STROKE ISKEMIK ((hal 217-248) Gambaran CT Scan tanpa Kontras Computed tomography scan tanpa kontras harus dilakukan sesegera mungkin pada stroke. CT sangat sensitif untuk penggambaran lesi hemoragik dan peran kunci CT tanpa kontras adalah deteksi perdarahan atau penyakit lain yang mirip stroke (misalnya neoplasma dan malformasi arteri) yang bisa menjadi penyebab deficit neuorologis. Peran kedua CT tanpa kontras yaitu mendeteksi tanda-tanda iskemia yang dibebkan karena infark. Temuan utama pada CT adalah daerah hypoattenuating di kortikal-subkortikal dalam suatu wilayah vaskular. Gambar. Infark pada wilayah arteri ACA, arteri serebri media (MCA) dan arteri serebri posterior Gambar (atas) menggambarkan wilayah (raster) dari ACA, arteri serebri media (MCA) dan arteri dan serebri posterior. CT scan (bawah) menunjukkan infark pada wilayah arteri tersebut. Gambaran Computed Tomography Perfusion Perfusi CT dilakukan dengan hanya memantau agen kontras iodinasi bolus yang lolos melalui sirkulasi serebral. Ini melibatkan pencitraan secara terus menerus selama 45 detik di atas potongan jaringan yang sama (1-32 bagian) selama administrasi kontras kecil secara dinamis (50 mL) dan kontras dengan aliran tinggi secara bolus (laju injeksi 4-5 mL/detik). Sebelum dilakukan pemeriksaan inim pemeriksaan fungsi ginal perlu diperiksa terlebih dahulu untuk mengurangi keterlambatan kontras dan mencegah terjadinya kontras-induced nefropati dan merupakan komplikasi yang jarang pada pasien stroke akut yang menjalani pemeriksaan multimodal CT scan. Tidak ditemukan adanya deficit neurologis baru atau komplikasi jantung setelah injeksi bahan kontras pada tingkat aliran tinggi. Pada stroke akut, inti jaringan infark irreversible dikelilingi oleh daerah perifer atau disebut penumbra yang menerima suplai darah kolateral dari arteri yang tidak terkena dan arteri di wilayah leptomeningeal. Sel-sel di penumbra berpotensi diselamatkan dengan rekanalisasi awal. Penelitian terbaru telah menunjukkan bahwa terapi trombolitik intravena mungkin bermanfaat bagi pasien diluar 3 jam pertama. Pasien dipilih secara hati-hati berdasarkan temuan perfusi mismatch. Beberapa penulis telah melaporkan ambang batas untuk infark inti ketika CBV kurang dari 2 L/menit dan untuk jaringan iskemia ketika MTT mencapai lebih dari 145%. Gambar. Stroke akut (6 jam evolusi) pada wanita 46 tahun dengan hemiplegia kiri. Berdasarkan gambar di atas terlihat bagian (a) yaitu nonenhanced CT scan yang menunjukkan tanda titik (panah) di MCA kanan, kehilangan diferensiasi materi putih & abu-abu dan mengaburkan basal ganglia. Bagian (b-e) peta perfusi CT dari MTT (b), CBV (c), dan CBF (d) dan peta ringkasan (e) menunjukkan MTT diubah dan CBF di daerah frontotemporal kanan, sugestif iskemia, dan subkortikal berkurang daerah dengan penurunan CBV, sugestif dan inti infark. Perhatikan aarea peningkatan CBF dan CBV di nucleus caudatus kanan dan inti lentikular, yang mewakili tahap pertama dari iskemia otak (kompensasi dengan suplai dari cadangan serebrovaskular). Bagian (f) gambar MR aksial T2-weighted menunjukkan hiperintens daerah frontoparietal kanan dan nucleus caudatus yang berkaitan dengan infark akhir di bidang iskemia. Gambaran MRI pada Stroke Iskemia Pada strok iskemia, ada beberapa hal yang harus diperhatikan untuk pencitraan menggunakan MRI yaiu MRI konvensional, FLAIR imaging, diffusion-weighted imaging. Perfusion-weighted imaging, dan time of flight. Berikut ini penjelasannya. Gambaran MRI Konvensional Evaluasi rutin pasien stroke iskemia (terutama di tahap infark subakut dan kroins) biasanya mencakup beberapa bentuk T1-weighted dan T2-weighted spin echo atau