Uploaded by User51323

MAKALAH KBM A BENGKOANG FAJRIATUL KAMALIA DAN RIA HANI

advertisement
MAKALAH KIMIA BAHAN MAKANAN
“SIFAT DAN KANDUNGAN SERTA INDEKS GLIKEMIK
BENGKOANG BAGI PENDERITA DIABETES ”
Disusun Oleh :
Fajriatul Kamaliah (08061381823071)
Ria Hani Andira ( 08061181823005 )
Dosen Pembimbing:
Dr.MIKSUSANTI, M. Si.
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2020
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum.wr.wb.
Alhamdulillah, segala puji dan syukur kami haturkan kehadirat Tuhan
Yang Maha Esa atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah mengenai “Sifat dan Kandungan serta Indek Glikemik
Bengkoang bagi Penderita Diabetes” ini dengan lancar. Penulisan ini bertujuan
untuk memenuhi salah satu tugas yang diberikan pada mata kuliah Kimia Bahan
Makanan serta agar menambah ilmu pengetahuan tentang sifat dan kandungan
serta indek glikemik bengkoang bagi penderita diabetes. Terima kasih kepada ibu
Dr.Miksusanti,M.Si selaku dosen pembimbing mata kuliah Kimia Bahan
Makanan yang telah membantu dan membimbing kami dalam menyelesaikan
pembuatan Makalah ini .
Makalah ini ditulis dari hasil penyusunan data-data sekunder yang kami
peroleh dari buku panduan, serta informasi dari media massa yang berhubungan
dengan sifat dan kandungan serta indek glikemik bengkoang bagi penderita
diabetes.
Kami harap makalah ini dapat memberi manfaat bagi kita semua, seperti
yang diketahui bersama makalah ini masih jauh dari kata sempurna, maka kami
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi perbaikan menuju arah yang
lebih baik.
Wassalamualaikum.wr.wb
Indralaya, 3 April 2020
Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ......................................................................................... …i
DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii
BAB IPENDAHULUAN ....................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ................................................................................................. 1
1.2. Rumusan Masalah ............................................................................................ 2
1.3 Tujuan ............................................................................................................... 3
1.4 Manfaat………………………………………………………………………..3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................... 4
2.1 Diabetes Melitus ............................................................................................... 4
2.1.1Jenis-Jenis Diabetes ........................................................................................ 5
2.2 Bengkoang ........................................................................................................ 7
2.2.1 Klasifikasi ...................................................................................................... 7
2.2.2 Morfologi ....................................................................................................... 7
2.2.3 Kandungan Kimia .......................................................................................... 9
2.2.4 Kegunaan Tanaman ....................................................................................... 9
2.3 Indeks Glikemik………………………………………………………….…..10
2.3.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Indeks Glikemik Pangan……….......11
BAB III PEMBAHASAN ................................................................................... 16
BAB IV PENUTUP……………………………………………………………..19
4.1. Kesimpulan .................................................................................................... 19
4.2. Saran ............................................................................................................... 19
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 20
ii
3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Seiring dengan perubahan gaya hidup dan pola konsumsi pangan masyarakat serta
paradigma sehat yaitu dari pengobatan ke pencegahan maka pengetahuan tentang pangan dan
gizi sangat diperlukan. Perubahan gaya hidup dan pola konsumsi pangan masyarakat telah
berdampak terhadap peningkatan penyakit degeneratif, seperti diabetes melitus (DM) dan
hipertensi. Diabetes mellitus ditandai dengan kadar glukosa darah melebihi nilai normal dan
gangguan metabolisme insulin. Kadar glukosa darah meningkat sebagai akibat berkurangnya
insulin. Perubahan ini akan diperburuk dengan meningkatnya sekresi glukagon oleh pankreas ke
dalam tubuh .
Indeks glikemik (IG) merupakan suatu ukuran untuk mengklasifikasikan pangan
berdasarkan pengaruh fisiologisnya terhadap kadar glukosa darah. Nilai IG produk pangan
dipengaruhi oleh sejumlah faktor, antara lain kadar serat pangan, kadar amilosa dan amilopektin,
kadar lemak dan protein, daya cerna pati, dan cara pengolahan. Semakin tinggi nilai/ kadar serat
pangan total, rasio amilosa/amilopektin, serta lemak dan protein, maka nilai IG semakin rendah.
Sementara itu, daya cerna pati yang tinggi menyebabkan nilai IG yang tinggi. Pemahaman
terhadap nilai IG bahan pangan sangat penting karena dapat menjadi landasan ilmiah dalam
memilih jenis, bentuk asupan, dan jumlah karbohidrat yang dikonsumsi sesuai respons glikemik
seseorang.
Pangan tinggi karbohidrat dapat dikelompokkan menjadi pangan available karbohidrat
dan pangan non-available karbohidrat. Available karbohidrat adalah karbohidrat yang dapat
dicerna oleh enzim pencernaan, diserap dalam bentuk glukosa oleh usus halus, dan
dimetabolisme oleh sel-sel tubuh, seperti glukosa, disakarida, oligosakarida yang dapat dicerna,
dan pati (rapidly digestable starch dan slowly digestable starch). Non-available karbohidrat
adalah karbohidrat yang tidak dapat dicerna oleh enzim pencernaan, tidak diserap dalam bentuk
glukosa oleh usus halus, dan tidak dimetabolisme oleh sel-sel tubuh, seperti serat, pati resisten,
oligosakarida (frukto oligosakarida dan galakto oligosakarida), rafinosa, stakiosa, dan
verbaskosa. Pangan yang mengandung available karbohidrat tinggi memiliki indeks glikemik
(IG) tinggi. Pangan yang mengandung non-available karbohidrat tinggi memiliki IG rendah.
1
Jenis available karbohidrat dapat berubah menjadi non-available disebabkan proses modifikasi
kimia, pengolahan, atau berinteraksi dengan komponen lain. Pengkajian literatur mengenai
hubungan antara pangan tinggi karbohidrat dengan indeks glikemik perlu dilakukan secara utuh.
