Uploaded by radysfaratisya111

HUSNUL HATIMAH (ASTHMA BRONCHIAL)

advertisement
LAPORAN PENDAHULUAN ASTHMA BRONCHIAL
DI RUANG ROUDLOH RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH
LAMONGAN
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Praktik Stase Anak Profesi Ners
Oleh :
Husnul Hatimah
NIM. 201920461011078
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIAH MALANG
2020
1. Definisi
Bronchiale Asthma adalah sebutan lain untuk penyakit asma yang merupakan
kelainan paru heterogen atau penyakit radang/inflamasi kronis pada saluran
udara. Inflamasi kronik ini dikaitkan dengan terjadinya hiperresponsivitas jalan
napas (respon penyempitan jalan napas yang berlebihan terhadap pemicu
spesifik seperti virus, alergen, dan olahraga) dan ditandai dengan episode batuk
berulang, sesak napas, wheezing serta dapat sembuh secara spontan atau
setelah penggunaan obat bronkodilator (Agarwal, 2015 & Quirt, 2018).
Asma bisa menyerang semua kelompok umur, tetapi lebih sering terjadi pada
anak-anak. Tingkat keparahan dan frekuensinya juga akan berbeda-beda pada
setiap individu. Seperti yang sudah di paparkan bahwa asma merupakan kondisi
dimana terjadinya radang/inflamasi pada saluran udara di paru-paru, dan
kondisi inilah yang mempengaruhi sensitivitas ujung saraf di saluran udara
sehingga mereka mudah teriritasi. Saat terjadi serangan (allergen), lapisan
saluran akan membengkak menyebabkan saluran udara menyempit dan
mengurangi aliran udara masuk dan keluar dari paru-paru (WHO, 2018)
2. Etiologi Asma
Menurut WHO (2017) etiologi atau penyebab terjadinya penyakit asma bisa
dikarenakan paparan lingkungan terhadap zat dan partikel yang dihirup
sehingga dapat memicu reaksi alergi atau mengiritasi saluran udara, seperti:
1. Alergen dalam ruangan (misalnya, terdapat debu dan tungau di dalam
rumah, tempat tidur, karpet, boneka dan furnitur, polusi, dan bulu hewan
peliharaan)
2. Alergen di luar ruangan (seperti serbuk sari dan jamur)
3. Asap tembakau
4. Iritasi kimia di tempat kerja
5. Polusi udara.
Pemicu lain dapat termasuk udara dingin, emosional yang ekstrem seperti
kemarahan atau ketakutan, dan latihan fisik. Bahkan obat-obatan tertentu dapat
memicu asma: aspirin dan obat antiinflamasi non-steroid lainnya, dan betablocker (yang digunakan untuk mengobati tekanan darah tinggi, kondisi
jantung, dan migrain).
3. Faktor Resiko
Terdapat beberapa faktor yang telah dinyatakan memiliki hubungan kuat
dengan perkembangan penyakit asma, dan dianggap sebagai faktor risiko
(Agarwal, 2015)
A. Faktor Resiko Tidak Dapat Dimodifikasi (Non-modifiable Risk Factors)
1. Usia dan Jenis Kelamin
Hasil dari dua penelitian multi-sentris dari India, menyatakan bahwa
prevalensi
penyakit
asma
akan
semakin
meningkat
dengan
bertambahnya usia. Pada orang dewasa, jenis kelamin wanita memiliki
prevalensi lebih tinggi sebagai penderita asma, sedangkan pada anakanak lebih banyak didominasi oleh jenis kelamin laki-laki.
2. Atopi
Atopi adalah produksi jumlah abnormal antibodi IgE sebagai respon
terhadap alergen. Riwayat atopi adalah faktor risiko terkuat untuk
pengembangan penyakit asma.
