LAPORAN PENDAHULUAN RDS (Respiratory Distress Syndrome) DI RUANG NEONATAL INTENSIVE CARE UNIT (NICU) RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH LAMONGAN Disusun Untuk Memenuhi Tugas Praktik Stase Anak Profesi Ners Oleh : Siti Hadija Wahid (NIM. 201920461011076) Husnul Hatimah (NIM. 201920461011078) PROGRAM STUDI PROFESI NERS FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIAH MALANG 2020 1. Definisi dan Etiologi Respiratory Distress Syndrome Respiratory distress syndrome (RDS) merupakan suatu gangguan respiratori pada neonatus terutama akibat kurangnya surfaktan yang berfungsi menurunkan tekanan permukaan alveoli dan mempertahankan alveoli agar tidak kolaps (Suminto, 2017). Surfaktan juga berperan untuk membantu paru mengembang dan melindungi kantong udara dari kolaps paru (Marfuah, 2013). 2. Faktor Resiko Respiratory Distress Syndrome Respiratory distress syndrome (RDS) umumnya paling sering terjadi pada bayi baru lahir/neonatus yang disebabkan karena: 1. Prematuritas: bayi biasanya mulai memproduksi surfaktan sekitar minggu ke-24 sampai ke-28 kehamilan. Sebagian besar bayi menghasilkan cukup banyak surfaktan untuk bernapas secara normal pada minggu ke-34. Jika si kecil lahir prematur, ia mungkin tidak memiliki cukup surfaktan di dalam paru-parunya (parenting.orami.co.id). 2. Asfiksia perinatal: asfiksia merupakan keadaan bayi tidak bernapas secara spontan dan teratur segera setelah lahir atau beberapa saat setelah lahir. Keadaan ini bisa dilihat pula dari nilai apgar skor, dimana jika nilainya <7 pada menit pertama dan menit kelima, maka sesuai dengan penelitian dari Lee et al (2009) dalam Marfuah (2013) keadaan itu (nilai apgar skor) mempunyai hubungan yang bermakna dengan terjadinya RDS pada bayi tersebut (Marfuah, 2013). 3. Maternal diabetes : hal ini berkaitan dengan imaturitas paru sebagai akibat hiperinsulinemia janin. 4. Bayi dengan BBLR: Hal ini dikarenakan pada BBLR preterm fungsi organ bayi belum matur, yaitu: alveoli kecil sehingga sulit untuk mengembang, pengembangan alveoli kurang sempurna karena dinding dada masih lemah, serta produksi surfaktan yang belum sempurna (Agrina, 2017). 3. Klasifikasi Respiratory Distress Syndrome Classification Severe Moderate Moderate Mild Respiratory Rate (bpm) Grunting or Chest indrawing > 90 < 30 > 90 60-90 60-90 Present Requirement of oxygen By hood Nasal catheter/cannula >5 L/min >1 L/min Absent Present Absent 3-5 L/min 3-5 L/min 3 L/min 0.5-1.0 L/min 0.5-1.0 L/min 0.5 L/min (Parida, 2017) 4. Tanda dan Gejala Respiratory Distress Syndrome Bayi umumnya akan menujukkan gejala RDS segera setelah lahir. Namun, terkadangan gejala berkembang selama 24 jam pertama setelah kelahiran. Tanda dan gejalanya adalah sebagai berikut: 1. Tekanan parsial oksigen (PaO2) kurang dari 50 mmHg dan sianosis sentral pada keadaan udara ruangan. Dalam hal ini, bayi membutuhkan suplementasi oksigen untuk menjaga agar PaO2 berada pada tekanan lebih dari 50 mmHg, atau untuk menjaga agar saturasi oksigen 85% atau lebih (Suminto, 2017). 2. Gambaran radiografi toraks dalam 24 jam usia bayi berupa pola retikulogranular pada lapangan paru dengan atau tanpa adanya air bronchogram (Suminto, 2017). 3. Warna kebiruan pada kulit dan selaput lendir (biosciencenotes.com). 