fast spin echo dan tambahan gradient echo imaging untuk perdarahan. T1-weighted imaging (waktu pengulangan 400-600 ms, waktu gema 20-35 ms) umumnya dilakukan untuk memberikan definisi anatomi dan deteksi methemoglobin dalam perdarahan subakut. T2-weighted imaging (waktu pengulangan >2.500 ms, waktu gema (80-120 ms) digunakan untuk menunjukkan letak dari cedera parenkim, dipresentasikan sebagai daerah dengan kadar air meningkat. Fluid attenuated inversion recovery (FLAIR) baru-baru ini telah diadopsi untuk menggantikan proton density weighted imaging dan untuk mempercepat pemeriksaan fast echo konvensional, khususnya untuk area otak yang berdekatan dengan ventrikel dan sulkus kortikal. Temuan pada pencitraan konvensional dalam perkembangan infark serebral dapat dikenaloi dengan baik dan memiliki stereotip serupa dengan yang terlihat pada CT. perubahan ini terlihat pad iskemia parenkim yang ditandai dengan peningkatan kadar air jaringan. Hal ini meningkatkan cairan dalam jaringan sehingga terjadi pemanjangan T1 dan waktu relaksasi T2. Perubahan sinyal T2, meskipun lebih sensitive terhadap akumulasi air jaringan daripada gambar T1-weighted, namun sering kali masih normal dalam 8 jam pertama setelah infark. Secara bertahap selama tahap akut, T2 weighted akan menjadi lebih hiperintens di wilayah iskemia, terutama selama 24 jam pertama. Pada 24 jam, kira0kira 90% dari pasien yang mengalami infark akan menunjukkan perubahan dalam T2 weighted dibandingkan dengan perubahan T1-weighted yang hanya sekitar 50%. Perubahan sinyal ini terlihat pada 24 jam pertama dan yang terbaik terlihat di grey matter dan baik divisualisasikan dalam struktur grey matter bagian dalam seperti thalamus atau basal ganglia. Sering kali white matter tidak menunjukkan perubahan yang cukup dalam jangka waktu 24 jam pertama. Fast spin echo juga dapat menunjukkan thrombosis atau aliran lambat dilihat sebagai hilangnya kekosongan dalam arteri lingkaran Willis dan arteri yang melintasi ruang subarachnoid dalam sulki kortikal. Perubahan sinyal ini dalam arteri dapat dikenali segera setelah kejadian tromboemboli dimulai dan mungkin mendahului akumulasi air dalam parenkim. Perubahan morfologi yang bersamaan dengan perkembangan edema vasogenik yang terjadi kemudian, sering akanterlihat sdengan spin echo imaging. Peningkatan hasil edema vasogenik di otak terutama di daerah kortek sebagai pemebengkakan girus atau pendatarn sulkus dapat dilihat pada kedua T1-T2-weighte imaging. Hal ini dapat divisualisasikan pada hari pertama, tetapi menjadi lebih luas setelah awal terjadinya infark (> 24 sampai 48 jam). Perubahan sinyal pada T1 dan T2 juga menjadi lebih jelas dalam periode ini kaena daerah infark akut menjadi lebih jelas. Jika daerah otak yang terpengaruh besar, selama periode ini efek massa dengan herniasi dapat terlihat (memuncak pada 3 sampai 4 hari setelah infark). Hal ini juga harus dicatat bahwa fast spin echo telah menggantikan teknik Conventional spin echo di sebagian besar pulsa 180 derajat. Oleh karena itu, dengan fast spin echo imaging, deteksi perdarahan akut berkurang berdasarkan sensitivitas yang lebih rendah terhadap perubahan kerentanan magnetic. Hal ini penting untuk untuk melengkapi evaluasi MRI pasien stroke dengan pencitraan gradient echo yang sangat sensitif terhadap variasi kerentanan yang menyertai perdarahan intraparenkim (Gambar 13.33 dan gambar 13.34) Jika kita perhatikan gambar 13.3 terlihat FLAIR (A), T2-weighted fast spin echo (B), dan gradient echo (C). Perdarahan yang luas hanya terlihat gambar gradient echo (CT tidak ditampilkan, tidak menunjukkan bukti perdarahan). Gambar diffusion-weighted (D) dan