PROPOSAL TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK (TAK) SOSIALISASI SESI 2 : Bagi Pasien Isos BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu gangguan jiwa yaitu isolasi sosial. Isolasi sosial adalah keadaan dimana individu mengalami penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya. (keliat, et all. 2006) Setiap individu mempunyai potensi untuk terlibat dalam hubungan sosial pada berbagai tingkat hubungan yaitu dari hubungan intim bisa sampai hubungan saling ketergantungan. Keintiman dan saling ketergantungan dalam menghadapi dan mengatasi berbagai kebutuhan setiap hari. Individu tidak akan mampu memenuhi kebutuhan hidupnya tanpa adanya hubungan dengan lingkungan sosial Kepuasan berhubungan dapat dicapai jika individu dapat terlibat secara aktif dalam proses berhubungan. Peran serta yang tinggi dalam berhubungan disertai respon lingkungan yang positif akan meningkatkan rasa memiliki, kerja sama, hubungan timbal balik yang sinkron (Stuart & Sundeen, 1995 hal 518). Terapi Aktivitas kelompok Sosialisasi (TAKS) merupakan upaya memfasilitasi kemampuan sosialisasi sejumlah klien dengan masalah hubungan sosial. TAKS merupakan terapi modalitas yang dilakukan perawat pada sekelompok klien yang mempunyai masalah keperawatan yang sama. Aktivitas di gunakan sebagai terapi dan kelompok di gunakan sebagai asuhan. Didalam kelompok terjadi dinamika interaksi yang saling bergantung, saling membutuhkan dan menjadi laboratorium tempat klien berlatih perilaku baru yang adaptif untuk memperbaiki prilaku lama yang maladaptif. Pada klien dengan Isolasi Sosial perlu di berikan terapi aktivitas kelompok. 1 BAB II TAK SOSIALISASI : SESI 2 Terapi Aktivitas Kelompok (TAK): Sosialisasi (TAKS) adalah upaya memfasilitasi kemampuan sosialisasi sejumlah klien dengan dengan masalah hubungan sosial. A. Tujuan : 1. Tujuan umum Klien dapat meningkatkan hubungan sosial dalam kelompok secara bertahap. 2. Tujuan khusus a) Klien mampu memperkenalkan diri b) Klien mampu berkenalan dengan anggota keluarga kelompok c) Klien mampu bercakap-cakap dengan anggota kelompok d) Klien mampu menyampaikan dan membicarakan topik percakapan e) Klien mampu menyampaikan dan membicarakan masalah pribadi pada orang lain. f) Klien mampu bekerja sama dalam permainan sosial kelompok g) Klien mampu menyampaikan pendapat tentang manfaat kegiatan TAKS yang telah dilakukan. B. Landasan Teori Pada dasarnya kemampuan hubungan sosial berkembang sesuai dengan proses tumbuh kembang individu mulai dari bayi sampai dengan dewasa lanjut. Untuk mengembangkan hubungan sosial yang positif, setiap tugas perkembangan sepanjang daur kehidupan diharapkan dilalui dengan sukses. Pemutusan proses berhubungan terkait erat dengan ketidak puasan individu terhadap proses hubungan yang disebabkan oleh kurangnya peran serta, respon lingkungan yang negatif. kondisi ini dapat mengembangkan rasa tidak percaya diri dan keinginan untuk menghindar dari orang lain Terapi kelompok adalah metode pengobatan ketika klien ditemui dalam rancangan waktu tertentu dengan tenaga yang memenuhi persayartan tertentu. Focus terapi kelompok adalah membuat sadar diri (self awareness), peningkatan hubungan interpersonal, membuat perubahan atau ketiganya. 