MAKALAH KIMIA BAHAN MAKANAN “SIFAT DAN KANDUNGAN SERTA INDEKS GLIKEMIK BENGKOANG BAGI PENDERITA DIABETES ” Disusun Oleh : Fajriatul Kamaliah (08061381823071) Ria Hani Andira ( 08061181823005 ) Dosen Pembimbing: Dr.MIKSUSANTI, M. Si. PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SRIWIJAYA 2020 KATA PENGANTAR Assalamualaikum.wr.wb. Alhamdulillah, segala puji dan syukur kami haturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah mengenai “Sifat dan Kandungan serta Indek Glikemik Bengkoang bagi Penderita Diabetes” ini dengan lancar. Penulisan ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas yang diberikan pada mata kuliah Kimia Bahan Makanan serta agar menambah ilmu pengetahuan tentang sifat dan kandungan serta indek glikemik bengkoang bagi penderita diabetes. Terima kasih kepada ibu Dr.Miksusanti,M.Si selaku dosen pembimbing mata kuliah Kimia Bahan Makanan yang telah membantu dan membimbing kami dalam menyelesaikan pembuatan Makalah ini . Makalah ini ditulis dari hasil penyusunan data-data sekunder yang kami peroleh dari buku panduan, serta informasi dari media massa yang berhubungan dengan sifat dan kandungan serta indek glikemik bengkoang bagi penderita diabetes. Kami harap makalah ini dapat memberi manfaat bagi kita semua, seperti yang diketahui bersama makalah ini masih jauh dari kata sempurna, maka kami mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi perbaikan menuju arah yang lebih baik. Wassalamualaikum.wr.wb Indralaya, 3 April 2020 Penyusun i DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ......................................................................................... …i DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii BAB IPENDAHULUAN ....................................................................................... 1 1.1. Latar Belakang ................................................................................................. 1 1.2. Rumusan Masalah ............................................................................................ 2 1.3 Tujuan ............................................................................................................... 3 1.4 Manfaat………………………………………………………………………..3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................... 4 2.1 Diabetes Melitus ............................................................................................... 4 2.1.1Jenis-Jenis Diabetes ........................................................................................ 5 2.2 Bengkoang ........................................................................................................ 7 2.2.1 Klasifikasi ...................................................................................................... 7 2.2.2 Morfologi ....................................................................................................... 7 2.2.3 Kandungan Kimia .......................................................................................... 9 2.2.4 Kegunaan Tanaman ....................................................................................... 9 2.3 Indeks Glikemik………………………………………………………….…..10 2.3.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Indeks Glikemik Pangan……….......11 BAB III PEMBAHASAN ................................................................................... 16 BAB IV PENUTUP……………………………………………………………..19 4.1. Kesimpulan .................................................................................................... 19 4.2. Saran ............................................................................................................... 19 DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 20 ii 3 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan perubahan gaya hidup dan pola konsumsi pangan masyarakat serta paradigma sehat yaitu dari pengobatan ke pencegahan maka pengetahuan tentang pangan dan gizi sangat diperlukan. Perubahan gaya hidup dan pola konsumsi pangan masyarakat telah berdampak terhadap peningkatan penyakit degeneratif, seperti diabetes melitus (DM) dan hipertensi. Diabetes mellitus ditandai dengan kadar glukosa darah melebihi nilai normal dan gangguan metabolisme insulin. Kadar glukosa darah meningkat sebagai akibat berkurangnya insulin. Perubahan ini akan diperburuk dengan meningkatnya sekresi glukagon oleh pankreas ke dalam tubuh . Indeks glikemik (IG) merupakan suatu ukuran untuk mengklasifikasikan pangan berdasarkan pengaruh fisiologisnya terhadap kadar glukosa darah. Nilai IG produk pangan dipengaruhi oleh sejumlah faktor, antara lain kadar serat pangan, kadar amilosa dan amilopektin, kadar lemak dan protein, daya cerna pati, dan cara pengolahan. Semakin tinggi nilai/ kadar serat pangan total, rasio amilosa/amilopektin, serta lemak dan protein, maka nilai IG semakin rendah. Sementara itu, daya cerna pati yang tinggi menyebabkan nilai IG yang tinggi. Pemahaman terhadap nilai IG bahan pangan sangat penting karena dapat menjadi landasan ilmiah