8 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Proyek 2.1.1 Pengertian Manajemen Menurut Soeharto (1999, p21), Manajemen adalah proses merencanakan, mengorganisasikan, memimpin, dan mengendalikan kegiatan anggota serta sumber daya yang lain untuk mencapai sasaran organisasi (perusahaan) yang telah ditentukan. 2.1.2 Pengertian Proyek Menurut Schwalbe (2006, p4), Proyek adalah suatu usaha yang bersifat sementara untuk menghasilkan suatu produk atau layanan yang unik. Pada umumnya, proyek melibatkan beberapa orang yang saling berhubungan aktifitasnya dan sponsor utama dari proyek biasanya tertarik dalam penggunaan sumber daya yang efektif untuk menyelesaikan proyek secara efisien dan tepat waktu. Menurut Larson (2000, p4), Proyek adalah kegiatan yang kompleks, tidak rutin, dan usaha satu waktu yang dibatasi oleh waktu, anggaran, sumber daya, dan spesifikasi kinerja yang dirancang untuk memenuhi kebutuhan customer. Menurut Schwalbe (2006, pp5-6), atribut dari suatu proyek adalah sebagai berikut : 1. Sebuah proyek memiliki tujuan yang khusus. Proyek harus menghasilkan suatu produk khusus, layanan, dan hasil akhir. 9 2. Proyek bersifat sementara. Proyek memiliki awal dan akhir yang jelas. 3. Proyek membutuhkan sumber daya bias dari beberapa area. Sumber daya dapat berupa hardware, software, dan sumber daya lainnya. 4. Proyek harus memiliki pelanggan utama (primary customer) / sponsor. 5. Proyek melibatkan ketidakpastian – ketidakpastian, karena setiap proyek bersifat unik maka sangat sulit untuk menentukan objektifitas proyek, mengestimasi waktu proyek, dan biayanya. Menurut Larson (2000, p4), tujuan utama dari proyek adalah untuk memuaskan kebutuhan customer. Disamping kemiripan, karateristik dari sebuah proyek membantu membedakan proyek tersebut dari yang lainnya dalam organisasi. Karakteristik utama dari proyek adalah : 1. Penetapan tujuan 2. Masa hidup yang terdefinisi mulai dari awal hingga akhir 3. Biasanya melibatkan beberapa departemen dan professional 4. Biasanya melakukan sesuatu yang belum pernah dilakukan sebelumnya 5. Waktu, biaya, dan kebutuhan yang spesifik Menurut Hughes (2006, p4), Proyek software mempunyai karakteristik tertentu yang membuat proyek software berbeda dengan proyek lainnya. 1. Invisibility Dalam sebuah proyek software, kemajuannya tidak dapat dilihat secara langsung dan berbeda dengan proyek fisik lainnya misalnya pembuatan jembatan dan sebagainya. 10 2. Complexity Produk software memiliki lebih banyak kompleksitas daripada proyek fisik termasuk dari sisi biayanya. 3. Conformity Pengembang software harus menyesuaikan kebutuhan software dan kebutuhan dari client. Hal ini perlu mendapat perhatian karena pada dasarnya individual memiliki ketidakkonsistenan. Konsistensi mulai dari awal hingga akhir menjadi hal yang penting dalam keberhasilan proyek. 4. Flexibility Software yang dapat diubah dengan mudah biasanya dilihat sebagai sebuah kekuatan. Hal ini berarti tampilan sistem software diharapkan dapat diubah dengan mudah untuk mengakomodasi perubahan lingkungan bisnis organisasi dan komponen lainnya. Menurut Schwalbe (2006, p7), setiap proyek memiliki batasan yang berbeda terhadap ruang lingkup, waktu, dan biaya yang biasanya disebut sebagai triple constraint (3 kendala). Setiap manajer proyek harus memperhatikan hal – hal penting dalam manajemen proyek : • Ruang lingkup (scope) : apa yang ingin dicapai dalam proyek ? produk atau layanan apa yang pelanggan harapkan dari proyek tersebut ? • Waktu (time) : berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan proyek? Bagaimana jadwal kegiatan proyek akan dilaksanakan ? • Biaya (cost) : berapa biaya yang dibutuhkan untuk dapat menyelesaikan proyek ? 