Uploaded by User46388

Jurnal Praktikum Instrumen AAS

advertisement
JURNAL PRKATIKUM KIMIA ANALITIK IV
SPEKTROFOTOMETRI AAS
Oleh :
ERVINA FADHILATUL ISHMA
17030194022
PKA 2017
PRODI PENDIDIKAN KIMIA
JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
2019
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di abad ke-20 ini, aplikasi ilmu dan pengetahuan berkembang dengan
pesat dengan ditemukan berbagai alat yang mempermudah kegiatan manusia.
Penemuan berbagai alat tersebut didasari oleh tuntutan berpikir kritis
terhadap permasalahan-permasalahan yang ada di sekitar manusia sehingga
munculah solusi dari permasalahan tersebut. Solusi-solusi inilah yang
menjadikan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi. Perkembangan
ilmu pengetahuan meliputi di segala bidang, tidak terkecuali di bidang kimia.
Salah satu contoh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di
bidang ilmu kimia Atomic Absorption Spectrophotometry (AAS) atau
Spektrofotometri
Serapan
Atom
adalah
salah
satu
jenis
analisa
spektrofotometri dimana dasar pengukurannya adalah pengukuran serapan
suatu sinar oleh suatu atom, sinar yang tidak diserap, diteruskan dan diubah
menjadi sinyal listrik yang terukur. AAS adalah suatu alat mendeteksi unsur
dengan prinsip kerja berdasarkan panjang gelombang. Perkembangan AAS
ini diawali dengan penelitian serapan atom oleh Frounhofer yang menelaah
garis-garis hitam pada spektrum matahari. Pemanfaatan prinsip serapan atom
ini dianalisis lebih lanjut oleh Alan Welsh (Australia) pada tahun 1955 lalu
diterapkan di Atomic Absorption Spectrometric (AAS). AAS menggantikan
metode spektrofotometri atau spektrografik yang dianggap sulit dan
memakan waktu. AAS merupakan suatu metode yang populer untuk analisa
logam, karena disamping sederhana, ia juga sensitif dan selektif.
Selain metode serapan atomic atau AAS, unsur-unsur dengan energi
eksitasi rendah dapat dianalisis juga menggunakan fotometri nyala. Namun,
untuk unsur-unsur dengan energi eksitasi tinggi hanya mampu dianalisis
menggunakan spektrometri serapan atom. Analisis dengan garis spektrum
resonansi antara 400-800 nm lebih baik dianalisis menggunakan fotometri
nyala sedangkan antara 200-300 nm metode AAS lebih baik daripada
fotometri nyala (Bashar, 2012).
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimana cara pembuatan larutan FeSO4?
1.2.2 Bgaimana cara menentukan kurva standar FeSO4?
1.2.3 Bagaimana cara menentukan konsentrasi Fe pada air sumur?
1.3 Tujuan Percobaan
1.3.1 Mengetahui cara pembuatan larutan FeSO4
1.3.2 Menentukan kurva standar FeSO4
1.3.3 Menentukan konsentrasi Fe pada air sumur
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Spektrofotometer AAS
Spektrofotometri Serapan Atom (AAS) adalah suatu metode analisis
yang didasarkan pada proses penyerapan energi radiasi oleh atom-atom
yang berada pada tingkat energi dasar (ground state). Penyerapan tersebut
menyebabkan tereksitasinya elektron dalam kulit atom ke tingkat energi
yang lebih tinggi. Keadaan ini bersifat labil, elektron akan kembali ke
tingkat energi dasar sambil mengeluarkan energi yang berbentuk radiasi.
Dalam AAS, atom bebas berinteraksi dengan berbagai bentuk energi seperti
energi panas, energi elektromagnetik, energi kimia dan energi listrik.
Interaksi ini menimbulkan proses-proses dalam atom bebas yang
menghasilkan absorpsi dan emisi (pancaran) radiasi dan panas. Radiasi yang
dipancarkan bersifat khas karena mempunyai panjang gelombang yang
karakteristik untuk setiap atom bebas (Basset, 1994).
Spektrrofotometer serapan atom (AAS) merupakan teknik analisis
kuantitatif dari unsur-unsur yang pemakaiannya sangat luas, diberbagai
bidang karena prosedurnya selektif, spesifik, biaya analisa relatif murah,
sensitif tinggi (ppm-ppb), dapat dengan mudah membuat matriks yang
sesuai dengan standar, waktu analisa sangat cepat dan mudah dilakukan.
