FRAUD CONTROL PLAN SEBAGAI UPAYA PENCEGAHAN TINDAK KECURANGAN DAN KETIDAKPATUTAN MAKALAH Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Seminar Akuntansi Sektor Publik oleh: Hani Hanifah : 163403003 Utari Irsya Diwanti : 163403033 Galuh Putra Perdana : 163403070 M Andri Arif P : 163403091 Silva Rizkia Rahma : 163403104 Ari Nur Hidayat : 133403144 PROGRAM STUDI AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SILIWANGI TASIKMALAYA 2016 LEMBAR PENGESAHAN Makalah ini telah disahkan pada hari ________ tanggal _______ oleh, Dosen Mata Kuliah Seminar Akuntansi Sektor Publik, H. Tedi Rustendi, S. E., M. Si., Ak., KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah swt. yang telah melimpahkan rahmat dan karuniaNya kepada kita semua sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Fraud Control Plan Sebagai Upaya Pencegahan Tindak Kecurangan dan Ketidakpatutan”. Kecurangan merupakan tindakan yang kerap kali sulit dideteksi secara cepat. Hal inilah yang membuat semakin sulitnya kesalahan terdeteksi bahkan terhambat untuk diselesaikan secara signifikan. Lemahnya sistem pengontrol menjadi salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya hal tersebut. Akibatnya negara akan mengalami kerugian yang bersifat material. Maka dari itu diperlukannya tindakan preventif untuk mencegah kecurangan tersebut. Penyusunan makalah ini tidak terlepas dari dukungan dan bantuan berbagai pihak. Maka dari itu penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Bapak H. Tedi Rustendi, S.E., M.Si., Ak., C.A. selaku asisten dosen mata kuliah Seminar Akuntansi Keuangan; 2.orang tua yang selalu memberi motivasi dan do’a; 3.rekan-rekan seperjuangan yang telah membantu menyelesaikan makalah ini. Makalah ini bukanlah karya yang sempurna karena masih banyak kekurangan,baik dalam hal isi maupun sistematika dan teknik penulisannya. Oleh sebab itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan makalah ini. Tasikmalaya, 29 Oktober 2019 Penulis I DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ................................................................................................... i DAFTAR ISI ................................................................................................................ iii BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................ 1 1.1. Latar Belakang ................................................................................................. 1 1.2. Rumusan Masalah ........................................................................................... 2 BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................... 3 2.1. Kajian Pustaka ............................................................................................. 3 2.1.1. Pengertian Fraud Control Plan (FCP) .................................................... 3 2.1.2. Pencegahan Kecurangan......................................................................... 4 2.1.3. Alur Fraud Control Plan ......................................................................... 6 2.1.4. Atribut Fraud Control Plan..................................................................... 7 2.1.5. Siklus Fraud Control Plan ...................................................................... 8 2.2. Contoh kasus ............................................................................................... 11 BAB III. PENUTUP ................................................................................................... 18 3.1. Kesimpulan ...................................................................................................... 18 3.2. Saran ................................................................................................................ 