MAKALAH PROMOSI KESEHATAN Model, Konsep, dan Prinsip Pendidikan Kesehatan Disusun Oleh: Home Group 5 Aji Purnomo 1806139853 Aldilah Rahmawati 1806203351 Annisa Ihda Tartila 1806203540 Muhammad Ulil Amri 1806203490 Sonya Novita Nayunda Sari 1806140344 FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS INDONESIA 2020 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah kami yang berjudul Model, Konsep, dan Prinsip Pendidikan Kesehatan. Penulisan makalah ini dilakukan dalam rangka memenuhi penilaian mata kuliah Promosi Kesehatan. Makalah ini dibuat dengan berdasarkan literatur yang kami baca sebagai sumber penyusun makalah. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada Ns. Poppy Fitriyani S.Kep., M.Kep., Sp.Kep.Kom. sebagai fasilitator kelas A yang telah membantu kami dalam penyusunan makalah ini. Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih terdapat kekurangan baik dari segi penyusunan kalimat maupun tata bahasa. Oleh karena itu, kami menerima kritik dan saran yang membangun sebagai perbaikan kami dalam penulisan makalah selanjutnya. Akhir kata kami berharap makalah ini dapat memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu. Serta dapat memberikan pandangan serta pengetahuan baru kepada mahasiswa keperawatan mengenai model, konsep, dan juga prinsip pendidikan kesehatan. Depok, 23 Februari 2020 Penulis i DAFTAR ISI KATA PENGANTAR .................................................................................................. i DAFTAR ISI ................................................................................................................ ii BAB I ............................................................................................................................ 1 1.1 Latar Belakang .................................................................................................. 1 1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................. 1 1.3 Tujuan ................................................................................................................ 2 BAB II .......................................................................................................................... 3 2.1 Konsep dan Teori Belajar ................................................................................. 3 2.1.1 Pengertian dan Prinsip Belajar ................................................................. 3 2.1.2 Teori Belajar ............................................................................................... 3 2.2 Konsep dan Teori Mengajar ............................................................................ 3 2.2.1 Definisi dan Metode Mengajar .................................................................. 3 2.2.2 Fase dan Tahapan Belajar ......................................................................... 4 2.3 Domain Belajar .................................................................................................. 4 2.4 Klien sebagai Peserta Didik .............................................................................. 5 2.4.1 Tujuan Klien sebagai Peserta Didik.......................................................... 5 2.4.2 Faktor Pendukung Klien sebagai Peserta Didik Berdasarkan Tumbuh Kembang ............................................................................................................... 5 2.4.3 Faktor Penghambat Klien dalam Belajar ................................................ 6 2.5 Komunikasi dalam Proses Pembelajaran Klien ............................................. 6 2.5.1 Konsep Komunikasi dalam Proses Pembelajaran Klien ........................ 6 2.5.2 Komponen dan Tahapan Proses Komunikasi dalam Pembelajaran Klien ...................................................................................................................... 6 2.6 Kebutuhan Pendidikan Kesehatan Klien ........................................................ 7 2.6.1 Konsep Kebutuhan Pendidikan................................................................. 7 2.6.2 Faktor yang Berpengaruh dalam Pemberian Pendidikan Kesehatan pada Klien............................................................................................................. 8 2.7 Tujuan Pendidikan Kesehatan ......................................................................... 9 2.8 Intervensi Keperawatan dalam Lingkup Pendidikan .................................... 9 2.9 Metode, Media, dan Strategi Pengajaran ..................................................... 14 2.9.1 Metode dalam Pendidikan Kesehatan .................................................... 14 ii 2.9.2 Media Pendidikan Kesehatan .................................................................. 15 2.9.3 Strategi Pengajaran Kesehatan ............................................................... 15 2.10 Evaluasi Pendidikan Kesehatan Klien ........................................................ 17 BAB III ....................................................................................................................... 20 3.1 Kesimpulan ...................................................................................................... 20 3.2 Saran ................................................................................................................. 