MAKALAH ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Konseling Anak Berkebutuhan Khusus Dosen Pengampu: Ea Sri Handayani, M.Pd Psikolog Oleh: Kelompok 4 Irfan NPM. 16.22.0024 Rizky Januar Arief NPM 16.22.0033 Ghora Seto Sasmito Nafizah Nama Anggota Kelompok 3 NPM 16220093 NPM NPM. … KELAS REGULER MALAM PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS ISLAM KALIMANTAN MUHAMMAD ARSYAD ALBANJARI TAHUN 2019 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas limpahan rahmatnya penyusun dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu tanpa ada halangan yang berarti dan sesuai dengan harapan. Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada Ibu Eka Sri Handayani sebagai dosen pengampu mata kuliah Konseling Anak Berkebutuhan Khusus yang telah membantu memberikan arahan dan pemahaman dalam penyusunan makalah ini. Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan karena keterbatasan kami. Maka dari itu penyusun sangat mengharapkan kritik dan saran untuk menyempurnakan makalah ini. Semoga apa yang ditulis dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan. Banjarmasin, 9 April 2019 Kelompok 4 2 DAFTAR ISI Hlm COVER…………………………………………………………………… i KATA PENGANTAR……………………………………………………. ii DAFTAR ISI……………………………………………………………… iii DAFTAR TABEL (Jika Ada)...................................................................... iv DAFTAR GAMBAR (Jika Ada)………………………………………… v DAFTAR LAMPIRAN (Jika Ada)……………………………………… vi BAB I: PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang …………………………………………………………. 1.2 Rumusan Masalah ……………………………………………………… 1.4 Tujuan Penulisan ………………………………………………….......... BAB II: PEMBAHASAN 2.1 Anak Dengan Gangguan Atensi Dan Hiperaktif ………………….......... 2.1.1 Karakteristik………………………………………………………… 2.1.2 Penyebab………..…………………………………………………... 2.1.3 Identifikasi …………………………..…………………………....... 2.1.4 Pendidikan Bagi Individu ADHD………………………………....... 2.2 Anak Berbakat atau Gifted ……………………..…………………………....... 2.2.1 2.2.2 2.2.3 2.2.4 2.2.5 2.2.6 Batasan Keberbakatan Klasifikasi dan ciri-ciri keberbakatan Etiologi/Penyebab Keberbakatan Identifikasi,Diagnosis dan Asesmen Dampak Keberbakatan dari segi Psikologis, sosial-emosional dan Pendidikan Intervensi dan Bantuan Pendidikan 3 1 2.3 Materi Ketiga…………………………………………………………… BAB III: PENUTUP 3.1 Kesimpulan……………………………………………………………... 3.2 Saran……………………………………………………………………. DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………… LAMPIRAN (Jika Ada)…………………………………………………… DAFTAR TABEL (JIKA ADA) Hlm Tabel 1……….…….……………………………………………………… Tabel 2………….…………………………………………………………. Tabel 3……………..……………………………………………………… Dst. 4 DAFTAR GAMBAR (JIKA ADA) Hlm Gambar 1………….……………………………………………………… Gambar 2…………………………………………………………………. Gambar 3………….……………………………………………………… Dst. 5 DAFTAR LAMPIRAN (JIKA ADA) Hlm Gambar 1………….……………………………………………………… Gambar 2…………………………………………………………………. Gambar 3………….……………………………………………………… Dst. 6 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah 1.2.1 Bagaimana anak dengan gangguan atensi dan hiperaktif ? 1.2.2 Bagaimana anak berbakat atau gifted ? 1.2.3 Bagaimana anak indigo? 1.3 Tujuan Penulisan 1.3.1 Untuk mengetahui apa saja tentang anak dengan gangguan atensi dan hiperaktif 1.3.2 Untuk mengetahui apa saja tentang anak berbakat atau gifted 1.3.3 Untuk mengetahui apa saja tentang anak indigo 7 BAB II PEMBAHASAN 2.1 Anak Dengan Gangguan Atensi Dan Hiperaktif Selama beberapa tahun, APA (The American Psychiatric Association) menggunakan istilah umum attention deficit disorder (ADD) untuk orang-orang dengan kondisi tersebut. Sekarang, DSM (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders) menggunakan "ADHD" sebagai istilah umum. Barkley (2000b dalam Rief, 2005) mendefiniskan ADHD sebagai "a developmental disorder of selfcontrol, consisting of problems with attention span, impluse control, and activity level". Pada intinya, ADHD merupakan sebuah gangguan perkembangan dan neurologis yang ditandai dengan sekumpulan masalah berupa gangguan pengendalian diri, masalah rentang atensi, hiperaktivitas, dan impulsivitas, yang menyebabkan kesulitan berperilaku, berpikir dan mengendalikan emosi, yang mengganggu kehidupan sehari-hari ADHD dibagi menjadi tiga subtipe, yaitu ADHD - predominantly inattentive type, ADHD - predominantly hyperactive - impluse type, dan ADHD- combined type (American Psychiatric Association, 2000 dalam Hallahan, Kauffman & Pullen, 2009) 8 A. Tipe ADHD – Inattentive Karakteristik dan gejala Inatensi yang sering muncul : 1. Mudah terdistrak dengan stimulus lain (penglihatan, suara, gerakan dalam lingkungan) 2. Tampak tidak mendengarkan ketika diajak berbicara langsung 3. Kesulitan mengingat dan mengikuti arahan 4. Kesulitan memusatkan perhatian pada tugas dan aktivitas bermain 5. Pelupa dalam aktivitas sehari-hari 6. Tampak bingung, mudah meluap-luap 7. Menghindari atau tidak menyukai tugas yang membutuhkan banyak usaha mental (seperti tugas sekolah atau pekerjaan rumah) 8. Dan sebagainya (Rief,2005) B. Kesulitan Akademis Akibat Inatensi a. Membaca: 1. Kehilangan bagian yang sedang dibaca 2. Tidak bisa fokus pada apa yang sedang dibacanya (terutama apabila bacaan sulit, panjang, membosankan, dan tidak diminati), sehingga sering melewatkan beberapa kata, detil, dan pemahaman 3. Lupa pada apa yang telah dibacanya dan harus membaca ulang beberapa kali b. Menulis: 9 1. Sulit merencanakan dan mengorganisir tugas menulis 2. Tidak sesuai dengan topik akibat kehilangan apa yang sedang dipikirkan 3. Hasil tulisan sedikit dan lambat 4. Ejaan buruk, membuat kesalahan-kesalahan teknis (huruf besar, dsb) c. Matematika: 1. Kesalahan penghitungan akibat tidak perhatian pada tanda-tanda penghitungan 2. Sulit memecahkan persoalan karena ketidakmampuan mempertahankan fokus untuk menyelesaikan semua langkah-langkah pemecahannya C. Tipe ADHD - Hyperactive-Impulsive a. Karakteristik dan gejala hiperaktivitas yang sering muncul: 1. Berlaku seolah-olah digerakkan oleh motor 2. Meninggalkan tempat duduk di kelas atau pada situasi lain dimana ia diharapkan untuk duduk dalam jangka waktu tertentu 3. Tidak bisa duduk diam 4. Sangat energetik, hampir selalu bergerak 5. Dan sebagainya (Rief, 2005) b. Karakteristik dan gejala Impulsivitas yang sering muncul: 1. Banyak bicara 2. Menginterupsi orang lain 10 3. Menjawab sebelum pertanyaan selesai 4. Kesulitan menunggu giliran dalam permainan atau kegiatan 5. Memecahkan barang, meruskkan sesuatu 6. Mengganggu orang lain 7. Dan sebagainya (Rief,2005) 2.1.1 Karakteristik Menurut Russel Barkley (dalam Hallahan, Kauffaman, & Pullen), behaviourala inhibition atau pengehentian tingkah laku merupakan kunci karakteristik ADHD, yang membentuk tahapan-tahapan masalah dalam fungsi eksekutif serta kesadaran dan manajemen waktu, yang kemudian mengganggu kemampuan individu dalam melakukan tingkah lakunyang mengarah pada tujuan. A. Behavioural Inhibition (Penghentian perilaku) Termasuk kemampuan dalam : 1. Menahan respon 2. Menginterupsi respon yang sedang berjalan, apabila individu mendeteksi bahwa sebuah respon