Uploaded by arinalll

PENGARUH PELAYANAN FARMASI KLINIS DI RUMAH SAKIT O

advertisement
SCIENTIA VOL. 8 NO. 1, FEBRUARI 2018
SCIENTIA
SCIENTIA Jurnal Farmasi dan Kesehatan
Diterbitkan oleh STIFI Perintis Padang setiap bulan Februari dan Agustus
Website : http://www.jurnalscientia.org/index.php/scientia
8 (1) ; 104 – 118, 2018
PENGARUH PELAYANAN FARMASI KLINIS DI RUMAH SAKIT
OLEH APOTEKER PADA KEJADIAN PERMASALAHAN
TERKAIT OBAT
Theresia Ratnadevi, Norisca Aliza Putriana
Fakultas Farmasi, Universitas Padjadjaran
*Email: [email protected]
ABSTRAK
Saat ini, apoteker yang bekerja di rumah sakit lebih dituntut untuk memberikan pelayanan
farmasi klinik yang berorientasi kepada pasien. Tujuannya adalah untuk mengingkatkan output
pengobatan pasien dan meningkatkan keselamatan pasien. Apoteker dituntut untuk berperan
dalam meningkatkan keselamatan pasien terutama terhadap masalah terkait obat (Drug Related
Problems, DRPs). Kejadian terkait obat adalah masalah yang sering ditemui dalam pengobatan
pasien terutama pasien yang dirawat di rumah sakit. Kategori dan kejadian DRPs yang terjadi
berbeda-beda di tiap rumah sakit atau bahkan di berbagai negara. Hasil pengkajian 10 jurnal
ditemukan bahwaDRPs paling sering terjadi yaitu berhubungan dengan obat seperti pemilihan
obat, dosis, obat yang tidak diperlukan, dan interaksi obat. Apoteker paling banyak berperan
pada tingkat peresepan untuk menangani kejadian DRPs yang beragam tersebut. Peran apoteker
dalam menangani DPRs dapat dilakukan pada tingkat pasien dan obat juga. Selain apoteker,
peran dari kolaborasi antara tenaga kesehatan yang terlibat memiliki pengaruh yang penting
dalam mengatasi kejadian DRPs pada pasien.
Kata Kunci: Permasalahan Terkait Obat, Apoteker, Pengkajian Pengobatan, Manajemen,
Rumah Sakit, Keselamatan Pasien
ABSTRACT
Currently, pharmacists working in hospitals are more required to provide patient-oriented
clinical pharmacy services. The goals are to improve patient treatment outcomes and to improve
patient safety. Pharmacists are required to have a role for improving patient safety especially on
Drug Related Problems (DRPs). DRPs are commonly found in patient treatment or medication,
especially hospitalized patients. The categories and issues of DRPs that occur are vary in each
hospital or even in different countries. This article reviewed 10 journals and found that most
commonly DRPs were associated with drugs such as drug selection, dosage, unnecessary drugs,
and drug interactions. Pharmacists do the most intervention at prescription levels for managing
DRPs. But the role can be done at the patient and drug levels as well. Not only pharmacists, but
collaboration between health providers involved has an important influence in overcoming and
managing the incidence of DRPs in patients.
Keywords: Drug Related Problems, Pharmacist, Medication Review, Management, Hospital,
Patient Safety
p-ISSN : 2087-5045
e-ISSN : 2502-1834
104
SCIENTIA VOL. 8 NO. 1, FEBRUARI 2018
PENDAHULUAN
Pelayanan Kefarmasian di rumah
sakit terbagi dalam dua kegiatan utama
yaitu penyediaan perbekalan farmasi dan
pelayanan farmasi klinik. Namun, saat ini
apoteker yang bekerja di rumah sakit lebih
dituntut untuk memberikan pelayanan
kefarmasian yang lebih berorientasi kepada
pasien(Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia, 2016). Pelayanan Kefarmasian
oleh seorang apoteker yang beriorientasi
pada pasien di rumah sakit lebih
dikhususkan pada pemberian pelayanan
farmasi klinik dengan tujuan untuk
meminimalkan terjadinya permasalahan
terkait obat atau Drug Related Problems
(DRPs) dan meningkatkan keselamatan
pasien(Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia, 2016). Pasien harus menjadi
fokus utama dari seorang apoteker dalam
menentukan pilihan dan tindakan medis
yang harus dilakukan untuk meningkatkan
outcome terhadap suatu terapi (Strand et al.,
1990). Tidak hanya oleh apoteker, tetapi
DRPs ini juga menjadi fokus utama dari
tenaga kesehatan lainnya dalam hal
meningkatkan hasil terapi yang diinginkan
melalui proses identifikasi, resolusi, dan
pencegahan terjadinya DRPs(Ruiz-Millo et
al., 2017).
1. Definisi
DRPs didefinisikan sebagai kejadian
atau keadaan yang melibatkan penggunaan
obat dalam terapi yang secara nyata atau
berpotensi mempengaruhi hasil pengobatan
yang diharapkan(Fondation Pharmaceutical
Care Network Europe, 2017; Hepler &
Strand, 1990). Kasus DRPs di rumah
sakitdapat terjadi pada saat penerimaan,
pemeriksaan, dan penyerahan obat kepada
pasien(Ruiz-Millo et al., 2017). Bahkan,
DRPs dapat terjadi setelah pasien keluar
dari rumah sakit (Ellitt et al., 2010).
2. Kategori
DRPs
dapat
dikelompokkan
berdasarkan penyebab dan intervensi yang
dilakukan terhadap kasus tersebut. DRPs
berdasarkan penyebabnya terbagi dalam
beberapa kategori: pemilihan obat, bentuk
sediaan obat, dosis, durasi pengobatan,
penyerahan obat (baik dari peresepan
p-ISSN : 2087-5045
hingga proses penyerahan kepada pasien),
cara penggunaan obat, perilaku pasien, dan
lainnya. Sedangkan, DRPs berdasarkan
intervensi
yang
dilakukan
untuk
penanganannya terbagi dalam kategori:
tidak ada intervensi, intervensi pada tingkat
peresepan, tingkat pasien, tingkat obat, atau
lainnya(Fondation Pharmaceutical Care
Network Europe, 2017). Pengelompokan
DRPs tidak hanya terbatas pada sistem
tersebut(van Mil et al., 2004). Ada
beberapa sistem yang mengelompokkan
DRPs dengan cara yang berbeda yaitu
dalam 4 kategori: indikasi, efektivitas,
keamanan, dan kepatuhan(Cipolle et al.,
2004). Namun, secara garis besar, penyebab
terjadinya DRPs memiliki kemiripan pada
setiap sistem kategori yang digunakan.
