Uploaded by ghoraseta91

Makalah Kelompok 4 (FULL MATERI)

advertisement
MAKALAH ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS
Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah
Konseling Anak Berkebutuhan Khusus
Dosen Pengampu:
Ea Sri Handayani, M.Pd Psikolog
Oleh:
Kelompok 4
Irfan
NPM. 16.22.0024
Rizky Januar Arief
NPM 16.22.0033
Ghora Seto Sasmito
Nafizah
Nama Anggota Kelompok 3
NPM 16220093
NPM
NPM. …
KELAS REGULER MALAM
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS ISLAM KALIMANTAN MUHAMMAD ARSYAD ALBANJARI
TAHUN 2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
limpahan rahmatnya penyusun dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu tanpa
ada halangan yang berarti dan sesuai dengan harapan.
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada Ibu Eka Sri Handayani sebagai
dosen pengampu mata kuliah Konseling Anak Berkebutuhan Khusus yang telah
membantu memberikan arahan dan pemahaman dalam penyusunan makalah ini.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak
kekurangan karena keterbatasan kami. Maka dari itu penyusun sangat mengharapkan
kritik dan saran untuk menyempurnakan makalah ini. Semoga apa yang ditulis dapat
bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.
Banjarmasin, 9 April 2019
Kelompok 4
2
DAFTAR ISI
Hlm
COVER……………………………………………………………………
i
KATA PENGANTAR…………………………………………………….
ii
DAFTAR ISI………………………………………………………………
iii
DAFTAR TABEL (Jika Ada)......................................................................
iv
DAFTAR GAMBAR (Jika Ada)…………………………………………
v
DAFTAR LAMPIRAN (Jika Ada)………………………………………
vi
BAB I: PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ………………………………………………………….
1.2 Rumusan Masalah ………………………………………………………
1.4 Tujuan Penulisan …………………………………………………..........
BAB II: PEMBAHASAN
2.1 Anak Dengan Gangguan Atensi Dan Hiperaktif …………………..........
2.1.1
Karakteristik…………………………………………………………
2.1.2
Penyebab………..…………………………………………………...
2.1.3
Identifikasi …………………………..………………………….......
2.1.4
Pendidikan Bagi Individu ADHD……………………………….......
2.2 Anak
Berbakat
atau
Gifted
……………………..………………………….......
2.2.1
2.2.2
2.2.3
2.2.4
2.2.5
2.2.6
Batasan Keberbakatan
Klasifikasi dan ciri-ciri keberbakatan
Etiologi/Penyebab Keberbakatan
Identifikasi,Diagnosis dan Asesmen
Dampak Keberbakatan dari segi Psikologis, sosial-emosional dan
Pendidikan
Intervensi dan Bantuan Pendidikan
3
1
2.3 Materi Ketiga……………………………………………………………
BAB III: PENUTUP
3.1 Kesimpulan……………………………………………………………...
3.2 Saran…………………………………………………………………….
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………
LAMPIRAN (Jika Ada)……………………………………………………
DAFTAR TABEL (JIKA ADA)
Hlm
Tabel 1……….…….………………………………………………………
Tabel 2………….………………………………………………………….
Tabel 3……………..………………………………………………………
Dst.
4
DAFTAR GAMBAR (JIKA ADA)
Hlm
Gambar 1………….………………………………………………………
Gambar 2………………………………………………………………….
Gambar 3………….………………………………………………………
Dst.
5
DAFTAR LAMPIRAN (JIKA ADA)
Hlm
Gambar 1………….………………………………………………………
Gambar 2………………………………………………………………….
Gambar 3………….………………………………………………………
Dst.
6
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimana anak dengan gangguan atensi dan hiperaktif ?
1.2.2 Bagaimana anak berbakat atau gifted ?
1.2.3 Bagaimana anak indigo?
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Untuk mengetahui apa saja tentang anak dengan gangguan atensi dan
hiperaktif
1.3.2 Untuk mengetahui apa saja tentang anak berbakat atau gifted
1.3.3 Untuk mengetahui apa saja tentang anak indigo
7
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Anak Dengan Gangguan Atensi Dan Hiperaktif
Selama beberapa tahun, APA (The American Psychiatric Association)
menggunakan istilah umum attention deficit disorder (ADD) untuk orang-orang
dengan kondisi tersebut. Sekarang, DSM (Diagnostic and Statistical Manual of
Mental Disorders) menggunakan "ADHD" sebagai istilah umum. Barkley (2000b
dalam Rief, 2005) mendefiniskan ADHD sebagai "a developmental disorder of selfcontrol, consisting of problems with attention span, impluse control, and activity
level". Pada intinya, ADHD merupakan sebuah gangguan perkembangan dan
neurologis yang ditandai dengan sekumpulan masalah berupa gangguan pengendalian
diri, masalah rentang atensi, hiperaktivitas, dan impulsivitas, yang menyebabkan
kesulitan berperilaku, berpikir dan mengendalikan emosi, yang mengganggu
kehidupan sehari-hari
ADHD dibagi menjadi tiga subtipe, yaitu ADHD - predominantly inattentive
type, ADHD - predominantly hyperactive - impluse type, dan ADHD- combined type
(American Psychiatric Association, 2000 dalam Hallahan, Kauffman & Pullen, 2009)
8
A. Tipe ADHD – Inattentive
Karakteristik dan gejala Inatensi yang sering muncul :
1. Mudah terdistrak dengan stimulus lain (penglihatan, suara, gerakan dalam
lingkungan)
2. Tampak tidak mendengarkan ketika diajak berbicara langsung
3. Kesulitan mengingat dan mengikuti arahan
4. Kesulitan memusatkan perhatian pada tugas dan aktivitas bermain
5. Pelupa dalam aktivitas sehari-hari
6. Tampak bingung, mudah meluap-luap
7. Menghindari atau tidak menyukai tugas yang membutuhkan banyak usaha
mental (seperti tugas sekolah atau pekerjaan rumah)
8. Dan sebagainya (Rief,2005)
B. Kesulitan Akademis Akibat Inatensi
a. Membaca:
1. Kehilangan bagian yang sedang dibaca
2. Tidak bisa fokus pada apa yang sedang dibacanya (terutama apabila
bacaan sulit, panjang, membosankan, dan tidak diminati), sehingga sering
melewatkan beberapa kata, detil, dan pemahaman
3. Lupa pada apa yang telah dibacanya dan harus membaca ulang beberapa
kali
b. Menulis:
9
1. Sulit merencanakan dan mengorganisir tugas menulis
2. Tidak sesuai dengan topik akibat kehilangan apa yang sedang dipikirkan
3. Hasil tulisan sedikit dan lambat
4. Ejaan buruk, membuat kesalahan-kesalahan teknis (huruf besar, dsb)
c. Matematika:
1. Kesalahan penghitungan akibat tidak perhatian pada tanda-tanda
penghitungan
2. Sulit
memecahkan
persoalan
karena
ketidakmampuan
mempertahankan fokus untuk menyelesaikan semua langkah-langkah
pemecahannya
C. Tipe ADHD - Hyperactive-Impulsive
a. Karakteristik dan gejala hiperaktivitas yang sering muncul:
1. Berlaku seolah-olah digerakkan oleh motor
2. Meninggalkan tempat duduk di kelas atau pada situasi lain dimana ia
diharapkan untuk duduk dalam jangka waktu tertentu
3. Tidak bisa duduk diam
4. Sangat energetik, hampir selalu bergerak
5. Dan sebagainya (Rief, 2005)
b. Karakteristik dan gejala Impulsivitas yang sering muncul:
1. Banyak bicara
2. Menginterupsi orang lain
10
3. Menjawab sebelum pertanyaan selesai
4. Kesulitan menunggu giliran dalam permainan atau kegiatan
5. Memecahkan barang, meruskkan sesuatu
6. Mengganggu orang lain
7. Dan sebagainya (Rief,2005)
2.1.1 Karakteristik
Menurut Russel Barkley (dalam Hallahan, Kauffaman, & Pullen),
behaviourala inhibition atau pengehentian tingkah laku merupakan kunci karakteristik
ADHD, yang membentuk tahapan-tahapan masalah dalam fungsi eksekutif serta
kesadaran dan manajemen waktu, yang kemudian mengganggu kemampuan individu
dalam melakukan tingkah lakunyang mengarah pada tujuan.
A. Behavioural Inhibition (Penghentian perilaku)
Termasuk kemampuan dalam :
1.
Menahan respon
