JURNAL PRKATIKUM KIMIA ANALITIK IV SPEKTROFOTOMETRI AAS Oleh : ERVINA FADHILATUL ISHMA 17030194022 PKA 2017 PRODI PENDIDIKAN KIMIA JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA 2019 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di abad ke-20 ini, aplikasi ilmu dan pengetahuan berkembang dengan pesat dengan ditemukan berbagai alat yang mempermudah kegiatan manusia. Penemuan berbagai alat tersebut didasari oleh tuntutan berpikir kritis terhadap permasalahan-permasalahan yang ada di sekitar manusia sehingga munculah solusi dari permasalahan tersebut. Solusi-solusi inilah yang menjadikan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi. Perkembangan ilmu pengetahuan meliputi di segala bidang, tidak terkecuali di bidang kimia. Salah satu contoh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang ilmu kimia Atomic Absorption Spectrophotometry (AAS) atau Spektrofotometri Serapan Atom adalah salah satu jenis analisa spektrofotometri dimana dasar pengukurannya adalah pengukuran serapan suatu sinar oleh suatu atom, sinar yang tidak diserap, diteruskan dan diubah menjadi sinyal listrik yang terukur. AAS adalah suatu alat mendeteksi unsur dengan prinsip kerja berdasarkan panjang gelombang. Perkembangan AAS ini diawali dengan penelitian serapan atom oleh Frounhofer yang menelaah garis-garis hitam pada spektrum matahari. Pemanfaatan prinsip serapan atom ini dianalisis lebih lanjut oleh Alan Welsh (Australia) pada tahun 1955 lalu diterapkan di Atomic Absorption Spectrometric (AAS). AAS menggantikan metode spektrofotometri atau spektrografik yang dianggap sulit dan memakan waktu. AAS merupakan suatu metode yang populer untuk analisa logam, karena disamping sederhana, ia juga sensitif dan selektif. Selain metode serapan atomic atau AAS, unsur-unsur dengan energi eksitasi rendah dapat dianalisis juga menggunakan fotometri nyala. Namun, untuk unsur-unsur dengan energi eksitasi tinggi hanya mampu dianalisis menggunakan spektrometri serapan atom. Analisis dengan garis spektrum resonansi antara 400-800 nm lebih baik dianalisis menggunakan fotometri nyala sedangkan antara 200-300 nm metode AAS lebih baik daripada fotometri nyala (Bashar, 2012). 1.2 Rumusan Masalah 1.2.1 Bagaimana cara pembuatan larutan FeSO4? 1.2.2 Bgaimana cara menentukan kurva standar FeSO4? 1.2.3 Bagaimana cara menentukan konsentrasi Fe pada air sumur? 1.3 Tujuan Percobaan 1.3.1 Mengetahui cara pembuatan larutan FeSO4 1.3.2 Menentukan kurva standar FeSO4 1.3.3 Menentukan konsentrasi Fe pada air sumur BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Spektrofotometer AAS Spektrofotometri Serapan Atom (AAS) adalah suatu metode analisis yang didasarkan pada proses penyerapan energi radiasi oleh atom-atom yang berada pada tingkat energi dasar (ground state). Penyerapan tersebut menyebabkan tereksitasinya elektron dalam kulit atom ke tingkat energi yang lebih tinggi. Keadaan ini bersifat labil, elektron akan kembali ke tingkat energi dasar sambil mengeluarkan energi yang berbentuk radiasi. Dalam AAS, atom bebas berinteraksi dengan berbagai bentuk energi seperti energi panas, energi elektromagnetik, energi kimia dan energi listrik. Interaksi ini menimbulkan proses-proses dalam atom bebas yang menghasilkan absorpsi dan emisi (pancaran) radiasi dan panas. Radiasi yang dipancarkan bersifat khas karena mempunyai panjang gelombang yang karakteristik untuk