tidak pantas karena perubahan mendadak dalam permintaan tugas, atau 3. Menjaga respon dari stimulus yang mengganggu atau menyaingi (Lawrence et.al., 2002 dalam Hallahan, Kauffman, & Pullen, 2009) Anak-anak ADHD bukan tidak tahu bagaimana mereka harus bertingkah laku dengan pantas kepada orang lain, melainkan tidak mampu melakukannya (Landau et.al.,98 dalam Hallahan, Kauffman & Pullen, 2009). Defisit dalam menahan tingkah laku membuat mereka memilih sesuatu secara impulsif dan bereaksi berlebihan 11 secara emosional. Misalnya, menyerobot ketika bermain, menginterupsi pembicaraan orang lain, kurang memperhatikan hal yang dikatakan orang lain, memberikan solusi yang agresif terhadap masalah interpersonal, kehilangan kesabaran, dan sebagainya (Guevremont, 1990 dalam DuPaul & Stoner, 1994) B. Executive Function (Fungsi Eksekutif) Merupakan kemampuan untuk melakukan berbagai macam tingkah laku yang terarah (self-directed behaviour). Dalam model Barkley, individu dengan ADHD menunjukkan masalah dengan fungsi eksekutif dalam empat cara, yaitu : 1. Working Memory (WM). Individu ADHD memiliki masalah dengan working memory (WM), yang merupakan kemampuan seseorang untuk menyimpan informasi di dalam pikiran yang dapat digunakan untuk mengarahkan tindakan seseorang tersebut sekarang maupun di masa yang akan datang (Barkley & Murphy, 1998, p.2 dalam Hallahan, Kauffman, & Pullen, 2009). Masalah dengan WM ini menyebabkan kelupaan, masalah persepsi dan pertimbangan, serta manajemen waktu 2. Inner Speech. Individu ADHD sering mengalami hambatan dalam inner speech-nya, yaitu "suara" di dalam yang memungkinkan seseorang untuk "berbicara" kepada dirinya sendiri mengenai berbagai macam solusi dalam menghadapi masalah. Maka, individu ADHD yang mengalami kekurangan dalam inner speech, mengalami masalah dalam mengarahkan tingkah lakunya pada situasi yang menuntut kemampuan untuk mengikuti peraturan instruksi 12 3. Emotions and Arousal Level Control (emoso dan tingkat kendali timbulnya). Individu ADHD sering terlalu reaktif terhadap pengalaman positif maupun negatif. Sewaktu mendengar berita bahagia, misalnya, anak-anak dengan ADHD dapat berteriak dengan kencang dan tidak dapat menyimpan emosinya untuk dirinya sendiri 4. Analyzing Problems and Communicating Solutions. Individu ADHD kurang fleksibel ketika dihadapkan dengan masalah dan menganalisanya. Dalam mengkomunikasikannya, ia seringkali merespon secara implusif, terhadap suatu hal yang langsung muncul dalam pikiran. 2.1.2 Penyebab Pada awal sampai pertengahan abad ke-20, para pihak yang berwenang menganggap bahwa masalah inatensi dan hiperaktivitas disebabkan oleh masalah neurologikal akibat kerusakan otak. Penelitian mengindikasikan bahwa ADHD paling banyak disebabkan oleh disfungsi neurolgikal daripada kerusakan otak. Seperti pada kesulitan belajar, bukti menunjukkan bahwa hereditas memainkan peranan yang sangat kuat dalam menyebabkan disfungsi neurological A. Area Otak yang terkena dampak Nigg (2006) dan Voeller (2004) dalam Hallahan, Kauffman, & Pullen, 2009) menemukan ketidaknormalan yang konsisten pada tiga area otak orang-orang yang mengalami ADHD, yaitu lobus prefrontal, lobus frontal, dan basal ganglia (khususnya caudate dan globus pallidus). Lobus prefrontal yang terletak pada bagian depan otak, terutama bagian prefrontal yang merupakan bagian terdepan dari lobus prefrontal, bertanggung jawab atas fungsi eksekutif otak, termasuk kemampuan mengatur tingkah laku seseorang. Basal ganglia yang terkubur di dalam otak dan terdiri atas beberapa bagian yaitu caudate dan globus pallidus, bertanggung jawab atas koordinasi dan kontrol tingkah laku motorik (Pinel, 2006 dalam Hallahan, 13 Kauffman, & Pullen, 2009). Selain ketiga bagian otak tersebut, adapula cerebellum dan corpus callosum yang merupakan tempat perkembangan abnormal dari motorik, sementara corpus callosum penting untuk bermacam-macam fungsi kognitif (Hallahan, Kauffman, & Pullen, 2009) B. Neurotransmitter yang terlibat Abnormalitas neurotransmitter dapat mengakibatkan ADHD. Neurotransmitter merupakan zat kimia yang membantu dalam pengiriman pesan antara neuron-neuron dalam otak. Jumlah atau tingkat neurotransmitter dopamine dan norepinephrine yang tidak normal ditemukan terlibat dalam ADHD C. Faktor-faktor herediter Dari berbagai studi ditemukan bahwa faktor herediter memainkan peranan penting sebagai penyebab terjadinya ADHD. Apabila seorang anak mengalami ADHD, peluang saudara kandungnya mengalami ADHD pula ialah 32%. Sementara itu, anak-anak dari individu dengan ADHD memiliki risiko sebesar 57% untuk mengalami ADHD juga. Dari studi amak kembar juga ditemukan bahwa apabila kedua anak kembar identik atau kembar fraternal mengalami ADHD, kembar identik yang kedua lebih bersiko mengalami ADHD daripada kembar fraternal yang kedua. Secara umum, ditemukan bahwa pada sebagian besar kasus ADHD, tidak ada satu gen khusus yabg menyebabkan ADHD, melainkan beberapa gen D. Toksin dan medis Toksin, zat perantara yang dapat mengakibatkan malformasi pada perkembangan janin di dalam rahim ibu, merupakan salah satu penyebab terjadinya ADHD. Kecanduan ibu hamil pada alkohol atau rokok membuat calon anak memiliki risiko tinggi mengalami ADHD. Kondisi medis yang lain, seperti komplikasi pada saat melahirkan serta berat badan bayi yang sangat rendah berasosiasi dengan ADHD 14 2.1.3 Identifikasi Hallahan, Kauffman, dan Pullen (2009) dalam bukunya mengatakan bahwa terdapat empat kompenen penting dalam mengindetifikasi apakah seorang siswa megalami ADHD, yaitu pemerikdaan medis, wawancara klinis, rating scales orang tua dan guru, serta observasi tingkah laku. Pemeriksaan medis diperlukan untuk mengetahui kondisi medis seperti tumor otak, masalah kelenjer tiroid, atau gangguan seizure disorders sebagai penyebab inatensi dan atau hiperaktivitas. Wawancara klinis terhadap orang tua dan anak memberikan informasi mengenai karakteristik fisik dan psikologis anak, serta dinamika keluarga dan interaksi dengan teman sebaya. Rating scales (skala penilaian), dikembangkan oleh para peneliti untuk diisi oleh orang tua dan guru, serta dalam beberapa kasus, oleh si anak. Cara keempat, apabila memungkinkan, ahli klinis sebaiknya melakukan obseevasi. Sebagai tambahan, para ahli dapat menggunakan CPT atau a continuous performance test di klinik 2.1.4 Pendidikan Bagi Individu ADHD Dalam menyusun dan melaksanakan pendidikan untuk anak-anak ADHD, diperlukan paling tidak tiga pihak yang bekerjasama dengan baik, yaitu anak sendiri, orang tua, dan personil sekolah atau guru (Witberg dalam Fisher, 2007) Terdapat dua aspek pemograman pendidikan yang efektif untuk siswa-siswa dengan ADHD menurut Cruickshank (dalam Hallahan, Kauffman, & Pullen, 2009), yaitu: A. Struktur kelas dan arahan guru 1. Menurunkan stimulus yang tidak relevan dengan pembelajaran dan meningkatkan material yang penting untuk pembelajaran. Cara yang dapat digunakan, antara lain tempat siswa belajar dibuat seperti kubikel dengan tiga sisi untuk menurunkan distraksi 15 2. Program terstruktur