21 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 22 iii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Belajar ialah rangkaian kegiatan untuk memperoleh kebiasaan, pengetahuan dan juga sikap yang bertujuan untuk perubahan perilaku yang positif dari peserta didik. Selain itu terdapat prinsip, teori, serta faktor yang mempengaruhi belajar. Dalam keperawatan ada yang namanya mengajar, di mana mengajar ialah aspek utama dari praktik keperawatan dan juga bagian dari fungsi keperawatan yang independen. Fungsi mengajar bagi perawat itu sendiri ialah perawat turut membantu klien dalam berpartisipasi lebih baik dalam proses keperawatan dan juga memastikan transisi perawatan yang aman bagi klien. Komunikasi membantu perawat dalam pembelajaran klien. Komunikasi itu sendiri artinya adalah proses pertukaran gagasan, makna, dan juga perasaan antara dua orang atau lebih dalam interaksi baik tatap muka maupun tidak. Komunikasi dalam proses pembelajaran klien berbeda-beda, oleh karena itu harus memperhatikan tingkatan usia, tidak hanya itu tentunya tetapi hatis memperhatikan apakah individu tersebut berada dilingkungan keluarga atau masyarakat karena hal tersebut sangat berpengaruh. Tentu saja dalam komunikasi pembelajaran klien ini juga banyak faktorfaktor yang mempengaruhinya. Pendidikan kesehatan adalah salah satu bentuk intervensi yang menggambarkan peran perawat sebagai edukator. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan pemahaman pasien dan juga keluarganya tentang kewajiban dan juga tanggung jawab pasien selama proses keperawatan. Pendidikan kesehatan ini memiliki banyak tujuan yang intinya pasien mencapai tingkat kesehatannya. Walaupun begitu, banyak hal yang harus diperhatikan oleh perawat saat memberikan intervensi pendidikan kesehatan kepada pasien. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang permasalahan, maka dapat dirumuskan suatu permasalahan sebagai berikut: 1 1. Bagaimana konsep dan teori belajar? 2. Bagaimana konsep dan teori mengajar? 3. Apa saja domain belajar? 4. Apa yang dimaksud dengan konsep klien sebagai peserta didik? 5. Bagaimana komunikasi dalam proses pembelajaran klien? 6. Apa saja kebutuhan pendidikan kesehatan klien? 7. Jelaskan tujuan pendidikan kesehatan? 8. Intervensi keperawatan dalam lingkup pendidikan? 9. Apa saja metode, media, dan strategi pengajaran? 10. Bagaimana evaluasi pendidikan kesehatan klien? 1.3 Tujuan Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah: 1. Mahasiswa dapat mengetahui konsep dan teori belajar 2. Mahasiswa dapat mengetahui konsep dan teori mengajar 3. Mahasiswa dapat mengetahui domain belajar 4. Mahasiswa dapat mengetahui konsep klien sebagai peserta didik 5. Mahasiswa dapat mengetahui komunikasi dalam proses pembelajaran klien 6. Mahasiswa dapat mengetahui kebutuhan pendidikan kesehatan klien 7. Mahasiswa dapat mengetahui tujuan pendidikan kesehatan 8. Mahasiswa dapat mengetahui intervensi keperawatan dalam lingkup pendidikan 9. Mahasiswa dapat mengetahui metode, media, dan strategi pengajaran 10. Mahasiswa dapat mengetahui evaluasi pendidikan kesehatan klien 2 BAB II PEMBAHASAN 2.1 Konsep dan Teori Belajar 2.1.1 Pengertian dan Prinsip Belajar Menurut Agus Suprijono (2011) dalam bukunya cooperative learning, prinsipprinsip belajar adalah perubahan perilaku, sebuah proses sistemik yang dinamis karena kebutuhan dan tujuan yang ingin dicapai, dan bentuk pengalaman dari hasil interaksi dengan lingkungannya. Menurut Thorndike dalam Djali (2011) mengemukakan tiga prinsip atau hukum dalam belajar, yaitu pertama law of readines, belajar akan berhasil apabila peserta didik memiliki kesiapan. Kedua, law of exercise, belajar akan berhasil apabila banyak latihan serta selalu mengulang apa yang telah didapat. Ketiga, law of effect, belajar akan menjadi bersemangat apabila mengetahui dan mendapatkan hasil yang baik. Terdapat beberapa metode belajar dalam buku Djamarah & Zain (2010) berupa konvensional, diskusi, demostrasi, pemecahan masalah (Problem Based Learning). 2.1.2 Teori Belajar Tiga konstruksi teoretis belajar yang mendasari cara seseorang belajar dalam Kozier, Berman, & Synder (2012) antara lain: 1. Teori behaviorisme, dimana elajar adalah proses perubahan perilaku yang berfokus pada mengamati perilaku orang lain 2. Teori Kognitif, dimana belajar sebagian besar adalah mental atau intelektual atau proses berpikir, dan menekankan pentingnya sosial, konteks emosional, dan fisik di mana pembelajaran terjadi. 3. Teori Humanisme, dimana teori ini berfokus pada kualitas afektif pelajar. Menurut teori humanistik, belajar diyakini memiliki motivasi sendiri, diinisiasi sendiri, dan dievaluasi sendiri 2.2 Konsep dan Teori Mengajar 2.2.1 Definisi dan Metode Mengajar 3 Mengajar didefinisikan sebagai kegiatan yang bermaksud untuk menghasilkan pembelajaran bagi klien. Peran perawat dalam pengajaran : 1. Mengajar klien dan keluarga atau orang lain yang signifikan di rumah sakit, perawatan darurat, perawatan terkelola, dan klinik perawatan primer. 2. Mengajar kolega professional dan tenaga perawatan lainnya seperti sekolah kejuruan, perguruan tinggi, dan fasilitas kesehatan seperti rumah sakit atau panti jompo Terdapat beberapa metode mengajar, yaitu ada yang secara tradisional, dan non tradisional. Contoh secara tradisional, yaitu ceramah, diskusi, instruksi one to one, dan demonstrasi. Contoh secara non tradisional, yaitu bermain game, simulasi, bermain peran, instruksi berbasis computer. Selain itu, terdapat beberapa prinsip dalam mengajar, yaitu memberikan penguatan positif, memposisikan diri menjadi orang yang dapat dipercaya, mendorong klien untuk semakin antusias dalam proses pembelajaran, terorganisir dan berikan arahan, memberikan umpan balik yang actual, menggunakan pertanyaan, gunakan pengulangan, dan meringkas poin-poin penting. Terdapat beberapa teori dalam mengajar, yaitu teaching as telling or transmission, teaching as organising students activity, teaching is making learning possible 2.2.2 Fase dan Tahapan Belajar Menurut Wittig (1981) dalam bukunya Psychology of Learning, setiap proses belajar selalu berlangsung dalam tiga fase, yaitu acquicition (tahap perolehan/penerimaan informasi), storage (tahap penyimpanan informasi), dan retrieval (tahap mendapatkan kembali informasi). Dalam belajar terdapat beberapa tahapan, yaitu inkompetensi bawah sadar, inkompetensi sadar, kompetensi sadar, dan kompetensi bawah sadar. 