Uploaded by User45075

jurnalTOI 2017(1)

advertisement
AKTIVITAS SITOTOKSIK EKSTRAK AIR DAN ETANOL KULIT MANGGIS
(Garcinia mangostana Linn.) PADA
BEBERAPA MODEL SEL KANKER
Cytotoxic activity of aqueous and ethanolic extract from mangosteen
rinds to some cancer cell lines
Sari Haryanti*, Elok Widayanti**, Yuli Widiyastuti**
*
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional, Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI
Email : [email protected]
ABSTRACT
Mangosteen (Garcinia mangostana Linn.) rinds is well recognized as “the queen of fruits”.
It is used by Indonesian peoplefor cancer treatment nowadays. They usually prepared the
mangosteen rinds with boiling water. Research data on the efficacy of mangosteen decoction for
cancer has not been widely published. This research aimed to evaluate cytotoxic activity of
mangosteen-rinds aqueous and ethanolic extract on HeLa, MCF-7, T47D, and HepG2 cancer cell
line. This research also characterize the major compound of the extracts by TLC. Aqueous extract
(EAM) was obtained by infusion, while ethanolic extract (EEM) by maceration method. MTT assay
was done to determine viability of HeLa, MCF-7, T47D, and HepG2 cell line. The treatment of both
extract against all cells caused morphological changes similar to apoptosis. The results of MTT
assay revealed that EEM and EAM was effective against HepG2 with IC50 of 96,1 and 87,3 μg/mL
respectively. Both had low activity against the other cell, with the IC50 137-660 μg/ml. The result of
TLC characterization of both extracts revealed terpenoid and flavonoid as the major compound.
This research suggest the mangosteen rind extract as potential candidate for hepatocarcinoma
treatment.
Keywords : Garcinia mangostana Linn., cytotoxicity, cancer cell, hepatocarcinoma
ABSTRAK
Kulit buah manggis (Garcinia mangostana Linn.), sering dimanfaatkan oleh masyarakat untuk
mengobati kanker. Data riset mengenai efikasi rebusan kulit manggis untuk kanker belum
banyak dipublikasikan. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji aktivitas sitotoksik ekstrak air
dan etanol dengan MTT assay pada sel HeLa, MCF-7, T47D, dan HepG2, serta karakterisasi
golongan kimia menggunakan KLT. Ekstrak air kulit buah manggis (EAM) diperoleh dengan
metode infusa, sedangkan ekstrak etanol 96% (EEM) dengan maserasi. Pengamatan sel setelah
perlakuan kedua ekstrak memperlihatkan perubahan morfologi yang mirip dengan kondisi
apoptosis. Hasil MTT assay menunjukkan perlakuan EEM dan EAM efektif terhadap sel kanker
hepar HepG2 dengan IC50 berturut-turut 96,1 and 87,3 μg/mL. Kedua ekstrak memiliki aktivitas
sitotoksik lemah terhadap sel HeLa, MCF-7, dan T47D dengan rentang IC50 137-660 μg/ml.
Berdasarkan karakterisasi KLT, kedua ekstrak mengandung senyawa terpenoid dan flavonoid.
Berdasarkan hasil penelitian ini, ekstrak kulit manggis potensial untuk dikembangkan sebagai
salah satu alternatif dalam pengobatan kanker hepar.
Kata Kunci : Garcinia mangostana Linn, sitotoksik, sel kanker, hepatokarsinoma
Volume 10, No. 1, Agustus 2017
1
Sari Haryanti*, Elok Widayanti**, Yuli Widiyastuti**
PENDAHULUAN
Tumbuhan merupakan bahan alam
yang berpotensi sebagai sumber molekul
berkhasiat terapetik dan inisiator dalam
riset penemuan obat baru untuk mengatasi
berbagai penyakit, terutama kanker. Kanker
merupakan salah satu penyebab utama
kematian di dunia. Berdasarkan estimasi
WHO 2011, jumlah kematian karena kanker
jauh lebih banyak dibandingkan penyakit
jantung koroner dan stroke (Ferlay et al..,
2015).
