kandungan bahan organik sebagai dasar pengelolaan tanah di

advertisement
EMBRYO VOL. 5 NO. 2
DESEMBER 2008
ISSN 0216-0188
KANDUNGAN BAHAN ORGANIK SEBAGAI DASAR
PENGELOLAAN TANAH DI LAHAN KERING MADURA
Slamet Supriyadi
Dosen Jurusan Budidaya Pertanian Fak.s Pertanian Unijoyo
Abstract
Organic matter content of soils in madura’s dry land is about 2% (0,31-2,9%). This low
content is resulted from unwise land management that is not considered conservation
aspect of using the potential organic resources. As soil organic matter has critical roles to
improve soil quality through its influence on physical, chemical and biological properties,
the increasing of its content is unavoidable in order to sustain agricultural production and
carbon sequestration. This conservative method can be conducted by appliying plant
residu as compost, reducing soil tillage intensity, and improving cropping system via
plant rotation, agroforestry, and application of mycorrhizal fungus. Further research in
these all aspects in relation to biophysical and social conditions is needed.
Key words: organic matter, soil quality, conservative method, dry land
diterapkan untuk peningkatan
organik tanah di Madura.
I. Pendahuluan
Kandungan karbon dalam tanah
mencerminkan kandungan bahan organik
dalam tanah yang merupakan tolak ukur
yang penting untuk pengelolaan tanah.
Bahkan bahan
sebagai kunci
kekeringan dan
pangan (Bot dan
organik dipercaya
ketahanan terhadap
kelestarian produksi
Benites, 2005). Hasil
penelitian Supriyadi (2008) menunjukkan
bahwa kandungan bahan organik tanah di
lahan kering Madura umumnya didominasi
oleh klas sangat rendah (< 2%) sebanyak
88,57% dan rendah (>2%) sebanyak
11,43%.
Kandungan
karbon
juga
berkorelasi dengan kapasitas tukar kation
(KTK) tanah, kandungan N total tanah, dan
% liat. Kondisi yang ada menunjukkan
bahwa potensi tanah untuk mendukung
produksi pertanian kurang optimal, karena
kondisi fidikokimia tanah yang kurang
ideal. Kondisi ini harus menjadi perhatian
utama dalam pengelolaan tanah di Madura
Peningkatkan kandungan karbon dalam
tanah merupakan suatu keharusan dalam
pengelolaan lahan. Dalam tulisan ini akan
didiskusikan peran dari bahan organik,
faktor yang mempengaruhi dan penyebab
rendahnya kandungan bahan organik
dalam tanahh serta metode yang bisa
bahan
II. Peranan bahan organik
Kandungan bahan organik
(karbon
organik)
dalam
tanah
mencerminkan kualitas tanah yang
langsung maupun tidak langsung
berpengaruh pada kualitas tanah
tersebut
(Editorial,
2007)
dan
sustainabilitas
agronomi
karena
pengaruhnya pada indikator fisik,
kimia dan biologi dari kualitas tanah
(Reeves, 1997 dalam Nardi et al.,
2004). Bahan organik di wilayah
tropika berperanan menyediakan unsur
hara N, P, dan S yang dilepaskan
secara lambat, meningkatkan kapasitas
tukar kation (KTK) tanah masam,
menurunkan
fiksasi
P
karena
pemblokan sisi fiksasi oleh radikal
organik, membantu memantapkan
agregat tanah, memodifikasi retensi air,
dan membentuk komplek dengan unsur
mikro (Sanchez, 1976). Meskipun
kandungan bahan organik kebanyakan
tanah hanya berkisar
2-10%,
peranannya sangat penting (Bot dan
Benites, 2005).
176
Kandungan Bahan Organik ...
176 - 183
Bahan organik dalam tanah
terstabilkan oleh berbagai proses yang
kompleks
yang
menghalangi
dekomposisi termasuk selain karena
kualitas senyawa organik, kondisi
tanah
juga
kondisi
biologi
mikroorganisma.