dengan penekanan kuat pada arahan guru 3. Guru menggunakan media pengajaran yang menarik dan berwarna cerah. Cara ini disebut oleh Witberg (dalam Fisher, 2007) dengan attention grabbing ways. Selain media pengajaran yang menarik perhatian, guru dapat memberikan "peringatan 5 menit" yaitu dengan memberika peringatan bahwa akhir sebuah materi sudah dekat, sehingga anak menyadari bahwa guru akan berpindah ke materi berikutnya 4. Jadwal aktivitas yang sistematis dan mendetil untuk setiap anak 5. Meskipun tidak semua cara tersebut kini dapat diaplikasikan karena banyak anak ADHD yang saat ini belajar dalam pendidikan umum serta semakin lama mereka pun harus belajar untuk lebih independen dalam pendidikan, ada beberapa aplikasi prinsip Cruickshank yang masih dapat diterapkan, seperti: 6. Membagi satu hari menjadi beberapa unit waktu dan pembagian ini diterapkan setiap hari 7. Membagi tugas dan aktivitas menjadi beberapa sub tugas dan sub aktivitas 8. Menetapkan sedikit saja jumlah tugas dalam sehari 9. Menghindari batas waktu yang terlalu ketat 10. Menempel time table ini di meja atau di dalam agenda (Cooper, 1999 dalam Hallahan, Kauffman, & Pullen, 2009) B. Functional Behavioral Assement Managemenet 16 dan Contigency-Based-Self- Functional Behavioral Assement (FBA) termasuk menentukan konsekuensi, penyebab, dan setting events yang mempertahankan tingkah laku tidak pantas. Sementara itu Contigency-based-self-management termasuk membuat seseorang tetap mempertahankan tingkah laku tertentu dan mendapatkan konsekuensi yang biasanya berupa reward. Kombinasi FBA dengan teknik contigency-based-selfmanagement terbukti sukses dalam meningkatkan tingkah laku yang pantas pada siswa-siswi ADHD di tingkat SD dan SMP (DuPaul, Eckert, McGoey, 1997; Ervin, DuPaul, Kern, & Friman, 1998; Shapiro et.al., 1998 dalam Hallahan, Kauffman, & Pullen, 2009). Contogency management yang telah disebutkan di atas merupakan salah satu bentuk intervensi yang termasuk dalam classwide interventions, yaitu intervensi terhadap anak berkebutuhan khusus yang juga digunakan oleh keseluruhan kelas, tanpa melihat mengapa intervensi diimplementasikan, misalnya untuk satu orang siswa saja atau seluruh siswa di dalam kelas (Harlacher, Roberts, & Merrel, 2006). Bentuk ini disarankan karena lebih efektif dalam pembiyaan serta lebih efisien daripada intervensi individual karena seorang guru dapat menggunakan intervensi ini untuk membantu seorang anak berkebutuhan khusus dalam kelas, sekaligus juga memberi keuntungan bagi performa para siswa lain di kelas tersebut. Selain itu, anak yang berkebutuhan khusus menjadi anonym karena intervensi dilakukan oleh seluruh siswa dalam kelas. Classwide interventions untuk ADHD dikategorikan dalam dua tipe utama, yaitu tingkah laku (behavioural) dan akademik, sebagai berikut a. Tingkah Laku Target dari tipe ini adalah manifestasi tingkah laku dari gangguan ADHD (misalnya, tidak mengerjakan tugas, kesulitan bertahan di tempat duduk, dan sebagainya). Bentuk-bentuk tipe classwide interventions behavioural antara lain: 1. Contingency Management 17 Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, contigency management (CM) merupakan pengaplikasian konsekuensi yang sejalan dengan tingkah laku tertentu (Wolery, Bailey, & Sungai, 1998 dalam Harlacher, Roberts, & Merrell, 2006). Misalnya, siswa mendapatakan tokens atau chips untuk setiap tingkah tertentu yang dapat ditukarkan dengan hadiah yang lebih bagus, pujian untuk tindakan tertentu, atau pengambilan tokens/chips untuk setiap tindakan tingkah laku yang tidak diinginkan. Manfaat CM adalah meningkatnya waktu yang dihabiskan siswa ADHD untuk mengerjakan tugas. Selain itu, CM juga menurunkan hiperaktivitas, tingkah laku inatentif dan disruptif, serta meningkatkan kepatuhan pada arahan. Beberapa hal yang harus diperhatikam dalam pengaplikasian CM, antara lain : (a) definisikan ekspetasi secara sejalas (misalnya 3-5 tingkah laku positif yang diharapkan), (b) tokend harus jelas, (c) menjelaskan hubungan antara tokens dan hadiah/reinforcers yang dapat ditukar, (d) bagaimana dan kapan sisea dapat menukar tokens dengan hadiah (Harlacher, Roberts, & Merrel, 2006) Selain keempat hal diatas, untuk memfasilitasi efektivitas CM, lakukan atau berikan (a) kesempatan kepada siswa untuk melatih dan mengklarifikasi tingkah yang diharapkan, (b) diskusi dan latihan bagaimana merespon ketika siswa kehilangan tokens, (c) perencanaan prosedur untuk menghilangkan perlahan-lahan penggunanan CM dan beralih kepada penghargaan yang alami (natural reinforcement), (d) system pecarian data, dan (e) petunjuk yang jelas mengenai kapan dan bagaimana sering system akan digunakan (Harlacher, Roberts, & Merrel, 2006) 2. Therapy Balls Merupakan bola yang dapat dipompa, yang diduduki oleh anak-anak. Bola terapi memiliki kaki yang dapat dilipat dan dibuka ketika bola sedang tidak digunakan sehingga tidak menggelinding (Sensory Edge, n.d. dalam Harlacher, Roberts, & Merrel, 2006). Manfaat dari bola terapi ini, antara lain terjadi 18 peningkatkan produksi kata di kelas bahasa dan peningkatan lamanya tingkah laku duduk. Namun demikian, yang perlu menjadi pertimbangan adalah besarnya biaya yang dibutuhkan untuk memperoleh bola terapi bagi setiap siswa 3. Self-Monitoring Yaitu pelibatan siswa dalam mengevaluasi dan merekam tingkah laku mereka sendiri. Guru dan siswa menyetujui satu sampai tiga tingkah laku siswa yang akam dimonitor (misalnya, penyelesaian tugas, perhatian, dan berbibacara), lalu siswa diberikan formulir untuk me-rating tingkah laku tersebut dengan Likert, yang menggambarkan seberapa baik ia telah melakukan tingkah laku tersebut. Kemudian, hasil rating tersebut dibandingkan dengan rating yang dibuat oleh guru. Setelah beberapa waktu dan siswa sudah dianggap mampu membuat rating yang sesuai dengan kenyataan sebenarnya, guru tidak perlu lagi ikut me-rating supaya siswa lebih dapat menilai dirinya dengan mandiri (Harlacher, Roberts, & Merrell, 2006). Manfaat self monitoring ini adalah peningkatan jumlah waktu yang dihabiskan siswa untuk mengerjakan tugas, penurunan inatensi dan tingkah yang tidak pantas. Namun, cara ini tidak efektif untuk siswa ADHD usia SD 4. Peer Monitoring Yaitu melatih siswa untuk saling mengawasi tingkah laku temannya dan memberi penghargaan terhadap tingkah laku yang positif. Ini termasuk (a) mendefinisikan tingkah laku apa saja yang pantas dan tidak pantas, (b) melatih siswa untuk mengidentifikasi dan membedakan antara tingkah laku yang pantas dan tidak pantas tersebut, (c) membuat siswa menangkap temannya ketika melakukan tingkah laku yang pantas dan (d) menyediakan hadiah untuk tingkah laku tersebut (misalnya pujian, nilai). Manfaat intervensi ini adalah kuatnya dampak teman-teman terhadap tingkah laku masing-masing siswa (Alberto & Troutman, 2006; Wolery et.al.,1998 dalam Harlacher, Roberts, & Merrell, 2006), tetapi membutuhkan pelatihan dan 19 waktu yang cukup lama untuk siswa dapat akurat menangkap perilaku yang dimaksud. 