setiap atom bebas (Basset, 1994). Spektrrofotometer serapan atom (AAS) merupakan teknik analisis kuantitatif dari unsur-unsur yang pemakaiannya sangat luas, diberbagai bidang karena prosedurnya selektif, spesifik, biaya analisa relatif murah, sensitif tinggi (ppm-ppb), dapat dengan mudah membuat matriks yang sesuai dengan standar, waktu analisa sangat cepat dan mudah dilakukan. Analisis AAS pada umumnya digunakan untuk analisa unsur, teknik AAS menjadi alat yang canggih dalam analisis.ini disebabkan karena sebelum pengukuran tidak selalu memerluka pemisahan unsur yang ditetukan karena kemungkinan penentuan satu logam unsur dengan kehadiran unsur lain dapat dilakukan, asalkan katoda berongga yang diperlukan tersedia. AAS dapat digunakan untuk mengukur logam sebanyak 61 logam. Sember cahaya pada AAS adalah sumber cahaya dari lampu katoda yang berasal dari elemen yang sedang diukur kemudian dilewatkan ke dalam nyala api yang berisi sampel yang telah terakomisasi, kemudian radiasi tersebut diteruskan ke detektor melalui monokromator (Ristina, 2006). 2.2 Prinsip Kerja Spektrofotometer AAS Metode AAS berprinsip pada absorpsi cahaya oleh atom. Atom-atom menyerap cahaya tersebut pada panjang gelaombang tertentu, tergantung padasifat unsurnya Spektrometri Serapan Atom (SSA) meliputi adsorpsi sinar oleh atom-atom netralunsur logam yang masih berada dalam keadaan dasarnya (Gorund state). Sinar yang diserap biasanya ialah sinar ultra violet dan sinar tampak. Prinsip Spektromeri Serapan Atom (SSA) pada dasarnya sama seperti prinsip absorpsi sinar oleh molekul atau ion senyawa dalam larutan. Hukum absorpsi sinar (Lambert-Beer) yang berlaku pada spektrofotometer absorpsi sinar ultra violet, sinar tampak maupun infra merah, juga berlaku pada Spektrometri Serapan Atom(SSA). Perbedaan analisis Spektrometri Serapan Atom (SSA) dengan spektrofotometri molekul adalah peralatan dan bentuk spektrum absorpsinya.Setiap alat SSA terdiri atas tiga komponen yaitu:Unit atomisasi (atomisasi dengan nyala dan tanpa nyala)Sumber radiasi Sistem pengukur fotometri Sistem Atomisasi dengan Nyala Setiap alat spektrometri atom akan mencakup dua komponen utama sistem introduksi sampel dan sumber (source) atomisasi. Untuk kebanyakan instrument sumber atomisasi iniadalah nyala dan sampel diintroduksikan dalam bentuk larutan. Sampel masuk ke nyala dalam bentuk aerosol. Aerosol biasanya dihasilkan oleh Nebulizer (pengabut) yang dihubungkan kenyala oleh ruang penyemprot (chamber spray). Ada banyak variasi nyala yang telah dipakai bertahun-tahun untuk spektrometri atom (Zumdahl, 2009). 2.3 Logam yang Dapat Dianalisis oleh Atomic Absorber Spectrometric Logam yang dapat dideteksi oleh AAS berdasarkan metode atomisasinya. Metode atomisasi logam dapat dibagi menjadi atomisasi nyala dan tanpa nyala. a. Atomisasi nyala Atomisasi nyala menggunakan nyala udara-propana pada suhu 2200K mendeteksi unsur-unsur yang relatif mudah diatomkan seperti Na, K, Li, Rb, Cs, Cd, Cu, Pb, Ag, Zn. Sedangkan jika menggunakan nyala nitrous oksida-asetilen, unsur yang dapat dideteksi adalah Al, B, Mo, Si, Ti, V dan W. b. Atomisasi tidak nyala Atomisasi tidak nyala dapat mendeteksi logam-logam tungsten seperti Hf, Nd, Ho, La, Lu Os, Br, Re, Sc, Ta, U, W, Y dan Zr (Boybul dan Haryati, 2009). 