SCIENTIA VOL. 8 NO. 1, FEBRUARI 2018 SCIENTIA SCIENTIA Jurnal Farmasi dan Kesehatan Diterbitkan oleh STIFI Perintis Padang setiap bulan Februari dan Agustus Website : http://www.jurnalscientia.org/index.php/scientia 8 (1) ; 104 – 118, 2018 PENGARUH PELAYANAN FARMASI KLINIS DI RUMAH SAKIT OLEH APOTEKER PADA KEJADIAN PERMASALAHAN TERKAIT OBAT Theresia Ratnadevi, Norisca Aliza Putriana Fakultas Farmasi, Universitas Padjadjaran *Email: [email protected] ABSTRAK Saat ini, apoteker yang bekerja di rumah sakit lebih dituntut untuk memberikan pelayanan farmasi klinik yang berorientasi kepada pasien. Tujuannya adalah untuk mengingkatkan output pengobatan pasien dan meningkatkan keselamatan pasien. Apoteker dituntut untuk berperan dalam meningkatkan keselamatan pasien terutama terhadap masalah terkait obat (Drug Related Problems, DRPs). Kejadian terkait obat adalah masalah yang sering ditemui dalam pengobatan pasien terutama pasien yang dirawat di rumah sakit. Kategori dan kejadian DRPs yang terjadi berbeda-beda di tiap rumah sakit atau bahkan di berbagai negara. Hasil pengkajian 10 jurnal ditemukan bahwaDRPs paling sering terjadi yaitu berhubungan dengan obat seperti pemilihan obat, dosis, obat yang tidak diperlukan, dan interaksi obat. Apoteker paling banyak berperan pada tingkat peresepan untuk menangani kejadian DRPs yang beragam tersebut. Peran apoteker dalam menangani DPRs dapat dilakukan pada tingkat pasien dan obat juga. Selain apoteker, peran dari kolaborasi antara tenaga kesehatan yang terlibat memiliki pengaruh yang penting dalam mengatasi kejadian DRPs pada pasien. Kata Kunci: Permasalahan Terkait Obat, Apoteker, Pengkajian Pengobatan, Manajemen, Rumah Sakit, Keselamatan Pasien ABSTRACT Currently, pharmacists working in hospitals are more required to provide patient-oriented clinical pharmacy services. The goals are to improve patient treatment outcomes and to improve patient safety. Pharmacists are required to have a role for improving patient safety especially on Drug Related Problems (DRPs). DRPs are commonly found in patient treatment or medication, especially hospitalized patients. The categories and issues of DRPs that occur are vary in each hospital or even in different countries. This article reviewed 10 journals and found that most commonly DRPs were associated with drugs such as drug selection, dosage, unnecessary drugs, and drug interactions. Pharmacists do the most intervention at prescription levels for managing DRPs. But the role can be done at the patient and drug levels as well. Not only pharmacists, but collaboration between health providers involved has an important influence in overcoming and managing the incidence of DRPs in patients. Keywords: Drug Related Problems, Pharmacist, Medication Review, Management, Hospital, Patient Safety p-ISSN : 2087-5045 e-ISSN : 2502-1834 104 SCIENTIA VOL. 8 NO. 1, FEBRUARI 2018 PENDAHULUAN Pelayanan Kefarmasian di rumah sakit terbagi dalam dua kegiatan utama yaitu penyediaan perbekalan farmasi dan pelayanan farmasi klinik. Namun, saat ini apoteker yang bekerja di rumah sakit lebih dituntut untuk memberikan pelayanan kefarmasian yang lebih berorientasi kepada pasien(Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2016). Pelayanan Kefarmasian oleh seorang apoteker yang beriorientasi pada pasien di rumah sakit lebih dikhususkan pada pemberian pelayanan farmasi klinik dengan tujuan untuk meminimalkan terjadinya permasalahan terkait obat atau Drug Related Problems (DRPs) dan meningkatkan keselamatan pasien(Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2016). Pasien harus menjadi fokus utama dari seorang apoteker dalam menentukan pilihan dan tindakan medis yang harus dilakukan untuk meningkatkan outcome terhadap suatu terapi (Strand et al., 1990). Tidak hanya oleh apoteker, tetapi DRPs ini juga menjadi fokus utama dari tenaga kesehatan lainnya dalam hal meningkatkan hasil terapi yang diinginkan melalui proses identifikasi, resolusi, dan pencegahan terjadinya DRPs(Ruiz-Millo et al., 2017). 1. Definisi DRPs didefinisikan sebagai kejadian atau keadaan yang melibatkan penggunaan obat dalam terapi yang secara nyata atau berpotensi mempengaruhi hasil pengobatan yang diharapkan(Fondation Pharmaceutical Care Network Europe, 2017; Hepler & Strand, 1990). Kasus DRPs di rumah sakitdapat terjadi pada saat penerimaan, pemeriksaan, dan penyerahan obat kepada pasien(Ruiz-Millo et al., 2017). Bahkan, DRPs dapat terjadi setelah pasien keluar dari rumah sakit (Ellitt et al., 2010). 