2.3 Domain Belajar Domain belajar merupakan ranah perubahan tingkah laku menuju peningkatan pengetahuan dan kemahiran berdasarkan alat indra dan pengalamannya. Domain atau dimensi pembelajaran pada umumnya terdiri atas dimensi kognitif, dimensi psikomotor, dan dimensi afektif (Kozier, Erb, Berman & Synder, 2010). Domain 4 kognitif merupakan domain belajar yang berkaitan dengan pemikiran rasional yang terkait dengan fakta-fakta dan konsep-konsep. Contoh dari dimensi kognitif adalah kemampuan memahami anatomi dan fisiologi tubuh manusia. Domain psikomotor merupakan domain belajar yang memperoleh keterampilan yang membutuhkan integerasi aktivitas otot dan pikiran seperti kemampuan berjalan atau kemampuan menggunakan alat makan (Potter & Perry, 2009). Domain afektif merupakan domain belajar yang berkaitan dengan perasaan dan reaksi terhadap hal-hal yang dipelajarinya dan akan memicu terjadinya perubahan perilaku dan nilai (Rankin & Stallings, 2005). 2.4 Klien sebagai Peserta Didik 2.4.1 Tujuan Klien sebagai Peserta Didik Tujuan pendidikan kesehatan adalah membantu individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat untuk mencapai tingkat kesehatan yang optimal (Edelman dan Mandle, 2006) dalam (Potter & Perry, 2009). Pendidikan kesehatan klien bertujuan untuk mempermudah klien dan keluarga dalam pengambilan keputusan tentang kesehatan, serta dapat meningkatkan gaya hidup sehat pada klien dengan menerapkan pengetahuan tentang kesehatan (Kozier et al.,2015). 2.4.2 Faktor Pendukung Klien sebagai Peserta Didik Berdasarkan Tumbuh Kembang Menurut Redman (2007), anak usia pra sekolah (3-6 tahun) adalah masa dimana anak masih usia bermain dan belum memungkinkan untuk menghadapkan mereka pada situasi pembelajaran yang serius,perlu dilakukan perancangan pembelajaran yang mempertimbangkan segi kemenarikanya dengan menggunakan system bermain sambil belajar. Pada usia sekolah (6-12 tahun) Tohirin (2006) membagi faktor-faktor yang mempengaruhi belajar menjadi dua aspek, yakni Aspek Fisiologis Aspek fisiologis meliputi keadaan atau kondisi umum jasmani seseorang. Aspek yang kedua yaitu Aspek Psikologis. Aspek psikologis meliputi tingkat kecerdasan/ intelegensi, sikap siswa, bakat siswa, minat siswa, motivasi, perhatian, kematangan dan kesiapan. Pada usia remaja (12-20 tahun) menurut Reman (2007) , faktor pendukung yang mempengaruhi belajar dapat dibagi ke dalam dua faktor yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal antara lain penanaman kondisi jasmani dan rohani manusia, 5 kematangan/pertumbuhan, kecerdasan, minat, latihan dan kebiasaan belajar, motivasi pribadi dan konsep diri yang baik apat memudahkan anak menerima Pendidikan dengan baik. Faktor yang kedua yaitu faktor eksternal yaitu pendekatan belajar, kondisi keluarga, guru dan cara mengajarnya, kesempatan yang tersedia dan motivasi sosial yang baik membuat anak mudah dalam menerima pendidikan (Kozier, 2012). Pada usia dewasa (20-65 tahun) faktor yang mendukung orang dewasa dalam menerima pendidikan, yaitu harapan masa depan, dan latar belakang sosial. Pada orang lanjut usia ( > 65 tahun) semua orang akan mengalami proses menjadi tua, dan masa tua merupakan masa hidup manusia yang terakhir, dimana pada masa ini seseorang mengalami kemunduran fisik, mental dan sosial sedikit demi sedikit sehingga tidak dapat melakukan tugasnya sehari-hari lagi. 2.4.3 Faktor Penghambat Klien dalam Belajar Dalam proses edukasi klien ada beberapa hambatan yang dapat mempengaruhi suksesnya pembelajaran, seperti kurangnya motivasi, lingkungan yang tidak kondusif, kemampuan klien untuk belajar, dan bahasa. (Potter P.A & Perry, 2009). 2.5 Komunikasi dalam Proses Pembelajaran Klien 2.5.1 Konsep Komunikasi dalam Proses Pembelajaran Klien Komunikasi merupakan proses pertukaran gagasan, makna, dan perasaan antara dua orang atau lebih dalam sebuah interaksi tatap muka ataupun tidak (Tutu, 2018). Komunikasi dalam proses pembelajaran klien bertujuan agar klien mencapai dan memperoleh tingkat pengetahuan yang lebih tinggi serta menunjukkan hal yang lebih baik dari sebelumnya (Tri, 2016). Prinsip komunikasi yang terjadi antar individu dan keluarga atau masyarakat berbeda. 2.5.2 Komponen dan Tahapan Proses Komunikasi dalam Pembelajaran Klien Terdapat 4 tahapan komunikasi dalam pendidikan kesehatan kepada klien (Maulana, 2007), antara lain: a. Tahap Sensitisasi Tahap sensitisasi ialah tahap yang digunakan untuk memberikan informasi guna menumbuhkan kesadaran pada masyarakat terhadap adanya hal-hal penting berkaitan dengan kesehatan. 6 b. Tahap Publisitas Tahap ini merupakan kelanjutan tahap sensitisasi yang bertujuan menjelaskan lebih lanjut jenis pelayanan kesehatan difasilitas pelayanan kesehatan. c. Tahap Edukasi Tahap ini bertujuan meningkatkan pengetahuan, mengubah sikap dan dan mengarahkan perilakuyang diinginkan oleh kegiatan tersebut. d. Tahap Motivasi Pada tahap ini pendidikan kesehatan yang telah diterima oleh masyarakat/individu, benar-benar dapat mengubah perilaku sehari-harinya sesuai dengan perilaku yang dianjurkan dalam pendidikan kesehatan sebelumnya. 2.6 Kebutuhan Pendidikan Kesehatan Klien 2.6.1 Konsep Kebutuhan Pendidikan Ada tiga tujuan pendidikan klien komprehensif yaitu : 1. Pemeliharaan dan Promosi Pencegahan Kesehatan dan Penyakit Sebagai seorang perawat kita harus bisa memberikan informasi tentang kesehatan. Perawat dapat memberikan edukasi di sekolah, rumah, klinik, atau tempat kerja lainnya. Mempromosikan perilaku sehat melalu pendidikan dapat membuat klien bertanggung jawab atas kesehatan mereka sendiri (Longo et al., 2010 dalam buku Potter & Perry, 2013) 2. Pemulihan Kesehatan Perawat harus dapat memberikan memberikan informasi dan keterlampilan kepada klien ketika ada klien yang sedang terluka atau sakit. Perawat harus dapat mengidentifikasi kesediaan pasien untuk belajar dan memotivasi minat dalam belajar. 