4. Apnea (biosciencenotes.com) 5. Penurunan output urin (biosciencenotes.com) 6. Napas cepat atau napas pendek (biosciencenotes.com) 5. Pathway Respiratory Distress Syndrom Bayi lahir prematur Tekanan darah arteri Asfiksia perinatal Maternal diabetes Aliran darah paru Defisiensi surfaktan Dispnea, takipnea (diawal kemudian apnea), napas pendek, napas dalam (6-8 mL/k), pernapasan cuping hidung, sulit bernapas, sianosis RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME Pemeriksaan : Foto rontgen Foto thoraks Analisa gas darah Ventilasi terganggu Suplai oksigen Dispnea, pernapasan cepat, napas dalam (6-8 mL/k), warna kulit pucat,hipoksia, sulit bernapas, pernapasan cuping hidung, sianosis Pola Nafas Tidak Efektif Pulse oksimetri Empat stadium RDS berdasarkan hasil foto thoraks: 1. Stadium I : terdapat sedikit bercak retikulogranular dan bronchogram udara 2. Stadium II : tampak bercak retikulogranular homogen pada kedua lapang paru dan gambaran airbronchogram udara terlihat lebih jelas dan meluas sampai ke perifer menutupi bayangan jantung dengan penurunan aerasi paru 3. Stadium III : alveoli yang kolaps bergabung sehingga kedua lapang paru terlihat lebih opaque dan bayangan jantung hampir tak terlihat, bronchogram udara lebih luas 4. Stadium IV : seluruh thoraks sangat opaque (white lung) sehingga jantung tak dapat dilihat Gangguan Pertukaran Gas 6. Stadium Respiratory Distress Syndrome 1. Stadium I : Terdapat sedikit bercak retikulogranular dan bronchogram udara Gambar 1. 2. Stadium II : Tampak bercak retikulogranular homogen pada kedua lapang paru dan gambaran airbronchogram udara terlihat lebih jelas dan meluas sampai ke perifer menutupi bayangan jantung dengan penurunan aerasi paru Gambar 2. 3. Stadium III : alveoli yang kolaps bergabung sehingga kedua lapang paru terlihat lebih opaque dan bayangan jantung hampir tak terlihat, bronchogram udara lebih luas Gambar 3. 4. Stadium IV : seluruh thoraks sangat opaque (white lung) sehingga jantung tak dapat dilihat Gambar 4. 7. Pemeriksaan penunjang/pemeriksaan diagnostik Pemeriksaan penunjang pada Respirtory Distress Syndrome menurut Warman (2012), antara lain : 1. Tes kematangan paru a. Tes Biokimia Paru janin berhubungan dengan cairan amnion, maka jumlah fosfolipid dalam cairan amnion dapat untuk menilai produksi surfaktan, sebagai tolok ukur kematangan paru. b. Tes Biofisika Tes biofisika dilakukan dengan shake test dengan cara mengocok cairan amnion yang dicampur ethanol akan terjadi hambatan pembentukan gelembung oleh unsur yang lain dari cairan amnion seperti protein, garam empedu dan asam lemak bebas. Bila didapatkan ring yang utuh dengan pengenceran lebih dari 2 kali (cairan amnion: ethanol) merupakan indikasi maturitas paru janin. Pada kehamilan normal, mempunyai nilai prediksi positif yang tepat dengan resiko yang kecil untuk terjadinya neonatal RDS. c. Analisa Gas Darah Gas darah menunjukkan asidosi metabolik dan respiratorik bersamaan dengan hipoksia. Asidosis muncul karena atelektasis alveolus atau over distensi jalan napas terminal. d. Radiografi Thorax Pada bayi RDS menunjukkan retikular granular atau gambaran groundglass bilateral, difus, air bronchograms, dan ekspansi paru yang jelek. Gambaran air bronchograms yang mencolok menunjukkan bronkiolus yang terisi udara didepan alveoli yang kolap. Bayangan jantung bisa normal atau membesar. Kardiomegali mungkin dihasilkan oleh asfiksi prenatal, diabetes maternal, patent ductus arteriosus (PDA), kemungkinan kelainan jantung bawaan. Temuan ini mungkin berubah dengan terapi surfaktan dini dan ventilasi mekanik yang adekuat. 