5. Instructional Choice Memberikan siswa dua atau lebih aktivitas dari menu yang tersedia, kemudian siswa diminta memilih aktivitas yang ingin ia lakukan. Siswa dapat memilih satu aktivitas daripada aktivitas yang lain (misaljya, memilih matematika daripada membaca) atau urutan tugas (misalnya, mengerjakan matematika sebelum membaca). Instructional choice mampu meningkatkan keterlibatan akademis serta menurunkam masalah tingkah laku. Intervensi ini mudah dilakukan dan hanya membutuhkan waktu persiapan yang singkat tetapi guru munhkin berkeberatan untuk memperbolehkan siswa memilih tugas yang ingin mereka selesaikan (Harlacher, Roberts, & Merrell, 2006) b. Akademik Apabila tipe tingkah laku targetnya adalah manifestasi tingkah laku, maka tipe akademik memiliki target defisit akademis yang seringkali diasosiasikan dengan ADHD (misalnya, performa akademis yang rendah, tidak melengkapi tugas, dan akurasi atau ketepatan) (Harlacher, Roberts, & Merrell, 2006). Bentuk-bentuk intervensi dari tipe ini antara lain: 1. Classwide Peer Tutoring Peer tutoring adalah strategi manipulasi instruksi dkmana dua siswa bekerja sama dalam sebuah aktivitas akademis, dimaba seorang siswa memberikan pendampingan, instruksi, dan umpan balik kepada yang lain. Siswa dipasangkan, disediakan materi-materi dalam kurikulum, dan bergantian membimbing satu sama lain. Classwide peer tutoring fleksibel dan memungkinkan modifikasi sesuai lingkungan kelas, serta memungkinkan siswa untuk menerima umpan balik atau perbaikan satu demi satu, hang sulit diperoleh dari instruksi untuk satu kelas. 20 Namum, membutuhkan banyak waktu untul mengembanglan materi dan melatih siswa di awal (Harlacher, Roberts, Merrell, 2006). 2. Instructional Modification Merupakan strategi proaktif dimana perubahan dalam tugas untuk siswa demi mencapai target kebutuhan akademis siswa. Misalnya guru membagi tugas siswa menjadi tiga bagian, menyediakan batas waktu yang lebih banyak untuk tugas-tugas siswa, atau mengubah tempo bacaan dari tape yabg digunakan untuk daftar kata. Cara ini fleksibel, mudah diimplementasikan dan dapat meningkatkan lingkungan akademis dari siswa yang mengalami kesulitan (DuPaul & Stoner dalam Harlacher, Roberts, & Merrell, 2006) 3. Computer-Assited Instruction (CAI) CAI adalah penggunaan program software berbasis computer yang didesain untuk memperlengkapi guru dengan instruksi dan tambahan materi pelajaran. Misalnya, simbol-simbol matematika yang diwarnai, penggunaan audio-visual, dan sebagainya. Cara ini meningkatkan performa matematika dan penurunan tingkah laku tidak mau mengerjakan tugas (Ota & DaPaul, 2002 dalam Harlacher, Roberts, & Merrell, 2006). 21 2.2 Anak Berbakat atau Gifted Anak berbakat tergolong anak berkebutuhan khusus. Dikategorikan sebagai anak berkebutuhan khusus karena ia berbeda dengan anak-anak lainnya. Perbedaan terletak pada adanya ciri-ciri yang khas, yang menunjukan pada keunggulan dirinya. 2.2.1 Batasan Keberbakatan Dalam menentukan batasan keberkatan, ada berbagai macam argumentasi yang muncul. Perbedaan argumentasi muncul karena ada berbagai perbedaan pendapat yang muncul dalam menjawab beberapa pertanyaan mengenai keberbakatan, seperti dalam hal apa seseorang dapat dikatakan berbakat, bagaimana keberbakatan tersebut diukur, pada tingkatan apa seseorang dapat dikatakan berbakat, siapa yang menjadi kelompok pembanding dan mengapa anak berbakat harus di idetifikasikan. Batasan keberbakatan yang digunakan di Indonesia telah disepakati mengacu pada pengertian yang di buat oleh United State Office of Education disingkat USOE (1972 dan renzuli,1978,balitbangdikbud,1986a, dalam Hawadi 1993). Konsep anak berbakat dari USOE (1972) adalah anak berbakat mereka yang di identifikasikan oleh orang-orang professional bahwa mereka memiliki kemampuan-kemampuan yang menonjol dan dapat memberikan prestasi yang tinggi. Definisi anak berbakat dari USOE ini diambil karena memiliki daya cakupan yang luas dan lengkap yaitu meninjau keterbakatan dari berbagai dimensi serta menekankan perlunya anak berbakat mendapatkan pelayanan pendidikan khusus. 2.2.2 Klasifikasi dan Ciri-ciri Keberbakatan Mengenai klasifikasi keberbakatan dari anak berbakat, pandangan beberapa pakar anak berbakat terlihat bervariasi. Hasil pengamatan Feldman (1979, dalam Hawadi 1993) menunjukkan sebagai berikut ada pakar yang membatasi anak berbakat sebagai anak yang berada di atas dua persen, dengan pembagian keberbakatan dalam intelektual sebesar 0,1 persen dan keberbakatan dalam bidang khusus (talenta) 1,9 persen tetapi ada juga sejumlah pakar yang lebih suka menyebut anak berbakat 22 sebagai anak yang berada dalam tujuh persen teratas, dengan pembagian keberbakatn intelektual sebesar dua persen dan talenta sebesar lima persen. Mengenai ciri-ciri anak berbakat ada beberapa sudut pandang untuk ciri-ciri anak berbakat seperti sudut pandang psikologis dan tingkah laku. Berdasarkan sudut pandang psikologi, pembahasan mengenai konsep diri, hubungan sosial dan karakteristik psikologis lainnya mengenai anak berbakat merupakan suatu kajian yang menarik. Sebagian dari anak berbakat merasa dirinya bahagia, disukai oleh teman kelompoknya, memiliki kestabilan emosi dan self-sufficient. 2.2.3 Etiologi/Penyebab Keberbakatan Dalam literature anak berbakat, memang tidak secara tegas disebutkan pandangan pakar tentang etiologic keberbakatan. Kebanyakan pakar tidak memasalahkan asal muasal keunggulan yang ada namun mereka lebih memasalahkan pada kondisi yang sudah terjadi sebagai seseorang yang memiliki kelebihankelebihan dibandingkan orang-orang lain. Dan rata-rata para pakar bersepakat bahwa kelebihan yang ada tersebut yang ditampilkan dalam karakteristik diri yang khas, sangat membutuhkan pelayanan pendidikan yang berbeda dari lazimnya. 1) Faktor Genetik dan Biologis lainnya Pendapat bahwa intelegensi dan kemampuan yang berkualitas unggul itu diturunkan, kurang dapat di terima dimasyarakat yang memandang bahwa semua orang itu sama. Hal itu dapat menimbulkan perdebatan untuk menyeleksi pasangan unggul dalam hal reproduksi manusia. Penelitian dalam genetika perilaku menyatakan bahwa setiap jenis dari perkembangan perilaku di pengaruhi secara signifikan melalui gen/keturunan. 