dalam memilih jenis, bentuk asupan, dan jumlah karbohidrat yang dikonsumsi sesuai respons glikemik seseorang. Pangan tinggi karbohidrat dapat dikelompokkan menjadi pangan available karbohidrat dan pangan non-available karbohidrat. Available karbohidrat adalah karbohidrat yang dapat dicerna oleh enzim pencernaan, diserap dalam bentuk glukosa oleh usus halus, dan dimetabolisme oleh sel-sel tubuh, seperti glukosa, disakarida, oligosakarida yang dapat dicerna, dan pati (rapidly digestable starch dan slowly digestable starch). Non-available karbohidrat adalah karbohidrat yang tidak dapat dicerna oleh enzim pencernaan, tidak diserap dalam bentuk glukosa oleh usus halus, dan tidak dimetabolisme oleh sel-sel tubuh, seperti serat, pati resisten, oligosakarida (frukto oligosakarida dan galakto oligosakarida), rafinosa, stakiosa, dan verbaskosa. Pangan yang mengandung available karbohidrat tinggi memiliki indeks glikemik (IG) tinggi. Pangan yang mengandung non-available karbohidrat tinggi memiliki IG rendah. 1 Jenis available karbohidrat dapat berubah menjadi non-available disebabkan proses modifikasi kimia, pengolahan, atau berinteraksi dengan komponen lain. Pengkajian literatur mengenai hubungan antara pangan tinggi karbohidrat dengan indeks glikemik perlu dilakukan secara utuh. Informasi ini menjadi penting karena dewasa ini kepedulian masyarakat mengenai pengaruh pangan terhadap kesehatan cukup tinggi. Pangan berkarbohidrat tinggi perlu secara utuh dipahami, tidak hanya dilihat dari tinggi atau rendahnya kadar karbohidrat tetapi juga jenis karbohidrat, cara pengolahannya, dan berapa banyak yang dikonsumsi akan sangat membantu masyarakat dalam memilih asupan pangannya terutama pangan yang memiliki kandungan karbohidrat yang tinggi. Buah merupakan salah satu sumber karbohidrat, baik dalam bentuk gula maupun serat. Dalam beberapa dekade terakhir terdapat perhatian yang besar pada pengklasifikasian pangan berkarbohidrat berdasarkan pengaruh sifat fungsionalnya terhadap kadar glukosa darah yang sering didefinisikan sebagai indeks glikemik (IG).Dengan demikian, orang dengan gangguan toleransi glukosa, seperti diabetesi, tetap memiliki pilihan jenis buah yang cukup beragam untuk dikonsumsi sesuai kondisi kesehatannya. Namun demikian, ketersediaan data IG buah tropis, seperti buah lokal Indonesia, masih sangat terbatas dan memerlukan penelitian lebih intensif. Bervariasinya nilai IG buah dipengaruhi oleh sifat-sifat intrinsik yang meliputi komposisi gula, struktur dan serat pangan, konsentrasi solut dan asam organik, kandungan senyawa polifenol, dan tingkat kematangan buah. 1.2. Rumusan Masalah 1. Apa yang dimaksud dengan Diabetes Melitus ? 2. Bagaimana sifat bengkoang bagi penderita Diabates Melitus ? 3. Apa kandungan yang terdapat pada Bengkoang ? 4. Apa yang di maksud dengan Indeks Glikemik ? 5. Apa yang mempengaruhi nilai Indeks Glikemik Bengkoang ? 1.3. Tujuan 1. Untuk mengetahui tentang penyakit Diabetes Melitus. 2. Untuk mengetahui sifat bengkoang bagi penderita diabetes mellitus. 3. Untuk mengetahui kandungan yang terdapat pada bengkoang. 4. Untuk mengetahui tentang indeks glikemik. 5. Untuk mengetahui apa yang mempengaruhi nilai indeks glikemik Bengkoang 2 1.4 Manfaat 1. Mengetahui tentang penyakit Diabetes Melitus. 2. Mengetahui sifat bengkoang bagi penderita diabetes mellitus. 3. Mengetahui kandungan yang terdapat pada bengkoang. 4. Mengetahui tentang indeks glikemik. 5. Mngetahui apa yang mempengaruhi nilai indeks glikemik Bengkoang . 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Diabetes Melitus Diabetes mellitus (DM) didefinisikan sebagai suatu penyakit atau gangguan metabolisme kronis dengan multi etiologi yang ditandai dengan tingginya kadar gula darah disertai dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lipid dan protein sebagai akibat insufisiensi fungsi insulin. Insufisiensi fungsi insulin dapat disebabkan oleh gangguan atau defisiensi produksi insulin oleh sel-sel beta Langerhans kelenjar pankreas, atau disebabkan oleh kurang responsifnya sel-sel tubuh terhadap insulin (WHO, 1999 dalam Muchid, 2005:7). Diabetes merupakan suatu grup sindrom heterogen yang semua gejalanya ditandai dengan peningkatan gula darah yang disebabkan oleh defisiensi insulin relatif atau absolut. Pelepasan insulin yang tidak adekuat diperberat oleh glucagon yang berlebihan (Mycek, 2001:259). Penyebabnya adalah kekurangan hormon insulin, yang berfungsi memanfaatkan glukosa sebagai sumber energi dan mensintesa lemak. Akibatnya adalah glukosa bertumpuk di dalam darah (hiperglikemia) dan akhirnya diekskresikan lewat kemih tanpa digunakan (glycosuria) (Tjay, 2003:693). Hiperglikemia timbul akibat berkurangnya insulin sehingga glukosa darah tidak dapat masuk ke sel-sel otot, jaringan adipose atau hepar dan metabolismenya juga terganggu. Dalam keadaan normal, kira-kira 50% glukosa yang dimakan mengalami metabolisme sempurna menjadi CO2 dan air, 5% diubah menjadi glikogen dan kira-kira 30-40% diubah menjadi lemak. Pada DM semua proses tersebut terganggu, glukosa tidak dapat masuk ke sel hingga energi terutama diperoleh dari metabolisme protein dan lemak. Sebenarnya hiperglikemia sendiri relatif tidak berbahaya, kecuali bila hebat sekali hingga darah menjadi hiperosmotik terhadap cairan intra sel. Yang berbahaya adalah glikosuria yang timbul, karena glukosa bersifat diuretik osmotik, sehingga diuresis sangat meningkat disertai hilangnya berbagai elektrolit. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya dehidrasi dan hilangnya 18 elektrolit pada pasien DM yang tidak diobati. Karena adanya dehidrasi maka badan berusaha mengatasinya dengan banyak minum (polidipsia). Badan kehilangan 4 kalori untuk setiap gram glukosa yang diekskresi. Polifagia 4 timbul karena perangsangan pusat nafsu makan di hipotalamus oleh kurangnya pemakaian glukosa di kelenjar itu (Suherman, 2007:483-485). Diabetes seringkali muncul tanpa gejala. Namun demikian, ada beberapa gejala yang harus diwaspadai sebagai isyarat kemungkinan diabetes. Gejala tipikal yang sering dirasakan penderita diabetes, antara lain: poliuria (sering buang air kecil), polidipsia (sering haus), dan polifagia (banyak makan/mudah lapar). Selain itu, sering pula muncul keluhan penglihatan kabur, koordinasi gerak anggota tubuh terganggu, kesemutan pada tangan atau 14 kaki, timbul gatal-gatal yang seringkali sangat mengganggu (pruritus), dan berat badan menurun tanpa sebab yang jelas (Muchid, 2005:20). Di samping naiknya kadar gula darah, gejala kencing manis bercirikan adanya “gula” dalam kemih (glycosuria) dan banyak berkemih karena glukosa yang diekskresikan mengikat banyak air. Akibatnya timbul rasa sangat haus, kehilangan energi dan turunnya berat badan serta rasa letih. Tubuh mulai membakar lemak untuk memenuhi kebutuhan energinya, yang disertai pembentukan zat-zat perombakan, antara lain: aseton, asam hidroksibutirat dan diasetat, yang membuat darah menjadi asam. Keadaan ini yang disebut ketoacidosis, amat berbahaya, karena akhirnya dapat menyebabkan kehilangan kesadaran (coma diabeticum). Nafas penderita yang sudah menjadi sangat kurus seringkali juga berbau aseton (Tjay, 2003:693). 2.1.1 Jenis-Jenis Diabetes a. Diabetes Tipe I (Diabetes mellitus tergantung insulin, IDDM) Diabetes tergantung insulin umumnya menyerang anak-anak tetapi IDDM dapat juga terjadi di antara orang dewasa. Penyakit ini ditandai dengan defisiensi insulin absolut yang disebabkan oleh lesi atau nekrosis sel-β berat. Hilangnya fungsi sel-β mungkin disebabkan oleh invasi virus, kerja toksin kimia, atau umumnya, melalui kerja antibodi autoimun yang ditujukan untuk melawan sel-β. Akibat dari destruksi selβ, pankreas gagal berespons terhadap masukan glukosa, dan diabetes tipe I menunjukkan gejala klasik defisiensi insulin (polidipsia, polifagia, dan poliuria). Penderita diabetes tipe I, memerlukan insulin eksogen untuk menghindari hiperglikemia dan ketoasidosis yang mengancam kehidupannya. 5 Penyebab Diabetes Tipe I adalah ledakan sekresi insulin pada keadaan normal terjadi setelah menelan makanan sebagai respons terhadap peningkatan sekilas kadar glukosa dan asam amino yang bersirkulasi. Pada periode pasca-absorbsi, 19 kadar insulin basal rendah yang bersirkulasi dipelihara melalui sekres selβ. Walaupun begitu, diabetes tipe I sebenarnya tidak mempunyai fungsi sel-β, dan juga tidak berespons terhadap variasi bahan bakar yang bersirkulasi maupun memelihara kadar sekresi basal insulin. Perkembangan neuropati, nefropati, dan retinopati yang progresif secara langsung berkaitan dengan besarnya kontrol glikemik (paling sering diukur sebagai kadar Hb A1c atau hemoglobin glikosilat dalam darah). Pengobatan Diabetes Tipe I harus tergantung pada insulin eksogen (suntikan) yang mengontrol hiperglikemia, memelihara kadar hemoglobin glikosilat (Hb A1c) yang dapat diterima, dan mencegah ketoasidosis. (Catatan: Tingkat pembentukan Hb A1c sebanding dengan konsentrasi gula darah rata-rata pada beberapa bulan sebelumnya sehingga, Hb A1c memberikan suatu ukuran bagaimana berhasilnya pengobatan dalam menormalkan glukosa darah pada diabetes). Tujuan pemberian insulin pada diabetes tipe I adalah untuk memelihara konsentrasi gula darah mendekati kadar normal dan mencegah besarnya belokan kadar glukosa darah yang dapat menyokong timbulnya komplikasi jangka panjang. b. Diabetes Tipe II (diabetes melitus tak tergantung insulin, NIDDM) Penyebab Diabetes Tipe II pada NIDDM, pankreas masih mempunyai beberapa fungsi sel-β, yang menyebabkan kadar insulin bervariasi, tetapi tidak cukup untuk 20 memelihara homeostatis glukosa. Pasien dengan diabetes tipe II seringkali gemuk. Diabetes tipe II sering dihubungkan dengan resistensi organ target yang membatasi respons insulin endogen dan eksogen. Pada beberapa kasus, resistensi insulin disebabkan oleh penurunan jumlah atau mutasi reseptor insulin. Walaupun begitu, cacat yang tak terbatas pada peristiwa yang terjadi setelah insulin terikat pada reseptor, dipercaya menyebabkan resistensi pada kebanyakan penderita. Tujuan pada pengobatan diabetes tipe II adalah untuk memelihara konsentrasi glukosa darah dalam batas normal dan untuk mencegah perkembangan komplikasi penyakit jangka lama. Pengurangan berat badan, latihan dan modifikasi diet menurunkan resistensi insulin dan memperbaiki hiperglikemia diabetes tipe II pada beberapa penderita. Walaupun demikian, kebanyakan tergantung pada campur tangan farmakologik dengan obat-obat hiperglikemik oral. 6 Terapi insulin mungkin diperlukan untuk mencapai kadar glukosa darah serum yang memuaskan (Mycek, 2001:260-261). 