3. Mengatasi Fungsi Gangguan Banyak pasien yang tidak dapat pulih sepenuhnya dari cedera. Jadi, perawat harus dapat mengidentifikasi kebutuhan pasien dan keluarga untuk 7 menunjukan keinginan untuk membantu. Perawat harus mengajarkan anggota keluarga untuk membantu pasien dengan manajemen perawatan kesehatan. 2.6.2 Faktor yang Berpengaruh dalam Pemberian Pendidikan Kesehatan pada Klien Salah satu hal yang mempengaruhi proses komunikasi yaitu tahapan perkembangan manusia. Hal ini dikarenakan perkembangan bahasa, psikososial, dan intelektual terjadi secara bertahap seumur hidup (Berman & Snyder, 2016). Perawat harus mampu untuk memodifikasi isi pesan yang akan disampaikan atau cara menyampaikan pesan sesuai dengan tahap perkembangan manusia. Salah satu bentuk modifikasi yang dapat dilakukan oleh perawat dalam memberikan edukasi kepada klien yaitu menggunakan media boneka serta bahasa yang sederhana untuk menjelaskan suatu prosedur kepada anak usia 8 tahun. Hal lain yang dapat dilakukan yaitu memberikan informasi rinci kepada remaja yang sudah memiliki keterampilan berpikir yang abstrak. Selain itu, untuk klien lansia yang mengalami perubahan pada ketajaman penglihatan dan pendengaran mengharuskan perawat untuk memodifikasi lingkungan sekitar sebelum memulai lingkungan (Berman & Snyder, 2016). Karakteristik bayi adalah berkomunikasi melalui indera dan akan merespons sangat baik terhadap kontak mata dan nada suara yang pelan, lembut, atau tinggi. Ajarkan orang tua mengenai pentingnya sentuhan. Selanjutnya, ketika berkomunikasi dengan toodler dan anak prasekolah, beri mereka waktu untuk menyampaikan pemikiran mereka hingga tuntas tanpa adanya interupsi. Berikan respons sederhana terhadap pertanyaan yang diajukan karena mereka memiliki rentang perhatian yang pendek. Kemudian, saat berkomunikasi dengan anak usia sekolah, berbicaralah dengan posisi yang sejajar untuk membantu mengurangi intimidasi. Selain itu, libatkan anak dalam percakapan saat berkomunikasi dengan orang tua. Berbeda dengan anak sekolah, ketika berkomunikasi dengan remaja, jangan terburu-buru untuk membina hubungan yang dekat dengan remaja. Gunakan teknik mendengar yang aktif dan tunjukkan sikap yang tidak menghakimi (Berman & Snyder, 2016). 8 2.7 Tujuan Pendidikan Kesehatan Pendidikan kesehatan merupakan salah satu bentuk intervensi yang menggambarkan peran perawat sebagai edukator. Pendidikan kesehatan dilakukan untuk meningkatkan pemahaman pasien dan keluarganya tentang kewajiban dan tanggung jawab pasien selama proses perawatan. Melalui tindakan tersebut nantinya akan sejalan dengan upaya meningkatkan keselamatan pasien serta mendorong perilaku positif yang mendukung proses penyembuhan. Tujuan pendidikan kesehatan menurut Potter dan Perry (2013) secara umum adalah untuk membantu individu, keluarga, dan masyarakat mencapai tingkat kesehatan yang optimal. 2.8 Intervensi Keperawatan dalam Lingkup Pendidikan Berikut ini ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh perawat dalam memberikan intervensi pendidikan kesehatan yaitu menggunakan komunikasi yang sesuai dan jelas, menggunakan bahasa yang sederhana, berbicara secara perlahan, menghindari penggunaan akronim/singkatan dan jargon medis, berkomunikasi dengan mempertimbangkan kesesuaian budaya, kesesuaian usia, dan kesesuaian jenis kelamin, mempertimbangkan pengalaman pasien terkait dengan sistem perawatan kesehatan, termasuuk promosi kesehatan, perlindungan kesehatan, pencegahan penyakit, perawatan kesehatan dan pemeliharaan serta sistem navigasi perawatan kesehatan, mempertimbangkan status kesadaran pasien di awal kontak melalui pengkajian informal dan/atau formal, menggunakan beberapa alat komunikasi (misalnya kaset audio, kaset video, perangkat video digital, computer, dan mengevaluasi pemahaman klien dengan meminta klien untuk mengulangi kembali dengan menggunakan kata-kata sendiri. Assessment dalam proses pendidikan kesehatan diarahkan pada pengumpulan data yang sistematis tentang kebutuhan belajar klien, kesiapan klien untuk belajar, dan kebutuhan belajar pada keluarga. Semua variabel internal dan eksternal yang memengaruhi kesiapan klien untuk belajar diidentifikasi. Setelah menyelesaikan assessment, perawat mengatur, menganalisis, mensintesis, dan merangkum data yang dikumpulkan serta menentukan kebutuhan klien (Berman, Snyder, & Frandsen, 2016). Merumuskan diagnosis, membuat tujuan pendidikan dan evaluasi kemajuan yang lebih 9 spesifi. Pengajaran merupakan salah satu intervensi yang signifikan pada semua diagnosis keperawatan dan bahkan untuk beberapa diagnosis, pendidikan adalah intervensi utama. Diagnosis yang berkaitan secara spesifik dengan kebutuhan belajar klien dan keluarga akan berfungsi sebagai panduan dalam pengembangan rencana asuhan pengajaran (Potter, Perry, Stockert, & Hall, 2013). Setelah diagnosis keperawatan diidentifikasi, komponen perencanaan proses belajar-mengajar ditetapkan sesuai dengan langkah-langkah proses keperawatan: a. Menetapkan prioritas untuk diagnosis b. Menentukan tujuan pembelajaran langsung (immediate), menengah (intermediate), dan jangka panjang (long-term) c. Mengidentifikasi strategi pengajaran yang sesuai untuk mencapai tujuan d. Menentukan hasil yang diharapkan e. Mendokumentasikan diagnosis, tujuan, strategi pengajaran, dan hasil yang diharapkan pada rencana pengajaran (Smeltzer & Bare, 2003). Penentuan prioritas untuk diagnosis harus dilakukan bersama-sama antara perawat dan klien atau keluarga. Pertimbangan harus diberikan pada tingkat urgensi suatu kebutuhan belajar klien, dengan kebutuhan paling kritis untuk menerima prioritas tertinggi. Setelah prioritas diagnosis ditetapkan, tujuan segera dan jangka panjang serta strategi pengajaran yang sesuai untuk mencapai tujuan diidentifikasi. Pendidikan kesehatan paling efektif ketika tujuan disepakati oleh klien dan perawat (Nies & McEwen, 2011). Pendidikan kesehatan dimulai dengan penetapan tujuan yang sesuai dengan situasi dan realitas dalam hal kemampuan dan keinginan klien untuk mencapainya. Melibatkan klien dan keluarga dalam menetapkan tujuan dan selanjutnya dalam strategi pengajaran mempromosikan kerja sama klien dan keluarga dalam implementasinya. Hasil yang diharapkan dari strategi pengajaran dapat dinyatakan dalam hal perilaku klien, keluarga, atau keduanya. Hasil harus realistis, terukur, dan dalam periode waktu tertentu untuk mencapainya juga harus diidentifikasi. Hasil yang diinginkan dan waktu akan berfungsi sebagai dasar untuk mengevaluasi efektivitas strategi pengajaran (Redman, 2004). 