Informasi ini menjadi penting karena dewasa ini kepedulian masyarakat mengenai pengaruh
pangan terhadap kesehatan cukup tinggi. Pangan berkarbohidrat tinggi perlu secara utuh dipahami,
tidak hanya dilihat dari tinggi atau rendahnya kadar karbohidrat tetapi juga jenis karbohidrat, cara
pengolahannya, dan berapa banyak yang dikonsumsi akan sangat membantu masyarakat dalam
memilih asupan pangannya terutama pangan yang memiliki kandungan karbohidrat yang tinggi.
Buah merupakan salah satu sumber karbohidrat, baik dalam bentuk gula maupun serat.
Dalam beberapa dekade terakhir terdapat perhatian yang besar pada pengklasifikasian pangan
berkarbohidrat berdasarkan pengaruh sifat fungsionalnya terhadap kadar glukosa darah yang
sering didefinisikan sebagai indeks glikemik (IG).Dengan demikian, orang dengan gangguan
toleransi glukosa, seperti diabetesi, tetap memiliki pilihan jenis buah yang cukup beragam
untuk dikonsumsi sesuai kondisi kesehatannya. Namun demikian, ketersediaan data IG buah
tropis, seperti buah lokal Indonesia, masih sangat terbatas dan memerlukan penelitian lebih
intensif. Bervariasinya nilai IG buah dipengaruhi oleh sifat-sifat intrinsik yang meliputi
komposisi gula, struktur dan serat pangan, konsentrasi solut dan asam organik, kandungan
senyawa polifenol, dan tingkat kematangan buah.
1.2. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Diabetes Melitus ?
2. Bagaimana sifat bengkoang bagi penderita Diabates Melitus ?
3. Apa kandungan yang terdapat pada Bengkoang ?
4. Apa yang di maksud dengan Indeks Glikemik ?
5. Apa yang mempengaruhi nilai Indeks Glikemik Bengkoang ?
1.3. Tujuan
1. Untuk mengetahui tentang penyakit Diabetes Melitus.
2. Untuk mengetahui sifat bengkoang bagi penderita diabetes mellitus.
3. Untuk mengetahui kandungan yang terdapat pada bengkoang.
4. Untuk mengetahui tentang indeks glikemik.
5. Untuk mengetahui apa yang mempengaruhi nilai indeks glikemik Bengkoang
2
1.4 Manfaat
1. Mengetahui tentang penyakit Diabetes Melitus.
2. Mengetahui sifat bengkoang bagi penderita diabetes mellitus.
3. Mengetahui kandungan yang terdapat pada bengkoang.
4. Mengetahui tentang indeks glikemik.
5. Mngetahui apa yang mempengaruhi nilai indeks glikemik Bengkoang .
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Diabetes Melitus
Diabetes mellitus (DM) didefinisikan sebagai suatu penyakit atau gangguan metabolisme
kronis dengan multi etiologi yang ditandai dengan tingginya kadar gula darah disertai dengan
gangguan metabolisme karbohidrat, lipid dan protein sebagai akibat insufisiensi fungsi insulin.
Insufisiensi fungsi insulin dapat disebabkan oleh gangguan atau defisiensi produksi insulin oleh
sel-sel beta Langerhans kelenjar pankreas, atau disebabkan oleh kurang responsifnya sel-sel
tubuh terhadap insulin (WHO, 1999 dalam Muchid, 2005:7). Diabetes merupakan suatu grup
sindrom heterogen yang semua gejalanya ditandai dengan peningkatan gula darah yang
disebabkan oleh defisiensi insulin relatif atau absolut. Pelepasan insulin yang tidak adekuat
diperberat oleh glucagon yang berlebihan (Mycek, 2001:259).
Penyebabnya adalah kekurangan hormon insulin, yang berfungsi memanfaatkan glukosa
sebagai sumber energi dan mensintesa lemak. Akibatnya adalah glukosa bertumpuk di dalam
darah (hiperglikemia) dan akhirnya diekskresikan lewat kemih tanpa digunakan (glycosuria)
(Tjay, 2003:693). Hiperglikemia timbul akibat berkurangnya insulin sehingga glukosa darah
tidak dapat masuk ke sel-sel otot, jaringan adipose atau hepar dan metabolismenya juga
terganggu. Dalam keadaan normal, kira-kira 50% glukosa yang dimakan mengalami
metabolisme sempurna menjadi CO2 dan air, 5% diubah menjadi glikogen dan kira-kira 30-40%
diubah menjadi lemak.
Pada DM semua proses tersebut terganggu, glukosa tidak dapat masuk ke sel hingga
energi terutama diperoleh dari metabolisme protein dan lemak. Sebenarnya hiperglikemia sendiri
relatif tidak berbahaya, kecuali bila hebat sekali hingga darah menjadi hiperosmotik terhadap
cairan intra sel. Yang berbahaya adalah glikosuria yang timbul, karena glukosa bersifat diuretik
osmotik, sehingga diuresis sangat meningkat disertai hilangnya berbagai elektrolit. Hal inilah
yang menyebabkan terjadinya dehidrasi dan hilangnya 18 elektrolit pada pasien DM yang tidak
diobati. Karena adanya dehidrasi maka badan berusaha mengatasinya dengan banyak minum
(polidipsia). Badan kehilangan 4 kalori untuk setiap gram glukosa yang diekskresi. Polifagia
4
timbul karena perangsangan pusat nafsu makan di hipotalamus oleh kurangnya pemakaian
glukosa di kelenjar itu (Suherman, 2007:483-485).
Diabetes seringkali muncul tanpa gejala. Namun demikian, ada beberapa gejala yang
harus diwaspadai sebagai isyarat kemungkinan diabetes. Gejala tipikal yang sering dirasakan
penderita diabetes, antara lain: poliuria (sering buang air kecil), polidipsia (sering haus), dan
polifagia (banyak makan/mudah lapar). Selain itu, sering pula muncul keluhan penglihatan
kabur, koordinasi gerak anggota tubuh terganggu, kesemutan pada tangan atau 14 kaki, timbul
gatal-gatal yang seringkali sangat mengganggu (pruritus), dan berat badan menurun tanpa sebab
yang jelas (Muchid, 2005:20).