3. Riwayat Keluarga Dengan Asma Dan/ Atopi
Riwayat keluarga dengan atopi dan / atau asma sangat terkait dengan
perkembangan asma. Penderita dengan penyakit alergi biasanya
mempunyai keluargadekat yang juga menderita penyakit alergi. Karena
adanya bakat alergi ini,penderita sangat mudah terkena penyakit asma
bronkhial jika terpapar denganfaktor pencetus
B. Faktor Resiko Yang Dapat Dimodifikasi (Modifiable Risk Factors)
1. Asap Tembakau (Tobacco Smoke)
Hubungan antara paparan asap tembakau dan asma telah ditemukan
dalam banyak penelitian. Beberapa penelitian dari India, baik pada anak-
anak dan orang dewasa, secara konsisten melaporkan prevalensi asma
yang lebih tinggi pada mereka yang terpapar asap tembakau, baik yang
aktif maupun pasif. Faktanya, merokok tersier didefinisikan sebagai janin
yang terpapar asap tembakau akibat dari konsekuensi ibu yang terpajan
asap rokok. Paparan asap tembakau tidak hanya meningkatkan risiko
asma tetapi juga mempengaruhi jalannya asma, misalnya, dengan
meningkatkan risiko eksaserbasi akut.
2. Paparan Biomassa (Biomass Exposure)
Polusi udara dalam ruangan akibat pembakaran bahan bakar padat
untuk memasak dan pemanasan telah terbukti secara signifikan
meningkatkan risiko asma.
3. Infeksi
Infeksi virus pernapasan di awal kehidupan, terutama yang disebabkan
oleh respiratory syncytial virus (RSV) dan virus parainfluenza, berkaitan
dengan peningkatan kejadian asma. Dalam studi tindak lanjut jangka
panjang, sebanyak 40% bayi yang terinfeksi RSV dilaporkan menderita
asma. Namun, belum ada efek yang dilaporkan dari infeksi virus
pernapasan pada orang dewasa yang juga menderita asma.
4. Paparan Kerja
Lebih dari 300 zat telah dilaporkan menjadi faktor predisposisi terjadinya
penyakit asma akibat berkerja. Prevalensi tertinggi dialami oleh para
pekerja dibidang industri.
5. Susu Formula Dan Susu Sapi Pada Masa Bayi
Bayi yang diberikan susu formula (susu sapi atau protein kedelai) dapat
mengakibatkan terjadinya wheezing lebih tinggi pada anak usia dini.
6. Obesitas
Asma lebih sering terjadi pada individu yang obesitas, terutama mereka
yang memiliki indeks massa tubuh (BMI) >30 Kg/m2. Pasien obesitas
juga memiliki beberapa komorbiditas yang membuat pengobatan asma
menjadi sulit.
Selain beberapa faktor resiko yang sudah dijelaskan di atas, terdapat
beberapa faktor resiko yang berkontribusi pada timbulnya penyakit asma
pada anak menurut Global Initiative for Asthma (2019):
A. Nutrisi ibu dan bayi
1. Diet ibu selama masa kehamilan
2. Obesitas dan kenaikan berat badan ibu selama kehamilan
3. Menyusui
B. Suplemen makanan untuk ibu dan / atau bayi
1. Vitamin D
2. Minyak ikan dan asam lemak tak jenuh ganda rantai panjang
3. Probiotik
4. Inhalant allergens
5. Polutan
6. Efek mikroba
7. Obat-obatan dan faktor-faktor lain
8. Faktor psikososial
4. Klasifikasi Asma
Menurut Perdani (2019) dalam Global Initiative for Asthma (GINA) (2006)
Klasifikasi asma dibagi menjadi 3 derajat penyakit, yaitu asma episodik
jarang, asma episodik sering, dan asma persisten.