10 Selama fase perencanaan, perawat harus mempertimbangkan urutan di mana materi pelajaran akan disajikan dalam masing-masing strategi pengajaran (Redman, 2004). Informasi penting (misalnya keterampilan dasar untuk penderita diabetes) dan materi yang diajukan oleh klien atau keluarga menjadi sangat penting untuk mendapat prioritas tinggi. Outline sering membantu untuk mengatur materi pelajaran dan untuk memastikan bahwa semua informasi yang diperlukan ada di dalamnya. Alat bantu pengajaran yang tepat untuk digunakan dalam menerapkan strategi pengajaran juga harus disiapkan atau ditentukan (Nies & McEwen, 2011). Seluruh fase perencanaan dari proses belajar-mengajar disimpulkan dengan dilakukan perumusan rencana pengajaran. Rencana pengajaran ini mengomunikasikan hal berikut kepada semua anggota tim perawat (pendidik): Diagnosis keperawatan yang secara khusus berkaitan dengan kebutuhan belajar klien dan prioritas diagnosis - Tujuan dari strategi pengajaran - Strategi pengajaran - Hasil yang diharapkan, yang mengidentifikasi respons perilaku yang diinginkan dari perawat - Periode waktu, di mana setiap hasil diharapkan dapat terpenuhi - Respons perilaku klien (yang harus didokumentasikan pada rencana pengajaran) (Smeltzer & Bare, 2003). Aturan sama yang berlaku untuk menulis dan merevisi rencana asuhan keperawatan berlaku untuk rencana pendidikan kesehatan. Perencanaan merupakan salah satu tahap dalam proses keperawatan. Perencanaan adalah proses sistematik dari proses keperawatan yang di dalamnya terdapat pembuatan keputusan dan penyelesaian masalah yang mengacu pada hasil pengkajian klien dan pernyataan diagnosis untuk merumuskan tujuan dan membuat intervensi keperawatan yang diperlukan untuk pencegahan, pengurangan, atau menyembuhkan masalah kesehatan klien (Berman, Snyder, & Frandsen, 2016). Pembuatan perencanaan ini menjadi acuan ketika implementasi keperawatan dan evaluasi dan didasari oleh 11 diagnosis serta pengkajian yang sebelumnya telah dilakukan. Menurut Potter dan Perry (2013), perencanaan adalah tahap ketiga dari proses keperawatan dan mengandung unsur menetapkan prioritas, mengidetifikasi tujuan terpusat pada pasien dan menentukan kriteria hasil, serta menentukan intervensi keperawatan individual. Salah satu bentuk perencanaan yang dibuat oleh perawat adalah pendidikan kesehatan. Rencana pendidikan kesehatan disusun melalui serangkaian langkah. Setelah menentukan diagnosis keperawatan yang mengindikasikan kebutuhan belajar pasien, perawat akan mengembangkan rencana pembelajaran yang memuat penyusunan kriteria hasil dan pelibatan klien dalam pemilihan pengalaman berlajar (Potter, Perry, Stockert, & Hall, 2013). Klien yang ikut berpartisipasi dalam menyusun rencana pembelajaran akan menghasilkan pencapaian yang lebih relevan dan bermakna. Langkah pertama yang dilakukan perawat adalah menentukan prioritas pendidikan. Perawat dan klien sebaiknya saling bekerja sama untuk mempertimbangkan prioritas klien. Prioritas belajar harus ditekankan pada kebutuhan utama klien, diagnosis keperawatan, tujuan dan hasil yang diharapkan pada klien. Prioritas juga tergantung pada persepsi klien, tingkat kesadaran, dan jumlah waktu yang tersedia. Setelah prioritas belajar klien selesai ditetapkan, perawat menyusun kriteria hasil selama proses pembelajaran. Kriteria hasil dapat disusun dengan melihat tautan antara diagnosis dan outcome yang saling berhubungan terkait masalah kebutuhan pembelajaran pasien. Dalam pembuatan kriteria hasil, perawat harus secara jelas menentukan tentang perilaku dan pengetahuan (kognitif, afektif, dan psikomotor) yang harus dikuasai klien untuk memperbaiki status kesehatannya. Perubahan perilaku yang diharapkan adalah dapat memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah risiko terjadinya sakit, melindungi diri dari ancaman penyakit, serta berpartisipasi aktif dalam gerakan kesehatan masyarakat sehingga perubahan perilaku merupakan hasil dari pendidikan kesehatan (Raingruber, 2014). Pada buku NOC edisi kelima, terdapat 23 outcome pengetahuan baru, di mana hal ini merupakan perkembangan yang penting karena fokus proses keperawatan terletak pada kesehatan dan keterlibatan pasien. 