BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Citra Diri Menurut Blythe citra diri adalah konsep diri yang subjektif sebagaimana kita melihat diri kita (Sumarwan, 2011). Dalam kamus lengkap psikologi, Citra diri adalah jati diri seperti yang digambarkan atau dibayangkan akan menjadi di kemudian hari (Chaplin, 2014). Citra diri adalah gambaran tentang diri yang dibuat individu mengenai penampilan diri dan perasaan yang menyertainya berdasarkan penilaian dari diri sendiri maupun pandangan orang lain terhadap dirinya (Sunastiko, Frieda, & Putra 2013). Citra diri adalah imajinasi yang dimiliki seseorang mengenai dirinya sendiri, imajinasi yang muncul tersebut seperti rekaman video seseorang mengenai dirinya sendiri. Setiap individu memiliki perasaan yang akan mempengaruhi keadaan dirinya, karena individu melihat gambaran mengenai dirinya sendiri (Leo, 2006). Citra diri merupakan gambaran tentang penilaian diri sendiri seperti tingkat kecerdasan, status sosial maupun ekonomi dalam lingkungan sosial, cita-cita ideal yang ingin dicapai, dan kebanggan diri seperti didalam peranan diri didalam lingkungan atau penilaian lingkungan terhadap diri individu (Surya, 2007). Citra diri adalah pandangan tentang diri atau bagaimana seseorang menggambarkan dirinya sendiri, citra diri membedakan manusia satu dengan yang lain yaitu bagaimana ia memandang dirinya sendiri dan pandangan tersebut bervariasi seperti berpandangan sangat baik, optimis dan 6 7 positif terhadap dirinya sendiri, namun adapun sebaliknya mengganggap dirinya rendah dan tidak berguna (Wibowo, 2007). Citra diri adalah bagaimana seseorang melihat dirinya sendiri, bagaimana bayangan atau gambaran tentang diri seorang individu itu sendiri mengenai dirinya (Jersild, 1961). 1. Aspek- Aspek Citra Diri Brown (1998) mengungkapkan bahwa ada tiga aspek dalam pengetahuan akan diri sendiri yaitu: a. Dunia fisik (physical world) Realitas fisik dapat memberikan suatu arti yang mana kita dapat belajar mengenai diri kita sendiri. Sumber pengetahuan dari dunia fisikal memberikan pengetahuan diri sendiri. Akan tetapi pengetahuan dari dunia fisik terbatas pada atribut yang bisa diukur dengan yang mudah terlihat dan bersifat subjektif dan kurang bermakna jika tidak dibandingkan dengan individu lainnya. b. Dunia Sosial (social world) Sumber masukan untuk mencapai pemahaman akan citra diri adalah masukan dari lingkungan sosial individu. Proses pencapaian pemahaman diri melalui lingkungan sosial tersebut ada dua macam, yiatu: c. Perbandingan Sosial (social comparison) Serupa dengan dunia fisik, dunia sosial juga membantu memberi gambaran diri melalui perbandingan dengan orang lain. Pada 8 umumnya individu memang cenderung membandingkan dengan individu lain yang dianggap sama dengannya untuk memeperoleh gambaran yang menurut mereka adil. Akan tetapi tidak jarang individu membandingkan dirinya dengan individu yang lebih baik (disebut upward comparison) atau yang lebih buruk (downward comparison) sesuai dengan tujuan mereka masing-masing. d. Penilaian yang tercerminkan (reflected apraisal) Pengetahuan akan diri individu tercapai dengan cara melihat tanggapan orang lain terhadap perilaku individu. Misalnya jika individu melontarkan gurauan dan individu lain tertawa, hal tersebut dapat menjadi sumber untuk mengetahui bawa individu lucu. e. Dunia dalam/ psikologis (inner/ psychologycal world) Sedangkan menurut Grad (1996) citra diri mengandung beberapa aspek,yaitu : a. Kesadaran (awareness) adanya kesadaran tentang citra diri keseluruhan baik yang bersifat fisik maupun non fisik. b. Tindakan (action) melakukan tindakan untuk mengembangkan potensi diri yang dianggap lemah dan memanfaatkan potensi diri yang menjadi kelebihannya. c. Penerimaan (acceptance) menerima segala kelemahan dan kelebihan dalam dirinya sebagai anugrah dari sang pencipta. d. Sikap (attitude) bagaimana individu menghargai segala kelemahan dan kelebihan yang dimilikinya. 