2. Menginterupsi respon yang sedang berjalan, apabila individu
mendeteksi bahwa sebuah respon tidak pantas karena perubahan
mendadak dalam permintaan tugas, atau
3.
Menjaga respon dari stimulus yang mengganggu atau menyaingi
(Lawrence et.al., 2002 dalam Hallahan, Kauffman, & Pullen, 2009)
Anak-anak ADHD bukan tidak tahu bagaimana mereka harus bertingkah laku
dengan pantas kepada orang lain, melainkan tidak mampu melakukannya (Landau
et.al.,98 dalam Hallahan, Kauffman & Pullen, 2009). Defisit dalam menahan tingkah
laku membuat mereka memilih sesuatu secara impulsif dan bereaksi berlebihan
11
secara emosional. Misalnya, menyerobot ketika bermain, menginterupsi pembicaraan
orang lain, kurang memperhatikan hal yang dikatakan orang lain, memberikan solusi
yang agresif terhadap masalah interpersonal, kehilangan kesabaran, dan sebagainya
(Guevremont, 1990 dalam DuPaul & Stoner, 1994)
B. Executive Function (Fungsi Eksekutif)
Merupakan kemampuan untuk melakukan berbagai macam tingkah laku yang
terarah (self-directed behaviour). Dalam model Barkley, individu dengan ADHD
menunjukkan masalah dengan fungsi eksekutif dalam empat cara, yaitu :
1. Working Memory (WM). Individu ADHD memiliki masalah dengan
working memory (WM), yang merupakan kemampuan seseorang untuk
menyimpan informasi di dalam pikiran yang dapat digunakan untuk
mengarahkan tindakan seseorang tersebut sekarang maupun di masa yang
akan datang (Barkley & Murphy, 1998, p.2 dalam Hallahan, Kauffman, &
Pullen, 2009). Masalah dengan WM ini menyebabkan kelupaan, masalah
persepsi dan pertimbangan, serta manajemen waktu
2. Inner Speech. Individu ADHD sering mengalami hambatan dalam inner
speech-nya, yaitu "suara" di dalam yang memungkinkan seseorang untuk
"berbicara" kepada dirinya sendiri mengenai berbagai macam solusi dalam
menghadapi
masalah.
Maka,
individu
ADHD
yang
mengalami
kekurangan dalam inner speech, mengalami masalah dalam mengarahkan
tingkah lakunya pada situasi yang menuntut kemampuan untuk mengikuti
peraturan instruksi
12
3. Emotions and Arousal Level Control (emoso dan tingkat kendali
timbulnya). Individu ADHD sering terlalu reaktif terhadap pengalaman
positif maupun negatif. Sewaktu mendengar berita bahagia, misalnya,
anak-anak dengan ADHD dapat berteriak dengan kencang dan tidak dapat
menyimpan emosinya untuk dirinya sendiri
4. Analyzing Problems and Communicating Solutions. Individu ADHD
kurang fleksibel ketika dihadapkan dengan masalah dan menganalisanya.
Dalam mengkomunikasikannya, ia seringkali merespon secara implusif,
terhadap suatu hal yang langsung muncul dalam pikiran.
2.1.2 Penyebab
Pada awal sampai pertengahan abad ke-20, para pihak yang berwenang
menganggap bahwa masalah inatensi dan hiperaktivitas disebabkan oleh masalah
neurologikal akibat kerusakan otak. Penelitian mengindikasikan bahwa ADHD paling
banyak disebabkan oleh disfungsi neurolgikal daripada kerusakan otak. Seperti pada
kesulitan belajar, bukti menunjukkan bahwa hereditas memainkan peranan yang
sangat kuat dalam menyebabkan disfungsi neurological
A. Area Otak yang terkena dampak
Nigg (2006) dan Voeller (2004) dalam Hallahan, Kauffman, & Pullen, 2009)
menemukan ketidaknormalan yang konsisten pada tiga area otak orang-orang yang
mengalami ADHD, yaitu lobus prefrontal, lobus frontal, dan basal ganglia
(khususnya caudate dan globus pallidus). Lobus prefrontal yang terletak pada bagian
depan otak, terutama bagian prefrontal yang merupakan bagian terdepan dari lobus
prefrontal, bertanggung jawab atas fungsi eksekutif otak, termasuk kemampuan
mengatur tingkah laku seseorang. Basal ganglia yang terkubur di dalam otak dan
terdiri atas beberapa bagian yaitu caudate dan globus pallidus, bertanggung jawab
atas koordinasi dan kontrol tingkah laku motorik (Pinel, 2006 dalam Hallahan,
13
Kauffman, & Pullen, 2009). Selain ketiga bagian otak tersebut, adapula cerebellum
dan corpus callosum yang merupakan tempat perkembangan abnormal dari motorik,
sementara corpus callosum penting untuk bermacam-macam fungsi kognitif
(Hallahan, Kauffman, & Pullen, 2009)
B. Neurotransmitter yang terlibat
Abnormalitas
neurotransmitter
dapat
mengakibatkan
ADHD.
Neurotransmitter merupakan zat kimia yang membantu dalam pengiriman pesan
antara neuron-neuron dalam otak. Jumlah atau tingkat neurotransmitter dopamine dan
norepinephrine yang tidak normal ditemukan terlibat dalam ADHD
C. Faktor-faktor herediter
Dari berbagai studi ditemukan bahwa faktor herediter memainkan peranan
penting sebagai penyebab terjadinya ADHD. Apabila seorang anak mengalami
ADHD, peluang saudara kandungnya mengalami ADHD pula ialah 32%. Sementara
itu, anak-anak dari individu dengan ADHD memiliki risiko sebesar 57% untuk
mengalami ADHD juga. Dari studi amak kembar juga ditemukan bahwa apabila
kedua anak kembar identik atau kembar fraternal mengalami ADHD, kembar identik
yang kedua lebih bersiko mengalami ADHD daripada kembar fraternal yang kedua.
Secara umum, ditemukan bahwa pada sebagian besar kasus ADHD, tidak ada satu
gen khusus yabg menyebabkan ADHD, melainkan beberapa gen
D. Toksin dan medis
Toksin, zat perantara yang dapat mengakibatkan malformasi pada
perkembangan janin di dalam rahim ibu, merupakan salah satu penyebab terjadinya
ADHD. Kecanduan ibu hamil pada alkohol atau rokok membuat calon anak memiliki
risiko tinggi mengalami ADHD. Kondisi medis yang lain, seperti komplikasi pada
saat melahirkan serta berat badan bayi yang sangat rendah berasosiasi dengan ADHD
14
2.1.3 Identifikasi
Hallahan, Kauffman, dan Pullen (2009) dalam bukunya mengatakan bahwa
terdapat empat kompenen penting dalam mengindetifikasi apakah seorang siswa
megalami ADHD, yaitu pemerikdaan medis, wawancara klinis, rating scales orang
tua dan guru, serta observasi tingkah laku.
Pemeriksaan medis diperlukan untuk mengetahui kondisi medis seperti tumor
otak, masalah kelenjer tiroid, atau gangguan seizure disorders sebagai penyebab
inatensi dan atau hiperaktivitas. Wawancara klinis terhadap orang tua dan anak
memberikan informasi mengenai karakteristik fisik dan psikologis anak, serta
dinamika keluarga dan interaksi dengan teman sebaya. Rating scales (skala
penilaian), dikembangkan oleh para peneliti untuk diisi oleh orang tua dan guru, serta
dalam beberapa kasus, oleh si anak. Cara keempat, apabila memungkinkan, ahli
klinis sebaiknya melakukan obseevasi. Sebagai tambahan, para ahli dapat
menggunakan CPT atau a continuous performance test di klinik
2.1.4 Pendidikan Bagi Individu ADHD
Dalam menyusun dan melaksanakan pendidikan untuk anak-anak ADHD,
diperlukan paling tidak tiga pihak yang bekerjasama dengan baik, yaitu anak sendiri,
orang tua, dan personil sekolah atau guru (Witberg dalam Fisher, 2007)
Terdapat dua aspek pemograman pendidikan yang efektif untuk siswa-siswa
dengan ADHD menurut Cruickshank (dalam Hallahan, Kauffman, & Pullen, 2009),
yaitu:
A. Struktur kelas dan arahan guru
1. Menurunkan stimulus yang tidak relevan dengan pembelajaran dan
meningkatkan material yang penting untuk pembelajaran. Cara yang
dapat
digunakan, antara lain tempat siswa belajar dibuat seperti
kubikel dengan tiga sisi untuk menurunkan distraksi