Di samping naiknya kadar gula darah, gejala kencing manis bercirikan adanya “gula”
dalam kemih (glycosuria) dan banyak berkemih karena glukosa yang diekskresikan mengikat
banyak air. Akibatnya timbul rasa sangat haus, kehilangan energi dan turunnya berat badan serta
rasa letih. Tubuh mulai membakar lemak untuk memenuhi kebutuhan energinya, yang disertai
pembentukan zat-zat perombakan, antara lain: aseton, asam hidroksibutirat dan diasetat, yang
membuat darah menjadi asam. Keadaan ini yang disebut ketoacidosis, amat berbahaya, karena
akhirnya dapat menyebabkan kehilangan kesadaran (coma diabeticum). Nafas penderita yang
sudah menjadi sangat kurus seringkali juga berbau aseton (Tjay, 2003:693).
2.1.1 Jenis-Jenis Diabetes
a. Diabetes Tipe I (Diabetes mellitus tergantung insulin, IDDM)
Diabetes tergantung insulin umumnya menyerang anak-anak tetapi IDDM dapat juga
terjadi di antara orang dewasa. Penyakit ini ditandai dengan defisiensi insulin absolut yang
disebabkan oleh lesi atau nekrosis sel-β berat. Hilangnya fungsi sel-β mungkin disebabkan oleh
invasi virus, kerja toksin kimia, atau umumnya, melalui kerja antibodi autoimun yang ditujukan
untuk melawan sel-β. Akibat dari destruksi selβ, pankreas gagal berespons terhadap masukan
glukosa, dan diabetes tipe I menunjukkan gejala klasik defisiensi insulin (polidipsia, polifagia,
dan poliuria). Penderita diabetes tipe I, memerlukan insulin eksogen untuk menghindari
hiperglikemia dan ketoasidosis yang mengancam kehidupannya.
5
Penyebab Diabetes Tipe I adalah ledakan sekresi insulin pada keadaan normal terjadi
setelah menelan makanan sebagai respons terhadap peningkatan sekilas kadar glukosa dan asam
amino yang bersirkulasi. Pada periode pasca-absorbsi, 19 kadar insulin basal rendah yang
bersirkulasi dipelihara melalui sekres selβ. Walaupun begitu, diabetes tipe I sebenarnya tidak
mempunyai fungsi sel-β, dan juga tidak berespons terhadap variasi bahan bakar yang bersirkulasi
maupun memelihara kadar sekresi basal insulin. Perkembangan neuropati, nefropati, dan
retinopati yang progresif secara langsung berkaitan dengan besarnya kontrol glikemik (paling
sering diukur sebagai kadar Hb A1c atau hemoglobin glikosilat dalam darah).
Pengobatan Diabetes Tipe I harus tergantung pada insulin eksogen (suntikan) yang
mengontrol hiperglikemia, memelihara kadar hemoglobin glikosilat (Hb A1c) yang dapat
diterima, dan mencegah ketoasidosis. (Catatan: Tingkat pembentukan Hb A1c sebanding dengan
konsentrasi gula darah rata-rata pada beberapa bulan sebelumnya sehingga, Hb A1c memberikan
suatu ukuran bagaimana berhasilnya pengobatan dalam menormalkan glukosa darah pada
diabetes). Tujuan pemberian insulin pada diabetes tipe I adalah untuk memelihara konsentrasi
gula darah mendekati kadar normal dan mencegah besarnya belokan kadar glukosa darah yang
dapat menyokong timbulnya komplikasi jangka panjang.
b. Diabetes Tipe II (diabetes melitus tak tergantung insulin, NIDDM)
Penyebab Diabetes Tipe II pada NIDDM, pankreas masih mempunyai beberapa fungsi
sel-β, yang menyebabkan kadar insulin bervariasi, tetapi tidak cukup untuk 20 memelihara
homeostatis glukosa. Pasien dengan diabetes tipe II seringkali gemuk. Diabetes tipe II sering
dihubungkan dengan resistensi organ target yang membatasi respons insulin endogen dan
eksogen. Pada beberapa kasus, resistensi insulin disebabkan oleh penurunan jumlah atau mutasi
reseptor insulin. Walaupun begitu, cacat yang tak terbatas pada peristiwa yang terjadi setelah
insulin terikat pada reseptor, dipercaya menyebabkan resistensi pada kebanyakan penderita.
Tujuan pada pengobatan diabetes tipe II adalah untuk memelihara konsentrasi glukosa
darah dalam batas normal dan untuk mencegah perkembangan komplikasi penyakit jangka lama.
Pengurangan berat badan, latihan dan modifikasi diet menurunkan resistensi insulin dan
memperbaiki hiperglikemia diabetes tipe II pada beberapa penderita. Walaupun demikian,
kebanyakan tergantung pada campur tangan farmakologik dengan obat-obat hiperglikemik oral.
6
Terapi insulin mungkin diperlukan untuk mencapai kadar glukosa darah serum yang memuaskan
(Mycek, 2001:260-261).
2.2 Bengkoang
2.2.1 Klasifikasi (Backer and Vand den Brink, 1963:643)
Divisi
: Magnoliophyta
Sub Divisi
: Spermatophyta
Kelas
: Magnoliopsida
Sub Kelas
: Rosidae
Ordo
: Fabales
Famili
: Fabaceae
Genus
: Pachyrrhizus
Spesies
: Pachyrrhizus erosus (L) Urb
2.2.2. Morfologi
Daun tanaman bengkoang sangat bervariasi tergantung jenisnya, mulai dari yang
bergerigi hingga berbentuk seperti telapak tangan. Namun apapun bentuknya, daun bengkoang
selalu bersifat trifoliate, artinya tiga lembar daun dalam satu tangkai. Permukaan daun
bengkoang berwarna hijau tua pada bagian atas dan hijau agak kusam pada permukaan bawah.