23 2) Faktor-faktor lingkungan Keluarga, sekolah, teman sebaya dan masyarakat jelas memiliki pengaruh dalam perkembangan diri keberbakatan. Stimulasi-stimulasi, kesempatankesempatan, harapan-harapan, tuntutan-tuntutan dan imbalan-imbalan untuk suatu kinerja akan mempengaruhi proses belajar seorang anak. 2.2.4 Identifikasi, Diagnosis dan Asesmen Pengukuran mengenai keberbakatan bersifat kompleks. Ada beberapa komponen yang tidak dapat diukut dengan menggunakan cara biasa dan juga ada beberaoa bagian dari definisi keberbakatan akan menentukan bagaimana tes skor diinterprestasikan. Sangatlah penting untuk menggunakan metode yang tepat dalam melakukan identifikasi awal keberbakatan untuk membantu anak dengan special talents meraih pemenuhan ciri (self-fulfilment) dan membantu mereka untuk mengembangkan potensi untuk memberikan kontribusi bagi lingkungan mereka. Ada delapan identifikasi umum yang ditentukan oleh hunser dan Callahan (1995 dalam Hallahan, Kauffman dan pullen,2009) : Pengukuran mengenai keberkatan melebihi konsep sempit dari talents Strategi identifikasi tepat dan terpisah diperlukam dalam melakukan identifikasi aspel yang berbeda dari keberbakatan Instrument dan strategi yang reliable dan valid dibutuhkan dalam menilai keberbakatan Instrument yang tepat digunakan untuk underserver population (populasi yang dilayani) Setiap anak dilihat secara individu, dikenali dari skor tunggal pada semua pengukuran Pendekatan multiple-measure/multiple-criteria (menggunakan beberapa kriteria dan pengukuran) diijinkan Apreasiasi ditunjukkan pada nilai dari kasus setiap individu dan keterbatasan kombinasi pengukuran 24 Identifikasi dan penempatan didasarkan pada kebutuhan individu dan kemampuan dibandingkan dengan jumlah individu 2.2.5 Dampak Keberbakatan dari segi Psikologis, Sosial-Emosional dan Pendidikan Keberbakatan terkadang membuat anak tampak “berbeda” dibandingkan dengan anak lainnya. Sebagian anak dapat menerima hal itu dalam kondisi yang positif. Mereka dapat hidup dengna bahagia, disukai oleh teman kelompoknya, memiliki kestabilan emosi dan self-sufficient. Anak berbakat memiliki minat yang bervariasi serta dapat menerima diri mereka dengan positif. Anak berbakat yang berasal dari tingkat sosial ekonomi menengah ke atas mendapatkan kesempatan untuk mengembangkan diri mereka, mendapatkan kesempatan pendidikan yang tepat, kesempatan untuk menggali minat secara dalam. Di sisi lain, ada anak-anak berbakat yang tidak mendapatkan kesempatan untuk mengembangkan apa yang menjadi bakat mereka. Merka tidak diuntungkan karena kondisi lingkungan yang tidak mendukung anak berbakat. Anak berbakat dapat menampilkan tingkah laku yang luar biasa buruknya. Anak berbakat juga bisa menjadi individu yang melalukan bullying terhadap lingkungan, atau menjadi korban bullying dari teman-temannya. Individu berbakat memiliki kecenderungan untuk menjauh dari kelompok usia mereka. (Hallahan. Kauffman dan Pullen, 2009). 2.2.6 Intervensi dan Bantuan Pendidikan Seluruh siswa pada segala usia memiliki kekuatan bakat yang relatif dan sekolah seharusnya dapat membantu siswa untuk mengidentifikasi dan memahami kemampuan terbaiki yang dimilikinya demikian juga pada anak berbakat. Sekolah seharusnya dapat memfasilitasi anak berbakat dalam mengidentifikasi dan memahami kemampuan terbaik yang dimilikinya. Menurut Utami Munandar (1985) menyatakan bahwa mengajar anak berbakat menuntut konsep belajar yang berbeda, peran, teknik mengajar dan penilaian hasil belajar yang berbeda pula. 25 Ada tiga karakteristik mengenai pendidikan yang dikhususkan bagi siswa dengan kemampuan dan bakat yang spesifik yaitu : Kurikulum dirancang untuk mengakomodasi kemampuan kognitif siswa Strategi instruksi yang diberikan konsisten dengan pembelajaran siswa dengan kemampuan yang di atas rata-rata pada bagian isi dari kurikulum Penyusunan administrasi memfasilitasi instruksi pada kelompok yang tepat 1. Anak Berbakat dan Program Percepatan Belajar Definisi anak berbakat yang dikemukan oleh pemerintah Indonesia sebagai acuan pemerintah untuk menyelenggarakan program percepatan belajar di Indonesia di batasi oleh dua hal berikut yaitu mereka yang mempunyai taraf intelegensi atau IQ diatas 140 atau mereka yang oleh psikolog atau guru di identifikasi sebagai peserta didik yang telah mencapai prestasi yang memuaskan dan memiliki kemampuan intelektual umum yang berfungsu pada tingkat cerdas dan keterikatan terhadap tugas yang tergolong baik serta kreativitas yang memadai (Depdiknas dalam Utami dan Hawadi, 2008). Secata konseptual, pengertian percepatan belajar (akselarasi) menurut Pressey dalam Prahesti dan kumolohadi 2008 adalah kemajuan yang diperoleh dalam program pengajar pada waktu yang lebih cepat atau usia yang lebih muda daripada yang konvensional (regular). Tujuan dari program percepatan belajar (akselarasi) adalah untuk memberikan pelayanan pendidikan kepada siswa yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa dalam mewujudkan kemampuan mereka secara optimal agar meraka dapat mengembangkan kemmapuan berpikir dan bernalar, serta pengembangan kreativitas siswa memberikan kesempatan kepada siswa untuk dapat menyelesaikan program pendidikan secara lebih cepat memamcu mutu diri siswa untuk peningkatan kecerdasa spiritual, intelektua; dan emosional nya secara seimbang. 26 Menurut Southern dan Jones (1991, dalam Nuraida, dkk, 2007) menyebutkan beberapa dampak positif dari program percepatan belajar (akselarasi) bagi anak berbakat: Meningkatkan efesiensi dan efektifitas belajar pada anak berbakat Memberikan penghargaan/pengakuan atas prestasi yang dimiliki kepada anak berbakat Memberikan kesempatan yang lebih cepat untuk berkarir dibandingkan anak seusianya Meningkaykan produktivitas Meningkatkan pilihan eksplorasi dalam pendidikan Dari sisi lain, program percepatan belajar (akselarasi) juga memiliki pengaruh negatif menurut Southern dan Jones (dalam Hawadi, 2004) menyebutkan beberapa kekurangan dari program percepatan belajar (akselarasi) bagi anak berbakat. Salah satunya adalah dari segi penyesuaian sosial dan emosional, dimana karakteristik anak berbakat yang kurang matang baik secara sosial, fisik maupun emosional untuk berada dalam tingkat kelas yang lebih tinggi walaupun memenuhi standard kualitas akademik. 2. Kerjasama antara Keluarga, Sekolah dan Masyarakat Pendidikan merupakan tanggung jawab bersama keluarga (orang tua), sekolah dan masyarakat. Keluarga dan sekolah dapat bersama-sama mengusahakan pelayanan pendidikan bagi anak berbakat, misalnya dalam memandu dan memupuk minat anak. Orang tua dapat membantu sekolah dalam merencanakan dan menyelenggarakan kunjungan ke proyek-proyek tertentu, seperti pabrik, perusahaan, museum dan kegiatan pendidikan lainnya. Perlu diadakan pertemuan berkala antara guru-guru yang membimbing anak berbakat dan para orang tua anak berbakat untuk bersama-sama membicarakan dan membahas masalah-masalah yang timbul yang berkaitan dengan keberbakatan anak, baik masalah-masalah di sekolah maupun masalah-masalah dirumah. Lebih baik lagi 27 jika konselor psikolog yang membantu disekolah tersebut ikut hadir dalam pertemuan-pertemuan ini. Semua usaha yang dilakukan bagi pengembangan potensi anak-anak dan individu yang berbakat ini tidak akan sia-sia karena bukankah “ kejayaan suatu bangsa dan Negara tergantung dari bagaimana masyarakat nya menghargai dan memanfaatkan sumber daya manusianya berupa potensi unggul untuk menghadapi masalah-masalah hari esok” (Munandar, 1985). 2.3 Karakteristik Anak Indigo Menurut Carroll dan Tober (1999), terdapat 10 karakteristik paling umum dari anak-anak indigo, yaitu: 1. Datang ke dunia dengan feeling of royalty (dan seringkali bertindak sesuai perasaan tersebut). 2. Memiliki perasaan”layak untuk berada di sini”, dan terkejut ketika orang laintidak menyadari hal tersebut. 3. Perasaan diri bukanlah isyu yang besar, bahkan mereka serikali memberitahu orang tua mereka mengenai “siapa diri mereka”. 