18 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 19 II BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebuah fenomena yang tak dapat terhindarkan dalam sebuah lingkungan atau organisasi yang dapat memunculkan kerugian bagi banyak pihak dewasa ini sangatlah sering terjadi. Akan lebih fatal jika kegiatan tersebut terus menjalar sampai ke berbagai ranah. Kesalahan ini jika terus dibiarkan maka akan menjadi masalah yang bersifat materialis. Di mana akan ada kerugian harus ditanggung oleh organisasi atau kelompok tersebut. Pengendalian yang kurang baik dari internal maupun eksternal menjadikan celah untuk masuknya sebuah permasalahan tadi. Celah-celah tersebutlah yang nantinya akan membukakan jalan lebih besar yang mejadi pemicu seseorang melakukan tindakan yang dapat merugikan. Tak hanya itu praktik tersebut pun kerap terjadi dalam dunia pemerintahan. Perlunya regulasi yang jelas yang mampu menutupi celah tersebut. Praktik-praktik yang memberikan kerugian secara material harus mampu ditindak lanjuti bahkan sebelum kejahatan akan dimulai. Dalam pemerintahan Indonesia kasus-kasus tersebut sering sekali ditemukan. Fraud atau kecurangan menjadi masalah kursial yang kerap sulit untuk dikendalikan. Dampaknya adalah maraknya kasus korupsi yang terjadi dalam dunia pemerintahan tersebut. Adanya celah menjadikan sebuah jalan untuk bertindak dalam melakukan kecurangan tersebut. Kasus tersebut seolah menjadi kejahatan yang terstruktur dan sistemik karena sering melibatkan beberapa elite pemerintahan. 1 Dalam menindaklanjuti kecurangan tersebut melalui BPKP dan KPK pemerintah mengembangkan sebuah sistem yang didesign untuk mencegah terjadinya kecurangan yang disebut dengan Fraud Control Plan (FCP) yang juga telah diterapkan di beberapa negara lain seperti Amerika, Australia dan Selandia Baru. Pencegahan tersebut dilakukan sebagai tindakan preventif untuk mengurangi tindakan kecurangan yang dapat merugikan negara secara financial. Dengan adanya FCP atau Fraud Control Plan ini diharapkan dapat menekan tindak korupsi yang sering terjadi. FCP merupakan sebuah sistem yang mampu menutupi celah yang sebelumnya menjadi jalan melakukan tindakan kecurangan dan membentuk tata kelola pemerintahan yang semakin baik. FCP memiliki sepuluh atribut yang terbagi ke dalam lima kelompok, yaitu Integrated Macro Policy, Fraud Risk Assesment, Community Awarness, Reporting System dan Conduct and Disciplinary Standards. 1.2. Rumusan Masalah 1. Apa yang dimaksud Fraud Control Plan? 2. Bagaimana Pencegahan Kecurangan terjadi? 3. Bagaimana Alur Fraud Control Plan? 4. Apa saja 10 Atribut dalam Fraud Control Plan? 5. Bagaimana Siklus FCP dan bagaimana FCP dapat mencegah kecurangan dan ketidakpatutan? 2 BAB II PEMBAHASAN 2.1. Kajian Pustaka 2.1.1. Pengertian Fraud Control Plan (FCP) Fraud adalah sebuah perbuatan curang yang melanggar hukum yang dilakukan secara sengaja oleh satu individu maupun kelompok demi keuntungan sendiri dan sifatnya dapat merugikan pihak lain. Istilah lain dari fraud adalah penyerobotan, penjiplakan, pemerasan, pencurian, penggelapan dan lain-lain. Fraud secara umum bisa disebut sebagai tindak pidana atau perbuatan korupsi. Sedangkan Control Plan adalah rencana pengendalian suatu proses untuk memastikan suatu proses yang dilewati sudah dilakukan sesuai standar yang ada. (Keuangan LSM, 2019) Jadi yang dimaksud dengan Fraud Control Plan adalah perencanaan pengendalian yang dirancang untuk menangkal, mencegah dan memudahkan pengungkapan kejadian yang memungkinkan terjadinya korupsi. Sistem tersebut ditandai dengan adanya atribut-atribut yang merupakan sebuah dasar atau penguatan dari sistem tata kelola dari setiap organisasi