Analisis AAS pada umumnya digunakan untuk analisa unsur, teknik AAS
menjadi alat yang canggih dalam analisis.ini disebabkan karena sebelum
pengukuran tidak selalu memerluka pemisahan unsur yang ditetukan karena
kemungkinan penentuan satu logam unsur dengan kehadiran unsur lain
dapat dilakukan, asalkan katoda berongga yang diperlukan tersedia. AAS
dapat digunakan untuk mengukur logam sebanyak 61 logam. Sember
cahaya pada AAS adalah sumber cahaya dari lampu katoda yang berasal
dari elemen yang sedang diukur kemudian dilewatkan ke dalam nyala api
yang berisi sampel yang telah terakomisasi, kemudian radiasi tersebut
diteruskan ke detektor melalui monokromator (Ristina, 2006).
2.2 Prinsip Kerja Spektrofotometer AAS
Metode AAS berprinsip pada absorpsi cahaya oleh atom. Atom-atom
menyerap cahaya tersebut pada panjang gelaombang tertentu, tergantung
padasifat unsurnya Spektrometri Serapan Atom (SSA) meliputi adsorpsi
sinar oleh atom-atom netralunsur logam yang masih berada dalam keadaan
dasarnya (Gorund state). Sinar yang diserap biasanya ialah sinar ultra violet
dan sinar tampak. Prinsip Spektromeri Serapan Atom (SSA) pada dasarnya
sama seperti prinsip absorpsi sinar oleh molekul atau ion senyawa dalam
larutan. Hukum absorpsi sinar (Lambert-Beer) yang berlaku pada
spektrofotometer absorpsi sinar ultra violet, sinar tampak maupun infra
merah, juga berlaku pada Spektrometri Serapan Atom(SSA). Perbedaan
analisis Spektrometri Serapan Atom (SSA) dengan spektrofotometri
molekul adalah peralatan dan bentuk spektrum absorpsinya.Setiap alat SSA
terdiri atas tiga komponen yaitu:Unit atomisasi (atomisasi dengan nyala dan
tanpa nyala)Sumber radiasi Sistem pengukur fotometri Sistem Atomisasi
dengan Nyala Setiap alat spektrometri atom akan mencakup dua komponen
utama sistem introduksi sampel dan sumber (source) atomisasi. Untuk
kebanyakan instrument sumber atomisasi iniadalah nyala dan sampel
diintroduksikan dalam bentuk larutan. Sampel masuk ke nyala dalam bentuk
aerosol. Aerosol biasanya dihasilkan oleh Nebulizer (pengabut) yang
dihubungkan kenyala oleh ruang penyemprot (chamber spray). Ada banyak
variasi nyala yang telah dipakai bertahun-tahun untuk spektrometri atom
(Zumdahl, 2009).
2.3 Logam yang Dapat Dianalisis oleh Atomic Absorber Spectrometric
Logam yang dapat dideteksi oleh AAS berdasarkan metode
atomisasinya. Metode atomisasi logam dapat dibagi menjadi atomisasi
nyala dan tanpa nyala.
a. Atomisasi nyala
Atomisasi nyala menggunakan nyala udara-propana pada suhu
2200K mendeteksi unsur-unsur yang relatif mudah diatomkan seperti Na,
K, Li, Rb, Cs, Cd, Cu, Pb, Ag, Zn. Sedangkan jika menggunakan nyala
nitrous oksida-asetilen, unsur yang dapat dideteksi adalah Al, B, Mo, Si,
Ti, V dan W.
b. Atomisasi tidak nyala
Atomisasi tidak nyala dapat mendeteksi logam-logam tungsten
seperti Hf, Nd, Ho, La, Lu Os, Br, Re, Sc, Ta, U, W, Y dan Zr (Boybul
dan Haryati, 2009).
2.4 Proses Atomisasi
Sebelum sampel dihitung absorbansinya, sampel terlebih dahulu
diatomisasi untuk membebaskan atom. Dalam AAS atom-atom bebas
tersebut dapat dilakukan dengan memanaskan pada suhu yang tinggi yaitu
20000C (atau lebih). Misalkan suatu larutan KCl, setelah dinebulisasi ke
dalam spray chamber kemudian dialirkan ke atomizer untuk dipanaskan.
