatan diri dan pemeliharaan/perawatan rumah 17. Pemeriksaan Penunjang a. Rontgen dada b. Usap basil tahan asam BTA c. Kultur sputum d. Tes kulit Tuberkulin B. Diagnosa Keperawatan 1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d penumpukan sekret ditandai dengan frekuensi pernafasan dan bunyi nafas tidak normal 2. Gangguan pertukaran gas b.d kerusakan membran alveolar ditandai dengan frekuensi pernafasan tidak normal 3. Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi paru dan batuk menetap ditandai dengan nyeri pada dada saat batuk 4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d batuk, anorexia, mual dan muntah ditandai dengan penurunan berat badan 5. Intoleran aktivitas berhubungan dengan inadekuat oksigen untuk beraktifitas ditandai dengan dispnea dan perubahan elektrokardiogram (EKG) setelah beraktifitas 6. Gangguan pola tidur berhubungan dengan batuk dan sesak nafas ditandai dengan kesulitan untuk tidur, ketidakpuasan tidur, dan perubahan pola tidu C. Intervensi Keperawatan No Diagnosa 1. Ketidakefektifan Jalan nafas efektif, batuk dan Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi 1. Kaji fungsi pernafasan (bunyi bersihan jalan sesak nafas berkurang. nafas, kecepatan, kedalaman, nafas Kriteria hasil: dan kesulitan bernafas) 1. Mempertahankan jalan nafas pasien 2. Catat pergerakan dada, ketidaksimetrisan, penggunaan 2. Mengeluarkan tanpa bantuan sekret otot-otot bantu nafas 3. Monitor suara nafas tambahan 19 3. Menunjukkan perilaku untuk seperti ngorok atau mengi memperbaiki/ 4. Monitor pola nafas mempertahankan bersihan 5. Buka jalan nafas jalan nafas dengan teknik chin lift atau jaw thrust 4. Berpartisipasi dalam program pengobatan dalam tingkat kemampuan/situasi 6. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi 7. Ajarkan batuk efektif dan latihan nafas dalam 8. Catat kemampuan untuk mengeluarkan mukosa/batuk efektif 9. Bersihkan sekret dari mulut dan trakea (penghisapan sesuai kebutuhan) 10. Pertahankan masukan cairan setidaknya 2500 ml/hari kecuali terindikasi 11. Anjurkan pasien minum air putih hangat banyak 12. Observasi TTV 13. Monitor status pernafasan dan oksigenasi 14. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi 2. Gangguan Frekuensi pernafasan kembali pertukaran gas normal kedalaman, Kriteria hasil: bernafas a. Mendemonstrasikan 1. Monitor irama, 2. Catat kecepatan, dan kesulitan pergerakan dada, peningkatan ventilasi dan ketidaksimetrisan, oksigenasi yang adekuat penggunaan otot-otot bantu b. Memelihara kebersihan paru-paru dan bebas dari 20 Nafas 3. Monitor pola nafas tanda-tanda distress 4. Monitor keluhan sesak nafas pernafasan 5. Posisikan pasien c. Tanda-tanda vital dalam rentang normal untuk memaksimalkan ventilasi 6. Auskultasi suara nafas, catat Area yang ventilasinya menurun atau tidak ada dan adanya suara nafas tambahan 7. Monitor status pernafasan dan oksigenasi 8. Berikan oksigen tambahan bila perlu 9. Monitor aliran oksigen dan posisi alat pemberian oksigen 10. Monitor efektifitas terapi oksigen 11. Amati tanda-tanda hipoventilasi induksi oksigen 12. Berikan bantuan terapi nafas jika diperlukan 3. Nyeri Akut Skala nyeri berkurang atau 1. Monitor tanda-tanda vital tidak ada nyeri 2. Lakukan pengkajian nyeri Kriteria hasil: komprehensif yang meliputi a. Mampu mengontrol nyeri lokasi, karakteristik, durasi, ( tahu penyebab frekuensi, kualitas, mampu tenik nyeri, menggunakan nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri atau skala nyeri dan faktor pencetus 3. Observasi adanya b. Melaporkan bahwa nyeri nonverbal berkurang ketidaknyamanan dengan intensitas petunjuk mengenai menggunakan manajemen 4. Tentukan akibat nyeri nyeri terhadap pengalaman c. Mampu mengenali (skala, nyeri intensitas, 21 dari kualitas hidup klien 5. Gali bersama klien faktor- frekuensi dan tanda nyeri) faktor yang dapat menurunkan atau memperberat nyeri 6. Kurangi faktor-faktor yang Dapat mencetuskan atau meningkatkan nyeri 7. Ajarkan prinsip-prinsip manajemen nyeri 8. Kolaborasi dengan orangterdekat kesehatan klien, dan tim lainnya untuk memilih dan mengimplementasikan tindakan penurun nyeri farmakologi dan nonfarmakologi sesuai kebutuhan 9. Anjurkan teknik distraksi dan relaksasi 4. Ketidakseimban Berat badan kembali gan nutrisi normal/terkontrol. kurang dari Kriteria hasil: 2. Kolaborasi kesehatan kebutuhan tubuh 1. Menunjukkan meningkat 1. Monitor tanda-tanda vital BB mencapai dengan tim lain untuk mengembangkan rencana perawatan dengan melibatkan tujuan dengan nilai Lab Klien normal dan bebas terdekatnya dengan tepat tanda malnutrisi dan orang-orang 3. Monitor perilaku klien yang 2. Tidak terjadi penurunan berhubungan dengan pola berat badan yang berarti makan, penambahan dan 3. Malakukan kehilangan berat badan perubahan perilaku/ pola hidup 4. Berikan dukungan terhadap untuk meningkatkan dan peningkatan berat badan dan atau perilaku yang mempertahankan 22 meningkatkan berat badan yang tepat berat badan 5. Berikan dukungan (misalnya, Terapi relaksasi dan kesempatan untuk membicarakan perasaan) sembari klien mengintegrasikan perilaku makan yang baru 6. Bantu klien (dan orang-orang terdekat klien dengan tepat) untuk mengkaji masalah yang berkontribusi terhadap (terjadinya) gangguan makan 7. Monitor berat badan klien secara rutin 5. Intoleran aktivitas 1. Bantu Kriteria Hasil: klien mengidentifikasi a. Berpartisipasi dalam untuk aktivitas yang mampu dilakukan aktivitas fisik tanpa 2. Bantu klien untuk memilih disertai peningkatan aktivitas konsisten yang sesuai tekanan darah, nadi dan RR dengan kemampuan fisik, psikologi dan sosial b. Mampu melakukan aktivitas sehari-hari (ADLs) secara mandiri 3. Bantu klien untuk membuat jadwal latihan di waktu luang 4. Bantu pasien untuk c. Tanda-tanda vital normal mengembangkan motivasi diri d. Status sirkulasi baik dan penguatan 5. Sediakan penguatan positif 6. Peningkatan keterlibatan keluarga 7. Berikan dukungan spiritual 23 6. Gangguan pola Pola tidur kembali normal 1. Monitor tanda-tanda vital tidur 2. Monitor/catat pola tidur pasien Kriteria hasil: a. Jumlah jam tidur dalam dan jumlah jam tidur serta batas normal 6-8 jam/hari catat kondisi fisik b. Pola tidur, kualitas dalam batas normal 3. Lakukan langkah-langkah kenyamanan seperti pijat, c. Mampu mengidentifiasi pemberian posisi, dan sentuh hal-hal yang efektif meningkatkan tidur 4. Lakukan pengkajian nyeri komprehensif yang meliputi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas atau skala nyeri dan faktor pencetus 5. Observasi adanya nonverbal petunjuk mengenai ketidaknyamanan 6. Tentukan pengalaman akibat dari nyeri terhadap kualitas hidup