8. Komplikasi Menurut (Cecily, 2009) komplikasi RDS yaitu : 1. Ketidakseimbangan asam basa 2. Kebocoran udara (pneumothoraks, pneumomediastinum, pneumoperikardium, pneumoperitonium, emfisema subkutan, emfisema interstitial pulmonal) 9. 3. Perdarahan pulmonal 4. Penyakit paru kronis pada bayi 5-10% 5. Apnea 6. Hipotensi sistemik 7. Anemia 8. Infeksi (pneumonia, septikemia) 9. Perubahan perkembangan bayi dan perilaku orang tua Pencegahan Respiratory Distress Syndrome Tindakan pencegahan menurut (Dewi, 2013) yang harus dilakukan untuk mencegah RDS adalah : 1. Mencegah kelahiran < bulan atau prematur 2. Mencegah tindakan seksio sesarea yang tidak sesuai dengan indikasi medis 3. Management yang tepat 4. Pengendalian kadar gula darah ibu hamil yang memiliki riwayat DM 5. Optimalisasi kesehatan ibu hamil 10. Asuhan Keperawatan Secara Teoritis A. PENGKAJIAN 1. Kaji riwayat kehamilan sekarang (apakah selama hamil ibu menderita hipotensi atau perdarahan) 2. Kaji riwayat neonatus (lahir afiksia akibat hipoksia akut, terpajan pada keadaan hipotermia) 3. Kaji riwayat keluarga (koping keluarga positif) 4. Kaji nilai apgar (bila rendah di lakukan tindakan resusitasi pada bayi) 5. Pada pemeriksaan fisik ditemukan tanda gejala RDS. Seperti: takipnea, pernapasan mendengkur, retraksi dinding dada, pernapasan cuping hidung, pucat, sianosis, apnea B. DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Gangguan pertukaran gas b/d ketidakseimbangan ventilasi-perfusi 2. Pola napas tidak efektif b/d imaturitas neurologis C. INTERVENSI NO. 1. DIAGNOSA (SDKI) Gangguan pertukaran gas ketidakseimbangan ventilasi-perfusi LUARAN (SLKI) INTERVENSI (SIKI) b/d Setelah dilakukan intervensi keperawatan Terapi Oksigen selama 1x24 jam maka pertukaran gas Observasi meningkat dengan kriteria hasil: 1. Monitor kecepatan aliran oksigen Tanda dan Gejala Mayor 1. Dispnea menurun 2. Monitor posisi alat terapi oksigen DS: 2. Bunyi napas tambahan menurun 3. Monitor aliran oksigen secara periodik 1. Dispnea 3. PCO2 membaik dan pastikan fraksi yang diberikan DO: 4. PO2 membaik cukup 1. PCO2 meningkat/menurun 5. Takikardia membaik 2. PO2 menurun 6. pH arteri membaik 3. Takikardia 4. pH arteri meningkat/menurun 5. bunyi napas tambahan 4. Monitor efektifitas terapi oksigen (oksimetri, analisa gas darah), jika perlu 5. Monitor tanda dan gejala toksikasi oksigen dan atelektasis 6. Monitor tingkat kecemasan akibat terapi oksigen 7. Monitor integritas mukosa akibat pemasangan oksigen hidung Terapeutik 1. Pertahankan kepatenan jalan napas 2. Gunakan perangkat oksigen yang sesuai Kolaborasi 1. Kolaborasi penentuan dosis oksigen 2. Kolaborasi penggunaan oksigen saat aktivitas dan/ atau tidur 2. Pola napas tidak efektif b/d imaturitas Setelah dilakukan intervensi keperawatan Manajemen jalan napas neurologis selama 1x24 jam maka pola napas Observasi membaik dengan kriteria hasil: 1. Dispnea menurun 1. Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas) Tanda dan Gejala Mayor 2. Penggunaan otot bantu napas menurun 2. Monitor bunyi napas tambahan DS: 3. Pemanjangan fase ekspirasi menurun 3. Monitor 1. Dispnea 4. Frekuensi napas membaik DO 5. Kedalaman napas membaik Terapeutik 1. Penggunaan otot bantu pernapasan 6. Ekskursi dada membaik 1. Posisikan semi-fowler atau fowler sputum (jumlah, warna, aroma) 2. Fase ekspirasi memanjang 2. Berikan minuman hangat 3. Pola napas abnormal (mis. Takipnea, 3. Lakukan fisioterapi dada, jika perlu bradipnea, hiperventilasi, kussmaul, 4. Lakukan penghisapan lendir/suction cheyne-stokes) kurang dari 15 detik 5. Berikan oksigen, jika perlu Kolaborasi 1. Kolaborasi pemberian bronkodilator, espektoran, mukolitik, jika perlu D. JURNAL PENDUKUNG (PENGGUNAAN CPAP (CONTINUOUS POSITIVE AIRWAY PRESSURE) PADA NEONATUS DENGAN RDS) No Judul/Penulis/ Jurnal 1. Effect of Bubble CPAP in PTLBW Neonates with Respiratory Distress (Saha, L, C., 2017) Academic Journal of Pediatrics Neonatology Desain dan Sampel Desain penelitian quasi ekperimental dan dilakukan di Rumah Sakit Shishu Dhaka mulai dari 1 April 2013 hingga 30 September 2014. Sampel : - 172 bayi baru lahir BBLR dengan masa kehamilan < 35 minggu N= 85 (kelompok BCAP) N= 87 (kelompok kontrol) Tujuan Penelitian Untuk mengevaluasi hasil dari penggunaan Bubble Continuous Positive Airway Pressure (BCPAP) pada bayi baru lahir BBLR dengan gangguan pernapasan (respiratory distress) Hasil Perbandingan perubahan gas darah pada kelompok BCAP dan kelompok kontrol Kelompok BCAP (Mean): - pH Sebelum Intervensi : 7.2 48 jam setelah intervensi : 7.3 - PCO2 Sebelum Intervensi : 31.3 48 jam setelah intervensi : 46.1 - PO2 Sebelum Intervensi : 45.8 48 jam setelah intervensi : 86 - Kesimpulan Menggunakan Bubble CPAP efektif untuk meningkatkan oksigenasi (mis: saturasi O2 dan PH, PCO2, PO2 dan BE) pada bayi premature dengan BBLR dengan gangguan pernapasan berbagai penyebab. Kelompok Kontrol (Mean) - pH Sebelum Intervensi : 7.1 48 jam setelah intervensi : 7.2 - PCO2 Sebelum Intervensi : 31.1 48 jam setelah intervensi : 47.6 - PO2 Sebelum Intervensi : 46.2 48 jam setelah intervensi : 46.8 Link Youtube : 1. https://youtu.be/OYsDw2NNZK4 (Cara pemasangan alat BCPAP) 2. https://youtu.be/rjmdNspYoy4 (Pemasangan BCPAP pada phantom bayi) 3. https://youtu.be/2Fp_3ucWAho (Pemasangan BCPAP pada bayi (edit)) E. JURNAL PENDUKUNG (PENGATURAN POSISI PADA NEONATUS DENGAN RDS) No Judul/Penulis/ Jurnal 1. Quarter Turn From Prone Position Increases Oxygen Saturation In Premature Babies With Respiratory Distress Syndrome (Lestari, P, et al., 2018) Jurnal Keperawatan Soedirman 2. The Effect Of Prone Position to Oxygen Saturations’Level and Respiratory Rate Among Infants Who Being Installed Mechanical Ventiation In NICU Desain dan Sampel Pra eksperimen dengan satu kelompok pre dan posttest Sampel: - Bayi prematur dengan masa kehamilan 28-36 minggu - Berat badan 800-2400 gram - Mengalami RDS ringansedang - Ditempatkan di inkubator dengan suhu tubuh 36,5 37,5 ᵒC - Menerima terapi oksigen menggunakan nasal CPAP dengan fraksi oksigen 25-40% - N=20 Desain analisis deskriptif dengan pendekatan Quasy eksperimental dengan control group pre test-post test design. Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah : Tujuan Penelitian Mengidentifikasi efektivitas quarter turn prone position dalam meningkatkan saturasi oksigen pada bayi prematur dengan RDS Hasil Saturasi oksigen sebelum dan sesudah intervensi. - Saturasi Oksigen (Sebelum Intervensi) Mean : 93.25 Median : 94 Modus : 95 Min-Max : 89-96 - Saturasi Oksigen (Sesudah Intervensi) Mean : 96.55 Median : 96.5 Modus : 95 Min-Max : 95-99 Untuk mengetahui pengaruh posisi pronasi terhadap saturasi oksigen dan frekuensi pernafasan pada bayi yang terpasang ventilasi mekanik di ruang NICU RSUD Koja. - Saturasi oksigen Sebelum intervensi : mean 91,13 dengan standar deviasi 2,031 Sesudah intervensi : mean 95,25 dengan standar deviasi 1,488 Kesimpulan Intervensi quarter turn prone position selama 2 jam pada bayi dengan RDS ringansedang dapat mencegah terjadinya RDS yang lebih parah. - Intervensi ini dapat meningkatkan ekspansi paru, peningkatan fungsi paru yang berdampak pada meningkatnya saturasi oksigen menjadi lebih baik. Kesimpulan dari penelitian ini yaitu - 1. Terdapat pengaruh posisi prone terhadap nilai saturasi oksigen dan Koja Hospital - (Anita Apriliawati, Rosalina 2016) The 2nd International Multidisciplinary Conference Link Youtube : http://youtu.be/pO8bX2WqlaY Bayi yang menggunakan ventilasi mekanik dengan mode Asist Control, SIMV Bayi yang tidak mempunyai kontraindikasi dalam pemberian posisi pronasi - Frekuensi pernafasan Sebelum intervensi : mean 55x/mnt, dengan standar deviasi 12,939 Setelah intervensi : mean 65x/mnt dengan standar deviasi 9,891 frekuensi pernapasan pada neonatus yang menggunakan ventilasi mekanik. 2. Posisi pronasi dapat direkomendasika n sebagai intervensi keperawatan pada neonatus yang mengalami gangguan penapasan dan menggunakan ventilasi mekanik DAFTAR PUSTAKA Agrina, M, F., Toyibah, A & Jupriyono. (2017). Tingkat Kejadian Respiratory Distress Syndrome (RDS) Antara BBLR Preterm Dan BBLR Dismatur. Jurnal Informasi Kesehatan Indonesia 3(2): 125-131 Apriliawati, A & Rosalina (2016). The Effect Of Prone Position To Oxygen Aturations’level And Respiratory Rate Among Infants Who Being Installed Mechanical Ventilation In Nicu Koja Hospital, 541–546. Cecily, S. (2009). Buku Saku Keperawatan Pediatrik. Edisi 5. Jakarta: EGC Dewi, V. (2013). Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita. Jakarta: Salemba Medika Lestari, P., Susmarini, D & Awaludin, S. (2018). Quarter Turn From Prone Position Increases Oxygen Saturation In Premature Babies With Respiratory Distress Syndrome. Jurnal Keperawatan Soedirman 13(1): 38-44 Marfuah., Barlianto, W & Susmarini, D. (2013). Faktor Risiko Kegawatan Nafas Pada Neonatus Di RSD. DR. HARYOTO Kabupaten Lumajang Tahun 2013. Jurnal Ilmu Keperawatan 1(2): 119-127 Neonatal Respiratory Distress Syndrome (RDS). http://www.biosciencenotes.com/neonatal-respiratory-distress-syndrome-rds/. Diakses pada 4 April 2020 Octama, C. (2018). Mengenal 4 Masalah Gangguan Pernapasan Pada Bayi Baru Lahir. https://parenting.orami.co.id/magazine/mengenal-4-masalahgangguan-pernapasan-pada-bayi-baru-lahir/. Diakses pada 4 April 2020 Parida, S, R. (2017). Management Of A Neonate With Respiratory Distress. https://www.slideshare.net/Soumyaranjanparida/management-of-a-neonatewith-respiratory-distress. Diakses pada 4 April 2020 PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan Tindakan Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI Saha, L, C et al. (2017). Effect of Bubble CPAP in PTLBW Neonates with Respiratory Distress. Academic Journal of Pediatrics Neonatology 3(2): 38-43 Suminto, S. (2017). Peranan Surfaktan Eksogen pada Tatalaksana Respiratory Distress Syndrome Bayi Prematur. Continuing Professional Development 44(8): 568-571