Pada tahap metastasis, kanker
menjadi penyakit yang sangat sulit
disembuhkan. Riset untuk menemukan dan
mengkaji agen kemopreventif masih perlu
dilakukan untuk terapi kanker yang lebih
efektif, efisien, dan relatif lebih aman (Wang
et al.., 2012). Beberapa senyawa dari
tumbuhan berperan penting dalam terapi
antikanker saat ini, seperti paklitakseldan
derivatnya dari spesies Taxus, vinkristin
dan vinblastin dari Catharanthus roseus (L.)
G. Don, serta kamptotekin dan analognya
dari
Camptotheca
acuminata
Decne
(Atanasov et al., 2015).
Manggis (Garcinia mangostana Linn)
merupakan salah satu jenis buah yang
tumbuh dan dibudidayakan di Asia
Tenggara termasuk Indonesia, Malaysia,
srilanka, Thailand, dan Filipina (PedrazaChaverri et al.., 2008). Manggis dikenal
sebagai “queen of fruits” karena bentuk dan
rasanya yang unik. Kulit manggis digunakan
sejak lama sebagai obat tradisional untuk
mempercepat penyembuhan luka, infeksi
kulit, nyeri perut, dan disentri (Ibrahim et
al.., 2016). Metabolit sekunder utama yang
terdapat dalam kulit manggis adalah
xanthones, dan senyawa fenolik termasuk
afzelekin, epiafzelekin, katekin, epikatekin,
dan epigalokatein. Senyawa tersebut
memiliki aktivitas antioksidan yang sangat
tinggi, sehingga banyak dimanfaatkan
sebagai suplemen kesehatan (nutraceutical)
(Karim dan Azlan, 2012). Walaupun
termasuk buah tropis Asia, namun produk
nutraceutical kulit manggis ternyata
2
Volume 10, No. 1, Agustus 2017
dipatenkan pada tahun 2002 oleh Garrity
AR et al dari Amerika Serikat dan sukses
dipasarkan di dunia (Garrity et al.., 2009).
Xanthones terdistribusi di kulit
buah, buah, kayu, dan daun manggis, dengan
aktivitas farmakologi yang cukup luas yaitu
antioksidan,
antitumor,
antiinflamasi,
antibakteri, antifungal, dan antiviral.
Xanthones potensial menghambat tahapan
karsinogenesis tumor pada fase inisiasi,
promosi, dan progresi (Shan et al.., 2011).
Xanthone mempengaruhi regulasi jalur
signal yang terlibat dalam induksi apoptosis
dan modulasi siklus sel kanker (Li et al..,
2013). Xanthones merupakan senyawa
polifenol dengan isopren trisiklik, jenis αdan γ-mangostin terdapat melimpah di
dalam kulit manggis (Gutierrez-Orozco dan
Failla, 2013).
Beberapa
riset
mengisolasi
xanthones dari kulit manggis melalui
ekstraksi dengan pelarut organik seperti
toluen (Aisha et al., 2012), etanol (Fu et al..,
2013), metanol (Negi et al., 2013), aseton,
heksan dan etil asetat (Li dan Xu, 2015).