Tulang daun berwarna putih dengan struktur mengikuti bentuk daun (Dahana K dan Warisno.,
2007:22). Daun majemuk menyirip beranak daun 3; bertangkai 8,5- 16 cm; anak daun bundar
telur melebar, dengan ujung runcing dan bergigi besar, berambut di kedua belah sisinya; anak
daun ujung paling besar, bentuk belah ketupat, 7-21 × 6-20 cm (Heyne, 1987:1064).
Batang tanaman bengkoang tidak berkayu dengan berwarna hijau saat muda dan menjadi
coklat pada saat tua, khususnya pada batang bawah. Batang yang berwarna coklat ini menyerupai
kayu, namun sebenarnya bukan, hanya terjadi pengerasan jaringan sehingga batang menjadi
lebih keras. Karena termasuk tanaman herba, bengkoang memiliki batang yang tidak mampu
7
menyangga tanaman untuk berdiri tegak, sehingga tanaman hanya dapat tumbuh horizontal atau
merambat mengikuti ajir.
Akar memiliki ciri khas seperti tanaman kacang-kacangan pada umumnya, yaitu
memiliki bintil akar. Bintil akar ini merupakan hasil simbiosis antara tanaman bengkoang dengan
bakteri pengikat nitrogen, oleh karena itu, tanaman bengkoang mampu menyediakan nitrogen
sendiri. Selain bintil akar, akar tanaman bengkoang juga mengalami pembesaran sehingga
disebut umbi akar. Umbi akar inilah yang dipanen dan dikonsumsi. Bunga bengkoang memiliki
bulu halus pada kelopak bunganya dengan jumlah 4-11 bunga per tangkai. Merupakan bunga
sempurna dengan panjang tangkai antara 8-45 cm. bunga bengkoang berwarna putih. Biasanya
bunga ini akan dipotong karena apabila bunga dibiarkan tumbuh menjadi biji, akan
menyebabkan pertumbuhan umbi terhambat dan hasil umbi akan menurun.
Polong tanaman bengkoang sangat bervariasi warnanya, dari coklat tua sampai hijau tua
atau coklat muda. Polong bengkoang juga dicirikan dengan adanya rambut halus pada polong
muda. Seiring dengan meningkatnya umur polong, rambut-rambut halus ini akan berkurang.
Polong memiliki panjang antara 6-13 cm dengan lebar antara 8-17 mm, dan memiliki sekatsekat
segmen untuk memisahkan biji yang jelas. Biji bengkoang sangat spesifik bentuknya, namun
warnanya sangat bervariasi tergantung jenisnya, mulai dari yang berwarna hijau tua sampai
coklat atau coklat kemerahan. Bentuk biji pipih persegi mendekati bundar dengan ukuran 3,1-7,5
x 3,8–11,3 mm (Dahana K dan Warisno., 2007:22-24).
2.2.3. Kandungan Kimia
Tumbuhan bengkoang memiliki rasa manis, dingin, dan bersifat sejuk serta
mendinginkan. Beberapa bahan kimia yang terkandung dalam bengkoang di antaranya
pachyrhizon, rotenon, vitamin B1, dan vitamin C (Hariana, 2009: 29). Umbinya mengandung
gula dan pati serta fosfor dan kalsium. Umbi ini juga memiliki efek pendingin karena
mengandung kadar air 86-90%. Rasa manis berasal dari suatu oligosakarida yang disebut inulin
(bukan insulin), yang tidak bisa dicerna tubuh manusia. Sifat ini berguna bagi penderita diabetes
atau orang yang berdiet rendah kalori (Steenis, 2008:238).
8
2.2.4. Kegunaan Tanaman
Tanaman bengkoang memiliki banyak kegunaan, baik tanamannya itu sendiri maupun
posisinya dalam ekosistem, setiap bagian tanaman bengkoang dapat dimanfaatkan untuk
kepentingan manusia baik secara langsung maupun tidak langsung, sementara dalam ekosistem,
perannya sebagai tanaman pelindung tanah (cover land) serta kemampuannya bersimbiosis
dengan bakteri-bakteri pengikat nitrogen, dapat melindungi lahan dan memperbaiki lahan kritis
(Dahana K dan Warisno., 2007:12). Umbi/akar bengkoang dapat digunakan untuk mengobati
kencing manis (Diabetes mellitus), kutil, penyakit kulit dan eksim, sariawan, demam, dan wasir
(Wijayakusuma, 2001:45).
Selain itu, umbi bengkoang juga digunakan sebagai bahan dasar kosmetika, dan dapat
pula dibuat secara sederhana yaitu dengan membuat bubur dan bedak dingin bengkoang. Yang 9
paling banyak dikenal masyarakat Indonesia adalah memanfaatkan umbinya sebagai bahan
pembuatan rujak. Sedangkan di luar negeri, umbi bengkoang dikonsumsi segar sebagai salad.
Batang dan daun tanaman bengkoang mengandung protein (nitrogen) yang paling sederhana
digunakan untuk pakan ternak ruminansia, yang dapat meningkatkan berat badan ternak. Selain
itu, pada kedua bagian vegetatifnya juga dapat digunakan sebagai bahan pembuatan pupuk hijau.
Kandungan nitrogen yang dibutuhkan tanaman dari pupuk hijau yang dibuat dari daun dan
batang tanaman bengkoang sangat tinggi, sehingga dapat menekan kebutuhan pupuk nitrogen
sintesis (Dahana K dan Warisno., 2007:12-14).
Biji bengkoang yang telah tua, banyak mengandung senyawa rotenone dan rotenoid, serta
pachyrhizin yang memiliki sifat insektisidal atau dapat membunuh serangga. Selain itu, dalam
biji bengkoang juga mengandung saponin, yang berperan dalam menghasilkan lapisan lilin
serangga hama (yang memiliki lapisan lilin), sehingga serangga tersebut mudah diberantas
(Dahana K dan Warisno 2007:17). Zat buahnya sangat beracun bagi ikan, dan oleh karenanya
banyak dipakai dalam penangkapan ikan (Effendi, 1993:13-14).
