Uploaded by User45837

GREEN ARCHITECTURE

advertisement
GREEN ARCHITECTURE
“BANGUNAN BERMASSA”
“GEDUNG KEMENTERIAN PUPR”
Dosen
Andi Herniwati, S.T., M.T.
M. Rachmat Syahrullah, S.T.,M.Sc.
Disusun Oleh Kelompok 2 :
Rifaldi Sudirman
Munawir
Ika Fandry Wahyu N.T
Nurul Faradiba Muchlis
(F22116002)
(F22116034)
(F22116073)
(F22116100)
UNIVERSITAS TADULAKO
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK ARSITEKTUR
2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah pencipta langit dan bumi yang
telah melimpahkan rahmat-Nya, terutama rahmat iman dan kekuatan
sehinggakelompok dapat menyelesaikam Makalah Permukiman ini.
Makalah ini disusun untuk memenuhi persyaratan melaksanakan tugas
matakuliah Green Architecture program studi S1 Arsitektur Universitas Tadulako.
Dalam dua hari kelompok mengumpulkan bahan sampai pada analisah hingga Makalah
ini dapat kelompok selesaikan.
Penyusun Makalah Permukiman ini tidak mungkin dapat diselesaikan
tanpa dukungan dan bantuan dari semua pihak. Untuk itu perkenankan
kelompok menyampaikan terima kasih yang tulus pada Ibu Andi Herniwati, S.T.,
M.T dan teman-temandan semua pihak yang telah membantu sehingga Makalah
Green Architektur ini dapat diselesaikan.
Sangat disadari Makalah ini baik isi maupun tehnik penulisannya masih
banyak kekurangan, oleh sebab itu sangat diharapkan saran dan perbaikan dari pembaca
demi penyempurnaan Makalah Permukiman ini.
Palu, 13 November 2019
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................
DAFTAR ISI ..........................................................................................................
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ..................................................................................
1.2 Rumusan Masalah.............................................................................
1.3 Tujuan dan Sasaran...........................................................................
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Green Architecture.........................................................
2.2 Konsep Green Architecture...............................................................
2.3 Keberlakuan Standar Green Architecture.........................................
2.4 Pengukuran dan Standar Penilaian Green Architecture...................
2.5 Prinsip-prinsip Green Architecture...................................................
BAB 3. PEMBAHASAN
3.1 Konsep Green Building Pada Gedung Kementerian PUPR................
3.2 Metode Yang Diiterapkan Pada Bangunan Gedung Kementerian PUPR
BAB 4. KESIMPULAN
4.1 Kesimpulan.....................................................................................
4.2 Saran...............................................................................................
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Permasalahan lingkungan khususnya pemanasan global menjadi topik
permasalahan yang mencuat akhir-akhir ini. Dalam dunia arsitektur muncul
fenomena sick building syndrome yaitu permasalahan kesehatan dan ketidak
nyamanan karena kualitas udara dan polusi udara dalam bangunan yang ditempati
yang mempengaruhi produktivitas penghuni, adanya ventilasi udara yang buruk,
dan pencahayaan alami kurang. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal, misalnya:
emisi ozon mesin fotocopy, polusi dari perabot dan panel kayu, asap rokok, dsb.
Menurut World Health Organisation (WHO), 30% bangunan gedung di
dunia mengalami masalah kualitas udara dalam ruangan. Untuk itu muncul adanya
konsep green architecture yaitu pendekatan perencanaan arsitektur yang
berusaha meminimalisasi berbagai pengaruh membahayakan pada kesehatan
manusia dan lingkungan. Konsep green architecture ini memiliki beberapa
manfaat diantaranya bangunan lebih tahan lama, hemat energi, perawatan
bangunan lebih minimal, lebih nyaman ditinggali, serta lebih sehat bagi penghuni.