15
2. Program terstruktur dengan penekanan kuat pada arahan guru
3. Guru menggunakan media pengajaran yang menarik dan berwarna
cerah. Cara ini disebut oleh Witberg (dalam Fisher, 2007) dengan
attention grabbing ways. Selain media pengajaran yang menarik
perhatian, guru dapat memberikan "peringatan 5 menit" yaitu dengan
memberika peringatan bahwa akhir sebuah materi sudah dekat,
sehingga anak menyadari bahwa guru akan berpindah ke materi
berikutnya
4. Jadwal aktivitas yang sistematis dan mendetil untuk setiap anak
5. Meskipun tidak semua cara tersebut kini dapat diaplikasikan karena
banyak anak ADHD yang saat ini belajar dalam pendidikan umum
serta semakin lama mereka pun harus belajar untuk lebih independen
dalam pendidikan, ada beberapa aplikasi prinsip Cruickshank yang
masih dapat diterapkan, seperti:
6. Membagi satu hari menjadi beberapa unit waktu dan pembagian ini
diterapkan setiap hari
7. Membagi tugas dan aktivitas menjadi beberapa sub tugas dan sub
aktivitas
8. Menetapkan sedikit saja jumlah tugas dalam sehari
9. Menghindari batas waktu yang terlalu ketat
10. Menempel time table ini di meja atau di dalam agenda (Cooper, 1999
dalam Hallahan, Kauffman, & Pullen, 2009)
B. Functional
Behavioral
Assement
Managemenet
16
dan
Contigency-Based-Self-
Functional Behavioral Assement (FBA) termasuk menentukan konsekuensi,
penyebab, dan setting events yang mempertahankan tingkah laku tidak pantas.
Sementara itu Contigency-based-self-management termasuk membuat seseorang
tetap mempertahankan tingkah laku tertentu dan mendapatkan konsekuensi yang
biasanya berupa reward. Kombinasi FBA dengan teknik contigency-based-selfmanagement terbukti sukses dalam meningkatkan tingkah laku yang pantas pada
siswa-siswi ADHD di tingkat SD dan SMP (DuPaul, Eckert, McGoey, 1997; Ervin,
DuPaul, Kern, & Friman, 1998; Shapiro et.al., 1998 dalam Hallahan, Kauffman, &
Pullen, 2009).
Contogency management yang telah disebutkan di atas merupakan salah satu
bentuk intervensi yang termasuk dalam classwide interventions, yaitu intervensi
terhadap anak berkebutuhan khusus yang juga digunakan oleh keseluruhan kelas,
tanpa melihat mengapa intervensi diimplementasikan, misalnya untuk satu orang
siswa saja atau seluruh siswa di dalam kelas (Harlacher, Roberts, & Merrel, 2006).
Bentuk ini disarankan karena lebih efektif dalam pembiyaan serta lebih efisien
daripada intervensi individual karena seorang guru dapat menggunakan intervensi ini
untuk membantu seorang anak berkebutuhan khusus dalam kelas, sekaligus juga
memberi keuntungan bagi performa para siswa lain di kelas tersebut. Selain itu, anak
yang berkebutuhan khusus menjadi anonym karena intervensi dilakukan oleh seluruh
siswa dalam kelas. Classwide interventions untuk ADHD dikategorikan dalam dua
tipe utama, yaitu tingkah laku (behavioural) dan akademik, sebagai berikut
a. Tingkah Laku
Target dari tipe ini adalah manifestasi tingkah laku dari gangguan ADHD
(misalnya, tidak mengerjakan tugas, kesulitan bertahan di tempat duduk, dan
sebagainya). Bentuk-bentuk tipe classwide interventions behavioural antara lain:
1. Contingency Management
17
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, contigency management (CM)
merupakan pengaplikasian konsekuensi yang sejalan dengan tingkah laku tertentu
(Wolery, Bailey, & Sungai, 1998 dalam Harlacher, Roberts, & Merrell, 2006).
Misalnya, siswa mendapatakan tokens atau chips untuk setiap tingkah tertentu yang
dapat ditukarkan dengan hadiah yang lebih bagus, pujian untuk tindakan tertentu, atau
pengambilan tokens/chips untuk setiap tindakan tingkah laku yang tidak diinginkan.
Manfaat CM adalah meningkatnya waktu yang dihabiskan siswa ADHD
untuk mengerjakan tugas. Selain itu, CM juga menurunkan hiperaktivitas, tingkah
laku inatentif dan disruptif, serta meningkatkan kepatuhan pada arahan. Beberapa hal
yang harus diperhatikam dalam pengaplikasian CM, antara lain : (a) definisikan
ekspetasi secara sejalas (misalnya 3-5 tingkah laku positif yang diharapkan), (b)
tokend harus jelas, (c) menjelaskan hubungan antara tokens dan hadiah/reinforcers
yang dapat ditukar, (d) bagaimana dan kapan sisea dapat menukar tokens dengan
hadiah (Harlacher, Roberts, & Merrel, 2006)
Selain keempat hal diatas, untuk memfasilitasi efektivitas CM, lakukan atau
berikan (a) kesempatan kepada siswa untuk melatih dan mengklarifikasi tingkah yang
diharapkan, (b) diskusi dan latihan bagaimana merespon ketika siswa kehilangan
tokens, (c) perencanaan prosedur untuk menghilangkan perlahan-lahan penggunanan
CM dan beralih kepada penghargaan yang alami (natural reinforcement), (d) system
pecarian data, dan (e) petunjuk yang jelas mengenai kapan dan bagaimana sering
system akan digunakan (Harlacher, Roberts, & Merrel, 2006)
2. Therapy Balls
Merupakan bola yang dapat dipompa, yang diduduki oleh anak-anak. Bola
terapi memiliki kaki yang dapat dilipat dan dibuka ketika bola sedang tidak
digunakan sehingga tidak menggelinding (Sensory Edge, n.d. dalam Harlacher,
Roberts, & Merrel, 2006). Manfaat dari bola terapi ini, antara lain terjadi
18
peningkatkan produksi kata di kelas bahasa dan peningkatan lamanya tingkah laku
duduk. Namun demikian, yang perlu menjadi pertimbangan adalah besarnya biaya
yang dibutuhkan untuk memperoleh bola terapi bagi setiap siswa
3. Self-Monitoring
Yaitu pelibatan siswa dalam mengevaluasi dan merekam tingkah laku mereka
sendiri. Guru dan siswa menyetujui satu sampai tiga tingkah laku siswa yang akam
dimonitor (misalnya, penyelesaian tugas, perhatian, dan berbibacara), lalu siswa
diberikan formulir untuk me-rating tingkah laku tersebut dengan Likert, yang
menggambarkan seberapa baik ia telah melakukan tingkah laku tersebut. Kemudian,
hasil rating tersebut dibandingkan dengan rating yang dibuat oleh guru. Setelah
beberapa waktu dan siswa sudah dianggap mampu membuat rating yang sesuai
dengan kenyataan sebenarnya, guru tidak perlu lagi ikut me-rating supaya siswa lebih
dapat menilai dirinya dengan mandiri (Harlacher, Roberts, & Merrell, 2006). Manfaat
self monitoring ini adalah peningkatan jumlah waktu yang dihabiskan siswa untuk
mengerjakan tugas, penurunan inatensi dan tingkah yang tidak pantas. Namun, cara
ini tidak efektif untuk siswa ADHD usia SD
4. Peer Monitoring
Yaitu melatih siswa untuk saling mengawasi tingkah laku temannya dan
memberi penghargaan terhadap tingkah laku yang positif. Ini termasuk (a)
mendefinisikan tingkah laku apa saja yang pantas dan tidak pantas, (b) melatih siswa
untuk mengidentifikasi dan membedakan antara tingkah laku yang pantas dan tidak
pantas tersebut, (c) membuat siswa menangkap temannya ketika melakukan tingkah
laku yang pantas dan (d) menyediakan hadiah untuk tingkah laku tersebut (misalnya
pujian, nilai). Manfaat intervensi ini adalah kuatnya dampak teman-teman terhadap
tingkah laku masing-masing siswa (Alberto & Troutman, 2006; Wolery et.al.,1998
dalam Harlacher, Roberts, & Merrell, 2006), tetapi membutuhkan pelatihan dan
19
waktu yang cukup lama untuk siswa dapat akurat menangkap perilaku yang
dimaksud.
5. Instructional Choice
Memberikan siswa dua atau lebih aktivitas dari menu yang tersedia, kemudian