Sifat senyawa
termasuk rekalsitran dari molekul
organik yang tahan terhadap degradasi
oleh mikroorganisma dan enzim,
stabilisasi secara kimia karena berbagai
interaksi molekul organik, kondensasi
permukaan atau serapan, sehingga
mengurangi
ketersedian
substrat
molekul organik dan proteksi secara
fisik dari
substrat organik oleh
dekomposesr karena oklusi substrat
dalam agregat. Dalam hal biologi ini
termasuk proses biotik yaitu produksi
exo-enzim, penghancuran mekanis
bahan organik, bioturbasi massa tanah,
fiksasi C ke dalam sel hidup. Selain itu
juga
proses
ekologis
termasuk
kebutuhan energi sel mengendalikan
dekomposisi, hilang karena difusi
menghalangi
pertumbuhan
dan
mencegah terbentuknya koloni baru
yang akhirnya terhalang atau dapat
tepat untuk mineralisai bahan organik
tanah (Ekschmitt, 2005)
Bahan organik tanah terdiri dari
dua komponen utama (1) komponen
inert atau yang tahan terhadap
mineralisasi; tergantung pada tipe
tanah, iklim, riwayat penggunan lahan
dan posisi bentang lahan; (2) fraksi
labil atau aktif yang tergantung pada
pengelolaan tanah. Perubahan pool
karbon
bahan
organik
karena
perubahan penggunaan lahan dan
pengelolaan terutama karena perubahan
di fraksi labil. Ada korelasi erat antara
konsentrasi fraksi labil karbon organik
tanah dan kualitas tanah, terutama di
tanah miskin wilayah tropika dan
subtropika, yang karbon organiknya
60-80% telah hilang karena pertanian
subsisten (Lal, 2006). Di beberapa
tanah peningkatan hasil tanaman
(Slamet Supriyadi)
budidaya
karena
peningkatan
kandungan bahan organik tanah
terutama berkaitan dengan peningkatan
fraksi labil, batas kritis dari kandungan
total karbon tanah yang dibawah level
tersebut hasilnya menurun hingga 20%
adalah 1,1% untuk kebanyakan tanah
tropika (Aune and Lal, 1997 dalam Lal,
2006) sedangkan untuk wilayah
temperate adalah 2,0 % (Kemper and
Koch, 1966; Greenland et al., 1975;
Loveland and Webb, 2003 dalam Lal,
2006).
Peningkatan bahan organik
tanah dari tanah yang terdegradasi akan
meningkatkan hasil tanaman budidaya
karena tiga mekanisme yaitu (1)
peningkatan kapasitas air tersedia, (2)
peningkatan suplai unsur hara, dan (3)
peningkatan struktur tanah tanah dan
sifat fisik lainnya. Ada hubungan erat
antara peningkatan bahan organik dan
kapasitas air tersedia dan kemampuan
tanah untuk bertahan pada kekeringan,
tanah, yaitu dengan meningkatnya
kandungan
air
tanah
dengan
meningkatnya karbon organik. Secara
umum kandungan air tanah tersedia
meningkat antara 1 -10 g untuk setiap
peningkatan 1 g kandungan bahan
organik
tanah.
Peningkatannya
mungkin kecil tetapi hal ini cukup
untuk membantu pertumbuhan crop di
antara periode hujan 5-10 hari.
Peningkatan karbon organik tanah
sebesar 1Mg per hektar per tahun dapat
meningkatkan produksi biji-bijian
pangan 32 juta Mg per hektar per tahun
di negara sedang berkembang (Lal,
2006).
Dalam hal kaitannya dengan
unsur hara pada dasarnya bahan
organik mengandung unsur hara yang
lengkap, hanya kadarnya tergantung
pada kandungan hara dari sumber
bahan organiknya. Unsur hara yang
penting yang bersumber dari bahan ini
adalah N,P, dan S (Sanchez, 1976).
Untuk di tanah Madura kandungan
177
EMBRYO VOL. 5 NO. 2
DESEMBER 2008
bahan organik berkorelasi erat dengan
total N, Ca, jumlah basa dan KTK
tanah (Supriyadi, 2008). Hal ini
menunjukkan bahwa bahan organik
bahan organik tanah tidak saja
berpengaruh pada kandungan N dan
basa-basa tetapi juga berpengaruh pada
kemampuan tanah untuk menahan dan
melepaskan unsur hara yang berupa
kation. Mengingat pentingnya peran
yang dimainkan bahan organik sudah
semestinya keberadaannya dijadikan
dasar dalam pengelolaan tanah di
Madura.
III. Faktor yang mempengaruhi
kandungan bahan organik tanah
3.1. Temperatur.
Temperatur berpengaruh pada
kecepatan dekomposisi bahan organik.