Metode ekstraksi tersebut memiliki
beberapa kelemahan di antaranya waktu
yang
cukup
lama,
dilakukan
di
laboratorium, dan sisa pelarut yang
terkadang bersifat toksik. Masyarakat di
Indonesia umumnya menggunakan air
rebusan kulit manggis untuk membantu
pengobatan kanker. Cara tersebut relatif
lebih praktis dan mudah diaplikasikan oleh
masyarakat. Efektivitas penggunaan kulit
manggis untuk mengobati kanker belum
diketahui dan diteliti lebih lanjut. Dengan
demikian, penelitian ini dilakukan untuk
mengkaji aktivitas sitotoksik ekstrak air
rebusan/infusa dan ekstrak etanol 96%
kulit manggis pada sel hepatokarsinoma
HepG2, sel kanker serviks HeLa, sel kanker
payudara T47D dan MCF-7. Penggunaan dua
jenis sel kanker payudara tersebut karena
terdapat perbedaan karakteristik molekuler
yang menyebabkan perbedaan respon atau
efikasi terhadap kemoterapi. Sel MCF-7
AKTIVITAS SITOTOKSIK EKSTRAK AIR DAN ETANOLIK KULIT MANGGIS (Garcinia mangostana Linn.) PADA
BEBERAPA MODEL SEL KANKER
Cytotoxic activity of aqueous and ethanolic extract from mangosteen rinds to some cancer cell lines
mengalami mutasi pada gen CASP3 sehingga
ekspresi protein caspase-3 menjadi jauh
berkurang atau bahkan tidak terjadi
ekspresi. Caspase-3 merupakan suatu
protein yang berperan penting dalam
eksekusi apoptosis (kematian sel secara
terprogram). Gangguan signaling apoptosis
mengakibatkan sel MCF-7 menjadi tidak
responsif atau mengalami resistensi
terhadap beberapa agen kemoterapi seperti
doksorubisin, cisplatin, dan etoposid.
Sedangkan sel T47D tidak mengalami
mutasi pada gen penyandi caspase-3,
sehingga induksi apoptosis oleh agen
kemoterapi tidak mengalami gangguan
(Devarajan et al., 2002). Selain uji sitotoksik,
juga dilakukan uji kualitatif kandungan
golongan kimia kedua ekstrak dengan
kromatografi lapis tipis (KLT).
METODE PENELITIAN
Tempat dan waktu penelitian.
Penelitian dilakukan di Laboratorium
Biologi Molekuler dan Laboratorium
Fitokimia, Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Tanaman Obat dan Obat
Tradisional (B2P2TO-OT), Tawangmangu,
Jawa Tengah.
Bahan tumbuhan dan preparasi
ekstrak. Kulit manggis diperoleh dari
daerah Matesih, dideterminasi dan diolah di
B2P2TO-OT. Kulit dikeringkan dalam oven
suhu 400C kemudian diserbuk. Ekstrak air
diperoleh dengan metoda infusa selama 10
menit kemudian diuapkan dalam oven 400C.
Ekstrak etanol diperoleh dengan maserasi
menggunakan penyari etanol teknis 95%
selama
3x24
jam.
Uji
sitotoksik
menggunakan larutan stok 10,0 mg ekstrak
dalam 100 µL DMSO, kemudian dibuat seri
konsentrasi dalam media kultur.
Sel dan media kultur. Sel HepG2,
MCF-7, T47D, dan HeLa merupakan koleksi
dari laboratorium Biologi Molekuler
B2P2TO-OT. Sel ditumbuhkan dalam media
kultur
cair
DMEM
(Sigma)
yang
mengandung fetal bovine serum (FBS) 10%
(Sigma), 100 µg/ml penicillin-streptomisin
(Gibco), dan diinkubasi dalam inkubator 5%
CO2 suhu 370C.
Uji sitotoksik dan pengamatan
morfologi sel in-vitro. Uji dilakukan
dengan metode MTT [3-(4,5-dimetiltiazol-2il)-2,5 difeniltetrazolium bromida]. Sel
dengan kepadatan 8000 sel/sumuran
didistribusikan ke dalam 96 well plate,
diinkubasi selama 24 jam dalaminkubator
CO2 5% dengan suhu 370C. Setelah 24 jam,
sel diberi perlakuan ekstrak dengan rentang
konsentrasi masing-masing 25-800 µg/mL.
Perlakuan ekstrak dilakukan selama 24 jam
dalam inkubator inkubator CO2 5% dengan
suhu 370C.
Pengamatan morfologi sel dilakukan
pada akhir perlakuan ekstrak menggunakan
mikroskop
inverted.