11 Ketiga batasan tersebut memiliki sifat saling tarik – menarik. Artinya, jika ingin meningkatkan kinerja produk yang telah disepakati dalam kontrak, maka harus diikuti dengan meningkatkan mutu, yang selanjutnya berakibat pada naiknya biaya melebihi anggaran. Sebaliknya, bila ingin menekan biaya maka biasanya harus berkompromi dengan mutu atau jadwal. Gambar 2.1 Triple Constraint (Sumber : Schwalbe, 2006, p7) 2.1.3 Pengertian Perangkat Lunak (Software) Menurut Pressman (2003, p6), Perangkat lunak (software) merupakan 1. Instruksi – instruksi (program komputer) yang menyediakan fungsi dan kinerja yang diinginkan pada saat dieksekusi atau dijalankan. 12 2. Struktur – struktur data yang memungkinkan program memanipulasi informasi sesuai yang diinginkan. 3. Dokumen – dokumen yang mengambarkan operasi dan kegunaan dari program – program. Perangkat lunak (software) atau program memungkinkan komputer untuk melakukan tugas – tugas spesifik yang ditujukan kepada komponen fisik sistem (hardware). Secara umum, sistem komputer terbagi menjadi 3 kelas utama (http://www.wikipedia.com) yaitu : • System software membantu user dalam menjalankan hardware dan sistem komputer. Salah satu contoh system software adalah operating system dan device drivers. Tujuan dari system software adalah mengisolasi sebanyak mungkin programmer aplikasi dari penggunaan bagian aplikasi yang rumit terutama memori dan fitur hardware lainnya serta peralatan lainnya seperti printer dan keyboard. • Programming Software biasanya menyediakan tools untuk membantu programmer dalam menulis program – program komputer dan software dengan menggunakan bahasa pemrograman yang lebih tepat. Tools yang digunakan meliputi text editor, compiler, debbuger, dan sebagainya. • Application Software memungkinkan user menyelesaikan satu atau beberapa tugas spesifik yang berkaitan dengan komputer. Aplikasi ini meliputi business software, educational software, basis data, dan computer games. 13 2.1.4 Pengertian Manajemen Proyek Menurut Schwable (2006, p9), Manajemen proyek merupakan aplikasi dari ilmu pengetahuan, skills, tools, dan teknik untuk aktifitas suatu proyek dengan maksud memenuhi atau melampaui kebutuhan stakeholder dan harapan dari sebuah proyek. Menurut Soeharto (1999, p28), Manajemen proyek adalah kegiatan merencanakan, mengorganisir, memimpin, dan mengendalikan sumber daya perusahaan untuk mencapai sasaran jangka pendek yang telah ditentukan. Menurut Nicholas (2001, p11), terdapat 3 elemen penting dalam manajemen proyek antara lain : • Manajer Proyek Elemen paling penting dalam manajemen proyek adalah manajer proyek. Manajer proyek adalah seseorang yang bertanggung jawab untuk merencanakan, mengarahkan, dan mengintegrasikan usaha kerja dari anggota untuk mencapai tujuan proyek. Manajer proyek mengkoordinasikan usaha antar area fungsional dan mengintegrasikan perencanaan dan pengendalian dari biaya, jadwal, dan pembagian tugas dalam suatu proyek. • Tim proyek Tim proyek merupakan kumpulan orang yang biasanya berasal dari area fungsional yang berbeda yang akan saling bekerja sama dengan tujuan untuk menyelesaikan pekerjaan proyek. 14 • Sistem Manajemen Proyek Manajer proyek dan tim proyek harus ada dan digunakan sebagai alat bantu dalam sebuah sistem manajemen proyek. Sistem manajemen proyek dibuat berdasarkan struktur organisasi, proses informasi, dan pelatihan serta prosedur yang mengintegrasikan elemen dari organisasi proyek secara vertikal dan horizontal. Elemen vertikal meliputi pemecahan tugas dalam proyek sedangkan elemen horizontal meliputi unit fungsional dan departemen yang terlibat dalam proyek. 