siswa diminta memilih aktivitas yang ingin ia lakukan. Siswa dapat memilih satu
aktivitas daripada aktivitas yang lain (misaljya, memilih matematika daripada
membaca) atau urutan tugas (misalnya, mengerjakan matematika sebelum membaca).
Instructional choice mampu meningkatkan keterlibatan akademis serta menurunkam
masalah tingkah laku. Intervensi ini mudah dilakukan dan hanya membutuhkan
waktu
persiapan
yang
singkat
tetapi
guru
munhkin
berkeberatan
untuk
memperbolehkan siswa memilih tugas yang ingin mereka selesaikan (Harlacher,
Roberts, & Merrell, 2006)
b.
Akademik
Apabila tipe tingkah laku targetnya adalah manifestasi tingkah laku, maka tipe
akademik memiliki target defisit akademis yang seringkali diasosiasikan dengan
ADHD (misalnya, performa akademis yang rendah, tidak melengkapi tugas, dan
akurasi atau ketepatan) (Harlacher, Roberts, & Merrell, 2006). Bentuk-bentuk
intervensi dari tipe ini antara lain:
1. Classwide Peer Tutoring
Peer tutoring adalah strategi manipulasi instruksi dkmana dua siswa bekerja
sama dalam sebuah aktivitas akademis, dimaba seorang siswa memberikan
pendampingan, instruksi, dan umpan balik kepada yang lain. Siswa dipasangkan,
disediakan materi-materi dalam kurikulum, dan bergantian membimbing satu sama
lain. Classwide peer tutoring fleksibel dan memungkinkan modifikasi sesuai
lingkungan kelas, serta memungkinkan siswa untuk menerima umpan balik atau
perbaikan satu demi satu, hang sulit diperoleh dari instruksi untuk satu kelas.
20
Namum, membutuhkan banyak waktu untul mengembanglan materi dan melatih
siswa di awal (Harlacher, Roberts, Merrell, 2006).
2. Instructional Modification
Merupakan strategi proaktif dimana perubahan dalam tugas untuk siswa demi
mencapai target kebutuhan akademis siswa. Misalnya guru membagi tugas siswa
menjadi tiga bagian, menyediakan batas waktu yang lebih banyak untuk tugas-tugas
siswa, atau mengubah tempo bacaan dari tape yabg digunakan untuk daftar kata. Cara
ini fleksibel, mudah diimplementasikan dan dapat meningkatkan lingkungan
akademis dari siswa yang mengalami kesulitan (DuPaul & Stoner dalam Harlacher,
Roberts, & Merrell, 2006)
3. Computer-Assited Instruction (CAI)
CAI adalah penggunaan program software berbasis computer yang didesain
untuk memperlengkapi guru dengan instruksi dan tambahan materi pelajaran.
Misalnya, simbol-simbol matematika yang diwarnai, penggunaan audio-visual, dan
sebagainya. Cara ini meningkatkan performa matematika dan penurunan tingkah laku
tidak mau mengerjakan tugas (Ota & DaPaul, 2002 dalam Harlacher, Roberts, &
Merrell, 2006).
21
2.2
Anak Berbakat atau Gifted
Anak berbakat tergolong anak berkebutuhan khusus. Dikategorikan sebagai
anak berkebutuhan khusus karena ia berbeda dengan anak-anak lainnya. Perbedaan
terletak pada adanya ciri-ciri yang khas, yang menunjukan pada keunggulan dirinya.
2.2.1
Batasan Keberbakatan
Dalam menentukan batasan keberkatan, ada berbagai macam argumentasi
yang muncul. Perbedaan argumentasi muncul karena ada berbagai perbedaan
pendapat
yang
muncul
dalam
menjawab
beberapa
pertanyaan
mengenai
keberbakatan, seperti dalam hal apa seseorang dapat dikatakan berbakat, bagaimana
keberbakatan tersebut diukur, pada tingkatan apa seseorang dapat dikatakan berbakat,
siapa yang menjadi kelompok pembanding dan mengapa anak berbakat harus di
idetifikasikan.
Batasan keberbakatan yang digunakan di Indonesia telah disepakati mengacu
pada pengertian yang di buat oleh United State Office of Education disingkat USOE
(1972 dan renzuli,1978,balitbangdikbud,1986a, dalam Hawadi 1993). Konsep anak
berbakat dari USOE (1972) adalah anak berbakat mereka yang di identifikasikan oleh
orang-orang professional bahwa mereka memiliki kemampuan-kemampuan yang
menonjol dan dapat memberikan prestasi yang tinggi. Definisi anak berbakat dari
USOE ini diambil karena memiliki daya cakupan yang luas dan lengkap yaitu
meninjau keterbakatan dari berbagai dimensi serta menekankan perlunya anak
berbakat mendapatkan pelayanan pendidikan khusus.
2.2.2
Klasifikasi dan Ciri-ciri Keberbakatan
Mengenai klasifikasi keberbakatan dari anak berbakat, pandangan beberapa
pakar anak berbakat terlihat bervariasi. Hasil pengamatan Feldman (1979, dalam
Hawadi 1993) menunjukkan sebagai berikut ada pakar yang membatasi anak berbakat
sebagai anak yang berada di atas dua persen, dengan pembagian keberbakatan dalam
intelektual sebesar 0,1 persen dan keberbakatan dalam bidang khusus (talenta) 1,9
persen tetapi ada juga sejumlah pakar yang lebih suka menyebut anak berbakat
22
sebagai anak yang berada dalam tujuh persen teratas, dengan pembagian keberbakatn
intelektual sebesar dua persen dan talenta sebesar lima persen.
Mengenai ciri-ciri anak berbakat ada beberapa sudut pandang untuk ciri-ciri
anak berbakat seperti sudut pandang psikologis dan tingkah laku. Berdasarkan sudut
pandang psikologi, pembahasan mengenai konsep diri, hubungan sosial dan
karakteristik psikologis lainnya mengenai anak berbakat merupakan suatu kajian yang
menarik. Sebagian dari anak berbakat merasa dirinya bahagia, disukai oleh teman
kelompoknya, memiliki kestabilan emosi dan self-sufficient.
2.2.3
Etiologi/Penyebab Keberbakatan
Dalam literature anak berbakat, memang tidak secara tegas disebutkan
pandangan pakar tentang etiologic keberbakatan. Kebanyakan pakar tidak
memasalahkan asal muasal keunggulan yang ada namun mereka lebih memasalahkan
pada kondisi yang sudah terjadi sebagai seseorang yang memiliki kelebihankelebihan dibandingkan orang-orang lain. Dan rata-rata para pakar bersepakat bahwa
kelebihan yang ada tersebut yang ditampilkan dalam karakteristik diri yang khas,
sangat membutuhkan pelayanan pendidikan yang berbeda dari lazimnya.
1)
Faktor Genetik dan Biologis lainnya
Pendapat bahwa intelegensi dan kemampuan yang berkualitas unggul itu
diturunkan, kurang dapat di terima dimasyarakat yang memandang bahwa
semua orang itu sama. Hal itu dapat menimbulkan perdebatan untuk
menyeleksi pasangan unggul dalam hal reproduksi manusia. Penelitian dalam
genetika perilaku menyatakan bahwa setiap jenis dari perkembangan perilaku
di pengaruhi secara signifikan melalui gen/keturunan.
23
2)
Faktor-faktor lingkungan
Keluarga, sekolah, teman sebaya dan masyarakat jelas memiliki pengaruh
dalam perkembangan diri keberbakatan. Stimulasi-stimulasi, kesempatankesempatan, harapan-harapan, tuntutan-tuntutan dan imbalan-imbalan untuk
suatu kinerja akan mempengaruhi proses belajar seorang anak.
2.2.4
Identifikasi, Diagnosis dan Asesmen
Pengukuran mengenai keberbakatan bersifat kompleks. Ada beberapa
komponen yang tidak dapat diukut dengan menggunakan cara biasa dan juga ada
beberaoa bagian dari definisi keberbakatan akan menentukan bagaimana tes skor
diinterprestasikan. Sangatlah penting untuk menggunakan metode yang tepat dalam
melakukan identifikasi awal keberbakatan untuk membantu anak dengan special
talents meraih pemenuhan ciri (self-fulfilment) dan membantu mereka untuk
mengembangkan potensi untuk memberikan kontribusi bagi lingkungan mereka.
Ada delapan identifikasi umum yang ditentukan oleh hunser dan Callahan
(1995 dalam Hallahan, Kauffman dan pullen,2009) :

