Uploaded by lidyayohaaa

budidaya tanaman karet

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Tanaman karet merupakan salah satu komoditi perkebunan yang menduduki posisi cukup
penting sebagai sumber devisa non migas bagi Indonesia, sehingga memiliki prospek yang cerah.
Oleh sebab itu upaya peningkatan produktifitas usahatani karet terus dilakukan terutama dalam
bidang teknologi budidayanya.
Karet adalah tanaman perkebunan tahunan berupa pohon batang lurus. Pohon karet
pertama kali hanya tumbuh di Brasil, Amerika Selatan, namun setelah percobaan berkali-kali
oleh Henry Wickham, pohon ini berhasil dikembangkan di Asia Tenggara, di mana sekarang ini
tanaman ini banyak dikembangkan sehingga sampai sekarang Asia merupakan sumber karet
alami. Di Indonesia, Malaysia dan Singapura tanaman karet mulai dicoba dibudidayakan pada
tahun 1876. Tanaman karet pertama di Indonesia ditanam di Kebun Raya Bogor.
Indonesia pernah menguasai produksi karet dunia, namun saat ini posisi Indonesia
didesak oleh dua negara tetangga Malaysia dan Thailand. Lebih dari setengah karet yang
digunakan sekarang ini adalah sintetik, tetapi beberapa juta ton karet alami masih diproduksi
setiap tahun, dan masih merupakan bahan penting bagi beberapa industri termasuk otomotif dan
militer.
Tanaman karet (Hevea brasilliensis Muell Arg) adalah tanaman getah-getahan.
Dinamakan demikian karena golongan ini mempunyai jaringan tanaman yang banyak
mengandung getah (lateks) dan getah tersebut mengalir keluar apabila jaringan tanaman terlukai.
Tanaman karet berupa pohon dengan ketinggian bisa mencapai 15 m sampai 25 m.
Batang tumbuh lurus dan memiliki percabangan yang tinggi keatas. Batang tersebut berbentuk
silindris atau bulat, kulit kayunya halus, rata-rata berwarna pucat hingga kecoklatan, sedikit
bergabus.
1
1.2.
1.3.
Rumusan masalah
-
Apa prospek budidaya tanaman karet?
-
Apa syarat tumbuh dan ekofisiologis dalam budidaya tanaman karet?
Tujuan Penulisan
-
Untuk mengetahui apa prospek budidaya tanaman karet
-
Untuk memahami syarat tumbuh dan ekofisiologis tanaman karet
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. PROSPEK PENGEMBANGAN BUDIDAYA TANAMAN KARET
Karet merupakan salah satu komoditi perkebunan penting, baik sebagai sumber
pendapatan, kesempatan kerja dan devisa, pendorong pertumbuhan ekonomi sentra-sentra baru di
wilayah sekitar perkebunan karet maupun pelestarian lingkungan dan sumberdaya hayati. Namun
sebagai negara dengan luas areal terbesar dan produksi kedua terbesar dunia, Indonesia masih
menghadapi beberapa kendala, yaitu rendahnya produktivitas, terutama karet rakyat yang
merupakan mayoritas (91%) areal karet nasional dan ragam produk olahan yang masih terbatas,
yang didominasi oleh karet remah (crumb rubber). Rendahnya produktivitas kebun karet rakyat
disebabkan oleh banyaknya areal tua, rusak dan tidak produktif, penggunaan bibit bukan klon
unggul serta kondisi kebun yang menyerupai hutan. Oleh karena itu perlu upaya percepatan
peremajaan karet rakyat dan pengembangan industri hilir.
Kondisi agribisnis karet saat ini menunjukkan bahwa karet dikelola oleh rakyat,
perkebunan negara dan perkebunan swasta. Pertumbuhan karet rakyat masih positif walaupun
lambat yaitu 1,58%/tahun, sedangkan areal perkebunan negara dan swasta sama-sama menurun
0,15%/th. Oleh karena itu, tumpuan pengembangan karet akan lebih banyak pada perkebunan
rakyat. Namun luas areal kebun rakyat yang tua, rusak dan tidak produktif mencapai sekitar 400
ribu hektar yang memerlukan peremajaan. Persoalannya adalah bahwa belum ada sumber dana
yang tersedia untuk peremajaan. Di tingkat hilir, jumlah pabrik pengolahan karet sudah cukup,
namun selama lima tahun mendatang diperkirakan akan diperlukan investasi baru dalam industri
pengolahan, baik untuk menghasilkan crumb rubber maupun produk-produk karet lainnya
karena produksi bahan baku karet akan meningkat. Kayu karet sebenarnya mempunyai potensi
untuk dimanfaatkan sebagai bahan pembuatan furniture tetapi belum optimal, sehingga
diperlukan upaya pemanfaatan lebih lanjut.