Konsep green architecture memberi kontribusi pada masalah lingkungan
khususnya pemanasan global. Apalagi bangunan adalah penghasil terbesar lebih
dari 30% emisi global karbon dioksida sebagai salah satu penyebab pemanasan
global.
Selain karna adanya pemanasan global, penciptaan atau inovasi energi
yang terbarukan juga menjadi latar belakang timbulnya konsep green architecture.
Sampai pada akhirnya timbul konsep Green Building. Gedung Hemat Energi atau
dikenal dengan sebutan green building terus digalakkan pembangunannya sebagai
salah satu langkah antisipasi terhadap perubahan iklim global. Dengan konsep
hemat energi yang tepat, konsumsi energi suatu gedung dapat diturunkan hingga
50%, dengan hanya menambah investasi sebesar 5% saat pembangunannya.
”Dengan hanya menambah 5% dari biaya pembangunan gedung biasa, konsumsi
energi gedung dapat diturunkan hingga 50%.” Green Building dibangun dengan
perencanaan energi modern. Selain dari sisi desain yang dipertimbangkan untuk
meminimalkan masuknya sinar matahari sehingga mengurangi penggunaan beban
Air Conditioner (AC), pada atap gedung bisa dipasang panel surya yang dapat
dimanfaatkan sebagai sumber energi dalam gedung. Beberapa sudut pandang
dapat dipertimbangkan dalam perencanaan tersebut diantaranya adalah aspek
Passive Design, Active Design, Kondisi Udara Ruangan, Management, serta Service
& Maintenance.
1.1 Rumusan Masalah
Bagaimana mewujudkan desain hunian tetap dengan penerapan konsep
Arsitektur Hijau yang ada di Kota Palu.
1.2 Tujuan dan Sasaran
Tujuan
Tujuan dari studi kasus ini adalah untuk mengetahui bagaimana
penerapan Green Architecture pada bangunan yang memenuhi standar.
Sasaran
Sasaran yang ingin dicapai adalah Terciptanya sebuah Konsep
Arsitektur Hijau yang nyaman dan sehat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Pengertian Green Architecture
Menurut (Sudarwani Maria, 2012) Green Architecture ialah sebuah konsep
arsitektur yang berusaha meminimalkan pengaruh buruk terhadap lingkungan
alam maupun manusia dan menghasilkan tempat hidup yang lebih baik dan lebih
sehat, yang dilakukan dengan cara memanfaatkan sumber energi dan sumber
daya alam secara efisien dan optimal.
Konsep Arsitektur Hijau ini memiliki beberapa manfaat diantaranya
bangunan lebih tahan lama, hemat energi, perawatan bangunan lebih minimal,
lebih nyaman ditinggali, serta lebih sehat bagi penghuni. Konsep green
architecture memberi kontribusi pada masalah lingkungan khususnya pemanasan
global. Apalagi bangunan adalah penghasil terbesar lebih dari 30% emisi global
karbon dioksida sebagai salah satu penyebab pemanasan global.
Konsep 'Hijau' juga bisa diaplikasikan pada pengurangan penggunaan
energi (misalnya energi listrik), low energy house dan zero energy building dengan
memaksimalkan penutup bangunan (b terbarukan seperti energi matahari, air,
biomass, dan pengolahan limbah menjadi energi juga patut diperhitungkan.
Arsitektur hijau tentunya lebih dari sekedar menanam rumput atau menambah
tanaman lebih banyak di sebuah memberdayakan arsitektur atau bangunan agar
lebih bermanfaat bagi lingkungan, menciptakan ruang-ruang publik baru,
menciptakan alat pemberdayaan masyarakat, dan sebagainya.
Dari pengertian diatas, Green Architecture sangat berpengaruh penting
terhadap kehidupan manusia, baik di masa lampau, sekarang terutama akan
datang.
2.2 Konsep Green Architecture
Menurut (Sudarwani Maria, 2012) dalam Green Architecture memiliki 5
persyaratan yaitu :
1. Memiliki konsep High Performance Building & Earth Friendly.
a. Dapat dilihat dari dinding bangunan, terdapat kaca di beberapa
bagiannya. Fungsinya adalah untuk menghemat penggunaan
elektrisiti untuk bangunan terutama dari segi pencahayaan dari
lampu.
b. Menggunakan energi alam seperti angin, sebagai penyejuk
lingkungan.
c. Bahan-bahan bangunan yang digunakan cenderung ramah pada
lingkungan seperti keramik dengan motif kasar pada lantai untuk
