Natural Law Theory Buku “Pengantar ke Filsafat Hukum” oleh Antonius Cahyadi dan E. Fernando M. Manullang Hukum kodrat berakar pada ide yang religius atau supernatural. Namun, di masa modern ini, Hukum Kodrat telah dijadikan landasan ideologis dan moral dalam membenarkan setiap sistem hokum, ekonomi, maupun sosial yang ada. Penggunaan istilah hukum kodrat ini agar maknanya direferensikan pada semisal keniscayaan-keniscayaan kodratiah yang telah digariskan Tuhan (menekankan dimensi rohaniah). Maka, dengan kata kodrat dapatlah diorientasikan acuan pemaknaannya pada alam rohani, metafisika. Istilah Hukum Kodrat juga dikenal dengan istilah Natural Law. Pendekatan dari teori hokum kodrat ini ada yang berpijak dari pandangan teologis dan sekuler. Pada pandangan teologis, teori hukum kodrat dipengaruhi oleh pandangan atau keyakinan yang melihat bahwa seluruh alam semesta yang ada, diciptakan dan diatur oleh yang mahakuasa yaitu Tuhan yang juga telah meletakkan prinsip-prinsip abadi untuk mengatur berjalannya alam semesta. Kitab suci menjadi sumber dari pandangan semacam ini. Semua hukum yang diciptakan oleh manusia karena itu harus sesuai dengan hukum Tuhan seperti yang digariskan dalam kitab suci. Sedangkan menurut pandangan sekuler yang didasari keyakinan bahwa manusia (kemampuan akal budinya) dan dunianya (masyarakat) menjadi sumber bagi tatanan moral yang ada. Tatanan moral yang ada menjadi manifestasi tatanan moral dalam diri dan masyarakat manusia. Keutamaan moral tidak ada dalam sabda Tuhan yang tertulis dalam Kitab Suci tetapi dalam hati kehidupan sehari-hari manusia. Prinsip-prinsip universal yang ada pada teori hukum kodrat berlaku secara universal pula dan saat menggapainya kita harus menyingkirkan segala hukum positif yang tidak bersumber pada hukum kodrat. Alam semesta dan manusia memiliki tujuan akhir. Tujuan akhir itu adalah kebaikan atau kebaikan bersama bila berbicara dalam konteks masyarakat manusia. Kebaikan ini mejadi tolak ukur bagi berbagai hukum yang ada di dunia, maka validitas norma dilihat bukan sebagai kecocokan secara formal tetapi apakah norma yang bersangkutan menjadi representasi bagi kebaikan dan keutamaan yang ingin dicapai. Jadi yang diperhatikan adalah substansi norma bukan formalnya. Mahzab atau aliran pemikiran mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: (1) Mempunyai titik pijak tertentu dalam memandang dunia (landasan epistemologi). Penjelasan akan dunia didasarkan pada titik pijak ini; (2) Secara sosiologis mempunyai komunitas tersendiri yang keberadaannya dicirikan dan ditentukan oleh keberadaan aliran pemikiran tersebut; dan (3) Secara historis terdapat kontinuitas dalam waktu baik eksistensi sosiologisnya ataupun epistemologinya. Maka, mahzab Hukum Kodrat berarti aliran pemikiran mengenai sudut pandang penjelasan akan keberadaan (dunia) hukum adalah kodrat (alam). Dapat dikatakan bahwa dunia kehidupan manuisa bergantung pada dan diatur oleh norma-norma objektif di luar dunia manusia yang dapat bersifat teologis, metafisika, dan rasionalis, tergantung pada waktu yang dilaluinya. Dikatakan bersifat teologis apabila norma objektif tersebut berasal dari Tuhan yang dipahami lewat agama. Bersifat metafisika apabila norma objektif tersebut berasal dari karisma atau masyarakat. Bersifat rasional apabila rasio manusia menjadi tolak ukur bagi norma objektif tersebut. Kemudian, jika berkaitan dengan konteks keberadaan, sebelum masa pencerahan norma objektif dipahami sebagai di luar diri manuisa dan datang dari dunia yang di luar realitas kemanusiaan, misalnya pada pemikiran Thomas Aquinas, dimana menurutnya ada sumber di luar diri manusia yang menjadi dasar ketaatan moral manusia dalam tatanan politik, dan sumber ketaataan moral ini berasal dari konsep yang ilahi sifatnya tentang ketertiban alam semesta, dan oleh sebab itu semua bentuk hukum diwajibkan secara moral mesti berakar pada akal Tuhan, yaitu kebijaksanaan-Nya. Lalu, pada masa pencerahan, norma objektif adalah akal budi manusia atau rasio. Contohnya ialah Immanuel Kant yang membedakan antara Legalitas dengan Moralitas, bagi Kant yang paling tepat bagi manusia adalah bertindak secara moral atau sesuai dengan hukum moral bukan legalitas. Bertindak secara moral berarti bertindak sesuai dengan arahan imperatif kategoris yang ada dalam diri manusia, ciri-ciri hukum moral adalah universal (menjadi hukum umum, dapat diberlakukan pada semua manusia), manusia (kesejatian manusia) menjadi tujuan dari keberadaannya, dan otonomi manusia menjadi dasarnya. Sesudah masa Kant, terdapat Idealisme dan Positivisme. Idealisme menekankan kesadaran dan bahwa Subjek memberi struktur pada realitas. Positivisme ialah apa yang bisa diketahui hanyalah fenomena-fenomena saja. Pemikiran tentang hukum kodrat ini menjadi senjata yang penting dalam ideologi politik dan hukum. Hal itu memberi bantuan kepada kekuasaan yang ada dan bersifat pembenar terhadap hukum yang berlaku serta sistem sosial ekonomi yang terkait untuk menerima suatu sistem yang lebih tinggi yang ditetapkan oleh Tuhan atau oleh Alasan Suci atau Alamiah (sifat-sifat manusia sebagai kodrat). Dari masa ke masa Hukum Kodrat masih tetap dapat bertahan dalam dewasa ini karena terdapat situasi sosial ekonomi yang tidak stabil serta terdapat keragu-raguan terhadap ilmu-ilmu empiris.