4. Mengalami kesulitan dengan otoritas absolut (otoritas tanpa penjelasan atau pilihan). 5. Tidak akan melakukan hal-hal tertentu, misalnya mengantri adalah hal yang sulit bai mmengantri adalah hal yang sulit bai mereka 6. Merasa prustasi dengan system yang berientasi pada ritual dan tidak memerlukan pemikiran kreatif 7. Seringkali melihat cara yang lebih bai dalam melakukan sesuatu, baik dirumah maupun disekolah sehingga mereka terlihat sebagai system busters, yaitu tidak conform pada system apapun 8. Terlihat antisional, kecuali dengan mereka yang setipe 9. Tidak akan berespon terhadap disiplin berdasarkan rasa bersalah (“tunggu sampai ayahmu pulang dan melihat apa yang kau lakukan”). 10. Tidak malu memberitahu apa yang mereka butuhkan 28 Nancy ann tappe yang diwawancari oleh JanTober (dalam Carroll & Tober, 1999), mengemukakan empat tipe anak indigo, yaitu: 1. Humanis Anak indigo tipe ini akan bekerja dengan orang banyak. Anak tipe ini mempunyai kelebihan untuk menyembuhkan berbagai penyakit. Biasanya mereka menggunakan kemampuannya untuk menolong orang lain. Kecenderungan karir mereka di masa datang akan menjadi dokter, pengacara, guru, pengusaha, politikus atau pramuniaga. Perilaku yang menonjol saat ini adalah hiperaktif, sehingga perhatiannya mudah tersebar. Mereka sangat sosial, ramah, dan memiliki pendapat yang kokoh. 2. Konseptual Anak indigo tipe ini lebih enjoy bekerja sendiri dengan proyek-proyek yang ia ciptakan sendiri. Mereka amat menonjol dalam merancang suatu program. Misalnya dalam rangka menyelamatkan perusahaan yang akan bangkrut atau membuat usaha baru yang booming dan mandatangkan keuntungan finansial bagi banyak orang. Contoh karir mereka di masa depan adalah sebagai arstiek, perancang, pilot, astronot, prajurit militer. Perilaku yang menonjol adalah suka mengontrol perilaku orang lain. 3. Artis Anak indigo tipe ini menyukai pekerjaan di bidang seni. Perilaku yang menonjol adalah sensitif, dan kreatif. Mereka mampu menunjukkan minat sekaligus dalam 5 atau 6 bidang seni, namun beranjak remaja minat mereka terfokus hanya pada satu bidang saja yang dikuasai secara baik. 4. Interdimensional. Anak indigo tipe ini yang memiliki ketazaman indera keenam di masa yang akan datang menjadi seorang filsuf, pemuka agama. Dalam usia 1 atau 2 tahun, orangtua merasa tidak perlu mengajarkan apapun kepada mereka karena mereka sudah mengetahuinya. 29 SPIRITUAL ANAK INDIGO Setiap makhluk hidup memiliki energy vital (chi) yang mengalir masuk dan keluar dari tubuh melalui nafas dan pori-pori, serta pintu-pintu khusus yang disebut cakra (Effendi, 2001 dalam Sumarlis, 2003). Pers juga mulai mengabarkan mengenai paranormal dan sebagainya. Anak- anak yang dilahirkan pada pertengahan tahun 1970-an sampai saat ini seringkali disebut anak Indigo, karena mereka adalah “anakanak sinar indigo”. Mereka sangat spiritualis, memiliki visi spiritual dan pengetahuan tentang keberhargaan diri (Virtue, 2001). Cakra ajna ini terletak diantara kedua alis dan membuat anak indigo memiliki kemampuan indra keenam atau extrasensory perception (Kusuma, dalam Sumarlis, 2003). Dua hal spiritual yang biasanya dimiliki atau dialami oleh anak-anak indigo adalah: 1. Kemampuan melihat roh atau makhluk lain Pada umumnya anak-anak indigo mampu melihat makhluk –makhluk yang tidak dapat dilihat oleh manusia secara umum, seperti malaikat, teman ajaib, atau sosok-sosok yag menyeramkan. Figure-figur yang dilihat ini tidak seperti fantasi anak-anak biasa misalnya tokoh kartun televise, melainkan model berbeda yang diluar dunia ini dan tidak ada di televise atau film (Carroll & Tobber, 2001). Mereka bahkan dapat berubah wujud menjadi binatang dan burung, pada saat Greg sendirian di kamar. Ketika Greg pergi bersama ibunya, di dalam mobil ia berkata. “Lihat, Ma, ada Malaikat berwarna coklat di mobil bersama kitta” (Carroll & Tober, 2001). 2. Kemampuan melihat masa depan Kemampuan melihat masa depan merupakan salah satu kemampuan spiritual anak indigo, seperti cerita anak indigo dibawah ini; “Suatu hari di Paruh Desember 1997. Di dalam hidupnya yang tenang, Andrean Ganie Hendrata tiba-tiba terbangun. Ada semacam ketakuatan yang baru dilihatnya. Keringat dingin merembes dari pori-pori kulitnya yang kuning. Wajahnya yang kalem seketika berubah menjadi sedih. Kedua pipi bocah berusia enam tahun itu basah oleh air mata. Ia tak kuasa membendung kesedihannya. 30 Enam bulan sejak mimpinitu berlalu, Jakarta dilanda kerusuhan hebat. Penjarahan, pembakaran, penganiayaan terjadi pada Mei 1998. Tragedi itu ditayangkan oleh semua stasiun TV. Saat itulah ingatan Andrien kembali “dibangunkan”. Sembari menunjuk kea rah pesawat televisi, ia bilang: “Ma, itu mimpiku dulu!” (Majalah LIBERTY, 2005) 3. Pernah mengalami kehidupan di masa yang lain Nancy Ann Tappe (dalam Carroll & Tobe, 1999) mengatakan bahwa sebagian anak indigo baru pertama kali ada di dunia, sebagian lain sudah pernah ke dimensi ketiga, dan sebagian lainnya datang dari pelanet lain, yaitu mereka yang termasuk indigo interdimensional. Anak-anak indigo pada umumnya juga memiliki kemampuan merasakan perasaan seseorang yang disembunyikan atau bahkan tidak disadari oleh orang tersebut. Ketika diatanya oleh ibunya mengenai apakah Allah itu, seorang indigo berusia 4 tahun mejawab, “ Allah adalah sebuah bola yang sangat besar dan bersinar serta "bermahkota-bola tersebut menyentuh semuanya dan merasa baik!” (Carroll & Tober, 2001) IDENTIFIKASI ANAK INDIGO Sumarlis (2003) menyebutkan empat hal yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi anak indio, yaitu: 1. Lapangan aura Lapangan aura yang mengelilingi anak indigo berwarna biru gelap/nila. Untuk mengetahuinya maka dapat dilakukan foto aura melalui aura video station. 2. Kecerdasan Anak indigo memiliki kecerdasan di atas rata-rata. McCloskey (dalam Carroll & Tober, 1999) menyatakan bahwa tidak semua anak indigo berada dalam rentang berbakat, namun hampir seluruh anak indigo memiliki kecerdasan sekurang-kurangnya pada satu subtes dalam rentang sangat superior. Untuk mengetahui hal ini dapat dilakukan tes IQ dengan menggunakan skala Wechsler. 