Sistem kategori digunakan untuk
memudahkan identifikasi DRPs yang
terjadi pada suatu kasus. Sistem ini juga
bermanfaat untuk tujuan penelitian yang
digunakan sebagai alat ukur yang menjadi
indikator dalam keluaran hasil pelayanan
kefarmasian(Fondation
Pharmaceutical
Care Network Europe, 2017). Namun,
identifikasi DRPs dengan menggunakan
suatu sistem kategori tersebut lebih
memudahkan dalam meberikan gambaran
mengenai DRPs yang paling banyak terjadi,
memudahkan
dalam
pengambilan
keputusan hingga dapat menyatakan
kategori mana yang berdampak serius
terhadap pasien ataupun memiliki pengaruh
yang
signifikan
terhadap
aspek
klinis(Campanelli, 2012).
3. Dampak dari DRPs pada
Keselamatan Pasien
DRPs telah secara nyata memiliki
pengaruh terhadap keselamatan pasien dan
outcome terapi yang diharapkan(Fondation
Pharmaceutical Care Network Europe,
2017). Beberapa penelitian telah dilakukan
untuk mengetahui dampak DRPs tersebut.
Beberapa dampak yang dapat ditimbulkan
akibat DRPs yang terjadi pada pasien antara
lain:pasien membutuhkan perawatan di
rumah sakit (pasien masuk rumah
sakit)(Somers et al., 2010), peningkatan
biaya, morbiditas, dan mortalitas(Al-Hajje
et al., 2012; Krähenbühl-Melcher et al.,
2007). Salah satu penelitian menunjukkan
e-ISSN : 2502-1834
105
SCIENTIA VOL. 8 NO. 1, FEBRUARI 2018
bahwa DRPs menyebabkan 56,8% pasien
memerlukan penggantian terapi, 22,5%
kasus membutuhkan tambahan terapi, atau
menyebabkan waktu rawat inap yang lebih
lama sebesar 20,8%(Ruiz-Millo et al.,
2017). Kesalahan pengobatan dan efek
samping obat menjadi salah satu penyebab
memungkinkan
yang
berpengaruh
signifikan secara klinis (prevalensi 4.6–
12.1%) terhadap dirawatnya pasien di
rumah sakit (masuk rumah sakit)(Al Hamid
et al., 2014; Krähenbühl-Melcher et al.,
2007).Namun, masuknya pasien ke rumah
sakit karena mengalami efek samping obat
(salah satu kasus DRPs) sesungguhnya
dapat dihindari (van der Hooft et al., 2008).
Tujuan dilakukan penulisan artikel
review ini adalah memberikan gambaran
atau rekomendasi pengembangan pelayanan
kefarmasian di rumah sakit khususnya di
Indonesia dalam hal peningkatan peran
seorang apoteker terutama dalam hal
meminimalisir permasalahan terkait obat
yang berorientasi terhadap keselamatan
pasien. Selain itu, artikel ini diharapkan
dapat memberikan contoh gambaran
mengenai kasus-kasus DRPs yang paling
banyak terjadi di rumah sakit pada beberapa
negara sehingga para apoteker di rumah
sakit khususnya di Indonesia dapat
meningkatkan
kewaspadaan
terhadap
kejadian DRPs tersebut.
METODE REVIEW
Metode yang digunakan pada
penulisan artikel ini adalah studi literatur
dengan menggunakan bantuan search
engine yaitu google scholar, dan situs
penyedia jurnal online yaitu NCBI,
BioMed, PubMed, dll. Pencarian literatur
dilakukan dengan kata kunci “drug related
problems”, “medication related problem”,
atau “medicine related problem” yang
dikombinasikan
dengan
kata
kunci
“pharmacist”, “medical review”, “medical
assessment”,
“clinical
management”,
“hospital” dan “patient safety”. Literatur
yang digunakan sebagai materi data ilmiah
adalah artikel dengan rentang publikasi
tahun 2012 – 2017. Kriteria inklusi untuk
artikel yang dipilih yaitu untuk artikel
penelitian, mengandung kata kunci
pencarian yang digunakan, kegiatan
penelitian atau subjek penelitian dilakukan
di rumah sakit, dan dijelaskan bahwa
intervensi
atau
kegiatan
penelitian
melibatkan apoteker (pharmacist).Artikel
tidak digunakan apabila: bukan merupakan
artikel penelitian, tidak mengandung kata
kunci yang dikehendaki terutama tentang
DRPs, kegiatan pengkajian atau intervensi
tidak dilakukan oleh apoteker, kegiatan
penelitian tidak dilakukan di rumah sakit.
Dari seluruh jurnal hasil pencarian, dipilih
sepuluh jurnal yang menjadi acuan utama
dalam membahas topik yang diangkat di
dalam penulisan artikel ini.
HASIL
Seluruh
artikel
utama
yang
digunakan sebagai acuan membahas
mengenai DRPs dengan lokasi penelitian
yang dilakukan di rumah sakit dan
melibatkan peran apoteker dalam proses
penelitiannya. Setiap artikel menggunakan
kategori DRPs yang berbeda-beda namun
memiliki beberapa kemiripan. Kategori
pada masing-masing jurnal tersebut dapat
dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Kategori DRPs yang digunakan dalam penelitian pada jurnal acuan
Judul
Clinical impact of
an interdisciplinary
patient
safety
program
for
managing
drug‑related
problems
in
a
long‑term
care
hospital(Ruiz-Millo
et al., 2017)
p-ISSN : 2087-5045
Tahun
2017
Lokasi (Negara)
Comprehensive
Medical
Unit
(CMU)
Valencia
(Spanyol)
Kategori DRPs
•
Indikasi
•
Efektivitas
•
Keamanan
•
Kepatuhan
I
E
K
K
Subkategori:
e-ISSN : 2502-1834
106
SCIENTIA VOL. 8 NO. 1, FEBRUARI 2018
Judul
Tahun
Lokasi (Negara)
Kategori DRPs
Memerlukan tambahan obat
Pengobatan yang tidak sesuai
Terapi obat yang tidak diperlukan
Dosis terlalu rendahDosis terlalu tinggi
Efek samping obat
Ketidakpatuhan terhadap pengobatan
Analysis of drugrelated problems in
three departments
of
a
German
University
hospital(Lenssen et
al., 2016)
2016
University Hospital
RWTH
Aachen
(Jerman)
Drug-related
problems
identification
in
general
internalmedicine:
The impact and role
of
the
clinical
pharmacist
and
pharmacologist(Gu
ignard et al., 2015)
Characterization of
drug-related
problems identified
by
clinical
pharmacy staff at
Danish
hospitals(Kjeldsen
et al., 2014)
2015
Internal Medicine
Ward,
Geneva
University
Hospitals (Swiss)
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
2014
Danish
Hospital •
Pharmacies
•
(Denmark)
•
•
•
•
Drug
related
problems
and
pharmacist
interventions in a
geriatric
unit
employing
electronic
prescribing(Raimba
ult-Chupin et al.,
2013)
2013
Angers University
Hospital (Perancis),
unit geriatrik akut
In-hospital
medication reviews
reduce unidentified
2013
University Hospital
of Lund (Swedia),
unit penyakit dalam
p-ISSN : 2087-5045
Obat
Bentuk sediaan/kekuatan
Dosis
Indikasi
Kontraindikasi
Interaksi obat-obat
Efek samping obat
Kepatuhan
Administrasi
Lainnya
Interaksi obat
Dosis kurang
Dosis berlebih
Obat tanpa indikasi
Indikasi tidak diobati
Pemilihan obat tidak tepat
Efek samping obat
Lainnya
Dosis (terlalu tinggi, terlalu rendah, dll).