yang telah ada yang dipengaruhi oleh situasi dan kondisi masing-masing organisasi pemerintah. Program ini dirancang untuk melindungi entitas pemerintah dari terjadinya korupsi. (Agung Rai Darmawan, 2012) Sasaran fraud control plan adalah instansi pemerintah, baik pemerintah pusat/provinsi/ kabupaten kota yang memuliki kebijakan makro yang terintegrasi dalam pencegahan/ pemberantasan korupsi. Dengan sasaran akhir adalah area bebas korupsi dengan cakupan yang luas dalam jangka panjang, keberhasilan pemberantasn ini akan lebih bergantung pada keberhasilan menguarangi peluang korupsi, 3 mengekang pembenaran dan menghambat niat. (Agung Rai Darmawan, 2012).Bentuk Kecurangan yang timbul adalah: 1. Kecurangan Laporan Keuangan; 2. Penyalahgunaan Aset; & Korupsi 2.1.2. Pencegahan Kecurangan Peran utama dari internal auditor sesuai dengan fungsinya dalam pencegahan kecurangan adalah berupaya untuk menghilangkan factor-faktor penyebab timbulnya kecurangan tersebut. Karena pencegahan akan terjadinya suatu perbuatan curang akan lebih mudah daripada mengatasi bila telah terjadi kecurangan tersebut. Pada dasarnya kecurangan sering terjadi pada suatu entitas apabila: 1. Pengendalian intern tidak ada atau lemah atau dilakukan dengan tidak efektif. 2. Pegawai dipekerjakan tanpa memikirkan kejujuran dan integritas mereka. 3. Pegawai diatur, dieksploitasi dengan tidak baik, disalahgunakan atau ditempatkan dengan tekanan yang besar untuk mencapai sasaran dan tujuan keuangan yang mengarah pada tindakan kecurangan. 4. Model manajemen yang tidak efektif dan serta tidak taat terhadap hukum dan peraturan yang berlaku. 5. Pegawai yang dipercaya memiliki masalah pribadi yang tidak dapat dipecahkan. 6. Industri dimana perusahaan menjadi bagiannya, memiliki sejarah atau tradisi kecurangan. Berikut adalah cara-cara yang dapat dilakukan dalam mencegah terjadinya kecurangan, diantaranya yaitu: 1. Membangun struktur pengendalian intern yang baik 2. Mengefektifkan Aktivitas Pengendalian 3. Meningkatkan Kultur organisasi 4 4. Mengefektifkan fungsi internal audit 5. Menciptakan struktur pengajian yang wajar dan pantas 6. Mengadakan Rotasi dan kewajiban bagi pegawai untuk mengambil hak cuti 7. Memberikan sanksi yang tegas kepada yang melakukan kecurangan dan berikan penghargaan kepada mereka yang berprestasi 8. Membuat program bantuan kepada staf yang kesulitan baik hal finansial maupun non finansial. 9. Menetapkan kebijakan perusahaan terhadap pemberian-pemberian dari luar harus diinformasikan dan dijelaskan pada orang-orang yang dianggap perlu agar jelas mana yang hadiah dan mana yang berupa sogokan dan mana yang resmi 10. Menyediakan sumber-sumber tertentu dalam mendeteksi kecurangan karena fraud sukar ditemukan dalam inspeksi yang biasa-biasa saja . 11. Menyediakan channel-channel untuk melaporkan telah terjadinya tindak kecurangan hendaknya diketahui oleh staf agar dapat diproses. 5 2.1.3 Alur Fraud Control Plan Undang-undang No.28 Tahun 1999 pasal 1 ayat 3 tentang penyelenggara Negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme yang berbunyi “Korupsi adalah tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peraturan perundangundangan yang mengatur tentang tindak pidana korupsi.” Undang-undang No.07 tahun 2006 tentang Pengesahan United Nations Convention Againts Corruption, 2003 (Konvensi Perserikatan Bangsa-bangsa Anti Korupsi, 2003). Kemudian membuat program pencegahan dan pengendalian korupsi yang didasari oleh Undang-undang tersebut. Menjelaskan mengenai faktor-faktor penyebab terjadinya korupsi, pendeteksian korupsi sampai dengan upaya-upaya dalam mencegah terjadinya korupsi. Jika program tersebut sudah dipahami, maka Negara akan terbebas dari yang namanya korupsi. Sehingga Good Governance, Good Corporate Governance, Pelayanan Publik dan Indeks Persepsi Korupsi di Indonesia menjadi meningkat, yang menyebabkan Indonesia bebas dari korupsi. Ada beberapa indicator yang bisa membuat Indonesia menjadi makmur dan sejahtera, indikator tersebut diantaranya: 1. Kemiskinan berkurang; 2. Investasi meningkat; 3. 