RINGKASAN JURDING - - - - - Kasus BPPV sering kali dianggap primer karena kurangnya evidens dan etiologi padahal hanya 50% dari seluruh kasus BPPV yang bersifat primer, 7% - 15% disebabkan karena trauma kepala, 17% karena Vestibular Neuritis Tujuan penelitiannya adalah untuk mengevaluasi data demografik dan manifestasi klinis dari pasien BPPV untuk membandingkan BPPV primer dan sekunder karena VN PEnelitian dilakukan di Istanbul dengan jumlah sampel 189 pasien yang mengalami BPPV dan berobat ke poli THT rumah sakit tersebut. 189 pasien tersebut tidak memiliki riwayat operasi telinga dalam, tidak memiliki riwayat trauma, migraine, dan penyakit Meniere. Diagnose BPPV ditegakkan dengan maneuver dix-hallpike atau roll test untuk mengobservasi adanya nystagmus BPPV sekunder ditegakkan dengan adanya serangan VN dalam 18 bulan sebelum onset BPPV VN adalah kehilangan fungsi vestibular secara akut, unilateral dan berlangsung minimal 24 jam tanpa adanya gangguan pendengaran dan tanpa deficit neurologis. Hasilnya, range usia pasien BPPV primer terbanyak adalah pada decade ke 5 kehidupan sedangkan VN pada decade ke 4 100% dari pasien VN mengalami masalah pada posterior SCC sedangkan pada BPPV primer tersebar 82% masalah posterior SCC, 14% masalah lateral SCC dan sisanya posterior SCC Pasien BPPV primer membutuhkan sesi treatment yang lebih sedikit disbanding BPPV sekunder, primer hanya 1x sesi latihan maneuver sedangkan sekunder dibutuhkan 2-3x Mekanisme dari BPPV akibat VN dapat diasosiasikan dari distibusi anatomi nervus vestibular. VN biasanya etiologinya virus dan problemnya melibatkan N. Vestibular Superior yang lebih rentan akan inflamasi karena pathway di bony canal nya lebih panjang dibandingkan N. Vestibular Inferior. Manifestasi dari posterior canal BPPV menandakan bahwa N. Vestibular Inferior aman. Macula dari sakula dan krista dari kanal posterior dipersarafi oleh N. Vestibular Inferior. Pada kasus VN, ada kerusakan langsung pada macula dan utricle sehingga otoconia lepas dan apabila masuk ke posterior SCC dapat mengakibatkan BPPV posterior. Jadi kesimpulan dari penelitian ini adalah BPPV Primer dan Sekunder memiliki perbedaan dari segi manifestasi dan tatalaksana. Secara epidemiologi, pasien VN lebih muda disbanding BPPV primer. Episode BPPV pada VN terjadi di telinga ipsilateral dan melibatkan kanal posterior. Sesi latihan maneuver yang dibutuhkan pasien bppv primer dan sekunder juga berbeda. BPPV Primer butuh waktu lebih singkat daripada VN. RESUME PASIEN Pasien a/n Tn. MII, laki-laki berusia 20 tahun datang ke poli THT untuk control hasil operasi timpanoplasti telinga kiri. Operasi dilaksanakan Mei 2018. Pada control sebelumnya ditemukan adanya lubang pada gendang telinga kiri. Mulanya pasien tertendang di telinga kiri saat berenang sekitar 10 thaun yll. Pasien merasa adanya nyeri hebat dan adanya tinnitus tiba-tiba. Sensasi tersebut dirasakan +/- 30 mnt dan hilang dengan sendirinya. 1 hari kemudian pasien merasakan adanya otorhea berwarna bening dan berbau, disertai nyeri dan demam. Pasien berobat ke klinik dan diberi obat tetes “Vital” namun tidak merasa adanya perbaikan. Keluhan hilang timbul hingga 2018 namun tidak mengganggu. Pada tahun 2018 pasien melakukan urikkes untuk masuk akademi militer dan ditemukan adanya rupture membrane timpani. Dilakukan timpanoplasti oleh dr. Donald Marpaung, Sp. THT-KL pada Mei 2018. Operasi lancar dan tidak ada keluhan pasca operasi. Pada pemeriksaan fisik ditemukan CAE AS tenang dengan membrane timpani rupture, secret (-). Pasien di diagnosa Perforasi membrane timpani paska timpanoplasti ec OMSK AS Pasien dianjurkan untuk control rutin untuk obervasi dan perencanaan operasi kedua.