2. Kategori DRPs dapat dikelompokkan berdasarkan penyebab dan intervensi yang dilakukan terhadap kasus tersebut. DRPs berdasarkan penyebabnya terbagi dalam beberapa kategori: pemilihan obat, bentuk sediaan obat, dosis, durasi pengobatan, penyerahan obat (baik dari peresepan p-ISSN : 2087-5045 hingga proses penyerahan kepada pasien), cara penggunaan obat, perilaku pasien, dan lainnya. Sedangkan, DRPs berdasarkan intervensi yang dilakukan untuk penanganannya terbagi dalam kategori: tidak ada intervensi, intervensi pada tingkat peresepan, tingkat pasien, tingkat obat, atau lainnya(Fondation Pharmaceutical Care Network Europe, 2017). Pengelompokan DRPs tidak hanya terbatas pada sistem tersebut(van Mil et al., 2004). Ada beberapa sistem yang mengelompokkan DRPs dengan cara yang berbeda yaitu dalam 4 kategori: indikasi, efektivitas, keamanan, dan kepatuhan(Cipolle et al., 2004). Namun, secara garis besar, penyebab terjadinya DRPs memiliki kemiripan pada setiap sistem kategori yang digunakan. Sistem kategori digunakan untuk memudahkan identifikasi DRPs yang terjadi pada suatu kasus. Sistem ini juga bermanfaat untuk tujuan penelitian yang digunakan sebagai alat ukur yang menjadi indikator dalam keluaran hasil pelayanan kefarmasian(Fondation Pharmaceutical Care Network Europe, 2017). Namun, identifikasi DRPs dengan menggunakan suatu sistem kategori tersebut lebih memudahkan dalam meberikan gambaran mengenai DRPs yang paling banyak terjadi, memudahkan dalam pengambilan keputusan hingga dapat menyatakan kategori mana yang berdampak serius terhadap pasien ataupun memiliki pengaruh yang signifikan terhadap aspek klinis(Campanelli, 2012). 3. Dampak dari DRPs pada Keselamatan Pasien DRPs telah secara nyata memiliki pengaruh terhadap keselamatan pasien dan outcome terapi yang diharapkan(Fondation Pharmaceutical Care Network Europe, 2017). Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengetahui dampak DRPs tersebut. Beberapa dampak yang dapat ditimbulkan akibat DRPs yang terjadi pada pasien antara lain:pasien membutuhkan perawatan di rumah sakit (pasien masuk rumah sakit)(Somers et al., 2010), peningkatan biaya, morbiditas, dan mortalitas(Al-Hajje et al., 2012; Krähenbühl-Melcher et al., 2007). Salah satu penelitian menunjukkan e-ISSN : 2502-1834 105 SCIENTIA VOL. 8 NO. 1, FEBRUARI 2018 bahwa DRPs menyebabkan 56,8% pasien memerlukan penggantian terapi, 22,5% kasus membutuhkan tambahan terapi, atau menyebabkan waktu rawat inap yang lebih lama sebesar 20,8%(Ruiz-Millo et al., 2017). Kesalahan pengobatan dan efek samping obat menjadi salah satu penyebab memungkinkan yang berpengaruh signifikan secara klinis (prevalensi 4.6– 12.1%) terhadap dirawatnya pasien di rumah sakit (masuk rumah sakit)(Al Hamid et al., 2014; Krähenbühl-Melcher et al., 2007).Namun, masuknya pasien ke rumah sakit karena mengalami efek samping obat (salah satu kasus DRPs) sesungguhnya dapat dihindari (van der Hooft et al., 2008). Tujuan dilakukan penulisan artikel review ini adalah memberikan gambaran atau rekomendasi pengembangan pelayanan kefarmasian di rumah sakit khususnya di Indonesia dalam hal peningkatan peran seorang apoteker terutama dalam hal meminimalisir permasalahan terkait obat yang berorientasi terhadap keselamatan pasien. Selain itu, artikel ini diharapkan dapat memberikan contoh gambaran mengenai kasus-kasus DRPs yang paling banyak terjadi di rumah sakit pada beberapa negara sehingga para apoteker di rumah sakit khususnya di Indonesia dapat meningkatkan kewaspadaan terhadap kejadian DRPs tersebut. METODE REVIEW Metode yang digunakan pada penulisan artikel ini adalah studi literatur dengan menggunakan bantuan search engine yaitu google scholar, dan situs penyedia jurnal online yaitu NCBI, BioMed, PubMed, dll. Pencarian literatur dilakukan dengan kata kunci “drug related problems”, “medication related problem”, atau “medicine related problem” yang dikombinasikan dengan kata kunci “pharmacist”, “medical review”, “medical assessment”, “clinical management”, “hospital” dan “patient safety”. Literatur yang digunakan sebagai materi data ilmiah adalah artikel dengan rentang publikasi tahun 2012 – 2017. Kriteria inklusi untuk artikel yang dipilih yaitu untuk artikel penelitian, mengandung kata kunci pencarian yang digunakan, kegiatan penelitian atau subjek penelitian dilakukan di rumah sakit, dan dijelaskan bahwa intervensi atau kegiatan penelitian melibatkan apoteker (pharmacist).Artikel tidak digunakan apabila: bukan merupakan artikel penelitian, tidak mengandung kata kunci yang dikehendaki terutama tentang DRPs, kegiatan pengkajian atau intervensi tidak dilakukan oleh apoteker, kegiatan penelitian tidak dilakukan di rumah sakit. Dari seluruh jurnal hasil pencarian, dipilih sepuluh jurnal yang menjadi acuan utama dalam membahas topik yang diangkat di dalam penulisan artikel ini. HASIL Seluruh artikel utama yang digunakan sebagai acuan membahas mengenai DRPs dengan lokasi penelitian yang dilakukan di rumah sakit dan melibatkan peran apoteker dalam proses penelitiannya. Setiap artikel menggunakan kategori DRPs yang berbeda-beda namun memiliki beberapa kemiripan. Kategori pada masing-masing jurnal tersebut dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1. Kategori DRPs yang digunakan dalam penelitian pada jurnal acuan Judul Clinical impact of an interdisciplinary patient safety program for managing drug‑related problems in a long‑term care hospital(Ruiz-Millo et al., 2017) p-ISSN : 2087-5045 Tahun 2017 Lokasi (Negara) Comprehensive Medical Unit (CMU) Valencia (Spanyol) Kategori DRPs • Indikasi • Efektivitas • Keamanan • Kepatuhan I E K K Subkategori: e-ISSN : 2502-1834 106 SCIENTIA VOL. 8 NO. 1, FEBRUARI 2018 Judul Tahun Lokasi (Negara) Kategori DRPs Memerlukan tambahan obat Pengobatan yang tidak sesuai Terapi obat yang tidak diperlukan Dosis terlalu rendahDosis terlalu tinggi Efek samping obat Ketidakpatuhan terhadap pengobatan Analysis of drugrelated problems in three departments of a German University hospital(Lenssen et al., 2016) 2016 University Hospital RWTH Aachen (Jerman) Drug-related problems identification in general internalmedicine: The impact and role of the clinical pharmacist and pharmacologist(Gu ignard et al., 2015) Characterization of drug-related problems identified by clinical pharmacy staff at Danish hospitals(Kjeldsen et al., 2014) 2015 Internal Medicine Ward, Geneva University Hospitals (Swiss) • • • • • • • • • • • • • • • • • • 2014 Danish Hospital • Pharmacies • (Denmark) • • • • Drug related problems and pharmacist interventions in a geriatric unit employing electronic prescribing(Raimba ult-Chupin et al., 2013) 2013 Angers University Hospital (Perancis), unit geriatrik akut In-hospital medication reviews reduce unidentified 2013 University Hospital of Lund (Swedia), unit penyakit dalam p-ISSN : 2087-5045 Obat Bentuk sediaan/kekuatan Dosis Indikasi Kontraindikasi Interaksi obat-obat Efek samping obat Kepatuhan Administrasi Lainnya Interaksi obat Dosis kurang Dosis berlebih Obat tanpa indikasi Indikasi tidak diobati Pemilihan obat tidak tepat Efek samping obat Lainnya Dosis (terlalu tinggi, terlalu rendah, dll). Waktu pemberian dan interval Efek samping Interaksi Bentuk sediaan dan kekuatan Ketidakpatuhan terhadap petunjuk tata laksana • Duplikasi terapetik • Alergi obat • Durasi pengobatan • Tambahan pengobatan • Electronic patient chart related (EPCrelated) • Obat tidak sesuai • Indikasi tidak diobati • Dosis terlalu tinggi • Rute pemberian obat yang tidak sesuai • Interaksi obat • Dosis terlalu rendah • Ketidaksesuaian dengan petunjuk tata laksana dan kontraindikasi • Obat tanpa indikasi • Monitoring obat • Efek samping obat • Kegagalan menerima obat Kategori DRPs berdasarkan risiko: • Obat yang dapat dipertukarkan (generik, analog substitusi sesuai dengan regulasi e-ISSN : 2502-1834 107 SCIENTIA VOL. 8 NO. 1, FEBRUARI 2018 Judul drug-related problems(Bondesso n et al., 2013) Tahun Lokasi (Negara) Design of a score to identify hospitalized patients at risk of drug-related problems(Urbina et al., 2014) 2014 Rumah sakit universitas tersier dengan kapasitas 431 tempat tidur (Spanyol) Impact of the Pharmacist Medication Review Services on DrugRelated Problems and Potentially 2014 Residential Medication Management Review (RMMR), data rekam medis seluruh penduduk p-ISSN : 2087-5045 Kategori DRPs daerah) • Interaksi C/D (C: interaksi pada kombinasi obat yan membutuhkan penyesuaian dosis, D: interaksi pada kombinasi obat yang harus dihindari) • Terapi obat yang kurang diperlukan • Obat atau dosis yang tidak disesuaikan dengan fungsi ginjal atau ketidakmampuan menghitung klirens kreatinin • Obat yang membutuhkan pemantauan kadar obat • Permasalahan penanganan obat (contoh: obat ditelan/dihancurkan) • Alergi atau seruapa • Lainnya Sub-kategori: • Salah obat • Obat tidak diperlukan • Efek samping obat • Dosis terlalu tinggi • Membutuhkan tambahan obat • Dosis terlalu rendah • Monitoring sub-optimal dari obat • Ketidakpatuhan • Kesalahan penyerahan • Pemilihan obat o Obat tidak sesuai (kontraindikasi) o Obat tanpa indikasi o Kombinasi tidak sesuai (interaksi obat-obat/obat-makanan) o Indikasi tidak diobati o Ada obat yang lebih efektif secara biaya • Pemilihan dosis o Bentuk sediaan tidak sesuai o Dosis (kurang atau lebih) o Regimen dosis (terlalu banyak/sedikit) o Tidak ada monitoring kadar obat • Eliminasi o Penyesuaian dosis o Durasi pengobatan terlalu panjang • Proses penggunaan obat o Waktu dan interval penggunaan tidak tepat o Cara pemberian tidak sesuai • Logistik (ketersediaan obat dan kesalahan penggunaan resep elektronik) • Pemilihan obat • Dosis berlebih/kurang • Kepatuhan • Kondisi tidak diobati • Monitoring • Edukasi atau informasi e-ISSN : 2502-1834 108 SCIENTIA VOL. 8 NO. 1, FEBRUARI 2018 Judul Inappropriate Prescribing of Renally Cleared Medications in Residents of Aged Care Facilities(Gheewala et al., 2014) Drug-related problems (DRPs) identified from geriatric medication safety review clinics(Chan et al., 2012) Effects of a pharmacist-led structured medication review in primary care on drugrelated problems and hospital admission rates: a randomized controlled trial(Lenander et al., 2014) Tahun Lokasi (Negara) Kategori DRPs australia yang di • Tidak dapat diklasifikasikan rawat di rumah • Toksisitas atau efek samping sakit (Australia) 2012 National Taiwan • University Hospital • (Taiwan) • • • • Efek samping obat Pemilihan obat Dosis Pengunaan obat Interaksi Lainnya 2014 Primary health care • centre di • Stockholm, Swedia • • • • • Salah obat Efek samping obat Kepatuhan Dosis terlalu rendah Dosis terlalu tinggi Membutuhkan obat tambahan Terapi obat tidak diperlukan Berdasarkan analisa dari masing-masing penelitian, kasus DRPs yang paling sering terjadi dapat dilihat pada Tabel 2 Tabel 2. Hasil temuan kejadian DRPs Penulis (Ruiz-Millo al., 2017) Subjek Penelitian et • 162 pasien geriatri (usia ≥ 70 tahun) • polifarmasi (obat ≥ 5) • dipindahkan dari acute hospitals keCMU. (Lenssen et al., • 2016) • p-ISSN : 2087-5045 306 pasien diberikan pelayanan kefarmasian. Usia rata-rata pasien: 65,9 tahun Kejadian DRPs • 895 DRPs dengan rata-rata 5 kejadian (kejadian 1-23) per pasien terjadi pada 153 pasien (94,4%). • 50,1% kategori indikasi • 32,7% kategori keamanan • DRPs yang paling sering terjadi: o obat tidak diperlukan (25.3%) o dosis