Pengukuran mengenai keberkatan melebihi konsep sempit dari talents

Strategi identifikasi tepat dan terpisah diperlukam dalam melakukan identifikasi
aspel yang berbeda dari keberbakatan

Instrument dan strategi yang reliable dan valid dibutuhkan dalam menilai
keberbakatan

Instrument yang tepat digunakan untuk underserver population (populasi yang
dilayani)

Setiap anak dilihat secara individu, dikenali dari skor tunggal pada semua
pengukuran

Pendekatan multiple-measure/multiple-criteria (menggunakan beberapa kriteria
dan pengukuran) diijinkan

Apreasiasi ditunjukkan pada nilai dari kasus setiap individu dan keterbatasan
kombinasi pengukuran
24

Identifikasi dan penempatan didasarkan pada kebutuhan individu dan
kemampuan dibandingkan dengan jumlah individu
2.2.5
Dampak Keberbakatan dari segi Psikologis, Sosial-Emosional dan
Pendidikan
Keberbakatan terkadang membuat anak tampak “berbeda” dibandingkan
dengan anak lainnya. Sebagian anak dapat menerima hal itu dalam kondisi yang
positif. Mereka dapat hidup dengna bahagia, disukai oleh teman kelompoknya,
memiliki kestabilan emosi dan self-sufficient. Anak berbakat memiliki minat yang
bervariasi serta dapat menerima diri mereka dengan positif. Anak berbakat yang
berasal dari tingkat sosial ekonomi menengah ke atas mendapatkan kesempatan untuk
mengembangkan diri mereka, mendapatkan kesempatan pendidikan yang tepat,
kesempatan untuk menggali minat secara dalam.
Di sisi lain, ada anak-anak berbakat yang tidak mendapatkan kesempatan
untuk mengembangkan apa yang menjadi bakat mereka. Merka tidak diuntungkan
karena kondisi lingkungan yang tidak mendukung anak berbakat. Anak berbakat
dapat menampilkan tingkah laku yang luar biasa buruknya. Anak berbakat juga bisa
menjadi individu yang melalukan bullying terhadap lingkungan, atau menjadi korban
bullying dari teman-temannya. Individu berbakat memiliki kecenderungan untuk
menjauh dari kelompok usia mereka. (Hallahan. Kauffman dan Pullen, 2009).
2.2.6
Intervensi dan Bantuan Pendidikan
Seluruh siswa pada segala usia memiliki kekuatan bakat yang relatif dan
sekolah seharusnya dapat membantu siswa untuk mengidentifikasi dan memahami
kemampuan terbaiki yang dimilikinya demikian juga pada anak berbakat. Sekolah
seharusnya dapat memfasilitasi anak berbakat dalam mengidentifikasi dan memahami
kemampuan terbaik yang dimilikinya. Menurut Utami Munandar (1985) menyatakan
bahwa mengajar anak berbakat menuntut konsep belajar yang berbeda, peran, teknik
mengajar dan penilaian hasil belajar yang berbeda pula.
25
Ada tiga karakteristik mengenai pendidikan yang dikhususkan bagi siswa
dengan kemampuan dan bakat yang spesifik yaitu :

Kurikulum dirancang untuk mengakomodasi kemampuan kognitif siswa

Strategi instruksi yang diberikan konsisten dengan pembelajaran siswa dengan
kemampuan yang di atas rata-rata pada bagian isi dari kurikulum

Penyusunan administrasi memfasilitasi instruksi pada kelompok yang tepat
1.
Anak Berbakat dan Program Percepatan Belajar
Definisi anak berbakat yang dikemukan oleh pemerintah Indonesia sebagai
acuan pemerintah untuk menyelenggarakan program percepatan belajar di Indonesia
di batasi oleh dua hal berikut yaitu mereka yang mempunyai taraf intelegensi atau IQ
diatas 140 atau mereka yang oleh psikolog atau guru di identifikasi sebagai peserta
didik yang telah mencapai prestasi yang memuaskan dan memiliki kemampuan
intelektual umum yang berfungsu pada tingkat cerdas dan keterikatan terhadap tugas
yang tergolong baik serta kreativitas yang memadai (Depdiknas dalam Utami dan
Hawadi, 2008).
Secata konseptual, pengertian percepatan belajar (akselarasi) menurut Pressey
dalam Prahesti dan kumolohadi 2008 adalah kemajuan yang diperoleh dalam program
pengajar pada waktu yang lebih cepat atau usia yang lebih muda daripada yang
konvensional (regular). Tujuan dari program percepatan belajar (akselarasi) adalah
untuk memberikan pelayanan pendidikan kepada siswa yang memiliki kemampuan
dan kecerdasan luar biasa dalam mewujudkan kemampuan mereka secara optimal
agar meraka dapat mengembangkan kemmapuan berpikir dan bernalar, serta
pengembangan kreativitas siswa memberikan kesempatan kepada siswa untuk dapat
menyelesaikan program pendidikan secara lebih cepat memamcu mutu diri siswa
untuk peningkatan kecerdasa spiritual, intelektua; dan emosional nya secara
seimbang.
26
Menurut Southern dan Jones (1991, dalam Nuraida, dkk, 2007) menyebutkan
beberapa dampak positif dari program percepatan belajar (akselarasi) bagi anak
berbakat:

Meningkatkan efesiensi dan efektifitas belajar pada anak berbakat

Memberikan penghargaan/pengakuan atas prestasi yang dimiliki kepada anak
berbakat

Memberikan kesempatan yang lebih cepat untuk berkarir dibandingkan anak
seusianya

