DAFTAR ISI I. APA SIH ITU BISNIS? 1. PEMIKIRAN PARA PAKAR 2. PEMIKIRAN PENULIS II. ADAKAH PERKEMBANGAN DARI MODEL BISNIS? 1. MODEL BISNIS JAMAN DULU 2. MODEL BISNIS MASA KINI III. MENGAPA HARUS BERBISNIS? 1. INGIN CEPAT KAYA 2. INGIN BEBAS 3. INGIN UNTUNG BANYAK 4. INGIN PASSIVE INCOME IV. MENGAPA HARUS START UP? 1. LEBIH HEMAT 2. LEBIH FLEKSIBLE 3. LEBIH KREATIF V. MENGAPA BISNIS START UP ITU FUN? 1. LELUASA BERIMAJINASI 2. LELUASA BEREKSPRESI 3. LELUASA BERKOMUNIKASI 4. LELUASA BERMANUVER VI. MENGAPA BISNIS START UP ITU FURIOUS? 1. VOLATILITAS (VOLATILITY) 2. KETIDAKPASTIAN (UNCERTAINTY) 3. KOMPLEKSITAS (COMPLEXITY) 4. KETIDAKJELASAN (AMBIGUITY) VII. BAGAIMANA CARA MEMULAI BISNIS? 1. KERJAKAN 1 (SATU) HAL DENGAN BENAR 2. CIPTAKAN PENGALAMAN BUKAN PRODUK 3. PENGULANGAN UNTUK INOVASI 4. PERLAKUKAN PELANGGAN SEBAGAI REKAN KERJA VIII. SIAPA TARGET BISNIS SEBENARNYA? 1. MEMILIK BUKAN MENGGUNAKAN 2. KEINGINAN MENGALAHKAN LOGIKA 3. MEMUASKAN KELAPARAN MATA APA SIH ITU BISNIS? Mendengar kata bisnis, kita lantas berpikir bahwa istilah itu menjadi luar biasa dan begitu tinggi seolah kita sulit menjangkaunya. Bahkan kita sering kali mengumpamakan istilah bisnis menjadi suatu keistimewaan di dunia ini dan hanya orang-orang pilihan yang dapat melakukannya dan bukan kita. Lalu ada pertanyaan “nakal” mengenai bisnis. Apakah bisnis itu seperti kita beraktivitas di luar angkasa layaknya para Astronot? Atau apakah kita bekerja di dalam sebuah akuarium dengan air yang memenuhinya? PEMIKIRAN PARA PAKAR Istilah bisnis umumnya banyak digunakan oleh para pelaku ekonomi. Banyak para pakar mengartikan bisnis menurut pandangan pribadi yang disesuaikan dengan bidang pekerjaannya. Namun secara umum, Bertens (2013) menerangkan bahwa bisnis merupakan kegiatan ekonomi. Sebuah kegiatan tukar-menukar, jual-beli, memproduksi-memasarkan, bekerja-mempekerjakan, dan interaksi manusia lain, dengan maksud memperoleh keuntungan. Bertens (2013) juga menambahkan bahwa bisnis justru tidak mempunyai sifat membantu orang dengan sepihak, tanpa mengharapkan sesuatu kembali. Dalam pengertian, bila seorang teman minta kerelaan saya untuk menukarkan uang kertas bernominal besar (Rp.100.000,-) dengan uang kertas bernominal kecil (Rp.50.000,- atau Rp.20.000,-), kami tidak terlibat dalam perbuatan bisnis, walaupun dipandang sepintas lalu kami melakukan proses “transaksi” yang menggunakan uang. Saya hanya membantu teman untuk menukarkan uang. Lain halnya bila saya membuka money changer (sebuah perusahaan penukaran uang) dengan tujuan memperoleh keuntungan dari selisih nilai mata uang di dunia. Maka tukar menukar uang saya dengan teman dapat disebut sebagai bisnis. Di era milenial saat ini, bisnis tidak hanya dipandang sebagai interaksi dua orang atau lebih, melainkan lebih luas. Interaksinya tidak lagi menyangkut kegiatan dua arah saja, tetapi sudah pada kegiatan untuk mengkondisikan suatu keadaan, termasuk orang yang terlibat dalam suatu sistem untuk bekerja dan menghasilkan keuntungan bagi perusahaan. Butler (2000) berpendapat bahwa dalam sebuah organisasi atau perusahaan, setiap orang tidak dapat disatukan dan disamakan, sebagai pemilik bisnis, kita harus memiliki kemampuan untuk mengetahui orang-orang yang memiliki kemampuan “kunci” lalu menempatkan mereka untuk menjalankan bisnis hingga berpeluang sukses. Kunci yang dimaksud Butler ini merupakan 3 (tiga) K, yakni: Komitmen (melakukan kegiatan baik dalam konsidi