2.2 Bengkoang 2.2.1 Klasifikasi (Backer and Vand den Brink, 1963:643) Divisi : Magnoliophyta Sub Divisi : Spermatophyta Kelas : Magnoliopsida Sub Kelas : Rosidae Ordo : Fabales Famili : Fabaceae Genus : Pachyrrhizus Spesies : Pachyrrhizus erosus (L) Urb 2.2.2. Morfologi Daun tanaman bengkoang sangat bervariasi tergantung jenisnya, mulai dari yang bergerigi hingga berbentuk seperti telapak tangan. Namun apapun bentuknya, daun bengkoang selalu bersifat trifoliate, artinya tiga lembar daun dalam satu tangkai. Permukaan daun bengkoang berwarna hijau tua pada bagian atas dan hijau agak kusam pada permukaan bawah. Tulang daun berwarna putih dengan struktur mengikuti bentuk daun (Dahana K dan Warisno., 2007:22). Daun majemuk menyirip beranak daun 3; bertangkai 8,5- 16 cm; anak daun bundar telur melebar, dengan ujung runcing dan bergigi besar, berambut di kedua belah sisinya; anak daun ujung paling besar, bentuk belah ketupat, 7-21 × 6-20 cm (Heyne, 1987:1064). Batang tanaman bengkoang tidak berkayu dengan berwarna hijau saat muda dan menjadi coklat pada saat tua, khususnya pada batang bawah. Batang yang berwarna coklat ini menyerupai kayu, namun sebenarnya bukan, hanya terjadi pengerasan jaringan sehingga batang menjadi lebih keras. Karena termasuk tanaman herba, bengkoang memiliki batang yang tidak mampu 7 menyangga tanaman untuk berdiri tegak, sehingga tanaman hanya dapat tumbuh horizontal atau merambat mengikuti ajir. Akar memiliki ciri khas seperti tanaman kacang-kacangan pada umumnya, yaitu memiliki bintil akar. Bintil akar ini merupakan hasil simbiosis antara tanaman bengkoang dengan bakteri pengikat nitrogen, oleh karena itu, tanaman bengkoang mampu menyediakan nitrogen sendiri. Selain bintil akar, akar tanaman bengkoang juga mengalami pembesaran sehingga disebut umbi akar. Umbi akar inilah yang dipanen dan dikonsumsi. Bunga bengkoang memiliki bulu halus pada kelopak bunganya dengan jumlah 4-11 bunga per tangkai. Merupakan bunga sempurna dengan panjang tangkai antara 8-45 cm. bunga bengkoang berwarna putih. Biasanya bunga ini akan dipotong karena apabila bunga dibiarkan tumbuh menjadi biji, akan menyebabkan pertumbuhan umbi terhambat dan hasil umbi akan menurun. Polong tanaman bengkoang sangat bervariasi warnanya, dari coklat tua sampai hijau tua atau coklat muda. Polong bengkoang juga dicirikan dengan adanya rambut halus pada polong muda. Seiring dengan meningkatnya umur polong, rambut-rambut halus ini akan berkurang. Polong memiliki panjang antara 6-13 cm dengan lebar antara 8-17 mm, dan memiliki sekatsekat segmen untuk memisahkan biji yang jelas. Biji bengkoang sangat spesifik bentuknya, namun warnanya sangat bervariasi tergantung jenisnya, mulai dari yang berwarna hijau tua sampai coklat atau coklat kemerahan. Bentuk biji pipih persegi mendekati bundar dengan ukuran 3,1-7,5 x 3,8–11,3 mm (Dahana K dan Warisno., 2007:22-24). 2.2.3. Kandungan Kimia Tumbuhan bengkoang memiliki rasa manis, dingin, dan bersifat sejuk serta mendinginkan. Beberapa bahan kimia yang terkandung dalam bengkoang di antaranya pachyrhizon, rotenon, vitamin B1, dan vitamin C (Hariana, 2009: 29). Umbinya mengandung gula dan pati serta fosfor dan kalsium. Umbi ini juga memiliki efek pendingin karena mengandung kadar air 86-90%. Rasa manis berasal dari suatu oligosakarida yang disebut inulin (bukan insulin), yang tidak bisa dicerna tubuh manusia. Sifat ini berguna bagi penderita diabetes atau orang yang berdiet rendah kalori (Steenis, 2008:238). 8 2.2.4. Kegunaan Tanaman Tanaman bengkoang memiliki banyak kegunaan, baik tanamannya itu sendiri maupun posisinya dalam ekosistem, setiap bagian tanaman bengkoang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan manusia baik secara langsung maupun tidak langsung, sementara dalam ekosistem, perannya sebagai tanaman pelindung tanah (cover land) serta kemampuannya bersimbiosis dengan bakteri-bakteri pengikat nitrogen, dapat melindungi lahan dan memperbaiki lahan kritis (Dahana K dan Warisno., 2007:12). Umbi/akar bengkoang dapat digunakan untuk mengobati kencing manis (Diabetes mellitus), kutil, penyakit kulit dan eksim, sariawan, demam, dan wasir (Wijayakusuma, 2001:45). Selain itu, umbi bengkoang juga digunakan sebagai bahan dasar kosmetika, dan dapat pula dibuat secara sederhana yaitu dengan membuat bubur dan bedak dingin bengkoang. Yang 9 paling banyak dikenal masyarakat Indonesia adalah memanfaatkan umbinya sebagai bahan pembuatan