klien 7. Gali bersama klien faktorfaktor yang dapat menurunkan atau memperberat nyeri 8. Kurangi faktor-faktor yang Dapat mencetuskan atau meningkatkan nyeri 9. Ajarkan prinsip-prinsip manajemen nyeri 10. Kolaborasi dengan dokter tentang pemberian obat untuk mendukung tidur 24 BAB III MODEL KONSEP KEPERAWATAN FLORENCE NIGHTINGALE DALAM ASUHAN KEPERAWATAN A. Prinsip Utama dan Teori Keperawatan Menurut Florence Nightingale Teori Nightingale berfokus pada lingkungan (environment). Murray dan Zentner menyatakan bahwa lingkungan, yang dapat mencegah, menekan atau mendorong suatu penyakit, kecelakaan atau kematian, merupakan semua kondisi eksternal dan pengaruh-pengaruh yang berdampak pada kehidupan dan perkembangan organisme. Meski istilah environment sendiri tidak muncul dalam tulisan-tulisan Nightingale, konsep-konsep utamanya atas ventilasi, kehangatan (warmth), cahaya, makanan, kebersihan dan kebisingan (noise) mencakup komponen-komponen yang disebutkan di atas. Meski Nightingale sering mendefinisikan konsep-konsep dengan tepat, ia masih kurang jelas memisahkan lingkungan pasien dalam aspek fisik, emosional, atau aspek-aspek sosial. Ia menganggapnya telah tercakup dalam lingkungan, tetapi tidak membuat perbedaan yang jelas bagaimana memisahkan semua itu. Nightingale memperhatikan beberapa aspek lingkungan dalam pekerjaannya. Ia yakin kondisi sekeliling yang sehat diperlukan untuk penanganan perawatan yang layak. Ada lima hal esensial dalam menjaga kesehatan rumah: (1) udara segar. (2) air bersih. (3) saluran pembuangan yang efisien. (4) kebersihan. (5) cahaya. Tanpa semua ini, rumah tidak akan sehat. Dan bisa kurang menyehatkan bila kondisinya kurang baik.Nightingale merasakan perlunya masyarakat meyakini dan menjalankan prosedur-prosedur ini supaya rumah dalam kondisi sehat. Ia ingin orang-orang menggunakan akal sehatnya setelah mereka diajarkan fakta-fakta penting mengenai kesehatan. Aspek lingkungan yang menjadi perhatian Nightingale terutama adalah adanya ventilasi yang cukup bagi pasien. Hal ini berarti seorang perawat “menjaga udara yang dihirup pasien sebersih udara yang di luar ruang, dengan tanpa membuatnya kedinginan”. Nightingale yakin tersedianya udara segar (fresh air) secara terus menerus merupakan prinsip paling penting dalam perawatan. Ia mengatakan udara bersih merupakan, hal pertama dan terakhir harus tetap diperhatikan oleh perawat, hal penting pertama bagi seorang pasien, ketika tidak ada sesuatu apapun yang bisa anda lakukan). Cahaya (sinar matahari) adalah elemen dari penanganan perawatan yang diyakini Nightingale tidak boleh diabaikan.Terdapat hal kedua yang mereka butuhkan setelah udara segar adalah perlunya sinar matahari...Dan tidak hanya cahaya, tetapi sinar matahari langsung yang mereka inginkan...Tanpa harus memasuki 25 penjelasan rinci secara ilmiah kita harus mengakui bila cahaya matahari memiliki pengaruh yang riil dan nyata terhadap tubuh manusia...Siapa yang belum pernah mengamati efek pemurnian cahaya, terutama sinar matahari, terhadap udara di ruangan? Nightingale benar-benar meyakini manfaat dari sinar langsung matahari. Ia bahkan menyarankan perawat bisa saja membawa keluar pasien “mencari sinar matahari, mengacu pada aspek­aspek ruangan, bila kondisinya mengijinkan”. Nightingale meyakini perlunya kebersihan pada si pasien, perawat dan lingkunga B. Konsep Utama Kerangka Konseptual Model Florance Inti konsep Florence Nightingale ialah pasien dipandang dalam konteks lingkungan secara keseluruhan,terdiri dari lingkungan fisik,lingkungan psiklologis dan lingkungan social. 1. Lingkungan fisik (Physical Environment) Merupakan lingkungan dasar/alami yang berhubungan dengan ventilasi dan udara.Faktor tersebut mempunyai efek terhadap lingkungan fisik yang bersih yang selalu akan mempengaruhi pasien dimanapun dia berada didalam runagan harus bebas dari debu,asap.bau-bauan. 2. Lingkungan psikologi (Psychology Environment) Florence Nightingale melihat bahwa kondisi lingkungan yang negative dapat menyebabkan stress fisik dan berpengaruh buruk terhadap emosi pasien.Oleh karena itu ditekankan kepada pasien menjaga rangsangan fisiknya.Mendapatkan sinar matahari,makanan yang cukup dan aktivitas manual dapat merangsang semua factor untuk dapat mempertahankan emosinya. 3. Lingkungan Sosial (Social Environment) Observasi dari lingkungan social terutama hubungan spesifik,kumpulan data-data yang spesifik dihubungkan dengan keadaan penyakit,sangat penting utnuk pencegahan penyakit.Dengan demikian setiap perawat harus menggunakan kemampuan observasi dalam hubungan dengan kasus- kasus secara spesifik lebih sekadar data- data yang ditiunjukan pasien pada umumnya. 26 C. Teori model keperawatan menurut Florence Nightingale Konsep utama bagi kesehatan adalah ventilasi kehangatan, cahaya, diet, kebersihan, dan ketenangan. Kesehatan adalah usaha untuk menjaga agar tetap sehat sebagai upaya menghindari penyakit yang berasal dari factor kesehatan lingkungan. Wabah penyakit adalah proses penyebaran secara alami karena adanya sesuatu yang kurang diperhatikan. a. Hubungan Teori Florence Nightingale dengan beberapa konsep 1. Hubungan teori Florence Nightingale dengan konsep keperawatan a. Individu/manusia: Memiliki kemampuan besar untuk memperbaiki kondisinya dalam menghadapi penyakit. b. Keperawatan: Bertujuan membawa/mengantar individu pada kondisi terbaik untuk dapat melakukan kegiatan melalui upaya dasar untuk mempengaruhi lingkungan. c. Sehat/sakit: Fokus perbaikan untuk sehat. d. Masyarakat/lingkungan: Melibatkan kondisi eksternal yang mempengaruhi kehidupan dan perkembangan individu, fokus pada ventilasi, suhu, bau, suara dan cahaya. 2. Hubungan Florence Nightingale dengan proses keperawatan a. Pengkajian/pengumpulan data: Data pengkajian Florence Nighitngale lebih menitiberatkan pada kondisi lingkungan(lingkungan fisik,psikhis,social. b. Analisa data: Data dikelompokkan berdasarkan lingkungan fisik, sosial dan mental yang berkaitan pada kondisi klient yang berhubungan dengan lingkungan keseluruhan. c. Masalah: Difokuskan pada hubungan individu dengan lingkungannya d. Diagnosa Keperawatan: Berbagai masalah klient yang berhungan dengan lingkungannya, misalnya faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap efektivitas asuhan, penyesuaian terhadap lingkungan. e. Implementasi: Upaya dasar merubah mempengaruhi lingkungan yang memungkinkan terciptanya kondisi lingkungan yang baik yang mempengaruhi kehidupan pertumbuhan fisik dan perkembangan individu. f. Evaluasi: Mengobservasi dampak perubahan lingkungan terhadap kesehatan individu. 