Agribisnis karet alam di masa datang akan mempunyai prospek yang makin cerah karena
adanya kesadaran akan kelestarian lingkungan dan sumberdaya alam, kecenderungan
penggunaan green tyres, meningkatnya industri polimer pengguna karet serta makin langka
sumber-sumber minyak bumi dan makin mahalnya harga minyak bumi sebagai bahan pembuatan
3
karet sintetis. Pada tahun 2002, jumlah konsumsi karet dunia lebih tinggi dari produksi.
Indonesia akan mempunyai peluang untuk menjadi produsen terbesar dunia karena negara
pesaing utama seperti Thailand dan Malaysia makin kekurangan lahan dan makin sulit
mendapatkan tenaga kerja yang murah sehingga keunggulan komparatif dan kompetitif
Indonesia akan makin baik. Kayu karet juga akan mempunyai prospek yang baik sebagai sumber
kayu menggantikan sumber kayu asal hutan. Arah pengembangan karet ke depan lebih diwarnai
oleh kandungan IPTEK dan kapital yang makin tinggi agar lebih kompetitif.
Tujuan pengembangan karet kedepan adalah mempercepat peremajaan karet rakyat
dengan menggunakan klon unggul, mengembangkan industri hilir untuk meningkatkan nilai
tambah, dan meningkatkan pendapatan petani.
Sasaran jangka panjang (2025) adalah :

Produksi karet mencapai 3,5 – 4 juta ton yang 25% di antaranya untuk industri dalam
negeri;

Produktivitas meningkat menjadi 1.200 -1.500 kg/ha/th dan hasil kayu minimal 300
m3/ha/siklus;

Penggunaan klon unggul (85%);

Pendapatan petani menjadi US$ 2.000/KK/th dengan tingkat harga 80% dari harga
FOB

Berkembangnya industri hilir berbasis karet.
Sasaran jangka menengah (2005-2009) adalah :
 Produksi karet mencapai 2,3 juta ton yang 10% di antaranya untuk industri dalam
negeri;
 Produktivitas meningkat menjadi 800 kg/ha/th dan hasil kayu minimal 300
m3/ha/siklus;
 Penggunaan klon unggul (55%);
 Pendapatan petani menjadi US$ 1.500/KK/th dengan tingkat harga 75% dari harga
FOB;
 Berkembangnya industri hilir berbasis karet di sentra-sentra produksi karet.
4
Kebijakan operasional di tingkat on farm yang diperlukan bagi pengembangan agribisnis
karet adalah :
 Penggunaan klon unggul dengan produktivitas tinggi (3000 kg/ha/th);
 Percepatan peremajaan karet tua seluas 400 ribu ha sampai dengan 2009 dan 1,2 juta
ha sampai dengan 2025;
 Diversifikasi usahatani karet dengan tanaman pangan sebagai tanaman sela dan
ternak;
 Peningkatan efisiensi usahatani.
Di tingkat off farm kebijakan operasional yang dikembangkan adalah :
 Peningkatan kualitas bokar berdasarkan SNI;
 Peningkatan efisiensi pemasaran untuk meningkatkan marjin harga petani;
 Penyediaan kredit usaha mikro, kecil dan menengah untuk peremajaan, pengolahan
dan pemasaran bersama;
 Pengembangan infrastruktur;
 Peningkatan nilai tambah melalui pengembangan industri hilir;
 Peningkatan pendapatan petani melalui perbaikan sistem pemasaran dan lain-lain.
Kebutuhan investasi untuk peremajaan selama 2005-2009 untuk seluas 336.000 ha adalah
sekitar Rp 2,41 trilyun, sedangkan selama 2005-2025 untuk seluas 1,2 juta ha adalah Rp 8,62
trilyun. Kebutuhan dana untuk investasi pada pabrik karet remah dengan kapasitas 70 ton/hari
adalah Rp 25,6 milyar, namun belum perlu segera penambahan pabrik baru. Untuk kayu karet,
diperlukan dana sekitar Rp 2,12 milyar untuk menghasilkan treated sawn timber dengan
kapasitas 20m3/hari.