2 Terapi aktifitas kelompok dibagi menjadi 4, salah satunya adalah terapi aktifitas kelompok sosialisasi. Terapi aktifitas kelompok sosialisasi adalah salah satu bentuk terapi yang membantu klien untuk melakukan sosialisasi dengan individu yang ada di sekitar klien. Sosialisasi adalah memfasilitasi psikoterpist untuk memantau dan meningkatkan hubungan interpersonal, memberi tanggapan terhadap orang lain, mengekspresikan ide dan tukar persepsi dan menerima stimulus eksternal yang berasal dari lingkungan. Isolasi sosial adalah keadaan ketika seseorang individu mengalami penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain di sekitarnya. Pasien mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan orang lain 1) PENGERTIAN : 1. TAK Terapi Aktivitas Kelompok adalah suatu psikoterapi yang dilakukan oleh sekelompok penderita bersama-sama dengan jalan berdiskusi satu sama lain yang dipimpin, diarahkan oleh seorang terapis/petugas kesehatan yang telah terlatih. 2. ISOLASI SOSIAL Adalah gangguan dalam berhubungan yang merupakan mekanisme individu terhadap sesuatu yang mengancam dirinya dengan cara menghindari interaksi dengan orang lain dan lingkungan ( Dalami, Dkk.2009 ) Adalah pengalaman kesendirian seseorang, individu yang diterima sebagai perlakuan dari orang lain serta sebagai kondisi yang negatif atau mengancam ( Wilcinson, 2007). 2) PENYEBAB ISOLASI SOSIAL ADALAH : 1. Faktor Predisposisi Beberapa faktor Predisposisi yang dapat menyebabkan isolasi sosial adalah : a. Faktor Perkembangan Setiap tahap tumbuh kembang memiliki tugas yang harus dilalui individu dengan sukses, karena apabila tugas perkembangan ini tidak dapat dipenuhi, akan menghambat masa perkembangan selanjutnya. Keluarga adalah tempat pertama yang memberikan pengalaman bagi individu dalam menjalin hubungan dengan orang lain. Kurangnya stimulasi, kasih sayang, perhatian dan kehangatan dari 3 ibu/pengasuh pada bayi bayi akan memberikan rasa tidak aman yang dapat menghambat terbentuknya rasa percaya diri. Rasa ketidakpercayaan tersebut dapat mengembangkan tingkah laku curiga pada orang lain maupun lingkungan di kemudian hari. Komunikasi yang hangat sangat penting dalam masa ini, agar anak tidak mersaa diperlakukan sebagai objek. Menurut Purba, dkk. (2008) tahap-tahap perkembangan individu dalam berhubungan terdiri dari: 1) Masa Bayi Bayi sepenuhnya tergantung pada orang lain untuk memenuhi kebutuhan biologis maupun psikologisnya. Konsistensi hubungan antara ibu dan anak, akan menghasilkan rasa aman dan rasa percaya yang mendasar. Hal ini sangat penting karena akan mempengaruhi hubungannya dengan lingkungan di kemudian hari. Bayi yang mengalami hambatan dalam mengembangkan rasa percaya pada masa ini akan mengalami kesulitan untuk berhubungan dengan orang lain pada masa berikutnya. 2) Masa Kanak-kanak Anak mulai mengembangkan dirinya sebagai individu yang mandiri, mulai mengenal lingkungannya lebih luas, anak mulai membina hubungan dengan temantemannya. Konflik terjadi apabila tingkah lakunya dibatasi atau terlalu dikontrol, hal ini dapat membuat anak frustasi. Kasih sayang yang tulus, aturan yang konsisten dan adanya komunikasi terbuka dalam keluarga dapat menstimulus anak tumbuh menjadi individu yang interdependen, Orang tua harus dapat memberikan pengarahan terhadap tingkah laku yang diadopsi dari dirinya, maupun sistem nilai yang harus diterapkan pada anak, karena pada saat ini anak mulai masuk sekolah dimana ia harus belajar cara berhubungan, berkompetensi dan berkompromi dengan orang lain. 3) Masa Praremaja dan Remaja Pada praremaja individu mengembangkan hubungan yang intim dengan teman sejenis, yang mana hubungan ini akan mempengaruhi individu untuk mengenal dan mempelajari perbedaan nilai-nilai yang ada di masyarakat. Selanjutnya hubungan intim dengan teman sejenis akan berkembang menjadi hubungan intim dengan lawan jenis. Pada masa ini hubungan individu dengan kelompok maupun teman lebih berarti daripada hubungannya dengan orang tua. Konflik akan terjadi apabila 4 remaja tidak dapat mempertahankan keseimbangan hubungan tersebut, yang seringkali menimbulkan perasaan tertekan maupun tergantung pada remaja. 