12 Ketersediaan tautan antara outcome pengetahuan dan outcome perilaku penting untuk mengidentifikasi apakah intervensi pengajaran dan pengetahuan menyebabkan perubahan perilaku yang meningkatkan kesehatan (Moorhead et al., 2013). Intervensi pendidikan kesehatan ditujukan untuk meningkatkan perawatan diri klien dengan membantu klien memperoleh tingkah laku baru yang dapat mempermudah pemecahan masalah. Perawat menentukan berbagai opsi intervensi pendidikan kesehatan melalui proses berpikir kritis yang telah mempertimbangkan berbagai prioritas kebutuhan belajar klien. Perawat dapat melihat kembali tautan antara setiap diagnosis dengan daftar intervensi yang relevan. Beberapa diagnosis yang khusus mengindikasikan adanya ketidakadekuatan pengetahuan klien, maka tautan intervensinya akan mengarah pada betnuk intervensi pendidikan kesehatan. Terdapat perbedaan penamaan label intervensi pendidikan yang digunakan dalam buku NOC dan SIKI. Pada buku NOC label untuk intervensi pendidikan kesehatan adalah ‘pengajaran’, sedangkan pada buku SIKI label intervensinya adalah ‘edukasi’. Walaupun terdapat perbedaan tersebut, tetapi defini dari intervensi tersebut sama-sama mengandung tindakan yang umumya menggunakan kata-kata ‘ajarkan’, ‘anjurkan’, atau ‘latih’. Istilah tindakan pemberian informasi kesehatan sangat erat kaitannya dengan intervensi dalam lingkup pendidikan kesehatan (Bulechek et al., 2018; PPNI, 2018).. Sehingga penting sekali bagi perawat untuk memersiapkan materi pembelajaran yang akan disampaikan. Pengetahuan yang dimiliki perawat sangat penting untuk memberikan informasi bagi klien dan keluarga tentang masalah keperawatan yang dialaminya. Hal ini karena pengetahuan merupakan faktor predisposisi terbentuknya perilaku kesehatan seseorang (Raingruber, 2014). Perawat harus memersiapkan materi yang sesuai dengan kebutuhan belajar klien. Perawat dapat menggunakan berbagai sumber informasi meliputi buku teks, jurnal, ataupun informasi dari tenaga kesehatan lainnya. Pemberian informasi pengetahuan melalui intervensi pendidikan kesehatan kepada klien dan keluargannya sangat penting dilakukan. Apalagi jika sebelumnya memang sudah didukung oleh pengkajian dan penetapan diagnois yang berhubungan dengan defisit 13 pengetahuan. Bentuk intervensi tersebut sangat penting karena klien dan keluarganya menghadapi situasi yang belum dipahami sebelumnya, sehingga pemberian informasi akan menurunkan tingkat kecemasan, dan meningkatkan pemahaman cara menghadapi penyakit yang dihadapi klien. Hasil dari pembelajaran dapat mencerminkan perubahan perilaku klien dari konsep yang sederhana hingga kompleks berupa komitmen untuk merencanakan suatu tindakan perilaku hidup sehat (Pender, 2015). Contohnya ketika perawat mengajarkan tentang latihan rentang gerak, pasien dapat menjelaskan kembali apa yang sudah disampaikan perawat seperti tujuan dan manfaat latihan serta pasien dapat mendemostrasikan kembali secara mandiri. 2.9 Metode, Media, dan Strategi Pengajaran 2.9.1 Metode dalam Pendidikan Kesehatan Diklasifikasikan menjadi 3, yaitu metode pendidikan individual, kelompok, dan massa (Notoadmojo, 2003, dalam buku Promosi Kesehatan). 1. Metode pendidikan individual Digunakan untuk membina perilaku baru seseorang, atau seseorang yang telah tertarik kepada sebuah perilaku baru. Metode individual digunakan karena setiap individu memiliki persepsi masing-masing. Ada beberapa cara dalam melakukan metode pendidikan kesehatan individual, yaitu konseling, dan wawancara. Pertama, konseling. Konseling dapat mengenal diri sendiri, dan dapat menyelesaikan masalah yang ada di lingkungannya (Setyawan, 2019). Kedua, wawancara. Wawancara termasuk ke dalam proses konseling, dimana konselor menanyakan mengapa orang yang melakukan konseling belum menerima adanya perubahan, atau ketertarikannya terhadap sesuatu (Maulana, 2009). 2. Metode pendidikan kesehatan kelompok. Hal yang perlu diingat dalam adalah besarnya jumlah kelompok tersebut, dan tingkat pendidikan formal (Setyawan, 2019). Kelompok dibedakan menjadi 2, yaitu kelompok besar, dan kecil (Maulana, 2009). Kelompok besar yaitu kelompok dengan jumlah anggota lebih dari 15, sedangkan kelompok kecil 14 kurang dari 15 orang dalam satu kelompok. Dalam melakukan pendidikan kesehatan pada kelompok besar terdapat 2 metode, yaitu ceramah, dan seminar. Pada kelompok kecil dapat dilakukan beberapa metode, seperti diskusi kelompok, berbag, atau teknik dalam keranjang (Setyawan, 2019). Teknik dalam keranjang, dimana terdapat beberapa masalah di dalam keranjang yang perlu diselesaikan. Penyelesaian masalah dapat dilakukan dengan menggunakan pengetahuan atau pengalaman yang dimiliki 3. Metode pendidikan kesehatan massa Metode massa ini ditujukan untuk masyarakat umum, tidak bergantung pada jenis kelompok. Metode ini dilakukan untuk menyadarkan masyarakat akan suatu inovasi kesehatan, walau belum sampai perubahan perilaku masyarakat tersebut (Maulana, 2009). Biasanya, metode ini dilakukan secara tidak langsung, melainkan menggunakan sebuah media. Contoh dalam metode massa,, seperti pemerintah mengeluarkan iklan gerakan masyarakat hidup sehat. 2.9.2 Media Pendidikan Kesehatan Menurut sudut pandang Yusuf Hadi Miarso (Susilowati, 2016) yang memandang media secara luas dalam sudut pandang pendidikan, ia mendefinisikan media sebagai segala sesuatu yang dapat merangsang terjadinya proses belajar pada diri peserta didik. Prinsip dalam pembuatan media yaitu semakin banyak panca indera yang dapat menerima pesan atau informasi yang kita sampaikan, maka semakin banyak atau jelas pengetahuan yang diperoleh (Maulana, 2009). Hal yang harus diperhatikan dalam penggunaan media sasaran yang akan dituju, seperti sasaran tersebut individu atau kelompok, aspek demografi dan sosial sasaran, bahasa yang digunakan oleh sasaran, adat istiadat dan kebiasaan, serta minat dan perhatian sasaran. Terdapat 3 jenis media promosi kesehatan berdasarkan peran dan fungsinya sebagai penyalur informasi kesehatan, yaitu media cetak, media elektronik, dan media luar ruang, seperti baliho 2.9.3 Strategi Pengajaran Kesehatan Terdapat beberapa strategi pengajaran kesehatan yang dapat diaplikasikan diantaranya (Potter &Perry, 2009): 15 1. Membina kepercayaan klien kepada perawat sebelum kegiatan pengajaran 2. Menyampaikan dengan kalimat sederhana yang mudah dipahami 3. Menghindari penggunaan istilah medis yang mana jika terpaksa menggunakannya maka sebaiknya dijelaskan secara singkat 4. Mengajar dalam waktu yang singkat dan materi yang ringkas. 