mengurangi pantulan panas yang dihasilkan dari dinding yang
berkaca.
d. Kolam air disekitar Bangunan berfungsi selain dapat memantulkan
sinar lampu, juga dapat mereduksi panas matahari sehingga udara
tampak sejuk dan lembab.
2. Memiliki konsep Sustainable
Pembangunannya
sangat
di
konsepkan,
menelaah
lahan
lingkungan wilayah yang sangat terbatas, dengan konsep alamiah dan
natural, dipadukan dengan konsep teknologi tinggi, bangunan ini
memungkinkan terus bertahan dalam jangka panjang karena tidak
merusak lingkungan sekitar yang ada.
3. Memiliki konsep Future Healthly
a. Dapat dilihat dari beberapa tanaman rindang yang mengelilingi
bangunan, membuat iklim udara yang sejuk dan sehat bagi
kehidupan sekitar, lingkungan tampak tenang, karena beberapa
vegetasi dapat digunakan sebagai penahan kebisingan.
b. Dinding bangunan curtain wall dilapisi alumunium dapat berguna
untuk UV protector untuk bangunan itu sendiri. Tentunya ini semua
dapat memberi efek positif untuk kehidupan.
c. Pada bagian atap gedung, terdapat tangga untuk para pengguna
yang akan menuju lantai atas. Ini dapat meminimalisasi
penggunaan listrik untuk lift atau eskalator.
d. Tentu lebih menyehatkan, selain sejuk pada atap bangunan
terdapat rumput yang digunakan sebagai green roof, pengguna
juga mendapatkan sinar matahari.
4. Memiliki konsep Climatly Supportly
Dengan konsep penghijauan, sangat cocok untuk iklim yang masih
tergolong tropis (khatulistiwa). Pada saat penghujan, dapat sebagai
resapan air, dan pada saat kemarau, dapat sebagai penyejuk udara.
5. Memiliki konsep Esthetic Usefully
Penggunaan green roof pada kampus ini, selain untuk keindahan
dan agar terlihat menyatu dengan alam, juga dapat digunakan sebagai
water catcher sebagi proses pendingin ruangan alami karena sinar
matahari tidak diserap beton secara langsung. Ini juga menurunkan suhu
panas di siang hari dan sejuk di malam hari untuk lingkungan sekitarnya.
Desainnya yang melengkung digunakan agar penyerapan matahari oleh
kulit bangunan dapat di minimalisasikan.
2.3 Keberlakuan Standar Green Architecture
Dari sejumlah standar pengukuran yang di kembangkan, beberapa
aspek atau parameter dominan yang di ukur untuk menentukan tingkat
‘hijau’ adalah: pengolahan tapak, energi, material, air, limbah dan kualitas
ruang dalam. Berikut adalah ulasannya.
1. Pemilahan dan Pengolahan Tapak
Parameter ini terkait dengan bagaimana memiih tapak yang aman
untuk mendirikan bangunan atau sekumpulan bangunan. Sejumlah
kemungkinan terhadap terjadinya bencana alam, seperti tanah longsor,
gempa bumi, banjir, gunung meletus dan lainnya, patut di perhitungkan
dalam memiih lokasi tapak. Di sisi lain, dalam pembangunan rumah atau
bangunan, perubahan fisik tapak seperti sistem cut and fill di harapkan
dapat di minimalkan. Penyelesaian bangunan dengan konsep panggung
dianggap paling aman terhadap tapak, dan tidak mengurangi kemampuan
permukaan tapak meresap air hujan.
2. Energi
Dalam konsep arsitektur hijau, parameter energi terkait dengan
besarnya energi yang dikonsumsi serta presentase pemanfaatan sumber
energi terbarukan di bangunan. Bangunan di nilai baik jika dalam
mewadahi aktifitas manusia energi yang di konsumsi rendah, sementara
kenyamanan fisik manusia seperti kenyamanan termal, visual, dan spasial
tetap dapat di penuhi.
Di sisi lain, sumber energi yang terbarukan seperti bahan bakar nabati,
panas dan sinar matahari, sumber energi air, angin dan lainnya dapat
di manfaatkan secara maksimal. Sumber energgi terbarukan di
perkirakan mengemisi karbon dioksida dalam jumlah yang relatif
rendah dibanding emisi karbon dari pembakaran bahan bakar fosil
seperti minyak bumi.
3. Material
Arsitetur hijau menuntut penggunaan material yang tidak
mengontaminasi lingkungan dan membahayakan manusia. Material
terbarukan seperti kayu, bambu, dahan, daun, dan lainnya merupakan
salah satu material yang re-use dan recycle. Material dari tumbbuhan
merupakan material yang dalam pembentukannya menyerapa CO2 dari