2.3 Indeks Glikemik
Indeks glikemik pangan merupakan indeks (tingkatan) pangan menurut efeknya dalam
meningkatkan kadar gula darah. Pangan yang mempunyai IG tinggi bila dikonsumsi akan
meningkatkan kadar gula dalam darah dengan cepat dan tinggi. Sebaliknya, seseorang yang
9
mengonsumsi pangan ber-IG rendah maka peningkatan kadar gula dalam darah berlangsung
lambat dan puncak kadar gulanya rendah (Widowati, 2008).
Konsep Indeks Glikemik (IG) pertama-tama dikembangkan tahun 1981 oleh Dr. David
Jenkins, seorang Professor Gizi pada Universitas Toronto, Kanada, untuk membantu menentukan
pangan yang paling baik bagi penderita diabetes. Pada masa itu, diet bagi penderita diabetes
didasarkan pada sistem porsi karbohidrat. Konsep ini menganggap bahwa semua pangan
berkarbohidrat menghasilkan pengaruh yang sama pada kadar gula darah. Jenkins adalah salah
seorang peneliti pertama yang mempertanyakan hal ini dan menyelidiki bagaimana sebenarnya
pangan bekerja di dalam tubuh (Rimbawan dan Siagian, 2004).
Kecepatan pencernaan karbohidrat berpengaruh penting dalam pemahaman peran
karbohidrat bagi kesehatan. Konsep IG menjelaskan bahwa tidak setiap karbohidrat bekerja
dengan cara yang sama. IG memberikan cara yang lebih mudah dan efektif dalam
mengendalikan fluktuasi kadar gula darah (Widowati, 2008). Konsep indeks glikemik
dikembangkan untuk memberikan klasifikasi numerik pangan sumber karbohidrat. Makanan
yang memiliki indeks glikemik 8 Universitas Sumatera Utara 9 rendah dapat meningkatkan rasa
kenyang dan menunda lapar, sedangkan makanan yang memiliki indeks glikemik tinggi mampu
meningkatkan kadar glukosa darah dengan cepat (Aston, 2006 dalam Rimbawan dan Nurbayani,
2013).
Konsep indeks glikemik disusun untuk semua orang yaitu orang yang sehat, penderita
obesitas, penderita diabetes dan atlet. Indeks glikemik membantu penderita diabetes dalam
menentukan jenis pangan karbohidrat yang dapat mengendalikan kadar glukosa darah.
Diketahuinya indeks glikemik pangan akan membantu penderita diabetes memilih makanan yang
tidak menaikkan kadar glukosa darah secara drastis sehingga kadar glukosa darah dapat dikontrol
pada tingkat yang aman. Indeks glikemik juga membantu atlet dalam memilih makanan untuk
menunjang penampilan dan daya tahan tubuhnya. Makanan dengan indeks glikemik rendah akan
dicerna dengan lambat dan akan menyimpan glikogen otot secara perlahan sehingga glukosa
ekstra akan tersedia sampai akhir pertandingan. Dengan cara ini, pangan ber-IG rendah akan
meningkatkan daya tahan olahragawan (Rimbawan dan Siagian, 2004). Berdasarkan respon IGnya, pangan dikelompokkan menjadi tiga kelompok, yaitu pangan ber IG rendah dengan rentang
nilai IG 70 (Rimbawan dan Siagian, 2004).
10
2.3.1 Faktor-faktor yang Memengaruhi Indeks Glikemik Pangan
Beberapa faktor yang dapat memengaruhi nilai indeks glikemik pangan adalah cara
pengolahan (tingkat gelatinisasi pati dan ukuran partikel), perbandingan amilosa dengan
amilopektin, tingkat keasaman dan daya osmotik, kadar serat, kadar lemak dan protein, serta
kadar anti-gizi pangan (Rimbawan dan Siagian, 2004).
•
Proses Pengolahan
Jenis pangan yang sama belum tentu memiliki nilai indeks glikemik yang sama pula jika
proses pengolahannya berbeda. Rimbawan dan Siagian (2004) dalam Rimbawan dan Nurbayani
(2013) menyebutkan bahwa proses pengolahan dapat menyebabkan nilai indeks glikemik pangan
meningkat karena melalui proses pengolahan, struktur pangan menjadi lebih mudah dicerna dan
diserap sehingga dapat mengakibatkan kadar glukosa darah meningkat dengan cepat.
Hasil penelitian oleh Amalia, et al. (2011) yang menganalisis nilai indeks glikemik
beberapa jenis pengolahan jagung manis, yaitu rebus, tumis dan bakar menunjukkan bahwa
jagung manis yang ditumis memiliki nilai IG yang paling rendah. Hal tersebut diduga disebabkan
karena faktor lain yang memengaruhi nilai IG, yaitu kadar lemak pangan. Pada proses
pengolahan jagung manis tumis menggunakan lemak dalam hal ini margarin. Menurut
Rimbawan dan Siagian (2004), pangan berkadar lemak tinggi cenderung memperlambat proses
pengosongan lambung sehingga menyebabkan laju pencernaan makanan di usus halus juga
diperlambat.
Proses pengolahan yang menggunakan air dalam waktu yang cukup lama diduga
menyebabkan peningkatkan daya cerna pati yang pada akhirnya akan meningkatkan nilai IG
(Thornburn, et al., 1986 dalam Amalia, et al., 2011). Proses pengolahannya menggunakan panas
yang cukup tinggi dan dalam waktu yang lama. Proses pengolahan seperti itu diperkirakan
menyebabkan komponen karbohidrat pada jagung manis bakar lebih mudah dicerna dan diserap
oleh tubuh sehingga menyebabkan respon glikemik yang lebih tinggi (Amalia, et al., 2011).