Proses dalam atomizer ini terjadi sebagai berikut :
1. Larutan KCl
2. KCl padat
3. KCl uap
partikel (padat) KCl
panas
panas
KCl cair
panas
uap KCl
Atom K + Atom Cl (reaksi pengatoman)
4. Reaksi pengatoman merupakan reaksi yang terpenting. Suhu harus
diatur dengan tepat untuk menghasilkan jumlah atom bebas yang
sebanyak mungkin, suhu yang terlalu tinggi akan menyebabkan
gangguan karena terjadinya ionisasi.
5. Atom K
ion K+ + c-
6. Ionisasi semakin tinggi, populasi atom-atom bebas yang ada semakin
berkurang. Suhu yang terlalu rendah tidak akan cukup untuk terjadinya
proses pengatoman.
Sedangkan proses atomisasi pada merkuri (Hg) sedikit berbeda
dengan atomisasi logam lainnya. Atomisasi merkuri menggunakan cold
vapor. Teknik cold vapor melibatkan reduksi dari senyawa merkuri(II)
dengan sodium borohydride atau tin(II) chloride untuk membentuk elemen
merkuri. Reaksi : Hg2+ + Sn2+ ↔ Hg + Sn(IV) (Hendayana dkk, 1994).
2.5 Hukum Lambert-Beer
Hubungan antara serapan yang dialami oleh sinar dengan konsentrasi
analit dalam larutan standar bisa dipergunakan untuk menganalisa larutan
sampel yang tidak diketahui, yaitu dengan mengukur serapan yang
diakibatkan oleh larutan sampel tersebut berdasarkan cahaya yang
diteruskan dan diterima oleh detektor. Terdapat hubungan yang linier
antara serapan (A) dengan konsentrasi (c) dalam larutan yang diukur dan
koefisien absorbansi (a). Hukum Lambert-Beer dinyatakan dalam
persamaan sebagai berikut :
𝐴=π‘Ž.𝑏.𝑐
1
𝐴 = −log 𝑇 = log
𝑇
Dimana :
A = Adsorbansi
a = Adsortivitas sampel analit
b = panjang kuvet (cm)
c = konsentrasi sampel analit (gr/L)
T = Transmitan
(Tahir, 2009)
2.6 Komponen Alat dan Instrumentasi AAS
Gambar 1. Skema AAS
2.6.1
Lampu katoda (Sumber Radiasi)
Gambar 2. Lampu katoda
Lampu katoda atau sumber radiasi berfungsi untuk meradiasikan
sinar ke sampel yang telah diatomisasi. Sampel akan menyerap radiasi dan
meneruskannya ke spektrometer menuju detektor. Setiap unsur spesifik
suatu atom memiliki lampu katoda atau sumber radiasinya masing-masing.
Sumber radiasi dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu:
a. Line sources
Line source mengeksitasi analit lalu mengemisi pada spektrumnya
sendiri. Line source yang banyak dipakai adalah Hollow cathode lamps dan
electrodeless discharge lamps.
b. Continuum source
Continuum sources memiliki radiasi yang memancar luas melebihi
rentang suatu panjang gelombang tertentu. Deuterium lamps dan halogen
lamps adalah continuum sources yang sering digunakan (Brink, 1993).
Sedangkan jenis lampu katoda dibedakan menjadi dua jenis:
a.
Lampu Katoda Monologam
b. Lampu Katoda Multilogam
: Digunakan untuk mengukur 1 unsur
: Digunakan untuk pengukuran
beberapa logam sekaligus, hanya saja harganya lebih mahal.
2.6.2
Tabung gas
AAS menggunakan tabung gas yang berisi gas asetilen (kisaran suhu
± 20.000K) dan dapat juga menggunakan gas N2O (kisaran suhu ±
30.000K). Seperti pada kebanyakan tabung gas, tabung gas AAS memiliki
regulator dan speedometer pada bagian kanan regulator.
Guna memperhatikan aspek safety, tabung gas diperiksa dari
kebocoran. Pemeriksaan kebocoran dapat mendekatkan telinga ke dekat
regulator dan diberi sedikit air. Jangan pernah memberikan minyak saat
memeriksa tabung karena minyak dapat menyebabkan saluran tersumbat.