27 BAB IV ASUHAN KEPERAWATAN KASUS A. Kasus a) PENGKAJIAN 1. Data Demografi Nama : Nn. E.C Usia : 16 th Jenis kelamin : wanita Pekerjaan : Pelajar SMK Kelas 2 Agama : Islam Alamat : Pangkalan Jati Limo Depok Tanggal masuk RS : 16 November 2019 Tanggal pengkajian : 24 November 2019 2. Diagnosa Medis 3. Riwayat kesehatan : TBC Paru Millier Saat dilakukan pengkajian, klien sudah dirawat selama 8 hari. Klien dirawat di RS. Fatmawati pada tanggal 16 November 2019, melalui UPGD dengan rujukan dokter Puskesmas Pangkalan Jati. Klien di bawa ke Puskesmas oleh keluarganya karena sudah sejak 1 bulan SMRS klien badannya lemah, kadang – kadang demam, sering batuk, nafasnya sesak jika klien beraktifitas. 1 minggu SMRS klien tidak mau makan, kondisinya semakin lemah , pucat, dan gemetaran. Oleh keluarganya di bawa ke Puskesmas dan di rujuk ke RSF. Di UPGD klien mengalami batuk darah, dikatakan oleh orang tua klien bahwa batuk darah ini pertama kali yang dialami oleh klien. Jumlah darah yang dikeluarkan kira – kira 2 sendok dan setelah itu keluar sedikit – sedikit saat batuk. Dilakukan pemasangan infuse RL dan Adona 1 ampul dengan dosis 8 jam/kolf. Riwayat masa lalu : Sejak bulan agustus klien sudah, mulai batuk – batuk, sering demam dan badan lemas, Bulan September berobat ke RS.Fatmawati mendapatkan pengobatan OAT FDC dan baru diminum 3 butir berhenti, dengan alasan tidak bisa menelan obatnya. Sejak kecil klien sering sakit – sakitan seperti batuk & pilek, namun klien tidak pernah dirawat di RS. Saat dilakukan pengkajian : Keluhan yang dialami adalah : 28 Oksigenasi : batuk darah sudah tidak ada, namun klien batuk dengan dahak sedikit yang bisa dikeluarkan dan dahak yang dikeluarkan berwarna kuning kental . Klien menyatakan masih sesak dan merasa lemas , aktifitas klien semuanya dibantu oleh keluarganya dan dilakukan di tempat tidur dengan posisi tidur supine atau setengah duduk. Untuk duduk klien merasa pusing dan menyatakan tidak kuat lama. Status nutrisi ; klien menyatakan mual, mulutnya pahit dan tidak nafsu makan. Muntah tidak ada, makanan yang dihabiskan klien rata – rata hanya 2 – 3 sendok saja, tidak ada makanan lain yang dimakan selain dari makanan RS karena keluarga klien melarang makan makanan dari luar RS dengan alas an takut salah makan dan menyebabkan batuk. Klien mendapatkan kalori tambahan dari RS yaitu telur rebus 3 butir sehari dan susu bubuk 3 bungkus untuk satu hari. Namun tidak pernah dimakan oleh klien karena klien tidak suka susu putih dan sudah bosan dengan telur rebus. Cairan & Elektrolit : Klien minum air putih 4 – 5 gelas dalam sehari, klien tidak pernah minum manis karena keluarganya melarang dengan alas an takut batuk. Klien juga tidak pernah minum susu yang diberikan oleh RS karena klien tidak menyukai susu putih, untuk konsumsu susu coklat keluarganya tidak mengijinkan dengan alas an takut batuk. Klien mendapatkan terapi cairan RL 1 kolf/12 jam ( 1000 cc/hr ). Biasanya setelah klien minum obat, klien berkeringat sampai membasahi baju & laken. Eliminasi : Aktifitas BAK & BAB dilakukan ditempat tidur. BAK 6 – 7 kali warna urine orange (setelah minum OAT), volume urine tidak diukur, tidaka ada kesulitan dalam memulai BAK dan tidak menggunakan diuretic. BAB 2 hari sekali jumlahnya sedikit dan konsistensinya sedikit keras, namun klien merasa tidak ada kesulitan dalam BAB. Istirahat : jika malam hari klien sering tidak tidur pulas karena menurut keluarganya jika malam klien sering demam, namun jika siang klien bisa tidur. 29 Psikososial : Klien mengatakan masih berkomunikasi dengan teman – temannya melalui telephone. Klien khawatir tertinggal pelajarannya di sekolah. Karena klien sudah 1 bulan lebih tidak sekolah, namun guru & teman-temannya selalu memberikan support kepada klien untuk cepat sehat dan sementara tidak memikirkan sekolahnya. Selama sakit keluarga klien menunggu secara bergantian . 4. Hasil Pemeriksaan Fisik Observasi : Kesadaran klien komposmentis, mobilisasi duduk dibantu, klien terlihat batuk dengan kekuatan minimal Pengukuran : BB : 30 kg, TB : 151 cm. IMT : 13.16 TTV : TD : 100/70 mmHg, Nd : 96 x/mnt, Sh : 37. 5 C, RR : 24 x/mnt irama tidak teratur. Inspeksi : Konjungtiva anemis, sclera tidak ikterik, tidak bernafas menggunakan cuping hidung maupun mulut, trachea simetris, tampak retraksi dinding dada, irama nafas tidak teratur, gerakan dada simetris, RR : 24 x/mnt kulit dan kuku pucat, tampak odema grade 1 pada tungkai kanan & kiri, tonus otot lembek Palpasi : Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening di area kepala, leher dan ketiak. Fokal premitus kanan & kiri sama, ekspanti paru kanan & kiri sama, tidak ada nyeri tekan pada dada. Pada abdomen tidak ada nyeri tekan, tidak teraba hepar & lien Perkusi : Terdengar sonor diarea lapang paru, dan timpani di area abdomen Auskultasi : Terdengar ronchi di lapang paru kanan lebih keras dibanding kiri. Wheezing tidak terdengar, suara jantung 1 & 2 terdengar, tidak ada suara jantung tambahan. Bising usus terdengar, 4 x/mnt. 30 5. Pemeriksaan Diagnostik Laboratorium tanggal 16 November 2019 Jenis Pemeriksaan Nilai Rujukan Satuan Hemoglobin 7.8 11.7-15.5 Hematokrit 25 % 35 - 45 % Leukosit 7.000 5.000-10.000 /uL 254.0000 150.000-400.000 /uL Ureum darah Belum diperiksa 20-40 mg/dL Kreatinin darah Belum diperiksa 0.5-1.5 mg/dL Glukosa darah 110 70-200 mg/dL SGOT 31 < 33 u/L SGPT 17 < 46 u/L Belum diperiksa 3.4 – 4.8 mg/dL Natrium 128 132 – 147 mmol/L Kalium 3.30 3.30 – 5.40 mmol/L Klorida 86 94.0 – 111 mmol/L Hematologi Trombosit g/dL Kimia darah Albumin Elektrolit Sputum BTA BTA I Negatif 31 Spesimen terkirim air liur BTA II Negatif Thoraks 16 November 2019 : Kesan : TB paru millier duplek 6. Penatalaksanaan Diit TKTP : Jumlah kalori tidak dapat praktikan ketahui sampai akhir dinas karena tidak ada ahli gizi yang dating, sementara pramusaji hanya mengetahui bahwa diitnya TKTP tanpa tahu jumlah kalorinya Cairan parenteral : RL 14 tetes/mnt Terapi oral : - - Ambroksol : 3 x 1 CI - Salbultamol : 3 x ½ tab - Curcuma : 3 x 1 tab Terapi Injeksi - - Cefotaxim : 2 x 1 gr ( 10.00 & 22.00 ) - Streptomicin : 1 x 750 mg (18.00 ) Terapi O2 : 3 lt/mnt menggunakan nasal kanule b) Analisa data NO DATA ETIOLOGI PROBLEM Bakteri Ketidakefektifan Mycobacterium bersihan jalan nafas DX/ 1 DS : - Klien mengatakan batuk berdahak,kental ,sedikit, berwarna TBC kuning, dapat di keluarkan Pelepasan bahan DO : - Klien perempuan - 16 Tahun tuberkel dari cavitas 32 - Batuk sejak 3 bln SMRS ( agustus sekret kental ) - Penumpukkan 2 bln SMRS ( September ) mendapat th/ OAT FDC ( putus Ketidakefektifan obat ) - Sejak 1 bln SMRS sering batuk - 8 hari yl ( di IGD ) Batuk darah 2 bersihan jalan nafas