Tanah tropika mempunyai kandungan
karbon organik rendah karena kondisi
lingkungan mendukung dekomposisi
dan mineralisasi bahan organik tanah.
Dekomposisi bahan organik di wilayah
tropika bisa mencapai 2-5x lebih cepat
dibandingkan di wilayah sedang. Setiap
peningkatan suhu 10oC menyebabkan
kecepatan meningkat menjadi dua kali
(Sanchez, 1976).
Tingginya suhu
udara (berkisar 27- 30oC) dan
kelembaban berkisar 70-94% di
Madura (Tim Peneliti Universitas
Trunojoyo,
2007)
merupakan
pendorong aktivitas mikroorganisma
tanah dalam perombakan bahan
organik. Ha l ini menyebabkan
kandungan bahan organik dalam tanah
sulit mencapai kondisi potensialnya;
sehingga
untuk
mempertahankan
kandungan bahan organik yang tinggi
perlu masukan residu tanaman dalam
jumlah besar.
3.2. Tekstur tanah
Kandungan bahan organik
cenderung
meningkat
dengan
meningkatnya kandungan liat. Ikatan
antara liat dan bahan organik
ISSN 0216-0188
melindungi bahan tersebut dari aksi
dekomposisi oleh mikrobia tanah.
Tingginya kandungan liat juga
berpotensi tinggi untuk formasi
agregat.
Agregat
makro
akan
melindungi bahan organik dari
mineralisasi lebih lanjut (Rice, 2002).
Pada kondisi iklim yang sama,
kandungan bahan organik tanah
bertekstur halus (berliat) bisa mencapai
2 – 4 kali kandungan bahan organik di
tanah (Prasad and Power, 1997). Di
tanah lahan kering di Madura ada
korelasi yang erat
antara tinggi
kandungan bahan organik dengan
persen %liat (r = 0,53) dengan persen
pasir (r = -0,41) (Supriyadi, 2008).
3.3. Reaksi tanah
Kondisi tanah asam atau alkali
akan berpengaruh pada produksi
biomassa dan aktivitas mikrobia dalam
tanah. Tanah yang terlalu asam atau
basa akan mengurangi aktivitas
mikroorganisma. Pada kondisi tanah
asam fungi yang berperan dalam
kegiatan tersebut sehingga dekomposisi
residu tanaman lambat namun kerja
fungi lebih efisien dibandingkan
bakteri. Hasil penelitian Supriyadi
(2008) pada umumnya tanah di madura
bereaksi netral hingga agak alkalis (pH
(H2O): 6,81-7,11). Dengan kondisi ini
sangat
sesuai
untuk
aktivitas
mikroorganisma dalam dekomposisi
bahan organik.
3.4. Input Bahan organik
Kuantitas dan kualitas input
bahan organik akan berpengaruh pada
kandungan bahan organik tanah.
Substrat organik dengan C/N rasio
sempit
(<25)
menyebabkan
dekomposisi berjalan cepat, sebaliknya
pada bahan dengan C/N lebar (> 25)
maka
mendorong
immobilisasi,
pembentukan humus, akumulasi bahan
organik, dan peningkatan struktur
tanah. Input bahan yang mengandung
178
Kandungan Bahan Organik ...
176 - 183
lignin dan polyfenol akan menghambat
dekomposisi.
Pola tanam di lahan kering di
Madura yang melibatkan tanaman
jagung mempunyai arti penting. Akar
rerumputan
memainkan
peranan
penting dalam peningkatan bahan
organik wilayah padang rumput,
menyumbang 2/3 dari total kandungan
bahan organik (Quideau, 2002 dalam
Bot dan Benites, 2005). Hal ini
disebabkan
akar
rerumputan
mempunyai kandungan hemiselulosa,
lignin (>15%) , dan selulosa (>20%)
tinggi, sedangkan kandungan protein
rendah (sekitar 5%) (Privavesi,1984
dalam Bot dan Benites, 2005). Selain
itu akar mempunyai mekanisme untuk
bertahan lama dari proses dekomposisi
tidak hanya karena kandungan senyawa
rekasitran seperti siberin, lignin dan
selulosa tetapi juga mekanisme lainnya
seperti
(1) proteksi fisiko-kimia
terutama di lapisan dalam, (2) proteksi
secara fisik skali mikro melalui
mikoriza dan aktivitas rambut akar; (3)
interaksi kimia dengan ion logam
(Rasse et al., 2005).