rujak. Sedangkan di luar negeri, umbi bengkoang dikonsumsi segar sebagai salad. Batang dan daun tanaman bengkoang mengandung protein (nitrogen) yang paling sederhana digunakan untuk pakan ternak ruminansia, yang dapat meningkatkan berat badan ternak. Selain itu, pada kedua bagian vegetatifnya juga dapat digunakan sebagai bahan pembuatan pupuk hijau. Kandungan nitrogen yang dibutuhkan tanaman dari pupuk hijau yang dibuat dari daun dan batang tanaman bengkoang sangat tinggi, sehingga dapat menekan kebutuhan pupuk nitrogen sintesis (Dahana K dan Warisno., 2007:12-14). Biji bengkoang yang telah tua, banyak mengandung senyawa rotenone dan rotenoid, serta pachyrhizin yang memiliki sifat insektisidal atau dapat membunuh serangga. Selain itu, dalam biji bengkoang juga mengandung saponin, yang berperan dalam menghasilkan lapisan lilin serangga hama (yang memiliki lapisan lilin), sehingga serangga tersebut mudah diberantas (Dahana K dan Warisno 2007:17). Zat buahnya sangat beracun bagi ikan, dan oleh karenanya banyak dipakai dalam penangkapan ikan (Effendi, 1993:13-14). 2.3 Indeks Glikemik Indeks glikemik pangan merupakan indeks (tingkatan) pangan menurut efeknya dalam meningkatkan kadar gula darah. Pangan yang mempunyai IG tinggi bila dikonsumsi akan meningkatkan kadar gula dalam darah dengan cepat dan tinggi. Sebaliknya, seseorang yang 9 mengonsumsi pangan ber-IG rendah maka peningkatan kadar gula dalam darah berlangsung lambat dan puncak kadar gulanya rendah (Widowati, 2008). Konsep Indeks Glikemik (IG) pertama-tama dikembangkan tahun 1981 oleh Dr. David Jenkins, seorang Professor Gizi pada Universitas Toronto, Kanada, untuk membantu menentukan pangan yang paling baik bagi penderita diabetes. Pada masa itu, diet bagi penderita diabetes didasarkan pada sistem porsi karbohidrat. Konsep ini menganggap bahwa semua pangan berkarbohidrat menghasilkan pengaruh yang sama pada kadar gula darah. Jenkins adalah salah seorang peneliti pertama yang mempertanyakan hal ini dan menyelidiki bagaimana sebenarnya pangan bekerja di dalam tubuh (Rimbawan dan Siagian, 2004). Kecepatan pencernaan karbohidrat berpengaruh penting dalam pemahaman peran karbohidrat bagi kesehatan. Konsep IG menjelaskan bahwa tidak setiap karbohidrat bekerja dengan cara yang sama. IG memberikan cara yang lebih mudah dan efektif dalam mengendalikan fluktuasi kadar gula darah (Widowati, 2008). Konsep indeks glikemik dikembangkan untuk memberikan klasifikasi numerik pangan sumber karbohidrat. Makanan yang memiliki indeks glikemik 8 Universitas Sumatera Utara 9 rendah dapat meningkatkan rasa kenyang dan menunda lapar, sedangkan makanan yang memiliki indeks glikemik tinggi mampu meningkatkan kadar glukosa darah dengan cepat (Aston, 2006 dalam Rimbawan dan Nurbayani, 2013). Konsep indeks glikemik disusun untuk semua orang yaitu orang yang sehat, penderita obesitas, penderita diabetes dan atlet. Indeks glikemik membantu penderita diabetes dalam menentukan jenis pangan karbohidrat yang dapat mengendalikan kadar glukosa darah. Diketahuinya indeks glikemik pangan akan membantu penderita diabetes memilih makanan yang tidak menaikkan kadar glukosa darah secara drastis sehingga kadar glukosa darah dapat dikontrol pada tingkat yang aman. Indeks glikemik juga membantu atlet dalam memilih makanan untuk menunjang penampilan dan daya tahan tubuhnya. Makanan dengan indeks glikemik rendah akan dicerna dengan lambat dan akan menyimpan glikogen otot secara perlahan sehingga glukosa ekstra akan tersedia sampai akhir pertandingan. Dengan cara ini, pangan ber-IG rendah akan meningkatkan daya tahan olahragawan (Rimbawan dan Siagian, 2004). Berdasarkan respon IGnya, pangan dikelompokkan menjadi tiga kelompok, yaitu pangan ber IG rendah dengan rentang nilai IG 70 (Rimbawan dan Siagian, 2004). 10 2.3.1 Faktor-faktor yang Memengaruhi Indeks Glikemik Pangan Beberapa faktor yang dapat memengaruhi nilai indeks glikemik pangan adalah cara pengolahan (tingkat gelatinisasi pati dan ukuran partikel), perbandingan amilosa dengan amilopektin, tingkat keasaman dan daya osmotik, kadar serat, kadar lemak dan protein, serta kadar anti-gizi pangan (Rimbawan dan Siagian, 2004). • Proses Pengolahan Jenis pangan yang sama belum tentu memiliki nilai indeks glikemik yang sama pula jika proses pengolahannya berbeda. Rimbawan dan Siagian (2004) dalam Rimbawan dan Nurbayani (2013) menyebutkan bahwa proses pengolahan dapat menyebabkan nilai indeks glikemik pangan meningkat karena melalui proses pengolahan, struktur pangan menjadi lebih mudah dicerna dan diserap sehingga dapat mengakibatkan kadar glukosa darah meningkat dengan cepat. Hasil penelitian oleh Amalia, et al. (2011) yang menganalisis nilai indeks glikemik beberapa jenis pengolahan jagung manis, yaitu rebus, tumis dan bakar menunjukkan bahwa jagung manis yang ditumis memiliki nilai IG yang paling rendah. Hal tersebut diduga disebabkan karena faktor lain yang memengaruhi nilai IG, yaitu kadar lemak pangan. Pada proses pengolahan jagung manis tumis menggunakan lemak