diffusion coefficient maps (E) menunjukkan difusi terbatas pada posterior terhadap lesi perdarahan yang heterogen, konsisten dengan infark akut. Tujuan teknik difusi di daerah perdarahan akut adalah untuk menyelidiki jaringan nonhemorrhagic yang berdekata dengan perdarahan, dalam hal ini adalah jelas dalam distribusi vascular arteri besar (arteri serebri, divisi posterior). Gambar. Nilai Diffusion weighted imaging pada perdarahan akut Gambar. Perdarahan infark akut pada CT vs MRI Berdasarkan Gambar. Meskipun tidak ada bukti perdarahan di kedua CT (A) atau FLAIR (B) di infark serebral kanan tengah, gradient echo jelas menunjukkan perdarahan akut yang luas (C). Sensitivitas MRI menggunakan gradient echo imaging untuk perdarahan akut dapat melibihi computed tomography. Gambar. Infark akut (24 jam) pada MRI Gambaran Computed Tomography Angiography pada Stroke Iskemia Peran utama CT angiografi adalah untuk menunjukkan arteri intracranial dan dengan demikian dapat membantu menentukan letak oklusi, menggambarkan diseksi arteri, aliran darah kolateral, dan penyakit aterosklerosis. Informasi ini membantu secara akurat untuk memprediksi tingkat dan lokasi infark dan sangat berguna dalam memberikan bimbingan untuk neuroradiologi intervensi sebelum melakukan trombolisis intraarterial jika tersedia. CTA juga dapat memberikan gambara yang terbaik pada thrombus dalam aneurisma besar yang tidak dapat divisualisasikan oleh DSA dan dapat mempengarhui perawatan bedah atau terapi endovascular. CT angiografi sangat penting untuk mendeteksi thrombosis dari system vetebrobasilar karena daerah ini sangat sulit untuk dideteksi oleh nonenhanced CT dan batang otak sering tidak termasuk dalam cakupan CT perfusi. Perangkap utama sering disebabkan oleh oklusi arteri basilar yang terlewatkan karena nonehanced CT. pada kondisi ini dilakukan CT perfusi, tetapi tidak dilakukan CT angiografi, CT angiografi dapat membantu mendeteksi adanya filling defect yang mengisi pembuluh darah yang disebabkan oleh thrombosis arteri besar dengan sensitivitas 89% dibandingkan dengan angiografi konvensional. Gambar. Gambaran CT angiografi GAMBARAN RADIOLOGI STROKE HEMORRHAGIC (hal. 255-270) Gambar. Fungsi saling melengkapi antara CT scan dan MRI Modalitas CT scan (A) menunjukkan adanya pendataran sulcii yang menjadi tanda stroke. Padaa CT perfus, tampak area hipoperfus. MRI menegaskan hal ini yang ditunjukkan dengan adanya lesi hiperdens pada sekuens T2 (C). sekuens diffuse weighted Image (DW) (D) dengan tegas menyatakan adanya area stroke. CT scan daerah leher (B) menunjukkan adanya kalsifikasi pada arteri karotis kiri, dibuktikan lebih lanjut sebagai area stenosis melalui digital angiography substraction (DSA) (E). CT scan setelah trombolisis (F) menunjukkan adanya luxury perfusion, tanpa ekstravasasi darah. GAMBARAN CT Scan dan CTA pada ICH ICH akut tampak sebagai lesi hiperdens oval atau bulat pada CT Scan kepala tanpa kontras. ICH sering mengalami ekstensi ke intraventrikel, terutama jika berasal dari ganglia basalis dan batang otak. Pada fase hiperakut, densitas lesi akan berkisar antara 40-60 Hounsfield Unit (HU). Pada fase ini ICH mungkin sulit dibedakan dengan parenkim otak normal. Beberapa lesi mungkin tampak heterogen, member gambaran swirl sign, dan menandakan perdarahan aktif masih berlangsung. Setelah hematoma terbentuk dengan sempurna dalam hitngan jam hingga hari, densitas akan naik menjadi 60-80 HU. Dalam beberapa hari kemudian, lesi akan memiliki densitas 80-100 HU dan dikelilingi oleh edema peri0hematoma. Hal ini disebabkan oleh ekstrusi plasma dan retraksi bekuan darah. Edema perihematoma sendiri dapat bertahan hingga 14 