4) Masa Dewasa Muda Individu meningkatkan kemandiriannya serta mempertahankan hubungan interdependen antara teman sebaya maupun orang tua. Kematangan ditandai dengan kemampuan mengekspresikan perasaan pada orang lain dan menerima perasaan orang lain serta peka terhadap kebutuhan orang lain. Individu siap untuk membentuk suatu kehidupan baru dengan menikah dan mempunyai pekerjaan. Karakteristik hubungan interpersonal pada dewasa muda adalah saling memberi dan menerima (mutuality). 5) Masa Dewasa Tengah Individu mulai terpisah dengan anak-anaknya, ketergantungan anak-anak terhadap dirinya menurun. Kesempatan ini dapat digunakan individu untuk mengembangkan aktivitas baru yang dapat meningkatkan pertumbuhan diri. Kebahagiaan akan dapat diperoleh dengan tetap mempertahankan hubungan yang interdependen antara orang tua dengan anak. 6) Masa Dewasa Akhir Individu akan mengalami berbagai kehilangan baik kehilangan keadaan fisik, kehilangan orang tua, pasangan hidup, teman, maupun pekerjaan atau peran. Dengan adanya kehilangan tersebut ketergantungan pada orang lain akan meningkat, namun kemandirian yang masih dimiliki harus dapat dipertahankan. b. Faktor Komunikasi Dalam Keluarga Masalah komunikasi dalam keluarga dapat menjadi kontribusi untuk mengembangkan gangguan tingkah laku. 1) Sikap bermusuhan/hostilitas 2) Sikap mengancam, merendahkan dan menjelek-jelekkan anak 3) Selalu mengkritik, menyalahkan, anak tidak diberi kesempatan untuk mengungkapkan pendapatnya. 4) Kurang kehangatan, kurang memperhatikan ketertarikan pada pembicaananak, hubungan yang kaku antara anggota keluarga, kurang tegur sapa, komunikasi kurang terbuka, terutama dalam pemecahan masalah tidak diselesaikan secara terbuka dengan musyawarah. 5 5) Ekspresi emosi yang tinggi 6) Double bind (dua pesan yang bertentangan disampaikan saat bersamaan yang membuat bingung dan kecemasannya meningkat) c. Faktor Sosial Budaya Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan merupakan faktor pendukung terjadinya gangguan berhubungan. Dapat juga disebabkan oleh karena normanorma yang salah yang dianut oleh satu keluarga.seperti anggota tidak produktif diasingkan dari lingkungan sosial. d. Factor Biologis Genetik merupakan salah satu faktor pendukung gangguan jiwa. Insiden tertinggi skizofrenia ditemukan pada keluarga yang anggota keluarga yang menderita skizofrenia. Berdasarkan hasil penelitian pada kembar monozigot apabila salah diantaranya menderita skizofrenia adalah 58%, sedangkan bagi kembar dizigot persentasenya 8%. Kelainan pada struktur otak seperti atropi, pembesaran ventrikel, penurunan berat dan volume otak serta perubahan struktur limbik, diduga dapat menyebabkan skizofrenia. 2. Faktor Presipitasi Stresor presipitasi terjadinya isolasi sosial dapat ditimbulkan oleh faktor internal maupun eksternal, meliputi: a. Stressor Sosial Budaya Stresor sosial budaya dapat memicu kesulitan dalam berhubungan, terjadinya penurunan stabilitas keluarga seperti perceraian, berpisah dengan orang yang dicintai, kehilangan pasangan pada usia tua, kesepian karena ditinggal jauh, dirawat dirumah sakit atau dipenjara. Semua ini dapat menimbulkan isolasi sosial. b. Stressor Biokimia 1. Teori dopamine: Kelebihan dopamin pada mesokortikal dan mesolimbik serta tractus saraf dapat merupakan indikasi terjadinya skizofrenia. 