2.2 Daur Hidup Manajemen Proyek Menurut Schwalbe (2006, pp 53-55), Daur hidup proyek (Project Life Cycle) merupakan kumpulan dari tahapan – tahapan proyek. Tahapan dari daur hidup proyek terdiri dari : o Project Feasibility Terdiri dari tahap konsep dan pengembangan. Tahapan ini berfokus kepada perencanaan. o Project Acquisition Terdiri dari tahap implementasi dan penyelesaian (Close-Out). Tahap ini berfokus kepada penyampaian tugas yang nyata dan seharusnya dilaksanakan. Sebuah proyek harus dapat menyelesaikan setiap tahapan dengan sukses sebelum melanjutkan ke tahap berikutnya. Pendekatan daur hidup proyek ini menyediakan suatu pengendalian manajemen yang lebih baik dan hubungan yang tepat terhadap operasi yang berjalan dalam suatu organisasi. 15 Project Feasibility Konsep Project Acquisition Pengembangan Implementasi Penutupan Rencana Manajemen Perencanaan proyek Pengelompokan akhir kerja Kerja terselesaikann Perkiraan biaya awal Perkiraan anggaran biaya Pekiraan biaya pendefinisian Perolehan pengajaran 3-level WBS 6-level WBS Laporan pelaksanaan Penerimaan customer Gambar 2.2 Fase Daur Hidup Proyek (Sumber : Schwalbe, 2006,p55) 2.3 System Development Life Cycle (SDLC) Menurut Schwalbe (2006, p57), Daur hidup pengembangan sistem (SDLC) adalah kerangka kerja untuk menggambarkan tahap – tahap yang terlibat dalam pengembangan sistem informasi. Salah satu model yang popular dan banyak digunakan dalam daur hidup pengembangan sistem adalah model Waterfall. 2.3.1 Model Waterfall Menurut Olson (2004, p127), Model Waterfall dapat mengenali perputaran umpan balik antara tahapan – tahapan dari pengembangan software untuk meminimalisasi kerja ulang. Model Waterfall terdiri dari tahapan – tahapan yang meliputi : System feasibility, software plans and requirement, 16 product design, detailed design, code, integration, implementation, operation and maintenance. Kelebihan dari model Waterfall adalah : • Mendukung perencanaan sebelum dilakukannya proses desain. • Membagi sistem yang dikembangkan ke dalam beberapa tujuan. • Memudahkan manajer proyek untuk mengawasi kemajuan jalannya proyek. • Menyediakan suatu struktur proyek. Kekurangan dari model Waterfall adalah : • Masalah baru diketahui setelah pengerjaan proyek telah selesai. • Sering kali kebutuhan user tidak terpenuhi. • Tidak menyediakan tanggapan yang cepat terhadap sistem informasi proyek. Menurut Schwalbe (2006, p57), Model Waterfall memiliki tahapan – tahapan pengembangan dan dukungan sistem linear dan terdefinisi dengan baik. Model ini mengasumsikan bahwa kebutuhan akan tetap stabil setelah mereka terdefinisi. Model Waterfall mempunyai beberapa tahapan sebagai berikut (http://www.jodypaul.com/) : 1. System Feasibility Studi kelayakan dengan menentukan konsep yang diperlukan bagi produk piranti lunak serta menentukan daur hidup dari proyek. 2. Software Plans and Requirements Spesifikasi fungsi, tampilan, dan kinerja yang dibutuhkan dari produk piranti lunak secara rinci. 17 3. Product Design Spesifikasi dari seluruh rancangan piranti lunak dan perangkat keras, struktur pengendalian, dan struktur data bagi produk dan komponen lainnya yang diperlukan sebagai dokumen bagi user dan tahap pengujian. 4. Detailed Design Spesifikasi dari seluruh rancangan struktur pengendalian, struktur data, hubungan tampilan ukuran, kunci algoritma, dan asumsi bagi setiap komponen program. 5. Code Komponen program secara keseluruhan. 6. Integration Penyatuan masing – masing fungsi komponen agar piranti lunak dapat bekerja seharusnya. 