31 3. Prestasi belajar Dengan kecerdasan yang dimilikinya, seharusnya anak indigo memiliki prestasi belajar yang baik. Namun adanya batasan-batasan di sekolah membuat prestasi belajar yang dimiliki mereka tidak tampil dengan optimal. Untuk mengetahui prestasi belajar yang sebenarnya dapat dilakukan tes prestasi belajar yang terstandar. McCloskey (dalam Carrolll & Tober, 1999) menggambarkan bahwa hasil tes prestasi belajar anak indigo sekurang-kurangnya berada dalam rentang rata-rata. 4. Perilaku Anak indigo seringkali diduga memiliki gangguan pemusatan perhatian/hiperaktivitas. Oleh karena itu diperlukan observasi yang lebih cermat dengan mengamati rentang perilaku “merusak” yang kebanyakan orang sering salah mengartikannya sebagai gangguan pemusatan perhatian/hiperaktivitas. Menurut McCloskey (dalam Carroll & Tober, 1999), anak indigo akan disebut sebagai anak hiperaktif yang memicu masalah karena mereka tidak berespon terhadap instruksi langsung. Virtue (2001) memberikan 17 karakteristik indigo, ketujuh belas karakteristik tersebut adalah: 1. Berkemauan kuat 2. Lahir pada tahun 1978 atau setelahnya 3. Keras kepala 4. Kreatif 5. Mudah teradiksi 6. Memiliki “old soul” 7. Intutitif atau spiritualis 8. Isolasionis 9. Independen dan bangga 10. Memilliki hasrat mendalam untuk membantu dunia dengan cara yang besar 11. Berada diantara harga diri yang rendah dan perasaan besar 12. Mudah bosan 13. Mungin pernah di diagnosa ADD atau ADHD 14. Mudah insomnia, sulit tidur, mimpi buruk, atau tidur tidak enak 15. Memiliki sejarah depresi 16. Mencari persahabatan yang dalam 17. Mudah menjalani hubungan dengan tanaman dan binatang 32 DAMPAK PERKEMBANGN ANAK INDIGO Karakteristik –karakteristik unik yang dimiliki anak indigo membuat mereka berbeda dan sering dipandang “aneh” oleh orang biasa. Hal inilah yang membuat anak-anak indigo mengalami masalah terutaa alam hubungannya dengan orang lain. Tiga masalah yang seringkali terlihat dalam kehidupan anak indigo (Gerard dalam Carroll & Tober, 1999) adalah: 1. Mereka menuntut perhatian lebih dan merasa bahwa hidup terlalu berharga untuk dilewati begitu saja. Mereka menginginkan hal-hal tertentu terjadi dan seringkali memaksakan situasi supaya sesuai dengan harapan mereka 2. Mereka seringkali merasa dikecewakan oleh teman-temannya yang tidak memahami fenomena indigo 3. Mereka sering dicap sebagai ana yang mengalami ADD atau bentuk-bentuk hiperaktivitas lainnya INTERVENSI TRHADAP ANAK INDIGO Mengingat adanya masalah-masalah yang dimiliki oleh anak indigo , maka orang tua, guru, serta orang-orang yang terlibat dalam kehidupan anak indigo perlu menggunakan cara-cara yang khusus pula dalam merawat dan membesarkan anakanak indigo. Carroll & Tober (1999) memberikan 10 dasar yang penting digunakan dalam membesarkan anak indigo, yaitu: 1. Respek. Perlakukan anak indigo dengan hormat. Harga keberadaan mereka. Terkadang biarkan mereka yang memiliki kontrol 2. Kreatif dan fleksibel. Bantu anak indigo untuk membuat solusi sendiri dalam mendisiplinkan diri. Untuk dapat melakukan ini, kita harus memiliki fleksibilitas dalam sudut pndang serta harapan terhadap anak kita. 3. Berikan pilihan. Anak indigo harulah diberikan pilihn-pilihan, tetapi sebelumnya berikan paengarahan dulu kepada mereka. Katakan, “sewaktu saya seumurunmu , saya melakkukan ini, dan itu tejadi 4. Jangan pernah biarkan mereka down. Ketika kita mencitai mereka dan mengakui siapa diri mereka, maka mereka akan terbuka kepada kita. 5. Penjelasan. Selalu berikan penjelasan ketika mengintruksikan sesuatu 6. Partner. Jadikan mereka partner dalam mmbesarkan diri mereka sendiri 33 TERAPI DAN PENANGANAN KESULITAN TIDUR Terapi yang tepat untuk anak indigo menurut Tappe (dalam Carroll & Tober, 1999) adalah terapi dari seorang psikolog anak yang baik. Namun syangnya, banyak psikolog yang tidak dilatih untuk menangani indigo karena mmereka terbiasa dilatih dengan psikologo anak dasar dari Spock, Freud, Jung, dan sebagainya Secara lebih khusus, anak-anak indigo pada umumnya mengalami masalah tidur yang seringkali disebabkan oleh penglihatan-penglihatan yang menakutkan. Alec, seorang anak indigo (dalam Virtue, 2001), berkata,”jika aku tida cukup tidur, aku akan menjadi rewel dan cepat bosan.” Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi hambatan tidur bagi anak-anak indigo (Virtue, 2001), antara lain: Gerak badan tengah hari. Jangan lakukan ini pada waktu kurang dari tiga jam sebelum tidur. Buat “boks baik” dalam kamar anak. Jika anak tidak dapat tidur karena mendaprt penglihatan yang menyeramkan seperti dalam film the sixth sense, peluklah si anak dan katakana,”mari panggil archangel Michael bersama-sama. Mainkan bagian “malam” dari kaset chakra clearing yang memiliki efek meditasi untuk menenangkan dan menyenyakan tidur Letakan penerangan dengan cahaya putih di sekitar rumah Tempelkan gambar malaikat penjaga dikamar tidur anak Cat dindin dan berikan shampoo pada karpet apabila anda merasa bahwa kamar tidur anak memiliki “penunggu” atau “penghuni lama” Letakan benda-benda alam, seperti Kristal, tanaman, alcohol, air laut, atau air asin Gunakan metode Feng Shui (Collins dalam Virtue, 2001) Cerahkan mood anak dengan music, bau-bauan, pencahayaan, sentuhan Jauhkan barang-barang yang dapat mendatangkan electromagnetic frequencies Adapula cara-cara khusus lainnya yang mumgkin berbed-bda bagi masingmasing anak 34 PENDIDIKAN ANAK INDIGO Bagaimana dengan pendidikan bagi anak indigo? Jennifer Palmer (dalam Carroll & Tober, 1999) mengatakan bahwa dalam mengajar anak-anak indigo diperlukan keterbukaan untuk berdikusi mengenai harapan dan hak mereka, terutama di dalam kelas. Mereka membutuhkan guru yang dapat menjadi teman dan juga rekan. Aktivitas-aktivitas yang dilakukan dalam proses belajar mengajar, antara lain: Mengamati Mengelompokan; mengklasifikasi Mengulang pernyataan; mengingat; mengulas Membandingkan; memahami Menalar; menilai Mengaplikasikan Mendesain Menciptkan Asesmen dapat dilakukan oleh anak sendiri, teman-teman, atau guru, dalam bentuk yang berbeda-beda, seperti jurnal pembelajaran, persentasi, poster, demontrsi, role-play, analisis produk, kriteria khusus, cacatan anekdot tertulis, konferensi, atau catatan harian yang difilimkan. Palmer (dalam Carroll & Tobber, 1999) juga menyebutkan kriteria sekolah yang akan sesuai untuk pendidikan anak indigo, yaitu: Menghargai siswa-bukan sistem Para siswa ditawarkan beberapa pilihan mengenai bagaimana pelajaran akan diberikan dan ddalam kecepatan seperti apa Kurikulum fleksibel dari kelas ke kelas Para siswa dan guru bertanggung jawab dalam menetapkan standar pembelanjaan Guru memiliki otonomi yang besar di dalam kelompok siswa mereka Menyambut dengan baik ide-ide baru Tes-tes diubah secara konstan untuk menyesuikan dengan kemampuan dan kesadaran siswa serta informasi yang diajarkan Memiliki norma Mungkin bersifat kontovesial 35 Dua sistem sekolah yang diketahui memliki karakteristik-karakteristik di atas adalah sistem montesorin dan Waldrof a) The motesseri sschool naticral Sistem ini dimulai di roma pada tahun 1907 pada pusat penitipan anak Dr. Montessori, kemudian berkembang menjadi sistem berskala nasional yag digunakan di sekolah-sekolah dan oleh para pendidik yang menganggap siswa sebagai “pembelajaran yang mandiri”. b) The waldrof schools worldwide Sistem kedua adalah waldrof schools yang juga dikenal sebagai Rudolf Steiner Schools Di Indonesia, belum terlalu banyak perhatian terhadap masa depan anak indigo yang diperkirakan berjumlah sekitar 600 orang ini (Generasi Super, 2009). “Jumlah anak indigo ibarat gunung es (ice-berg), hanaya sepersepuluh bagian yang tampak di atas permukaan,” tutur Dr. Tb. Erwin Kusuma, SpKJ, psikiater anak yang memiliki perhatian khusus terhadap indigo. Mereka yang peduli terhadap indigo, termasuk Dr. Erwin, spiritualis Leo Lumanto, dan sebagainya, tengah memikirkan bagaimana mendidik dan menangni anak-anak indigo di Indonesia. Jika mendapat bimbingan yang sempurna, Erwin yakin anak-anak indigo ini akan menjadi pemimpin-pemimpin masa depan yang bijak sana dan cinta damai (Nurdin, 2008 dalam Ogiefreak, 2008). Dengan pemahaman dan bantuan yang diberikan maka proses pengembangan potensi yang harus dilalui tidak terbuang sia-sia, kebingungan yang di alami individu indigo tidak membuat kehidupan mereka menjadi tidak bahagia BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Bagian ini berisi ringkasan dan simpulan dari seluruh pembahasan yang telah dipaparkan di BAB II. Dalam kesimpulan tidak perlu memasukkan kutipan apapun. Panjang kesimpulan dibatasi maksimal sebanyak 2 lembar. Kesimpulan dan seluruh 36 isi BAB III Penutup diketik dengan format margin 4 cm (kiri), 4 cm (atas), 3 cm (kanan), dan 3 cm (bawah). font yang digunakan adalah Times New Roman ukuran 12 pt. dengan spasi ukuran 1.5. Judul BAB dan setiap sub-judul yang ada dalam BAB III Penutup wajib diketik cetak tebal (bold). 