dalam hal ini margarin. Menurut Rimbawan dan Siagian (2004), pangan berkadar lemak tinggi cenderung memperlambat proses pengosongan lambung sehingga menyebabkan laju pencernaan makanan di usus halus juga diperlambat. Proses pengolahan yang menggunakan air dalam waktu yang cukup lama diduga menyebabkan peningkatkan daya cerna pati yang pada akhirnya akan meningkatkan nilai IG (Thornburn, et al., 1986 dalam Amalia, et al., 2011). Proses pengolahannya menggunakan panas yang cukup tinggi dan dalam waktu yang lama. Proses pengolahan seperti itu diperkirakan menyebabkan komponen karbohidrat pada jagung manis bakar lebih mudah dicerna dan diserap oleh tubuh sehingga menyebabkan respon glikemik yang lebih tinggi (Amalia, et al., 2011). Menurut Cameron (1985) dalam Amalia, et al. (2011), pemasakan dengan metode panas kering, seperti pembakaran, menyebabkan karbohidrat pecah dan membentuk warna gelap (reaksi maillard). Hal ini mengindikasikan pecahnya pati sehingga membentuk dekstrin, bentuk yang lebih mudah dicerna. Tingkat gelatinisasi pati dapat memengaruhi nilai indeks glikemik pangan 11 karena proses gelatinisasi pati yang terjadi saat pemasakan dapat menyebabkan granula pati mengembang. Granula yang mengembang dan molekul pati yang bebas sangat mudah dicerna karena enzim pencerna pati di dalam usus halus mendapatkan permukaan yang lebih luas untuk kontak dengan enzim. Reaksi cepat dari enzim ini mengakibatkan meningkatnya kadar gula darah dengan cepat (Rimbawan dan Siagian, 2004). Ukuran partikel juga memengaruhi indeks glikemik. Semakin kecil ukuran partikel menyebabkan struktur pangan menjadi halus sehingga pangan tersebut mudah dicerna dan diserap di dalam tubuh dan mengakibatkan kadar gula darah naik dengan cepat (Rimbawan & Siagian 2004). • Kadar Amilosa dan Amilopektin Menurut Rimbawan dan Siagian (2004) yang mengutip pendapat para ahli (Miller, et al. 1992; dan Behall, et al. 1988), penelitian terhadap pangan yang memiliki kadar amilosa dan amilopektin berbeda menunjukkan bahwa kadar glukosa darah dan respon insulin lebih rendah setelah mengkonsumsi pangan berkadar amilosa tinggi daripada pangan berkadar amilopektin tinggi. Sebaliknya, bila kadar amilopektin pangan lebih tinggi daripada kadar amilosa, respon gula darah lebih tinggi. • Kadar Gula dan Daya Osmotik Pangan Jenis gula yang terdapat dalam pangan mempengaruhi indeks glikmik pangan tersebut. Menurut Rimbawan dan Siagian (2004), pengaruh gula yang secara alami terdapat dalam pangan (laktosa, sukrosa, glukosa, dan fruktosa) dalam berbagai proporsi, terhadap respon glukosa darah sangat sulit diprediksi. Hal ini dikarenakan pengosongan lambung diperlambat oleh peningkatan konsentrasi gula, apapun strukturnya. Gula meja (sukrosa) memiliki IG 65, hal ini dikarenakan disakarida terdiri dari satu glukosa dan satu molekul fruktosa. Fruktosa diserap dan masuk ke dalam hati. Kebanyakan fruktosa diubah secara perlahan menjadi glukosa di dalam hati. Oleh karena itu, respon glukosa darah terhadap fruktosa murrni sangat kecil (IG=23). Artinya, dengan mengkonsumsi sukrosa, kita hanya mengkonsumsi setengah glukosa (Rusilanti, 2008 dalam Izzati, 2015). Daya osmotik pangan juga memiliki pengaruh terhadap nilai indeks glikemik pangan. Rimbawan dan Siagian (2004) menyatakan bahwa tampaknya makin tinggi keasaman dan daya osmotik (jumlah molekul per milliliter larutan), makin rendah IG-nya. Hal ini dapat dilihat pada 12 beberapa buah yang memiliki IG rendah, seperti ceri (IG=22), sedangkan buah lainnya memiliki IG relatif tinggi, seperti semangka (IG=72). • Kadar Serat Pangan Serat pangan atau dietary fiber adalah karbohidrat (polisakarida) dan lignin yang tidak dapat dicerna oleh enzim pencernaan manusia sehingga akan sampai di usus besar dalam keadaan utuh. Kandungan serat dapat memengaruhi nilai indeks glikemik karena dapat memperlambat respon glikemik. Pengaruh serat terhadap indeks glikemik pangan tergantung pada jenis seratnya. Bila masih utuh, serat dapat bertindak sebagai penghambat fisik pada pencernaan. Akibatnya, nilai indeks glikemik akan cenderung lebih rendah (Araya, 2002 dalam Rimbawan dan Nurbayani, 2013). Menurut Sulistijani (1999) yang mengutip hasil penelitian Jenkins (1976), penambahan serat larut air pada diet penderita diabetes melitus ringan dapat menurunkan kadar gula darah dan menyebabkan respon terhadap insulin semakin menurun. Serat tersebut dapat memperlambat penyerapan glukosa dalam usus halus dan meningkatkan kekentalan isi usus yang secara tidak langsung dapat menurunkan kecepatan difusi permukaan mukosa usus halus. Akibatnya, kadar gula dalam darah mengalami penurunan secara perlahan, sehingga kebutuhan akan insulin juga berkurang. • Kadar Lemak dan Protein Pangan Jumlah zat gizi seperti lemak dan protein yang terkandung dalam pangan juga memiliki pengaruh terhadap nilai indeks glikemik pangan. Lemak yang terkandung dalam makanan yang dikonsumsi akan meninggalkan lambung secara lambat, sehingga akan memberikan rasa kenyang. Hal tersebut akan