sendok, dan batuk keluar darah sedikit sedikit - Konjungtiva : Anemia - Hb : 7,8 gr/dl - Terdengar ronchi di lapang paru kanan lebih keras dibanding kiri. - DX/TB paru milier - Therafi : Streptomicin : 1 x 750 mg (18.00 ) - Therafi/ : Ambroksol : 3 x 1 CI 2 DS : Kerusakan membrane alveolar - Klien mengatakan masih sesak - Sejak 1 bln SMRS napas sesak jika beraktifitas Jaringan parut DO : kolagenesa - Posisi tidur supine sd ½ duduk - Konjungtiva anemia - HB 7.8 gr/dl - Nadi : 96 x/mnt, RR : 24 x/mnt Granulasi karena irama tidak teratur. - tampak retraksi dinding dada, irama nafas tidak teratur, gerakan dada simetris, dan kuku pucat, 33 M tuberculosis Gangguan pertukaran gas - 3 Therafi : 3x ½ tab salbutamol DS : - Klien mengatakan mual, mulut Peradangan pada Ketidakseimbangan bronkus Nutrisi kurang dari kebutuhan pahit ,tidak nafsu makan - Klien mengeluh lemas - Sejak 1Minggu SMRS klien tidak Malaise mau makan DO : - Anoreksia Makan hanya habis rata rata 3 sendok - Untuk duduk klien merasa pusing Bb menurun dan menyatakan tidak kuat lama - HB 7.8 gr/dl , Natrium 128, Chlorida 86, - Nutrisi kurang dari kalori tambahan dari RS yaitu telur rebus 3 butir sehari dan susu bubuk 3 bungkus untuk satu hari. Namun tidak pernah dimakan oleh klien karena klien tidak suka susu putih dan sudah bosan dengan telur rebus. - Therafi 3x1 tab curcuma - BB : 30 kg, TB : 151 cm. IMT : 13.16 - odema grade 1 pada tungkai kanan & kiri, tonus otot lembek RL 14 tetes/mnt - Biasanya setelah klien minum obat, klien berkeringat sampai membasahi baju & laken. - Diit TKTP 34 kebutuhan 4 DS : - Klien menyatakan masih lemas - Klien menyatakan mual - Klien menyatakan pusing dan tidak Paru-paru Gangguan terinfeksi keseimbangan cairan dan elektrolit kuat lama bila duduk Jaringan paru invasi makrofag DO : - Natrium 128,Chlorida 86, Hb 7,8 gr/dl - Klien minum air putih 4 – 5 gelas Membentuk jaringan fibrosa dalam sehari - RL 14 tetes/mnt - BAB 2 hari sekali jumlahnya Berkurang luas sedikit dan konsistensinya sedikit total permukaan membran keras, - menurut keluarganya jika malam klien sering demam - Penurunan Suhu 37,5 kapasitas difusi pleura Berkurang oksigen darah Malaise Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit 5 DS : - jika malam hari klien sering 35 Bacteria Gangguan microbacterium pola tidur pola tidak tidur menurut pulas karena keluarganya jika malam klien sering demam, Kerusakan jaringan paru DO: - Suhu 37,5 - Produksi sputum meningkat Merangsang RAS Gangguan pola tidur c) Diagnosa keperawatan 1. ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan penumpukan sekret ditandai dengan frekuensi pernafasan dan bunyi nafas tidak normal 2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran alveolar ditandai dengan frekuensi pernafasan tidak normal. 3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan atuk, anorexia, mual dan muntah ditandai dengan penurunan berat badan. 4. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilangan volume cairan secara aktif. 5. Gangguan pola tidur berhubungan dengan batuk dan sesak nafas ditandai dengan kesulitan untuk tidur, ketidakpuasan tidur, dan perubahan pola tidur. d) Intervensi keperawatan No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional keperawatan 1 Ketidakefektifan a. Kaji fungsi pernapasan: bunyi napas, bersihan jalan nafas tindakan kecepatan, imma, berhubungan dan keperawatan selama kedalaman penggunaan otot aksesori dengan 1 x 24 jam masalah Setelah dilakukan 36 a. Penurunan bunyi napas indikasi atelektasis, ronki indikasi akumulasi secret/ketidakmampuan membersihkan jalan penumpukan sekret jalan nafas efektif, ditandai dengan batuk frekuensi pernafasan dan napas sehingga otot aksesori digunakan dan kerja pernapasan meningkat. sesak nafas berkurang dan dapat teratasi b. Catat kemampuan untuk mengeluarkan a. Mempertahankan secret atau batuk efektif, catat karakter, jumlah jalan nafas pasien sputum, adanya b. Mengeluarkan hemoptisis. sekret tanpa bantuan. bunyi nafas tidak Dengan kriteri hasil: normal c. Menunjukkan perilaku untuk c. Berikan pasien posisi atau Fowler, memperbaiki/mempe semi Bantu/ajarkan batuk rtahankan bersihan efektif dan latihan napas dalam. jalan nafas. d.berpartisipasi dalam pengobatan program dalam tingkat kemampuan/situasi. b. Pengeluaran sulit bila sekret tebal, sputum berdarah akibat kerusakan paru atau luka bronchial yang memerlukan evaluasi/intervensi lanjut. c. Meningkatkan ekspansi paru, ventilasi maksimal membuka area atelektasis dan peningkatan gerakan sekret agar mudah dikeluarkan Mencegah obstruksi/aspirasi. d. Bersihkan sekret dari D.Suction dilakukan bila mulut dan trakea, suction pasien tidak mampu bila perlu. mengeluarkan sekret. e.Membantu e. Pertahankan intake mengencerkan secret cairan minimal 2500 sehingga mudah ml/hari kecuali dikeluarkan kontraindikasi. f.Mencegah pengeringan f. Lembabkan membran mukosa udara/oksigen inspirasi. 2 Gangguan Setelah dilakukan pertukaran gas berhubungan dengan keperawatan selama kerusakan membran alveolar ditandai dengan frekuensi pernafasan tindakan 1 x 24 jam masalah frekuensi pernafasan kembali normal dengan kriteria hasil: tidak a. Mendemsonstrasikan 37 a. Kaji dispnea, takipnea, bunyi pernapasan abnormal. Peningkatan upaya respirasi, keterbatasan ekspansi dada dan kelemahan. a. Tuberkulosis paru dapat rnenyebabkan meluasnya jangkauan dalam paru-pani yang berasal dari bronkopneumonia yang meluas menjadi inflamasi, nekrosis, pleural effusion dan meluasnya fibrosis dengan gejala-gejala respirasi distress. normal. peningkatan ventilasi b. Evaluasi perubahantingkat kesadaran, catat dan oksigenisasi tanda-tanda sianosis dan yang adekuat perubahan warna kulit, membran mukosa, dan b.memelihara warna kuku. kebersihan paru-paru b. Akumulasi secret dapat menggangp oksigenasi di organ vital dan jaringan. dan bebas dari tand- c. Meningkatnya resistensi aliran udara untuk mencegah kolapsnya jalan napas. tanda distress. c. Tanda-tanda vital dalam rentang normal. c.Demonstrasikan/anjurk an untuk mengeluarkan napas dengan bibir disiutkan, terutama pada pasien dengan fibrosis atau kerusakan parenkim. d. Anjurkan untuk d. Mengurangi konsumsi bedrest, batasi dan bantu oksigen pada periode aktivitas sesuai respirasi. kebutuhan. e. Monitor GDA. e. Menurunnya saturasi oksigen (PaO2) atau meningkatnya PaC02 menunjukkan perlunya penanganan yang lebih. adekuat atau perubahan terapi. f. Berikan oksigen sesuai f. Membantu mengoreksi indikasi. hipoksemia yang terjadi sekunder dan permukaan hipoventilasi penurunan alveolar paru. 3 Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan atuk, anorexia, mual dan muntah Setelah dilakukan a. Catat status nutrisi pasien: turgor kulit, tindakan timbang berat badan, keperawatan selama integritas mukosa mulut, 1 x 24 jam masalah kemampuan menelan, mual/muntah berat badan kembali riwayat atau diare. terkontrol dengan ditandai kriteria hasil: a. berguna dalam mendefinisikan derajat masalah dan intervensi yang tepat. b. Membantu intervensi dengan penurunan a.menunjukkan berat b. Kaji pola diet pasien kebutuhan yang spesifik, intake disukai/tidak meningkatkan badan meningkat yang berat badan. diet pasien. mencapai dengan disukai. 