udara. Hal ini berbeda dengan material non-organik yang dalam
pembentukannya justru mengemisi CO2 ke udara karena memerlukan
bahan bakar. Meskipun demikian, sejumah material non-organik yang
dalam proses pembuatannya tidak konsumtif energi dan tidak mencemari
lingkungan, tetap di rekomendasikan dalam konsep arsitektur hijau.
4. Air
Konsumsi air dalam satuan waktu per individu merupakan salah
satu parameter dominan yang di ukur dalam konsep arsitektur hijau.
Bangunan yang rendah dalam konsumsi airnya akan mendapat nilai baik
atau tinggi dalam konsep arsitektur hijau.
5. Limbah
Filosopi utama daam aspek ini adalah bagaimana agar limbah
bangunan seminimal mungkin mencemari lingkungan. Pembuangan
limbah dengan frekuensi tinggi, atau selang waktu pembuangan pendek,
peluang tanah atau alam dalam mempurifikasi limbah menjadi sangat
kecil. lingkungan dalam skaa kecil dan besar akan tercemar, alam tercemar
dan
akhirnya vegetasi tercemar,
manusia pun
kesehatan
dan
keberllangsungan hidupnya. Oleh karena itu, dalam konsep arsitektur
hijau, semakin rendah kemampuan lahan mempurifikasi limbah karena
besarnya limbah yang di buang atau karena terbatasnya lahan yang
mempurifikasi limbah, maka semakin tinggi nilai atau tingkatan hijau
bangunan tersebut.
6. Kualitas ruang dalam
Kualitas ruang dalam menyangkut kimiawi udara dan kualitas fisik
ruangan. Dengan komposisi udara yang baik, suatu ruangan di anggap
bersih atau sehat secara kimiawi. Sedangkan kualitas fisik ruang terkait
dengan kenyamanan fisik ruang. Bagaimana pengguna banguna dapat
merasakan ‘nyaman’ dari semua aspek kenyamanan fisik, yakni
kenyamanan spasial (ruang), kenyamanan termal (suhu), kenyamanan
visual (penglihatan/cahaya), kenyamanan auditorial (pendengaran/suara),
kenyamanan olfaktual (penciuman/bau). Demikian, jika pengguna
bangunan dapat merasakan ruang dengan dimensi yang mencukupi untuk
menyelenggarakan aktivitas di sertai dengan kenyamanan fisik sebuah
bangunan maka tingkat hijau bangunan di nilai tinggi.
2.4 Pengukuran dan Standar Penilaian Green Architecture
Tingkat kehijauan suatu bangunan atau kawasan harus diposisikan dengan
level yang dapat dimengerti atau diukur oleh suatu acuan (standar) tertentu.
Diperlukan suatu alat ukur dan tolak ukur untuk mengukur level kehijauan suatu
bangunan atau kawasan. Berbagai acuan alat ukur, dan standar telah banyak
dirumuskan negara-negara maju untuk mengukur tingkat kehijauan suatu
rancangan suatu kawasan dan bangunan.
1. BREEAM (Building research establisment’s enviromental assessment
metodh)
Standardisasi dan penilaian tingkat hijau di mulai di inggris tahun
1990. BREEAM merupakan acuan penilaian tingkat hijau tertua di dunia,
paling lengkap, paling detail, paling banyak digunakan di dunia saat ini.
Dengan parameter yang di nilai BREEAM meliputi 10 aspek yaitu:
 Manajemen
 Kesehatan
 Kualitas hidup
 Energi
 Transportasi
 Air
 Material
 Limbah
 Tata guna lahan dan ekologi
 Polusi dan inovasi
Standar ini memberikan 5 kategori hasil penilaian yakni pass, good, very
good, excelent dan outstanding. Meskipun diklaim dapat digunakan secara
universal di seluruh dunia, namun standar ini tidak praktis digunakan di sejumlah
negara berkembang seperti Indonesia karena keterbatasan data dan standar
bangunan pendukung lainnya yang dimiliki negara berkembang masih terbatas.
2. LEED (Leadership in Energy and Enviromental Design)
LEED dicetuskan oleh United States Green Building Council (USGBC)
tahun 1998, standar ini mengembangkan konsep BREEAM untuk allikasi
yang lebih praktis. LEED digunakan untuk menilai bangunan atau lingkunan
binaan, baik dalam tahap pra-rancangan maupun sudah terbangun.
Parameter yang digunakan LEED lebih simpel dibanding BREEAM, namun
lebih variatif dibanding sejumlah standar lain di luar BREEAM. Diantara
tolak ukur yang digunakan dalam LEED untuk merating tingkat hijau suatu
bangunan atau lingkungan binaan adalah:

Keberlanjutan tapak

Penghematan air

Penghematan energi

Atmosfer

Material dan sumber daya

Kualitas lingkungan ruang dalamInovasi dan proses desain.
Standar LEED memberikan kemungkinan skor tertinggi penilaian
69, dimana didalamnya diberikan empat penggolongan sertifikasi, yakni
Certified (26-32 points), Silver (33-38 points), Gold (39-51 points), dan
Platinum (52-69 points).
3. IGEM (Indonesian Green Enviromental Measurement)
Dalam standar ini, tingkat hijau yang diberikan kepada bangunan
dibagi menjadi empat kategori, yaitu sangat aman (very safe), aman
(safe), cukup aman (fairly safe), dan tidak aman (unsafe). Terdapat 9
parameter yang digunakan untuk mengukur tingkat hijau bangunan atau
lingkungan, meliputi:

Pemilihan dan pengolahan tapak

Penggunaan energi (listrik dan gas)

Penggunaan energi yang terbarukan (kayu, biomasa, biogas, dan
sebagainya)

Penggunaan air bersih

Penggunaan material

Kenyamanan fisik dan kualitas udara di dalam bangunan

Penerapan konsep bangunan hemat energi

Rancangan ruang luar

Pengolahan limbah
4. GREENSHIP (Standar Bangunan Hijau Indonesia)
Greenship merupakan standar bangunan hijau yang dikembangkan
oleh Lembaga Konsul Bangunan Hijau Indonesia atau Green Building
Council Indonesian (GBCI). Lembaga GBCI dibentuk tahun 2009 merupakan
lembaga yang dibentuk atas inisiatif sektor non pemerintah, meskipun
dalam perkembangannya kemudian di dukung oleh sejumlah lembaga
pemerintah di Indonesia. GBC Indonesia menyusun standar bangunan
hijau yang di berlakukan di Indonesia dengan sebutan Greenship. Ada 7
aspek penilaian yang di nilai dalam standar Greenship, yakni:

Ketepatan pengembangan tapak

Efesiensi dan penghematan energi

Penghematan air

Sumber material dan daur ulang

Kesehatan ruang dalam dan kenyamanan

Kondisi lingkungan bangunan dan manajemen bangunan
Masing-masing aspek dibagi kedalam butir-butir penilaian yang
lebih detail dimana masingmasing butir memiliki skor tertentu. Tingkat
hijau bangunan ditentukan oleh skor. Nilai skor tertinggi menunjukkan
bangunan mengarah kepada pemenuhan kriteria hijau, sementara skor
rendah diartikan sebaliknya.
2.5 Prinsip-prinsip Green Architecture
Menurut (Brenda & Vale, 1996) dalam Green Architecture mempunyai beberapa
prinsip yaitu :
1. Conserving Energy (Hemat Energi)
Sungguh sangat ideal apabila menjalankan secara operasional
suatu bangunan dengan sedikit mungkin menggunakan sumber energi
yang langka atau membutuhkan waktu yang lama untuk menghasilkannya
kembali.
Solusi yang dapat mengatasinya adalah desain bangunan harus
mampu memodifikasi iklim dan dibuat beradaptasi dengan lingkungan
bukan merubah lingkungan yang sudah ada. Lebih jelasnya dengan
memanfaatkan potensi matahari sebagai sumber energi. Cara mendesain
bangunan agar hemat energi, antara lain:

Banguanan dibuat memanjang dan tipis untuk memaksimalkan
pencahayaan dan menghemat energi listrik.