Meningkaykan produktivitas

Meningkatkan pilihan eksplorasi dalam pendidikan
Dari sisi lain, program percepatan belajar (akselarasi) juga memiliki pengaruh
negatif menurut Southern dan Jones (dalam Hawadi, 2004) menyebutkan beberapa
kekurangan dari program percepatan belajar (akselarasi) bagi anak berbakat. Salah
satunya adalah dari segi penyesuaian sosial dan emosional, dimana karakteristik anak
berbakat yang kurang matang baik secara sosial, fisik maupun emosional untuk
berada dalam tingkat kelas yang lebih tinggi walaupun memenuhi standard kualitas
akademik.
2.
Kerjasama antara Keluarga, Sekolah dan Masyarakat
Pendidikan merupakan tanggung jawab bersama keluarga (orang tua), sekolah
dan masyarakat. Keluarga dan sekolah dapat bersama-sama mengusahakan pelayanan
pendidikan bagi anak berbakat, misalnya dalam memandu dan memupuk minat anak.
Orang tua dapat membantu sekolah dalam merencanakan dan menyelenggarakan
kunjungan ke proyek-proyek tertentu, seperti pabrik, perusahaan, museum dan
kegiatan pendidikan lainnya.
Perlu diadakan pertemuan berkala antara guru-guru yang membimbing anak
berbakat dan para orang tua anak berbakat untuk bersama-sama membicarakan dan
membahas masalah-masalah yang timbul yang berkaitan dengan keberbakatan anak,
baik masalah-masalah di sekolah maupun masalah-masalah dirumah. Lebih baik lagi
27
jika konselor psikolog yang membantu disekolah tersebut ikut hadir dalam
pertemuan-pertemuan ini.
Semua usaha yang dilakukan bagi pengembangan potensi anak-anak dan
individu yang berbakat ini tidak akan sia-sia karena bukankah “ kejayaan suatu
bangsa dan Negara tergantung dari bagaimana masyarakat nya menghargai dan
memanfaatkan sumber daya manusianya berupa potensi unggul untuk menghadapi
masalah-masalah hari esok” (Munandar, 1985).
2.3 Karakteristik Anak Indigo
Menurut Carroll dan Tober (1999), terdapat 10 karakteristik paling umum
dari anak-anak indigo, yaitu:
1. Datang ke dunia dengan feeling of royalty (dan seringkali bertindak sesuai
perasaan tersebut).
2. Memiliki perasaan”layak untuk berada di sini”, dan terkejut ketika orang
laintidak menyadari hal tersebut.
3. Perasaan diri bukanlah isyu yang besar, bahkan mereka serikali memberitahu
orang tua mereka mengenai “siapa diri mereka”.
4. Mengalami kesulitan dengan otoritas absolut (otoritas tanpa penjelasan atau
pilihan).
5. Tidak akan melakukan hal-hal tertentu, misalnya mengantri adalah hal yang
sulit bai mmengantri adalah hal yang sulit bai mereka
6. Merasa prustasi dengan system yang berientasi pada ritual dan tidak
memerlukan pemikiran kreatif
7. Seringkali melihat cara yang lebih bai dalam melakukan sesuatu, baik
dirumah maupun disekolah sehingga mereka terlihat sebagai system busters,
yaitu tidak conform pada system apapun
8. Terlihat antisional, kecuali dengan mereka yang setipe
9. Tidak akan berespon terhadap disiplin berdasarkan rasa bersalah (“tunggu
sampai ayahmu pulang dan melihat apa yang kau lakukan”).
10. Tidak malu memberitahu apa yang mereka butuhkan
28
Nancy ann tappe yang diwawancari oleh JanTober (dalam Carroll & Tober,
1999), mengemukakan empat tipe anak indigo, yaitu:
1. Humanis
Anak indigo tipe ini akan bekerja dengan orang banyak. Anak tipe ini
mempunyai kelebihan untuk menyembuhkan berbagai penyakit. Biasanya
mereka menggunakan kemampuannya untuk menolong orang lain.
Kecenderungan karir mereka di masa datang akan menjadi dokter,
pengacara, guru, pengusaha, politikus atau pramuniaga. Perilaku yang
menonjol saat ini adalah hiperaktif, sehingga perhatiannya mudah
tersebar. Mereka sangat sosial, ramah, dan memiliki pendapat yang kokoh.
2. Konseptual
Anak indigo tipe ini lebih enjoy bekerja sendiri dengan proyek-proyek
yang ia ciptakan sendiri. Mereka amat menonjol dalam merancang suatu
program. Misalnya dalam rangka menyelamatkan perusahaan yang akan
bangkrut atau membuat usaha baru yang booming dan mandatangkan
keuntungan finansial bagi banyak orang. Contoh karir mereka di masa
depan adalah sebagai arstiek, perancang, pilot, astronot, prajurit militer.
Perilaku yang menonjol adalah suka mengontrol perilaku orang lain.
3. Artis
Anak indigo tipe ini menyukai pekerjaan di bidang seni. Perilaku yang
menonjol adalah sensitif, dan kreatif. Mereka mampu menunjukkan minat
sekaligus dalam 5 atau 6 bidang seni, namun beranjak remaja minat
mereka terfokus hanya pada satu bidang saja yang dikuasai secara baik.
4. Interdimensional.
Anak indigo tipe ini yang memiliki ketazaman indera keenam di masa
yang akan datang menjadi seorang filsuf, pemuka agama. Dalam usia 1
atau 2 tahun, orangtua merasa tidak perlu mengajarkan apapun kepada
mereka karena mereka sudah mengetahuinya.
29
SPIRITUAL ANAK INDIGO
Setiap makhluk hidup memiliki energy vital (chi) yang mengalir masuk dan
keluar dari tubuh melalui nafas dan pori-pori, serta pintu-pintu khusus yang disebut
cakra (Effendi, 2001 dalam Sumarlis, 2003). Pers juga mulai mengabarkan mengenai
paranormal dan sebagainya. Anak- anak yang dilahirkan pada pertengahan tahun
1970-an sampai saat ini seringkali disebut anak Indigo, karena mereka adalah “anakanak sinar indigo”. Mereka sangat spiritualis, memiliki visi spiritual dan pengetahuan
tentang keberhargaan diri (Virtue, 2001). Cakra ajna ini terletak diantara kedua alis
dan membuat anak indigo memiliki kemampuan indra keenam atau extrasensory
perception (Kusuma, dalam Sumarlis, 2003).
Dua hal spiritual yang biasanya dimiliki atau dialami oleh anak-anak indigo
adalah:
1. Kemampuan melihat roh atau makhluk lain
Pada umumnya anak-anak indigo mampu melihat makhluk –makhluk yang
tidak dapat dilihat oleh manusia secara umum, seperti malaikat, teman ajaib,
atau sosok-sosok yag menyeramkan. Figure-figur yang dilihat ini tidak seperti
fantasi anak-anak biasa misalnya tokoh kartun televise, melainkan model
berbeda yang diluar dunia ini dan tidak ada di televise atau film (Carroll &
Tobber, 2001). Mereka bahkan dapat berubah wujud menjadi binatang dan
burung, pada saat Greg sendirian di kamar. Ketika Greg pergi bersama
ibunya, di dalam mobil ia berkata. “Lihat, Ma, ada Malaikat berwarna coklat
di mobil bersama kitta” (Carroll & Tober, 2001).
2. Kemampuan melihat masa depan
Kemampuan melihat masa depan merupakan salah satu kemampuan spiritual
anak indigo, seperti cerita anak indigo dibawah ini;
“Suatu hari di Paruh Desember 1997. Di dalam hidupnya yang tenang,
Andrean Ganie Hendrata tiba-tiba terbangun. Ada semacam ketakuatan yang
baru dilihatnya. Keringat dingin merembes dari pori-pori kulitnya yang
kuning. Wajahnya yang kalem seketika berubah menjadi sedih. Kedua pipi
bocah berusia enam tahun itu basah oleh air mata. Ia tak kuasa membendung
kesedihannya.
30
Enam bulan sejak mimpinitu berlalu, Jakarta dilanda kerusuhan hebat.
Penjarahan, pembakaran, penganiayaan terjadi pada Mei 1998. Tragedi itu
ditayangkan oleh semua stasiun TV. Saat itulah ingatan Andrien kembali
“dibangunkan”. Sembari menunjuk kea rah pesawat televisi, ia bilang: “Ma,
itu mimpiku dulu!” (Majalah LIBERTY, 2005)
3. Pernah mengalami kehidupan di masa yang lain
Nancy Ann Tappe (dalam Carroll & Tobe, 1999) mengatakan bahwa sebagian