terlalu tinggi (24.9%) o membutuhkan tambahan obat (24.8%). • 632 kasus (70,6%): berpotensial terjadi DRP dan tidak mencapai pasien • 751 kasus (83,9%): dapat dicegah • Seluruh kasus DRP yang dapat dicegah merupakan kasus kesalahan pengobatan yang terjadi pada proses pemilihan dan peresepan obat (59,5%), dan pada monitoring terapi (31,3%). • 702 kasus DRPs dengan rata-rata lebih dari 2 kejadian per pasien (min = 1, max = 11 DRPs) • DRPs yang paling sering terjadi: o Interaksi obat-obat 34.6 % e-ISSN : 2502-1834 109 SCIENTIA VOL. 8 NO. 1, FEBRUARI 2018 Penulis (Guignard et al., 2015) (Kjeldsen et al., 2014) (RaimbaultChupin et al., 2013) (Bondesson al., 2013) et Subjek Penelitian • Rata-rata jumlah obat yang diresepkan per pasien: 11,3 obat/patient (min = 1, max = 35) • 145 Pasien yang mengunjungi bangsal penyakit dalam • Rata-rata usia 68 tahun (rentang 21-99 tahun) • Pengobatan pasien dikaji setiap 1 jam per pasien • • Data diambil dari database DRP di negara Denmark, bulan Juli 2010 – Juni 2013 • Jumlah: 124,718 data terbagi dalam 3 periode waktu o Juli 2010 – Juni 2011 o Juli 2011 – Juni 2012 o Juli 2012 – Juni 2013 • 478 pasien rawat inap (waktu tinggal lebih dari 48 jam) di unit geriatrik (usia ≥ 70 tahun) • 311 pasien yang menjalani pengkajian oleh apoteker • 141 pasien (70 intervensi, 71 kontrol) dengan kriteria: o Pasien rawat inap unit penyakit dalam o Usia ≥ 65 tahun o Menggunakan paling sedikit 3 obat rutin • Eksklusi: pasien dirawat kurang dari 5 hari kerja atau termasuk juga ke dalam kelompok intervensi atau kontrol Kejadian DRPs • 37 % DRPs teridentifikasi sebelum pasien masuk rumah sakit • 27 % selama perawatan transisi • • • Rata-rata 2,6 DRP per pasien 81% pasien mengalami 1 kejadian DRP 94% pasien subjek penelitian merupakan pasien polifarmasi yaitu menerima lebih dari 5 obat • DRPs yang paling sering terjadi: o Interaksi obat (21%) o Indikasi tidak diobati (18%) o Dosis berlebih (16%) o Obat tanpa indikasi (10%) • Jumlah DRPs: 72.004, jumlah kejadian meningkat tiap periode: o Periode 1: 15.901 DRPs o Periode 2: 27.203 DRPs o Periode 3: 28.940 DRPs • DRPs yang paling sering terjadi: o Dosis (17%) o Ketidakpatuhan terhadap petunjuk tata laksana (16%) o Tambahan pengobatan (15%) • • • • • • • p-ISSN : 2087-5045 Jumlah DRPs: 241, sebanyak 142 pasien (49%) mengalami paling sedikit 1 DRPs DRPs yang paling sering terjadi: o Indikasi tidak diobati (24,1%) o Dosis terlalu tinggi (19,1%) o Rute pemberian obat yang tidak sesuai (12,9%) o Interaksi obat (9,5%) 690 DRPs yang teridentifikasi, rata-rata 9,8 DRPs per pasien Kelompok kontrol (tidak menerima intervensi apoteker) menunjukkan penggunaan obat yang kurang diperlukan lebih banyak (69,0%) daripada kelompok intervensi (41,4%) Kategori DRPs yang paling banyak terjadi pada kelompok intervensi: o Penggantian obat yang dapat dipertukarkan (80%) o Interaksi C/D (71,4%) o Obat yang memerlukan pemantauan kadar obat (51,4%) Kategori DRPs yang paling banyak terjadi pada kelompok kontrol: o Interaksi C/D (74,7%) o Penggunaan obat yang kurang diperlukan (69,0%) o Penggantian obat yang dapat dipertukarkan (67,6%) Semua subkategori DRPs pada kelompok e-ISSN : 2502-1834 110 SCIENTIA VOL. 8 NO. 1, FEBRUARI 2018 Penulis Subjek Penelitian (Urbina et al., • 2014) • (Gheewala al., 2014) (Chan 2012) et 7202 Pasien yang masuk rumah sakit langsung ke unit pelayanan kritis Usia > 18 tahun (ratarata 58,9 tahun, rentang 18-101) et • Data medis dari 911 penduduk yang pernah dirawat di fasilitas perawatan pasien usia lanjut di Australia al., • 193 Pasien rawat jalan di National Taiwan University Hospital Usia ≥ 65 tahun, ratarata usia 76,2 tahun Pasien menerima resep dengan obat ≥ 8 (untuk pengobatan 28 hari) atau mendapat kunjungan dari 3 dokter berbeda, rata-rata 8,9 obat per pasien. • • Kejadian DRPs intervensi menunjukkan penurunan frekuensi yang signifikan dibandingkan dengan kelompok kontrol. DRPs lebih kurang signifikan secara klinis pada kelompok intervensi. • Rata-rata kejadian DRPs 2,13 per pasien, paling tidak 2150 pasien (29,9%) dari 7202, mengalami 1 DRPs. Total 4588 DRPs. • DRPs yang paling sering terjadi: o Kesalahan penggunaan resep elektronik (23,9%) o Salah kombinasi obat-obat/obat-makanan (11,2%) o Penyesuaian dosis karena kondisi ginjal (10,0%) • DRPs yang teridentifikasi sebanyak 2712 kasus (98% dari subjek). Jumlah DRPs per pasien: 3,2 kasus. • DRPs yang paling sering terjadi: o Masalah terkait obat: kontraindikasi (6,1%) o Dosis: dosis terlalu tinggi (2,9%) o Kepatuhan: pemakaian kurang (3,1%) • • • • (Lenander et al., • 2014) • p-ISSN : 2087-5045 209 pasien dengan usia ≥ 65 tahun yang menerima 5 obat atau lebih, memiliki jadwal kontrol rutin dengan dokter umum. Kelompok intervensi 75 pasien dan kelompok kontrol 66 pasien • • DRPs yang teridentifikasi sebanyak 427 kasus dengan kejadian 2,2 DRPs per pasien). 