Uploaded by hildnoeralawiyah2409

MP kelompok 8

advertisement
TAX PLANNING PPH PASAL 22,23/26, DAN
PPh FINAL
KELOMPOK 8
1. Kurnia Dewi Anggrahini
2. Rosi Endah Lestari
3. Hilda Noer Alawiyah
2017017182
2017017183
2017017192
P e n d a h u l u a n
Pendahuluan Cara mudah yang dilakukan oleh pemerintah (Ditjen Pajak) untuk
memungut pajak adalah dengan cara mewajibkan wajib pajak melakukan
pemungutan dan pemotongan atas pajaknya, dari pihak lain (pihak ketiga), sesuai
dengan kewajiban pajak untuk melakukan pemotongan atau pemungutan pajak,
dan selanjutnya menyetorkan dan melaporkannya ke kantor pajak setiap bulan
berdasarkan ketentuan perpajakan. Cara seperti ini dikenal dengan nama sistem
withholding tax. Dengan cara ini, pemerintah akan lebih mudah dan hemat
mengumpulkan pajak tanpa upaya dan biaya besar. Berbeda dengan self
assessment, yang memberi kepercayaan penuh kepada wajib pajak untuk
menghitung, membayar, dan melaporkan kewajiban perpajaknnya sendiri. Dalam
praktiknya, masih saja kita temukan banyak wajib pajak yang tidak memiliki
informasi lengkap mengenai pajak apa saja yang harus dipotong atau dipungut.
Sehingga ketika wajib pajak melaksanakan transaksi pembayaran dan tidak
melakukan pemotongan atau pemungutan PPh, maka konsekuensi yang harus
dihadapinya adalah, wajib pajak tersebut akan dikenai tagihan atas pajak yang
tidak/kurang dipungut/dipotong, ditambah dengan sanksi administrasi.
PAJAK PENGHASILAN PASAL 22
Tax Management
Pemotongan &
Pengumutan
PPh Pasal 22 impor ini menyangkut pemungutan pajak
di sekotr impor, yang berhubungan dengan
penyerahan dan pembayaran barang, serta
pemasukan barang dari luar daerah pabean. Dalam
hal impor, tariff PPh Pasal 22 bervariasi, dimana kalau
mempunyai API tarifnya 2,5% dari nilai impor dan
kalau tidak mempunyai API tarifnya 7,5% dari nilai
impor. Rate yang berbeda ini mendorong adanya tax
planning, sehingga dalam melakukan impor, tax
planner sering merekomendasikan impor dengan API.
Akibatnya banyak orang yang memfasilitasi
penggunaan ( peminjaman ) API, dengan
menggunakan API pengusaha yang seharusnya
menggunakan tarif pajak 7,5% menjadi 2,5%. Hal ini
dapat menghemat cash flow perusahaan selama masa
tertentu.
a. Impor barang dan atau penyerahan
barang yang berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan tidak
terutang Pajak Penghasilan;
b. Impor barang yang dibebaskan dari
pungutan Bea Masuk dan atau Pajak
Pertambahan Nilai ; sebagaimana di
tetapkandalam Peraturan Kementrian
Keuangan No. 08/PMK.03/2008.
Pengecualian
Tax Exemption
pph pasal 22
Pengajuan
SKB PPh
Pasal 22
a) Wajib pajak yang dalam tahun pajak berjalan dapat
menunjukkan tidak akan terutang Pajak Penghasilan
karena mengalami kerugian fiskal.
b) Wajib pajak berhak melakukan kompensasi
kerugian fiskal sepanjang kerugian tersebut
jumlahnya lebih besar dari perkiraan penghasilan
neto tahun pajak yang bersangkutan.