2.4 Proses Atomisasi Sebelum sampel dihitung absorbansinya, sampel terlebih dahulu diatomisasi untuk membebaskan atom. Dalam AAS atom-atom bebas tersebut dapat dilakukan dengan memanaskan pada suhu yang tinggi yaitu 20000C (atau lebih). Misalkan suatu larutan KCl, setelah dinebulisasi ke dalam spray chamber kemudian dialirkan ke atomizer untuk dipanaskan. Proses dalam atomizer ini terjadi sebagai berikut : 1. Larutan KCl 2. KCl padat 3. KCl uap partikel (padat) KCl panas panas KCl cair panas uap KCl Atom K + Atom Cl (reaksi pengatoman) 4. Reaksi pengatoman merupakan reaksi yang terpenting. Suhu harus diatur dengan tepat untuk menghasilkan jumlah atom bebas yang sebanyak mungkin, suhu yang terlalu tinggi akan menyebabkan gangguan karena terjadinya ionisasi. 5. Atom K ion K+ + c- 6. Ionisasi semakin tinggi, populasi atom-atom bebas yang ada semakin berkurang. Suhu yang terlalu rendah tidak akan cukup untuk terjadinya proses pengatoman. Sedangkan proses atomisasi pada merkuri (Hg) sedikit berbeda dengan atomisasi logam lainnya. Atomisasi merkuri menggunakan cold vapor. Teknik cold vapor melibatkan reduksi dari senyawa merkuri(II) dengan sodium borohydride atau tin(II) chloride untuk membentuk elemen merkuri. Reaksi : Hg2+ + Sn2+ ↔ Hg + Sn(IV) (Hendayana dkk, 1994). 2.5 Hukum Lambert-Beer Hubungan antara serapan yang dialami oleh sinar dengan konsentrasi analit dalam larutan standar bisa dipergunakan untuk menganalisa larutan sampel yang tidak diketahui, yaitu dengan mengukur serapan yang diakibatkan oleh larutan sampel tersebut berdasarkan cahaya yang diteruskan dan diterima oleh detektor. Terdapat hubungan yang linier antara serapan (A) dengan konsentrasi (c) dalam larutan yang diukur dan koefisien absorbansi (a). Hukum Lambert-Beer dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut : π΄=π.π.π 1 π΄ = −log π = log π Dimana : A = Adsorbansi a = Adsortivitas sampel analit b = panjang kuvet (cm) c = konsentrasi sampel analit (gr/L) T = Transmitan (Tahir, 2009) 2.6 Komponen Alat dan Instrumentasi AAS Gambar 1. Skema AAS 2.6.1 Lampu katoda (Sumber Radiasi) Gambar 2. Lampu katoda Lampu katoda atau sumber radiasi berfungsi untuk meradiasikan sinar ke sampel yang telah diatomisasi. Sampel akan menyerap radiasi dan meneruskannya ke spektrometer menuju detektor. Setiap unsur spesifik suatu atom memiliki lampu katoda atau sumber radiasinya masing-masing. Sumber radiasi dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu: a. Line sources Line source mengeksitasi analit lalu mengemisi pada spektrumnya sendiri. Line source yang banyak dipakai adalah Hollow cathode lamps dan electrodeless discharge lamps. b. Continuum source Continuum sources memiliki radiasi yang memancar luas melebihi rentang suatu panjang gelombang tertentu. Deuterium lamps dan halogen lamps adalah continuum sources yang sering digunakan (Brink, 1993). Sedangkan jenis lampu katoda dibedakan menjadi dua jenis: a. Lampu Katoda Monologam b. Lampu Katoda Multilogam : Digunakan untuk mengukur 1 unsur : Digunakan untuk pengukuran beberapa logam sekaligus, hanya saja harganya lebih mahal. 2.6.2 Tabung gas AAS menggunakan tabung gas yang berisi gas asetilen (kisaran suhu ± 20.000K) dan dapat juga menggunakan gas N2O (kisaran suhu ± 30.000K). Seperti pada kebanyakan tabung gas, tabung gas AAS memiliki regulator dan speedometer pada bagian kanan regulator. Guna memperhatikan aspek safety, tabung gas diperiksa dari kebocoran. Pemeriksaan kebocoran dapat mendekatkan telinga ke dekat regulator dan diberi sedikit air. Jangan pernah memberikan minyak saat memeriksa tabung karena minyak dapat menyebabkan saluran tersumbat. 