2.6.3
Ducting
Ducting merupakan bagian cerobong asap untuk menyedot asap atau
sisa pembakaran pada AAS. Asap yang dihasilkan dari pembakaran pada
AAS, diolah sedemikian rupa di dalam ducting, agar polusi yang dihasilkan
tidak berbahaya.
2.6.4
Kompresor
Kompresor pada AAS berfungsi untuk menyediakan kebutuhan udara
saat pembakaran atom.
Untuk maintenance aspect dari kompresor,
hindarkan kompresor dari uap air karena dapat menyebabkan vibrasi.
2.6.5
Burner
Gambar 3. Premix burner
Burner berfungsi sebagai tempat pencampuran gas asetilen dan
aquabides agar zat-zat tersebut dapat terbakar secara merata. Oleh karena
itu, burner memegang peranan penting pada AAS. Burner juga merupakan
tempat awal terjadinya atomisasi nyala api.
Dalam burner terdapat beberapa selang aspirator dan selang gas
asetilen. Dalam proses pembakaran, logam yang akan diuji merupakan
logam yang berupa larutan dan harus dilarutkan terlebih dahulu dengan
menggunakan larutan asam nitrat pekat. Logam yang berada di dalam
larutan, akan mengalami eksitasi dari energi rendah ke energi tinggi.
Nilai eksitasi dari setiap logam memiliki nilai yang berbeda-beda.
Warna api yang dihasilkan berbeda-beda bergantung pada tingkat
konsentrasi logam yang diukur. Bila warna api merah, maka menandakan
bahwa terlalu banyaknya gas. Dan warna api paling biru, merupakan warna
api yang paling baik, dan paling panas.
2.6.6
Monokromator
Gambar 4. Monokromator
Monokromator berfungsi untuk memilah radiasi yang akan masuk
ke detektor, sehingga detektor akan hanya mengukur radiasi resonansi
yang sudah mengalami absorbsi. Adapun radiasi bukan resonansi
(biasanya berbentuk pita-pita lebar) tidak diukur oleh detektor.
Monokromator memiliki sistem elektronik lainnya yang disebut
modulator. Modulator berfungsi membantu menghindarkan gangguan
Gambar 5. Chopper
oleh radiasi lain (disebut interferensi) yang terikutkan dalam detektor.
Dalam sistem elektronik modular terdapat perangkat khusus yaitu
chopper yang berfungsi untuk mengurangi berbagai interferensi tersebut.
Mekanisme chopper untuk membedakan radiasi lampu dengan
radiasi yang dihasilkan api ialah dengan memutar keadaan beam
menutup atau terbuka. Saat beam chopper membuka, radiasi dari lampu
dan api akan tertangkap oleh detektor. Sedangkan jika beam chopper
menutup, radiasi yang tertangkap oleh detektor hanya radiasi api. Kedua
perbedaan sinyal tersebut diukur dan disebut dengan sinyal analit.
2.6.7
Atomizer
Sampel yang akan dianalisis harus diatomisasi terlebih dahulu.
Atomisasi merupakan proses yang sangat penting dalam AAS karena
berpengaruh pada sensivitas pembacaan. Atomizer yang efektif akan
menghasilkan nilai absorbansi yang besar dari atom bebas homogen.
Atomizer dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu:
1. Flame atomizer
Jenis atomizer ini paling banyak digunakan karena biayanya yang
murah, sederhana dalam penggunaan dan juga maintenance, serta tahan
lama. Flame atomizer menerima aerosol dari nebulizer menuju api
dengan energi yang cukup untuk mengatomisasi. Ketika flame atomizer
menerima aerosol, sampel dikeringkan, dievaporasi, diatomisasi,
kemudian diionisasi.
Gambar 6. Flame atomizer
Api dari flame atomizer harus memenuhi persyaratan yaitu
energi yang dibutuhkan, panjang api, tidak turbulen, dan aman.
2. Electrothermal atomizer
Electrothermal atomizer menggunakan tabung graphite untuk
meningkatkan temperatur secara bertahap. Langkah pertama dalam
electrothermal atomizer adalah mengevaporasikan sampel, diatomisasi,
kemudian ditingkatkan suhunya dalam tabung graphite. Hal yang perlu
diperhatikan dalam atomisasi ini ialah temperatur yang konstan selama
atomisasi, atomisasi berjalan cepat, mempertahankan volume larutan, dan
mengeluarkan radiasi minimal.