Memanfaatkan energi matahari yang terpancar dalam bentuk
energi thermal sebagai sumber listrik dengan menggunakan alat
Photovoltaic yang diletakkan di atas atap. Sedangkan atap dibuat
miring dari atas ke bawah menuju dinding timur-barat atau sejalur
dengan arah peredaran matahari untuk mendapatkan sinar
matahari yang maksimal.

Memasang lampu listrik hanya pada bagian yang intensitasnya
rendah.
Selain
itu
juga
menggunakan
alat
kontrol
penguranganintensitas lampu otomatis sehingga lampu hanya
memancarkan cahaya sebanyak yang dibutuhkan sampai tingkat
terang tertentu.

Menggunakan Sunscreen pada jendela yang secara otomatis dapat
mengatur intensitas cahaya dan energi panas yang berlebihan
masuk ke dalam ruangan.

Mengecat interior bangunan dengan warna cerah tapi tidak
menyilaukan, yang bertujuan untuk meningkatkan intensitas
cahaya.

Bangunan tidak menggunkan pemanas buatan, semua pemanas
dihasilkan oleh penghuni dan cahaya matahari yang masuk melalui
lubang ventilasi.

Meminimalkan penggunaan energi untuk alat pendingin (AC) dan
lift.
2. Working with Climate (Memanfaatkan kondisi dan sumber energi alami)
Melalui pendekatan green architecture bangunan beradaptasi
dengan lingkungannya. Hal ini dilakukan dengan memanfaatkan kondisi
alam, iklim dan lingkungannya sekitar ke dalam bentuk serta pengoperasian
bangunan, misalnya dengan cara:

Orientasi bangunan terhadap sinar matahari.

Menggunakan sistem air pump dan cros ventilation untuk
mendistribusikan udara yang bersih dan sejuk ke dalam ruangan.

Menggunakan tumbuhan dan air sebagai pengatur iklim. Misalnya
dengan membuat kolam air di sekitar bangunan.

Menggunakan jendela dan atap yang sebagian bisa dibuka dan
ditutup untuk mendapatkan cahaya dan penghawaan yang sesuai
kebutuhan.
3. Respect for Site (Menanggapi keadaan tapak pada bangunan)
Perencanaan mengacu pada interaksi antara bangunan dan
tapaknya. Hal ini dimaksudkan keberadan bangunan baik dari segi
konstruksi, bentuk dan pengoperasiannya tidak merusak lingkungan
sekitar, dengan cara sebagai berikut.

Mempertahankan kondisi tapak dengan membuat desain yang
mengikuti bentuk tapak yang ada.

Luas permukaan dasar bangunan yang kecil, yaitu pertimbangan
mendesain bangunan secara vertikal.