9 2. Faktor yang Mempengaruhi Citra Diri faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan citra diri, antara lain: a. Jenis Kelamin Chase (2001) menyatakan bahwa jenis kelamin adalah faktor paling penting dalam perkembangan citra diri seseorang. Dacey & Kenny (2001) mengemukakan bahwa jenis kelamin berkontrbusi dalam mempengaruhi citra diri. Beberapa penelitian yang sudah pernah dilakukan menyatakan bahwa wanita lebih negatif memandang citra diri daripada pria (Davison & McCabe, 2005). Wanita ingin memiliki diri kurus menyerupai ideal yang digunakan untuk menarik perhatian pasangannya dan memiliki kecenderungan untuk menurunkan berat badan disebabkan oleh media massa yang mempromosikan penurunan berat badan (Ningsih & Bawono, 2016). b. Usia Pada usia remaja, citra diri menjadi aspek yang penting untuk diperhatikan. Hal ini berdampak pada usaha berlebihan untuk mengontrol berat badan. Umumnya hal ini terjadi pada remaja putri daripada remaja putra. Remaja putri mengalami kenaikan berat badan yang normal pada masa pubertas. Adanya perasaan tidak bahagia mengenai penampilan dan citra diri negatif ini dapat menyebabkan gangguan perilaku makan. Ketidakpuasan remaja putri pada dirinya meningkat pada awal hingga pertengahan usia remaja (Papalia & Olds, 2003). 10 Ketakutan untuk menjadi gemuk sangat umum terjadi pada remaja putri sehingga hal ini disebut sebagai ketidakpuasan normatif bagi kelompok usia dan gender ini (Gibney, dkk., 2004). c. Media Massa Media massa berperan di masyarakat (Cash, 2004). Majalah wanita terutama majalah fashion, film dan televisi (termasuk tayangan khusus anak-anak) menyajikan gambar model-model yang kurus sebagai figur yang ideal sehingga menyebabkan banyak wanita merasa tidak puas dengan dirinya. Media massa mempengaruhi citra diri manusia melalui tiga proses, yaitu persepsi, kognitif dan tingkah laku yang dikaitkan dengan pembandingan sosial dimana wanita cenderung membandingkan diri dengan model-model kurus yang dikategorikan menarik. d. Keluarga Menurut teori pembelajaran sosial, orang tua merupakan model yang penting dalam proses sosialisasi sehingga mempengaruhi citra diri anakanaknya melalui umpan balik, dan instruksi (Cash, 2004). e. Hubungan Interpersonal Seseorang cenderung membandingkan dirinya dengan orang lain dan umpan balik yang diterima mempengaruhi konsep diri termasuk bagaimanaperasaannya terhadap penampilan fisik. Hal inilah yang sering membuat seseorang cemas terhadap penampilan dan gugup ketika orang lain melakukan evaluasi terhadap dirinya. Rosen menyatakan bahwa umpan balik terhadap penampilan kompetisi teman sebaya dan keluarga 11 dalam hubungan interpersonal mempengaruhi bagaimana pandangan dan perasaan seseorang terhadap dirinya (Cash, 2004). f. Budaya Kesan pertama di masyarakat menunjukkan bahwa lingkungan sering kali menilai seseorang berdasarkan kriteria luar, seperti tampilan fisik, karena tampilan fisik yang baik sering diasosiasikan dengan status yang lebih tinggi, kesempatan yang lebih luas untuk dapat menarik pasangan, dan kualitas positif lainnya (Melliana, 2006). B. Perilaku Konsumtif Perilaku konsumtif merupakan suatu keinginan untuk mengkonsumsi barang yang sebenarnya kurang diperlukan secara berlebihan untuk mencapai kepuasan maksimal (Tambunan, 2001). Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia memberikan batasan mengenai perilaku konsumtif sebagai kecenderungan seseorang dalam mengkonsumsi tanpa memiliki batasan, serta lebih mengedepankan faktor keinginan daripada kebutuhan (Anggraini & Shantoso, 2017). Perilaku konsumtif merupakan suatu tindakan yang dilakukan secara berlebihan terhadap penggunaan suatu produk. Lebih lanjut, perilaku konsumtif juga diartikan sebagai tindakan memakai suatu produk secara tidak tuntas. Artinya, seseorang membeli produk bukan karena produk yang dipakai telah habis, melainkan karena adanya iming-iming hadiah yang ditawarkan atau bahkan produk tersebut sedang trend ( Sumartono, 2002). 1. Aspek Perilaku Konsumtif 12 Aspek perilaku konsumtif menurut Lina dan Rasyid (1997) yaitu, aspek pembelian impulsif, aspek pembelian tidak rasional, dan aspek pembelian yang berlebihan. Aspek pembelian impulsif yaitu aspek pembelian yang didasarkan pada dorongan dalam diri individu yang muncul tiba-tiba. Aspek pembelian tidak rasional yaitu aspek pembelian yang dilakukan bukan karena kebutuhan, tetapi karena gengsi agar dapat dikesankan sebagai orang yang modern atau mengikutimode, sedangkan aspek pembelian yang berlebihan yaitu aspek pembelian suatu produk secara berlebihan yang dilakukan oleh konsumen. (Fardhan & Izzati, 2013). 2. Indikator Perilaku Konsumtif Menurut Sumartono, (2002:119) indikator perilaku konsumtif yaitu : 1) Membeli produk karena iming-iming hadiah. Individu membeli suatu barang karena adanya hadiah yang ditawarkan jika membeli barang tersebut. 2) Membeli produk karena kemasannya menarik. Konsumen sangat mudah terbujuk untuk membeli produk yang dibungkus dengan rapi dan dihias dengan warna-warna menarik. Artinya motivasi untuk membeli produk tersebut hanya karena produk tersebut dibungkus rapi dan menarik. 3) Membeli produk demi menjaga penampilan diri dan gengsi. Konsumen mempunyai keinginan membeli yang tinggi, karena pada umumnya konsumen mempunyai ciri khas dalam berpakaian, berdandan, gaya rambut dan sebagainya dengan tujuan agar konsumen selalu 13 berpenampilan yang dapat menarik perhatian yang lain. Konsumen membelanjakan uangnya lebih banyak untuk menunjang penampilan diri 4) Membeli produk atas pertimbangan harga (bukan atas dasar manfaat atau kegunaannya). Konsumen cenderung berperilaku yang ditandakan oleh adanya kehidupan mewah sehingga cenderung menggunakan segala hal yang dianggap paling mewah. 5) Membeli produk hanya sekedar menjaga simbol status. Konsumen mempunyai kemampuan membeli yang tinggi baik dalam berpakaian, berdandan, gaya rambut, dan sebagainya sehingga hal tersebut dapat menunjang sifat ekslusif dengan barang yang mahal dan memberi kesan berasal dari kelas sosial yang lebih tinggi. 6) Memakai produk karena unsur konformitas terhadap model yang mengiklankan.Konsumen cenderung meniru perilaku tokoh yang diidolakannya dalam bentuk menggunakan segala sesuatu yang dapat dipakai tokoh idolanya. 