Menurut Cameron (1985) dalam Amalia, et al. (2011), pemasakan dengan metode panas kering,
seperti pembakaran, menyebabkan karbohidrat pecah dan membentuk warna gelap (reaksi
maillard). Hal ini mengindikasikan pecahnya pati sehingga membentuk dekstrin, bentuk yang
lebih mudah dicerna. Tingkat gelatinisasi pati dapat memengaruhi nilai indeks glikemik pangan
11
karena proses gelatinisasi pati yang terjadi saat pemasakan dapat menyebabkan granula pati
mengembang. Granula yang mengembang dan molekul pati yang bebas sangat mudah dicerna
karena enzim pencerna pati di dalam usus halus mendapatkan permukaan yang lebih luas untuk
kontak dengan enzim. Reaksi cepat dari enzim ini mengakibatkan meningkatnya kadar gula
darah dengan cepat (Rimbawan dan Siagian, 2004). Ukuran partikel juga memengaruhi indeks
glikemik. Semakin kecil ukuran partikel menyebabkan struktur pangan menjadi halus sehingga
pangan tersebut mudah dicerna dan diserap di dalam tubuh dan mengakibatkan kadar gula darah
naik dengan cepat (Rimbawan & Siagian 2004).
•
Kadar Amilosa dan Amilopektin
Menurut Rimbawan dan Siagian (2004) yang mengutip pendapat para ahli (Miller, et al.
1992; dan Behall, et al. 1988), penelitian terhadap pangan yang memiliki kadar amilosa dan
amilopektin berbeda menunjukkan bahwa kadar glukosa darah dan respon insulin lebih rendah
setelah mengkonsumsi pangan berkadar amilosa tinggi daripada pangan berkadar amilopektin
tinggi. Sebaliknya, bila kadar amilopektin pangan lebih tinggi daripada kadar amilosa, respon
gula darah lebih tinggi.
•
Kadar Gula dan Daya Osmotik Pangan
Jenis gula yang terdapat dalam pangan mempengaruhi indeks glikmik pangan tersebut.
Menurut Rimbawan dan Siagian (2004), pengaruh gula yang secara alami terdapat dalam pangan
(laktosa, sukrosa, glukosa, dan fruktosa) dalam berbagai proporsi, terhadap respon glukosa darah
sangat sulit diprediksi. Hal ini dikarenakan pengosongan lambung diperlambat oleh peningkatan
konsentrasi gula, apapun strukturnya. Gula meja (sukrosa) memiliki IG 65, hal ini dikarenakan
disakarida terdiri dari satu glukosa dan satu molekul fruktosa. Fruktosa diserap dan masuk ke
dalam hati. Kebanyakan fruktosa diubah secara perlahan menjadi glukosa di dalam hati. Oleh
karena itu, respon glukosa darah terhadap fruktosa murrni sangat kecil (IG=23). Artinya, dengan
mengkonsumsi sukrosa, kita hanya mengkonsumsi setengah glukosa (Rusilanti, 2008 dalam
Izzati, 2015).
Daya osmotik pangan juga memiliki pengaruh terhadap nilai indeks glikemik pangan.
Rimbawan dan Siagian (2004) menyatakan bahwa tampaknya makin tinggi keasaman dan daya
osmotik (jumlah molekul per milliliter larutan), makin rendah IG-nya. Hal ini dapat dilihat pada
12
beberapa buah yang memiliki IG rendah, seperti ceri (IG=22), sedangkan buah lainnya memiliki
IG relatif tinggi, seperti semangka (IG=72).
•
Kadar Serat Pangan
Serat pangan atau dietary fiber adalah karbohidrat (polisakarida) dan lignin yang tidak
dapat dicerna oleh enzim pencernaan manusia sehingga akan sampai di usus besar dalam
keadaan utuh. Kandungan serat dapat memengaruhi nilai indeks glikemik karena dapat
memperlambat respon glikemik. Pengaruh serat terhadap indeks glikemik pangan tergantung
pada jenis seratnya. Bila masih utuh, serat dapat bertindak sebagai penghambat fisik pada
pencernaan. Akibatnya, nilai indeks glikemik akan cenderung lebih rendah (Araya, 2002 dalam
Rimbawan dan Nurbayani, 2013). Menurut Sulistijani (1999) yang mengutip hasil penelitian
Jenkins (1976), penambahan serat larut air pada diet penderita diabetes melitus ringan dapat
menurunkan kadar gula darah dan menyebabkan respon terhadap insulin semakin menurun. Serat
tersebut dapat memperlambat penyerapan glukosa dalam usus halus dan meningkatkan
kekentalan isi usus yang secara tidak langsung dapat menurunkan kecepatan difusi permukaan
mukosa usus halus. Akibatnya, kadar gula dalam darah mengalami penurunan secara perlahan,
sehingga kebutuhan akan insulin juga berkurang.
•
Kadar Lemak dan Protein Pangan
Jumlah zat gizi seperti lemak dan protein yang terkandung dalam pangan juga memiliki
pengaruh terhadap nilai indeks glikemik pangan. Lemak yang terkandung dalam makanan yang
dikonsumsi akan meninggalkan lambung secara lambat, sehingga akan memberikan rasa
kenyang. Hal tersebut akan memperlambat laju pengosongan lambung sehingga memperlambat
timbulnya rasa lapar (Rimbawan dan Nurbayani, 2013). Pangan berkadar lemak tinggi
mempunyai IG lebih rendah daripada pangan sejenis yang berlemak rendah. Namun, manusia
memerlukan makanan berkadar lemak rendah, bukan berkadar lemak tinggi. Pangan berkadar
lemak tinggi, apapun jenisnya dan ber-IG rendah atau tinggi harus dikonsumsi secara bijaksana
(Rimbawan dan Siagian, 2004). Pusat Diabetes dan Lipid RSCM/FKUI dan Instalasi Gizi
RSUPNCM (2003) yang mengutip penelitian Jenkins, et al. menyatakan bahwa lemak dan
protein memiliki hubungan yang negatif (-) dengan indeks glikemik, artinya masukan protein
yang besar kemungkinan dapat membuat kadar glukosa darah lebih rendah karena protein dapat
13
menstimulasi sekresi insulin. Namun, menurut Rimbawan dan Siagian (2004) dalam Rimbawan
dan Nurbayani (2013), tidak semua pangan yang memiliki kadar protein tinggi, nilai indeks
glikemiknya rendah.