Waktu pemberian dan interval
Efek samping
Interaksi
Bentuk sediaan dan kekuatan
Ketidakpatuhan terhadap petunjuk tata
laksana
• Duplikasi terapetik
• Alergi obat
• Durasi pengobatan
• Tambahan pengobatan
• Electronic patient chart related (EPCrelated)
• Obat tidak sesuai
• Indikasi tidak diobati
• Dosis terlalu tinggi
• Rute pemberian obat yang tidak sesuai
• Interaksi obat
• Dosis terlalu rendah
• Ketidaksesuaian dengan petunjuk tata
laksana dan kontraindikasi
• Obat tanpa indikasi
• Monitoring obat
• Efek samping obat
• Kegagalan menerima obat
Kategori DRPs berdasarkan risiko:
• Obat yang dapat dipertukarkan (generik,
analog substitusi sesuai dengan regulasi
e-ISSN : 2502-1834
107
SCIENTIA VOL. 8 NO. 1, FEBRUARI 2018
Judul
drug-related
problems(Bondesso
n et al., 2013)
Tahun
Lokasi (Negara)
Design of a score to
identify hospitalized
patients at risk of
drug-related
problems(Urbina et
al., 2014)
2014
Rumah
sakit
universitas tersier
dengan
kapasitas
431 tempat tidur
(Spanyol)
Impact
of
the
Pharmacist
Medication Review
Services on DrugRelated Problems
and
Potentially
2014
Residential
Medication
Management
Review (RMMR),
data rekam medis
seluruh penduduk
p-ISSN : 2087-5045
Kategori DRPs
daerah)
• Interaksi C/D (C: interaksi pada
kombinasi obat yan membutuhkan
penyesuaian dosis, D: interaksi pada
kombinasi obat yang harus dihindari)
• Terapi obat yang kurang diperlukan
• Obat atau dosis yang tidak disesuaikan
dengan
fungsi
ginjal
atau
ketidakmampuan menghitung klirens
kreatinin
• Obat yang membutuhkan pemantauan
kadar obat
• Permasalahan penanganan obat (contoh:
obat ditelan/dihancurkan)
• Alergi atau seruapa
• Lainnya
Sub-kategori:
• Salah obat
• Obat tidak diperlukan
• Efek samping obat
• Dosis terlalu tinggi
• Membutuhkan tambahan obat
• Dosis terlalu rendah
• Monitoring sub-optimal dari obat
• Ketidakpatuhan
• Kesalahan penyerahan
• Pemilihan obat
o Obat tidak sesuai (kontraindikasi)
o Obat tanpa indikasi
o Kombinasi tidak sesuai (interaksi
obat-obat/obat-makanan)
o Indikasi tidak diobati
o Ada obat yang lebih efektif secara
biaya
• Pemilihan dosis
o Bentuk sediaan tidak sesuai
o Dosis (kurang atau lebih)
o Regimen
dosis
(terlalu
banyak/sedikit)
o Tidak ada monitoring kadar obat
• Eliminasi
o Penyesuaian dosis
o Durasi pengobatan terlalu panjang
• Proses penggunaan obat
o Waktu dan interval penggunaan tidak
tepat
o Cara pemberian tidak sesuai
• Logistik (ketersediaan obat dan kesalahan
penggunaan resep elektronik)
• Pemilihan obat
• Dosis berlebih/kurang
• Kepatuhan
• Kondisi tidak diobati
• Monitoring
• Edukasi atau informasi
e-ISSN : 2502-1834
108
SCIENTIA VOL. 8 NO. 1, FEBRUARI 2018
Judul
Inappropriate
Prescribing
of
Renally
Cleared
Medications
in
Residents of Aged
Care
Facilities(Gheewala
et al., 2014)
Drug-related
problems (DRPs)
identified
from
geriatric
medication safety
review clinics(Chan
et al., 2012)
Effects
of
a
pharmacist-led
structured
medication
review in primary
care
on
drugrelated problems
and
hospital
admission rates: a
randomized
controlled
trial(Lenander
et
al., 2014)
Tahun
Lokasi (Negara)
Kategori DRPs
australia yang di • Tidak dapat diklasifikasikan
rawat di rumah • Toksisitas atau efek samping
sakit (Australia)
2012
National
Taiwan •
University Hospital •
(Taiwan)
•
•
•
•
Efek samping obat
Pemilihan obat
Dosis
Pengunaan obat
Interaksi
Lainnya
2014
Primary health care •
centre di
•
Stockholm, Swedia •
•
•
•
•
Salah obat
Efek samping obat
Kepatuhan
Dosis terlalu rendah
Dosis terlalu tinggi
Membutuhkan obat tambahan
Terapi obat tidak diperlukan
Berdasarkan analisa dari masing-masing penelitian, kasus DRPs yang paling sering
terjadi dapat dilihat pada Tabel 2
Tabel 2. Hasil temuan kejadian DRPs
Penulis
(Ruiz-Millo
al., 2017)
Subjek Penelitian
et • 162 pasien geriatri (usia
≥ 70 tahun)
• polifarmasi (obat ≥ 5)
• dipindahkan dari acute
hospitals keCMU.
(Lenssen et al., •
2016)
•
p-ISSN : 2087-5045
306 pasien diberikan
pelayanan kefarmasian.
Usia rata-rata pasien:
65,9 tahun
Kejadian DRPs
• 895 DRPs dengan rata-rata 5 kejadian (kejadian
1-23) per pasien terjadi pada 153 pasien
(94,4%).
• 50,1% kategori indikasi
• 32,7% kategori keamanan
• DRPs yang paling sering terjadi:
o obat tidak diperlukan (25.3%)
o dosis terlalu tinggi (24.9%)
o membutuhkan tambahan obat (24.8%).