6 Pengangguran berkurang; 4. Income per kapita meningkat; 5. Pertumbuhan ekonomi meningkat 2.1.4. Atribut Fraud Control Plan Ada beberapa atribut yang terdapat dalam FCP, diantaranya: 1. Kebijakan Anti Fraud Kebijakan anti fraud yaitu kebijakan yang berisi pernyataan sikap organisasi terhadap fraud, termasuk korupsi yang memuat atribut 2 sampai dengan atribut 2. Stuktur Pertanggungjawaban Tanggung jawab ini dimulai sejak tingkat pimpinan organisasi sampai dengan tingkat operasional. Tanggung jawab dari kebijakan tersebut dibagi habis kepada pejabat senior. 3. Penilaian Risiko Fraud Penilaian ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran terbaru pada setiap organisasi, mengenai risiko kemungkinan terjadinya fraud pada area atau bidang tertentu yang memerlukan penyempurnaan kebijakan atau aturan, sehingga sumber daya dapat dimanfaatkan oleh organisasi secara efisien dan terarah. 4. Kepedulian Karyawan Para karyawan dalam organisasi harus memahami pengertian fraud, permasalahan fraud, perbedaan perbuatan fraud dan bukan fraud dan juga tahu apa yang harus dilakukan jika menemukan kejadian yang memungkinkan terjadinya fraud. 5. Kepedulian Pelanggan Masyarakat Pada atribut ini organisasi perlu menginformasikan kepada masyarakat dan stakeholders mengenai nilai-nilai yang dimiliki dan praktek-praktek kegiatan yang lazim, hak serta kewajiban layanan suatu organisasi. 7 6. Sistem Pelaporan Kejadian Fraud Sistem ini dibuat oleh pimpinan organisasi untuk menerima dan menyikapi keluhan dan laporan yang berhubungan dengan fraud termasuk korupsi baik pelanggan, pegawai maupun masyarakat pada umumnya. 7. Perlindungan Pelapor Dalam perlindungan organisasi, pimpinan organisasi harus membuat komitmen yang jelas dan tidak memihak untuk mendukung, serta melindungi semua upaya yang telah dilakukan dalam pengidentifikasian fraud termasuk korupsi didalam organisasi yang dikelola. 8. Pengungkapan Kepada Pihak Eksternal Pimpinan organisasi harus mengetahui kasus-kasus fraud yang terjadi di lingkungan organisasinya. Jika terjadi praud, maka harus dilaporkan kepada instansi yang berwenang diluar organisasinya sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. 9. Prosedur Investigasi Ditetapkannya prosedur investigasi oleh Pimpinan organisasi yang menjamin bahwa fraud yang terdeteksi harus ditangani dan diinvestigasikan secara sistematis dan profesional. 10. Standar Perilaku dan Disiplin Standar perilaku dan disiplin merupakan standar yang dimenunjukkan mana yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh pegawai, tindakan yang legal dan ilegal, serta sanki yang akan diberikan dalam hal pegawai melanggar standar perilaku dan disiplin. Standar ini berlaku bagi semua kelompok dan kategori pegawai. (Soeradji Tirtonegoro, 2016) 8 2.1.5. Siklus Fraud Control Plan Sosialisasi mengenai FCP ini akan sangat diperlukan. Mengingat FCP ini dapat diterapkan dalam kegiatan sehari-hari terutama dalam pelaksanaan pelayanan yang diberikan kepada masyarakat. Dengan adanya FCP ini diharapkan bahwa setiap kegiatan yang dilakukan benar-benar sesuai dengan aturan dan tidak adanya tindakan penyimpangan yang bisa menimbulkan kerugian. Sosialisasi ini dimulai dengan memberikan gambaran perihal FCP di mana yang disosialisasikan adalah berupa tingkat keberhasilan FCP dengan menerapkan atribut-atribut FCP, bagaimana FCP diterapkan harus berdasarkan