Kebijakan yang diperlukan untuk percepatan investasi adalah :
-
Penciptaan iklim investasi yang makin kondusif seperti pemberian kemudahan dalam
proses perijinan, pembebasan pajak (tax holiday) selama tanaman atau pabrik belum
berproduksi, pemberian rangsangan kepada pengusaha untuk menghasilkan end
product bernilai tambah tinggi yang non-ban, yang prospek pasarnya di dalam negeri
cerah, adanya kepastian hukum dan keamanan baik untuk usaha maupun lahan bagi
5
perkebunan, dan penghapusan berbagai pungutan dan beban yang memberatkan iklim
usaha;
-
Pengembangan sarana dan prasarana berupa jalan, jembatan, pelabuhan, alat
transportasi, komunikasi, dan sumber energi (tenaga listrik);
-
Penyediaan dana dengan menghidupkan kembali pungutan dari hasil produksi/ekspor
karet (semacam CESS) yang sangat diperlukan untuk membiayai pengembangan
industri hilir, peremajaan, promosi dan peningkatan kapasitas SDM karet;
-
Pengembangan sistem kemitraan antara petani dan perusahaan, misalnya dengan pola
”PIR Plus”, dimana petani tetap memiliki kebun beserta pohon karetnya, dan ikut
sebagai pemegang saham perusahaan yang menjadi mitranya.
B. SYARAT TUMBUH DAN EKOFISIOLOGI TANAMAN KARET
1. Iklim
Sesuai dengan habitat aslinya di Amerika Selatan, terutama di Brazil yang beriklim
tropis, maka karet juga cocok ditanam di daerah tropis lainnya. Di Indonesia, daerah yang cocok
buat penanaman karet adalah Pulau Jawa, Sumatera dan Kalimantan yang terletak pada zona
diantara 6 derajat Lintang Utara (LU) dan 9 derajat Lintang Selatan (LS). Diluar zona tersebut
menghasilkan pertumbuhan tanaman yang lambat dan karena itu umur panen (umur matang
sadap) pun akan lambat. Tanaman karet tidak tahan terhadap kondisi suhu udara yang dingin
dan kelembabapan udara yang tinggi. Suhu udara rata-rata yang baik bagi pertumbuhan dan
pembentukan yang optimal adalah 28oC. Kelembaban udara yang sesuai untuk tanaman karet
adalah 75-90%.
2. Curah Hujan
Tanaman karet tumbuh baik pada curah hujan sekitar 1.500-3.000 mm/tahun. Karet masih
dapat tumbuh dikawasan dengan curah hujan >4.000 mm/tahun, namun pengelolaan kebun akan
menghadapi gangguan penyakit daun dan penyadapan. Dikawasan dengan curah hujan sekitar
1.500-2.000 mm/tahun, diperlukan distribusi curah hujan yang merata sepanjang tahun. Curah
hujan 2.000-3.000 mm/tahun diperlukan 1 (satu) bulan kering dan curah hujan 3.000-.4.000
mm/tahun diperlukan 2-3 bulan kering.
6
3. Penyinaran Matahari
Kebutuhan akan intensitas sinar matahari merupakan syarat mutlak bagi pertumbuhan
tanaman karet karena sinar matahari merupakan sumber energi dalam proses asimilasi tanaman.
Penyinaran matahari sangat berpengaruh terhadap pembentukan vegetatif (pertumbuhan batang,
cabang, ranting, daun dan perakaran) maupun pembentukan generatif (pembentukan bunga, buah
dan biji). Dalam sehari tanaman karet membutuhkan sinar matahari dengan intensitas yang
cukup, paling tidak selama 5-7 jam lama penyinaran per hari. Oleh karena itu, tanaman karet
akan tumbuh baik bila mendapat penyinaran matahari sepanjang hari ditempat terbuka. Daerah
yang curah hujannya tinggi dan intensitas penyinaran matahari sedikit tidak cocok untuk
budidaya tanaman karet.