2. Menurunnya MAO (Mono Amino Oksidasi) didalam darah akan meningkatkan dopamin dalam otak. Karena salah satu kegiatan MAO adalah sebagai enzim yang menurunkan dopamin, maka menurunnya MAO juga dapat merupakan indikasi terjadinya skizofrenia. 6 3. Faktor endokrin: Jumlah FSH dan LH yang rendah ditemukan pada pasien skizofrenia. Demikian pula prolaktin mengalami penurunan karena dihambat oleh dopamin. Hypertiroidisme, adanya peningkatan maupun penurunan hormon adrenocortical seringkali dikaitkan dengan tingkah laku psikotik. 4. Viral hipotesis: Beberapa jenis virus dapat menyebabkan gejala-gejala psikotik diantaranya adalah virus HIV yang dapat merubah stuktur sel-sel otak. c. Stressor Biologik dan Lingkungan Sosial Beberapa peneliti membuktikan bahwa kasus skizofrenia sering terjadi akibat interaksi antara individu, lingkungan maupun biologis. d. Stressor Psikologis Kecemasan yang tinggi akan menyebabkan menurunnya kemampuan individu untuk berhubungan dengan orang lain. Intesitas kecemasan yang ekstrim dan memanjang disertai terbatasnya kemampuan individu untuk mengatasi masalah akan menimbulkan berbagai masalah gangguan berhubungan pada tipe psikotik. Menurut teori psikoanalisa; perilaku skizofrenia disebabkan karena ego tidak dapat menahan tekanan yang berasal dari id maupun realitas yang berasal dari luar. Ego pada klien psikotik mempunyai kemampuan terbatas untuk mengatasi stress. Hal ini berkaitan dengan adanya masalah serius antara hubungan ibu dan anak pada fase simbiotik sehingga perkembangan psikologis individu terhambat. Menurut Purba, dkk. (2008) strategi koping digunakan pasien sebagai usaha mengatasi kecemasan yang merupakan suatu kesepian nyata yang mengancam dirinya. Strategi koping yang sering digunakan pada masing-masing tingkah laku adalah sebagai berikut: a) Tingkah laku curiga: proyeksi b) Dependency: reaksi formasi c) Menarik diri: regrasi, depresi, dan isolasi d) Curiga, waham, halusinasi: proyeksi, denial e) Manipulatif: regrasi, represi, isolasi f) Skizoprenia: displacement, projeksi, intrijeksi, kondensasi, isolasi, represi dan regrasi. 3) TANDA DAN GEJALA Menurut Purba, dkk. (2008) tanda dan gejala isolasi sosial yang dapat ditemukan dengan wawancara, adalah: 7 1. Pasien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain 2. Pasien merasa tidak aman berada dengan orang lain 3. Pasien mengatakan tidak ada hubungan yang berarti dengan orang lain 4. Pasien merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu 5. Pasien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan 6. Pasien merasa tidak berguna 7. Pasien tidak yakin dapat melangsungkan hidup 4) AKIBAT YANG DITIMBULKAN Perilaku isolasi sosial : menarik diri dapat berisiko terjadinya perubahan persepsi sensori halusinasi. Perubahan persepsi sensori halusinasi adalah persepsi sensori yang salah (misalnya tanpa stimulus eksternal) atau persepsi sensori yang tidak sesuai dengan realita/kenyataan seperti melihat bayangan atau mendengarkan suara-suara yang sebenarnya tidak ada. Halusinasi adalah pencerapan tanpa adanya rangsang apapun dari panca indera, di mana orang tersebut sadar dan dalam keadaan terbangun yang dapat disebabkan oleh psikotik, gangguan fungsional, organik atau histerik.Halusinasi merupakan pengalaman mempersepsikan yang terjadi tanpa adanya stimulus sensori eksternal yang meliputi lima perasaan (pengelihatan, pendengaran, pengecapan, penciuman, perabaan), akan tetapi yang paling umum adalah halusinasi pendengaran. 