87% pasien mengalami paling sedikit 1 DRP. Kategori dan DRPs yang paling sering terjadi: o Masalah penggunaan obat (35%): obat tidak digunakan/tidak diberikan o Masalah pemilihan obat (30%): duplikasi obat (11%) o Interaksi (12%): interaksi yang potensial Penyebab DRPs yang paling sering terjadi: o Pemilihan obat yang tidak sesuai (28%) o Pasien berhati-hati dengan obat yang diberikan (13%) o Pasien lupa menggunakan obat (12%) Intervensi yang paling banyak dilakukan: o Tingkat peresepan: intervensi dilakukan tetapi outcome tidak diketahui (66%) o Tingkat pasien: pasien dirujuk ke pemberi resep (80%) o Tingkat obat: penghentian obat (25%) Jumlah rata-rata intervensi yang dilakukan: 2,5 intervensi per masalah Kejadian DRPs rata-rata per pasien sebanyak 1,73 kasus pada kelompok intervensi (yang dilakukan pengkajian pengobatan) dan kelompok kontrol sebanyak 1,37 kasus. DRPs yang sering terjadi: o Efek samping obat (0,64 per pasien pada kelompok intervensi dan 0,53 per pasien pada kelompok kontrol) o Masalah kepatuhan (0,37 per pasien pada kelompok intervensi dan 0,33 per pasien pada kelompok kontrol). e-ISSN : 2502-1834 111 SCIENTIA VOL. 8 NO. 1, FEBRUARI 2018 Berdasarkan hasil review dari kesepuluh jurnal tersebut, dapat dinyatakan bahwa pasien yang dirawat di rumah sakit umumnya mengalami DRPs lebih dari 1 kasus atau pun setidaknya pasien mengalami kejadian DRP. Kasus DRPs paling sering terjadi pada tingkat obat, misalnya masalah pemilihan obat, indikasi yang tidak diobati, obat yang tidak diperlukan, dosis, efek samping obat, dan interaksi obat. Selain itu, masalah lain yang sering terjadi pada pasien adalah masalah kepatuhan. Suatu penelitian menunjukkan bahwa efek samping obat dan ketidakpatuhan pasien adalah tipe DRPs yang paling penting (Somers et al., 2010). Penelitian lain juga menemukan bahwa meningkatnya jumlah obat yang diresepkan pada pasien berhubungan dengan semakin tingginya jumlah kejadian DRP yang terjadi (Viktil et al., 2007)sehingga dapat dinyatakan bahwa pasien dipertimbangkan membutuhkan pelayanan kefarmasian oleh apoteker(Lenssen et al., 2016). Setiap temuan kejadian DRPs di rumah sakit sebaiknya dilakukan penanganan atau terdapat suatu tindakan intervensi yang diambil oleh Apoteker. Kategori intervensi yang dapat dilakukan seperti: tidak ada intervensi, intervensi pada tingkat peresepan, tingkat pasien, tingkat obat, atau lainnya(Fondation Pharmaceutical Care Network Europe, 2017). Adapun intervensi dan kategori intervensi yang dilakukan sebagai seorang apoteker dalam implementasi pelayanan farmasi klinik terkait DRPs pada masingmasing penelitian dapat dilihat pada tabel 3. Tabel 3. Intervensi dan kategori intervensi oleh apoteker\ Penulis Penanganan atau peran Apoteker terhadap kejadian DRPs (Ruiz-Millo et • Program keamanan pasien interdisiplin: identifikasi, al., 2017) pencegahan, penyelesaian kasus DRP. Interdisiplin dilakukan oleh dokter, perawat, apoteker, dan penyedia kesehatan lainnya. • Efektivitas program: 94,9% mencegah dan menangani kejadian DRPs (efek samping obat 92,5%, pengobatan yang kurang optimal atau kegagalan terapi 91,7). • Apoteker melakukan rekomendasi sebanyak 93,8% dari seluruh kasus DRPs yang ditemukan, berupa: o individualisasi regimen dosis (27,5%) o penghentian penggunaan obat (27,3%) o memulai obat (21,9%) (Lenssen et • Intervensi apoteker (pelayanan kefarmasian) pada pasien: al., 2016) o memberikan konseling setelah pasien masuk dalam ruang perawatan o rekonsiliasi pengobatan saat penerimaan pasien masuk rumah sakit o Memberikan informasi terkait terapi obat yang diberikan (dilakukan ketika dibutuhkan atau ketika pengobatan pasien mengalami perubahan) o Pemeriksaan obat yang mendetail (sesuai parameter yang ditetapkan pada penelitian) saat konsultasi kefarmasian pertama kepada pasien dan jika pasien mendapatkan pengobatan baru selama di rawat inap • Intervensi apoteker (pelayanan kefarmasian) lainnya: o Pemeriksaan keamanan pengobatan o Rekomendasi obat alternatif kepada dokter apabila obat tidak tersedia o Memberikan rekomendasi untuk setiap DRPs yang terjadi pada tim kesehatan yang ada di ruang perawatan o extended medication history (melengkapi rekam medik) o Dokumentasi (hanya dilakukan jika rekomendasi p-ISSN : 2087-5045 e-ISSN : 2502-1834 Kategori Intervensi • Tingkat peresepan • Tingkat obat • Tingkat peresepan • Tingkat pasien • Tingkat obat 112 SCIENTIA VOL. 8 NO. 1, FEBRUARI 2018 Penulis Penanganan atau peran Apoteker terhadap kejadian DRPs kefarmasian diperlukan dan untuk mendokumentasikan tindak lanjut dari rekomendasi yang diberikan) • Contoh rekomendasi terbukti membantu: o Dosis (penyesuaian dosis untuk pasien gagal hati atau ginjal) o Kontraindikasi dan indikasi (obat kurang atau tidak sesuai) o Pemeriksaan interaksi obat-obat o Melengkapi rekam medis untuk mengeliminasi kesalahan penulisan resep dan memastikan keamanan pasien selama perawatan transisi. (Guignard et • Peran apoteker: deteksi DRPs, pengkajian bersama spesialis al., 2015) farmakologi klinis (dokter) mengenai DRPs yang terjadi • Intervensi apoteker dilakukan berdasarkan relevansi dan kompleksitas dari DRPs. Tindakan yang dilakukan: o 51% Tidak ada intervensi (dan tidak ada tindak lanjut), dilakukan ketika monitoring ketat telah tersedia atau tidak relevan secara klinis misalnya obat memiliki rentang terapi yang luas. o 42 % Rekomendasi lisan kepada dokter atau perawat selama visite (paling banyak dilakukan): optimisasi pengobatan, modifikasi pengobatan (penggantian bentuk sediaan), atau memulai monitoring o 7 % Rekomendasi tertulis mengenai konsultasi dari farmakologis klinis, dilakukan jika diminta oleh dokter penulis resep untuk mengganti tindakan medis yang dilakukan saat ini, masalah