suka maupun duka tanpa berhenti), Konsisten (melakukan kegiatan tanpa mudah berubah mengikuti emosi), dan Kontinu (melakukan kegiatan secara terus menerus dan berkelanjutan hingga mencapai hasil maksimal). Memang tidaklah mudah bagi seseorang untuk menjalankan bisnis berdasarkan 3K. Selama perjalanan waktu, pasti ada saja masalah dan hambatan menyertai di samping kita. Kehidupan kita terasa makin sulit dan tidak menentu. Ingin berhenti bisnis, ada perasaan sayang karena sudah mengeluarkan uang. Namun, bila tidak berhenti, kita sama sekali belum merasakan keuntungan dari bisnis tersebut. Oleh karenanya, Power (2009) mengatakan bahwa tidak semua orang memiliki keinginan untuk berwirausaha. Karena berwirausaha bisa menjadi jalan yang sulit, sering kali panjang dan tampaknya tidak berakhir. Tetapi bagi mereka yang gigih dan, lebih penting, bagi mereka yang menjalankannya dengan keyakinan dan membawa peta, maka jalan itu bisa dibuat lebih mudah. Lutz (2003) menambahkan 7 (tujuh) prinsip untuk menjalankan bisnis, yakni: [1] Pelanggan tidak selalu benar; [2] Tujuan utama dari berbisnis adalah tidak menghasilkan uang; [3] Saat setiap orang melakukannya, kita jangan mengikutinya; [4] Terlalu menjaga kualitas produk justru mengacaukan pikiranmu; [5] Terlalu mengawasi keuangan justru buruk; [6] Perubahan di dalam masyarakat merupakan asset bagi kita; [7] Kerja sama tim tidak selamanya baik. PELANGGAN TIDAK SELALU BENAR Tidak dipungkiri bila saat berbisnis, umumnya kita selaku produsen mengikuti perkembangan minat dari para pelanggan. Bahkan kita sering kali terpaku pada kesukaan pelanggan agar barang atau jasa kita terjual. Padahal belum tentu pelanggannya sendiri mengetahui keinginan mereka. Bila kita terus terpaku pada keinginan pelanggan, kreativitas kita akan terhambat dan kita sendiri akan kehilangan peluang untuk mengembangkan diri. Kesalahan dan kekurangan pada barang atau jasa bukan berarti menjatuhkan mental kita. Justru kelemahan itu hendaknya memacu kita memperbaiki diri dan tidak mengulangi kesalahan yang sama. Umum, pelanggan, terutama dari kelas menengah. Mereka cenderung hanya mengikuti perkembangan pasar lalu memberikan komentar pedas saat barang tersebut tidak sesuai dengan pemikirannya. Bayangkan saja kalau kita mengikuti komentar mereka, bisa-bisa kita tidak berkarya karena takut mendapatkan komentar pedas dan lebih buruknya kita berhenti berbisnis karena trauma mendapatkan hujatan. Lebih baik kita fokus memproduksi barang yang dapat bermanfaat bagi pelanggan dan berkreasi mengembangkan ide agar kita semakin inovatif. TUJUAN UTAMA DARI BERBISNIS ADALAH TIDAK MENGHASILKAN UANG SAAT SETIAP ORANG MELAKUKANNYA, KITA JANGAN MENGIKUTINYA TERLALU MENJAGA KUALITAS PRODUK JUSTRU MENGACAUKAN PIKIRANMU TERLALU MENGAWASI KEUANGAN JUSTRU BURUK PERUBAHAN DI DALAM MASYARAKAT MERUPAKAN ASSET BAGI KITA KERJA SAMA TIM TIDAK SELAMANYA BAIK. Selain mengatakan ketujuh prinsip berbisnis, Lutz juga berpendapat bahwa bisnis harus menghasilkan uang. Walaupun banyak orang gagal untuk menghasilkannya, tetapi tetap menjadi suatu kewajiban bagi setiap pelaku bisnis untuk menghasilkan keuntungan berupa uang. PEMIKIRAN ALA PENULIS Bisnis terbentuk dari proses interaksi antara produsen dengan konsumennya. Dalam hal ini, para produsen berusaha keras untuk menciptakan produk dengan baik agar konsumen membelinya sehingga mereka mendapatkan keuntungan. Tidak hanya produsen dengan perusahan