2.6.3 Ducting Ducting merupakan bagian cerobong asap untuk menyedot asap atau sisa pembakaran pada AAS. Asap yang dihasilkan dari pembakaran pada AAS, diolah sedemikian rupa di dalam ducting, agar polusi yang dihasilkan tidak berbahaya. 2.6.4 Kompresor Kompresor pada AAS berfungsi untuk menyediakan kebutuhan udara saat pembakaran atom. Untuk maintenance aspect dari kompresor, hindarkan kompresor dari uap air karena dapat menyebabkan vibrasi. 2.6.5 Burner Gambar 3. Premix burner Burner berfungsi sebagai tempat pencampuran gas asetilen dan aquabides agar zat-zat tersebut dapat terbakar secara merata. Oleh karena itu, burner memegang peranan penting pada AAS. Burner juga merupakan tempat awal terjadinya atomisasi nyala api. Dalam burner terdapat beberapa selang aspirator dan selang gas asetilen. Dalam proses pembakaran, logam yang akan diuji merupakan logam yang berupa larutan dan harus dilarutkan terlebih dahulu dengan menggunakan larutan asam nitrat pekat. Logam yang berada di dalam larutan, akan mengalami eksitasi dari energi rendah ke energi tinggi. Nilai eksitasi dari setiap logam memiliki nilai yang berbeda-beda. Warna api yang dihasilkan berbeda-beda bergantung pada tingkat konsentrasi logam yang diukur. Bila warna api merah, maka menandakan bahwa terlalu banyaknya gas. Dan warna api paling biru, merupakan warna api yang paling baik, dan paling panas. 2.6.6 Monokromator Gambar 4. Monokromator Monokromator berfungsi untuk memilah radiasi yang akan masuk ke detektor, sehingga detektor akan hanya mengukur radiasi resonansi yang sudah mengalami absorbsi. Adapun radiasi bukan resonansi (biasanya berbentuk pita-pita lebar) tidak diukur oleh detektor. Monokromator memiliki sistem elektronik lainnya yang disebut modulator. Modulator berfungsi membantu menghindarkan gangguan Gambar 5. Chopper oleh radiasi lain (disebut interferensi) yang terikutkan dalam detektor. Dalam sistem elektronik modular terdapat perangkat khusus yaitu chopper yang berfungsi untuk mengurangi berbagai interferensi tersebut. Mekanisme chopper untuk membedakan radiasi lampu dengan radiasi yang dihasilkan api ialah dengan memutar keadaan beam menutup atau terbuka. Saat beam chopper membuka, radiasi dari lampu dan api akan tertangkap oleh detektor. Sedangkan jika beam chopper menutup, radiasi yang tertangkap oleh detektor hanya radiasi api. Kedua perbedaan sinyal tersebut diukur dan disebut dengan sinyal analit. 2.6.7 Atomizer Sampel yang akan dianalisis harus diatomisasi terlebih dahulu. Atomisasi merupakan proses yang sangat penting dalam AAS karena berpengaruh pada sensivitas pembacaan. Atomizer yang efektif akan menghasilkan nilai absorbansi yang besar dari atom bebas homogen. Atomizer dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu: 1. Flame atomizer Jenis atomizer ini paling banyak digunakan karena biayanya yang murah, sederhana dalam penggunaan dan juga maintenance, serta tahan lama. Flame atomizer menerima aerosol dari nebulizer menuju api dengan energi yang cukup untuk mengatomisasi. Ketika flame atomizer menerima aerosol, sampel dikeringkan, dievaporasi, diatomisasi, kemudian diionisasi. Gambar 6. Flame atomizer Api dari flame atomizer harus memenuhi persyaratan yaitu energi yang dibutuhkan, panjang api, tidak