Uploaded by Ilham Effendi Yahya

PPT SP1 TR1 BAB 6 ( KEL 3 )

advertisement
KELOMPOK 3
DOSEN PENGAMPU
Drs. Halking. M.Si
SISTEM POLITIK
INDONESIA
PARTISIPASI PUBLIK, BUDAYA POLITIK
PEMILIH, DAN DEMOKRASI
KELOMPOK 3
PARTISIPASI
PUBLIK, BUDAYA
POLITIK, DAN
DEMOKRASI
PARTISIPASI PUBLIK
KELOMPOK 3
1. Partisipasi Pasif
2. Partisipasi yang lebih aktif
3. partisipasi berupa petisi
Charles Andrain dan fames Smith
(2006: 67)
1. Ilham
2. Wahyu
3. Adella
4. Devi
3
5.Sri
BUDAYA POLITIK
1. Ilham
01
DIPANGANG SECARA
FUNGSIONAL
02
MEMPENGARUHI
POLITIK
03
KOMBINASI ANTARA
KARAKTERISTIK –
KARAKTERISTIK AKTIF
2. Wahyu
3. Adella
4. Devi
4
5.Sri
DEMOKRASI
KELOMPOK 3
Negara-negara yang berproses menuju demokrasi,
termasuk Indonesia, berusaha membangun
prosedur demokrasi yang memungkinkan
terdapatnya pemerintahan yang akuntabel dan
responsibel seperti itu
1. Ilham
2. Wahyu
3. Adella
4. Devi
5
5.Sri
PROBLEM KETERWAKILAN
KELOMPOK 3
Tetapi, apabila dilihat dari sisi substantive representation,
yaitu ada-nya para wakil rakyat yang "acting in the best interest
of the public" (Pitkin, 1967), upaya ini belum membawa
perubahan yang cukup berarti. Kritik yang sering dikemukakan
adalah, para wakil raykat itu lebih mementingkan dirinya sendiri
atau partai yang diwakilinya. Dengan kata lain, sistem
multipartai dan pemilu yang bebas dan adil pada kenyata-annya
masih menyisakan masalah disconnect electorat Para wakil pada
kenyataannya belum mampu "acting in the best interest of the
public."
1. Ilham
2. Wahyu
3. Adella
4. Devi
6
5.Sri
KELOMPOK 3
RUANG PUBLIK DAN PELEMBAGAAN
Selain membuka ruang bagi adanya sistem multi-partai
dan pemilu yang bebas dan adil, upaya membangun relasi
yang lebih baik antara wakil dan terwakil dan partisipasi
publik dilakukan melalui desain kelembagaan lain. Di
antaranya adalah modifikasi sistem pemilu, pembu-kaan
ruang relasi antara wakil dan terwakil melalui Jaring
Aspirasi Ma-syarakat (Jaring Asmara) dan Musyawarah
Perencanaan Pembangunan (Musrenbang), dan ruang
konsultasi serta rapat antara DPR/D dengan publik di
gedung DPR/D, kebijakan otonomi daerah, dan pemilihan
pre-siden dan kepala daerah secara langsung, dan
pemberian kebebasan un-tuk berbicara di ruang-ruang
publik.
1. Ilham
2. Wahyu
3. Adella
4. Devi
7
5.Sri
KELOMPOK 3
RUANG PUBLIK DAN PELEMBAGAAN
Jenis sistem pemilu memiliki konsekuensi yang
tidak sama antara satu dan yang lain (Farrell,
2001; Gallagher dan Mitchell, 2005; Reeve dan
Ware, 1992). Sistem pro-porsional, misalnya,
dipandang lebih mampu menghasilkan para
wakil yang mencerminkan kelompok-kelompok
yang ada di dalam masyara-kat. Sementara itu,
sistem majoritarian atau yang lebih dikenal
sebagai sistem distrik, lebih memungkinkan
adanya tingkat kedekatan yang le-bih erat antara
para wakil dan yang terwakil.