terlalu kompleks untuk dijelaskan secara lisan (terdapat interaksi lebih dari 2 obat dengan ada atau tidak ada penghambat/peningkat kerja obat), membutuhkan monitoring kadar obat dalam darah untuk beberapa hari setelah penyesuaian dosis setelah pemeriksaan medis, atau ketika efek samping obat harus dilaporkan ke badan nasional setempat. • Penerimaan rekomendasi pada tingkat peresepan sebesar 84% dengan tingkat kepuasan tinggi • Rekomendasi yang dilaksanakan sebesar 69% (Kjeldsen et • Intervensi apoteker: rekomendasi kepada dokter, pengkajian al., 2014) pengobatan untuk mengisi database DRPs • Rekomendasi terhadap DRPs yang paling sering diimplementasikan: o Ketidakpatuhan terhadap petunjuk tata laksana (79%) o Duplikasi terapi (73%) o Waktu pemberian dan interval (70%) • Rekomendasi dengan tingkat implementasi rendah (37%): o Efek samping o Alergi obat (Raimbault• Apoteker berperan dalam memberikan pelayanan farmasi Chupin et al., klinis: 2013) o Validasi permintaan obat (indikasi, dosis, pemilihan obat, durasi, interaksi obat-obat dan obat-penyakit, dll) o Pengkajian permintaan obat o Visitasi pasien bersama sekali seminggu o Riwayat pengobatan pasien ketika pasien masuk rumah sakit o Membuat rekomendasi intervensi kepada dokter o Melakukan pemeriksaan terhadap rekomendasi p-ISSN : 2087-5045 e-ISSN : 2502-1834 Kategori Intervensi • Tingkat peresepan • Tingkat obat • Tingkat peresepan • Tingkat obat • Tingkat peresepan • Tingkat pasien • Tingkat obat 113 SCIENTIA VOL. 8 NO. 1, FEBRUARI 2018 Penulis (Bondesson et al., 2013) (Urbina et al., 2014) (Gheewala et al., 2014) (Chan et al., 2012) (Lenander al., 2014) Penanganan atau peran Apoteker terhadap kejadian DRPs intervensi yang diberikan • Contoh intervensi: o Penyesuaian dosis o Optimalisasi dan pencegahan pemberian obat yang tidak sesuai (membelah atau menggerus obat) o Penambahan obat o Penghentian obat o Penggantian obat o Penggantian rute pemberian obat o Monitoring obat • Penerimaan dokter terhadap rekomendasi intervensi sebesar 90,0%. • Peran apoteker di kelompok intervensi: o Melakukan pengkajian pengobatan terstruktur menggunakan lembar pemeriksaan dan monitoring informasi yang relevan dari pasien. Lembar pemeriksaan digunakan untuk identifikasi DRPs berdasarkan kategori risiko o Identifikasi DRPs o Ikut serta dalam visite: diskusi multiprofesi (dokter, perawat, penyedia perawatan kesehatan, apoteker, paramedik) o Evalusi tipe DRPs dan signifikansi DRPs secara klinis • Memberikan rekomendasi sesuai dengan DRP: 450 kasus (65%) disarankan untuk penggantiaan terapi pengobatan. 329 (73%) saran diimplementasikan, 31 (6,9) rekomendasi tidak diimplementasikan • Peran Apoteker: o memberikan rekomendasi kepada tim medis dalam memberikan intervensi pengobatan pasien o terlibat dalam pengisian rekam medis pasien terkomputerisasi o terlibat dalam pengembangan sistem order dokter terkomputerisasi o menyediakan dan memasukan informasi obat (dosis, frekuensi, rute pemberian, dosis untuk kondisi tertentu, interaksi, efek samping) ke dalam sistem • Peran: o Review data medis pasien o Mengisi data medis pasien terkait DRP yang teridentifikasi dan rekomendasi yang diberikan untuk menangani DRP o Memberikan rekomendasi o Mengkategorikan rekomendasi yang diberikan • Penerimaan rekomendasi oleh dokter umum dari apoteker yang terakreditasi sebesar 84%. Rekomendasi terbanyak diberikan untuk melakukan monitoring dengan pengujian laboratorium dan pengkajian obat yang diresepkan kepada pasien. • Peran: o Review pengobatan pasien o Memberikan intervensi terkait DRPs pada pasien o Monitoring kualitas peresepan obat et • Peran: o Review pengobatan pasien o Memberikan edukasi dan saran kepada pasien p-ISSN : 2087-5045 e-ISSN : 2502-1834 Kategori Intervensi • Tingkat peresepan • Tingkat pasien • Tingkat obat • Tingkat peresepan • Tingkat peresepan • Tingkat peresepan • Tingkat pasien • Tingkat peresepan • Tingkat pasien 114 SCIENTIA VOL. 8 NO. 1, FEBRUARI 2018 Peran apoteker di rumah sakit banyak dilakukan dalam berbagai bentuk kegiatan. Apoteker di rumah sakit berperan dalam meberikan pelayanan farmasi klinis. Peran apoteker tersebut berdasarkan 10 jurnal tersebut, paling banyak dilakukan pada tingkat peresepan (10/10 jurnal) terutama dalam memilihkan obat bagi pasien bersama dengan dokter peresep ataupun melakukan pengkajian resep (pengkajian pengobatan). Peran lainnya yaitu pada tingkat obat (6//10) seperti melakukan pengkajian obat, kesesuaian obat yang diberikan, rute pemberian, dan peran pada tingkat pasien (5/10) misalnya dengan memberikan konseling, edukasi, dan membantu memonitoring output dari pengobatan. Selain itu, intervensi atau rekomendasi dari apoteker menunjukkan penerimaan dan implementasi yang tinggi oleh dokter ketika hal tersebut berkaitan dengan DRPs yang bersifat kritikal (Kjeldsen et al., 2014). Pengkajian pengobatan seperti skrining resep atau order dokter atau rekonsiliasi pengobatan oleh apoteker adalah salah satu tindakan kunci yang dapat dilakukan untuk meningkatkan keamanan pasien dan hasil dari pengobatan pasien(Association & Pharmacists, 2012; Halvorsen et al., 2010). Dari hasil pengkajian artikel acuan, pada umumnya apoteker dapat melakukan intervensi pada tingkat peresepan melalui pemberian rekomendasi kepada dokter atau