Gambar 7. Electrothermal
atomizer
2.6.8
Nebulizer
Nebulizer berfungsi untuk mengubah larutan menjadi aerosol
(butiran cairan halus, yang dapat terdispersi dalam udara). Larutan yang
disuplai melalui kapiler akan menumbuk glass bead dengan kecepatan
yang tinggi. Maka cairan akan terpecah menjadi butiran-butiran yang
amat halus, yang tercampur dalam udara membentuk aerosol.
Gambar 8. Nebulizer
2.6.9
Spray Chamber
Spray chamber berfungsi untuk membuat campuran yang homogen
dari oksidan dan bahan bakar serta aerosol. Butir-butir cairan dalam aerosol
yang besarnya lebih dari 5 mikron akan mengembun kembali di dasar spray
chamber, dan mengalir keluar melalui pembuangan (Skoog Holler dan
Nieman, 1998).
2.7 Metode analisis Spektrofotometri AAS
Ada tiga jenis metode analisis dengan AAS yang biasa digunakan :
1) Metode standar tunggal
Metode standar tunggal merupakan metode dalam spektrometri yang
palingmudah dilakukan. Metode standar tunggal hanya menggunakan
satu larutan standar yang telah diketahui konsentrasinya (Cstandar).
Sedangkan parameter yang diukur dengan spektometri adalah
absorbansi larutan standar (Astandar) dan absorbansi larutan sampel
(Asampel). Dengan mengukur absorbansi larutan sampel dan standar,
Berdasarkan hukum Lambert-Beer konsentrasi larutan dapat diketahui
dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :
π΄π‘ π‘Žπ‘šπ‘π‘’π‘™
πΆπ‘ π‘Žπ‘šπ‘π‘’π‘™ =
× πΆπ‘ π‘‘π‘Žπ‘›π‘‘π‘Žπ‘Ÿ
π΄π‘ π‘‘π‘Žπ‘›π‘‘π‘Žπ‘Ÿ
(Peni dkk, 2009)
2) Metode kurva kalibrasi
Metode kurva kalibrasi dilakukan dengan cara membuat larutan
standar dengan berbagai konsentrasi kemudian menentukan nilai
absorbansinya menggunakan AAS. Selanjutnya membuat grafik
konsentrasi (c) vs absorbansi (A). Konsentrasi larutan dapat ditentukan
setelah absorbansi sampel diukur dan dimasukkan ke dalam persamaan
garis lurus :
𝑦 = π‘Žπ‘₯ + 𝑏
Dengan subtitusi nilai absorbansi kedalam nilai (y) dan mencari
konsentrasi pada nilai (x) (Peni dkk, 2009).
3) Metode adisi standar
Kedua metode di atas masih dianggap rentan terhadap kesalahan
yang disebabkan oleh kondisi lingkungan baik sampel maupun standar.
Oleh karena itu, metode adisi standar merupakan perbaikan dari kedua
metode di atas. Metode ini dilakukan dengan menyiapkan dua atau lebih
larutan. Salah satu larutan diencerkan hingga volume tertentu dan
larutan lainnya ditambah dengan larutan standar kemudian diencerkan
sebelum diukur absorbansinya. Berikut persamaan menurut Hukum
Beer :
𝐴𝑋
𝐢𝑋 = 𝐢𝑆 +
(𝐴𝑇 − 𝐴𝑋) Dimana :
Cx = Konsentrasi sampel
Cs = Konsentrasi sampel yang ditambah standar
Ax = Absorbansi sampel murni
At = Absorbansi sampel yang ditambah standar
(Cristina, 2006)
2.8 Gangguan dalam AAS
Gangguan didefinisikan sebagai suatu pengaruh dari komponen
matriks pada hasil analisis.Gangguan menyebabkan perbedaan kelakuan
pada sampel dan larutan kalibrasi. Gangguan dapat dibagi menjadi dua
golongan: gangguan spektra dan gangguan nonspektra.