3.2 Saran Bagian ini berisi saran-saran yang dikemukakan oleh mahasiswa bagi Guru BK dan Mahasiswa BK sebagai konsekuensi dari membaca isi pembahasan makalah yang telah dipaparkan sebelumnya. Saran dibuat dalam bentuk poin-poin sebagai berikut: 3.2.1 Bagi Guru BK a. Saran pertama b. Saran kedua c. Dst. 3.2.2 Bagi Mahasiswa BK a. Saran pertama b. Saran kedua c. Dst. DAFTAR PUSTAKA Hawadi L, F. (1993). Idemtifikasi anak berbakat intelektual menurut konsep Renzuli berdasarkan nominasi guru, teman sebaya dan diri pribadi.Jakarta: Disertai Program Pascasarjana Universitas Indonesia. Hallahan, D. P, Kauffman, J.M, dan Pullen, P.C. (2009). Exceptional Leaners: an introduction to Special Education. (11th ed). Boston. Allyn & Bacon, Pearson International Edition. 37 Utami Munandar,S.C. (1985). Mengembangkan bakat dan kreativitas anak sekolah. Jakarta: PT.Gramedia. Semua rujukan-rujukan yang diacu di dalam isi makalah harus didaftarkan di bagian Daftar Pustaka. Isi daftar pustaka minimal harus memuat pustaka-pustaka acuan yang berasal dari sumber yang direkomendassikan oleh dosen pengampu mata kuliah. Sangat dianjurkan untuk menggunakan sumber acuan atau literatur yang diterbitkan selama 10 tahun terakhir. Penulisan Daftar Pustaka sebaiknya menggunakan aplikasi manajemen referensi seperti Mendeley atau References Ms. Word. Bentuk font yang digunakan adalah Times New Roman ukuran 12 pt. Spasi untuk daftar referensi adalah 1 spasi. Daftar pustaka ditulis dengan model paragraf Hanging. Format penulisan yang digunakan adalah sesuai dengan format APA 6th Edition (American Psychological Association). Berikut adalah contoh penggunaan beberapa referensi. Catatan: Penjelasan ini tidak perlu dimasukkan dalam penulisan daftar pustaka yang sebenarnya. Demikin juga dengan tulisan bertanda *) tidak perlu dimasukkan pada daftar pustaka sebenarnya. Buku 1 Penulis*) Sunarto, K. (2004). Pengantar Sosiologi. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Buku 2 Penulis*) Tubagus, A, & Wijonarko. (2009). Langkah-Langkah Memasak. Jakarta: PT Gramedia. Buku 3 Penulis*) 38 Leen, B., Bell, M., & McQuillan, P. (2014). Evidence-Based Practice: a Practice Manual. USA: Health Service Executive. Buku Lebih Dari Satu Edisi*) Prayitno, & Amti, E. (2012). Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling (Edisi ke-10). Jakarta: PT Rineka Cipta. Penulis Dengan Beberapa Buku*) Soeseno, S. (1980). Teknik Penulisan Ilmiah-Populer. Jakarta: PT Gramedia. Soeseno, S. (1993). Teknik Penulisan Ilmiah-Populer: Kiat Menulis Nonfiksi untuk Majalah. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Nama Penulis Tidak Diketahui / Lembaga*) Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. (2003). Panduan Teknis Penyusunan Skripsi Sarjana Ekonomi. Jakarta: UI Press. Buku Terjemahan*) Gladding, S. T. (2012). Konseling: Profesi yang Menyeluruh (6th ed.). (Terj. P. Winarno, & L. Yuwono). Jakarta: PT. Indeks. Buku Kumpulan Artikel/Memiliki Editor*) Ginicola, M. M., Filmore, J. M., Smith, C., & Abdullah, J. (2017). Physical and Mental Health Challenges Found in the LGBTQI+ Population. In M. M. Ginicola, C. Smith, & J. M. Filmore (Eds.), Affirmative Counseling with LGBTQI+ People (pp. 75 - 85). Alexandria, VA: American Counseling Association. Artikel Jurnal / Ensiklopedi*) 39 Ruini, C., Masoni, L., Otolini, F., & Ferrari, S. (2014). Positive Narrative Group Psychotherapy: The Use of Traditional Fairy Tales to Enhance Psychological Well-Being and Growth. Journal Psychology of Well-Being, 4 (13), 1-9. Artikel Jurnal dengan Lebih dari 7 Penulis*) Gilbert, D. G., Mcclernon, J. F., Rabinovich, N. F., Sugai, C., Plath, L. C.,Asgaard, G., … Botros, N. (2004). Effects of quitting smoking on EEG activation and attention last for more than 31 days and are more severe with stress, dependence, DRD2 Al allele, and depressive traits. Nicotine and Tobacco Research, 6, 249—267 Artikel Jurnal dengan DOI*) Herbst-Damm, K. L., & Kuhk, J. A. (2005). Volunteer support marital status, and the survival times of terminally ill patients. Health Psychology, 24, 225-229. doi: 10.1037/0278-6133.24.2.225 Artikel dalam Prosiding Online*) Herculano-Houzel, S., Collins, C. E., Wong, R, Kaas, J. H., & Lent R. (2008). The basic nonuniformity of the cerebral cortex. Proceedings of the National Academy of Sciences, 105, 12593—12598. doi:1 0. 1 073/pnas.Q80541 7105 Artikel dalam Prosiding Cetak*) Katz, I., Gabayan, K., & Aghajan, H. (2007). A multi-touch surface using multiple cameras. In J. Blanc-Talon, W. Philips, D. Popescu, & P. Scheunders (Eds.), Lecture Notes in Computer Science: Vol. 4678. Advanced Concepts for intelligent Vision Systems (pp. 97—108). Berlin, Germany: Springer-Verlag. 40 Majalah*) Susanta, R. (Juni 2010). “Ambush Marketing”. Marketing, 140 (2), 15-17. Majalah Online*) Susanta, R. (Juni 2010). “Ambush Marketing”. Marketing, 140 (2), 15-17. Diakses dari: http//majalahmarketing.com// Surat Kabar*) Irawan, A. (24 September 2010). “Impor Beras dan Manajemen Logistik Baru”. Koran Tempo, A11. Skripsi/Tesis/Disertasi Tidak Terpublikasi*) Nurgiri, M. (2010). Antropologi Indonesia (Skripsi Tidak Terpublikasi). Sarjana Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, Jakarta. Skripsi/Tesis/Disertasi dari Sumber Online*) Haryadi, R. (2017). Pengembangan Model Evidence-Based Community Counseling untuk Meningkatkan Kesejahteraan Psikologis pada Subyek Eks-Pecandu NAPZA di Kota Semarang (Tesis, Pascasarjana Universitas Negeri Semarang). Diakses dari: http//pps.unnes.ac.id//tesis/rudiharyadi/ Video*) American Psychological Association. (Produser). (2000). Responding therapeutically to patient expressions of sexual http://www.apa.org/videos/ 41 attraction [DVD]. Tersedia di Serial Televisi Egan, D. (Penulis), & Alexander, J. (Pengarah). (2005). Failure to communicate [Episode Seri Televisi]. In D. Shore (Produser Pelaksana), House. New York, NY: Fox Broadcasting. Musik Rekaman*) Lang, K.D. (2008). Shadow and the frame. On Watershed [CD]. New York, NY: Nonesuch Records. 42