komitmen dari pimpinan, siklus FCP, bagaimana FCP berperan dalam memerangi korupsi serta penilaian yang bersifat berkelanjutan. Dengan adanya sosialisasi ini pula diharapkan adanya komitmen dari berbagai pihak terutama dari pimpinan seperti bagaimana yang sudah dijelaskan di atas demi terselenggaranya kinerja yang bersih dan bebas dari Fraud. Komitmen dibentuk sebagaimana instansi membuat kebijakan anti fraud yang harus dilaksanakan. Dengan adanya komitmen ini akan membantu terselenggaranya penerapan FCP secara baik. 9 Dengan adanya komitmen yang baik dari pemimpin dan kerja sama dari seluruh pihak yang terlibat diharapkan mampu memerangi fraud yang terjadi. Salah satunya adalah korupsi. Evaluasi yang dilakukan adalah berupa mengukur dan menilai seberapa jauh atribut-atribut FCP ini terselenggara dalam sebuah instansi tersebut. Di mana akan dilakukan evaluasi yang bertujuan untuk terus memperbaiki setiap celah kesalahan yang bisa timbul dari kegiatan. Hasil evaluasi selanjutnya akan dipaparkan untuk melihat bagian mana saja yang perlu diperbaiki. Selain itu penjelasan berupa atribut dengan kinerja yang paling bagus dan atribut yang harus segera diperbaiki. Pemaparan ini diperlukan sebagai tindakan preventif untuk terus memperbaiki sistem sehingga akhir dari FCP ini akan memberikan dampak yang baik. Dalam pelaporannya, FCP dilaporkan kepada pihak-pihak terkait yang berkepentingan baik itu pihak internal organisasi maupun pihak eksternal organisasi. Pelaporan ini dilakukan dengan menyusun Dokumen Laporan Implementasi FCP yang penyusunannya sesuai dengan Regulasi yang berlaku. Tindak lanjut dan monitoring dari Implementasi FCP adalah dilakukan oleh Tim Pengendali FCP (Satgas SPIP) dan pelaksanaanya diawasi oleh tim tersebut. 10 2.2 CONTOH KASUS 1. Evaluasi dan Implementasi Langkah-Langkah dalam Pelaksanaan FCP (Fraud Control Plan) di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten, Jawa Tengah Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) dr. Soeradji Tirtonegoro atau biasa disebut RSST adalah merupakan rumah sakit umum yang berada di Jl. Dr. Soeradji Tirtonegoro No.1, Dusun 1, Tegalyoso, Kec. Klaten Sel., Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. RSST memiliki 3 pelayanan unggulan yaitu Pelayanan Hip And Knee (Arthroscopy, Sport Injury, Pain Intervention); Pelayanan Tulang Belakang (Spine); dan Pelayanan Geriatri. RSST menerapkan Sistem Pengaduan bagi siapapun menggunakan WBS (Whistle Blowing System) agar terciptanya WBK (Wilayah Bebas Korupsi) dan WBBM (Wilayah Birokrasi Bersih Melayani) di lingkungan RSST yang sudah berbasis digital dan dapat diakses melalui laman http://spi.rsupsoeradji.id/. Sistem ini diterapkan oleh Tim SPI RSST dan terdiri dari 4 jenis pengaduan, yaitu : 1. “LAPOR PELANGGARAN” dipakai jika menemukan pelanggaran yang dilakukan oleh Pegawai Rumah Sakit, dan privacy dari pelapor dijamin kerahasiaannya. 2. “LAPOR GRATIFIKASI” yaitu untuk melaporkan apabila ada Pegawai yang menerima pemberian baik dalam bentuk barang,uang, atau fasilitas lainnya yang secara tidak sah. 3. “BENTURAN KEPENTINGAN” untuk melaporkan apabila pelapor memiliki posisi, status atau jabatan yang mungkin dapat menimbulkan terjadinya conflict of interest. 