Morfologi
sel
didokumentasikan dengan kamera Canon
Ixus 145. Kemudianke dalam masingmasing sumuran ditambahkan 100 μL
media kultur yang dengan MTT 5 mg/mL,
kemudian diinkubasi selama 3 jam pada
inkubator CO2 5% dengan suhu 370C. Sel
hidup akan bereaksi dengan MTT
membentuk kristal formazan berwarna
ungu.
Kristal
dilarutkan
dengan
penambahan reagen stopper (SDS 10%
dalam HCL 0,01N), dibiarkan di tempat
gelap selama semalam, kemudian dibaca
serapannya dengan ELISA reader pada
panjang gelombang 595 nm. Besaran
serapan berbanding lurus dengan viabilitas
sel (Riss et al.., 2004).
Profil kromatografi lapis tips
(KLT). Profil KLT ekstrak menggunakan
fase gerak metanol-etil asetat (97:3), plat
KLT silika gel F 254, kemudian diamati di
bawah sinar tampak, UV 254 dan 366 nm.
Uji kandungan senyawa golongan terpenoid,
menggunakan fase gerak heksan-etil asetat
(1:1), plat KLT silika gel GF 254, hasil positif
jika diamati dibawah sinar UV 365 nm
terdapat fluoresensi hijau/berwarna merah
Volume 10, No. 1, Agustus 2017|3
Sari Haryanti*, Elok Widayanti**, Yuli Widiyastuti**
ungu atau biru dengan pereaksi asam sulfat
pekat 10% dalam metanol. Golongan
alkaloid, menggunakan fase gerak etil
asetat-metanol-air (100:13,5:10), plat KLT
Silika gel GF 254, hasil positif jika diamati
dibawah sinar UV 365 nm terdapat
fluoresensi hijau/berwarna jingga dengan
pereaksi Dragendorf. Golongan flavonoid,
menggunakan fase gerak kloroform-etil
asetat (6:4), plat KLT Silika gel GF 254, hasil
positif jika diamati dibawah sinar UV 365
nm terdapat fluoresensi hijau/berwarna
biru atau kuning dengan pereaksi sitroborat
(Harborne, 1996).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kemampuan
untuk
terus
menerus
berproliferasi melalui signal pertumbuhan
secara mandiri merupakan karakteristik
paling fundamental dari sel kanker.
Deregulasi
signal
pertumbuhan
menyebabkan sel kanker dapat terus
bertahan hidup dan menginvasi jaringan
normal di seluruh bagian tubuh melalui
proses metastasis (Hanahan and Weinberg,
2011). Dengan demikian, strategi terapi
kanker mengarah pada penggunaan
senyawa/agen yang mampu menghambat
proliferasi dan menginduksi kematian sel.
Berdasarkan aktivitas dinamis seluler,
kematian sel dapat dikategorikan menjadi
4
Volume 10, No. 1, Agustus 2017
apoptosis, autophagy, nekrosis, mitotic
catasthrope, dan senescence. Salah satu
penanda dan pembeda kategori kematian
sel adalah perubahan morfologi yang diikuti
terjadinya perubahan fungsi biokimia (Ricci
and Zong, 2006).
Pada penelitian ini, pengamatan
morfologi dilakukan di bawah mikroskop
inverted fase kontras sesaat sebelum
dilakukan uji sitotoksik. Perlakuan ekstrak
manggis etanol (EEM) maupun air (EAM)
mengakibatkan perubahan morfologi pada
sel HepG2, T47D, MCF-7, dan HeLa jika
dibandingkan sel tanpa perlakuan (kontrol).
Sel HepG2 merupakan sel yang paling
sensitif, perubahan morfologi terjadi pada
konsentrasi <100µg/ml, sedangkan sel
lainnya >100µg/ml. Keempat jenis sel yang
diberi perlakuan ekstrak memperlihatkan
perubahan morfologi yaitu membran
blebbing, cell shrinkage, pemisahan antar
sel, detachment dari permukaan dish, dan
pengurangan jumlah sel (Gambar 1.).