7) Munculnya penilaian bahwa membeli produk dengan harga mahal akan menimbulkan rasa percaya diri yang tinggi. Konsumen sangat terdorong untuk mencoba suatu produk karena mereka percaya apa yang dikatakan oleh iklan yaitu dapat menumbuhkan rasa percaya diri. 8) Mencoba lebih dari dua produk sejenis (merek berbeda). Konsumen akan cenderung menggunakan produk jenis sama dengan merek yang 14 lain dari produk sebelum ia gunakan, meskipun produk tersebut belum habis dipakainya. 3. Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Konsumtif Tambunan (2001) berpendapat bahwa terdapat 5 (lima) faktor yang mempengaruhi perilaku konsumtif, yaitu : a. Adanya suatu keinginan mengkonsumsi secara berlebihan. Dimana seorang individu merasa bahwa ia tidak pernah puas, sehingga ia ingin terus menerus membeli barang-barang yang ia mau dengan berlebihan. b. Pemborosan. Perilaku konsumtif yang memanfaatkan nilai uang lebih besar dari nilai produknya untuk barang dan jasa yang bukan menjadi kebutuhan pokok. c. Inefisiensi Biaya. Pola konsumsi seseorang terbentuk pada usia remaja yang biasanya mudah terbujuk rayuan iklan, suka ikut-ikutan teman, tidak realistis, dan cenderung boros dalam menggunakan uangnya sehingga menimbulkan inefisiensi biaya. d. Pengenalan kebutuhan. Pengambilan keputusan membeli barang dengan mempertimbangkan banyak hal seperti faktor harga, faktor kualitas, faktor manfaat, dan faktor merk. e. Emosional. Motif pembelian barang berkaitan dengan emosi seseorang. Biasanya individu membeli barang hanya karena pertimbangan kesenangan indera atau bisa juga karena ikut-ikutan. Kecantikan fisik identik dengan badan yang proporsional, berambut indah, berkulit putih serta mulus. Untuk memenuhi kebutuhan fisiologisnya, 15 mereka rela mengeluarkan uang untuk membeli produk-produk yang dapat menunjang penampilannya C. Penelitian Yang Relevan Berdasarkan penelitian yang telah ada penulis mengutip informasi dari beberapa penelitian terdahulu yang berkaitan dengan citra diri dan Perilaku Konsumtif antara lain : 1) Hubungan Antara Citra Diri (Self Image) dengan Perilaku Konsumtif Dalam Pembelian Produk Kosmetik Pada Mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Semarang Oleh Kharina Putrie Sunastiko, Frieda N.R.H, dan Nofiar Aldriandy Putra. Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat hubungan negatif antara citra diri (self image) dengan perilaku konsumtif dalam pembelian produk kosmetik pada mahasiswi di Fakultas Hukum Universitas Diponegoro. 2) Pengaruh Citra Diri (Self Image) Dan Konformitas Terhadap Perilaku Compulsive Buying Pada Remaja Oleh Januar Rohman dan Akhmad Baidun. Hasil Penelitian menunjukan bahwa ada pengaruh yang signifikan citra diri (self image) dan konformitas terhadap perilaku compulsive buying pada remaja. 3) Hubungan Antara Citra Diri Dengan Intensi Membeli Produk Fashion Bermerek Tiruan Pada Mahasiswa Tahun Pertama Fakultas Ekonomika 16 Dan Bisnis Universitas Diponegoro Oleh Febrie Sani dan Harlina Nurtjahyanti. Hasil Penelitian menunjukan bahwa tidak ada hubungan antara citra diri dengan intensi membeli produk fashion bermerek tiruan pada mahasiswa tahun pertama Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro 4) Hubungan Citra Diri Dan Perilaku Konsumtif Pada Remaja Putri Yang Memakai Kosmetik Wajah Oleh Devya. Hasil Penelitian menunjukan bahwa tidak terdapat hubungan antara citra diri dengan perilaku konsumtif remaja putri yang memakai kosmetik di Samarinda 5) Hubungan Antara Perilaku Konsumtif Pada Produk X Dengan Citra Diri Remaja Putri Oleh R. A. Adinah Suryati Ningsih, dan Yudho Bawono. Hasil Penelitian menunjukan bahwa terdapat hubungan antara perilaku konsumtif pada produk X dengan citra diri remaja putri. 