• 632 kasus (70,6%): berpotensial terjadi DRP
dan tidak mencapai pasien
• 751 kasus (83,9%): dapat dicegah
• Seluruh kasus DRP yang dapat dicegah
merupakan kasus kesalahan pengobatan yang
terjadi pada proses pemilihan dan peresepan
obat (59,5%), dan pada monitoring terapi
(31,3%).
• 702 kasus DRPs dengan rata-rata lebih dari 2
kejadian per pasien (min = 1, max = 11 DRPs)
• DRPs yang paling sering terjadi:
o Interaksi obat-obat 34.6 %
e-ISSN : 2502-1834
109
SCIENTIA VOL. 8 NO. 1, FEBRUARI 2018
Penulis
(Guignard et al.,
2015)
(Kjeldsen et al.,
2014)
(RaimbaultChupin et al.,
2013)
(Bondesson
al., 2013)
et
Subjek Penelitian
• Rata-rata jumlah obat
yang diresepkan per
pasien:
11,3
obat/patient (min = 1,
max = 35)
• 145
Pasien
yang
mengunjungi bangsal
penyakit dalam
• Rata-rata usia 68 tahun
(rentang 21-99 tahun)
• Pengobatan
pasien
dikaji setiap 1 jam per
pasien
•
• Data
diambil
dari
database DRP di negara
Denmark, bulan Juli
2010 – Juni 2013
• Jumlah: 124,718 data
terbagi dalam 3 periode
waktu
o Juli 2010 – Juni
2011
o Juli 2011 – Juni
2012
o Juli 2012 – Juni
2013
• 478 pasien rawat inap
(waktu tinggal lebih
dari 48 jam) di unit
geriatrik (usia ≥ 70
tahun)
• 311
pasien
yang
menjalani pengkajian
oleh apoteker
• 141
pasien
(70
intervensi, 71 kontrol)
dengan kriteria:
o Pasien rawat inap
unit
penyakit
dalam
o Usia ≥ 65 tahun
o Menggunakan
paling sedikit 3
obat rutin
• Eksklusi:
pasien
dirawat kurang dari 5
hari kerja atau termasuk
juga
ke
dalam
kelompok
intervensi
atau kontrol
Kejadian DRPs
• 37 % DRPs teridentifikasi sebelum pasien
masuk rumah sakit
• 27 % selama perawatan transisi
•
•
•
Rata-rata 2,6 DRP per pasien
81% pasien mengalami 1 kejadian DRP
94% pasien subjek penelitian merupakan pasien
polifarmasi yaitu menerima lebih dari 5 obat
• DRPs yang paling sering terjadi:
o Interaksi obat (21%)
o Indikasi tidak diobati (18%)
o Dosis berlebih (16%)
o Obat tanpa indikasi (10%)
• Jumlah DRPs: 72.004, jumlah kejadian
meningkat tiap periode:
o Periode 1: 15.901 DRPs
o Periode 2: 27.203 DRPs
o Periode 3: 28.940 DRPs
• DRPs yang paling sering terjadi:
o Dosis (17%)
o Ketidakpatuhan terhadap petunjuk tata
laksana (16%)
o Tambahan pengobatan (15%)
•
•
•
•
•
•
•
p-ISSN : 2087-5045
Jumlah DRPs: 241, sebanyak 142 pasien (49%)
mengalami paling sedikit 1 DRPs
DRPs yang paling sering terjadi:
o Indikasi tidak diobati (24,1%)
o Dosis terlalu tinggi (19,1%)
o Rute pemberian obat yang tidak sesuai
(12,9%)
o Interaksi obat (9,5%)
690 DRPs yang teridentifikasi, rata-rata 9,8
DRPs per pasien
Kelompok kontrol (tidak menerima intervensi
apoteker) menunjukkan penggunaan obat yang
kurang diperlukan lebih banyak (69,0%)
daripada kelompok intervensi (41,4%)
Kategori DRPs yang paling banyak terjadi pada
kelompok intervensi:
o Penggantian obat yang dapat dipertukarkan
(80%)
o Interaksi C/D (71,4%)
o Obat yang memerlukan pemantauan kadar
obat (51,4%)
Kategori DRPs yang paling banyak terjadi pada
kelompok kontrol:
o Interaksi C/D (74,7%)
o Penggunaan obat yang kurang diperlukan
(69,0%)
o Penggantian obat yang dapat dipertukarkan
(67,6%)
Semua subkategori DRPs pada kelompok
e-ISSN : 2502-1834
110
SCIENTIA VOL. 8 NO. 1, FEBRUARI 2018
Penulis
Subjek Penelitian
(Urbina et al., •
2014)
•
(Gheewala
al., 2014)
(Chan
2012)
et
7202
Pasien
yang
masuk rumah sakit
langsung
ke
unit
pelayanan kritis
Usia > 18 tahun (ratarata 58,9 tahun, rentang
18-101)
et •
Data medis dari 911
penduduk yang pernah
dirawat di fasilitas
perawatan pasien usia
lanjut di Australia
al., •
193 Pasien rawat jalan
di National Taiwan
University Hospital
Usia ≥ 65 tahun, ratarata usia 76,2 tahun
Pasien menerima resep
dengan obat ≥ 8 (untuk
pengobatan 28 hari)
atau
mendapat
kunjungan dari 3 dokter
berbeda, rata-rata 8,9
obat per pasien.
•
•
Kejadian DRPs
intervensi menunjukkan penurunan frekuensi
yang signifikan dibandingkan dengan kelompok
kontrol. DRPs lebih kurang signifikan secara
klinis pada kelompok intervensi.
• Rata-rata kejadian DRPs 2,13 per pasien, paling
tidak 2150 pasien (29,9%) dari 7202, mengalami
1 DRPs. Total 4588 DRPs.
• DRPs yang paling sering terjadi:
o Kesalahan penggunaan resep elektronik
(23,9%)
o Salah kombinasi obat-obat/obat-makanan
(11,2%)
o Penyesuaian dosis karena kondisi ginjal
(10,0%)
• DRPs yang teridentifikasi sebanyak 2712 kasus
(98% dari subjek). Jumlah DRPs per pasien: 3,2
kasus.
• DRPs yang paling sering terjadi:
o Masalah terkait obat: kontraindikasi (6,1%)
o Dosis: dosis terlalu tinggi (2,9%)
o Kepatuhan: pemakaian kurang (3,1%)
•
•
•
•
(Lenander et al., •
2014)
•
p-ISSN : 2087-5045
209 pasien dengan usia
≥ 65 tahun yang
menerima 5 obat atau
lebih, memiliki jadwal
kontrol rutin dengan
dokter umum.
Kelompok intervensi
75
pasien
dan
kelompok kontrol 66
pasien
•
•
DRPs yang teridentifikasi sebanyak 427 kasus
dengan kejadian 2,2 DRPs per pasien). 87%
pasien mengalami paling sedikit 1 DRP.