Tabel 1. Klasifikasi Derajat Penyakit Asma Pada Anak
No
Parameter
Episodik
Episodik
Jarang
Sering
Persisten
1
Frekuensi serangan
<1x/bulan
>1x/bulan
Sering
2
Lama serangan
<1 minggu
>1 minggu
Hampir
sepanjang
tahun, tidak
ada remisi
3
4
5
6
Intensitas serangan
Di antara serangan
Tidur dan aktivitas
Pemeriksaan fisik di
Biasanya
Biasanya
ringan
sedang
Tanpa gejala
Sering ada
Gejala siang
gejala
dan malam
Tidak
Sering
Sangat
terganggu
terganggu
terganggu
Normal
Mungkin
Tidak pernah
luar serangan
Biasanya berat
ditemukan
kelainan
7
Obat pengendali
Tidak perlu
perlu
perlu
(anti inflamasi)
8
Uji faal paru (di luar
PEF/FEV1>80% PEF/FEV1 60-
serangan
8
PEF/FEV1<60%
80%
Variabilitas faal paru
Variabilitas
Variabilitas
Variabilitas
(bila ada serangan)
>15%
>30%
>50%
PEF=Peak Expiratory Flow aliran ekspirasi/saat membuang napas puncak, FEV1=Forced
Expiratory Volume in Second (volume ekspirasi paksa dalam 1 detik)
Tabel 2. Klasifikasi Asma Menurut Derajat Serangan
Parameter klinis, fungsi faal
Ringan
Sedang
Berat
Ancaman henti napas
paru, laboratorium
Sesak (breathless)
Berjalan
Berbicara
Bayi : menangis
Bayi :
keras
-Tangis
Istrahat
pendek
dan lemah
-Kesulitan
menetek/makan
Posisi
Bisa berbaring
Lebih suka duduk
Duduk bertopak
lengan
Bicara
Kalimat
Sepenggal kalimat
Kata-kata
Kesadaran
Mungkin iritabel
Biasanya iritabel
Biasanya iritabel
Kebingungan
Sianosis
Tidak ada
Tidak ada
Ada
Nyata
Wheezing
Sedang, sering
Nyaring,
Sangat nyaring,
Sulit/tidak terdengar
hanya pada akhir
sepanjang
terdengan tanpa
ekspirasi
ekspirasi ±
stetoskop
inspirasi
Penggunaan otot bantu
Biasanya tidak
Biasanya ya
Ya
Gerakan paradok torako-
respiratorik
retraksi
Frekuensi napas
abdominal
Dangkal, retraksi
Sedang, ditambah
Dalam, ditambah
interkostal
retraksi
napas cuping
suprastenal
hidung
Takipneu
Takipneu
Takpineu
Dangkal/hilang
Bradipneu
Pedoman nilai baku frekuensi napas pada anak:
Usia
Frekuensi nadi
Frekuensi napas normal/menit
< 2 bulan
<60
2-12 bulan
<50
1-5 tahun
<40
6-8 tahun
<30
Normal
Takikardi
Takikardi
Bradikardi
Pedoman nilai baku frekuensi nadi pada anak:
Usia
Frekuensi nadi normal/menit
2-12 bulan
<160
1-2 tahun
<120
6-8 tahun
<110
SaO2%
>95%
91-95%
≤90%
PaO2
Normal (biasanya
>60 mmHg
<60 mmHg
<45 mmHg
>45 mmHg
tidak perlu
diperiksa)
PaCO2
<45 mmHg
Sumber : Pedoman Pengendalian Penyakit Asma (2008) dalam GINA (2006)
5. Tanda dan Gejala Asma
SYMPTOM PATTERN
Symptoms (cough, wheez,
heavy breathing) for <10
days during upper
respiratory tract infections.
2-3 episodes per year
No symptoms between
episodes
Few have asthma
Symptoms (cough, wheez,
heavy breathing) for <10
days during upper
respiratory tract infections.
>3 episodes per year, or
severe episodes and/or
night worsening
Between episodes child
may have occasional cough,
wheez or heavy breathing
Some have asthma
Symptoms (cough, wheez,
heavy breathing) for <10
days during upper
respiratory tract infections.