7. Implementation Operasional kerja dari piranti lunak termasuk tugas, konversi data, instalasi, dan pelatihan user. 8. Operations and Maintenace Perawatan bagi sistem yang telah dibuat. 18 Gambar 2.3 Model Waterfall (Sumber : http://www.jodypaul.com) 2.4 Sembilan Area Pengetahuan Manajemen Proyek Menurut Schwalbe (2006, pp11-12), Sembilan area pengetahuan manajemen proyek menggambarkan kunci utama yang harus dikembangkan oleh manajer proyek. Empat inti dari area pengetahuan manajemen proyek meliputi manajemen ruang lingkup proyek, waktu, biaya, dan manajemen kualitas. Proses – proses tersebut merupakan inti dari area pengetahuan karena mereka memimpin untuk tujuan proyek yang lebih spesifik. 19 Empat area pengetahuan untuk memfasilitasi manajemen proyek adalah sumber daya manusia, komunikasi, resiko, dan manajemen pengadaan proyek. Disebut area pendukung karena proses – proses tersebut merupakan proses – proses yang dilalui untuk mencapai tujuan proyek. Area pengetahuan yang terakhir adalah manajemen integrasi proyek yang menyatukan semua area pengetahuan yang ada sebelumnya menjadi satu kesatuan yang utuh untuk mencapai tujuan terlaksananya proyek dengan baik. 2.4.1 Manajemen Ruang Lingkup Proyek (Project Scope Management) Menurut Schwalbe (2006, pp167-189), ruang lingkup proyek mencakup semua proses yang terlibat dalam pendefinisian dan pengaturan mengenai segala sesuatu yang termasuk atau tidak di dalam proyek. Hal ini untuk meyakinkan bahwa tim proyek dan stakeholders mempunyai pengertian yang sama mengenai produk yang akan diproduksi sebagai hasil dari proyek dan proses yang akan digunakan dalam memproduksi proyek tersebut. Lima proses utama di dalam manajemen ruang lingkup proyek adalah : 1. Perencanaan Ruang Lingkup (Scope Planning) Memutuskan bagaimana ruang lingkup akan didefinisikan, diverifikasikan, dan dikontrol, serta bagaimana WBS (Work Breakdown Structure) akan dibuat. Tim proyek membuat scope management plan (rencana manajemen ruang lingkup) sebagai hasil utama dari proses perencanaan ruang lingkup proyek. Scope management plan adalah dokumen yang meliputi deskripsi mengenai bagaimana tim akan mempersiapkan pernyataan ruang lingkup 20 proyek, membuat WBS, memverifikasi kelengkapan dari hasil proyek dan pengendalian permintaan untuk perubahan terhadap ruang lingkup proyek. Kunci masukan dari Scope management plan meliputi : • Project Charter Merupakan kunci dokumen untuk pengenalan formal mengenai keberadaan dan penyediaan keseluruhan proyek. Project Charter terdiri dari : o Judul proyek o Tanggal mulai proyek dan tanggal penyelesaian proyek o Nama manajer proyek dan informasi yang dapat dihubungi o Deskripsi proyek secara objektif o Penjelasan mengenai rencana pengaturan proyek o Peranan utama dan tanggung jawab dari stakeholder proyek o Bagian persetujuan dari pihak stakeholder proyek o Bagian komentar mengenai proyek dari pihak stakeholder proyek • Preliminary Scope Statement Scope statement adalah dokumen yang digunakan untuk mengembangkan dan mengkonfirmasi pemahaman umum dari ruang lingkup proyek. Scope statement menggambarkan rincian pekerjaan untuk menyelesaikan proyek dan alat – alat penting yang digunakan untuk mencegah scope creep (kecenderungan ruang lingkup proyek untuk terus berkembang). Oleh sebab itu, sangatlah membantu untuk menciptakan sebuah preliminary atau pernyataan inisiasi ruang lingkup 21 selama inisiasi proyek sehingga seluruh tim proyek dapat memulai diskusi penting dan pekerjaan yang berhubungan dengan ruang lingkup proyek. 