38 tujuan nilai c. Monitor intake dan c. Mengukur keefektifan laboratorium normal output secara periodik. nutrisi dan cairan. dan bebas tanda d. Catat adanya anoreksia, mual, muntah, d. Dapat menentukan malnutrisi dan tetapkan jika ada jenis diet dan b.tidak terjadi hubungannya dengan mengidentifikasi penurunan berat medikasi. masalah Awasi pemecahan meningkatkan frekuensi, volume, untuk badan yangbberarti. konsistensi Buang Air intake nutrisi. c.melakukan Besar. perilaku/perubahan e. Anjurkan bedrest. pola hidup untuk e.Membantu menghemat mempertahankan energi khusus saat demam terjadi dan meningkatkan peningkatan metabolik. berat badan yg tepat. f. Anjurkan makan Memaksimalkan sedikit dan sering dengan f. nutrisi dan makanan tinggi protein intake menurunkan iritasi dan karbohidrat. gaster. g. Rujuk ke ahli gizi untuk menentukan g. Memberikan bantuan dalarn perencaaan diet komposisi diet. dengan nutrisi adekuat unruk kebutuhan metabolik dan diet. Membantu h. Konsul dengan tim medis untuk pengobatan 1-2 jadwal jam mual dan muntah karena sebelum/setelah makan. 4 Defisit volume Setelah cairan berhubungan tindakan dilakukan a. Pertahankan catatan intake dan output yang akurat dengan kehilangan keperawatan selama volume cairan 1 x 24 jam masalah b.Monitor status hidrasi ( kelembaban membran secara aktif. elektrolit dapat mukosa, nadi adekuat, teratasi dengan tekanan darah ortostatik ), jika diperlukan kriteria hasil: - h. menurunkan insiden efek samping obat. a.dengan pencatatan yang monitoring baik akan berjalan baik. b. Monitoring yang ketat dapat dari menghindarkan tanda-tanda dehidrasi yang berat. c. hasil lab yang sesuai dengan retensi cairan c. hasil laboratorim Tanda-tanda (BUN , Hmt , osmolalitas menggambarkan adanya odema tidak urin, albumin, total Mual berkurang 39 terjadi. - protein ) tidak d. Monitor vital sign terjadi (suhu 37) setiap 15menit – 1 jam masalah yang teratasi. Demam e.Berikan cairan ora d. Mendapatkan perkembangan pasien. e.mencegah dehidrasi f. Dorong keluarga untuk membantu pasien makan f. Suport dari keluarga sangat membatu untuk kesembuhan. g. Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih muncul meburuk h. Monitor intake dan urin output setiap 8 jam g. Mencegah dampak buruk bila terjadi perburukan. h.menjaga cairan tetap terpenuhi didalam tubuh. 5 Gangguan tidur pola a. Menghindari efek obat berhubungan yang dapat dengan batuk dan memperburuk pola tidur. sesak nafas ditandai b. dengan kesulitan Setelah untuk ketidakpuasan tidur, perubahan tidur. dilakukan Tidak mencukupi tidur, tindakan memperbaikin keperawatan selama merangsang dan 1 x 24 jam masalah yang dapat dan hormon agar tidak menimbulkan a. Determinasi efek-efek stress. medikasi terhadap pola normal dengan tidur c. Aktifitas yang disukai kriteria hasil: dapat membuat mata b. Jelaskan pentingnya a.jumlah jam tidur tidur yang adekuat menjadi lelah dan dalam batas normal menciptakan waktun c. Fasilitasi untuk 6-8 jam /hari tidur yg cukup. mempertahankan b.pola tidur,kualitas aktivitas sebelum tidur d. Lingkungan yang (membaca) dalam batas normal nyaman akan pola pola tidur kembali d. Ciptakan lingkungan menciptakan rasa aman mengidentifikasi hal- yang nyaman dan nyaman. c.mampu hal yang e. Kolaburasi pemberian e.obat menjadi salah satu meningkatkan tidur. 40 obat tidur cara dalam mengatasi tidur yang di akibatkan kecemasan penyakit. 41 C. KAJIAN ETIK TERKAIT KASUS Prinsip-Prinsip Etik 1. Otonomi (Autonomy) Autonomy berarti mengatur dirinya sendiri, prinsip moral ini sebagai dasar perawat dalam memberikan asuhan keperawatan dengan cara menghargai pasien, bahwa pasien adalah seorang yang mampu menentukan sesuatu bagi dirinya. Perawat harus melibatkan pasien dalam membuat keputusan tentang asuhan keperawatan yang diberikan pada pasien. Prinsip otonomi didasarkan pada keyakinan bahwa individu mampu berpikir logis dan mampu membuat keputusan sendiri. Orang dewasa dianggap kompeten dan memiliki kekuatan membuat sendiri, memilih dan memiliki berbagai keputusan atau pilihan yang harus dihargai oleh orang lain. Prinsip otonomi merupakan bentuk respek terhadap seseorang, atau dipandang sebagai persetujuan tidak memaksa dan bertindak secara rasional. Otonomi merupakan hak kemandirian dan kebebasan individu yang menuntut pembedaan diri. Praktek profesional merefleksikan otonomi saat perawat menghargai hak-hak klien dalam membuat keputusan tentang perawatan dirinya. Aplikasi pada kasus ini adalah perawat sebelum melakukan tindakan memberitahukan terlebih dahulu tindakan yg akan di berikan , tujuan pemberian, efek samping, bila ada dan pilihan.tempat penyuntikan 2. (Beneficience) Prinsip beneficience ini oleh Chiun dan Jacobs (1997) didefinisikan dengan kata lain doing good yaitu melakukan yang terbaik . Beneficience adalah melakukan yang terbaik dan tidak merugikan orang lain , tidak membahayakan pasien . Apabila membahayakan, tetapi menurut pasien hal itu yang terbaik maka perawat harus menghargai keputusan pasien tersebut, sehingga keputusan yang diambil perawatpun yang terbaik bagi pasien dan keluarga. Beneficience berarti, hanya melakukan sesuatu yang baik. Kebaikan, memerlukan pencegahan dari kesalahan atau kejahatan, penghapusan kesalahan atau kejahatan dan peningkatan kebaikan oleh diri dan orang lain. Terkadang, dalam situasi pelayanan kesehatan, terjadi konflik antara prinsip ini dengan otonomi. Dalam contoh ini pasien tidak mau makan makanan dari rumah sakit TKTP dengan 46 alasan pasien tidak makan makanan yang bernyawa, di sini perawat mengedukasi pasien tentang pentingnya protein, dan protein pengganti serta di dokumentasikan di CEPT 3. Justice Setiap individu harus mendapatkan tindakan yang sama, merupakan prinsip dari justice (Perry and Potter, 1998 ; 326). Justice adalah keadilan, prinsip justice ini adalah dasar dari tindakan keperawatan bagi seorang perawat untuk berlaku adil pada setiap pasien, artinya setiap pasien berhak mendapatkan tindakan yang sama. Prinsip keadilan dibutuhkan untuk terpai yang sama dan adil terhadap orang lain yang menjunjung