turbulen, dan aman. 2. Electrothermal atomizer Electrothermal atomizer menggunakan tabung graphite untuk meningkatkan temperatur secara bertahap. Langkah pertama dalam electrothermal atomizer adalah mengevaporasikan sampel, diatomisasi, kemudian ditingkatkan suhunya dalam tabung graphite. Hal yang perlu diperhatikan dalam atomisasi ini ialah temperatur yang konstan selama atomisasi, atomisasi berjalan cepat, mempertahankan volume larutan, dan mengeluarkan radiasi minimal. Gambar 7. Electrothermal atomizer 2.6.8 Nebulizer Nebulizer berfungsi untuk mengubah larutan menjadi aerosol (butiran cairan halus, yang dapat terdispersi dalam udara). Larutan yang disuplai melalui kapiler akan menumbuk glass bead dengan kecepatan yang tinggi. Maka cairan akan terpecah menjadi butiran-butiran yang amat halus, yang tercampur dalam udara membentuk aerosol. Gambar 8. Nebulizer 2.6.9 Spray Chamber Spray chamber berfungsi untuk membuat campuran yang homogen dari oksidan dan bahan bakar serta aerosol. Butir-butir cairan dalam aerosol yang besarnya lebih dari 5 mikron akan mengembun kembali di dasar spray chamber, dan mengalir keluar melalui pembuangan (Skoog Holler dan Nieman, 1998). 2.7 Metode analisis Spektrofotometri AAS Ada tiga jenis metode analisis dengan AAS yang biasa digunakan : 1) Metode standar tunggal Metode standar tunggal merupakan metode dalam spektrometri yang palingmudah dilakukan. Metode standar tunggal hanya menggunakan satu larutan standar yang telah diketahui konsentrasinya (Cstandar). Sedangkan parameter yang diukur dengan spektometri adalah absorbansi larutan standar (Astandar) dan absorbansi larutan sampel (Asampel). Dengan mengukur absorbansi larutan sampel dan standar, Berdasarkan hukum Lambert-Beer konsentrasi larutan dapat diketahui dengan menggunakan persamaan sebagai berikut : π΄π πππππ πΆπ πππππ = × πΆπ π‘πππππ π΄π π‘πππππ (Peni dkk, 2009) 2) Metode kurva kalibrasi Metode kurva kalibrasi dilakukan dengan cara membuat larutan standar dengan berbagai konsentrasi kemudian menentukan nilai absorbansinya menggunakan AAS. Selanjutnya membuat grafik konsentrasi (c) vs absorbansi (A). Konsentrasi larutan dapat ditentukan setelah absorbansi sampel diukur dan dimasukkan ke dalam persamaan garis lurus : π¦ = ππ₯ + π Dengan subtitusi nilai absorbansi kedalam nilai (y) dan mencari konsentrasi pada nilai (x) (Peni dkk, 2009). 3) Metode adisi standar Kedua metode di atas masih dianggap rentan terhadap kesalahan yang disebabkan oleh kondisi lingkungan baik sampel maupun standar. Oleh karena itu, metode adisi standar merupakan perbaikan dari kedua metode di atas. Metode ini dilakukan dengan menyiapkan dua atau lebih larutan. Salah satu larutan diencerkan hingga volume tertentu dan larutan lainnya ditambah dengan larutan standar kemudian diencerkan sebelum diukur absorbansinya. Berikut persamaan menurut Hukum Beer : π΄π πΆπ = πΆπ + (π΄π − π΄π) Dimana : Cx = Konsentrasi sampel Cs = Konsentrasi sampel yang ditambah standar Ax = Absorbansi sampel murni At = Absorbansi sampel yang ditambah standar (Cristina, 2006) 2.8 Gangguan dalam AAS Gangguan didefinisikan sebagai suatu pengaruh dari komponen matriks pada hasil analisis.Gangguan menyebabkan perbedaan kelakuan pada sampel dan larutan kalibrasi. Gangguan dapat dibagi menjadi dua golongan: gangguan spektra dan gangguan nonspektra. 