11 4. “LAPOR ITJEN KEMKES RI” yang digunakan untuk melaporkan Tindak Pidana Korupsi yang terjadi di Lingkungan Kementerian Kesehatan RI ke Inspektorat Jenderal. Empat fitur utama WBS di RSST dapat menjadi sarana Pengaduan Masyarakat dan merupakan salah satu bentuk peran serta masyarakat dalam pengawasan terhadap instansi/organisasi pemerintahan yang perlu mendapatkan tanggapan dengan cepat, tepat dan dapat dipertanggungjawabkan oleh instansi. Adapun kriteria pelaporan minimal harus memuat sedikitnya ketentuan sebagai berikut: - Terjadi Kasus/Penyimpangan di lingkungan RSST, - Menyebutkan waktu kejadian dan dimana terjadinya kasus tersebut, - Menginformasikan pihak yang terlibat, - Menjelaskan kronologis tindakan atau kejadian tersebut terjadi, dan - Harus ada bukti sebagai bahan bukti awal. Program Evaluasi dan Implementasi Langkah-Langkah dalam Pelaksanaan FCP (Fraud Control Plan) di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten, Jawa Tengah dilakukan pada tanggal 17 Februari 2016 oleh Tim SPI RSST, adapun hasil evaluasi berupa pengujian eksistensi (keberadaan) dan implementasi (penerapan) atribut-atribut Fraud Control Plan (FCP) yang diklarifikasi secara langsung kepada Pejabat dan Staf yang relevan, Satuan Tugas (Satgas) FCP RSST dan SPI yang tergambar dalam tabel dibawah ini : (Tabel 1 : Tabel dari Program Evaluasi terhadap Atribut FCP) 12 1. Kebijakan Anti Fraud Kebijakan Anti Fraud di RSST mendapatkan predikat “Cukup Memadai” (Nilai 1,69231). Ini dikarenakan berdasarkan hasil evaluasi bahwa komitmen pimpinan terhadap kebijakan anti fraud sudah terlihat dan dituangkan dalam Surat Keputusan Direktur Utama RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro Nomor HK.02.04/II.1/3035/2015 tanggal 27 Februari 2015 tentang Kebijakan Anti Fraud. Agar sub atribut memadai, RSST harus mengimplementasikan rekomendasi hasil review yang signifikan dan dapat menyediakan kemudahan untuk mengakses kebijakan anti fraud oleh pihak yang berkepentingan. 2. Struktur Pertanggungjawaban Struktur Pertanggungjawaban di RSST dinilai “Cukup Memadai” dengan skor 1,75000. Ini dikarenakan RSST sudah memiliki sistem koordinasi yang baik untuk mengendalikan fraud dan membuat Satuan Tugas Pengembangan FCP yang dilakukan oleh Satgas Sistem Pengendalian Internal Pemerintah yang terdiri dari Satuan Pemeriksaan Internal (SPI) dan Bagian/Bidang serta instalasi di RSST. 3. Penilaian Risiko Fraud Penilaian resiko fraud di RSST dinilai “Cukup Memadai” dengan skor 1,42857. Dan RSST telah memiliki person yang dinominasikan dan bertanggungjawab untuk mengawasi kajian risiko fraud dan program pengendaliannya, yaitu berada di Tim Pengendali FCP (Satgas SPIP). Dan penilaian risiko ini diperkuat oleh Surat Keputusan Direktur Utama RSUP Nomor KP01.02/II.1/15944/2015 tanggal 2 Februari 2015 tentang Penetapan Daftar Risiko Fraud. 4. Kepedulian Pegawai Usaha RSST untuk menumbuhkan kepedulian pegawai terhadap tindakan yang berindikasi fraud dinilai “Cukup Memadai” dengan skor 1,6000 . Sesuai dengan 13 Keputusan Direktur Utama RSUP Nomor HK.02.04/II.1/8303/2015 tanggal 3 Juni 2015 tentang Kepedulian Pegawai atas Kejadian Fraud. Namun masih sangat dibutuhkan langkah-langkah yang dapat menumbuhkan dan memotiasi seluruh pegawai supaya peduli dengan tindakan-tindakan yang menyimpang dan berindikasi kecurangan atau fraud. Salahsatunya bisa dengan melengkapi kebijakan tertulis untuk memberikan reward kepada pegawai yang melaporkan kejadian fraud, dan punishment kepada pegawai yang memberikan keterangan palsu/laporan palsu. 5. Kepedulian Pelanggan dan Masyarakat Program Kepedulian Pelanggan dan Masyarakat dinilai “Tidak Memadai” dengan skor 0,87500. Beberapa hal yang perlu dilakukan agar RSST bisa mendorong Kepedulian Pelanggan dan Masyarakat dalam mencegah fraud yang terjadi adalah dengan Melaksanakan sosialisasi kepada publik tentang pedoman keluhan pelanggan, Mempublikasikan informasi yang berisi tindakan-tindakan yang diambil jika terjadi fraud dan informasi lainnya untuk mencegah terjadinya fraud serta RSST perlu melakukan monitoring terhadap program kepedulian pelanggan dan masyarakat melalui survei atau pendekatan lain untuk menentukan apakah upaya yang telah dilakukan sudah efektif dalam meningkatkan citra organisasi/instansi, meningkatkan kepuasan kerja staf dan menangkal atau mendeteksi kejadian fraud yang terjadi dari luar organisasi. 