4. Tekanan Udara
Faktor angin akan memengaruhi pertumbuhan tanaman karet. Angin yang terlampau
kencang dapat merusak tajuk tanaman. Kejadian ini dapat mengakibatkan cabang dan ranting
tanaman karet dapat patah sehingga terjadi bukaan kanopi. Di daerah yang sering dilanda angin
kencang dianjurkan untuk menanami pohon penahan angin di sekeliling kebun. Dampak lainnya,
angin menciptakan kelembaban udara disekitar tempat tumbuh tanaman menipis. Kelembaban
yang rendah akan memperlemah tekanan turgor tanaman. Tekanan turgor yang lemah ini akan
berpengaruh terhadap proses keluarnya lateks pada waktu penyadapan. Secara kasat mata
memang seolah-olah tidak berpengaruh nyata terhadap tanaman, tetapi data-data jumlah produksi
getah yang terekam dari waktu ke waktu menunjukan adanya penurunan produksi akibat faktor
angin.
Faktor iklim makro seperti temperatur udara perlu diperhatikan juga. untuk tumbuh
kembang tanaman karet secara optimal, tanaman karet membutuhkan temperatur udara berkisar
di angka 24oC-28oC. Temperatur udara yang terlalu panas mempercepat penguapan jaingan
tanaman. Hal ini dapat mengganggu tumbuh kembang tanaman. Proses fotosintesa akan
terhambat. Wilayah daratan rendah tropis seperti di sumatra, kalimantan dan jawa memiliki
temperatur udara yang cocok untuk pertumbuhan tanaman karet secara optimal.
7
5. Angin
Tanaman karet memiliki batang yang lentur dan mudah patah. Oleh karena itu angin yang
kencang dan berkelanjutan secara langsung dapat mempengaruhi tanaman, misalnya
penyerbukan bunga terganggu sehingga menyebabkan rendahnya produksi biji dan pembenihan,
bahkan dapat menyebabkan cabang-cabang tanaman atau robohnya tanaman, terutama tanaman
yang berasal dari klon-klon tertentu yang peka terhadap angin kencang.
6. Topografi
Persoalan utama bila karet ditanam pada topografi yang curam dan tempat yang tinggi
ialah pelambatan layak matang sadap dan tingginya resiko serangan penyakit daun. Oleh karena
itu, pada dasarnya tanaman karet tidak layak dikelola pada topografi dengan bukit (Siregar dan
Suhendry, 2012).Tanaman karet dapat tumbuh dengan baik yaitu pada ketinggian antara 1-600m
dari permukaan laut (dpl). Bisa dikatakan wilayah di Indonesia tidak mengalami kesulitan
mengenai areal yang dapat dibuka untuk tanaman karet.
Hampir diseluruh Indonesia tanaman karet dapat tumbuh dengan subur. Di dataran
rendah, umur panen tanaman karet (umur matang sadap) lebih pendek daripada di dataran
medium dan di dataran tinggi, dengan jumlah panen dan kualitas lateks lebih tinggi (tinggi
tempat 0-200 mdpl “rendah”, tinggi tempat 200-700 mdpl “medium”, tinggi diatas 700 mdpl
“tinggi”). Perbedaan kondisi yang mencolok ialah faktor iklim.