2. Definisi ruang lingkup (Scope definition) Meliputi peninjauan kembali project charter, dan preliminary scope statement yang muncul selama proses perencanaan (inisiasi) dan menambah beberapa informasi selama proses perencanaan sebagaimana kebutuhan dikembangkan dan perubahan permintaan disetujui. Hasil utama dari scope definition adalah pernyataan ruang lingkup proyek (Project Scope Statement), perubahan permintaan terhadap proyek, dan memperbaharui perencanaan manajemen ruang lingkup proyek. 3. Membuat Work Breakdown Structure (WBS). WBS merupakan alat yang sangat penting dalam manajemen proyek karena WBS menyediakan dasar untuk menentukan bagaimana melakukan suatu pekerjaan. WBS juga menyediakan dasar untuk menciptakan jadwal proyek dan menampilkan manajemen nilai yang dihasilkan untuk mengukur dan memperkirakan kinerja proyek. 22 Software Product Release Project Management Product Requirements Detail design Construct Integration and Test Planning Software Software Software Software Meetings User documen tation User documen tation User documen tation User documen tation Training Program Materials Training Program Materials Training Program Materials Training Program Materials Administ ration Gambar 2.4 Contoh Work Breakdown Structure Organized by Phase (Sumber : A Guide To The Project Management Body of Knowledge, 2000, p59) 4. Verifikasi Ruang Lingkup (Scope Verification) Meliputi penerimaan formal dari ruang lingkup proyek. Kunci stakeholders proyek, seperti pelanggan dan sponsor untuk proyek secara formal menerima hasil proyek selama proses berlangsung. 5. Pengendalian Ruang Lingkup (Scope Controll) Meliputi pengendalian perubahan terhadap ruang lingkup proyek. Pengendalian ruang lingkup meliputi identifikasi, evaluasi, dan implementasi perubahan – perubahan dalam ruang lingkup proyek sebagai kemajuan 23 proyek. Perubahan ruang lingkup biasanya mempengaruhi kemampuan tim untuk mencapai tujuan dari waktu dan biaya proyek. 2.4.2 Manajemen Waktu Proyek (Project Time Management) Menurut Schwalbe (2006, pp203-231), Manajemen waktu proyek meliputi perkiraan berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan, mengembangkan jadwal penerimaan proyek dan memastikan penyelesaian proyek tepat pada waktunya. Terdapat enam proses utama dalam manajemen waktu proyek yang terdiri dari : 1. Definisi Aktifitas (Activity Definition) Meliputi identifikasi aktifitas - aktifitas spesifik yang harus dilakukan oleh anggota tim proyek dan stakeholders untuk menampilkan hasil akhir proyek. Sebuah aktifitas atau tugas adalah elemen kerja yang biasanya ditemukan dalam WBS yang mempunyai durasi yang diharapkan, biaya dan kebutuhan akan sumber daya. Hasil utama dari proses ini adalah : • Daftar aktifitas Tabulasi dari aktifitas – aktifitas yang termasuk dalam jadwal proyek. Daftar tersebut harus meliputi nama aktifitas, aktifitas identifier atau nomor, dan penjelasan singkat atas aktifitas tersebut. • Atribut aktifitas Menyediakan lebih banyak informasi yang terkait dengan jadwal. Informasi tersebut meliputi setiap aktifitas pendahulu (predecessors), 24 hubungan logical, kebutuhan sumber daya, kendala, dan asumsi yang berhubungan dengan aktifitas • Milestone Merupakan kejadian signifikan yang biasanya tidak memiliki durasi. Biasanya diperlukan beberapa aktifitas dan banyak usaha untuk melengkapi milestone. Milestone juga merupakan alat yang berguna untuk menetapkan tujuan penjadwalan dan memantau kemajuan atau perkembangan proyek. 2. Urutan Aktifitas (Activity Sequencing) Melibatkan hubungan antara kegiatan mengidentifikasi dan mendokumentasikan aktifitas proyek. Hasil utama dari proses ini meliputi diagram jaringan jadwal proyek (Project Schedule Network Diagram), perubahan permintaan dan pembaharuan daftar aktifitas dan atribut. 