Kategori dan DRPs yang paling sering terjadi:
o Masalah penggunaan obat (35%): obat
tidak digunakan/tidak diberikan
o Masalah pemilihan obat (30%): duplikasi
obat (11%)
o Interaksi (12%): interaksi yang potensial
Penyebab DRPs yang paling sering terjadi:
o Pemilihan obat yang tidak sesuai (28%)
o Pasien berhati-hati dengan obat yang
diberikan (13%)
o Pasien lupa menggunakan obat (12%)
Intervensi yang paling banyak dilakukan:
o Tingkat peresepan: intervensi dilakukan
tetapi outcome tidak diketahui (66%)
o Tingkat pasien: pasien dirujuk ke pemberi
resep (80%)
o Tingkat obat: penghentian obat (25%)
Jumlah rata-rata intervensi yang dilakukan: 2,5
intervensi per masalah
Kejadian DRPs rata-rata per pasien sebanyak
1,73 kasus pada kelompok intervensi (yang
dilakukan pengkajian pengobatan) dan kelompok
kontrol sebanyak 1,37 kasus.
DRPs yang sering terjadi:
o Efek samping obat (0,64 per pasien pada
kelompok intervensi dan 0,53 per pasien
pada kelompok kontrol)
o Masalah kepatuhan (0,37 per pasien pada
kelompok intervensi dan 0,33 per pasien
pada kelompok kontrol).
e-ISSN : 2502-1834
111
SCIENTIA VOL. 8 NO. 1, FEBRUARI 2018
Berdasarkan hasil review dari
kesepuluh jurnal tersebut, dapat dinyatakan
bahwa pasien yang dirawat di rumah sakit
umumnya mengalami DRPs lebih dari 1
kasus atau pun setidaknya pasien
mengalami kejadian DRP. Kasus DRPs
paling sering terjadi pada tingkat obat,
misalnya masalah pemilihan obat, indikasi
yang tidak diobati, obat yang tidak
diperlukan, dosis, efek samping obat, dan
interaksi obat. Selain itu, masalah lain yang
sering terjadi pada pasien adalah masalah
kepatuhan. Suatu penelitian menunjukkan
bahwa
efek
samping
obat
dan
ketidakpatuhan pasien adalah tipe DRPs
yang paling penting (Somers et al., 2010).
Penelitian lain juga menemukan bahwa
meningkatnya jumlah obat yang diresepkan
pada pasien berhubungan dengan semakin
tingginya jumlah kejadian DRP yang terjadi
(Viktil et al., 2007)sehingga dapat
dinyatakan bahwa pasien dipertimbangkan
membutuhkan pelayanan kefarmasian oleh
apoteker(Lenssen et al., 2016).
Setiap temuan kejadian DRPs di
rumah
sakit
sebaiknya
dilakukan
penanganan atau terdapat suatu tindakan
intervensi yang diambil oleh Apoteker.
Kategori intervensi yang dapat dilakukan
seperti: tidak ada intervensi, intervensi pada
tingkat peresepan, tingkat pasien, tingkat
obat,
atau
lainnya(Fondation
Pharmaceutical Care Network Europe,
2017). Adapun intervensi dan kategori
intervensi yang dilakukan sebagai seorang
apoteker dalam implementasi pelayanan
farmasi klinik terkait DRPs pada masingmasing penelitian dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 3. Intervensi dan kategori intervensi oleh apoteker\
Penulis
Penanganan atau peran Apoteker terhadap kejadian DRPs
(Ruiz-Millo et • Program keamanan pasien interdisiplin: identifikasi,
al., 2017)
pencegahan, penyelesaian kasus DRP. Interdisiplin
dilakukan oleh dokter, perawat, apoteker, dan penyedia
kesehatan lainnya.
• Efektivitas program: 94,9% mencegah dan menangani
kejadian DRPs (efek samping obat 92,5%, pengobatan yang
kurang optimal atau kegagalan terapi 91,7).
• Apoteker melakukan rekomendasi sebanyak 93,8% dari
seluruh kasus DRPs yang ditemukan, berupa:
o individualisasi regimen dosis (27,5%)
o penghentian penggunaan obat (27,3%)
o memulai obat (21,9%)
(Lenssen
et • Intervensi apoteker (pelayanan kefarmasian) pada pasien:
al., 2016)
o memberikan konseling setelah pasien masuk dalam
ruang perawatan
o rekonsiliasi pengobatan saat penerimaan pasien masuk
rumah sakit
o Memberikan informasi terkait terapi obat yang
diberikan (dilakukan ketika dibutuhkan atau ketika
pengobatan pasien mengalami perubahan)
o Pemeriksaan obat yang mendetail (sesuai parameter
yang ditetapkan pada penelitian) saat konsultasi
kefarmasian pertama kepada pasien dan jika pasien
mendapatkan pengobatan baru selama di rawat inap
• Intervensi apoteker (pelayanan kefarmasian) lainnya:
o Pemeriksaan keamanan pengobatan
o Rekomendasi obat alternatif kepada dokter apabila
obat tidak tersedia
o Memberikan rekomendasi untuk setiap DRPs yang
terjadi pada tim kesehatan yang ada di ruang
perawatan
o extended medication history (melengkapi rekam
medik)
o Dokumentasi (hanya dilakukan jika rekomendasi
p-ISSN : 2087-5045
e-ISSN : 2502-1834
Kategori Intervensi
• Tingkat
peresepan
• Tingkat obat
• Tingkat
peresepan
• Tingkat pasien
• Tingkat obat
112
SCIENTIA VOL. 8 NO. 1, FEBRUARI 2018
Penulis
Penanganan atau peran Apoteker terhadap kejadian DRPs
kefarmasian diperlukan dan untuk mendokumentasikan
tindak lanjut dari rekomendasi yang diberikan)
• Contoh rekomendasi terbukti membantu:
o Dosis (penyesuaian dosis untuk pasien gagal hati atau
ginjal)
o Kontraindikasi dan indikasi (obat kurang atau tidak
sesuai)
o Pemeriksaan interaksi obat-obat
o Melengkapi rekam medis untuk mengeliminasi
kesalahan penulisan resep dan memastikan keamanan
pasien selama perawatan transisi.