1. Gangguan Spektra (Spectral Interference) a. Spektra Latar Belakang (Background Spectral) Disebabkan oleh penghamburan partikel dalam atomisasi atau absorpsi molekuler, antara lain disebabkan oleh sulitnya pemecahan oksida, hidroksida atau halida. Dapat ditanggulangi menggunakan lampu D2. b. Adanya λ dari unsur lain yang sangat dekat dengan analit seperti berikut: ο· Cd λ 288,802 nm diganggu As λ 288,812 nm ο· Mg λ 285,213 nm diganggu Fe λ 285,179 nm ο· Zn λ 213,856 nm diganggu Fe λ 213, 859 nm dan Cu λ 213,850 nm Gangguan tersebut sulit dihilangkan, cara mengatasinya adalah dengan melakukan pengukuran pada λ lainnya, walaupun biasanya akan memberikan hasil yang kurang sensitif (Hala dkk, 2005). 2. Gangguan Nonspektra (Nonspectral Interference) a. gangguan transportasi Penyebab gangguan jenis ini adalah sifat-sifat fisika (tegangan permukaan, kekentalan dan berat jenis). Sifat ini mempengaruhi mulai dari proses pengisapan pada pipa kapiler, pembentukan aerosol dan pengalirannya ke dalam nyala. Pelarut organik memberikan efek positif (hasil yang lebih besar) dikarenakan mempunyai berat jenis, tegangan permukaan dan kekentalan yang lebih rendah dibandingkan air. Tegangan permukaan yang lebih rendah akan membentuk butir aerosol yang lebih halus, sehingga lebih banyak yang masuk ke dalam flame. Garam anorganik, asam anorganik dan molekul organik makro (protein, gula) akan membentuk butir yang lebih besar sehingga bagian yang masuk ke dalam flame akan lebih sedikit, hal ini akan mengurangi sensitifitas dan menyebabkan efek negatif (hasil yang lebih kecil). b. Gangguan ionisasi Adanya atom dari unsur yang mudah terionisasi pada suhu flame, akan menyebabkan gangguan kesetimbangan pembentukan ion dan atom dari unsur yang sedang ditetapkan, terlebih bila kepekatan unsur pengganggu cukup besar, misalnya Na. M M+ + e (contoh) Na Na+ + e (pengganggu) Elektron dari Na akan menggeser kesetimbangan pertama ke kiri. Dengan demikian jumlah atom yang terbentuk seolah lebih besar sehingga menyebabkan absorpsi cahaya akan naik dan terjadi kesalahan positif. Untuk menanggulanginya, digunakan larutan buffer radiasi misalnya larutan CsCl dan SrCl2. c. Gangguan Emisi Atom bebas dapat tereksitasi bila menyerap sejumlah energi baik energi cahaya maupun energi panas (flamefotometri), sehingga pada saat kembali ke keadaan dasar, akan melepaskan cahaya emisi. Karena λ cahaya emisi sama dengan λ cahaya yang ditransmisikan (dari HCL), gangguan jenis ini tidak dapat dihilangkan oleh monokromator. Untuk menanggulangi gangguan ini digunakan modulator. Ada 2 jenis sistem modulasi: a. Modulasi elektronik Oleh modulator sinar dari HCL dibuat berkedip pada frekuensi tertentu, sehingga saat diterima detektor akan dihasilkan arus yang gambarnya seperti pada gambar 23a, yang identik dengan kurva arus bolak-balik. Sedangkan sinar emisi yang berasal dari flame, merupakan sinar kontinu sehingga bila diterima detektor akan dihasilkan kuat arus yang tetap seperti pada gambar 23b, yang identik dengan kurva arus searah. Dengan penyaringan menggunakan suatu alat, yang masuk ke dalam sistem pembacaan hanya berupa arus bolak balik (It), sedangkan arus searah (cahaya emisi) dihilangkan. Modulasi elektronik digunakan dalam SSA single beam (Hala dkk, 2005). 