6. Sistem Pelaporan Kejadian Fraud RSST dinilai “Cukup Memadai” dalam hal penerapan Sistem Pelaporan Kejadian Fraud dengan skor 1,4444. Pimpinan dinilai sudah membuat sistem dan prosedur yang efektif untuk menerima dan menyikapi setiap keluhan dan laporan/pengaduan yang berkaitan dengan fraud baik dari internal maupun eksternal. Langkah-langkah yang perlu dilakukan agar nilai ini meningkat adalah 14 dengan terus mengembangkan mekanisme untuk memfasilitasi dan mendorong pelaporan fraud dari Pelanggan atau Masyarakat Umum, misalnya melalui upaya/kampanye pelaporan fraud, memasang banner anti-fraud dan sarana pelaporannya serta brosur-brosur. Dan RSST dapat melaksanakan Prosedur Pelaporan yang didokumentasikan dan didistribusikan secara tepat kepada pihakpihak yang berkepentingan diluar RSST. 7. Perlindungan Pelapor Dalam melindungi pelapor, RSST dinilai “Memadai” dengan skor 2,00000. Yang berarti pimpinan RSST sudah membuat komitmen yang jelas dan tidak memihak serta melindungi semua upaya dalam kaitannya dengan pengidentifikasian fraud. Namun perlu dilakukan beberapa langkah agar kondisi ini selalu baik, diantaranya dengan: - Menumbuhkan kepedulian karyawan terhadap pentingnya melaporkan fraud; - Sosialisasi mengenai keputusan/pedoman Whistle Blower System (WBS) dan Pengaduan Masyarakat kepada manajemen RSST dan karyawan yang mencakup sistem dan prosedur, investigasi, kerahasiaan pelapor yang dijaga, pelapor yang merasa terancam dirinya atau dirugikan, dan dukungan RSST terhadap pelapor yang sudah berniat baik. 8. Pengungkapan Kepada Pihak Eksternal RSST dalam pengungkapan kepada pihak eksternal dinilai “Tidak Memadai” dengan skor hanya sebesar 0,66667 . ini dikarenakan kurangnya pemahaman pimpinan bahwa untuk kasus fraud dan korupsi tertentu yang terjadi di lingkungan organisasi dilaporkan kepada instansi yang berwenang di luar organisasinya sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. 9. Standar Investigasi 15 Standar Investigasi pada RSST dinilai “Cukup Memadai” dengan nilai 1,50000. Adapun untuk meningkatkan nilai ini diperlukan langkah-langkah sebagai berikut: - Manajer Operasi dan lini dalam RSST harus memahami dan mengetahui dengan jelas menyangkut kapan dan bagaimana melakukan investigasi terhadap fraud yang terjadi. - RSST (SPI) sudah pernah melakukan audit investigasi internal/ penganganan fraud secara efektif meskipun belum ada program pelatihan yang memadai bagi petugas yang ditunjuk. Penanganan Investigasi mendapat perhatian dari Pimpinan dengan dikeluarkannya Keputusan Direktur Utama RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro Nomor HK.02.04/II.1/18484/2015 tanggal 2 Desember 2015 tentang Standar Prosedur Operasional Audit Investigasi. 10. Standar Perilaku dan Disiplin Standar Perilaku dan Disiplin yang berlaku di RSST dinilai “Telah Memadai” dengan skor 2,00000 dengan adanya Peraturan Direktur Utama RSST Nomor HK.03.06/II.1/ 17346/2014 tanggal 31 Desember 2014 tentang Standar Perilaku dan Disiplin Pegawai, adanya Buku Saku Pedoman Perilaku dan Disiplin Pegawai, serta terdapat Pakta Integritas oleh Pimpinan dan Seluruh Pegawai di RS. Eksistensi dan Implementasi dari Atribut Standar Perilaku dan Disiplin sudah terpenuhi dengan baik yaitu melalui adanya Kode Etik yang sudah memberikan pesan yang kuat dan jelas mengenai tindakan anti-fraud secara general. RSST juga telah jelas mendefinisikan dan secara formal menetapkan posisinya terhadap disiplin yang terkait dengan fraud serta mengumumkan langkah-langkah yang diambil dan sifat hukuman