prinsip-prinsip moral, legal dan kemanusiaan. Nilai ini direfleksikan dalam prkatek profesional ketika perawat bekerja untuk terapi yang benar sesuai hukum, standar praktek dan keyakinan yang benar untuk memperoleh kualitas pelayanan kesehatan. Tindakan yang sama tidak selalu identik, maksudnya setiap pasien diberikan konstribusi yang relatif sama untuk kebaikan kehidupannya. Prinsip Justice dilihat dari alokasi sumber-sumber yang tersedia, tidak berarti harus sama dalam jumlah dan jenis, tetapi dapat diartikan bahwa setiap individu mempunyai kesempatan yang sama dalam mendapatkannya sesuai dengan kebutuhan pasien. (Sitorus, 2000). Sebagai contoh dari penerapan tindakan justice ini adalah perawat memberikan penjelasan bahwa pasien akan di lakukan pemeriksaan thorax foto, manfaat dan tempat di lakukan serta persiapan lainnya di ruang VIP maupun kelas III, apabila perawat hanya memberikan kesempatan salah satunya maka melanggar prinsip justice ini. 4. Tidak Merugikan (Nonmaleficience) Prinsip avoiding killing menekankan perawat untuk menghargai kehidupan manusia (pasien), tidak membunuh atau mengakhiri kehidupan. Thomhson ( 2000 : 113) menjelasakan tentang masalah avoiding killing sama dengan Euthanasia yang kata lainya tindak menentukan hidup atau mati yaitu istilah yang digunakan pada dua kondisi yaitu hidup dengan baik atau meninggal. Prinsip ini berarti tidak menimbulkan bahaya/cedera fisik dan psikologis pada klien. kewajiban perawat untuk tidak dengan sengaja menimbulkan kerugian atau cidera. Prinsip : Jangan 47 membunuh, menghilangkan nyawa orang lain, jangan menyebabkab nyeri atau penderitaan pada orang lain, jangan membuat orang lain berdaya dan melukai perasaaan orang lain. 5. Kejujuran (Veracity) Veracity menurut Chiun dan Jacobs (1997) sama dengan truth telling yaitu berkata benar atau mengatakan yang sebenarnya. Veracity merupakan suatu kewajiban untuk mengatakan yang sebenarnya atau untuk tidak membohongi orang lain atau pasien (Sitorus, 2000). Prinsip veracity berarti penuh dengan kebenaran. Nilai ini diperlukan oleh pemberi pelayanan kesehatan untuk menyampaikan kebenaran pada setiap klien dan untuk meyakinkan bahwa klien sangat mengerti. Prinsip veracity berhubungan dengan kemampuan seseorang untuk mengatakan kebenaran. Informasi harus ada agar menjadi akurat, komprensensif, dan objektif untuk memfasilitasi pemahaman dan penerimaan materi yang ada, dan mengatakan yang sebenarnya kepada klien tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan keadaan dirinya selama menjalani perawatan. Walaupun demikian, terdapat beberapa argument mengatakan adanya batasan untuk kejujuran seperti jika kebenaran akan kesalahan prognosis klien untuk pemulihan atau adanya hubungan paternalistik bahwa ”doctors knows best” sebab individu memiliki otonomi, mereka memiliki hak untuk mendapatkan informasi penuh tentang kondisinya. Kebenaran merupakan dasar dalam membangun hubungan saling percaya. Perawat dalam bekerja selalu berkomunikasi dengan pasien, kadang pasien menanyakan berbagai hal tentang penyakitnya, tentang hasil pemeriksaan laboratorium, hasil pemeriksaan fisik seperti, “berapa tekanan darah saya suster?”, bagaimana hasil laboratorium saya suster?’ dan sebagainya. Hal-hal seperti itu harusnya dijawab perawat dengan bener sebab berkata benar atau jujur adalah pangkal tolak dari terbinanya hubungan saling percaya antar individu dimanapun berada. Namun demikian untuk menjawab pertanyaan secara jujur diatas perlu juga dipikirkan apakah jawaban perawat membahayakan pasien atau tidak, apabila memungkinkan maka harus dijawab dengan jawaban yang jelas dan benar, misalnya pasien menanyakan hasil pemeriksaan tekanan darah maka harus dijawab misalnya, 120/80 mmHg, hasil laboratorium Hb 13 Mg% dan sebagainya. Prinsip ini dilanggar ketika kondisi pasien memungkinkan untuk menerima jawaban yang sebenarnya tetapi perawat menjawab tidak benar misalnya dengan 48 jawaban ; hasil ukur tekanan darahnya baik, laboratoriumnya baik, kondisi bapak atau ibu baikbaik saja, padahal nilai hasil ukur tersebut baik buruknya relatif bagi pasien. 6. Menepati Janji (Fidelity) Sebuah profesi mempunyai sumpah dan janji, saat seorang menjadi perawat berarti siap memikul sumpah dan janji. Hudak dan Gallo (1997 : 108), menjelaskan bahwa membuat suatu janji atau sumpah merupakan prinsip dari fidelity atau kesetiaan. Dengan demikian fidelity bisa diartikan dengan setia pada sumpah dan janji. Chiun dan Jacobs (1997 : 40) menuliskan tentang fidelity sama dengan keeping promises, yaitu perawat selama bekerja mempunyai niat yang baik untuk memegang sumpah dan setia pada janji. Prinsip fidelity dibutuhkan individu untuk menghargai janji dan komitmennya terhadap orang lain. Perawat setia pada komitmennya dan menepati janji serta menyimpan rahasia klien. Ketaatan, kesetiaan, adalah kewajiban seseorang untuk mempertahankan komitmen yang dibuatnya. Kesetiaan, menggambarkan kepatuhan perawat terhadap kode etik yang menyatakan bahwa tanggung jawab dasar dari perawat adalah untuk meningkatkan kesehatan, mencegah penyakit, memulihkan kesehatan dan meminimalkan penderitaan. Prinsip fidelity menjelaskan kewajiban perawat untuk tetap setia pada komitmennya, yaitu kewajiban memperatankan hubungan saling percaya antara perawat dan pasien yang meliputi menepati janji dan menyimpan rahasia serta caring (Sitorus, 2000 : 3). Prinsip fidelity ini dilanggar ketika seorang perawat tidak bisa menyimpan rahasia pasien kecuali dibutuhkan, misalnya sebagai bukti di pengadilan, dibutuhkan untuk menegakan kebenaran seperti penyidikan dan sebagainya. Penerapan prinsip fidelity dalam praktik keperawatan misalnya, seorang perawat tidak menceritakan penyakit pasien pada orang yang tidak berkepentingan, atau media lain baik diagnosa medisnya (Carsinoma, Diabetes Militus) maupun diagnosa keperawatanya (Gangguan pertukaran gas, Defisit nutrisi). Selain contoh tersebut yang merupakan rahasia pasien adalah pemeriksaan hasil laboratorium, kondisi ketika mau meninggal dan sebagainya. 7. Karahasiaan (Confidentiality) 49 Aturan dalam prinsip kerahasiaan adalah informasi tentang klien harus dijaga privasi klien. Segala sesuatu yang terdapat dalam dokumen catatan kesehatan klien hanya boleh dibaca dalam rangka pengobatan klien. Tidak ada seorangpun dapat memperoleh informasi tersebut kecuali jika diijinkan oleh klien dengan bukti persetujuan. Diskusi tentang klien diluar area pelayanan, menyampaikan pada teman atau keluarga tentang klien dengan tenaga kesehatan lain harus dihindari. 