tenaga kesehatan lainnya terkait DRPs yang ditemukan pada tahap identifikasi. Apoteker berperan dalam identifikasi dan pencegahan terjadinya DRPs(Al-Hajje et al., 2012). Sebagian besar kasus DRPs yang terjadi pada pasien diidentifikasi oleh apoteker (Nishtala et al., 2011). Dampak dari intervensi yang dilakukan apoteker misalnya pengkajian pengobatan oleh apoteker sebagai bentuk perawatan sekunder kepada pasien dapat meningkatkan pengobatan yang diberikanpada pasien (Graabæk & Kjeldsen, 2013) walaupun tidak selalu berdampak signifikan(Geurts et al., 2012), dapat menghasilkan perbaikan dari efek terapetik pengobatan pasien (Westerlund & p-ISSN : 2087-5045 Marklund, 2009), dan juga dapat menurunkan frekuensi terjadinya DRPs melalui optimalisasi farmakoterapi melalui pengkajian pengobatan yang dilakukan oleh apoteker atau farmakologis klinis(Guignard et al., 2015). Dampak lebih luasnya lagi, intervensi yang dilakukan oleh apoteker dapat mengarah pada hasil klinis yang lebih ekonomis dan menguntungkan (Westerlund & Marklund, 2009) seperti dalam menurunkan morbiditas (Gillespie et al., 2009). Namun, intevensi yang dilakukan oleh apoteker berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lainnya juga diperlukan untuk menghasilkan dampak terhadap klinis yang tinggi kepada pengobatan pasien. Kasus DRPs dapat diatasi atau dikelola dengan melakukan pendekatan kolaborasi berbagai tenaga kesehatan(Al-Hajje et al., 2012; Bondesson et al., 2013; Gheewala et al., 2014; Lenssen et al., 2016; Ruiz-Millo et al., 2017). Pelayanan informasi obat (PIO) oleh apoteker ke dokter dan perawat sebaiknya dilakukan di semua departemen di rumah sakit, terkhusus departemen penyakit dalam yang menggunakan regimen obat yang lebih kompleks(Lenssen et al., 2016). Intervensi oleh apoteker sebaiknya juga dilakukan hingga tingkat pasien dan tingkat obat. Intervensi yang dilakukan ini dapat berdampak pada hasil keluaran pengobatan seperti mengurangi durasi perawatan di rumah sakit, mencegah pasien kembali masuk rumah sakit, dan hasil pengaturan beberapa biomarker (kadar lipid, tekanan darah, dll.) yang lebih baik(Guignard et al., 2015), terutama khususnya dalam mengurangi kejadian DRPs(Guignard et al., 2015) ataupun kesalahan pengobatan(Raimbault-Chupin et al., 2013). KESIMPULAN Implementasi pelayanan kefarmasian khususnya di bidang klinis yang dilakukan oleh seorang apoteker di rumah sakit untuk mengidentifikasi, mengurangi, dan menangani permasalah terkait obat sangat diperlukan. DRPs yang terjadi di rumah sakit beberapa negara mennjukkan prevalensi yang berbeda-beda dan e-ISSN : 2502-1834 115 SCIENTIA VOL. 8 NO. 1, FEBRUARI 2018 umumnya dipengaruhi oleh faktor resiko yang dapat meningkatkan kejadian DRPs misalnya jumlah obat yang dikonsumsi dan usia pasien(Lenssen et al., 2016). Pelayanan farmasi klinis oleh apoteker dapat dilakukan pada tingkat peresepan, tingkat pasien, dan tingkat obat, dimana kecenderungan apoteker lebih berperan pada tahap peresepan misalnya dengan ikut terlibat dalam pemilihan obat pasien dengan memberikan rekomendasi terapi kepada dokter atau tenaga medis lainnya. Pemberian pelayanan farmasi klinis oleh apoteker dapat menurunkan kejadian DRPs dan kesalahan pengobatan pada pasien di rumah sakit. DAFTAR PUSTAKA Al-Hajje, A. H., Atoui, F., Awada, S., Rachidi, S., Zein, S., & Salameh, P., 2012, Drug-related problems identified by clinical pharmacist's students and pharmacist's interventions, Annales Pharmaceutiques Françaises, 70(3), 169-176. Al Hamid, A., Ghaleb, M., Aljadhey, H., & Aslanpour, Z., 2014, A systematic review of hospitalization resulting from medicine‑related problems in adult patients, British journal of clinical pharmacology, 78(2), 202217. Association, A. P., & Pharmacists, A. S. o. H.-S., 2012, Improving care transitions: optimizing medication reconciliation, Journal of the American Pharmacists Association, 52(4), e43-e52. Bondesson, Å., Eriksson, T., Kragh, A., Holmdahl, L., Midlöv, P., & Höglund, P., 2013, In-hospital medication reviews reduce unidentified drug-related problems, European journal of clinical pharmacology, 69(3), 647-655. Campanelli, C. M., 2012, American Geriatrics Society Updated Beers Criteria for Potentially Inappropriate Medication Use in p-ISSN : 2087-5045 Older Adults: The American Geriatrics Society 2012 Beers Criteria Update Expert Panel, Journal of the American Geriatrics Society, 60(4), 616-631. Chan, D.-C., Chen, J.-H., Kuo, H.-K., We, C.-J., Lu, I.-S., Chiu, L.-S., & Wu, S.