AKTIVITAS SITOTOKSIK EKSTRAK AIR DAN ETANOLIK KULIT MANGGIS (Garcinia mangostana Linn.) PADA
BEBERAPA MODEL SEL KANKER
Cytotoxic activity of aqueous and ethanolic extract from mangosteen rinds to some cancer cell lines
Gambar 1. Perubahan morfologi sel karena perlakuan EAM dan EEM. Sel dikultur dalam 96 well plate,
kemudian diberi perlakuan EAM dan EEM konsentrasi seperti tersebut dalam cara kerja. Perubahan
morfologi sel diamati di bawah mikroskop inverted perbesaran 200x. Tanda panah (1) menunjukkan sel
normal, (2) membrane blebbing, (3) cell shrinkage.
Perubahan morfologi yang terjadi
pada sel dengan perlakuan EEM dan EAM
merupakan penanda awal terjadinya
induksi
apoptosis.
Penentuan
dan
kuantifikasi apoptosis harus dipastikan
lebih lanjut, dengan metode pengecatan
double stainning, Tunnel assay, maupun
flow cytometry. Apoptosis merupakan salah
satu bentuk kematian sel terprogram dan
teratur, yang dapat terjadi dalam kondisi
fisiologis maupun patologis. Deregulasi
apoptosis
berperan
penting
dalam
perkembangan dan pertumbuhan kanker
(karsinogenesis), sehingga agen yang
mampu menginduksi apoptosis menjadi
salah satu target terapi yang cukup penting
dan menjanjikan (Wong, 2011). Induksi
apoptosis
mengakibatkan
terjadinya
gangguan siklus sel yang akan berlanjut
pada hambatan proses proliferasi (Hassan
et al.., 2014). Induksi apoptosis adalah salah
satu penanda penting pada agen antitumor
dengan aktivitas sitotoksik (Safarzadeh et
al.., 2014).
Aktivitas sitotoksik oleh EEM dan
EAM dalam penelitian ini dibuktikan
menggunakan MTT assay. Sel hidup dengan
metabolisme aktif, akan mengkonversi MTT
(3-(4,5-dimethylthiazol-2-yl)-2,5diphenyltetrazolium bromide) menjadi
kristal
formazan
berwarna
ungu.
Absorbansi kristal terlarut (sebanding
dengan jumlah sel hidup) dapat dianalisa
dengan metoda spektrofotometri. Nilai IC50
diperoleh berdasarkan kurva relasi antara
% viabilitas dengan konsentrasi ekstrak
(Riss et al.., 2004). Sesuai dengan hasil
observasi morfologi,
EEM dan EAM
menunjukkan aktvitas paling poten pada sel
HepG2 dengan nilai IC50 berturut-turut 96,1
dan 87,3 µg/ml, kemudian sel HeLa 277,4
dan 137,5 µg/ml, T47D 230,6 dan 531,9
µg/ml, serta MCF-7 372,1 dan 660,2 µg/ml.
Volume 10, No. 1, Agustus 2017|5
Sari Haryanti*, Elok Widayanti**, Yuli Widiyastuti**
Gambar 2. Penurunan viabilitas sel karena perlakuan EAM dan EEM. Viabilitas sel ditetapkan dengan
metode MTT, data yang ditampilkan dalam grafik merupakan representasi rerata tiga kali ulangan + SD.
Menurut Kuete and Efferth, 2015,
nilai IC50 EAM dan EEM terhadap sel HepG2
tergolong kuat, sedangkan terhadap sel
kanker payudara (T47D dan MCF-7) serta
serviks (HeLa) tergolong lemah dengan nilai
IC50 >100 µg/ml (Kuete and Efferth, 2015).
Secara umum, EAM lebih potensial
dibandingkan EEM karena nilai IC50nya
lebih rendah.