1. Ilham
2. Wahyu
3. Adella
4. Devi
8
5.Sri
KELOMPOK 3
PROBLEM GOLPUT
Ikut Serta di dalam pemilu merupakan salah
satu bentuk partisipasi politik minimal warga
negara. Melalui pemilu warga negara memilih
para wakil yang akan duduk di lembaga –
lembaga perwakilan. Partisipasi pemilih dalam
setiap pagelaran pemilu selalu memprihatinkan.
Angka golongan putih (golput) masih terus
meningkat di setiap pemilu yang digelar di
Indonesia. Sikap ignorance terhadap pemilu
menjadi sebuah refleksi bagi pemerintah
bagaimana hal itu bisa terjadi.
1. Ilham
2. Wahyu
3. Adella
4. Devi
9
5.Sri
KELOMPOK 3
PROBLEM GOLPUT
Belajar dari realitas semacam itu, upaya untuk
membangun sistem politik yang demokratis pada
dasarnya tidak hanya berkaitan dengan desain
kelembagaan. Selain itu, juga perlu perbaikan budaya
politik pada tingkat individu, baik pada tataran elite
aupun massa. Merujuk pada pandangan Schandler,
konsolidasi demokrasi tidak lepas dari konteks struktural
yang melingkupinya, sikap-sikap dan perilaku-perilaku
para aktor yang terlibat didalamnya. Ditingkat
kelembagaan, penataan lembaga-lembaga politik yang
memungkinkan adanya bangunan sistem politik yang
demokratis, maupun menghasilkan para wakil yang
responsif dan accountable, perlu diperkuat dan
dilaksanakan secara konsisten.
1. Ilham
2. Wahyu
3. Adella
4. Devi
10
5.Sri
KELOMPOK 3
PARTISIPASI PUBLIK DAN BUDAYA POLITIK
Masih rendahnya partisipasi publik di dalam proses pembuatan
dan pelaksaan kebijakan kebijakan publik di indonesia
merupakan bukti betapa desain kelembagaan sja tidak cukup
seperangkat kelembagaan sepertu itu adanya uu yang menjamin
kebebasan nerpendapat,berkspresi dan bersosialisasi,serta
adanya peluanvbagi wakil dan terwakil untuk berinteraksi
(engagent)tidak serta merta mendorong adanya partisipasi
politik itu.
Jauh sebelum jatuhnya pemerintahan orede baru ,wiliam liddle
(988) menepatkan budaya politik indonesia didalam kontek
tronsformasi dari budaya politik tradisional ke budaya politik
moderen.budaya politik tradisonal dipengaruhi olevoelh
beragam
etnis,agama
,dan
budaya
budaya
lokal
lainnya.sementra itu budaya politik moderen dipengaruhi oleh
budaya barat.
1. Ilham
2. Wahyu
3. Adella
4. Devi
11
5.Sri
KELOMPOK 3
KESIMPULAN
Penting tidaknya demokrasi perwakilan dan demokrasi langsung
atau partisipatoris telah menjadi perdebatan panjagn dikalangan
ilmuwan politik dalam decade – decade belakangan. Dalam
lebih dari satu dekade proses demokratisasi, Indonesia telah
mengalami proses pelembagaan demokratisasi yang cukup
bermakna. Hal ini terlihat dari mulai adanya penataan
pembagian kekuasaan yang memungkinkan terjadinya
mekanisme checks and balance, pelembagaan sistem kepartaian
dan improvisasi sistem pemilu, sampai yang berkaitan dengan
relasi antara pemerintah pusat sampai daerah. Meskipun
demikian, perbaikan kelembagaan itu, dalam sejumlah hal,
masih dalam bentuk ‘eksperimen’. Upaya untuk memperbaiki
sistem pemilu agar tercipta para wakil yang memiliki relasi beik
dengan konstituen, misalnya, masih belum mencapai
sasaran. Disconnect electoral, meskipun sistem pemilu sudah di
improvisasi untuk perbaikan.
1. Ilham
2. Wahyu
3. Adella
4. Devi
12
5.Sri
Download