3. Aktifitas Perkiraan Sumber Daya (Activity Resource Estimating) Meliputi perkiraan seberapa banyak sumber daya (orang, peralatan, dan material) yang digunakan oleh tim proyek untuk menampilkan aktifitas – aktifitas proyek. Hasil utama dari proses ini adalah activity resource requirement, resource breakdown structure, requested changes, dan memperbaharui atribut aktifitas serta kalender sumber daya. 4. Aktifitas Perkiraan Durasi (Activity Duration Estimating) Melibatkan perkiraan jumlah dari periode pekerjaan yang diperlukan untuk melengkapi aktifitas individual. Hasilnya meliputi aktifitas perkiraan durasi dan pembaharuan atribut aktifitas. 25 5. Pengembangan jadwal (Schedule Development) Meliputi analisa urutan aktifitas, perkiraan durasi aktifitas, dan kebutuhan sumber daya untuk membuat jadwal proyek. Hasilnya meliputi jadwal proyek, jadwal data model, perubahan yang diperlukan dan pembaharuan terhadap kebutuhan sumber daya, kalender proyek, dan rencana manajemen proyek. Beberapa alat dan teknik yang digunakan dalam proses pengembangan jadwal : a. Gantt Chart Gantt Chart adalah alat yang umum untuk menampilkan informasi jadwal proyek. Gantt chart menyediakan format standard untuk menampilkan informasi jadwal proyek dengan mendaftar aktifitas proyek, jadwal mulai dan jadwal selesai dalam format kalender. Gambar 2.5 Gantt Chart (Sumber : http://www.jodypaul.com) 26 b. Critical Path Method (CPM) Critical Path Method (CPM) disebut juga teknik analisis jalur kritis yaitu teknik pembuatan diagram jaringan yang digunakan untuk memprediksi total durasi proyek. Langkah ini bertujuan mengkaji secara analitis berapa lama waktu penyelesaian proyek. Menurut Olson (2004, p184-189), metode jalur kritis menyediakan cara yang mudah untuk mengidentifikasi seberapa cepat proyek dapat diselesaikan dalam perkiraan durasi kegiatan yang akurat. Masukan bagi metode jalur kritis adalah daftar setiap kegiatan, durasi yang diharapkan, dan kegiatan – kegiatan yang mendahului masing – masing kegiatan. EF 1 ES A D LS 25 E O 3 4 B LF C 2 F Gambar 2.6 Critical Path Method (CPM) (Sumber : http://ibis.nott.ac.uk/) 27 Keterangan : Event, tanda dimulai atau berakhirnya kegiatan. - Kegiatan (membutuhkan sumber daya terutama waktu) - Garis lurus, arah anak panah menuju kejadian atau event berikutnya. - Garis tanpa skala. - Garis kejadian harus selalu mengarah dari kiri ke kanan, boleh arah serong tetapi tidak boleh mengarah balik kiri. - Kegiatan semu (tidak membutuhkan sumber daya apapun). - Hanya merupakan garis penghubung peristiwa antara dua kegiatan yang tidak saling tergantung. A 25 - A menunjukkan kode pekerjaan atau nama pekerjaan. - 25 menunjukkan waktu yang dibutuhkan menyelesaikan kegiatan atau pekerjaan A dengan peristiwa berikutnya. A • C Contoh kegiatan A, B, dan C selesai sampai dengan B kejadian atau event yang sama. ES (Earliest Start Time) Waktu mulai paling awal suatu kegiatan. 28 • EF (Earliest Finish Time) Waktu selesai paling awal suatu kegiatan. Bila hanya ada satu kegiatan terdahulu, maka EF suatu kegiatan terdahulu merupakan ES kegiatan berikutnya. • LS (Latest Start) Waktu paling akhir kegiatan boleh dimulai tanpa memperlambat proyek secara keseluruhan. • LF (Latest Finish) Waktu paling akhir kegiatan boleh selesai tanpa memperlambat penyelesaian proyek. • D (Duration) Kurun waktu suatu kegiatan, dengan satuan waktu berupa hari, minggu, atau bulan. • Slack Selisih antara jadwal LS dan ES. Kegiatan dengan nilai slack = 0 adalah kegiatan kritis. Rantai kegiatan kritis dari awal hingga akhir proyek adalah jalur kritis. c. Project Evaluation Review Technique (PERT) Menurut Schwalbe (2006, p230), Project