Sel HepG2 merupakan cell line
murni karsinoma hepatoseluler manusia
tanpa infeksi virus, digunakan sebagai
model in vitro dalam riset kanker hati
(Costantini et al., 2013). Karsinoma
hepatoseluler adalah jenis kanker hati yang
paling mendominasi di berbagai negara dan
6
Volume 10, No. 1, Agustus 2017
penyebab kematian terkait kanker di urutan
ketiga di region Asia-Pasifik. Pengembangan
terapi karsinoma hepatoseluler masih
sangat diperlukan untuk mencapai hasil
pengobatan yang efektif dan efisien (Zhu et
al.., 2016).
Perbedaan aktivitas tersebut terkait
dengan
komponen
senyawa
yang
terkandung dalam masing-masing ekstrak.
Berdasarkan profil KLT, kedua ekstrak
memiliki kandungan kimia yang mirip,
namun kuantitas spot pada EEM lebih besar
(Gambar 3).
AKTIVITAS SITOTOKSIK EKSTRAK AIR DAN ETANOLIK KULIT MANGGIS (Garcinia mangostana Linn.) PADA
BEBERAPA MODEL SEL KANKER
Cytotoxic activity of aqueous and ethanolic extract from mangosteen rinds to some cancer cell lines
Gambar 3. Profil KLT EEM dan EAM. Eluen yang digunakan metanol-etil asetat (97:3).
Karakterisasi golongan kimia kedua
ekstrak dengan KLT juga menunjukkan
adanya kesamaan jenis, namun kuantitas
EEM
lebih
besar.
Kedua
ekstrak
mengandung senyawa terpenoid dan
flavonoid (Tabel 1.). Sesuai dengan hasil
penelitian ini, Manasathien and Khanema,
2015, melaporkan jumlah fenolik total dari
ekstrak etanol 70% kulit manggis lebih
besar hingga dua kali lipat jika
dibandingkan
ekstrak
air
dengan
menggunakan
metode
Folin-Ciocalteu
(Manasathien and Khanema, 2015).
Tabel 1. Karakterisasi kandungan senyawa EEM dan EAM dengan kromatografi lapis tipis
No
Golongan
senyawa
Eluen
1.
Terpenoid
2.
Flavonoid
3.
Alkaloid
Heksan-etil asetat
(1:1)
Kloroform-etil
asetat (6:4)
Etil asetat-metanolair (100:13,5:10)
Penampak
bercak
Spot di UV
366 nm
Asam sulfat
10%
Sitroborat
Biru
kehijauan
Hijau
Dragendorf
-
Mangostin merupakan kandungan utama
dalam kulit buah manggis. Mangostin dan
turunannya tergolong dalam senyawa
xanton, suatu pigmen fenol berwarna
kuning.
Reaksi
warna
dan
profil
kromatografi
xanton
mirip
dengan
flavonoid. Xanton memiliki efek biologis
yang cukup luas, di antaranya antioksidan,
antiinflamasi,
antihipertensi,
immunomodulator, dan antikanker (Putri,
2015).
Akao et al., 2008, melaporkan
aktivitas antikanker xanton pada sel
hepatokarsinoma
melalui
mekanisme
antioksidan, induksi apoptosis, dan induksi
Hasil
EAM
+
Rf 0,40
+
Rf 0,92
-
EEM
++
Rf 0,42
++
Rf 0,94
-
enzim fase II. Dengan demikian, ekstrak
kulit buah manggis
berpotensi untuk
dikembangkan lebih lanjut sebagai agen
alternatif dalam pengobatan antikanker,
terutama hepatokarsinoma.
KESIMPULAN
Ekstrak air dan etanolik kulit manggis
toksik terhadap sel hepatokarsinoma
HepG2. Ekstrak air memiliki aktivitas yang
lebih poten dibandingkan ekstrak etanol
terhadap sel HepG2, MCF-7, T47D dan HeLa.