>3 episodes per year, or
severe episodes and/or
night worsening
Between episodes child has
cough, wheez or heavy
breathing during play or
when laughing
Allergic sensitization, atopic
dermatitis, food allergy, or
family history of asthma
Most have asthma
A. Pola Gejala Pernapasan Yang Merupakan Karakteristik Asma
Ciri-ciri berikut adalah gejala khas penyakit asma :
1. Lebih dari satu gejala (wheezing, sesak napas, batuk, sesak dada), terutama
pada orang dewasa
2. Gejala sering memburuk di malam hari atau dini hari
3. Gejala bervariasi dari waktu ke waktu
4. Gejala dipicu oleh infeksi virus (pilek), olahraga, paparan alergen, perubahan
cuaca, atau iritasi seperti asap knalpot mobil, asap atau bau yang kuat.
Sedangkan beberapa hal di bawah ini dapat mengurangi kemungkinan bahwa
gejala pernapasan disebabkan oleh asma:
1. Produksi dahak kronis
2. Napas pendek terkait dengan pusing, pusing, atau kesemutan perifer
(paresthesia)
3. Sakit dada
4. Dispnea yang disebabkan oleh olahraga dengan inspirasi bising.
(Global InitiativeAsthma, 2019)
6. Patofisiologi Asma
Keterbatasan aliran udara pada penderita asma bersifat berulang dan
disebabkan oleh berbagai perubahan jalan napas, yaitu:
1. Bronkokonstriksi
Penyempitan saluran napas yang diikuti dengan adanya gangguan aliran
udara adalah peristiwa yang mengakibatkan timbulnya gejala klinis asma.
Pada asma eksaserbasi akut (serangan asma secara-tiba), kontraksi otot
polos bronkus (bronkokonstriksi) terjadi secara cepat, menyebabkan
penyempitan saluran napas sebagai respons terhadap paparan berbagai
stimulus termasuk alergen atau iritan. Bronkokonstriksi akut yang
diinduksi oleh alergen ini merupakan hasil pelepasan mediator IgEdependen dari sel mast, yang meliputi histamin, tryptase, leukotrien, dan
prostaglandin yang secara langsung mengakibatkan kontraksi otot polos
saluran napas (Yudhawati, 2017).
2. Hiperreaktivitas Saluran Napas
Mekanisme yang bertanggungjawab terhadap terjadinya hiperreaktivitas
ini belum diketahui dengan pasti, tetapi kemungkinan berhubungan
dengan perubahan otot polos saluran napas (hiperplasi dan hipertrofi)
yang
terjadi
secara
sekunder
sehingga menyebabkan perubahan
kontraktilitas. Selain itu, inflamasi dinding saluran respiratorik terutama
pada daerah peribronkial dapat memperberat penyempitan saluran
respiratorik selama kontraksi otot polos (Setiawan 2018).
3. Airway Remodeling
Airway remodeling berkaitan dengan perubahan struktural saluran napas
pada penderita asma, yang tidak terjadi pada orang sehat. Pada
penderita asma, perubahan struktural saluran napas adalah keterbatasan
aliran udara dan hal ini dapat bersifat partially reversible pada beberapa
penderita.Bahkan, perubahan struktur permanen dapat terjadi di saluran
napas, terkait hilangnya fungsi paru secara progresif yang tidak dapat
dicegah sepenuhnya dengan terapi yang ada. Airway remodelling
melibatkan aktivasi banyak sel yang menyebabkan perubahan permanen
dalam jalan napas. Hal ini akan meningkatkan obstruksi aliran udara dan
airway hyperresponsiveness.