5) PETALAKSANAAN 1. Terapi Psikofarmaka a. Chlorpromazine Mengatasi sindrom psikis yaitu berdaya berat dalam kemampuan menilai realitas, kesadaran diri terganggu, daya ingat norma sosial dan tilik diri terganggu, berdaya berat dalam fungsi-fungsi mental: faham, halusinasi. Gangguan perasaan dan perilaku yang aneh atau tidak terkendali, berdaya berat dalam fungsi kehidupan sehari-hari, tidak mampu bekerja, berhubungan sosial dan melakukan kegiatan rutin. Mempunyai efek samping gangguan otonomi (hypotensi) antikolinergik/parasimpatik, mulut kering, kesulitan dalam miksi, hidung tersumbat, mata kabur, tekanan intra okuler meninggi, gangguan irama jantung. Gangguan ekstra pyramidal (distonia akut, akathsia sindrom parkinson). Gangguan endoktrin (amenorhe). Metabolic (Soundiee). Hematologik, 8 agranulosis. Biasanya untuk pemakaian jangka panjang. Kontraindikasi terhadap penyakit hati, penyakit darah, epilepsy, kelainan jantung (Andrey, 2010). b. Haloperidol (HLP) Berdaya berat dalam kemampuan menilai realita dalam fungsi mental serta dalam fungsi kehidupan sehari-hari. Memiliki efek samping seperti gangguan miksi dan parasimpatik, defeksi, hidung tersumbat mata kabur , tekanan infra meninggi, gangguan irama jantung. Kontraindikasi terhadap penyakit hati, penyakit darah, epilepsy, kelainan jantung (Andrey, 2010). c. Trihexyphenidil (THP) Segala jenis penyakit Parkinson, termasuk pasca ensepalitis dan idiopatik, sindrom Parkinson akibat obat misalnya reserpina dan fenotiazine. Memiliki efek samping diantaranya mulut kering, penglihatan kabur, pusing, mual, muntah, bingung, agitasi, konstipasi, takikardia, dilatasi, ginjal, retensi urine. Kontraindikasi terhadap hypersensitive Trihexyphenidil (THP), glaukoma sudut sempit, psikosis berat psikoneurosis (Andrey, 2010). 2. Terapi Individu Terapi individu pada pasien dengan masalah isolasi sosial dapat diberikan strategi pertemuan (SP) yang terdiri dari tiga SP dengan masing-masing strategi pertemuan yang berbeda-beda. Pada SP satu, perawat mengidentifikasi penyebab isolasi social, berdiskusi dengan pasien mengenai keuntungan dan kerugian apabila berinteraksi dan tidak berinteraksi dengan orang lain, mengajarkan cara berkenalan, dan memasukkan kegiatan latihan berbiincang-bincang dengan orang lain ke dalam kegiatan harian. Pada SP dua, perawat mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien, memberi kesempatan pada pasien mempraktekkan cara berkenalan dengan satu orang, dan membantu pasien memasukkan kegiatan berbincang-bincang dengan orang lain sebagai salah satu kegiatan harian. Pada SP tiga, perawat mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien, memberi kesempatan untuk berkenalan dengan dua orang atau lebih dan menganjurkan pasien memasukkan ke dalam jadwal kegiatan hariannya (Purba, dkk. 2008) 3. Terapi kelompok Menurut (Purba, 2009), aktivitas pasien yang mengalami ketidakmampuan bersosialisasi secara garis besar dapat dibedakan menjadi tiga yaitu: a. Activity Daily Living (ADL) Adalah tingkah laku yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan sehari-hari yang meliputi: 9 1) Bangun tidur, yaitu semua tingkah laku/perbuatan pasien sewaktu bangun tidur. 2) Buang air besar (BAB) dan buang air kecil (BAK), yaitu semua bentuk tingkah laku/perbuatan yang berhubungan dengan BAB dan BAK. 3) Waktu mandi, yaitu tingkah laku sewaktu akan mandi, dalam kegiatan mandi dan sesudah mandi. 4) Ganti pakaian, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan keperluan berganti pakaian. 5) Makan dan minum, yaitu tingkah laku yang dilakukan pada waktu, sedang dan setelah makan dan minum. 