2.9 Kelebihan dan Kekurangan Absorption Spectrometry (AAS) a. Kelebihan AAS 1. Menganalisis konsentrasi logam berat dalam sampel secara akurat karena konsentrasi yang terbaca pada alat AAS berdasarkan banyaknya sinar yang diserap yang berbanding lurus dengan kadar zat. 2. Batas (limit) deteksi rendah 3. Dari satu larutan yang sama, beberapa unsur berlainan dapat diukur 4. Pengukuran dapat langsung dilakukan terhadap larutan contoh (preparasi contoh sebelum pengukuran lebih sederhana, kecuali bila ada zat pengganggu) 5. Batas kadar-kadar yang dapat ditentukan adalah amat luas sampai pada kadar rendah (mg/L hingga persen) 6. Analisis sampel dapat berlangsung lebih cepat (Skoog, 2000). b. Kelemahan Metode AAS 1. Hanya dapat menganalisis logam berat dalam bentuk atom-atom. AAS menganalisis logam berat dari atom-atom karena tidak berwarna. 2. Sampel yang dianalisis harus dalam suasana asam, sehingga semua sampel yang akan dianalisis harus dibuat dalam suasana asam dengan pH antara 2 sampai 3. 3. Biaya operasional lebih tinggi dan harga peralatan yang mahal. 4. Kurang sempurnanya preparasi sampel, seperti : - Proses destruksi yang kurang sempurna - Tingkat keasaman sampel dan blanko tidak sama 5. Kesalahan matriks, hal ini disebabkan adanya perbedaan matriks sampel dan matriks standar 6. Aliran sampel pada burner tidak sama kecepatannya atau ada penyumbatan pada jalannya aliran sampel. 7. Gangguan kimia berupa : - Disosiasi tidak sempurna - Ionisasi - Terbentuknya senyawa refraktori (Skoog, 2000). 2.10 Logam Besi (Fe) Logam berat masih termasuk golongan logam dengan kriteria yang sama dengan logam-logam lain. Perbedaannya terletak pada pengaruh yang diakibatkan bila logam ini diberikan dan atau masuk ke dalam tubuh organisme hidup. Meskipun semua logam berat dapat mengakibatkan keracunan pada makhluk hidup, namun sebagian dari logam berat tersebut tetap dibutuhkan dalam jumlah yang sangat kecil. Bila kebutuhan yang sangat sedikit itu tidak dipenuhi, maka dapat berakibat fatal bagi kelangsungan hidup organisme Faktor yang menyebabkan logam tersebut dikelompokkan ke dalam zat pencemar yaitu logam berat tidak dapat terurai melalui biodegradasi seperti pencemar organik, logam berat dapat terakumulasi dalam lingkungan terutama sedimen sungai dan laut, karena dapat terikat dengan senyawa organik dan anorganik, melalui proses adsorpsi dan pembentukan senyawa komplek (Said, 2012). Besi merupakan elemen logam berat yang ditemukan hampir disetiap tempat di bumi pada semua lapisan geologis dan badan air. Besi dalam air 11 tanah dapat berbentuk Fe(II) dan Fe(III) terlarut. Senyawa Fe(II) terlarut dapat tergabung dengan zat organik membentuk sutau senyawa kompleks. Pada kadar 1-2 ppm, besi dapat menyebabkan air berwarna kuning, terasa pahit, meninggalkan noda pada pakaian dan porselin. Keracunan besi menyebabkan permeabilitas dinding pembuluh darah kapiler meningkat sehingga plasma darah merembes keluar. Akibatnya volume darah menurun dan hipoksia jarinan menyebabkan asidosis darah (Peni dkk, 2009). 2.11 Air Sumur Air sumur merupakan sumber utama air minum bagi masyarakat yang tinggal di daerah perkotaan. Untuk mendapatkan sumber air tersebut umumnya manusia membuat sumur gali atau sumur pantek. Air tanah sering mengandung zat besi (Fe) dan Mangan (Mn) cukup besar. Adanya kandungan Fe dan Mn dalam air menyebabkan warna air tersebut berubah menjadi kuning-coklat setelah beberapa saat kontak dengan udara. Disamping dapat mengganggu kesehatan juga menimbulkan bau yang kurang enak serta menyebabkan warna kuning pada