memperlambat laju pengosongan lambung sehingga memperlambat timbulnya rasa lapar (Rimbawan dan Nurbayani, 2013). Pangan berkadar lemak tinggi mempunyai IG lebih rendah daripada pangan sejenis yang berlemak rendah. Namun, manusia memerlukan makanan berkadar lemak rendah, bukan berkadar lemak tinggi. Pangan berkadar lemak tinggi, apapun jenisnya dan ber-IG rendah atau tinggi harus dikonsumsi secara bijaksana (Rimbawan dan Siagian, 2004). Pusat Diabetes dan Lipid RSCM/FKUI dan Instalasi Gizi RSUPNCM (2003) yang mengutip penelitian Jenkins, et al. menyatakan bahwa lemak dan protein memiliki hubungan yang negatif (-) dengan indeks glikemik, artinya masukan protein yang besar kemungkinan dapat membuat kadar glukosa darah lebih rendah karena protein dapat 13 menstimulasi sekresi insulin. Namun, menurut Rimbawan dan Siagian (2004) dalam Rimbawan dan Nurbayani (2013), tidak semua pangan yang memiliki kadar protein tinggi, nilai indeks glikemiknya rendah. 14 BAB III PEMBAHASAN Bengkoang adalah jenis buah-buahan golongan umbi-umbian yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat di Indonesia, mudah didapat, dan memiliki harga yang relatif murah. Kandungan serat di dalam 100 gr bengkoang sebanyak 0,64% dan vitamin tertinggi yang terkandung di dalam bengkoang yaitu vitamin C, selain itu serat yang terkandung di dalam bengkoang merupakan jenis serat larut air yaitu oligosakarida berupa inulin . Inulin tersusun dari unit-unit fruktosa berserat pangan tinggi (lebih dari 90%), selain itu inulin juga memberikan efek prebiotik yang paling baik dibandingkan prebiotik lain. Inulin memiliki banyak manfaat antara lain mengurangi jumlah bakteri patogen dalam usus, meningkatkan kekebalan tubuh, dan dapat digunakan sebagai pengganti lemak dan gula pada produk makanan rendah kalori sehingga dapat digunakan sebagai alternatif bagi penderita diabetes (Kasmina, 2014). Berdasarkan hasil penelitian dari uji laboratorium sari bengkoang mengandung senyawa flavonoid 26,455%, vitamin C 13.86 mg, oligosakarida 44.04 gr, dan serat 3.94 gr. Sari buah merupakan bagian dari pangan fungsional yang bermanfaat bagi tubuh apabila dikonsumsi. Pangan fungsional dapat berupa bahan pangan alami, bahan pangan yang telah ditambah komponen tertentu, bahan yang memiliki fungsi biologis yang telah dimodifikasidan bahan pangan dengan kombinasi dari ciri-ciri di atas. Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada wanita pradiabetes yang diberikan sari bengkoang 250 ml selama 21 hari, hasil menunjukkan bahwa pemberian sari bengkoang dapat menurunkan kadar glukosa darah puasa ( GDP ) sebesar 6 mg/dL (Wimala M, 2014). 15 Gambar 1. Pengaruh Pemberian Sari Bengkoang Terhadap Kadar Glukosa Darah Puasa Yang Dikontrol Dengan Asupan Zat Gizi. Hasil uji statistic yang dilakukan oleh Yunita, dkk (2017) menunjukan bahwa pemberian sari bengkoang selama 14 hari berpengaruh tidak signifikan terhadap 19 penurunan kadar glukosa darah puasa (p = 0.344). Gambar 1 menunjukkan bahwa kadar glukosa darah puasa pada kelompok perlakuan mengalami penurunan sebesar 12.3 mg/dl dan pada kelompok kontrol mengalami peningkatan sebesar 4.1 mg/dl, akan tetapi penurunan tersebut secara statistik tidak signifikan (p> 0.05). Penelitian ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang menyebutkan bahwa pemberian sari bengkoang sebanyak 250 ml selama 21 hari secara signifikan dapat menurunkankan kadar glukosa darah puasa sebesar 6 mg/dl atau sebesar 5.53% (Yasmina, 2014). Sari bengkoang memiliki kandungan oligosakarida dalam bentuk inulin yang diketahui berperan dalam menurunkan kadar glukosa darah. Berdasarkan uji laboratorium di UPT Laboratorium Ilmu Gizi dan Pangan Universitas Muhammadiyah Semarang dalam penelitian Yasmina (2013), kandungan oligosakaraida dalam 320 gram bengkoang sebanyak 44.04 gram10. Sedangkan menurut penelitian oleh Mulyani, dkk, (2004), kandungan inulin dalam filtrat umbi bengkoang sebesar 4.41%18. Penelitian secara in vivo yang dilakukan pada tikus dengan pemberian inulin (50 mg/kg BB dan 100 mg/ kg BB) sebesar 60.73-63.4% pada minggu ke-4 menunjukkan penurunan kadar glukosa darah (p<0.05) (Byungsung, 2011). Inulin merupakan jenis serat larut air yang tidak dapat dicerna oleh enzim di saluran pencernaan akan tetapi dapat difermentasi di usus besar dan dapat digunakan sebagai 16 terapi hipoglikemik dengan cara meningkatkan sekresi insulin yang dirangsang oleh sel βpankreas dan memperbaiki sensitivitas insulin (Putri DA, 2013). Mekanisme inulin dalam penurunan kadar glukosa darah seperti halnya serat larut air lainnya melalui peningkatkan viskositas lambung sehingga memperlambat pencernaan dan menunda pengosongan lambung. Penelitian oleh Robert, dkk, (2012) menyatakan bahwa peningkatan asupan serat berpengaruh dalam memperbaiki kadar glukosa darah puasa yaitu dengan menurunkan kadar sebesar 0.85 mmol/L dan HbA1c mengalami penurunan 0.26%21. Mengonsumsi tinggi serat dapat membantu sel-sel lebih sensitif terhadap insulin yang mengatur kadar glukosa darah. Mekanisme