Riset lebih lanjut mengenai penelusuran
mekanisme aksi dan formulasi sediaan
ekstrak air kulit manggis perlu dilakukan
Volume 10, No. 1, Agustus 2017|7
Sari Haryanti*, Elok Widayanti**, Yuli Widiyastuti**
sebagai
pengembangan
pengobatan antikanker
alternatif
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terimakasih kepada
pimpinan Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Tanaman Obat dan Obat
Tradisional yang telah memberikan
kesempatan,
sarana,
dan
prasarana
sehingga penelitian ini dapat terlaksana.
DAFTAR PUSTAKA
Aisha, A.F.A., Abu-Salah, K.M., Ismail, Z., dan
Majid, A.M.S.A., 2012. In vitro and in
vivo anti-colon cancer effects of
Garcinia mangostana xanthones
extract. BMC Complementary and
Alternative Medicine, 12: 104.
Akao, Y., Nakagawa, Y., Iinuma, M., dan
Nozawa, Y., 2008. Anti-Cancer
Effects of Xanthones from
Pericarps
of
Mangosteen.
International Journal of Molecular
Sciences, 9: 355–370.
Atanasov, A.G., Waltenberger, B., PferschyWenzig, E.-M., Linder, T., Wawrosch,
C., Uhrin, P.et al., 2015. Discovery
and resupply of pharmacologically
active plant-derived natural
products: A review. Biotechnology
Advances, 33: 1582–1614.
Costantini, S., Di Bernardo, G., Cammarota,
M., Castello, G., dan Colonna, G.,
2013. Gene expression signature of
human HepG2 cell line. Gene, 518:
335–345.
Devarajan E., Sahin A.A., Chen J.S.,
Krishnamurty R.R., Aggarwal N.,
Brun A.M., Sapino A., Zhang F.,
Sharma D., Yang X.H., Tora A.D.
and Mehta K., 2002, Downregulation of caspase 3 in breast
cancer: a possible mechanism for
chemoresistance.
Oncogene,
21(57): 8843-8851.
Ferlay, J., Soerjomataram, I., Dikshit, R., Eser,
S., Mathers, C., Rebelo, M., dkk.,
2015.
Cancer
incidence
and
8
Volume 10, No. 1, Agustus 2017
mortality
worldwide:
Sources,
methods and major patterns in
GLOBOCAN 2012: Globocan 2012.
International Journal of Cancer, 136:
E359–E386.
Fu, M., Qiu, S.X., Xu, Y., Wu, J., Chen, Y., Yu,
Y.,et al.., 2013. A new xanthone from
the pericarp of e. Natural Product
Communications, 8: 1733–1734.
Garrity, A.R., Morton, G.A.R., dan Morton, J.C.,
2009. 'Nutraceutical Mangosteen
Composition'. US20090062378 A1.
Gutierrez-Orozco, F. dan Failla, M.L., 2013.
Biological
Activities
and
Bioavailability
of
Mangosteen
Xanthones: A Critical Review of the
Current Evidence. Nutrients, 5:
3163–3183.
Hanahan, D. dan Weinberg, R.A., 2011.
Hallmarks of cancer: the next
generation. Cell, 144: 646–674.
Harborne, J., 1996. Metode Fitokimia:
Penuntun
Cara
Modern
Menganalisis Tumbuhan. Cetakan
kedua.
Penerjemah:
Padmawinata, K. dan I. Soediro.
Bandung: Penerbit ITB
Hassan, M., Watari, H., AbuAlmaaty, A.,
Ohba, Y., dan Sakuragi, N., 2014.
Apoptosis and Molecular Targeting
Therapy in Cancer. BioMed Research
International, 2014: e150845.
Ibrahim, M.Y., Hashim, N.M., Mariod, A.A.,
Mohan,
S.,
Abdulla,
M.A.,
Abdelwahab, S.I., et al., 2016. αMangostin
from
Garcinia
mangostana Linn: An updated
review of its pharmacological
properties. Arabian Journal of
Chemistry, 9: 317–329.
Karim, A.A. dan Azlan, A., 2012. Fruit Pod
Extracts
as
a
Source
of
Nutraceuticals and Pharmaceuticals.