(Guignard et • Peran apoteker: deteksi DRPs, pengkajian bersama spesialis
al., 2015)
farmakologi klinis (dokter) mengenai DRPs yang terjadi
• Intervensi apoteker dilakukan berdasarkan relevansi dan
kompleksitas dari DRPs. Tindakan yang dilakukan:
o 51% Tidak ada intervensi (dan tidak ada tindak lanjut),
dilakukan ketika monitoring ketat telah tersedia atau
tidak relevan secara klinis misalnya obat memiliki
rentang terapi yang luas.
o 42 % Rekomendasi lisan kepada dokter atau perawat
selama visite (paling banyak dilakukan): optimisasi
pengobatan, modifikasi pengobatan (penggantian
bentuk sediaan), atau memulai monitoring
o 7 % Rekomendasi tertulis mengenai konsultasi dari
farmakologis klinis, dilakukan jika diminta oleh dokter
penulis resep untuk mengganti tindakan medis yang
dilakukan saat ini, masalah terlalu kompleks untuk
dijelaskan secara lisan (terdapat interaksi lebih dari 2
obat dengan ada atau tidak ada penghambat/peningkat
kerja obat), membutuhkan monitoring kadar obat
dalam darah untuk beberapa hari setelah penyesuaian
dosis setelah pemeriksaan medis, atau ketika efek
samping obat harus dilaporkan ke badan nasional
setempat.
• Penerimaan rekomendasi pada tingkat peresepan sebesar
84% dengan tingkat kepuasan tinggi
• Rekomendasi yang dilaksanakan sebesar 69%
(Kjeldsen et • Intervensi apoteker: rekomendasi kepada dokter, pengkajian
al., 2014)
pengobatan untuk mengisi database DRPs
• Rekomendasi terhadap DRPs yang paling sering
diimplementasikan:
o Ketidakpatuhan terhadap petunjuk tata laksana (79%)
o Duplikasi terapi (73%)
o Waktu pemberian dan interval (70%)
• Rekomendasi dengan tingkat implementasi rendah (37%):
o Efek samping
o Alergi obat
(Raimbault• Apoteker berperan dalam memberikan pelayanan farmasi
Chupin et al.,
klinis:
2013)
o Validasi permintaan obat (indikasi, dosis, pemilihan
obat, durasi, interaksi obat-obat dan obat-penyakit, dll)
o Pengkajian permintaan obat
o Visitasi pasien bersama sekali seminggu
o Riwayat pengobatan pasien ketika pasien masuk rumah
sakit
o Membuat rekomendasi intervensi kepada dokter
o Melakukan pemeriksaan terhadap rekomendasi
p-ISSN : 2087-5045
e-ISSN : 2502-1834
Kategori Intervensi
• Tingkat
peresepan
• Tingkat obat
• Tingkat
peresepan
• Tingkat obat
• Tingkat
peresepan
• Tingkat pasien
• Tingkat obat
113
SCIENTIA VOL. 8 NO. 1, FEBRUARI 2018
Penulis
(Bondesson et
al., 2013)
(Urbina et al.,
2014)
(Gheewala et
al., 2014)
(Chan et al.,
2012)
(Lenander
al., 2014)
Penanganan atau peran Apoteker terhadap kejadian DRPs
intervensi yang diberikan
• Contoh intervensi:
o Penyesuaian dosis
o Optimalisasi dan pencegahan pemberian obat yang
tidak sesuai (membelah atau menggerus obat)
o Penambahan obat
o Penghentian obat
o Penggantian obat
o Penggantian rute pemberian obat
o Monitoring obat
• Penerimaan dokter terhadap rekomendasi intervensi sebesar
90,0%.
• Peran apoteker di kelompok intervensi:
o Melakukan pengkajian
pengobatan
terstruktur
menggunakan lembar pemeriksaan dan monitoring
informasi yang relevan dari pasien. Lembar
pemeriksaan digunakan untuk identifikasi DRPs
berdasarkan kategori risiko
o Identifikasi DRPs
o Ikut serta dalam visite: diskusi multiprofesi (dokter,
perawat, penyedia perawatan kesehatan, apoteker,
paramedik)
o Evalusi tipe DRPs dan signifikansi DRPs secara klinis
• Memberikan rekomendasi sesuai dengan DRP: 450 kasus
(65%) disarankan untuk penggantiaan terapi pengobatan.
329 (73%) saran diimplementasikan, 31 (6,9) rekomendasi
tidak diimplementasikan
• Peran Apoteker:
o memberikan rekomendasi kepada tim medis dalam
memberikan intervensi pengobatan pasien
o terlibat dalam pengisian rekam medis pasien
terkomputerisasi
o terlibat dalam pengembangan sistem order dokter
terkomputerisasi
o menyediakan dan memasukan informasi obat (dosis,
frekuensi, rute pemberian, dosis untuk kondisi tertentu,
interaksi, efek samping) ke dalam sistem
• Peran:
o Review data medis pasien
o Mengisi data medis pasien terkait DRP yang
teridentifikasi dan rekomendasi yang diberikan untuk
menangani DRP
o Memberikan rekomendasi
o Mengkategorikan rekomendasi yang diberikan
• Penerimaan rekomendasi oleh dokter umum dari apoteker
yang terakreditasi sebesar 84%. Rekomendasi terbanyak
diberikan untuk melakukan monitoring dengan pengujian
laboratorium dan pengkajian obat yang diresepkan kepada
pasien.
• Peran:
o Review pengobatan pasien
o Memberikan intervensi terkait DRPs pada pasien
o Monitoring kualitas peresepan obat
et •
Peran:
o Review pengobatan pasien
o Memberikan edukasi dan saran kepada pasien
p-ISSN : 2087-5045
e-ISSN : 2502-1834
Kategori Intervensi
• Tingkat
peresepan
• Tingkat pasien
• Tingkat obat
• Tingkat
peresepan
• Tingkat
peresepan
• Tingkat
peresepan
• Tingkat pasien
• Tingkat
peresepan
• Tingkat pasien
114
SCIENTIA VOL. 8 NO. 1, FEBRUARI 2018
Peran apoteker di rumah sakit banyak
dilakukan dalam berbagai bentuk kegiatan.
Apoteker di rumah sakit berperan dalam
meberikan pelayanan farmasi klinis. Peran
apoteker tersebut berdasarkan 10 jurnal
tersebut, paling banyak dilakukan pada
tingkat peresepan (10/10 jurnal) terutama
dalam memilihkan obat bagi pasien
bersama dengan dokter peresep ataupun
melakukan pengkajian resep (pengkajian
pengobatan). Peran lainnya yaitu pada
tingkat obat (6//10) seperti melakukan
pengkajian obat, kesesuaian obat yang
diberikan, rute pemberian, dan peran pada
tingkat pasien (5/10) misalnya dengan
memberikan konseling, edukasi, dan
membantu memonitoring output dari
pengobatan. Selain itu, intervensi atau
rekomendasi dari apoteker menunjukkan
penerimaan dan implementasi yang tinggi
oleh dokter ketika hal tersebut berkaitan
dengan DRPs yang bersifat kritikal
(Kjeldsen et al., 2014).