c) Pajak penghasilan yang telah dibayar lebih besar
dari Pajak Penghasilan yang akan terutang. Untuk
PPh Pasal 22 yang tidak termasuk PPh Final, dapat
diajukan permohonan Surat Keterangan Bebas
(SKB) oleh wajib pajak yang memenuhi kriteria, dan
tax planner yang baik akan selalu memanfaatkan
momentum kapan permohonan SKB PPh Pasal 22
tersebut diajukan agar tidak terjadi lebih bayar pajak
penghasilan
Pajak Penghasilan
Pasal 23
Pajak Penghasilan Pasal 23 Tidak jarang terjadi dispute
dalam bisnis tentang kewajiban memungut PPh Pasal
23, di mana perusahaan pemilik proyek atau penerima
jasa mengharuskan adanya pemungutan atau
pemotongan PPh Pasal 23 dari pihak ketiga, sedangkan
pihak memberi jasa (kontraktor) tidak bersedia dipotong
pajaknya karena tidak ada pasal pemotongannya dalam
kontrak perjanjian. Apabila perusahaan pemilik proyek
tidak memotong PPh Pasal 23, dan transaksi ini
ditemukan oleh fiskus pada saat dilakukan pemeriksaan
pajak, maka perusahaan pemilik proyek akan dikenai
kewajiban untuk membayar PPh Pasal 23 (withholding
tax) yang terutang ditambah denda keterlambatan
penyetoran sebesar 2% sebulan dari pokok pajak.
Solusi nya
01
02
1. Nilai transaksi harus di gross up, misalnya sewa
bangunan Rp 72 juta
• Di groos up 100/90 x Rp 72 juta = Rp 80 juta Pajak yang
harus dibayarkan
• Rp 80 juta – Rp 72 juta = Rp 8 juta
• Rp 8 juta ini boleh dibebankan sebagai biaya, kecuali
untuk PPh final dan dividen.
2.
•
•
Apabila Perusahaan pemilik proyek membayar
sendiri PPh Pasal 23
Tanpa di gross up 10% x Rp 72 juta = Rp 7,2 juta
Pajak yang dibayarkan tidak boleh dibebankan
sebagai biaya.
Agar biaya sewa bangunan dapat dibiayakan, termasuk
pajaknya (deductible), maka kontrak perjanjian tersebut
harus diuabh dulu, termasuk mengubah invoice, faktur
pajak, dan dokumen lain yang mengakomidir
pemotongan pajak PPh Pasal 23 atas transaksi
pembayaran sewa bangunan tersebut, agar terdapat
kesesuaian antara penerima dan pemberi jasa. Jadi
kontrak perjanjian harus direvisi dengan mencantumkan
nilai sewa bangunan setelah di groos up sebesar Rp 80
juta, dan setelah itu pemilik gedung memotong PPh
Pasal 4 (2) final 10% x Rp 80 juta = Rp 8 juta, dan
menyetorkannya ke kas Negara atau bank persepsi.
Pengenaan Pajak Atas Deviden
UU PPh No. 10 Tahun 1994 menyebutkan, bahwa dividen yang
diterima oleh Perseroan dalam negeri (selain bank atau lembaga
keuangan lainnya) tidak termasuk objek pajak PPh Badan dengan
syarat bahwa (1) deviden berasal dari laba yang ditahan dan (2)
Kepemilikan saham Perseroan yang menerima dividen tersebut
paling sedikit memiliki 25% dari nilai saham yang disetor dari badan
yang membayar deviden (operating company).
Perubahan Tarif Pph Pasal 23
UU PPh yang baru No. 36 Tahun 2008 telah menurunkan
Tarif PPh Pasal 23 yang semula 15% menjadi:
1. 15% dari peredaran bruto atas deviden, bunga,
royalty, hadiah, penghargaan, bonus, dan sejenisnya.
2. 2% dari peredaran bruto atas jasa-jasa seperti sewa,
jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan
jasa lainnya.
Pengajuan SKB PPh Pasal 23
Pemotong PPh Pasal23/26
01
Objek Pajak PPh Pasal 23/26
• Badan Pemerintah
• Subjek pajak badan dalam negeri.
• Bentuk usaha tetap (BUT) atau perwakilan
perusahaan dalam negeri.
• Orang pribadi sebagai WPDN yang ditunjuk
DJP. yaitu: Akuntan, arsitek, dokter, notaris,
PPAT (kecuali camat), pengacara,konsultan
yang melakukan pekerjaan bebas.
02
• Modal yang diterima wajib pajak badan
dan orang pribadi.
• Penyerahan jasa yang diterima oleh
wajib pajak badan.
• Penyerahan jasa yang diterima oleh
wajib pajak orang pribadi selain yang
telah dipotong PPh Pasal 21.