6) Menjaga kebersihan diri, yaitu perbuatan yang berhubungan dengan kebutuhan kebersihan diri, baik yang berhubungan dengan kebersihan pakaian, badan, rambut, kuku dan lain-lain. 7) Menjaga keselamatan diri, yaitu sejauhmana pasien mengerti dan dapat menjaga keselamatan dirinya sendiri, seperti, tidak menggunakan/menaruh benda tajam sembarangan, tidak merokok sambil tiduran, memanjat ditempat yang berbahaya tanpa tujuan yang positif. 8) Pergi tidur, yaitu perbuatan yang mengiringi seorang pasien untuk pergi tidur. Pada pasien gangguan jiwa tingkah laku pergi tidur ini perlu diperhatikan karena sering merupakan gejala primer yang muncul padagangguan jiwa. Dalam hal ini yang dinilai bukan gejala insomnia (gangguan tidur) tetapi bagaimana pasien mau mengawali tidurnya. b. Tingkah laku sosial Adalah tingkah laku yang berhubungan dengan kebutuhan sosial pasien dalam kehidupan bermasyarakat yang meliputi: o Kontak sosial terhadap teman, yaitu tingkah laku pasien untuk melakukan hubungan sosial dengan sesama pasien, misalnya menegur kawannya, berbicara dengan kawannya dan sebagainya. o Kontak sosial terhadap petugas, yaitu tingkah laku pasien untuk melakukan hubungan sosial dengan petugas seperti tegur sapa, menjawab pertanyaan waktu ditanya, bertanya jika ada kesulitan dan sebagainya. o Kontak mata waktu berbicara, yaitu sikap pasien sewaktu berbicara dengan orang lain seperti memperhatikan dan saling menatap sebagai tanda adanya kesungguhan dalam berkomunikasi. 10 o Bergaul, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan kemampuan bergaul dengan orang lain secara kelompok (lebih dari dua orang). o Mematuhi tata tertib, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan ketertiban yang harus dipatuhi dalam perawatan rumah sakit. o Sopan santun, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan tata krama atau sopan santun terhadap kawannya dan petugas maupun orang lain. o Menjaga kebersihan lingkungan, yaitu tingkah laku pasien yang bersifat mengendalikan diri untuk tidak mengotori lingkungannya, seperti tidak meludah sembarangan, tidak membuang puntung rokok sembarangan dan sebagainya. C. KRITERIA KLIEN a) Klien menarik diri yang cukup kooperatif b) Klien yang sulit mengungkapkan perasaannya melalui komunikasi verbal c) Klien dengan gangguan menarik diri yang telah dapat berinteraksi dengan orang lain d) Klien dengan kondisi fisik yang dalam keadaan sehat (tidak sedang mengidap penyakit fisik tertentu seperti diare, thypoid dan lain-lain) D. PROSES SELEKSI 1) Berdasarkan kriteria klien yang telah ditetapkan 2) Berdasarkan informasi dan diskusi mengenai prilaku klien sehari-hari dan kemungkinan dapat dilakukan terapi aktifitas kelompok pada klien tersebut dengan perawat ruangan 3) Melakukan kontrak dengan klien untuk mengikuti aktifitas yang akan dilaksanakan serta menanyakan kesediaannya 4) Menetapkan bersama klien dan perawat ruangan tentang topik, waktu dan tempat kegiatan Jumlah Klien : 3 pasien E. PENGORGANISASIAN 1. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Terapi Aktifitas Kelompok ini dilaksanakan pada : Hari, Tanggal : Kamis, 11 Juni 2015 Waktu : 08.00 WIB s/d selesai Tempat : Ruang Keperawatan Jiwa 11 2. Tim Terapis Yang bertugas dalam TAK kali ini disesuaikan dengan petugas setiap Sessi yang telah disepakati. Sebagai berikut : Susunan Pelaksana TAKS SESI 2 : 1) Leader : Elvina Saputri 2) Co. Leader : Lena Oktavia 3) Fasilitator : Adelina Pratiwi, Santa Sondang, Rido Pebri Pratama 4) Observer : Nova Aprilia a. Uraian Tugas Pelaksana 1. Leader Tugas: Memimpin jalannya therapy aktifitas kelompok. Merencanakan, mengontrol, dan mengatur jalannya therapy. Menyampaikan materi sesuai tujuan TAK. Memimpin diskusi kelompok. 