Menggunakan material lokal dan material yang tidak merusak
lingkungan.
4. Respect for User (Memperhatikan pengguna bangunan)
Antara pemakai dan green architecture mempunyai keterkaitan
yang sangat erat. Kebutuhan akan green architecture harus memperhatikan
kondisi
pemakai
yang
didirikan
di
dalam
perencanaan
dan
pengoperasiannya.
5. Limitting New Resources (Meminimalkan Sumber Daya Baru)
Suatu bangunan seharusnya dirancang mengoptimalkan material
yang ada dengan meminimalkan penggunaan material baru, dimana pada
akhir umur bangunan dapat digunakan kembali unutk membentuk tatanan
arsitektur lainnya.
6. Holistic
Memiliki pengertian mendesain bangunan dengan menerapkan 5
poin di atas menjadi satu dalam proses perancangan. Prinsip-prinsip green
architecture pada dasarnya tidak dapat dipisahkan, karena saling
berhubungan satu sama lain. Tentu secara parsial akan lebih mudah
menerapkan prinsip-prinsip tersebut. Oleh karena itu, sebanyak mungkin
dapat mengaplikasikan green architecture yang ada secara keseluruhan
sesuai potensi yang ada di dalam site.
BAB II
PEMBAHASAN
3.1
GEDUNG KEMENTERIAN PUPR
Gambar 1. Bangunan Kementerian PUPR
Gedung Kementerian Pekerjaan Umum Perumahan Rakyat (PUPR) menjadi
salah satu gedung di Jakarta yang menerapkan konsep green building dan green
site. Selain lebih hemat energi green building juga diharapkan bisa menurunkan
emisi
Gas Rumah
Kaca
(GRK).
Konsep green
building diarahkan
pada
pengembangan lingkungan perkantoran dengan luas ruang terbuka hijau (RTH)
yang lebih besar, zero run off hingga pembatasan sirkulasi kendaraan bermotor.
Selain itu, ada jalur pejalan kaki yang terintegrasi termasuk untuk difabel,
pengembangan sistem Mekanikal, Elektrikal, Plumbing (MEP), serta manajemen
persampahan yang terintegrasi.
"Selain itu juga dilakukan rain water harvesting, recycling,dan reuse. Air
hujan turun di area resapan dialirkan ke dalam drainase kawasan," ujar Sekretaris
Jenderal Kementerian PUPR Anita Firmanti dalam keterangan tertulis, Selasa, 13
Maret 2019. Sehingga, menurut Anita, pada saat terjadi curah hujan tinggi,
kelebihan aliran air disalurkan ke dua tampungan air bawah tanah dengan
kapasitas total 1.200 m3. Selanjutnya di daur ulang sebagai air untuk menyiram
tanaman, flushing urinoir dan air cooling tower. Selain itu, dilingkungan PUPR
tersebut juga dilengkapi gedung parkir motor yang dibangun setinggi lima lantai
dengan kapasitas sekitar 1.250 motor.
Sebelum ada gedung parkir, parkir motor mengambil area yang cukup luas
dan tidak tertata rapi. Pada atap gedung dipasang panel surya dilengkapi teknologi
PVROOF hasil penelitian Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang)
Permukiman, Balitbang Kementerian PUPR. Dengan teknologi tersebut maka
dapat mengurangi penggunaan daya listrik PLN bagi operasional gedung parkir
yang dilengkapi lift. "Dengan pemakaian PVROOF maka biaya pemakaian listrik
gedung parkir bisa dihemat 50 persen," jelasnya. Tak hanya itu, pengurangan emisi
GRK dengan green building juga tercantum dalam Peraturan Menteri Pekerjaan
Umum Nomor 11 Tahun 2012 tentang Rencana Aksi Nasional Mitigasi dan
Adaptasi Perubahan Iklim 2012-2020 dan Peraturan Menteri PUPR Nomor
02/PRT/M/2015 tentang Bangunan Gedung Hijau untuk pengurangan emisi GRK
yang bersumber dari bangunan gedung.
'
Gambar 2. Luas area Bangunan Kementerian PUPR
Gambar 2. Luas area Bangunan Kementerian PUPR
Ruang terbuka di desain dengan menggunakan material porus sebagai elemen
Hardscape. Untuk mengoptimalkan area penyerapan air.
Dan beragam jenis tanaman untuk elemen Softscape
Dalam perencanaan ruang landscapenya kawasan kampus kementerian
PUPR terbagi dalam 3 zona. Ruang terbuka di desain untuk membentuk iklim
mikro yang lebih baik. Pohon dapat menyerap CO2, partikel debu dan radiasi
serta menurunkan suhu area.
Sistem MEP terintegrasi diterapkan ke dalam Sistem power grid. Kebutuhan daya
listrik tiap bangunan disuplai dari gardu PLN, dalam satu jalur Utama yang
terintegrasi. Integrasi sistem MEP dirterapkan pula pada sistem alarm kebakaran,
sitem komunikasi, dan sistem keamanan.