Molecules, 17: 11931–11946.
Kuete, V. dan Efferth, T., 2015. African Flora
Has the Potential to Fight Multidrug
Resistance of Cancer. BioMed
Research
International,
2015:
e914813.
Li, G., Thomas, S., dan Johnson, J.J., 2013.
Polyphenols from the mangosteen
(Garcinia mangostana) fruit for
AKTIVITAS SITOTOKSIK EKSTRAK AIR DAN ETANOLIK KULIT MANGGIS (Garcinia mangostana Linn.) PADA
BEBERAPA MODEL SEL KANKER
Cytotoxic activity of aqueous and ethanolic extract from mangosteen rinds to some cancer cell lines
breast and prostate cancer. Frontiers
in Pharmacology, 4: 1-4.
Li, W.Q. dan Xu, J.G., 2015. Profile of DNA
Damage Protective Effect and
Antioxidant Activity of Different
Solvent Extracts from the Pericarp
of Garcinia mangostana, Journal of
Food and Nutrition Sciences, 3: 1–6.
Manasathien, J. dan Khanema, P., 2015.
Antioxidant and Cytotoxic Activities
of Mangosteen Garcinia mangostana
Pericarp Extracts. Suranaree J. Sci.
Technol., 22: 357–367.
Negi, J.S., Bisht, V.K., Singh, P., Rawat, M.S.M.,
dan Joshi, G.P., 2013. Naturally
Occurring Xanthones: Chemistry and
Biology.
Journal
of
Applied
Chemistry, 2013: e621459.
Pedraza-Chaverri, J., Cárdenas-Rodríguez,
N., Orozco-Ibarra, M., dan PérezRojas,
J.M.,
2008.
Medicinal
properties of mangosteen (Garcinia
mangostana). Food and Chemical
Toxicology, 46: 3227–3239.
Putri, I.P., 2015. Effectivity of xanthone of
mangosteen (Garcinia mangostana
L.) rind as anticancer. Majority,
4(1):33-38.
Ricci, M.S. dan Zong, W.-X., 2006.
Chemotherapeutic Approaches for
Targeting Cell Death Pathways. The
Oncologist, 11: 342–357.
Riss, T.L., Moravec, R.A., Niles, A.L., Benink,
H.A., Worzella, T.J., dan Minor, L.,
2004. Cell Viability Assays, dalam:
Sittampalam, G.S., Coussens, N.P.,
Nelson, H., Arkin, M., Auld, D., Austin,
C., dkk. (Eds.), Assay Guidance
Manual. Eli Lilly & Company and the
National Center for Advancing
Translational Sciences, Bethesda
(MD).
Safarzadeh, E., Sandoghchian Shotorbani, S.,
dan Baradaran, B., 2014. Herbal
Medicine as Inducers of Apoptosis in
Cancer
Treatment.
Advanced
Pharmaceutical Bulletin, 4: 421–427.
Shan, T., Ma, Q., Guo, K., Liu, J., Li, W., Wang,
F., et al., 2011. Xanthones from
Mangosteen Extracts as Natural
Chemopreventive Agents: Potential
Anticancer Drugs. Current molecular
medicine, 11: 666–677.
Wang, H., Khor, T.O., Shu, L., Su, Z., Fuentes,
F., Lee, J.H., dkk., 2012. Plants
Against Cancer: A Review on Natural
Phytochemicals in Preventing and
Treating
Cancers
and
Their
Druggability. Anti-cancer agents in
medicinal chemistry, 12: 1281–1305.
Wong, R.S., 2011. Apoptosis in cancer: from
pathogenesis to treatment. Journal
of Experimental & Clinical Cancer
Research, 30: 1–14.
Zhu, R.X., Seto, W.K., Lai, C.L., dan Yuen, M.F.,
2016.
Epidemiology
of
Hepatocellular Carcinoma in the
Asia-Pacific Region. Gut and Liver,
10: 332–339.
Volume 10, No. 1, Agustus 2017|9
Download