Biopsi bronkial dari pasien asma akan menunjukkan gambaran infiltrasi
eosinofil, sel mast serta sel T yang teraktivasi. Karakteristik perubahan
struktural mencakup penebalan membran sub-basal, fibrosis subepitel,
hiperplasia dan hipertrofi otot polos saluran napas, proliferasi dan dilatasi
pembuluh darah, serta hiperplasia dan hipersekresi kelenjar mukus.Hal ini
menunjukkan bahwa epithelium mengalami perlukaan secara kronis serta
tidak terjadi proses repair yang baik, terutama pada pasien yang
menderita asma berat (Widodo, 2012 & Yudhawati, 201).
7. Pathway
Alergen
Merokok
Infeksi
Polusi
Paparan Kerja
Masuk saluran pernapasan
Iritasi mukosa saluran pernapasan
Reaksi Inflamasi
Hipertropi dan hiperplasia mukosa bronkus
Metaplasia sel goblet
Produksi sputum meningkat
Penyempitan saluran pernapasan
Penurunan ventilasi
Penyebaran udara ke alveoli
Suplai O2 menurun
Kelemahan
Bersihan jalan napas
tidak efektif
Obstruksi
Vasokontriksi pembuluh darah paru
Intoleransi aktivitas
Suplai O2 berkurang
Gangguan pertukaran gas
Sesak napas
Pola napas tidak efektif
Gangguan ventilasi spontan
8. Komplikasi
Tanda dan gejala penyakit asma yang terjdi pada orang dewasa dan anakanak memang serupa, namun komplikasi yang berkembang memiliki dampak
yang berbeda berdasarkan usia.
Komplikasi pada anak
Komplikasi umum
Komplikasi pada
pada anak dan
dewasa
dewasa
Keterlambatan
Penyempitan bronchial
Sering sakit pada hari
pertumbuhan
tubes permanen
kerja
Risiko lebih tinggi dalam
Efek samping dari obat
Risiko lebih tinggi untuk
ketidakmampuan belajar
yang dikonsumsi
mengalami depresi
pada anak
Kunjungan ke unit
gawat darurat
Resiko obesitas lebih
tinggi
Batuk yang menetap
Sumber : healthline.com
Sedangkan, menurut Fajri (2017) dalam Mansoer (2008) secara umum
komplikasi yang terjadi pada penderita asma yaitu pneumothoraks,
Pneumomediastinum, Atelektasis, Aspergilosis, Gagal napas dan Bronkhitis.
9. Pencegahan Asma
Pencegahan utama asma pada anak berusia 5 tahun ke bawah:
1. Anak-anak tidak boleh terpapar di lingkungan yang terdapat asap
tembakau selama masa kehamilan atau setelah kelahiran.
2. Jika memungkinkan anjurkan melakukan persalinan normal.
3. Menyusui eksklusif, terutama untuk mencegah terjadinya alergi dan asma
pada anak.
4. Penggunaan antibiotik spektrum selama tahun pertama kehidupan harus
dicegah.
10. Asuhan Keperawatan Secara Teoritis
A. PENGKAJIAN
1. Identitas
a. Usia : Bisa menyerang anak-anak dan dewasa
b. Jenis kelamin : Asma bronkial pada dewasa lebih banyak terjadi pada
perempuan, sedangkan pada anak-anak lebih dominan terjadi pada
laki-laki.
(Pada asma episodik jarang, umumnya terdapat pada anak umur 3-8
tahun. Biasanya disebabkan oleh infeksi virus saluran pernapasan
bagian atas. Pada asma episodik sering, biasanya terjadi pada umur
sebelum 3 tahun, dan berhubungan dengan infeksi saluran napas
akut. Pada umur 5-6 tahun dapat terjadi serangan tanpa infeksi yang
jelas.Biasanya orang tua menghubungkan dengan perubahan cuaca,
adanya alergen, aktivitas fisik dan stres.Pada asma tipe ini frekuensi
serangan paling sering pada umur 8-13 tahun. Asma kronik atau
persisten terjadi 75% pada umur sebelum 3 tahun. Pada umur 5-6
tahun akan lebih jelas terjadi obstruksi saluran pernapasan yang
persisten dan hampir terdapat mengi setiap hari.)
2. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama : Keluhan pasien pada waktu dikaji (Batuk, sesak
napas, wheezing)
b. Riwayat penyakit dahulu : Pasien dahulu pernah menderita penyakit
apa dan bagaimana pengobatanya
c. Riwayat penyakit sekarang : Biasanya pasien mengalami Batuk,
bersin, pilek, suara mengi dan sesak napas
3. Data fokus terkait perubahan pola fungsi
a. Aktivitas
- Ketidakmampuan melakukan aktivitas karena sulit bernapas (sesak
napas).
- Tidur dalam posisi duduk tinggi.
b. Pernapasan
- Mengalami dyspnea saat istirahat atau saat melakukan aktivitas
- Sesak
napas
semakin
memburuk
ketika
dalam
posisi
supinasi/terlentang di tempat tidur
- Bunyi napas mengi (wheezing)
- Adanya batuk berulang
c. Sirkulasi
-
Peningkatan tekanan darah
-
Peningkatan frekuensi jantung
4. Pengkajian Persistem
a. Sistem Pernapasan / Respirasi
Sesak, batuk kering (tidak produktif), takipnea, orthopnea, barrel
chest, penggunaan otot aksesori pernapasan, Peningkatan PCO2 dan
penurunan
O2,
sianosis,
perkusi
terdengar wheezing, ronchi.
b. Sistem Kardiovaskuler
Diaforesis, takikardia, dan kelelahan.
hipersonor,
pada
auskultasi
c. Sistem perkemihan
Produksi urin dapat menurun jika intake minum yang kurang akibat
sesak nafas.
d. Sistem integumen
Berkeringat akibat usaha pernapasan klien terhadap sesak nafas.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan napas tidak efektif b/d hiperplasia dinding jalan napas
2. Gangguan pertukaran gas b/d ketidakseimbangan ventilasi-perfusi
3. Gangguan ventilasi spontan b/d kelelahan otot pernapasan
4. Pola napas tidak efektif b/d hambatan upaya napas (nyeri saat bernapas)
5. Intoleransi aktivitas b/d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen
C. INTERVENSI
NO.
1.
DIAGNOSA (SDKI)
LUARAN (SLKI)
INTERVENSI (SIKI)
Bersihan jalan napas tidak efektif b/d Setelah dilakukan intervensi keperawatan Manajemen jalan napas
hiperplasia dinding jalan napas
selama 1x24 jam maka bersihan jalan Observasi
napas meningkat dengan kriteria hasil:
1. Monitor
pola
napas
(frekuensi,
Tanda dan Gejala Mayor
1. Batuk efektif meningkat
kedalaman, usaha napas)
DS:
2. Produksi sputum menurun
2. Monitor bunyi napas tambahan
(tidak tersedia)
3. Frekuensi napas membaik
3. Monitor
DO
4. Pola napas membaik
sputum
(jumlah,
warna,
aroma)
1. Batuk tidak efektif
Terapeutik
2. Sputum berlebih/obstruksi di jalan
1. Posisikan semi-fowler atau fowler
napas/ meconium di jalan napas
2. Berikan minuman hangat
(pada neonatus)
3. Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
3. Mengi,
kering
wheezing dan/atau ronkhi
4. Lakukan
penghisapan
lender/suction
kurang dari 15 detik
5. Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
1. Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
1. Kolaborasi
pemberian
bronkodilator,
espektoran, mukolitik, jika perlu
2.