Pengkajian
pengobatan
seperti
skrining resep atau order dokter atau
rekonsiliasi pengobatan oleh apoteker
adalah salah satu tindakan kunci yang dapat
dilakukan untuk meningkatkan keamanan
pasien dan hasil dari pengobatan
pasien(Association & Pharmacists, 2012;
Halvorsen et al., 2010). Dari hasil
pengkajian artikel acuan, pada umumnya
apoteker dapat melakukan intervensi pada
tingkat peresepan melalui pemberian
rekomendasi kepada dokter atau tenaga
kesehatan lainnya terkait DRPs yang
ditemukan
pada
tahap
identifikasi.
Apoteker berperan dalam identifikasi dan
pencegahan terjadinya DRPs(Al-Hajje et
al., 2012). Sebagian besar kasus DRPs yang
terjadi pada pasien diidentifikasi oleh
apoteker (Nishtala et al., 2011). Dampak
dari intervensi yang dilakukan apoteker
misalnya pengkajian pengobatan oleh
apoteker sebagai bentuk perawatan
sekunder
kepada
pasien
dapat
meningkatkan
pengobatan
yang
diberikanpada
pasien
(Graabæk
&
Kjeldsen, 2013) walaupun tidak selalu
berdampak signifikan(Geurts et al., 2012),
dapat menghasilkan perbaikan dari efek
terapetik pengobatan pasien (Westerlund &
p-ISSN : 2087-5045
Marklund, 2009), dan juga dapat
menurunkan frekuensi terjadinya DRPs
melalui optimalisasi farmakoterapi melalui
pengkajian pengobatan yang dilakukan oleh
apoteker atau farmakologis klinis(Guignard
et al., 2015). Dampak lebih luasnya lagi,
intervensi yang dilakukan oleh apoteker
dapat mengarah pada hasil klinis yang lebih
ekonomis dan menguntungkan (Westerlund
& Marklund, 2009) seperti dalam
menurunkan morbiditas (Gillespie et al.,
2009). Namun, intevensi yang dilakukan
oleh apoteker berkolaborasi dengan tenaga
kesehatan lainnya juga diperlukan untuk
menghasilkan dampak terhadap klinis yang
tinggi kepada pengobatan pasien. Kasus
DRPs dapat diatasi atau dikelola dengan
melakukan pendekatan kolaborasi berbagai
tenaga kesehatan(Al-Hajje et al., 2012;
Bondesson et al., 2013; Gheewala et al.,
2014; Lenssen et al., 2016; Ruiz-Millo et
al., 2017). Pelayanan informasi obat (PIO)
oleh apoteker ke dokter dan perawat
sebaiknya dilakukan di semua departemen
di rumah sakit, terkhusus departemen
penyakit dalam yang menggunakan
regimen obat yang lebih kompleks(Lenssen
et al., 2016). Intervensi oleh apoteker
sebaiknya juga dilakukan hingga tingkat
pasien dan tingkat obat. Intervensi yang
dilakukan ini dapat berdampak pada hasil
keluaran pengobatan seperti mengurangi
durasi perawatan di rumah sakit, mencegah
pasien kembali masuk rumah sakit, dan
hasil pengaturan beberapa biomarker (kadar
lipid, tekanan darah, dll.) yang lebih
baik(Guignard et al., 2015), terutama
khususnya dalam mengurangi kejadian
DRPs(Guignard et al., 2015) ataupun
kesalahan pengobatan(Raimbault-Chupin et
al., 2013).
KESIMPULAN
Implementasi pelayanan kefarmasian
khususnya di bidang klinis yang dilakukan
oleh seorang apoteker di rumah sakit untuk
mengidentifikasi,
mengurangi,
dan
menangani permasalah terkait obat sangat
diperlukan. DRPs yang terjadi di rumah
sakit
beberapa
negara
mennjukkan
prevalensi
yang
berbeda-beda
dan
e-ISSN : 2502-1834
115
SCIENTIA VOL. 8 NO. 1, FEBRUARI 2018
umumnya dipengaruhi oleh faktor resiko
yang dapat meningkatkan kejadian DRPs
misalnya jumlah obat yang dikonsumsi dan
usia pasien(Lenssen et al., 2016).
Pelayanan farmasi klinis oleh apoteker
dapat dilakukan pada tingkat peresepan,
tingkat pasien, dan tingkat obat, dimana
kecenderungan apoteker lebih berperan
pada tahap peresepan misalnya dengan ikut
terlibat dalam pemilihan obat pasien dengan
memberikan rekomendasi terapi kepada
dokter atau tenaga medis lainnya.
Pemberian pelayanan farmasi klinis oleh
apoteker dapat menurunkan kejadian DRPs
dan kesalahan pengobatan pada pasien di
rumah sakit.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Hajje, A. H., Atoui, F., Awada, S.,
Rachidi, S., Zein, S., & Salameh,
P., 2012, Drug-related problems
identified by clinical pharmacist's
students
and
pharmacist's
interventions,
Annales
Pharmaceutiques
Françaises,
70(3), 169-176.
Al Hamid, A., Ghaleb, M., Aljadhey, H., &
Aslanpour, Z., 2014, A systematic
review of hospitalization resulting
from medicine‑related problems in
adult patients, British journal of
clinical pharmacology, 78(2), 202217.
Association, A. P., & Pharmacists, A. S. o.
H.-S., 2012, Improving care
transitions: optimizing medication
reconciliation, Journal of the
American Pharmacists Association,
52(4), e43-e52.
Bondesson, Å., Eriksson, T., Kragh, A.,
Holmdahl, L., Midlöv, P., &
Höglund, P., 2013, In-hospital
medication
reviews
reduce
unidentified drug-related problems,
European journal of clinical
pharmacology, 69(3), 647-655.
Campanelli, C. M., 2012, American
Geriatrics Society Updated Beers
Criteria
for
Potentially
Inappropriate Medication Use in
p-ISSN : 2087-5045
Older Adults: The American
Geriatrics Society 2012 Beers
Criteria Update Expert Panel,
Journal of the American Geriatrics
Society, 60(4), 616-631.
Chan, D.-C., Chen, J.-H., Kuo, H.-K., We,
C.-J., Lu, I.-S., Chiu, L.-S., & Wu,
S.-C., 2012, Drug-related problems
(DRPs) identified from geriatric
medication safety review clinics,
Archives of gerontology and
geriatrics, 54(1), 168-174.
Cipolle, R., Strand, L., & Morley, P., 2004,
Drug
Therapy
Problems
Pharmaceutical Care Practice,
McGraw-Hill, NewYork.
Ellitt, G. R., Engblom, E., Aslani, P.,
Westerlund, T., & Chen, T. F.,
2010, Drug related problems after
discharge from an Australian
teaching hospital, Pharmacy World
& Science, 32(5), 622-630.