serat larut air di dalam saluran pencernaan akan memperlambat aliran glukosa ke dalam darah sehingga konsentrasi glukosa dalam darah akan stabil. Sari bengkoang yang diperoleh dari 320 gram bengkoang juga mengandung kandungan vitamin C sebesar 13.86 mg. Kandungan vitamin C di dalam sari bengkoang merupakan kandungan vitamin yang paling tinggi dibandingkan kandungan vitamin yang lain. Menurut penelitian oleh Mutiarani (2017), pemberian dosis vitamin C pada tikus Wistar sebesar 1.62 mg/hari ~ 2 mg/hari atau sekitar 90 mg/hari untuk dosis pada manusia yang diberikan selama 40 hari memberikan pengaruh terhadap kadar insulin (p=0.017) (Mutiarani, 2012). Vitamin C merupakan antioksidan non enzimatis, dan berperan dalam melindungi kerusakan sel yang diakibatkan oleh radikal bebas yaitu auto oksidasi glukosa dan glikosilasi protein yang terlibat dalam pembentukan stress oksidatif. Mekanisme vitamin C dalam penurunan kadar glukosa darah yaitu dengan cara mengurangi toksisitas glukosa yang berkontribusi dalam mencegah penurunan masa sel β dan kadar inulin. Vitamin C akan memodulasi kerja insulin yang disebabkan oleh peningkatan metabolisme glukosa nonoksidatif, sehingga akan menurunkan kadar glukosa darah. BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan Diabetes mellitus (DM) sebagai suatu penyakit atau gangguan metabolisme kronis dengan multi etiologi yang ditandai dengan tingginya kadar gula darah disertai dengan gangguan 17 metabolisme karbohidrat, lipid dan protein sebagai akibat insufisiensi fungsi insulin. Beberapa bahan kimia yang terkandung dalam bengkoang di antaranya pachyrhizon, rotenon, vitamin B1, dan vitamin C.Umbinya mengandung gula dan pati serta fosfor dan kalsium. Indeks glikemik pangan berupaindeks (tingkatan) pangan menurut efeknya dalam meningkatkan kadar gula darah. Pangan yang mempunyai IG tinggi bila dikonsumsi akan meningkatkan kadar gula dalam darah dengan cepat dan tinggi. Sebaliknya, seseorang yang mengonsumsi pangan ber-IG rendah maka peningkatan kadar gula dalam darah berlangsung lambat dan puncak kadar gulanya rendah. Mekanisme inulin dalam penurunan kadar glukosa darah seperti halnya serat larut air lainnya melalui peningkatkan viskositas lambung sehingga memperlambat pencernaan dan menunda pengosongan lambung. 4.2 Saran Bagi penderita diabetes dapat mengkonsumsi sari bengkoang untuk dapat menurunkan kadar glukosa darah karena pada sari bengkoang terdapat inulin yang dapat meningkatkan viskositas lambung sehingga memperlambat pencernaan dan menunda pengosongan lambung sehingga kadar glukosa darah menurun. 18 DAFTAR PUSTAKA Backer, C. A., and Van den Brink, R.C.B. 1963. Flora of Java, (Spermatophytes Only), Volume 1, N.V.P, Noordhoof-Groningen, Netherland. Dahana Kress, Warisno. 2007. Budi Daya Bengkoang. Jakarta; CV. Sinar Cemerlang Byung-Sung P. Effect of oral administration of jerusalem artichoke inulin on reducing blood lipid and glucose in STZ-induced diabetic rats.Vol. 10, Journal of Animal and Veterinary Advances. 2011. p. 2501–7. Dahana Kress, Warisno. 2007. Budi Daya Bengkoang. Jakarta; CV. Sinar Cemerlang Abadi. Effendi, Samsoeri. 1993. Ensiklopedia Tumbuh-Tumbuhan Berkhasiat Obat yang Ada Di Bumi Nusantara. Surabaya-Indonesia; Karya Anda. http://www.Livestrong.com/article/24294- glucometers-work. (3 April 2020) Kamsina.2014,Pengaruh Konsentrasi Sari Buah dan Jenis Gula terhadap Mutu Minuman Fungsional dari Bengkoang ( Pachyrhizus erosus ),Litbang Ind.4(1):19–27. Muchid, Abdul. Dkk. 2005. Pharmaceutical Care Untuk Diabetes mellitus: Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Direktorat jenderal Bina Dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan RI Kefarmasian; 45 http://125.160.76.194/bidang/yanmed/farmasi/Pharmaceutical/DM.pdf (3 April 2020) Mycek, Mary J.dkk. 2001. Farmakologi Ulasan Bergambar ,Ed. 2. Jakarta: Widya Medika. Putri DA. Manfaat inulin bagi kesehatan dan aplikasinya. 2013. Mutiarani AL. Pengaruh Pemberian Vitamin C, Vitamin E , Dan Kromium ( Cr3 + ) Terhadap Kadar Insulin Tikus Wistar Yang Diinduksi Aloksan. Med Heal Sci. 2017;1(1):14–21. Suherman, Suharti K. 2007. Farmakologi dan Terapi, Ed. V. Jakarta: Gaya Baru. Tjay, Tan Hoan dan Kirana Rahardja. 2003. Obat-Obat Penting, Ed. V. Jakarta; PT. Gramedia. Widiyastuti Siswanto, Y. 2004. Penanganan Hasil Panen Tanaman Obat Komersial. Jakarta: Penebar Swadaya. Wijayakusuma, Hembing. 2001. Tumbuhan Berkhasiat Obat Indonesia: Rempah, Rimpang dan Umbi. Cet. 1. Jakarta: Milenia Populer. 19 Wimala M, Retaningtyas Y, Wulandari L.Penetapan Kadar Inulin dalam Ekstrak Air Umbi Bengkoang ( Pachyrhizus erosus L .) dari Gresik Jawa Timur dengan Metode KLT Densitometri ( Inulin Determination of Yam Bean Tuber ( Pachyrhizus erosus L .) from Gresik East Java using TLC Densitometry ). eJurnal Pustaka Kesehat. 2015;3(1):61–5. Yasmina AR, Probosari E. Perbedaan Kadar Glukosa Darah Puasa Sebelum dan Setelah Pemberian Sari Bengkoang (Pachyrrizus erosus) Pada Wanita Prediabetes. J Nutr Coll. 2014;3:440–6. 20