1. Gangguan Spektra (Spectral Interference)
a. Spektra Latar Belakang (Background Spectral)
Disebabkan oleh penghamburan partikel dalam atomisasi atau
absorpsi molekuler, antara lain disebabkan oleh sulitnya pemecahan
oksida, hidroksida atau halida. Dapat ditanggulangi menggunakan
lampu D2.
b. Adanya λ dari unsur lain yang sangat dekat dengan analit
seperti berikut:
ο‚· Cd λ 288,802 nm diganggu As λ 288,812 nm
ο‚· Mg λ 285,213 nm diganggu Fe λ 285,179 nm
ο‚· Zn λ 213,856 nm diganggu Fe λ 213, 859 nm dan Cu λ 213,850
nm
Gangguan tersebut sulit dihilangkan, cara mengatasinya adalah
dengan melakukan pengukuran pada λ lainnya, walaupun biasanya
akan memberikan hasil yang kurang sensitif (Hala dkk, 2005).
2. Gangguan Nonspektra (Nonspectral Interference)
a. gangguan transportasi
Penyebab gangguan jenis ini adalah sifat-sifat fisika
(tegangan permukaan, kekentalan dan berat jenis). Sifat ini
mempengaruhi mulai dari proses pengisapan pada pipa kapiler,
pembentukan aerosol dan pengalirannya ke dalam nyala. Pelarut
organik memberikan efek positif (hasil yang lebih besar)
dikarenakan mempunyai berat jenis, tegangan permukaan dan
kekentalan yang lebih rendah dibandingkan air. Tegangan
permukaan yang lebih rendah akan membentuk butir aerosol yang
lebih halus, sehingga lebih banyak yang masuk ke dalam flame.
Garam anorganik, asam anorganik dan molekul organik makro
(protein, gula) akan membentuk butir yang lebih besar sehingga
bagian yang masuk ke dalam flame akan lebih sedikit, hal ini akan
mengurangi sensitifitas dan menyebabkan efek negatif (hasil yang
lebih kecil).
b. Gangguan ionisasi
Adanya atom dari unsur yang mudah terionisasi pada suhu
flame, akan menyebabkan gangguan kesetimbangan pembentukan
ion dan atom dari unsur yang sedang ditetapkan, terlebih bila
kepekatan
unsur
pengganggu
cukup
besar,
misalnya
Na.
M M+ + e (contoh) Na Na+ + e (pengganggu) Elektron dari Na akan
menggeser kesetimbangan pertama ke kiri. Dengan demikian jumlah
atom yang terbentuk seolah lebih besar sehingga menyebabkan
absorpsi cahaya akan naik dan terjadi kesalahan positif. Untuk
menanggulanginya, digunakan larutan buffer radiasi misalnya
larutan CsCl dan SrCl2.
c. Gangguan Emisi
Atom bebas dapat tereksitasi bila menyerap sejumlah energi
baik energi cahaya maupun energi panas (flamefotometri), sehingga
pada saat kembali ke keadaan dasar, akan melepaskan cahaya emisi.
Karena λ cahaya emisi sama dengan λ cahaya yang ditransmisikan
(dari HCL), gangguan jenis ini tidak dapat dihilangkan oleh
monokromator. Untuk menanggulangi gangguan ini digunakan
modulator. Ada 2 jenis sistem modulasi: a. Modulasi elektronik Oleh
modulator sinar dari HCL dibuat berkedip pada frekuensi tertentu,
sehingga saat diterima detektor akan dihasilkan arus yang
gambarnya seperti pada gambar 23a, yang identik dengan kurva arus
bolak-balik. Sedangkan sinar emisi yang berasal dari flame,
merupakan sinar kontinu sehingga bila diterima detektor akan
dihasilkan kuat arus yang tetap seperti pada gambar 23b, yang
identik
dengan
kurva
arus
searah.
Dengan
penyaringan
menggunakan suatu alat, yang masuk ke dalam sistem pembacaan
hanya berupa arus bolak balik (It), sedangkan arus searah (cahaya
emisi) dihilangkan. Modulasi elektronik digunakan dalam SSA
single beam (Hala dkk, 2005).
2.9 Kelebihan dan Kekurangan Absorption Spectrometry (AAS)
a. Kelebihan AAS
1. Menganalisis konsentrasi logam berat dalam sampel secara akurat
karena konsentrasi yang terbaca pada alat AAS berdasarkan banyaknya
sinar yang diserap yang berbanding lurus dengan kadar zat.