Tarif dan Pengenaan PPh Pasal 23
Subjek Pajak PPh Pasal 23/26
03
 Wajib Pajak Dalam Negeri
 Bentuk Usaha Tetap
 Wajib pajak luar negeri
04
 15%, untuk dividen, bunga, royalti,
hadiah dan penghargaan lain
 2%, imbalan bruto atas sewa
Penggunaan Metode Gross Up atas
Pajak Penghasilan PPh Pasal 26/21/23
Yang Ditanggung Oleh Pemberi Penghasilan/Pemberi Kerja
Pengeluaran dan biaya yang tidak boleh dikurangkan
dalam menghitung
besarnya PKP WPDN dan BUT
termasuk Pajak Penghasilan yang ditanggung oleh
pemberi penghasilan, kecuali:

Pajak atas penghasilan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 26 ayat (1). UU PPh tetapi tidak
termasuk dividen.

Sepanjang
Pajak
Penghasilan
tersebut
ditambahkan dalam penghitungan dasar untuk
pemotonga pajak.
Pajak Penghasilan PPh Pasal 26
Tarif dan Pengenaan PPh Pasal 26
Dikenakan sebesar 20% dari jumlah bruto dan bersifat
final atas penghasilan WPLN : Bunga, dividen, royalti,
sewa, dan imbalan lain, PKP dari BUT
Dikenakan sebesar 20% dari perkiraan penghasilan neto
Clan bersifat final atas penghasilan WPLN : penghasilan
dari penjualan harta di Indonesia, Premi asuransi yang
dibayarkan ke luar negeri
PPh Final 4 Ayat (2)
Objek PPh final 4ayat (2)
1. Diskonto/ bungan obligasi
2. Penghasilan dari penjualan
3. Bunga deposit dan
tabungan
4. Penghasilan berupa hadian
atas undian
5. Penghasilan atas sewa
tanah
6. Penghasilan dari jasa
kontruksi
7. Pengasilan darin pengalihan
atas tanah
8. Dividen yang diterima wajib
pajak
9. Bungan atau diskonto dari SB
10. Bunga simpanan yang
dibayarkan oleh koperasi
11. Penghasilan atas deviden
yang diterima WP
12. Penghasilan dari usaha
UU PPh No. 36 Tahun
2008
1.
2.
3.
0% untuk tahun 2009-2010
5% untuk tahun 2011- 2013
15% untuk tahun 2014
seterusnya
Karakteristik PPh Final 4 ayat (2)
1. Pengenaan diatur khusus dengan peraturan
pemerintah
2. Penghasilan yang dikenakan PPh final tidak perlu
digabung dengan penghasilan lainnya
3. Jumlah PPh final baik yang telah dipotong sendiri
atau dipotong
4. Biaya-biaya yang dikeluarkan untuk
memperolehpenghasilan yang dikenai PPh final
tidak dapat dikurangkan
PPh Pasal 15
Merupakan PPh yang dikenakan berdasarkan Norma
Perhitungan Khusus (NPK) yang meliputi:
PPh atas sewa pesawat udara dalam negeri, tarif pajaknya
1,8% dari peredaran bruto dan sifatnya tidak final
PPh final perusahaan Pelayaran dalam negeri, tarif pajaknya
1,2% dari peredaran bruto dan sifatnya final
PPh final perusahaan pelayaran/ penerbangan Luar negeri,
tarif pajaknya 2,64% dari peredaran bruto sifatnya final
PPh final atas WP luar negeri yang mempunyai kantor
perwakilan dagang di Indonesia, tarif pajaknya 0,44% dari
nilai ekspor bruto bersifat final
Penghasilan neto WP BUT dari kegiatan usaha pengeboran
minyak dan gas bumi, tarif pajaknya 14% dari penghasilan
bruto bersifat final
Tax Planing PPh Pasal
22/23/26 dan PPh Final
Dan beberapa hal krusial
Masalah Pembuatan
Kontrak
Tax Planning PPh Pasal
25 Orang Pribadi
PerMenkeu No.
255/PMK.o3/2008
Konflik dalam witholding
tax
Rekonsiliasi objek
witholding tax dengan LK
Klausal Kontrak dengan
WPLN
Tarifnya Per-Dirjen Pajak
No.35/PJ/2009 ditetapkan
0,75% dari jumlah
peredaran bruto setiap
bulan dari masing-masing
tempat usaha
Thank You
Portfolio Presentation
Download