Gangguan
pertukaran
gas
ketidakseimbangan ventilasi-perfusi
b/d Setelah dilakukan intervensi keperawatan Terapi Oksigen
selama 1x24 jam maka pertukaran gas Observasi
meningkat dengan kriteria hasil:
1. Monitor kecepatan aliran oksigen
Tanda dan Gejala Mayor
1. Dispnea menurun
2. Monitor posisi alat terapi oksigen
DS:
2. Bunyi napas tambahan menurun
3. Monitor aliran oksigen secara periodic
1. Dispnea
3. PCO2 membaik
dan pastikan fraksi yang diberikan
DO
4. PO2 membaik
cukup
1. PCO2 meningkat/menurun
5. Takikardia membaik
2. PO2 menurun
6. pH arteri membaik
3. Takikardia
4. pH arteri meningkat/menurun
5. bunyi napas tambahan
4. Monitor
efektifitas
terapi
oksigen
(oksimetri, analisa gas darah), jika
perlu
5. Monitor
kemampuan
melepaskan
oksigen saat makan
6. Monitor tanda dan gejala toksikasi
oksigen dan atelectasis
7. Monitor
tingkat
kecemasan
akibat
terapi oksigen
8. Monitor
integritas
mukosa
akibat pemasangan oksigen
hidung
Terapeutik
1. Pertahankan kepatenan jalan napas
2. Gunakan
perangkat
oksigen
yang
sesuai dengan tingkat mobilitas pasien
Edukasi
1. Ajarkan
pasien
dan
keluarga
cara
menggunakan oksigen di rumah
Kolaborasi
1. Kolaborasi penentuan dosis oksigen
2. Kolaborasi penggunaan oksigen saat
aktivitas dan/ atau tidur
3.
Gangguan ventilasi spontan b/d kelelahan Setelah dilakukan intervensi keperawatan Dukungan ventilasi
otot pernapasan
selama 1x24 jam maka ventilasi spontan Observasi
meningkat dengan kriteria hasil:
Tanda dan Gejala Mayor
1. Volume tidal meningkat
DS:
2. Dispnea menurun
1. Dispnea
3. Penggunaan otot bantu napas menurun
DO
4. Gelisah menurun
1. Penggunaan
meningkat
otot
bantu
napas 5. PCO2 membaik
6. PO2 membaik
1. Identifikasi
adanya
kelelahan
otot
bantu napas
2. Identifikasi
efek
perubahan
posisi
terhadap status pernapasan
3. Monitor status respirasi dan oksigenasi
Terapeutik
1. Pertahankan kepatenan jalan napas
2. Volume tidak menurun
7. SaO2 membaik
2. Berikan posisi semi-fowler atau fowler
3. PCO2 meningkat
8. Takikardia membaik
3. Fasilitasi mengubah posisi senyaman
4. PO2 menurun
mungkin
5. SaO2 menurun
4. Berikan oksigenasi sesuai kebutuhan
mis.
Nasal
kanul,
simple
mask,
rebreathing mask, dan nonrebreathing
mask)
5. Gunakan bag-valve mask, jika perlu
Edukasi
1. Ajarkan melakukan teknik
relaksasi
napas dalam
2. Ajarkan
menngubah
posisi
secara
mandiri
Kolaborasi
1. Kolaborasi
pemberian
bronkodilator,
jika perlu
4.
Pola napas tidak efektif b/d hambatan Setelah dilakukan intervensi keperawatan Manajemen jalan napas
upaya napas (nyeri saat bernapas)
selama
1x24
jam
maka
pola
membaik dengan kriteria hasil:
1. Dispnea menurun
napas Observasi
4. Monitor
pola
napas
kedalaman, usaha napas)
(frekuensi,
Tanda dan Gejala Mayor
2. Penggunaan otot bantu napas menurun
5. Monitor bunyi napas tambahan
DS:
3. Pemanjangan fase ekspirasi menurun
6. Monitor
1. Dispnea
4. Frekuensi napas membaik
DO
5. Kedalaman napas membaik
Terapeutik
1. Penggunaan otot bantu pernapasan
6. Ekskursi dada membaik
1. Posisikan semi-fowler atau fowler
sputum
(jumlah,
warna,
aroma)
2. Fase ekspirasi memanjang
2. Berikan minuman hangat
3. Pola napas abnormal (mis. Takipnea,
3. Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
bradipnea, hiperventilasi, kussmaul,
4. Lakukan
cheyne-stokes)
penghisapan
lender/suction
kurang dari 15 detik
5. Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
1. Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
1. Kolaborasi
pemberian
bronkodilator,
espektoran, mukolitik, jika perlu
5.