Untuk manajemen sampah dipisahkan berdasarkan jenisnya. Kawasan dilengkapi
pula dengan unit pengolahan sampah berupa kompos.
Berdasarkan data lapangan kondisi daya serap tanah mengalami
penurunan. Sehingga penggunaan sumur resapan dirasa kurang efektif, oleh
karena itu air hujan direncanakan untuk dimanfaatkan sebagai sumber air
alternatif.
Yang perencanaannya terbagi kedalam 2 zona, setiap zona memiliki ground
stormwater tank yang kapasitasnya 500 m3 untuk zona A dan 300 m3 untuk zona
B. Ground stormwater tank difungsikan untuk mengumpulkan air hujan dari site.
Air kemudian dialirkan melalui Ground Recyled Water Tank, yang kemudian
disalurkan ke seluruh gedung.
Dengan pemanfaatan air hujan, air daur ulang dan air condensak, total
penghematan air dari sumber primer dalam kawasan Kementerian Pekerjaan
Umum sebesar 50 , 82%.
Penggunaan energi dari setiap gedung berbeda yang dipengaruhi oleh
kinerja dari setiap gedung tersebut.
Pada tahun 2016 seluruh gedung direncanakan akan menjadi bangunan
hijau baik sebagai bangunan baru, seperti gedung Utama, gedung Penataan Ruang
Gedung Heritage, Gedung Pusdata-Puskompu, secara keseleruhan
konsumsi energi dari setiap bangunannya diperkirakan akan berada di bawah ratarata konsumsi energi di gedung perkantoran dengan rata-rata konsumsi energi
bangunan dalam kawasan sebesar 145,63 KWH/m2/Tahun.
Apabila dibandingkan dengan standar penggunaan energi rata-rata gedung
perkantoran penghematan yang dicapai sebesar 41,75%.
BENTUK & ORIENTASI
Untuk Bangunan gedung Penataan Ruang didesain dengan memperkecil
kedalaman ruangnya, memperkecil luas penampang pada sisi Barat dan Timur.
Menambah bidang masif pada sisi tersebut dan mengorientasikan bukaan
pada sisi Utara dan Selatan.
SELUBUNG & SHADING
Selubung bangunannya memiliki presentase bukaan sebesar 46 %, dengan
material HIGH PERFORMANCE GLAZING. Pada selubungnya digunakan elemen
EKSTERIOR SHADING
Pada selubungnya digunakan elemen EKSTERIOR SHADING LIGHTSELF.
Eksterior shading berupa lightself dan parapet dengan insulasi digunakan untuk
memperkecil perpindahan panas dalam bangunan, disamping itu Lightself
berfungsi pula
disamping itu Lightself berfungsi pula guna menciptakan distribusi
pencahayaan alami dalam ruang yang lebih baik. Berdasarkan simulasi desain
selubung bangunannya mampu menurunkan radiasi melalui jendela secara
signifikan,
BAB IV
PENUTUP
4.1
KESIMPULAN
Berdasarkan komitmen Indonesia yang ingin menurunkan emisi
Gas Rumah Kaca (GRK) secara suka rela sebesar 26 persen pada
tahun 2020 berdasarkan skenario "business as usual" dan dapat
mencapai 41 persen dengan dukungan internasional. Salah satu
tindak lanjut komitmen tersebut adalah diterbitkannya Peraturan
Menteri Pekerjaan Umum Nomor 11 Tahun 2012 tentang Rencana
Aksi Nasional Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim tahun 20122020 dan Peraturan Menteri PUPR Nomor 02/PRT/M/2015 tentang
Bangunan Gedung Hijau untuk pengurangan emisi gas rumah kaca
(GRK) yang bersumber dari bangunan gedung.
Berdasarkan data IPCC Fourth Assessment Report on Climate
Change
tahun
2007,
bangunan
gedung
diperkirakan
telah
mengkonsumsi lebih dari sepertiga sumber daya yang ada di dunia,
12 persen dari total air bersih yang ada, dan menyumbang hampir 40
persen dari total emisi.
Proyek Pembangunan Gedung Menteri Kementerian Pekerjaan
Umum merupakan proyek gedung pemerintah pertama yang menargetkan
untuk memperoleh predikat Green Building dengan rating Plantinum.
DAFTAR PUSTAKA
https://reselected.blogspot.com/2011/09/konsep-green-building-padaproyek.html
https://finance.detik.com/properti/d-2336314/ini-penampakan-green-buildingkementerian-pu-senilai-rp-387-miliar
https://www.suara.com/bisnis/2017/06/05/185302/inilah-kelebihan-konsepgreen-building-kementerian-pupr
https://economy.okezone.com/read/2017/06/05/470/1707663/bangunankementerian-pupr-aplikasikan-green-building-begini-kelebihannya
https://www.medcom.id/properti/news-properti/Wb7jweMN-gedungkementerian-pupr-terapkan-green-building
https://reckruitman.blogspot.com/2015/06/makalah-green-building.html
Download