3.5. Pengolahan Tanah
Praktek
pertanian
seperti
pemberoan tanpa tanaman, pembakaran
dan pengangkutan sisa tanaman dan
pengolahan tanah telah mendorong
hilanganya bahan organik tanah.
Pengolahan
tanah
menyebabkan
penurunan kandungan bahan organik
tanah sehingga mengarah pada
degradasi struktur. Dekomposisi bahan
organik adalah proses aerob, oksigen
akan mempercepat proses tersebut.
Dengan pengolahan tanah sisa tanaman
dibenamkan bersama udara dan
membuat kontak engan organisma
tanah, sehingga memcepat dekomposisi
menghasilkan CO2 yang dilepaskan ke
udara. Pengolahan yang berulang-ulang
bersamaan penurunan input bahan
organik ke dalam tanah menyebabkan
(Slamet Supriyadi)
disintegrasi
agregat
sehingga
menjadikan tanah peka pada erosi dan
pemadatan. Di beberapa tanah olah di
Kenya telah kehilangan stok karbon
organiknya sebanyak 50 – 75 Mg C
per hektar dalam 30 tahun (Moshi et
al., 1974; VanWissen, 1974; Tiffen et
al., 1994; Cole et al.,1993; Swift et al.,
1994 dalam Lal, 2006). Di Senegal,
Siband (1974 dalam Lal, 2006)
melaporkan bahwa konsentrasi C
organik tanah di lapisan olah 0-10 cm
berkurang dari 28 g kg-1 – 10 g kg-1
setelah 90 tahun kultivasi dengan
dampak yang merugikan pada kualitas
tanah dan kemampuan pada ketahanan
pada kekeringan.
Di
Madura
aktivitas
pembakaran sisa panen seperti jerami
atau sisa panen lainnya dan pupuk
kandang menjadi praktek umum oleh
petani. Hal ini dapat berdampak
mengurangi input biomassa bahan
organik. Demikian pula pengangkutan
keluar sisa panen untuk pakan ternak.
Walaupun kotoran ternak dikembalikan
ke lahan, biasanya kotoran ternak
tersebut dibakar dulu sehingga yang
tersisa hanya abu dan beberapa
mineralsedangkan karbon, nitrogen dan
sulfur telah hilang. Selanjutnya praktek
kultivasi tembakau biasanya dilakukan
pada musim kemarau dimana lahan
dalam keadaan bersih dari sisa tanaman
sebelumnya. Untuk itu sisa tanaman
dibakar atau dibawa keluar untuk kayu
bakar atau pakan ternak. Praktek ini
menjadi penyebab rendahnya input
biomassa ke tanah yang akhirnya
berdampak pada rendahnya kandungan
bahan organik dalam tanah.
IV. Peningkatan kandungan bahan
organik
4.1. Pemberian Kompos
Kompos adalah bahan organik
yang telah mengalami dekomposisi
oleh mikroorganisma dan mengandung
humus sebagai hasil sintesa antara
179
EMBRYO VOL. 5 NO. 2
DESEMBER 2008
bahan yang tahan lapuk dengan
senyawa bentukan mikroorganisma.
Teknologi ini dapat diterapkan pada
berbagai bahan organik dengan C/N
>25 atau kandungan polyfenol dan
lignin tinggi. Dengan teknik ini bahan
organik berkurang volumenya dan
mudah diaplikasikan pada tanah.
Pengomposan jerami adalah
bahan tamabahan yang menguntungkan
bagi tanah pertanian daripada harus
dibakar. Jerami merupakan sebuah
kondisioner tanah yang potensial,
karena jerami dapat juga menjadi
sumber unsur hara termasuk N, P, K
dan semua unsur mikro esensial yang
diperlukan
tanaman.
Pemberian
kompos tidak saja meningkatkan hasil
tanaman
budidaya,
tetapi
juga
meningkatkan
kesuburan
tanah
terutama kandungan C dan N ,
permeabilitas, air tersedia bagi
tanaman, dan porositas terisi udara.
Bahan organik dari pangkasan
pohon legum dapat dicampur dengan
pupuk kandang dan dikomposkan
untuk mempercepat pelepasan unsur
hara yang terkandung di dalamnya.
Perbandingan yang baik antara serasah
legum dan pupuk kandang adalah 90%
serasah dan 10% pupuk kandang
karena melepaskan unsur hara N dan P
lebih
cepat
(Lindiawati
dan
Handayanto, 2002).