Intoleransi
ketidakseimbangan
kebutuhan oksigen
aktivitas
antara
suplai
b/d Setelah dilakukan intervensi keperawatan Manajemen Energi
dan selama 1x24 jam maka toleransi aktivitas Observasi
meningkat dengan kriteria hasil:
1. Frekuensi nadi sedang
2. Keluhan lelah menurun
1. Identifikasi gangguan fungsi tubuh
yang mengakibatkan kelelahan
2. Monitor kelelahan fisik dan emosional
Tanda dan Gejala Mayor
3. Dispnea saat aktivitas menurun
3. Monitor pola dan jam tidur
DS:
4. Dispnea setelah aktivitas menurun
4. Monitor lokasi dan ketidaknyamanan
1. Mengeluh sesak
5. Perasaaan lemah menurun
selama melakukan aktivitas.
DO:
Terapeutik
1. Frekuensi jantung meningkat >20%
1. Sediakan lingkungan nyaman dan
dari kondisi istirahat
rendah stimulus (mis. Cahaya, suara,
kunjungan)
2. Berikan
aktivitas
distraksi
yang
menyenangkan
Edukasi
1. Anjurkan menghubungi perawat jika
tanda dan gejala kelelahan tidak
berkurang.
Kolaborasi
1. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang
cara meningkatkan asupan makanan
DAFTAR PUSTAKA
Agarwal, R., Dhooria, S., Aggarwal, N., & Sehgal, I. S. (2015). Guidelines for
diagnosis and management of bronchial asthma: Joint Recommendations of
National College of Chest Physicians ( India ) and Indian Chest Society
SPECIAL ISSUE 2015
Complications
of
Asthma.
(2017).
Diakses
https://www.healthline.com/health/asthma-complications#medical pada
maret 2020
di
23
Depkes RI. Pedoman pengendalian asma. Jakarta: Departemen Kesehatan RI; 2008
Fajri, A, N. (2017). Upaya Pencegahan Kekambuhan Asma Pada Anak. Publikasi
Ilmiah. Surakarta: Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammdiyah
Surakarta
Global Initiative of Asthma. (2019). GLOBAL STRATEGY FOR ASTHMA MANAGEMENT
AND
PREVENTION.
Diakses
di
https://ginasthma.org/wpcontent/uploads/2019/06/GINA-2019-main-report-June-2019-wms.pdf
Perdani, R, R, W. (2019). Asma Bronkial pada Anak. JK Unila 3 (1): 154-159
Quirt, J., Hildebrand, K. J., Mazza, J., Noya, F., & Kim, H. (2018). Asthma, 14 (Suppl
2). https://doi.org/10.1186/s13223-018-0279-0
Setiawan, K. (2018). Asma Bronkial. Denpasar: Fakultas Kedokteran Universitas
Udayana
PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator
Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan Tindakan
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
Widodo, R & Djajalaksana. (2012). Patofisiologi dan Masker Airway Remodeling pada
Asma Bronkial. Jurnal Respirasi 32(2): 110-119
World
Health
Organization
(WHO).
(2018).
Asthma:
Definition.
https://www.who.int/respiratory/asthma/definition/en/. Diakses pada Sabtu
21 Maret 2020
World Health Organization (WHO). (2017). Asthma. https://www.who.int/newsroom/fact-sheets/detail/asthma. Diakses pada Minggu 22 Maret 2020
Yudhawati, R & Krisdanti, D, P, A. (2017). Imunopatogenesis Asma. Jurnal
Respirasi 3(1): 26-33
Download