kecil dan menengah yang berpikir untuk memperoleh keuntungan sebanyak-banyaknya. Perusahaan besar pun akan mencari keuntungan sebanyak-banyaknya. Bisnis tanpa keuntungan ibaratkan secangkir kopi tanpa gula. Maka hanya rasa pahit yang kita rasakan selama menjalani bisnis. Namun, tetap ada satu prinsip yang harus kita pegang saat menjalankan bisnis. Prinsip itu adalah kejujuran. Kejujuran harus menjadi pondasi awal dalam menjalani sebuah hubungan dengan setiap orang. Apalagi dalam ranah bisnis. Saling tikung dan sikut hanya akan memberikan kita keuntungan dalam hitungan tahun. Selanjutnya, keuntungan itu sendiri yang akan menenggelamkan kita ke jurang kemalangan hidup. Bisnis dapat pula diartikan sebagai pertarungan ide dan gagasan. Perubahan dinamis dalam hitungan detik, harus dipandang sebagai peluang usaha dan bukannya dipandang sebagai permasalahan hidup yang mengganggu kebahagiaan kita. Justru saat kita mampu mengulangi permasalahan itu, lantas terus menerus mampu menyelesaikannya, maka kita akan tampil sebagai juaranya. Rickman (2005) Having no written goals and no list of aspirations is very much like embarking on a very long journey without having a final destination and without taking a map – not the most common-sensical approach. Mengapa harus bisnis “Start Up”? Istilah Start Up saya pilih untuk menggambarkan bisnis melalui media dalam jaringan internet (daring = dalam jaringan). Alasannya sederhana, karena saya mengamati bahwa istilah Start Up sangat popular digunakan oleh kalangan milenial saat mereka memulai bisnis menggunakan media daring. Berbisnis menggunakan media daring, tidak lantas mengabaikan keselamatan ekonominya. Sama seperti menjalankan bisnis dalam kehidupan nyata (real world), berbisnis menggunakan media daring juga penting untuk melihat Keseluruhan dari kekuatan, kelemahan, peluang, hingga ancamannya. Langkah tersebut penting kita lakukan agar kita tidak mengalami kesalahan fatal yang membuat kita menjadi rugi dan kehilangan harta benda. Pemilihan media daring sebagai sarana untuk berbisnis sebenarnya ngeri-ngeri sedap karena kemungkinan dan peluangnya lebih sulit untuk kita prediksi. Kadang kita merasa kalau produk kita di atas angin, tetapi secara tiba-tiba produk kita langsung kehilangan penggemar dan ditinggalkan konsumen. Seiring dengan perkembangan jaman, tidak dipungkiri bila penggunaan media daring banyak menjadi pilihan bagi para pengusaha muda untuk memulai bisnis mereka. Kita dapat melihat bahwa terdapat tiga alasan utama sebagai berikut ini: 1. Start Up itu lebih hemat 2. Start Up itu lebih fleksibel 3. Start Up itu lebih kreatif Ketiga alasan ini mewakili dari sekian banyak alasan lain yang digunakan para milenial untuk memberanikan diri membuka usaha melalui media daring. DAFTAR PUSTAKA 1. K. Bertens, Pengantar Etika Bisnis: Edisi Revisi, Yogyakarta, PT KANISIUS, 2013. 2. Butler, David, Business Planning: A Guide To Business Start-Up, United Kingdom, BUTTERWORTH-HEINEMANN, 2000. 3. Rickman, Cheryl D., The Small Business Start-Up Workbook: A step-by-step guide to starting the business you've dreamed of, United Kingdom, HOW TO BOOKS LTD, 2005. 4. Lutz, Robert A., GUTS 8 Laws of Business from One of the Most Innovative Business Leaders of Our Time, Canada, John Wiley & Sons, Inc., 2003. 5. Power, Paul, Start and Run A Business From Home: How To Turn Your Hobby Or Interest Into A Business, United Kingdom, HOW TO BOOKS LTD. 2009.