hari. Gambaran hiperdens ICH disebabkan oleh kandungan proteinnya yang tinggi dan massa jenisnya yang berat. Namun terkadang ICH akut dapat tampak isodens atau bahkan hipodens. Hal ini disebabkan oleh anemia atau gangguan koagulasi. Tanda lain ICH akibat gangguan koagulasi adalah adanya fluid-fluid level. Akan tetapi, tanda ini dapat ditemukan pula pada ICH yang disebabkan oleh hipertensi, tumor, trauma, dan AVM. Gambar. CT scan kepala tanpa kontras serial menunjukkan ICH pada thalamus kanan pada fasek akut (A) dengan atenuasi 65 HU (A), 8 hari kemudian (B) dengan atenuasi 45 HU, 13 hari kemudian (C) dan 5 bulan kemudian (D). Setelah itu, seiring berjalannya waktu densitas ICH akan menurun, rata-rata 0,7-1,5 HU/hari. Dalam 1-6 minggu, ICH akan menjadi isodens terhadap parenkim otak. Hal ini disebabkan oleh aktivitas makrofag yang melakukan fagositosis terhadap produk darah, dimulai dari bagian perifer hingga sentral. Dalam 4-9 hari, atneuasi ICH akan turun menjadi sama dengan korteks normal dan dalam 2-3 minggu menjadi sama dengan substansia alba normal. Terkadang ICHnya sendiri tidak terlihat, namun efek massa yang prominen menjadi petunjuk akan adanya ICH di sekitar. Gambaran ini berprotensi untuk dikacaukan dengan abses pada pemeriksaatn CT scan dengan kontras akibat kerusakan BBB. Hal ini disbebakan bahwa pada ICH sbuakut, memang terdapat penyangatan pada perifernya. Pada akhirnya, yang terisa dari sebuah ICH adalah focus hipodens (37%), slit-like lesion (25%), kalsifikasi (10%), atau terserap sempurna (27%). Volume ICH dapat diperkirakan menggunakan rumor Broderick yaitu ABC/2 (cc), di mana A adalah diameter terbesar hematoma, B adalah diameter tegak lurus terhadap A, dan C adalah jumlah 10-mm-thickness CT slice. Jika hematoma pada suatu slice CT > 75% hematoma terluas, slice CT tersebut ikut dihitung dalam C. Namun, jika hematoma pada suatu slice CT berukuran 25-75% hematoma terluas, slice CT tersebut dihitung setenga. Slice CT dengan hematoma <25% hematoma terluas tidak diikutkan dalam perhitungan C. ICH yang mengalami resolusi umumnya akan memberikan penyangatan cincin (ring enhancement) paska pemberian kontras pada 1-6 minggu sejak kejadian stroke dan akan menghilang setelah 2-6 minggu. Hal ini terjadi akibat hipervaskularisasi dan disrupsi BBB. Pada CT perfusi, area yang mengalami ICH akan menunjukkan hipoperfusi (tampak sebagai area dengan warna biru). Gambar. CT scan kepala tanpa kontras Jika kita perhatikan Gambar. Terlihat bagian (a) yang menunjukkan ICH (panah) pada thalamus kanan. Pada CT peruse (CTP) (b) tampak area yang terkena ICH hipoperfusi (panah). Gambar. CT scan kepala dengan kontras GAMBARAN MRI pada ICH Gambaran ICH pada MRI lebih komplek karena dipengaruhi oleh tingkat oksidasi hemoglobin dan kadar protein. Faktor ekstrinsik seperti pulse sequence dan field strength juga berpengaruh. Terdapat 5 fase perubahan yang dialami oleh hemoglobin dalam eritrosit yang teradapat dalam sebuah hematoma. Hal yang perlu diingat adalah teradapat perbedaan antar individu berapa lama waktu yang diperlukan hemoglobin untuk menempuh kelima fase ini. Bahkan sesame hemoglobin dalam satu hematoma memiliki jangka waktu yang berbeda-beda dan hal itu menunjukkan proses dinamis yang tidak berjalan homogen dalam sebuah hematoma. Fase tersebut secara berurutan adalah sebagai berikut: 1. Hiperakut: oksihemoglobin intraseluler 2. Akut: deoksihemoglobin intraseluler 3. Subakut awal: methemoglobin intraseluler 4. Subakut akhir: methemoglobin ekstraseluler 5. Kronis: hemosiderin/ferritin ekstraseluler Gambar. Perbandingan ICH akut pada MRI sekuens T1 (A), T2 (B), dan Gradient Recalled Echo (GRE) (C).