Pengkajian pengaruh kompos
bokashi pada pertumbuhan dan
produksi tanaman budidaya di Madura
telah dilakukan. Bokashi merupakan
bahan organik yang difermentasikan
dengan menggunakan mikroorganisma
efektif (EM-4).
Supriyadi dan
Sumardji
(2002)
menyatakan
pemberian kompos bokashi dan
pangkasan daun gamal berpengaruh
pada pertumbuhan dan produksi
tanaman kangkung darat pada regosol.
Badami (2004) menyatakan bahwa
bokashi dan urea meningkatkan
ISSN 0216-0188
pertumbuhan dan produksi tanaman
kangkung darat.
4.2. Peningkatan Masukan Biomassa
Biomassa baik berupa serasah,
sisa panen, pangkasan tanaman berupa
hijauan, merupakan sumber dari bahan
organik dalam tanah. Peningkatan
masukan biomassa ini dapat dilakukan
misalnya dengan mempertahankan
tanaman penutup dan pergiliran /rotasi
tanaman. Angers and Carter (1996
dalam Blair et al., 2005b) menyatakan
bahwa rotasi waktu pendek dan tanama
penutup dapat meningkatkan agregasi
tanah dan kandungan karbon tanah
tergantung pada spesies tanaman dan
jumlah sisa panen yang dikembalikan
ke tanah.
Setiap
tanaman
dapat
digunakan untuk tanaman penutup.
Namun tanaman yang baik terkait
dengan pola siklus perputaran adalah
rerumputan karena karnya yang
ekstensif akan berpengaruh pada
struktur tanah. Selanjutnya disusul
dengan legum yang mampu memfiksasi
N sehingga meningkatkan kesuburana
tanah, dengan demikian produksi
biomasa sumber input bahan organik
meningkat, yang akhirnya dapat
meningkatkan
kandungan
bahan
organik tanah, selain sisa perkaran
rerumputan akan lambat didekomposisi
karena komposisi kimianya.
Rotasi tanaman umumnya telah
dipraktekkan oleh petani di Madura
dengan mengikutkan jagung baik
secara monokutur maupun campuran
sebelum tanaman padi atau tembakau.
Tanaman jagung berperan penting
sebagai sumber biomassa bahan
organik terutama akarnya dan karena
kandungan selulosa dan lignin akar ini
akan
terhumifikasi
menghasilkan
humus yang penting untuk kesuburan
tanah. Selanjutnya legum seperti
kedelai dan kacang hijau atau
kekacangan
lainnya
akan
180
Kandungan Bahan Organik ...
176 - 183
meningkatkan input biomassa residu
tanaman kualitas tinggi dan nitrogen.
Biomassa berkualitas tinggi dapat
berfungsi sebagai sumber manur hijau
yang akan meningkatkan C total, non
labil dan terutama C labil struktur
tanah. Pada tanah dengan kandungan C
rendah stabilitas struktur tergantung
pada fraksi C labil (Blair et al., 2005a).
Pemupukan dengan bahan organik
berupa manur farmyard meningkatkan
kandungan C total dan produksi
humus,
yang
carbon
komplek,
polikondensasi tinggi, senyawa yang
menentukan kesuburan tanah (Nardi et
al., 2004).
Dari pengalaman di
Australia rotasi tanaman dengan
memasukkan legum dapat membatasi
penuruna C total, N total dan stabilitas
struktur dan berpotensi melestarikan
kesuburan tanah (Blair et al., 2005b).
4.3. Agroforestri.
Agroforestri sistem tanam yang
mencampurkan pohon di lahan
pertanian sudah dipraktekkan di lahan
kering di Madura meskipun masih
dalam bentuk sederhana. Di pinggir
lahan biasanya ditanam pepohonan dari
berbagai macam spesies, dengan tujuan
produk kayu, buah dan pakan ternak.
Untuk waktu mendatang perlu ada
evaluasi jenis pohon dan pola yang
sesuai untuk kondisi setempat. Hal ini
terkait dengan kualitas bahan organik
yang dihasilkan untuk kelestarian lahan
khususnya peningkatkan bahan organik
tanah.