2. Batas (limit) deteksi rendah
3. Dari satu larutan yang sama, beberapa unsur berlainan dapat diukur
4. Pengukuran dapat langsung dilakukan terhadap larutan contoh
(preparasi contoh sebelum pengukuran lebih sederhana, kecuali bila ada
zat pengganggu)
5. Batas kadar-kadar yang dapat ditentukan adalah amat luas sampai pada
kadar rendah (mg/L hingga persen)
6. Analisis sampel dapat berlangsung lebih cepat (Skoog, 2000).
b. Kelemahan Metode AAS
1. Hanya dapat menganalisis logam berat dalam bentuk atom-atom. AAS
menganalisis logam berat dari atom-atom karena tidak berwarna.
2. Sampel yang dianalisis harus dalam suasana asam, sehingga semua
sampel yang akan dianalisis harus dibuat dalam suasana asam dengan
pH antara 2 sampai 3.
3. Biaya operasional lebih tinggi dan harga peralatan yang mahal.
4. Kurang sempurnanya preparasi sampel, seperti :
-
Proses destruksi yang kurang sempurna
-
Tingkat keasaman sampel dan blanko tidak sama
5. Kesalahan matriks, hal ini disebabkan adanya perbedaan matriks
sampel dan matriks standar
6. Aliran sampel pada burner tidak sama kecepatannya atau ada
penyumbatan pada jalannya aliran sampel.
7. Gangguan kimia berupa :
-
Disosiasi tidak sempurna
-
Ionisasi
-
Terbentuknya senyawa refraktori (Skoog, 2000).
2.10 Logam Besi (Fe)
Logam berat masih termasuk golongan logam dengan kriteria yang
sama dengan logam-logam lain. Perbedaannya terletak pada pengaruh yang
diakibatkan bila logam ini diberikan dan atau masuk ke dalam tubuh
organisme hidup. Meskipun semua logam berat dapat mengakibatkan
keracunan pada makhluk hidup, namun sebagian dari logam berat tersebut
tetap dibutuhkan dalam jumlah yang sangat kecil. Bila kebutuhan yang
sangat sedikit itu tidak dipenuhi, maka dapat berakibat fatal bagi
kelangsungan hidup organisme Faktor yang menyebabkan logam tersebut
dikelompokkan ke dalam zat pencemar yaitu logam berat tidak dapat terurai
melalui biodegradasi seperti pencemar organik, logam berat dapat
terakumulasi dalam lingkungan terutama sedimen sungai dan laut, karena
dapat terikat dengan senyawa organik dan anorganik, melalui proses
adsorpsi dan pembentukan senyawa komplek (Said, 2012).
Besi merupakan elemen logam berat yang ditemukan hampir disetiap
tempat di bumi pada semua lapisan geologis dan badan air. Besi dalam air
11 tanah dapat berbentuk Fe(II) dan Fe(III) terlarut. Senyawa Fe(II) terlarut
dapat tergabung dengan zat organik membentuk sutau senyawa kompleks.
Pada kadar 1-2 ppm, besi dapat menyebabkan air berwarna kuning, terasa
pahit, meninggalkan noda pada pakaian dan porselin. Keracunan besi
menyebabkan permeabilitas dinding pembuluh darah kapiler meningkat
sehingga plasma darah merembes keluar. Akibatnya volume darah
menurun dan hipoksia jarinan menyebabkan asidosis darah (Peni dkk,
2009).
2.11 Air Sumur
Air sumur merupakan sumber utama air minum bagi masyarakat yang
tinggal di daerah perkotaan. Untuk mendapatkan sumber air tersebut
umumnya manusia membuat sumur gali atau sumur pantek. Air tanah
sering mengandung zat besi (Fe) dan Mangan (Mn) cukup besar. Adanya
kandungan Fe dan Mn dalam air menyebabkan warna air tersebut berubah
menjadi kuning-coklat setelah beberapa saat kontak dengan udara.
Disamping dapat mengganggu kesehatan juga menimbulkan bau yang
kurang enak serta menyebabkan warna kuning pada diding bak serta
bercak-bercak kuning pada pakaian. Oleh karena itu menurut PP No.20
Tahun 1990 tersebut, kadar (Fe) dalam air minum maksimum yang
dibolehkan adalah 0,3 mg/lt, dan kadar Mangan (Mn) dalam air minum
yang dibolehkan adalah 0,1 mg/lt (Nugraha, 2009).