2. Co. Leader Tugas: Membuka acara. Mendampingi Leader. Mengambil alih posisi leader jika leader bloking. Menyerahkan kembali posisi kepada leader. Menutup acara diskusi. 3. Fasilitator Tugas: Ikut serta dalam kegiatan kelompok. Memberikan stimulus dan motivator pada anggota kelompok untuk aktif mengikuti jalannya therapy. 4. Observer Tugas: Mencatat serta mengamati respon klien (dicatat pada format yang tersedia). 12 Mengawasi jalannya aktifitas kelompok dari mulai persiapan, proses, hingga penutupan. 3. Kriteria Anggota Klien sebagai anggota yang mengikuti therapy aktifitas kelompok ini adalah: 1) Kondisi fisik sehat 2) Klien yang dapat baca dan tulis 3) Klien yang mengalami isolasi sosial 4) Klien dapat berinteraksi 5) Klien yang sudah setuju dengan kontrak TAK 4. Nama Klien Klien yang mengikuti kegiatan berjumlah 3 orang Adapun nama-nama klien yang akan mengikuti TAK yaitu: Klien peserta TAK: 1. Nn. H 2. Ny. W 3. Ny. M F. SESI 2: TAKS Tujuan : Klien mampu berkenalan dengan anggota kelompok : a. Memperkenalkan diri sendiri : nama lengkap, nama panggilan, asal, dan hobi. b. Menanyakan diri anggota kelompok lain : nama lengkap, nama panggilan, asal, dan hobi. Setting : 1. Klien dan terapis duduk bersama dalam lingkaran. 2. Ruangan nyaman dan tenang. Alat : 1. Bola tennis atau botol 2. Handphone (MP3) 3. Buku catatn dan pulpen 4. Jadwal kegiatan klien 13 Metode : Metode yang digunakan pada therapy aktifitas kelompok (TAK) ini adalah metode: a) Dinamika kelompok b) Diskusi dan tanya jawab c) Bermain peran/stimulasi Langkah Kegiatan : 1. Persiapan a. Mengingatkan kontrak dengan anggota kelompok pada Sesi I TAKS. b. Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan. 2. Orientasi Pada tahap ini terapis melakukan : a. Memberikan salam terapeutik : b. Evaluasi / validasi: 1. Menanyakan perasaan klien saat ini 2. Menanyakan apakah telah mencoba memperkenalkan diri pada orang lain. c. Kontrak : 1. Menjelaskan tujuan kegiatan yaitu berkenalan diri dengan anggota kelompok. 2. Menjelaskan aturan main sebagai berikut : Jika ada peserta yang akan meninggalkan kelompok, harus meminta izin kepada terapis. Lama kegiatan kurang lebih 45 menit. Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai akhir. 3. Tahap kerja a. Hidupkan musik pada Handphone dan bola diedarkan berlawanan arah jarum jam. b. Pada saat musik di matikan, maka anggota kelompok yang memegang bola mendapat giliran untuk berkenalan dengan anggota kelompok yang ada disebelah kanan dengan cara: 1. Memberi salam 2. Menyebutkan nama lengkap, nama panggilan, asal, dan hobi; 3. Menanyatkan nama lengkap, nama panggilan, asal, dan hobi lawan bicara; 4. Dimulai oleh terapis sebagai contoh. 14 c. Ulangi a dan b sampai semua anggota kelompok mendapat giliran. d. Hidupkan kembali musik pada Handphone dan bola diedarkan. Pada saat musik di matikan, minta anggota kelompok yang memegang bola mendapat giliran untuk memperkenalkan anggota kelompok yang ada disebelah kanannya kepada kelompok, yaitu: nama lengkap, nama panggilan, asal, dan hobi. Dimulai oleh terapis sebagai contoh. e. Ulangi d sampai semua anggota kelompok mendapat giliran. f. Beri pujian untuk tiap keberhasilan anggota kelompok dengan memberi tepuk tangan. 4. Tahap terminasi. a. Evaluasi 1. Menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK. 2. Memberi pujian atas keberhasilan kelompok. b. Rencana tindak lanjut. 