8. Akuntabilitas (Accountability) Akuntabilitas merupakan standar yang pasti bahwa tindakan seorang profesional dapat dinilai dalam situasi yang tidak jelas atau tanpa terkecuali. D. Kajian alquran dan hadist dalam sistem pernafasan Pada dasarnya manusia makhluk hidup yang diciptakan oleh Allah dengan bentuk sangat sempurna dibandingkan dengan makhluk hidup lainnya seperti tumbuhan dan binatang karena selain manusia diberikan oleh Allah sebuah akal untuk berfikir dan merenungkan segala sesuatu yang terjadi dimuka bumi ini dengan harapan akan menambah kesyukuran atas penciptaan mereka terhadap Allah SWT, manusia juga tersusun dari komponen-komponen yang sangat rumit sekaligus kompleks yang apabila dilihat dan dikaji secara mendalam akan diketahui bahwa sekecil apapun komponen yang membentuk tubuh manusia itu akan memiliki fungsi tersendiri dan tidak akan pernah sia-sia. Manusia sendiri adalah makhluk hidup yang bersel banyak dimana kumpulan sel ini akan membentuk jaringan dan kumpulan jaringan tersebut akan membentuk sistem organ, sedangkan kumpulan sistem organ akan membentuk individu atau organisme dengan organ manusia yang memiliki peran dan fungsi yang sangat vital untuk mengantur kerja tubuh manusia. Ini merupakan nikmat yang telah diberikan Allah SWT begitu besar kepada manusia yang patut kita syukuri dan kita sdari banyak sekali nikmat yang diberikan kepada umat Islam tidak akan mampu untuk menghitungnya hal ini dijelaskan dalam Al Qur‟an surat Ibrahim ayat 34 yang berbunyi 50 Arttinya:: “Dan jika kamu mghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya. Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim dan sangat mengingkari.(QS.Ibrahim:34 Artinya : “Dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka dari Allahlah datangnya”(QS. An-Nahl:53) Paru-paru merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari gelembung. Gelembung alveoli ini terdiri dari sel-sel epitel dan endotel. Paru-paru terdiri dua bagian yaitu paru-paru kanan, terdiri atas 2 lobus yaitu lobus pulmo dekstra, lobus media, dan lobus inferior. A. Struktur Paru-Paru Struktur pada paru-paru terdiri atas beberapa bagian yaitu sebagai berikut : 1. Trakea Trakea merupakan batang tenggorokan atau lanjutan dari laring yang dibentuk oleh 16-sampai 20 cincin yang terdiri dari tulang rawan yang berbentuk seperti kuku kuda. 2. Bronkus 51 Bronkus merupakan lanjutan dari trakea berupa saluran konduksi udara dan juga sebagai tempat difusi oksigen-karbon dioksida diujung terminal dibagian yang berkaitan langsung dengan alveolus. Gambar 2.4 Struktur paru-paru((Sumber: Inquiry into Life, S.S. Mader) 3. Alveolus Alveolus merupakan unit fungsional paru-paru berupa kantung udara kecil yang muncul dari bronkiolus yang disebut alveoli. Fungsi dasar dari alveoli adalah petukaran gas. Petukaran gas ini dimulai saat menghirup udara melalui lubang hidung, udara melewati rute panjang yang terdiri dari berbagai organ pada sistem pernapasan dan akhirnya mencapai alveolus melalui kantung kecil. 4. Paru-paru Kanan Paru-paru kanan memiliki 3 lobus yaitu lobus superior (atas) lobus medius (tengah), dan lobus inferior (bawah). 3. Fungsi paru-paru 52 Paru-paru pada sistem ekskresi mempunyai fungsi yaitu sebagai petukaran gas berupa karbondioksida yang ada didarah dengan oksigen dari atmosfer. Tujuan pertukaran gas ini ialah menyediakan oksigen jaringan dan mengeluarkan karbon dioksida. Udara masuk paru-paru melalui sistem berupa pipa yang menyempit dan bercabang dikedua belah paru-paru utama. Pipa tersebut berakhir digelembung-gelembung paru-paru terakhir dimana oksigen dan karbon dioksida dipindahkan ditempat darah yang mengalir. Menurut masanya, oksigen merupakan unsur kimia paling melimpah di biosfer, udara, laut dan tanah bumi. Namun, oksigen sangat dibutuhkan setiap manusia, sebab untuk bernafas hal ini diterangkan dalam Al-Qur‟an surat AlAnam ayat 125 yang berbunyi : Artinya : Siapa yang dikehendakki Allah menunjukinya, niscaya dia melapangkan dadanya untuk memeluk islam. Siapa yang dikehendaki Allah kesesatannya, niscaya dia menjadikan dadanya sesak lagi sempit seolah-olah ia sedang mendaki ke langit.(Al-Anam,125)44 Al Qur‟an memberikan kiasaan bagi orang-orang yang sesat dari jalan Allah seakan dada mereka sesak lagi sempit. Mengapa Allah mengibaratkan mereka dengan orang yang mendaki ke langit?, karena tentu saja diluar angkasa oksigen sangatlah kurang. mereka tidak mampu bernapas dengan baik sehingga dada mereka menjadi sesak. Allah SWT ingin menyampaikan bahwa oksigen sebagai unsur yang menjadikan terbentuknya api tersebut dari pohon. Tanpa adanya fotosintesis dari pohon-pohonan, tak akan ada zat yang bernama oksigen. 53 Allah juga menjelaskan proses terbentuknya oksigen secara lebih mendalam dalam surat yasin ayat 30 yang berbunyi : Artinya : “ Yaitu, Rabb yang menjadikan untukmu api dari pohon yang hijau. Maka, tiba-tiba kamu nyalakan dari padanya.(QS. Yasin,30)45 Ayat ini bercerita tentang warna pohon yaitu akhdar (hijau). Ilmu pengetahuan modern menyebut zat hijau daun dengan istilah klorofil, yaitu aktor yang melakukan fotosintesis pada tumbuhan. Tanpa klorofil, tumbuh-tumbuhan tak akan mampu berfotosintesis dan selanjutnya menghasilkan oksigen. Begitupun pada pasien tuberkulosis paru akibat adanya kuman Mycobacterium Tuberculosa didalam paru mengakibatkan terjadinya sesak atau Hipoksia yang diakibatkan berkurangnya jumlah oksigen yang masuk kedalam tubuh seseorang. Dikaitkan dengan hal ini, Allah yang Maha Tahu telah menjelaskan hal ini dalam Al Quran 15 abad yang lalu, dimana Allah SWT berfirman: 54 “Niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah ia sedang mendaki ke langit (QS 6:125) Namun dibalik itu Salah satu Bukti sempurnanya Penciptaan Allah yang Maha Kuasa, walaupun okisgen sangat dibutuhkan oleh manusia dan hewan, jika seandainya jumlah oksigen lebih banyak misalnya mencapai 90 persen saja di atmosfer, maka semua besi dan baja yang dijadikan bahan bangunan oleh manusia akan mudah kropos (berkarat), mudah terjadinya kebakaran hutan dan bangunan dan apinya sanga sulit dipadamkan, cepatnya terjadi pembusukan daging, buah dan sebagainya. Itulah sebuah sistem dan hukum Allah yang Maha Bijak mengatur kandungan oksigen sedemikian rupa dan seimbang, walau hanya 21% tetapi sudah cukup bagi manusia dan hewan di muka bumi ini untuk menikmati karunia Allah yang Maha Pemurah (Ar Rahman) tersebut. Untuk menghindari berbagai penyakit dari sistem pernapasan hendaknya manusia menjaga kesehatan dan berprilaku hidup yang sehat yang dapat diterapkan sehari-hari sesuai dengan hadist yang di riwayatkan oleh H.R. at –Tirmizi: 2723 yang berbunyi: ِّب يُحِ ب ه ظِ ِّفُوا هَفهن ْال ُجوده يُحِ ب هج هواد ْالك ههر هم