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Alat
1. Gelas ukur 10 ml
1 buah
2. Labu ukur 100 ml
1 buah
3. Gelas kimia 100 ml
3 buah
4. Pipet tetes
5 buah
5. Tabung reaksi
6 buah
6. Spektrofotometer AAS
1 buah
3.2 Bahan
1. Sampel air laut
secukupnya
2. Padatan FeSO4
0,1 gram
3. HNO3 60 %
2 mL
4. Aquades
secukupnya
3.3 Prosedur Percobaan a) Percobaan I
Buatlah larutan Fe dengan konsentrasi 1, 3, 6, 9, dan 12 ppm dengan
mengencerkan dari larutan kerja 50 ppm. Kemudian siapkan larutan blanko.
Siapkan juga larutan sampel air laut (saring jika keruh) yang ditambahkan
HNO3 1%. Lalu baca absorbansi dari blanko, srandar, dan sampel dengan
AAS pada panjang gelombang 248,3 nm. Setelah itu, buat kurva standar Fe
dan hitung konsentrasi sampel.
b) Percobaan II
Siapkan 6 buah labu ukur 25 mL dan beri nomor 1 sampai 6. Kemudian
buat larutan standar 1, 3, 6, 9, dan 12 ppm. Lalu pada masing-masing labu
ukur diisi dengan 5 mL sampel. Kemudian tambahkan pada masing-masing
labu ukur larutan standar Fe dengan rincian sebagai berikut :
No.
Volume sampel
Volume standar
Konsentrasi (ppm)
(mL)
(mL)
1.
5
0,5
1
2.
5
1
3
3.
5
1,5
6
4.
5
2
9
5.
5
2,5
12
6.
5
0
0
Kemudian baca absorbansi dengan menggunakan AAS pada panjang
gelombang 248,3 nm. Setelah itu, hitung konsentrasi sampel dan
bandingkan konsentrasi sampel yang didapatkan dengan cara I.
DAFTAR PUSTAKA
Bashar, L.Y. 2012. Spektrofotometer. Kendari: Akademi Analis Kesehatan Bina
Husada.
Basset, J. 1994. Buku Ajar Vogel Kimia Analisa Kuantitatif Anorganik. Jakarta:
EGC.
Boybul dan Haryati, Iis. 2009. Analisis Unsur Pengotor Fe, Cr, dan Ni dalam
Larutan Uranil Nitrat Menggunakan Spektrofotometer Serapan Atom. Jurnal
Seminar Nasional V SDM Teknologi Nuklir.
Brink O.C., dkk. 1993. Dasar-Dasar Ilmu Instrumen. Bandung : Bina Cipta.
Christina, P. 2006. Petunjuk Praktikum Instrumentasi Kimia Analisis Kesalahan
Dalam Spektrometri Serapan Atom. Yogyakarta: SKKTN-BATAN.
Hala, Y., Wahab, A. W., & Meilanti, H. 2005. Analisis kandungan ion timbal
dan seng pada kerang darah (anadara granosa) di perairan pelabuhan
ParePare. Jurnal Marina Chimica Acta, 6(2).12-16.
Hendayana, dkk. 1994. Kimia Analitik Instrumen. Semarang: IKIP
Semarang.
Nugraha, A.W. 2009. Kandungan dan Manfaat Air Sumur. Jakarta: CV Graha Ilmu
Mulia.
Peni, P dan Riyanti, A. 2009. Pemeriksaan Kadar Besi (Fe) dalam Air Sumur, Air
PDAM dan Air Instalasi Migas di Desa Kampung Baru Cepu Secara
Spektrofotometri. Jurnal Kimia dan Teknologi. ISSN 0216-163X.
Ristina, M. 2006. Petunjuk Instrumen Kimia. Yogyakarta: STTN-Batan.
Said, Irwan. 2012. Analisis Logam Timbal (Pb) dan Besi (Fe) dalam Air Laut Di
Wilayah Pesisir Pelabuhan Ferry Taipa Kecamatan Palu Utara. Jurnal Kimia
FKIP University of Tadulako Palu.
Skoog Holler dan Nieman. 1998. Principles of Instrumental Analysis, 5th ed. USA:
Saunders College Publishing.
Tahir, Hikmal. 2009. Arti Penting Kalibrasi pada Proses Pengukuran Analitik :
Aplikasi pada Penggunaan pH Meter dan Spektrofotometer UV-VIS.
Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Zumdahl, Steven S. 2009. Chemical Principles 6th Ed. Houghton Mifflin
Company. hlm. A22.
Download