yang akan dikenakan oleh pelaku fraud. Standar Perilaku dan Disiplin juga sudah didokumentasikan, diumumkan secara layak agar menjamin pemberitahuan 16 resmi telah sampai kepada seluruh pegawai melalui pertemuan maupun media lainnya di RSST. Penilaian Risiko Fraud (Fraud Risk Assessment) Adapun Penilaian Risiko Fraud (Fraud Risk Assessment) pada RSST mengenai pengendalian keuangan dan non-keuangan, pengawasan dan perilaku manajemen adalah “CUKUP BERESIKO”, yaitu dengan nilai 94,79% dari 96 Pengendalian yang seharusnya ada, RSST telah melaksanakan 91 Pengendalian yang sudah diterapkan. 17 BAB III KESIMPULAN DAN SARAN 3.1. Simpulan Fraud Control Plan merupakan pengendalian dalam mencegah dan pengungkapan tindak kecurangan yang dapat merugikan pihak lain sesuai standar yang berlaku di lingkungan pemerintahan (pusat & daerah). Akan tetapi tindak pencegahan saja tidak cukup, auditor harus mendeteksi sejak dini adanya tindak kecurangan tersebut dari ciri-ciri yang terjadi pada setiap orang atau kelompok tertentu yang dapat menimbulkan kecurigaan adanya kecurangan. Karakteristik dari kecurangan tentunya berbeda-beda, sehingga untuk mendeteksi kecurangan perlu pehamanan yang baik. Maka dari itu peran dari auditor sangat diperlukan dalam upaya pencegahan tindak kecurangan dan berupaya menghilangkan factor penyebab hal tersebut. Cara-cara yang dapat dilakukan dalam mencegah terjadinya fraud yaitu dengan membangun SPI yang baik dan aktivitas controlling dapat lebih diefektifkan. 3.2. Saran Penulis mengharapkan dengan adanya makalah ini bisa memberikan pengetahuan atau konsep dasar tentang bagaimana Fraud Control Plan (FCP) bisa mencegah tindak kecurangan dan ketidakpatutan di organisasi. Dan Diharapkan juga pemerintah dan auditor dapat bekerja sama dalam memberantas tindak kecurangan dari setiap pegawai dengan lebih cepat mendeteksi tindak kecurangan yang mungkin dapat terjadi di lingkungan pemerintah agar tindak kecurangan bisa dicegah. 18 DAFTAR PUSTAKA Yusuf, M. E. (2018). Apa itu Fraud? [online]. Tersedia : https://keuanganlsm.com/apa-itu-fraud/ [29 Oktober 2019] Cisca. (2008). Simple System “Quality Management System” [online]. Tersedia : https://simpleqs.wordpress.com/tag/control-plan/ [29 Oktober 2019] Darmawan, R. A. (2012). Fraud Control Plan [online]. Tersedia : http://agungraidarmawan.blogspot.com/2012/11/fraud-controlplan.html?m=1 [29 Oktober 2019] Walhi. (2019). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih Dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi Dan Nepotisme [online]. Tersedia : https://walhi.or.id/undang-undang-republikindonesia-nomor-28-tahun-1999-tentang-penyelenggaraan-negara-yangbersih-dan-bebas-dari-korupsi-kolusi-dan-nepotisme/ [29 Oktober 2019] Elsam. (2014). Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006 Tentang Pengesahan United Nations Convention Againts Corruption, 2003 (Konvensi Perserikatan Bangsa-bangsa anti korupsi, 2003) [online]. Tersedia : https://referensi.elsam.or.ic/2014/11/uu-nomor-7-tahun-2006-tentangpengesahaan-united-nations-convenction-againts-corruption-2003-konvensiperserikatan-bangsa-bangsa-anti-korupsi-2003/ [29 Oktober 2019] Tirtonegoro, S. (2016). Evaluasi Dan Implementasi Langkah-Langkah Dalam Pelaksanaan FCP (Fraud Control Plan) Di RSST Klaten. Tersedia : https://www.google.com/amp/s/docplayer.info/amp/38634762-Evaluasidan-implementasi-langkah-langkah-dalam-pelaksanaan-fcp-fraud-controlplan-di-rsst-klaten.html [29 Oktober 2019] 19 http://www.bpkp.go.id/berita/read/4956/980/BPKP-Bengkulu-RoadshowSosialisasikan-Fraud-Control-Plan-Kepada-BUMD.bpkp https://docplayer.info/38634762-Evaluasi-dan-implementasi-langkah-langkahdalam-pelaksanaan-fcp-fraud-control-plan-di-rsst-klaten.html 20