anak indigo baru pertama kali ada di dunia, sebagian lain sudah pernah ke
dimensi ketiga, dan sebagian lainnya datang dari pelanet lain, yaitu mereka
yang termasuk indigo interdimensional.
Anak-anak indigo pada umumnya juga memiliki kemampuan merasakan
perasaan seseorang yang disembunyikan atau bahkan tidak disadari oleh orang
tersebut. Ketika diatanya oleh ibunya mengenai apakah Allah itu, seorang
indigo berusia 4 tahun mejawab, “ Allah adalah sebuah bola yang sangat besar
dan bersinar serta "bermahkota-bola tersebut menyentuh semuanya dan
merasa baik!” (Carroll & Tober, 2001)
IDENTIFIKASI ANAK INDIGO
Sumarlis (2003) menyebutkan empat hal yang dapat digunakan untuk
mengidentifikasi anak indio, yaitu:
1. Lapangan aura
Lapangan aura yang mengelilingi anak indigo berwarna biru gelap/nila.
Untuk mengetahuinya maka dapat dilakukan foto aura melalui aura video
station.
2. Kecerdasan
Anak indigo memiliki kecerdasan di atas rata-rata. McCloskey (dalam
Carroll & Tober, 1999) menyatakan bahwa tidak semua anak indigo
berada dalam rentang berbakat, namun hampir seluruh anak indigo
memiliki kecerdasan sekurang-kurangnya pada satu subtes dalam rentang
sangat superior. Untuk mengetahui hal ini dapat dilakukan tes IQ dengan
menggunakan skala Wechsler.
31
3. Prestasi belajar
Dengan kecerdasan yang dimilikinya, seharusnya anak indigo memiliki
prestasi belajar yang baik. Namun adanya batasan-batasan di sekolah
membuat prestasi belajar yang dimiliki mereka tidak tampil dengan
optimal. Untuk mengetahui prestasi belajar yang sebenarnya dapat
dilakukan tes prestasi belajar yang terstandar. McCloskey (dalam Carrolll
& Tober, 1999) menggambarkan bahwa hasil tes prestasi belajar anak
indigo sekurang-kurangnya berada dalam rentang rata-rata.
4. Perilaku
Anak indigo seringkali diduga memiliki gangguan pemusatan
perhatian/hiperaktivitas. Oleh karena itu diperlukan observasi yang lebih
cermat dengan mengamati rentang perilaku “merusak” yang kebanyakan
orang sering salah mengartikannya sebagai gangguan pemusatan
perhatian/hiperaktivitas. Menurut McCloskey (dalam Carroll & Tober,
1999), anak indigo akan disebut sebagai anak hiperaktif yang memicu
masalah karena mereka tidak berespon terhadap instruksi langsung.
Virtue (2001) memberikan 17 karakteristik indigo, ketujuh belas karakteristik
tersebut adalah:
1. Berkemauan kuat
2. Lahir pada tahun 1978 atau setelahnya
3. Keras kepala
4. Kreatif
5. Mudah teradiksi
6. Memiliki “old soul”
7. Intutitif atau spiritualis
8. Isolasionis
9. Independen dan bangga
10. Memilliki hasrat mendalam untuk membantu dunia dengan cara yang besar
11. Berada diantara harga diri yang rendah dan perasaan besar
12. Mudah bosan
13. Mungin pernah di diagnosa ADD atau ADHD
14. Mudah insomnia, sulit tidur, mimpi buruk, atau tidur tidak enak
15. Memiliki sejarah depresi
16. Mencari persahabatan yang dalam
17. Mudah menjalani hubungan dengan tanaman dan binatang
32
DAMPAK PERKEMBANGN ANAK INDIGO
Karakteristik –karakteristik unik yang dimiliki anak indigo membuat mereka
berbeda dan sering dipandang “aneh” oleh orang biasa. Hal inilah yang membuat
anak-anak indigo mengalami masalah terutaa alam hubungannya dengan orang lain.
Tiga masalah yang seringkali terlihat dalam kehidupan anak indigo (Gerard dalam
Carroll & Tober, 1999) adalah:
1. Mereka menuntut perhatian lebih dan merasa bahwa hidup terlalu berharga
untuk dilewati begitu saja. Mereka menginginkan hal-hal tertentu terjadi dan
seringkali memaksakan situasi supaya sesuai dengan harapan mereka
2. Mereka seringkali merasa dikecewakan oleh teman-temannya yang tidak
memahami fenomena indigo
3. Mereka sering dicap sebagai ana yang mengalami ADD atau bentuk-bentuk
hiperaktivitas lainnya
INTERVENSI TRHADAP ANAK INDIGO
Mengingat adanya masalah-masalah yang dimiliki oleh anak indigo , maka
orang tua, guru, serta orang-orang yang terlibat dalam kehidupan anak indigo perlu
menggunakan cara-cara yang khusus pula dalam merawat dan membesarkan anakanak indigo. Carroll & Tober (1999) memberikan 10 dasar yang penting digunakan
dalam membesarkan anak indigo, yaitu:
1. Respek. Perlakukan anak indigo dengan hormat. Harga keberadaan mereka.
Terkadang biarkan mereka yang memiliki kontrol
2. Kreatif dan fleksibel. Bantu anak indigo untuk membuat solusi sendiri dalam
mendisiplinkan diri. Untuk dapat melakukan ini, kita harus memiliki
fleksibilitas dalam sudut pndang serta harapan terhadap anak kita.
3. Berikan pilihan. Anak indigo harulah diberikan pilihn-pilihan, tetapi
sebelumnya berikan paengarahan dulu kepada mereka. Katakan, “sewaktu
saya seumurunmu , saya melakkukan ini, dan itu tejadi
4. Jangan pernah biarkan mereka down. Ketika kita mencitai mereka dan
mengakui siapa diri mereka, maka mereka akan terbuka kepada kita.
5. Penjelasan. Selalu berikan penjelasan ketika mengintruksikan sesuatu
6. Partner. Jadikan mereka partner dalam mmbesarkan diri mereka sendiri
33
TERAPI DAN PENANGANAN KESULITAN TIDUR
Terapi yang tepat untuk anak indigo menurut Tappe (dalam Carroll & Tober,
1999) adalah terapi dari seorang psikolog anak yang baik. Namun syangnya, banyak
psikolog yang tidak dilatih untuk menangani indigo karena mmereka terbiasa dilatih
dengan psikologo anak dasar dari Spock, Freud, Jung, dan sebagainya
Secara lebih khusus, anak-anak indigo pada umumnya mengalami masalah
tidur yang seringkali disebabkan oleh penglihatan-penglihatan yang menakutkan.
Alec, seorang anak indigo (dalam Virtue, 2001), berkata,”jika aku tida cukup tidur,
aku akan menjadi rewel dan cepat bosan.” Ada beberapa cara yang dapat dilakukan
untuk mengatasi hambatan tidur bagi anak-anak indigo (Virtue, 2001), antara lain:
 Gerak badan tengah hari. Jangan lakukan ini pada waktu kurang dari tiga jam
sebelum tidur.
 Buat “boks baik” dalam kamar anak.
 Jika anak tidak dapat tidur karena mendaprt penglihatan yang menyeramkan
seperti dalam film the sixth sense, peluklah si anak dan katakana,”mari
panggil archangel Michael bersama-sama.
 Mainkan bagian “malam” dari kaset chakra clearing yang memiliki efek
meditasi untuk menenangkan dan menyenyakan tidur
 Letakan penerangan dengan cahaya putih di sekitar rumah
 Tempelkan gambar malaikat penjaga dikamar tidur anak
 Cat dindin dan berikan shampoo pada karpet apabila anda merasa bahwa
kamar tidur anak memiliki “penunggu” atau “penghuni lama”
 Letakan benda-benda alam, seperti Kristal, tanaman, alcohol, air laut, atau air
asin
 Gunakan metode Feng Shui (Collins dalam Virtue, 2001)
 Cerahkan mood anak dengan music, bau-bauan, pencahayaan, sentuhan
 Jauhkan barang-barang yang dapat mendatangkan electromagnetic
frequencies
 Adapula cara-cara khusus lainnya yang mumgkin berbed-bda bagi masingmasing anak
34
PENDIDIKAN ANAK INDIGO
Bagaimana dengan pendidikan bagi anak indigo? Jennifer Palmer (dalam
Carroll & Tober, 1999) mengatakan bahwa dalam mengajar anak-anak indigo
diperlukan keterbukaan untuk berdikusi mengenai harapan dan hak mereka, terutama
di dalam kelas. Mereka membutuhkan guru yang dapat menjadi teman dan juga
rekan. Aktivitas-aktivitas yang dilakukan dalam proses belajar mengajar, antara lain:








Mengamati
Mengelompokan; mengklasifikasi
Mengulang pernyataan; mengingat; mengulas
Membandingkan; memahami
Menalar; menilai
Mengaplikasikan
Mendesain
Menciptkan
Asesmen dapat dilakukan oleh anak sendiri, teman-teman, atau guru, dalam
bentuk yang berbeda-beda, seperti jurnal pembelajaran, persentasi, poster, demontrsi,
role-play, analisis produk, kriteria khusus, cacatan anekdot tertulis, konferensi, atau
catatan harian yang difilimkan.
Palmer (dalam Carroll & Tobber, 1999) juga menyebutkan kriteria sekolah yang
akan sesuai untuk pendidikan anak indigo, yaitu:
 Menghargai siswa-bukan sistem
 Para siswa ditawarkan beberapa pilihan mengenai bagaimana pelajaran
akan diberikan dan ddalam kecepatan seperti apa
 Kurikulum fleksibel dari kelas ke kelas
 Para siswa dan guru bertanggung jawab dalam menetapkan standar
pembelanjaan
 Guru memiliki otonomi yang besar di dalam kelompok siswa mereka
 Menyambut dengan baik ide-ide baru
 Tes-tes diubah secara konstan untuk menyesuikan dengan kemampuan
dan kesadaran siswa serta informasi yang diajarkan
 Memiliki norma
 Mungkin bersifat kontovesial
35
Dua sistem sekolah yang diketahui memliki karakteristik-karakteristik di atas
adalah sistem montesorin dan Waldrof
a) The motesseri sschool naticral
Sistem ini dimulai di roma pada tahun 1907 pada pusat penitipan anak
Dr. Montessori, kemudian berkembang menjadi sistem berskala
nasional yag digunakan di sekolah-sekolah dan oleh para pendidik
yang menganggap siswa sebagai “pembelajaran yang mandiri”.
b) The waldrof schools worldwide
Sistem kedua adalah waldrof schools yang juga dikenal sebagai
Rudolf Steiner Schools
Di Indonesia, belum terlalu banyak perhatian terhadap masa depan anak
indigo yang diperkirakan berjumlah sekitar 600 orang ini (Generasi Super, 2009).
“Jumlah anak indigo ibarat gunung es (ice-berg), hanaya sepersepuluh bagian yang
tampak di atas permukaan,” tutur Dr. Tb. Erwin Kusuma, SpKJ, psikiater anak yang
memiliki perhatian khusus terhadap indigo. Mereka yang peduli terhadap indigo,
termasuk Dr. Erwin, spiritualis Leo Lumanto, dan sebagainya, tengah memikirkan
bagaimana mendidik dan menangni anak-anak indigo di Indonesia. Jika mendapat
bimbingan yang sempurna, Erwin yakin anak-anak indigo ini akan menjadi
pemimpin-pemimpin masa depan yang bijak sana dan cinta damai (Nurdin, 2008
dalam Ogiefreak, 2008). Dengan pemahaman dan bantuan yang diberikan maka
proses pengembangan potensi yang harus dilalui tidak terbuang sia-sia, kebingungan
yang di alami individu indigo tidak membuat kehidupan mereka menjadi tidak
bahagia
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Bagian ini berisi ringkasan dan simpulan dari seluruh pembahasan yang telah
dipaparkan di BAB II. Dalam kesimpulan tidak perlu memasukkan kutipan apapun.
Panjang kesimpulan dibatasi maksimal sebanyak 2 lembar. Kesimpulan dan seluruh
36
isi BAB III Penutup diketik dengan format margin 4 cm (kiri), 4 cm (atas), 3 cm
(kanan), dan 3 cm (bawah). font yang digunakan adalah Times New Roman ukuran 12
pt. dengan spasi ukuran 1.5. Judul BAB dan setiap sub-judul yang ada dalam BAB III
Penutup wajib diketik cetak tebal (bold).
3.2 Saran
Bagian ini berisi saran-saran yang dikemukakan oleh mahasiswa bagi Guru
BK dan Mahasiswa BK sebagai konsekuensi dari membaca isi pembahasan makalah
yang telah dipaparkan sebelumnya. Saran dibuat dalam bentuk poin-poin sebagai
berikut:
3.2.1
Bagi Guru BK
a. Saran pertama
b. Saran kedua
c. Dst.
3.2.2
Bagi Mahasiswa BK
a. Saran pertama
b. Saran kedua
c. Dst.
DAFTAR PUSTAKA
Hawadi L, F. (1993). Idemtifikasi anak berbakat intelektual menurut konsep Renzuli
berdasarkan nominasi guru, teman sebaya dan diri pribadi.Jakarta: Disertai
Program Pascasarjana Universitas Indonesia.
Hallahan, D. P, Kauffman, J.M, dan Pullen, P.C. (2009). Exceptional Leaners: an
introduction to Special Education. (11th ed). Boston. Allyn & Bacon, Pearson
International Edition.
37
Utami Munandar,S.C. (1985). Mengembangkan bakat dan kreativitas anak sekolah.
Jakarta: PT.Gramedia.
Semua rujukan-rujukan yang diacu di dalam isi makalah harus didaftarkan di bagian
Daftar Pustaka. Isi daftar pustaka minimal harus memuat pustaka-pustaka acuan yang
berasal dari sumber yang direkomendassikan oleh dosen pengampu mata kuliah.
Sangat dianjurkan untuk menggunakan sumber acuan atau literatur yang diterbitkan
selama 10 tahun terakhir.
Penulisan Daftar Pustaka sebaiknya menggunakan aplikasi manajemen referensi
seperti Mendeley atau References Ms. Word. Bentuk font yang digunakan adalah
Times New Roman ukuran 12 pt. Spasi untuk daftar referensi adalah 1 spasi. Daftar
pustaka ditulis dengan model paragraf Hanging. Format penulisan yang digunakan
adalah sesuai dengan format APA 6th Edition (American Psychological Association).
Berikut adalah contoh penggunaan beberapa referensi.
Catatan: Penjelasan ini tidak perlu dimasukkan dalam penulisan daftar pustaka yang
sebenarnya. Demikin juga dengan tulisan bertanda *) tidak perlu dimasukkan pada
daftar pustaka sebenarnya.
Buku 1 Penulis*)
Sunarto, K. (2004). Pengantar Sosiologi. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas
Ekonomi Universitas Indonesia.
Buku 2 Penulis*)
Tubagus, A, & Wijonarko. (2009). Langkah-Langkah Memasak. Jakarta: PT
Gramedia.
Buku 3 Penulis*)
38
Leen, B., Bell, M., & McQuillan, P. (2014). Evidence-Based Practice: a Practice
Manual. USA: Health Service Executive.
Buku Lebih Dari Satu Edisi*)
Prayitno, & Amti, E. (2012). Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling (Edisi ke-10).
Jakarta: PT Rineka Cipta.
Penulis Dengan Beberapa Buku*)
Soeseno, S. (1980). Teknik Penulisan Ilmiah-Populer. Jakarta: PT Gramedia.
Soeseno, S. (1993). Teknik Penulisan Ilmiah-Populer: Kiat Menulis Nonfiksi untuk
Majalah. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Nama Penulis Tidak Diketahui / Lembaga*)
Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. (2003). Panduan Teknis Penyusunan
Skripsi Sarjana Ekonomi. Jakarta: UI Press.
Buku Terjemahan*)
Gladding, S. T. (2012). Konseling: Profesi yang Menyeluruh (6th ed.). (Terj. P.
Winarno, & L. Yuwono). Jakarta: PT. Indeks.
Buku Kumpulan Artikel/Memiliki Editor*)
Ginicola, M. M., Filmore, J. M., Smith, C., & Abdullah, J. (2017). Physical and
Mental Health Challenges Found in the LGBTQI+ Population. In M. M.
Ginicola, C. Smith, & J. M. Filmore (Eds.), Affirmative Counseling with
LGBTQI+ People (pp. 75 - 85). Alexandria, VA: American Counseling
Association.
Artikel Jurnal / Ensiklopedi*)
39
Ruini, C., Masoni, L., Otolini, F., & Ferrari, S. (2014). Positive Narrative Group
Psychotherapy: The Use of Traditional Fairy Tales to Enhance Psychological
Well-Being and Growth. Journal Psychology of Well-Being, 4 (13), 1-9.
Artikel Jurnal dengan Lebih dari 7 Penulis*)
Gilbert, D. G., Mcclernon, J. F., Rabinovich, N. F., Sugai, C., Plath, L. C.,Asgaard,
G., … Botros, N. (2004). Effects of quitting smoking on EEG activation and
attention last for more than 31 days and are more severe with stress,
dependence, DRD2 Al allele, and depressive traits. Nicotine and Tobacco
Research, 6, 249—267
Artikel Jurnal dengan DOI*)
Herbst-Damm, K. L., & Kuhk, J. A. (2005). Volunteer support marital status, and the
survival times of terminally ill patients. Health Psychology, 24, 225-229. doi:
10.1037/0278-6133.24.2.225
Artikel dalam Prosiding Online*)
Herculano-Houzel, S., Collins, C. E., Wong, R, Kaas, J. H., & Lent R. (2008). The
basic nonuniformity of the cerebral cortex. Proceedings of the National
Academy of Sciences, 105, 12593—12598. doi:1 0. 1 073/pnas.Q80541 7105
Artikel dalam Prosiding Cetak*)
Katz, I., Gabayan, K., & Aghajan, H. (2007). A multi-touch surface using multiple
cameras. In J. Blanc-Talon, W. Philips, D. Popescu, & P. Scheunders (Eds.),
Lecture Notes in Computer Science: Vol. 4678. Advanced Concepts for
intelligent Vision Systems (pp. 97—108). Berlin, Germany: Springer-Verlag.
40
Majalah*)
Susanta, R. (Juni 2010). “Ambush Marketing”. Marketing, 140 (2), 15-17.
Majalah Online*)
Susanta, R. (Juni 2010). “Ambush Marketing”. Marketing, 140 (2), 15-17. Diakses
dari: http//majalahmarketing.com//
Surat Kabar*)
Irawan, A. (24 September 2010). “Impor Beras dan Manajemen Logistik Baru”.
Koran Tempo, A11.
Skripsi/Tesis/Disertasi Tidak Terpublikasi*)
Nurgiri, M. (2010). Antropologi Indonesia (Skripsi Tidak Terpublikasi). Sarjana
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, Jakarta.
Skripsi/Tesis/Disertasi dari Sumber Online*)
Haryadi, R. (2017). Pengembangan Model Evidence-Based Community Counseling
untuk Meningkatkan Kesejahteraan Psikologis pada Subyek Eks-Pecandu
NAPZA di Kota Semarang (Tesis, Pascasarjana Universitas Negeri
Semarang). Diakses dari: http//pps.unnes.ac.id//tesis/rudiharyadi/
Video*)
American Psychological Association. (Produser). (2000). Responding therapeutically
to
patient
expressions
of
sexual
http://www.apa.org/videos/
41
attraction
[DVD].
Tersedia
di
Serial Televisi
Egan, D. (Penulis), & Alexander, J. (Pengarah). (2005). Failure to communicate
[Episode Seri Televisi]. In D. Shore (Produser Pelaksana), House. New York,
NY: Fox Broadcasting.
Musik Rekaman*)
Lang, K.D. (2008). Shadow and the frame. On Watershed [CD]. New York, NY:
Nonesuch Records.
42
Download