5. Meminimalkan hal-hal yang dapat mengalihkan perhatian klien 6. Menghubungkan informasi yang diajarkan dengan pengalaman atau situasi nyata 7. Memancing klien agar memberikan umpan balik sehingga dapat diketahui seberapa informasi yang diserap klien 8. Sajikan materi yang sesuai dengan kemampuan klien, dalam bahasa yang pendek, huruf yang besar dan sederhana Karakteristik strategi pendidikan kesehatan meliputi: 1. Partisipasi populasi target. 2. Penyelesaian pengkajian kebutuhan masyarakat untuk mengidentifikasi kapasitas, sumber daya, prioritas, dan kebutuhan masyarakat. 3. Kegiatan pembelajaran yang direncanakan yang meningkatkan pengetahuan dan keterampilan peserta. 4. Implementasi program dengan kurikulum dan bahan terintegrasi yang terencana dengan baik yang berlangsung dalam suasana yang nyaman bagi peserta. 5. Presentasi informasi dengan dukungan audiovisual dan berbasis komputer seperti slide dan proyektor, video, buku, CD, poster, gambar, situs web, atau program perangkat lunak. 6. Memastikan kecakapan staf program, melalui pelatihan, untuk menjaga kesetiaan pada model program. 16 2.10 Evaluasi Pendidikan Kesehatan Klien Tujuannya evaluasi untuk mengetahui apakah tujuan pendidikan yang diberikan sudah tercapai atau belum. Evaluasi aspek psikomotor dilakukan dengan mengobservasi bagaimana klien melakukan suatu tindakan. Hasil belajar psikomotor tampak dalam keterampilan (skill) dan kemampuan bertindak individu (Simpsons 1965 dalam Zainal 2014). Dari hasil observasi ini,kita bisa mengetahui apakah perlu dilakukan modifikasi pendidikan jika tujuan tidak tercapai, atau jika sudah tercapai adakah yang mesti dikembangkan. Hasil dari evaluasi ini juga dapat dijadikan acuan sebagai bahan rencana tindak lanjut bagi narasumber. Rencana tindak lanjut dapat meningkatkan pengetahuan penerima materi dan mencapai aspek domain psikomotor paling tinggi yaitu aspek adopsi. Menurut Azwar (1996), jenis evaluasi: 1. Evaluasi formatif (formative evaluation), dilaksanakan pada tahap pengembangan program dan sebelum program dimulai. 2. Evaluasi proses (proses evaluation) adalah proses yang memberikan gambaran tentang apa yang sedang berlangsung dalam suatu program. 3. Evaluasi sumatif (summative evaluation), memberikan pernyataan efektifitas suatu program selama kurun waktu tertentu dan menilai sesudah program tersebut berjalan 4. Evaluasi dampak program adalah evaluasi yang menilai keseluruhan efektifitas program dalam menghasilkan target sasaran. 5. Evaluasi hasil adalah suatu evaluasi yang menilai perubahan-perubahan atau perbaikan dalam hal morbiditas, mortalitas atau indikator status kesehatan lainnya untuk kelompok tertentu. Terkait dengan kesehatan, kualitas pelayanan kesehatan dapat dinilai dari informasi tentang penggunaan pengaruh (evaluasi hasil) atau tentang penampilan kegiatan¬kegiatan (evaluasi proses). Evaluasi juga dapat disesuaikan dengan kategori klien, yaitu: a. Evaluasi individu 17 Tolak ukur yang dapat mengevaluasi seorang individu bisa jadi bermacam-macam bergantung pada kasusnya. b. Evaluasi komunitas Perawat komunitas akan mengukur apakah rencana asuhan keperawatan yang telah dibuat membuahkan hasil yang dilakukan pada fase evaluasi ini. Komunitas maupun perawat, mengukur keberhasilan ini berdasarkan objektif yang tercapai. Perawat memiliki tanggung jawab sepenuhnya terhadap hasil ini, namun, dengan berkolaborasi dengan anggota komunitas serta tenaga kesehatan lain, akan membuat hasil evaluasi yang lebih valid (Edelman, Mandle & Kudzuma, 2014). Rencana asuhan keperawatan yang melibatkan diagnosis keperawatan, ekspektasi hasil, dan intervensi, membutuhkan data mengenai bagaimana komunitas tersebut merespon terhadap rencana asuhan keperawatan yang dibuat. Hasil dari respon tersebut dibandingkan antara sebelum dan sesudah intervensi. Perbandingan ini akan memberikan gambaran mengenai seberapa efektif rencana asuhan keperawatan tersebut (Edelman, Mandle & Kudzuma, 2014). Frekuensi penilaian evaluasi juga tergantung akan situasi, seberapa cepat perubahan diharapkan, dan objektifnya. Contoh, seseorang yang berdarah akan membutuhkan evaluasi dengan interval yang singkat, sementara perubahan perilaku komunitas akan berjalan perlahan dan membutuhkan metode evaluasi jangka panjang. Interval evaluasi berbeda-beda tergantung apakah objektifnya jangka pendek atau jangka panjang ((Edelman, Mandle & Kudzuma, 2014). c. Evaluasi keluarga Fungsi dari evaluasi ini adalah untuk menilai bagaimana keluarga merespon terhadap rencana asuhan keperawatan dan apakah intervensi ini berhasil. Tujuan dan objektif yang spesifik terhadap suatu kasus akan mempermudah hasil evaluasi dibandingkan evaluasi yang umum. Kriteria yang digunakan untuk mengevaluasi hasil intervensi dengan tolak ukur yang sederhana yaitu seperti perubahan berat badan, peningkatan kapasitas paru-paru 18 dari program olahraga, Sementara itu, hasil dari promosi kesehatan dan pencegahan penyakit lainnya tidak semudah itu untuk diukur atau dinilai, namun harus tetap dilakukan dalam tahapan asuhan keperawatan. Saat menilai faktor-faktor seperti kepercayaan, perspektif pribadi, atau peran dalam suatu hubungan, perawat harus mengevaluasi berdasarkan pendapat keluarga tersebut apakah mereka merasa intervensi itu berhasil atau tidak. Setelah itu, data yang diperoleh dari keluarga digunakan untuk dibandingkan dengan informasi saat awal pengkajian untuk dapat menentukan apakah ada perubahan (Kozier, Erb, Berman, & Snyder, 2012). Tolak ukur berikut ini dapat digunakan untuk menentukan keefektifan sebuah intervensi, yaitu: 1) perubahan pola interaksi, 2) komunikasi efektif, 3) kemampuan untuk mengekspresikan emosi, 4) kepekaan terhadap kebutuhan anggota keluarga lain, dan 5) kemampuan memecahkan masalah. Tolak ukur tersebut dapat dibandingkan dengan kondisi keluarga pada saat pengkajian awal. Hasil dari penilaian tolak ukur ini masih bisa digunakan untuk menilai potret keluarga bahkan hingga hari ini, saat keluarga sudah lebih bervariasi (Kozier, Erb, Berman, & Snyder, 2012). Saat melakukan perencanaan asuhan keperawatan, perawat harus menentukan kriteria terkait norma dasar yang diharapkan untuk muncul, hal ini adalah dasar dari hasil evaluasi. Bila kriteria yang dibuat semakin objektif, maka hasil evaluasi akan semakin valid. Saat tujuan dan objektif tercapai, maka masalah sudah terselesaikan. Sebaliknya, bila tujuan tidak tercapai, maka perawat harus melakukan pengkajian ulang, mencari tahu penyebab tidak tercapainya tujuan dan merencanakan intervensi alternative. 