Pepohonan seperti Calliandra
calothrysus, Spathodea canipulata,
Markhamia lute mengandung lignin >
15% di daunnya. Selanjutnya daun dari
Calliandra calothrysus, Flemingia
macrophylla, Leucaena leucocephala,
dan Tephrosia vogelii kandungan
polyfenol > 4%. Dengan kandungan
lignin dan polyfenol tersebut serasah
pohon
tersebut
sulit
untuk
didekomposisikan.
Sedangkan
(Slamet Supriyadi)
pepohonan lain seperti Glirisedia
sepium mempunyai kualitas tinggi
karena kandungan N tinggi dan
polyfenol dan ligninnya rendah,
sehingga bisa langsung dibenamkan ke
dalam tanah bersama pengolahan tanah
(Palm et al, 2001). Namun menurut
Fontaine et al (2004) dari percobaan di
laboratorium bahwa input bahan
organik dengan kandungan N dan P
rendah justru mendorong pengurangan
bahan organik dalam tanah setelah
dekomposisi.
Residu
tumbuhan
dari
kelompok legum dapat dimanfaatkan
sebagai sumber N dan P (Alhasni dan
Handayanto, 2003). Di Madura
penggunaan
pangkasan gamal
(Gliricidia sepium) menunjukkan hasil
yang baik pada tanaman sayuran baik
pada regosol dan mediteran (Suryawati
dan Supriyadi, 2003). Pada tanah
mediteran merah pemberian serasah
daun gamal pada dosis 15 ton /ha
memberikan hasil terbaik pada tanaman
mentimun (Suryawati et al, 2004).
Namun penelitian tersebut tidak
mengkaji perubahan fisiko kimia tanah.
4.4. Aplikasi Mikoriza
Mikoriza adalah simbiosis
mutualisma antara fungi dengan akar
tumbuhan. Adanya simbiosis ini akan
membantu tanaman inang mendapatkan
unsur hara terutama fosfor, bertahan
pada kondisi kering dan patogen tular
tanah. Meskipun tidak secara langsung
terlibat pada dekomposisi bahan
organik dalam tanah, fungi mikoriza
juga menambahkan karbon organik dari
tanaman inang dan dari produksi
glicoprotein atau glomalin yang relatif
tahan terhadap dekomposisi sehingga
senyawa ini dapat berfungsi sebagai
sumber karbon dan pemantap agregat.
Dinding sel fungi yang banyak
mengandung khitin yang tahan
terhadap pelapukan juga merupakan
sumber karbon. Selain itu mikoriza
181
EMBRYO VOL. 5 NO. 2
DESEMBER 2008
akan berperan dalam meningkatkan
agregasi lewat hifa eksternalnya yang
mampu menyatukan butiran tanah
sehingga memantapkan agregat tanah,
sehingga secara fisik melindungi
karbon organik dalam agregat untuk
terdekomposisi lebih lanjut (Jastrow, et
al., 2007).
Belum
banyak
penelitian
aplikasi mikoriza dilakukan di tanah
Madura. Ada satu penelitian aplikasi
mikoriza oleh Maskyaiaji et al, (2008)
dengan menggunakan isolat dari luar.
Untuk masa mendatang prospek
penggunan
isolat
lokal
perlu
digalakkan karena isolat inilah yang
kemungkinan
akan
memberikan
kontribusinya yang besar karena
kompatibilitasnya yang tinggi tidak
saja pada produksi tetapi juga pada
kondisi rizosfer.
V. Simpulan
Kandungan bahan organik di
tanah lahan kering di Madura berkisar
2%. Rendahnya kandungan bahan
organik ini disebabkan pengelolaan
lahan yang belum berbasis konservasi
dengan memanfaatkan potensi sumber
bahan organik yang ada. Bahan organik
mempunyai peran penting yaitu
menentukan kualitas tanah untuk
kelestarian produksi pertanian melalui
pengaruhnya pada sifat fisika, kimia
dan biologi tanah. Oleh karenanya
peningkatan kandungan bahan organik
tanah seharusnya merupakan prioritas
untuk peningkatan kualitas tanah dan
untuk penyimpanan karbon. Langkah
ini
dapat
dilakukan
dengan
mempertahankan sisa panen dan
mengaplikasikannya sebagai kompos,
mengurangi intensitas pengolahan
tanah, pendekatan pola tanam dengan
rotasi tanaman, penerapan sistem
agroforestri, dan
pemanfaatan
teknologi mikoriza. Penelitian lebih
lanjut kaitkan kondisi biofisik dan
ISSN 0216-0188
kondisi sosial masyarakat menjadi
kebutuhan.