14
BAB III
PEMBAHASAN
Bengkoang adalah jenis buah-buahan golongan umbi-umbian yang banyak dikonsumsi
oleh masyarakat di Indonesia, mudah didapat, dan
memiliki harga yang relatif murah.
Kandungan serat di dalam 100 gr bengkoang sebanyak 0,64% dan vitamin tertinggi yang
terkandung di dalam bengkoang yaitu vitamin C, selain itu serat yang terkandung di dalam
bengkoang merupakan jenis serat larut air yaitu oligosakarida berupa inulin . Inulin tersusun dari
unit-unit fruktosa berserat pangan tinggi (lebih dari 90%), selain itu inulin juga memberikan
efek prebiotik yang paling baik dibandingkan prebiotik lain. Inulin memiliki banyak manfaat
antara lain mengurangi jumlah bakteri patogen dalam usus, meningkatkan kekebalan tubuh, dan
dapat digunakan sebagai pengganti lemak dan gula pada produk makanan rendah kalori sehingga
dapat digunakan sebagai alternatif bagi penderita diabetes (Kasmina, 2014).
Berdasarkan hasil penelitian dari uji laboratorium sari bengkoang mengandung senyawa
flavonoid 26,455%, vitamin C 13.86 mg, oligosakarida 44.04 gr, dan serat 3.94 gr. Sari buah
merupakan bagian dari pangan fungsional yang bermanfaat bagi tubuh apabila dikonsumsi.
Pangan fungsional dapat berupa bahan pangan alami, bahan pangan yang telah ditambah
komponen tertentu, bahan yang memiliki fungsi biologis yang telah dimodifikasidan bahan
pangan dengan kombinasi dari ciri-ciri di atas. Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada
wanita pradiabetes yang diberikan sari bengkoang 250 ml selama 21 hari, hasil menunjukkan
bahwa pemberian sari bengkoang dapat menurunkan kadar glukosa darah puasa ( GDP ) sebesar
6 mg/dL (Wimala M, 2014).
15
Gambar 1. Pengaruh Pemberian Sari Bengkoang Terhadap Kadar Glukosa Darah Puasa
Yang Dikontrol Dengan Asupan Zat Gizi.
Hasil uji statistic yang dilakukan oleh Yunita, dkk (2017) menunjukan bahwa pemberian
sari bengkoang selama 14 hari berpengaruh tidak signifikan terhadap 19 penurunan kadar
glukosa darah puasa (p = 0.344). Gambar 1 menunjukkan bahwa kadar glukosa darah puasa
pada kelompok perlakuan mengalami penurunan sebesar 12.3 mg/dl dan pada kelompok kontrol
mengalami peningkatan sebesar 4.1 mg/dl, akan tetapi penurunan tersebut secara statistik tidak
signifikan (p> 0.05). Penelitian ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang menyebutkan
bahwa pemberian sari bengkoang sebanyak 250 ml selama 21 hari secara signifikan dapat
menurunkankan kadar glukosa darah puasa sebesar 6 mg/dl atau sebesar 5.53% (Yasmina, 2014).
Sari bengkoang memiliki kandungan oligosakarida dalam bentuk inulin yang diketahui berperan
dalam menurunkan kadar glukosa darah.
Berdasarkan uji laboratorium di UPT Laboratorium Ilmu Gizi dan Pangan Universitas
Muhammadiyah Semarang dalam penelitian Yasmina (2013), kandungan oligosakaraida dalam
320 gram bengkoang sebanyak 44.04 gram10. Sedangkan menurut penelitian oleh Mulyani, dkk,
(2004), kandungan inulin dalam filtrat umbi bengkoang sebesar 4.41%18. Penelitian secara in
vivo yang dilakukan pada tikus dengan pemberian inulin (50 mg/kg BB dan 100 mg/ kg BB)
sebesar 60.73-63.4% pada minggu ke-4 menunjukkan penurunan kadar glukosa darah (p<0.05)
(Byungsung, 2011). Inulin merupakan jenis serat larut air yang tidak dapat dicerna oleh enzim di
saluran pencernaan akan tetapi dapat difermentasi di usus besar dan dapat digunakan sebagai
16
terapi hipoglikemik dengan cara meningkatkan sekresi insulin yang dirangsang oleh sel βpankreas dan memperbaiki sensitivitas insulin (Putri DA, 2013).
Mekanisme inulin dalam penurunan kadar glukosa darah seperti halnya serat larut air
lainnya melalui peningkatkan viskositas lambung sehingga memperlambat pencernaan dan
menunda pengosongan lambung. Penelitian oleh Robert, dkk, (2012) menyatakan bahwa
peningkatan asupan serat berpengaruh dalam memperbaiki kadar glukosa darah puasa yaitu
dengan menurunkan kadar sebesar 0.85 mmol/L dan HbA1c mengalami penurunan 0.26%21.
Mengonsumsi tinggi serat dapat membantu sel-sel lebih sensitif terhadap insulin yang mengatur
kadar glukosa darah. Mekanisme serat larut air di dalam saluran pencernaan akan memperlambat
aliran glukosa ke dalam darah sehingga konsentrasi glukosa dalam darah akan stabil.