1. Menganjurkan tiap anggota kelompok latihan berkenalan. 2. Masukkan kegiatan memperkenalkan diri pada jadwal kegiatan harian klien. c. Kontrak yang akan datang. 1. Menyepakati kegiatan berikut, yaitu dengan bercakap cakap tentang kehidupan pribadi. 2. Menyepakati waktu dan tempat G. Evaluasi dan Dokumentasi Evaluasi Evaluasi dilakukan ketika proses TAK berlangsung, khusunya pada tahap kerja. Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan klien sesuai dengan tujuan TAK. Untuk TAKS sesi 2, dievaluasi kemampuan klien dalam berkenalan secara verbal dan nonverbal dengan menggunakan formulir evaluasi berikut: 15 FORMAT PENILAIAN EVALUASI SESI 2: TAKS a. Kemampuan Verbal No Aspek Yang Dinilai 1 Menyebutkan Nama Lengkap Menyebutkan nama panggilan Menyebutkan asal Menyebutkan hobi Menanyakan nama lengkap Menanyakan nama panggilan Menanyakan asal Menanyakan hobi Jumlah 2 3 4 5 6 7 8 Nama Klien b. Kemampuan nonverbal No Aspek Yang Dinilai 1 2 3 Kontak nama Duduk tegak Menggunakan bahasa tubuh yang sesuai Mengikuti kegiatan dari awal sampai akhir Jumlah 4 Nama Klien Petunjuk: 1. Di bawah judul nama klien, tuliskan nama panggilan klien yang ikut TAKS. 2. Untuk tiap klien, semua aspek dinilai dengan memberi tanda ( ) jika ditemukan, pada klien atau tanda (x) jika tidak ditemukan. 3. Jumlahkan kemampuan yang ditemukan Kemampuan verbal, disebut mampu jika mendapat nilai ≥6 ; disebut belum mampu jika mendapat nilai ≤5. Kemampuan nonverbal, disebut mampu jika mendapat nilai 3 atau 4; disebut belum mampu jika mendapat nilai ≤2 . 16 Dokumentasi Dokumentasikan kemampuan yang klien miliki ketika TAK pada catatan proses keperawatan tiap klien. Misalnya, jika nilai klien 7 untuk verbal dan 3 untuk nonverbal, catatan keperawatan adalah : klien mengikuti TAKS sesi 2, klien mampu berkenalan secara verbal dan nonverbal, anjurkan klien berkenalan dengan klien lain, buat jadwal. 17 BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Terapi Aktivitas Kelompok adalah suatu psikoterapi yang dilakukan oleh sekelompok penderita bersama-sama dengan jalan berdiskusi satu sama lain yang dipimpin, diarahkan oleh seorang terapis/petugas kesehatan yang telah terlatih. Isolasi sosial adalah gangguan dalam berhubungan yang merupakan mekanisme individu terhadap sesuatu yang mengancam dirinya dengan cara menghindari interaksi dengan orang lain dan lingkungan ( Dalami, Dkk.2009 ) 3.2 Saran Penulis menyarankan dalam pelaksanaan TAK tersebut masing-masing petugas pelaksana harus mampu melaksanakan perannya sebagai leader, co leader, fasilitator, dan observer. Sehingga, kegiatan TAK Isolasi sosial ini dapat terlaksana sebagaimana yang diharapkan. Maka tujuan pembuatan proposal ini sebagai bentuk penyelesaian tugas ujian prektek keperawatan jiwa dapat tercapai. Demikianlah proposal ini kami buat atas perhatian dan kerjasama Bapak/Ibu kami ucapkan terima kasih. Pekanbaru, 11 Juni 2015 Ketua Pelaksana ( Sekretaris ) ( ) Mengetahui, Penanggung Jawab ( ) 18 DAFTAR PUSTAKA Keliat, Budi Anna & Akemat. 2004. Keperawatan Jiwa, Terapi Aktivitas Kelompok. Jakarta: EGC Stuart dan Sundeen. 2004. Buku Saku Keperawatan Jiwa, Edisi 3. Jakarta:EG 19 PROPOSAL KEPERAWATAN JIWA TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK SOSIALISASI (TAKS) (SESI 2: TAKS Bagi Pasien Isolasi Sosial) DISUSUN OLEH Nama : ELVINA SAPUTRI NIM : Po71 20613 0008 Pembimbing : H. HUSNAN, SKp, MKM POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES RIAU TK.II PRODI D-IV KEPERAWATAN JURUSAN KEPERAWATAN PEKANBARU 2015 20