VI. Daftar Pustaka
Editorial, 2007. Farming carbon. Soil
& Tillage Research 96 (2007) 1–5
Blair, N., R.D. Faulkner, A.R. Till, and
P.R. Poulton. 2005a. Long-term
management impacts on soil C, N
and physical fertility I. Broadbalk
experiment. Soil & Tillage
Research xxx (2005) xxx–xxx
Blair, N., R.D. Faulkner, A.R. Till, and
G.J. Crocker, 2005b. Long-term
management impacts on soil C, N
and physical fertility Part III:
Tamworth
crop
rotation
experiment. Soil & Tillage
Research xxx (2005) xxx–xxx
Bot, A. and J. Benites, 2005. The
importance of soil organic matter
Key to drought-resistant soil and
sustained food and production.
FAO Soils Bulletin 80 Rome.
Ekschmitt, K., M. Liu, S. Vetter, O.
Fox, and V. Wolters, 2005.
Strategies used by soil biota to
overcome soil organic matter
stability — why is dead organic
matter left over in the soil?
Geoderma 128; 167–176
Fontaine, S., G., Bardoux, L. Abbadie,
and A. Mariotti, 2004. Carbon
input to soil may decrease soil
carbon
content.
Ecology
Letters,7: 314–320
Jastrow,D.J., J. E. Amonette and V. L.
Bailey. 2007. Mechanisms
controlling soil carbon turnover
and their potential application for
enhancing carbon sequestration.
Climatic Change 80:5–23
Lal, R., 2006. Enhancing crop yields in
the developing countries through
restoration of the soil organic
carbon pool in agricultural lands.
182
Kandungan Bahan Organik ...
176 - 183
Land Degrad. Develop. 17: 197–
209
Lindiawati, D. dan E. Handayanto.
2002. Pengaruh Penambahan
Pupuk Kandang Terhadap
Mineralisasi N dan P Dari
Biomasa Tumbuhan Dominan Di
Lahan Berkapur di Malang
Selatan. Agrivita Vol. 24 No.2.
127 – 135
Maskyaaji, SZ, G. Pawana, dan S.
Supriyadi, 2008. Kompatibilitas
dan efektifitas fungi mikorisa
arbuskula (fma) terhadap kacang
komak (Dolichos lablab L).
Agrovigor 1;1;40-47
Nardi, S., F. Morari, A. Berti, M.
Tosoni,
and
L.
Giardini,
2004.Soil
organic
matter
properties after 40 years of
different use of organic and
mineral fertilisers. Europ. J.
Agronomy 21;357–367
Palm, C.A, C. N. Gachengo, R. J.
Delve, G. Cadisch, K. E. Giller,
2001. Organic inputs for soil
fertility management in tropical
agroecosystems: application of an
organic
resource
database.
Agriculture, Ecosystems and
Environment 83; 27–42.
Rasse, D.P., C. Rumpel1 and & M. F.
Dignac. 2005. Is soil carbon mostly
root carbon? Mechanisms for a
(Slamet Supriyadi)
specific stabilisation. Plant and Soil
269: 341–356
Sanchez, P.A., 1976. Properties and
Management of Soils in the
Tropics. A Wiley-Interscience
Publication. John Wiley and
Sons. New York.
Supriyadi,S. 2008. Kesuburan tanah
lahan kering madura. Embryo
5;2;124-131
Suryawati, S., S.Supriyadi, dan
Suparmin.
2004.
Kajian
Pemberian
Bahan
Organik
(Pangkasan Gamal dan Bokashi)
terhadap Pertumbuhan dan Hasil
Tanaman
Kangkung
Darat
(Ipomoea reptans Poir L) pada
Tanah Mediteran Merah. Embryo
Vol.1.No 1, 1-11
Suryawati, S., A, Djunaedy, dan A.
Wahyuni, 2004. Peranan Aplikasi
Pupuk Organik dari Serasah Daun
Gamal terhadap Pertumbuhan dan
Produksi Mentimun (Cucumis
sativus L) pada Tanah Mediteran
Merah. Embryo Vol.1.No 2, 135142
Tim Universitas Trunojoyo, 2007.
Pemanfaatan umbi-umbian lokal
sebagai supporting agent
ketahanan pangan di madura.
Laporan Penelitian. Universitas
Trunojoyo. Bangkalan.
183
Download