7. Tinggi Tempat
Pada dasarnya tanaman karet tumbuh optimal pada dataran rendah dengan ketinggian 200
m dari permukaan laut. Ketinggian > 600 m dari permukaan laut tidak cocok untuk tumbuh
tanaman karet. Suhu optimal diperlukan berkisar antara 250C sampai 350C. Pengaruh ketinggian
tempat dengan umur sadap perdana tanaman karet lihat pada tabel di bawah :
Ketinggian Tempat (m dpl)
Umur Sadap Perdana (tahun)
0 – 200
5–6
200 – 400
7
400 – 600
7,5
600 – 800
8,6
800 – 1000
10,2
8
8. Tanah
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi produksi dalam usaha tani,salah satunya yaitu
faktor tanah (fisik, kimia, dan biologi). Yang termasuk dalam fisik tanah, yaitu tentang: tekstur,
struktur, tata air, tata udara, temperatur dan warna tanah. Sedangkan kimia tanah ialah kapasitas
tukar kation (ktk), pH-nya. Dan biologi tanah ialah tentang jasad-jasad hidup dalam tanah/jasad
renik (Sutedjo, 2010). Pada dasarnya tanaman karet dapat hidup dan tumbuh baik pada
bermacam-macam jenis tanahdan keadaan tanah. Untuk mengoptimalkan pertumbuhan tanaman
karet yang dibudidayakan di tanah yang sangat jelek dapat diatasi dengan menggunakan pupuk
organik dan pupuk anorganik (kesuburan tanah/struktur tanah), membangun drainase/selokan
pembuangan (kedalam/permukaan air tanah dangkal). Keadaan tanah yang sesuai dan baik bagi
pertumbuhan dan hasil tanaman karet adalah tanah yang banyak mengandung bahan organik
(humus), struktur tanah gembur, mudah mengikat air (porous), kedalaman tanah (solum tanah),
permukaan air tanah cukup dalam (1,5-2m), dan tidak bercadas. Keadaan tanah yang baik juga
akan mempermudah tumbuh dan berkembangnya perakaran tanaman sehingga tanaman dapat
tumbuh dengan baik dan pembentukan hasil (latex) meningkat karena penyerapan zat-zat hara
oleh perakaran tanaman lebih sempurna (Cahyono, 2010). Derajat keasaman tanah (pH) yang
rendah dapat menyebabkan zat hara magnesium (Mg) yang tersedia di dalam tanah sedikit
sehingga tanaman akan menderita penyakit fisiologis dengan gejala daun-daunmenguning yang
diikuti menguningnya jaringan diantara tulang daun dan tanaman tumbuhnya kerdil/terhambat
(Cahyono, 2010). Kisaran derajat keasaman (pH) tanah yang cocok untuk pertumbuhan tanaman
karet dan pembentukan hasilnya (latex) adalah berkisar antara 5,5-7,0. Namun, tanaman karet
masih toleran terhadap derajat keasaman tanah sangat asam (pH 3-5) dan derajat keasaman tanah
basa (pH 7,5-8,0). Artinya tanaman masih dapat hidup dan tumbuh tetapi produksinya rendah.
9
Tabel Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Karet di Indonesia
PARAMETER
FAKTOR PEMBATAS
RINGAN
Bentuk
Permukaan Datar
Lahan
SEDANG
BERAT
sampai Bergelombang sampai Berbukit
bergelombang
berbukit (17-40%)
(>40%)
0 – 15
>15
45 – 100
<45
terjal
(016%)
Presentase
Batuan 0
(%)
Kedalam efektif (cm)
>100
Lapisan Gambut (cm)
0 – 25
Lapisan
25 – 100
Sulfat -
50 cm dari permukaan 25 cm dari
Masam (cm)
Tekstur Tanah
>50
Permukaan
Lempung, Lempung Liat (fraksi liat) 50%- Liat kuat (fraksi liat >
berliat
berpasir, 70%
Berdebu liat berpasir
70%),
Pasir
berlempung
pH tanah
4- 5,5
5,6 – 6,5
<4 atau >6,5
Drainase Internal
Sedang
Cepat / Lambat
Sangat
Lambat
10
Cepat
/
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Tanaman karet membutuhkan curah hujan 2000-4000 mm/tahun dengan persebaran yang
merata sepanjang tahun. Suhu yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman karet adalah 25⁰ C
sampai 35⁰ C dengan suhu optimal 28⁰ C. Kelembaban udara yang sesuai untuk tanaman karet
adalah 75-90%. Lama penyinaran dan intensitas cahaya berperan penting dalam mendukung
pertumbuhan dan perkembangan tanaman karet. Dalam sehari, tanaman karet membutuhkan
intensitas cahaya yang cukup dengan lama penyinaran 5-7 jam. Angin yang kecang dapat
merusak pertanaman karet karena pada umumnya tanaman karet memiliki batang yang tinggi
sehingga peka terhadap kerusakan ketika banyak angina kencang yang menerpa.
11
DAFTAR PUSTAKA
Jurnal Cara Budidaya Tanaman Karet di Perkebunan
Buku Perkebunan Budidaya Karet
Jurnal Pembudidayaan Karet di Indonesia
Jurnal Prospek Pengembangan Karet Di Wilayah Daerah Aliran Sungai
Jurnal Pengembangan Karet (Havea brasiliensis) Berkelanjutan di Indonesia
12
Download