diding bak serta bercak-bercak kuning pada pakaian. Oleh karena itu menurut PP No.20 Tahun 1990 tersebut, kadar (Fe) dalam air minum maksimum yang dibolehkan adalah 0,3 mg/lt, dan kadar Mangan (Mn) dalam air minum yang dibolehkan adalah 0,1 mg/lt (Nugraha, 2009). BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Alat 1. Gelas ukur 10 ml 1 buah 2. Labu ukur 100 ml 1 buah 3. Gelas kimia 100 ml 3 buah 4. Pipet tetes 5 buah 5. Tabung reaksi 6 buah 6. Spektrofotometer AAS 1 buah 3.2 Bahan 1. Sampel air laut secukupnya 2. Padatan FeSO4 0,1 gram 3. HNO3 60 % 2 mL 4. Aquades secukupnya 3.3 Prosedur Percobaan a) Percobaan I Buatlah larutan Fe dengan konsentrasi 1, 3, 6, 9, dan 12 ppm dengan mengencerkan dari larutan kerja 50 ppm. Kemudian siapkan larutan blanko. Siapkan juga larutan sampel air laut (saring jika keruh) yang ditambahkan HNO3 1%. Lalu baca absorbansi dari blanko, srandar, dan sampel dengan AAS pada panjang gelombang 248,3 nm. Setelah itu, buat kurva standar Fe dan hitung konsentrasi sampel. b) Percobaan II Siapkan 6 buah labu ukur 25 mL dan beri nomor 1 sampai 6. Kemudian buat larutan standar 1, 3, 6, 9, dan 12 ppm. Lalu pada masing-masing labu ukur diisi dengan 5 mL sampel. Kemudian tambahkan pada masing-masing labu ukur larutan standar Fe dengan rincian sebagai berikut : No. Volume sampel Volume standar Konsentrasi (ppm) (mL) (mL) 1. 5 0,5 1 2. 5 1 3 3. 5 1,5 6 4. 5 2 9 5. 5 2,5 12 6. 5 0 0 Kemudian baca absorbansi dengan menggunakan AAS pada panjang gelombang 248,3 nm. Setelah itu, hitung konsentrasi sampel dan bandingkan konsentrasi sampel yang didapatkan dengan cara I. DAFTAR PUSTAKA Bashar, L.Y. 2012. Spektrofotometer. Kendari: Akademi Analis Kesehatan Bina Husada. Basset, J. 1994. Buku Ajar Vogel Kimia Analisa Kuantitatif Anorganik. Jakarta: EGC. Boybul dan Haryati, Iis. 2009. Analisis Unsur Pengotor Fe, Cr, dan Ni dalam Larutan Uranil Nitrat Menggunakan Spektrofotometer Serapan Atom. Jurnal Seminar Nasional V SDM Teknologi Nuklir. Brink O.C., dkk. 1993. Dasar-Dasar Ilmu Instrumen. Bandung : Bina Cipta. Christina, P. 2006. Petunjuk Praktikum Instrumentasi Kimia Analisis Kesalahan Dalam Spektrometri Serapan Atom. Yogyakarta: SKKTN-BATAN. Hala, Y., Wahab, A. W., & Meilanti, H. 2005. Analisis kandungan ion timbal dan seng pada kerang darah (anadara granosa) di perairan pelabuhan ParePare. Jurnal Marina Chimica Acta, 6(2).12-16. Hendayana, dkk. 1994. Kimia Analitik Instrumen. Semarang: IKIP Semarang. Nugraha, A.W. 2009. Kandungan dan Manfaat Air Sumur. Jakarta: CV Graha Ilmu Mulia. Peni, P dan Riyanti, A. 2009. Pemeriksaan Kadar Besi (Fe) dalam Air Sumur, Air PDAM dan Air Instalasi Migas di Desa Kampung Baru Cepu Secara Spektrofotometri. Jurnal Kimia dan Teknologi. ISSN 0216-163X. Ristina, M. 2006. Petunjuk Instrumen Kimia. Yogyakarta: STTN-Batan. Said, Irwan. 2012. Analisis Logam Timbal (Pb) dan Besi (Fe) dalam Air Laut Di Wilayah Pesisir Pelabuhan Ferry Taipa Kecamatan Palu Utara. Jurnal Kimia FKIP University of Tadulako Palu. Skoog Holler dan Nieman. 1998. Principles of Instrumental Analysis, 5th ed. USA: Saunders College Publishing. Tahir, Hikmal. 2009. Arti Penting Kalibrasi pada Proses Pengukuran Analitik : Aplikasi pada Penggunaan pH Meter dan Spektrofotometer UV-VIS. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. Zumdahl, Steven S. 2009. Chemical Principles 6th Ed. Houghton Mifflin Company. hlm. A22.