Sari bengkoang yang diperoleh dari 320 gram bengkoang juga mengandung kandungan
vitamin C sebesar 13.86 mg. Kandungan vitamin C di dalam sari bengkoang merupakan
kandungan vitamin yang paling tinggi dibandingkan kandungan vitamin yang lain. Menurut
penelitian oleh Mutiarani (2017), pemberian dosis vitamin C pada tikus Wistar sebesar 1.62
mg/hari ~ 2 mg/hari atau sekitar 90 mg/hari untuk dosis pada manusia yang diberikan selama 40
hari memberikan pengaruh terhadap kadar insulin (p=0.017) (Mutiarani, 2012). Vitamin C
merupakan antioksidan non enzimatis, dan berperan dalam melindungi kerusakan sel yang
diakibatkan oleh radikal bebas yaitu auto oksidasi glukosa dan glikosilasi protein yang terlibat
dalam pembentukan stress oksidatif. Mekanisme vitamin C dalam penurunan kadar glukosa
darah yaitu dengan cara mengurangi toksisitas glukosa yang berkontribusi dalam mencegah
penurunan masa sel β dan kadar inulin. Vitamin C akan memodulasi kerja insulin yang
disebabkan oleh peningkatan metabolisme glukosa nonoksidatif, sehingga akan menurunkan
kadar glukosa darah.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Diabetes mellitus (DM) sebagai suatu penyakit atau gangguan metabolisme kronis
dengan multi etiologi yang ditandai dengan tingginya kadar gula darah disertai dengan gangguan
17
metabolisme karbohidrat, lipid dan protein sebagai akibat insufisiensi fungsi insulin. Beberapa
bahan kimia yang terkandung dalam bengkoang di antaranya pachyrhizon, rotenon, vitamin B1,
dan vitamin C.Umbinya mengandung gula dan pati serta fosfor dan kalsium.
Indeks glikemik pangan berupaindeks (tingkatan) pangan menurut efeknya dalam
meningkatkan kadar gula darah. Pangan yang mempunyai IG tinggi bila dikonsumsi akan
meningkatkan kadar gula dalam darah dengan cepat dan tinggi. Sebaliknya, seseorang yang
mengonsumsi pangan ber-IG rendah maka peningkatan kadar gula dalam darah berlangsung
lambat dan puncak kadar gulanya rendah. Mekanisme inulin dalam penurunan kadar glukosa
darah seperti halnya serat larut air lainnya melalui peningkatkan viskositas lambung sehingga
memperlambat pencernaan dan menunda pengosongan lambung.
4.2 Saran
Bagi penderita diabetes dapat mengkonsumsi sari bengkoang untuk dapat menurunkan
kadar glukosa darah karena pada sari bengkoang terdapat inulin yang dapat meningkatkan
viskositas lambung sehingga memperlambat pencernaan dan menunda pengosongan lambung
sehingga kadar glukosa darah menurun.
18
DAFTAR PUSTAKA
Backer, C. A., and Van den Brink, R.C.B. 1963. Flora of Java, (Spermatophytes Only), Volume
1, N.V.P, Noordhoof-Groningen, Netherland. Dahana Kress, Warisno. 2007. Budi Daya
Bengkoang. Jakarta; CV. Sinar Cemerlang
Byung-Sung P. Effect of oral administration of jerusalem artichoke inulin on reducing blood
lipid and glucose in STZ-induced diabetic rats.Vol. 10, Journal of Animal and Veterinary
Advances. 2011. p. 2501–7.
Dahana Kress, Warisno. 2007. Budi Daya Bengkoang. Jakarta; CV. Sinar Cemerlang Abadi.
Effendi, Samsoeri. 1993. Ensiklopedia Tumbuh-Tumbuhan Berkhasiat Obat yang Ada Di Bumi
Nusantara.
Surabaya-Indonesia;
Karya
Anda.
http://www.Livestrong.com/article/24294-
glucometers-work. (3 April 2020)
Kamsina.2014,Pengaruh Konsentrasi Sari Buah dan Jenis Gula terhadap Mutu Minuman
Fungsional dari Bengkoang ( Pachyrhizus erosus ),Litbang Ind.4(1):19–27.
Muchid, Abdul. Dkk. 2005. Pharmaceutical Care Untuk Diabetes mellitus: Direktorat Bina
Farmasi Komunitas dan Klinik Direktorat jenderal Bina Dan Alat Kesehatan Departemen
Kesehatan
RI
Kefarmasian;
45
http://125.160.76.194/bidang/yanmed/farmasi/Pharmaceutical/DM.pdf (3 April 2020)
Mycek, Mary J.dkk. 2001. Farmakologi Ulasan Bergambar ,Ed. 2. Jakarta: Widya Medika.
Putri DA. Manfaat inulin bagi kesehatan dan aplikasinya. 2013. Mutiarani AL. Pengaruh
Pemberian Vitamin C, Vitamin E , Dan Kromium ( Cr3 + ) Terhadap Kadar Insulin Tikus Wistar
Yang Diinduksi Aloksan. Med Heal Sci. 2017;1(1):14–21.
Suherman, Suharti K. 2007. Farmakologi dan Terapi, Ed. V. Jakarta: Gaya Baru.
Tjay, Tan Hoan dan Kirana Rahardja. 2003. Obat-Obat Penting, Ed. V. Jakarta; PT. Gramedia.
Widiyastuti Siswanto, Y. 2004. Penanganan Hasil Panen Tanaman Obat Komersial. Jakarta:
Penebar Swadaya.
Wijayakusuma, Hembing. 2001. Tumbuhan Berkhasiat Obat Indonesia: Rempah, Rimpang dan
Umbi. Cet. 1. Jakarta: Milenia Populer.
19
Wimala M, Retaningtyas Y, Wulandari L.Penetapan Kadar Inulin dalam Ekstrak Air Umbi
Bengkoang ( Pachyrhizus erosus L .) dari Gresik Jawa Timur dengan Metode KLT Densitometri
( Inulin Determination of Yam Bean Tuber ( Pachyrhizus erosus L .) from Gresik East Java using
TLC Densitometry ). eJurnal Pustaka Kesehat. 2015;3(1):61–5.
Yasmina AR, Probosari E. Perbedaan Kadar Glukosa Darah Puasa Sebelum dan Setelah
Pemberian Sari Bengkoang (Pachyrrizus erosus) Pada Wanita Prediabetes. J Nutr Coll.
2014;3:440–6.
20
Download