6) Hubungan Citra Diri (Self-Image) dengan Perilaku Perawatan Wajah yang Dilakukan Pria di Klinik Skin Care Kota Bandung Oleh Pipit Yuliani. Hasil Penelitian menunjukan bahwa terdapat hubungan antara citra diri dengan perilaku perawatan wajah yang dilakukan pria di klinik skin care Kota Bandung. D. Kerangka Berpikir Mahasiswi merupakan salah satu kelompok sosial dalam masyarakat yang rentan terhadap pengaruh gaya hidup, trend, dan mode yang sedang berlaku. Bagi mahasiswa sendiri, mode, penampilan, dan kecantikan 17 merupakan hal penting yang mendapatkan perhatian khusus. Salah satu yang cukup menjadi perhatian utama mahasiswi adalah wajah. Maka banyak mahasiswi berusaha untuk menjadikan penampilan fisiknya khususnya wajah sesuai dengan standar yang berlaku pada masa tersebut agar dapat dikatakan cantik. Salah satunya dengan memakai produk skin care. Mahasiswi yang masih tergolong dalam kelompok usia remaja menjadi target produsen untuk pemasaran produk skin care ini, bagi produsen kelompok usia remaja adalah salah satu pasar yang potensial, alasannya antara lain karena pola konsumsi seseorang terbentuk pada usia remaja. Remaja membelanjakan uangnya lebih banyak untuk menunjang penampilan diri sehingga perilaku konsumtif di kalangan remaja terbilang tinggi. Hal ini dikarenakan remaja mudah tertarik dan terbujuk pada barang dan jasa yang sedang trend. Selain itu, perilaku konsumtif juga dominan dikalangan remaja karena secara psikologis remaja masih berada dalam proses pencarian jati diri dan sangat sensitif terhadap pengaruh luar atau lingkungan. Hal yang dapat mempengaruhi perilaku konsumtif dikalangan remaja adalah self image (yang selanjutnya disebut citra diri) yang merupakan bagian dari konsep diri seseorang. Dalam memperoleh jati diri, remaja berusaha membentuk citra atau image tentang dirinya dan upaya ini terlihat dalam suatu gambaran tentang bagaimana setiap remaja mempersepsikan dirinya. Termasuk didalamnya bagaimana ia mencoba menampilkan diri secara fisik. Hal tersebut membuat mereka sensitif terhadap gambaran fisik sehingga 18 mendorong mereka melakukan berbagai upaya agar tampilan fisiknya sesuai dengan tuntutan komunitas sosial mereka. Motivasi untuk mengekspresikan citra diri (self-image) sering diungkapkan melalui pembelian barang dan jasa . Seseorang yang melihat dirinya sebagai individu yang stylist, modern, dan dynamic, mungkin akan membeli barang atau jasa yang dianggap memiliki atribut simbolik tersebut. Sebaliknya seseorang yang memiliki self image simplicity dan reliability akan lebih memilih barang atau jasa yang tidak ruwet, mudah dipakai, dapat diandalkan, dan tahan lama. Motivasi untuk mengekspesikan citra diri dengan pembelian barang atau jasa seringkali berakhir dengan timbulnya perilaku konsumtif. Mahasiswa Remaja mode, penampilan, dan kecantikan merupakan hal penting yang mendapatkan perhatian khusus. Masih berada Citra Diri Remaja membentuk citra atau image tentang dirinya. sensitif terhadap gambaran fisik berusaha agar tampilan fisiknya sesuai dengan tuntutan komunitas sosial mereka. Motivasi Motivasi untuk mengekspresikan citra diri (self-image) sering diungkapkan melalui pembelian barang dan jasa Perilaku Konsumtif 19 E. Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini adalah Ada hubungan antara citra diri dengan perilaku konsumtif mahasiswi Psikologi Universitas Halu Oleo yang menggunakan produk skin care wajah .