Fondation Pharmaceutical Care Network
Europe,
2017,
The
PCNE
Classification V8.02. Diambil dari
http://www.pcne.org/workinggroups/2/drug-related-problemclassification
Geurts, M. M. E., Talsma, J., Brouwers, J.
R. B. J., & de Gier, J. J., 2012,
Medication
review
and
reconciliation with cooperation
between pharmacist and general
practitioner and the benefit for the
patient: a systematic review, British
journal of clinical pharmacology,
74(1), 16-33.
Gheewala, P. A., Peterson, G. M., Curtain,
C. M., Nishtala, P. S., Hannan, P.
J., & Castelino, R. L., 2014, Impact
of the pharmacist medication
review services on drug-related
problems
and
potentially
inappropriate prescribing of renally
cleared medications in residents of
aged care facilities, Drugs & aging,
31(11), 825-835.
Gillespie, U., Alassaad, A., Henrohn, D.,
Garmo, H., Hammarlund-Udenaes,
M., Toss, H., . . . Mörlin, C., 2009,
e-ISSN : 2502-1834
116
SCIENTIA VOL. 8 NO. 1, FEBRUARI 2018
A
comprehensive
pharmacist
intervention to reduce morbidity in
patients 80 years or older: a
randomized
controlled
trial,
Archives of internal medicine,
169(9), 894-900.
Graabæk, T., & Kjeldsen, L. J., 2013,
Medication reviews by clinical
pharmacists at hospitals lead to
improved patient outcomes: a
systematic review, Basic & clinical
pharmacology
&
toxicology,
112(6), 359-373.
Guignard, B., Bonnabry, P., Perrier, A.,
Dayer, P., Desmeules, J., & Samer,
C. F., 2015, Drug-related problems
identification in general internal
medicine: the impact and role of
the clinical pharmacist and
pharmacologist, European journal
of internal medicine, 26(6), 399406.
Halvorsen, K. H., Ruths, S., Granas, A. G.,
&
Viktil,
K.
K.,
2010,
Multidisciplinary intervention to
identify and resolve drug-related
problems in Norwegian nursing
homes, Scandinavian journal of
primary health care, 28(2), 82-88.
Hepler, C. D., & Strand, L. M., 1990,
Opportunities and responsibilities
in pharmaceutical care, Am J hosp
pharm, 47(3), 533-543.
Kjeldsen, L. J., Birkholm, T., Fischer, H.,
Graabæk, T., Kibsdal, K. P., RavnNielsen, L. V., & Truelshøj, T. H.,
2014, Characterization of drugrelated problems identified by
clinical pharmacy staff at Danish
hospitals, International Journal of
Clinical Pharmacy, 36(4), 734-741.
Krähenbühl-Melcher, A., Schlienger, R.,
Lampert, M., Haschke, M., Drewe,
J., & Krähenbühl, S., 2007, Drugrelated problems in hospitals, Drug
safety, 30(5), 379-407.
Lenander, C., Elfsson, B., Danielsson, B.,
Midlöv, P., & Hasselström, J.,
2014, Effects of a pharmacist-led
structured medication review in
p-ISSN : 2087-5045
primary care on drug-related
problems and hospital admission
rates: a randomized controlled trial,
Scandinavian journal of primary
health care, 32(4), 180-186.
Lenssen, R., Heidenreich, A., Schulz, J. B.,
Trautwein, C., Fitzner, C., Jaehde,
U., & Eisert, A., 2016, Analysis of
drug-related problems in three
departments
of
a
German
University hospital, International
Journal of Clinical Pharmacy,
38(1), 119-126.
Menteri Kesehatan Republik Indonesia,
2016,
Peraturan
Menteri
Kesehatan Nomor 72 Tahun 2016
Tentang
Standar
Pelayanan
Kefarmasian di Rumah Sakit,
Jakarta.
Nishtala, P. S., McLachlan, A. J., Bell, J.
S., & Chen, T. F., 2011, A
retrospective study of drug-related
problems in Australian aged care
homes:
medication
reviews
involving pharmacists and general
practitioners, Journal of Evaluation
in Clinical Practice, 17(1), 97-103.
Raimbault-Chupin, M., Spiesser-Robelet,
L., Guir, V., Annweiler, C.,
Beauchet, O., Clerc, M.-A., &
Moal, F., 2013, Drug related
problems
and
pharmacist
interventions in a geriatric unit
employing electronic prescribing,
International Journal of Clinical
Pharmacy, 35(5), 847-853.
Ruiz-Millo, O., Climente-Martí, M.,
Galbis-Bernácer, A. M., &
Navarro-Sanz, J. R., 2017, Clinical
impact of an interdisciplinary
patient
safety
program
for
managing drug-related problems in
a
long-term
care
hospital,
International Journal of Clinical
Pharmacy, 1-10.
Somers, A., Robays, H., Vander Stichele,
R., Van Maele, G., Bogaert, M., &
Petrovic, M., 2010, Contribution of
drug related problems to hospital
admission in the elderly, The
e-ISSN : 2502-1834
117
SCIENTIA VOL. 8 NO. 1, FEBRUARI 2018
journal of nutrition, health &
aging, 14(6), 477-482.
Strand, L. M., Morley, P. C., Cipolle, R. J.,
Ramsey, R., & Lamsam, G. D.,
1990, Drug-related problems: their
structure and function, Dicp,
24(11), 1093-1097.
Urbina, O., Ferrández, O., Grau, S., Luque,
S., Mojal, S., Marin‑Casino, M., . .
. Espona, M., 2014, Design of a
score to identify hospitalized
patients at risk of drug‑related
problems, Pharmacoepidemiology
and drug safety, 23(9), 923-932.
van der Hooft, C. S., Dieleman, J. P.,
Siemes, C., Aarnoudse, A.-J. L. H.
J., Verhamme, K. M. C., Stricker,
B. H. C. H., & Sturkenboom, M. C.
J. M., 2008, Adverse drug reactionrelated
hospitalisations:
a
population-based cohort study,
Pharmacoepidemiology and drug
safety, 17(4), 365-371.
p-ISSN : 2087-5045
van
Mil, J. F., Westerlund, L. T.,
Hersberger, K. E., & Schaefer, M.
A., 2004, Drug-related problem
classification systems, Annals of
pharmacotherapy, 38(5), 859-867.
Viktil, K. K., Blix, H. S., Moger, T. A., &
Reikvam, A., 2007, Polypharmacy
as commonly defined is an
indicator of limited value in the
assessment
of
drug-related
problems, British journal of clinical
pharmacology, 63(2), 187-195.
Westerlund, T., & Marklund, B., 2009,
Assessment of the clinical and
economic outcomes of pharmacy
interventions
in
drug-related
problems, Journal of Clinical
Pharmacy and Therapeutics, 34(3),
319-327.
e-ISSN : 2502-1834
118
Download