-C., 2012, Drug-related problems (DRPs) identified from geriatric medication safety review clinics, Archives of gerontology and geriatrics, 54(1), 168-174. Cipolle, R., Strand, L., & Morley, P., 2004, Drug Therapy Problems Pharmaceutical Care Practice, McGraw-Hill, NewYork. Ellitt, G. R., Engblom, E., Aslani, P., Westerlund, T., & Chen, T. F., 2010, Drug related problems after discharge from an Australian teaching hospital, Pharmacy World & Science, 32(5), 622-630. Fondation Pharmaceutical Care Network Europe, 2017, The PCNE Classification V8.02. Diambil dari http://www.pcne.org/workinggroups/2/drug-related-problemclassification Geurts, M. M. E., Talsma, J., Brouwers, J. R. B. J., & de Gier, J. J., 2012, Medication review and reconciliation with cooperation between pharmacist and general practitioner and the benefit for the patient: a systematic review, British journal of clinical pharmacology, 74(1), 16-33. Gheewala, P. A., Peterson, G. M., Curtain, C. M., Nishtala, P. S., Hannan, P. J., & Castelino, R. L., 2014, Impact of the pharmacist medication review services on drug-related problems and potentially inappropriate prescribing of renally cleared medications in residents of aged care facilities, Drugs & aging, 31(11), 825-835. Gillespie, U., Alassaad, A., Henrohn, D., Garmo, H., Hammarlund-Udenaes, M., Toss, H., . . . Mörlin, C., 2009, e-ISSN : 2502-1834 116 SCIENTIA VOL. 8 NO. 1, FEBRUARI 2018 A comprehensive pharmacist intervention to reduce morbidity in patients 80 years or older: a randomized controlled trial, Archives of internal medicine, 169(9), 894-900. Graabæk, T., & Kjeldsen, L. J., 2013, Medication reviews by clinical pharmacists at hospitals lead to improved patient outcomes: a systematic review, Basic & clinical pharmacology & toxicology, 112(6), 359-373. Guignard, B., Bonnabry, P., Perrier, A., Dayer, P., Desmeules, J., & Samer, C. F., 2015, Drug-related problems identification in general internal medicine: the impact and role of the clinical pharmacist and pharmacologist, European journal of internal medicine, 26(6), 399406. Halvorsen, K. H., Ruths, S., Granas, A. G., & Viktil, K. K., 2010, Multidisciplinary intervention to identify and resolve drug-related problems in Norwegian nursing homes, Scandinavian journal of primary health care, 28(2), 82-88. Hepler, C. D., & Strand, L. M., 1990, Opportunities and responsibilities in pharmaceutical care, Am J hosp pharm, 47(3), 533-543. Kjeldsen, L. J., Birkholm, T., Fischer, H., Graabæk, T., Kibsdal, K. P., RavnNielsen, L. V., & Truelshøj, T. H., 2014, Characterization of drugrelated problems identified by clinical pharmacy staff at Danish hospitals, International Journal of Clinical Pharmacy, 36(4), 734-741. Krähenbühl-Melcher, A., Schlienger, R., Lampert, M., Haschke, M., Drewe, J., & Krähenbühl, S., 2007, Drugrelated problems in hospitals, Drug safety, 30(5), 379-407. Lenander, C., Elfsson, B., Danielsson, B., Midlöv, P., & Hasselström, J., 2014, Effects of a pharmacist-led structured medication review in p-ISSN : 2087-5045 primary care on drug-related problems and hospital admission rates: a randomized controlled trial, Scandinavian journal of primary health care, 32(4), 180-186. Lenssen, R., Heidenreich, A., Schulz, J. B., Trautwein, C., Fitzner, C., Jaehde, U., & Eisert, A., 2016, Analysis of drug-related problems in three departments of a German University hospital, International Journal of Clinical Pharmacy, 38(1), 119-126. Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2016, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 72 Tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit, Jakarta. Nishtala, P. S., McLachlan, A. J., Bell, J. S., & Chen, T. F., 2011, A retrospective study of drug-related problems in Australian aged care homes: medication reviews involving pharmacists and general practitioners, Journal of Evaluation in Clinical Practice, 17(1), 97-103. Raimbault-Chupin, M., Spiesser-Robelet, L., Guir, V., Annweiler, C., Beauchet, O., Clerc, M.-A., & Moal, F., 2013, Drug related problems and pharmacist interventions in a geriatric unit employing electronic prescribing, International Journal of Clinical Pharmacy, 35(5), 847-853. Ruiz-Millo, O., Climente-Martí, M., Galbis-Bernácer, A. M., & Navarro-Sanz, J. R., 2017, Clinical impact of an interdisciplinary patient safety program for managing drug-related problems in a long-term care hospital, International Journal of Clinical Pharmacy, 1-10. Somers, A., Robays, H., Vander Stichele, R., Van Maele, G., Bogaert, M., & Petrovic, M., 2010, Contribution of drug related problems to hospital admission in the elderly, The e-ISSN : 2502-1834 117 SCIENTIA VOL. 8 NO. 1, FEBRUARI 2018 journal of nutrition, health & aging, 14(6), 477-482. Strand, L. M., Morley, P. C., Cipolle, R. J., Ramsey, R., & Lamsam, G. D., 1990, Drug-related problems: their structure and function, Dicp, 24(11), 1093-1097. Urbina, O., Ferrández, O., Grau, S., Luque, S., Mojal, S., Marin‑Casino, M., . . . Espona, M., 2014, Design of a score to identify hospitalized patients at risk of drug‑related problems, Pharmacoepidemiology and drug safety, 23(9), 923-932. van der Hooft, C. S., Dieleman, J. P., Siemes, C., Aarnoudse, A.-J. L. H. J., Verhamme, K. M. C., Stricker, B. H. C. H., & Sturkenboom, M. C. J. M., 2008, Adverse drug reactionrelated hospitalisations: a population-based cohort study, Pharmacoepidemiology and drug safety, 17(4), 365-371. p-ISSN : 2087-5045 van Mil, J. F., Westerlund, L. T., Hersberger, K. E., & Schaefer, M. A., 2004, Drug-related problem classification systems, Annals of pharmacotherapy, 38(5), 859-867. Viktil, K. K., Blix, H. S., Moger, T. A., & Reikvam, A., 2007, Polypharmacy as commonly defined is an indicator of limited value in the assessment of drug-related problems, British journal of clinical pharmacology, 63(2), 187-195. Westerlund, T., & Marklund, B., 2009, Assessment of the clinical and economic outcomes of pharmacy interventions in drug-related problems, Journal of Clinical Pharmacy and Therapeutics, 34(3), 319-327. e-ISSN : 2502-1834 118