يُحِ ب هك ِريم الن ه ط ِيِّب ت ه هعالى َللاه ِإن ظافهةه يُحِ ب نهظِ يف الط ِي ه التيرمدى رواه( أ ه ْف ِن هيت ه ُك ْم: 2723) Artinya: Sesungguhnya Allah swt. Itu baik, Dia menyukai kebaikan. Allah itu bersih, Dia menyukai kebersihan. Allah itu mulia, Dia menyukai kemuliaan. Allah itu dermawan ia menyukai kedermawanan maka bersihkanlah olehmu tempat-tempatmu. (H.R. at –Tirmizi: 2723) Dan hadist H.R. Baihaqi yang berbunyi: ْ )البيهقى رواه( اِْلنهطِ يْف ـةه هَال هجن ْليهدْ ُخ ُل فه ِانهـهُ فهت هـنه ه طفُ ْوا نهطِ ـيْف ا ه ْ ِْلس هَْل ُم 55 Artinya: Islam itu adalah bersih, maka jadilah kalian orang yang bersih. Sesungguhnya tidak masuk surga kecuali orang-orang yang bersih (H.R. Baihaqi) Dari kedua hadist tersebut sudah jelas bahwa allah SWT sangatlah menganjurkan untuk manusia selalu melakukan kebaikan dan berbuat baik antar sesama manusia serta berprilaku hidup yang bersih dan sehat. Ada 5 Solusi preventifnya menurut Islam dalam mencegah penyakit dalam sistem pernafasan: 1. Berdoa memohon perlindungan kepada Allah atas bayi yang baru lahir dari segala bentuk godaan setan dan binatang pengganggu.Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam membacakan doa perlindungan untuk kedua cucunya, ة ه ت أُعِيذُكُ هما ِ التام ِة َللاِ ِب هك ِل هما، شيْط كُ ِِّل م ِْن وههامة ان هَ ه، َِّْل هم ه عيْن كُ ِِّل هوم ِْن ه “Aku memohon perlindungan dengan kalimat-kalimat Allah yang sempurna, dari semua godaan setan dan binatang pengganggu serta dari pandangan mata buruk.” (HR. Abu Daud). 2. istinsyaq, menghirup air ke rongga hidung saat wudhu. Istinsyaq adalah sunnah dalam wudhu, yaitu menghirup air ke dalam rongga hidung. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menganjurkan istinsyaq pasti karena ada maksud dan tujuannya. Dalam dunia kesehatan, istinsyaq sama halnya dengan nasal irrigation, yaitu mencuci rongga hidung dari segala macam kotoran yang bersarang di dalamnya, mulai dari debu hingga bakteri, Jika dalam sehari kita menunaikan sholat lima waktu dan setiap berwudhu kita ber-istinsyaq sebanyak tiga kali, maka dalam satu hari kita sudah membersihkan rongga hidung dari kuman sebanyak 15 kali. 3. Mengonsumsi madu bermanfaat bagi kesehatan dan memperkuat sistem kekebalan tubuh. Dalam Al-Quran disebutkan madu adalah obat yang menyembuhkan bagi manusia. Allah berfirman dalam Surat An-Nahl ayat 68-69: يه ْع ِرشُو هن هومِما الش هج ِر هومِنه بُيُوتًا ْال ِجبها ِل مِنه اتخِ ذِي أ ه ِن الن ْح ِل إِلهى هربكه هوأ ه ْو هحى ت كُ ِِّل م ِْن كُلِي ثُم ِ ج ۚ ذُلُ ًَل هر ِبِّكِ سُبُ هل فها ْسلُكِي الث هم هرا ُ اس هَ َِّلِلن ِشفهاء فِي ِه أ ه ْل هوانُهُ ُم ْختهلِف ش ههراب ونِ هها َُبُط م ِْن يه ْخ ُر ِ ۗ فِي ِإن هيتهفهك ُرو هن ِلقه ْوم هَل هيةً ذهلِكه Artinya: “Rabbmu mengilhamkan kepada lebah: ‘Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibikin manusia. Kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan Rabbmu yang telah dimudahkan (bagimu).’ Dari perut lebah itu keluar minuman (madu) yang 56 bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Rabb) bagi orang-orang yang memikirkan.” (An-Nahl ayat 68-69). 4. rutin shalat tahajud mencegah dari penyakit infeksi pernafasan. Dalam hadits disebutkan, merutinkan shalat tahajud menolak penyakit dari badan, seperti disebutkan dalam hadis berikut ini: ْ هو هم عله ْيكُ ْم ِ ط هردهة لِلس ِيِّئ ها ُ ام هو ِإن قه ْبلهكُ ْم الصالِحِ ينه دهأ ه ب فهإِنهُ الل ْي ِل ِب ِق هي ِام ه اْلثْ ِم ه ِ ْ ت هوت ه ْكفِير ع ْن هو هم ْن ههاة َللاِ ِإلهى قُ ْر هبة الل ْي ِل قِ هي ه ِع ْن لِلداء س ِد ه ْال هج ه “Selalulah kalian melakukan shalat tahajud (qiyamul lail), karena shalat tahajud adalah kebiasaan orang-orang saleh sebelum kalian, dan sesungguhnya shalat malam mendekatkan kepada Allah, serta menghalangi dari dosa, menghapus kesalahan, dan menolak penyakit dari badan.” (HR At-Tirmidzi) 5. mengonsumsi makanan yang halal dan thayyib (baik). Allah berfirman dalam surah Al Maidah ayat 88 berikut: َُواتق ۚ ه طيِِّبًا هح هَل ًْل َللا ُ هرزه قهكُ ُم ِمما هوكُلُوا ُم ْؤ ِمنُو هن بِ ِه أ ه ْنت ُ ْم الذِي َللاه وا ه “Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezekikan kepada kalian, dan bertakwalah kepada Allah yang kalian beriman kepada-Nya.” (Al Maidah ayat 88). 57 DAFTAR PUSTAKA Chandra B. (2012). Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Depkes RI. (2002). Pedoman pemberantasan penyalit saluran pernafasan akut. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Donna L. Wong…[et.al]. (2008). Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Wong. Alih bahasa : Agus Sutarna, Neti. Juniarti, H.Y. Kuncoro. Editor edisi bahasa Indonesia : Egi Komara Yudha….[et al.]. Edisi 6. Jakarta: EGC. Muttaqin, Arif. (2008). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Pernafasan. Jakarta: Salemba Medika. Price, Sylvia Anderson. (2005). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses- Proses Penyakit. Ed.6. Jakarta: EGC. Smeltzer, Suzzane C. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth. Edisi 8. Jakarta: EGC. Somantri,Irman. (2008). Keperawatan Medikal Bedah: Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Ganggua Sistem pernapasan / Irman Somantri. Jakarta: Salemba Medika. Wahid, A & Suprapto, I. (2012). Pengantar dokumentasi proses keperawatan. Jakarta: Trans Info Media. Widagdo. (2011). Masalah dan Tatatlaksana Penyakit Infeksi pada Anak. Jakarta :Sagung Seto. Depkes. R.I. 2008. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Cetakan Kedua. Jakarta: Bakti Husada. Faris, Muiz. 2014. Hubungan Perilaku Merokok Dengan Kejadian Tuberkulosis Paru Di Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat (Bbkpm) Surakarta. Jakarta: Program studi pendidikan dokter fakultas kedokteran dan ilmu kesehatan universitas islam negeri syarif hidayatullah. 58 Pira, M.S.A. 2012. Hubungan Pengetahuan dan Sikap Penderita Tuberkulosis Paru dengan Kepatuhan Minum Obat Anti Tuberkulosis di Puskesmas Lidah Kulon Surabaya. Surabaya: Universitas Airlangga Fakultas Kesehatan Masyarakat Surabaya. Eka, w. 2006. Hubungan Antara Pengetahuan Tentang Penyakit Tuberkulosis Paru dengan Tindakan Pencegahan Penularan Pada Keluarga Penderita Tuberkulosis Paru. Skripsi. Surabaya, Universitas Airlangga. Wijaya, Andra Saferi dan Yessie Mariza Putri. (2013). Keperawatan Medikal Bedah (Keperawatan Dewasa Teori dan Contoh Askep). Yogyakarta: Nuha Medika. Soepandi, P. Z. (2010, September - Oktober). Dipetik Oktober 12, 2017, dari Kalbemed.com: http://www.kalbemed.com/Portals/6/07_180%20Diagnosis%20tbmdr.pdf Subagyo, A. 2013. Strategi DOTS, Perlukah untuk Pengobatan TB? [on line]. http://www.klikparu.com/2013/01/strategi-dots-perlukah-untuk-pengobatan.html. April 2017] 59 [15