19 BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Belajar bertujuan untuk memperoleh perubahan perilaku menuju perilaku yang lebih baik. Bloom mengidentifikasi tiga domain pembelajaran, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor. Terdapat tiga teori utama pembelajaran, yaitu behaviourisme, kognitivisme, dan humanisme. Sejumlah faktor mempengaruhi pembelajaran, diantaranya adalah usia dan tahap perkembangan, motivasi, kesiapan, keterlibatan aktif, relevansi, umpan balik, dukungan, konsep pembelajaran yang sederhana, pengulangan, pengorganisasian waktu dan lingkungan, emosi, peristiwa fisiologis, aspek budaya, dan kemampuan psikomotorik (Berman & Snyder, 2012). Mengajar klien dan keluarga tentang kebutuhan kesehatan mereka adalah peran utama perawat. Perawat perlu mengetahui dan mengintegrasikan berbagai media, salah satunya teknologi dalam melakukan pengajaran. Menggunakan Teknik mengajarkan kembali membantu perawat menilai pemahaman klien terkait apa yang diajarkan. Pengajaran pada proses keperawatan, terdiri dari enam kegiatan, yaitu menilai pelajar, mendiagnosis kebutuhan belajar, mengembangkan rencana pengajaran, melaksanakan rencana, mengevaluasi hasil pembelajaran dan efektivitas pengajaran, serta dokumentasi kegiatan instruksional (Berman & Snyder, 2012). Strategi pengajaran yang dipilih oleh perawat harus sesuai dengan kebutuhan klien dan materi yang akan dipelajari. Rencana pengajaran adalah rencana tertulis yang terdiri dari tujuan dan hasil pembelajaran, isi untuk diajarkan, dan strategi untuk digunakan dalam pengajaran konten. Rencana tersebut harus direvisi saat kebutuhkan klien berubah atau strategi pengajaran terbukti tidak efektif. Mengevaluasi proses belajar-mengajar merupakan hal yang berkelanjutan. Klien, perawat, serta dukungan orang menentukan apa yang telah dipelajari dan hasil prosesnya. Dokumentasi pengajaran klien sangat penting untuk berkomunikasi 20 dengan profesional kesehatan lainnya dan untuk menyediakan catatan untuk tujuan hokum (Berman & Snyder, 2012). 3.2 Saran Setelah mempelajari dan memahami pendidikan, pembelajaran, dan pengajaran dalam kesehatan, diharapkan calon perawat dapat mengintegrasikan ilmu yang didapatkan untuk kepentingan klien. Perencanaan yang matang untuk tahap pembelajaran diperlukan untuk hasil yang maksimal. Perencanaan ini tidak hanya untuk proses belajar tubuh, tetapi juga dimulai dari persiapan diri perawat, baik secara fisik, mental, maupun kognitif. Penulis menyadari terdapat banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini. Kedepannya diharapkan mampu membaca dan menelusuri lebih banyak literasi agak menciptakan ilmu yang mendalam dan keterampilan yang memadai. 21 DAFTAR PUSTAKA Berman, A., Snyder, S. J. & Frandsen G. (2016). Kozier & Erb's Fundamentals of Nursing: Concepts, Process, and Practice 10th Ed. New Jersey: Pearson Bulechek, G.M., Butcher, H.K., Dochterman, J.M.,& Wagner, C.M. (2018). Nursing interventions classification (NIC) (7th ed.). Missouri: Elsevier Mosby Cahya, K. D., & LEMA, I. R. (2019). Pentingnya Olahraga Dalam Kehidupan Sehari Agar Sehat dan Bugar. Efendi, F., Makhfudli. (2009). Kepeawatan kesehatan komunitas: Teori dan Praktik Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika. Edelman, C. L. & Mandle C. L. (2014). Health promotion throughout the life span. St. Louis: Mosby. Hurlock, Elizabeth (1980). Psikologi Perkembangan. Jakarta: Erlangga. Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M.L.,& Swanson, E. (2013). Nursing outcomes classification (NOC) (5th ed.). Missouri: Elsevier Mosby Nies, M. A. & McEwen, M. (2011). Community/Public Health Nursing: Promoting the Health of Populations. Missouri: Elsevier Notoatmodjo S. (2012). Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: PT Rineka Cipta. Nursalam, N., & Efendi, F. (2008). Pendidikan Dalam Keperawatan Education in Nursing. Pender, N.J. (2015). Health promotion in nursing practice (7th ed.). New York: Pearson Education. Peraturan Menteri Kesehatan No.11 Tahun 2017 Tentang Keselamatan Pasien Persatuan Perawat Nasional Indonesia. (2018). Standar intervensi keperawatan Indonesia. Jakarta: DPP PPNI 22 Potter, P.A., Perry, A.G., Stockert, P.A., & Hall, A.M. (2013). Fundamentals of nursing (8th ed.). Missouri: Elsevier Mosby. Purwanto, Ngalim. (2004). Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya. Raingruber, B. (2014). Contemporary health promotion in nursing practice. Burlington: Jones & Bartlett Learning Rankin, S. H. & Stallings, K. D. (2005). Patient education: Principles & Practice. 4th Ed.Philadelphia: Lippincot Williams & Wilkins. Redman, B.K. (2007). The Practice of patient education: a case study Approach. Elsevier Health Sciences. Sanjaya, W. (2008). Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta: Kencana. Smeltzer, S. C. & Bare, B. (2003). Brunner and Suddarth’s Textbook of MedicalSurgical Nursing 10th Ed. US: LWW Susilo, R. (2011). Pendidikan kesehatan dalam keperawatan. Yogyakarta: Nuha Medika. Tohirin. (2006). Psikologi Pembelajaran Agama Islam. Jakarta: Raga Grafindo Persada. Yaumi, M. (2013). Prinsip-prinsip Desain Pembelajaran: Disesuaikan dengan Kurikulum 2013, Edisi 2. Jakarta: Kencana. 23