Evaluation Review Technique (PERT) merupakan suatu teknik analisis jaringan yang digunakan untuk memperkirakan durasi proyek jika terdapat tingkat ketidakpastian mengenai aktifitas individu. PERT menerapkan critical path method (CPM) untuk memperkirakan durasi rata – rata. 29 Menurut Olson (2004, pp212-214), dalam metode PERT, sebuah modifikasi dari metode jalur kritis, ketidakpastian dalam durasi kegiatan diperhatikan. Dibutuhkan 3 perkiraan dari durasi kegiatan : minimum, kemungkinan terbesar, dan maksimum. Yang dimaksud dengan maksimum adalah durasi kegiatan jika segalanya berjalan dengan tidak benar tetapi bagaimanapun juga kegiatan tersebut diselesaikan. Rumus dari PERT : te a + 4m + b = 6 V = b–a 2 6 Ts – Te Z= √ ∑ V2 Keterangan : • te : Expected time • a : Optimistic time (paling optimis) • m : Most Likely Time (paling mungkin terjadi) • b : Pessimistic Time (Paling lambat) • V : Variance • z : Deviasi standar dari distribusi normal 30 • TS : Ekspektasi waktu penyelesaian • TE : Waktu penyelesaian yang dikehendaki 6. Pengendalian Jadwal (Schedule Control) Melibatkan pengendalian dan pengaturan perubahan kepada jadwal proyek. Hasilnya meliputi pengukuran kinerja, rekomendasi tindakan perbaikan, dan daftar aktifitas dan atribut serta rencana manajemen proyek. 2.4.3 Manajemen Biaya Proyek (Project Cost Management) Menurut Schwalbe (2006, pp251-257), Project Cost Management terdiri dari aktifitas persiapan dan pengaturan anggaran untuk proyek. Manajemen biaya proyek melibatkan proses yang dibutuhkan untuk meyakinkan bahwa proyek terselesaikan dengan anggaran yang dianjurkan. Seorang manajer proyek harus dapat meyakinkan bahwa proyek sudah didefinisikan dengan baik, mempunyai perkiraan waktu dan harga yang akurat, dan mempunyai anggaran yang realistis dimana tim proyek terlibat dalam hal penganjuran tersebut. Merupakan tugas manajer proyek untuk memuaskan stakeholders proyek sekaligus memberikan tekanan yang berkelanjutan untuk mengurangi dan mengontrol biaya. Proses yang terlibat dalam manajemen biaya proyek : 1. Perkiraan biaya (Cost Estimating) Melibatkan pengembangan sebuah pendekatan atau perkiraan dari biaya sumber daya yang dibutuhkan untuk menyelesaikan proyek. Hasil 31 utama dari proses ini merupakan perkiraan biaya, dan mendukung rincian, dan sebuah perencanaan manajemen biaya. 2. Penganggaran biaya (Cost Budgeting) Melibatkan pengalokasian perkiraan biaya keseluruhan terhadap peralatan kerja individu untuk membangun sebuah dasar untuk pengukuran kinerja. Hasil utama dari proses ini adalah landasan biaya (cost baseline). 3. Pengendalian biaya (Cost Control) Melibatkan pengendalian perubahan terhadap anggaran proyek. Hasil utamanya adalah revisi perkiraan biaya, pembaharuan anggaran, landasan biaya (Cost baseline), dan pengukuran kinerja. Menurut Olson (2004, p166-171), teknik dan alat yang digunakan untuk membuat perkiraan biaya yaitu : • Baris kode ( Lines of Code) Metode ini dimulai dengan pendekatan atas informasi yang didapatkan dari catatan sejarah pengalaman sebelumnya atau proyek sebelumnya. Data sejarah ini merupakan dasar untuk mengidentifikasi hubungan antara kunci perkiraan dan faktor lain yang penting. Ketika sebuah proyek diproses, perhitungan yang diperlukan dalam proyek dibuat per baris kode. Kegiatan pengumpulan data tersebut akan membutuhkan banyak waktu. Setelah data didapatkan, perkiraannya akan sangat cepat. Akan lebih akurat bila data yang diterima lebih sesuai. 32 Tabel 2.1 Lines of Code Operation (Sumber : Olson, 2004, p167) Averages of Efforts Budget ($, Dokumenta- Thousands) tion (pages) 33 mos. 361 1,606 17,573 Past Project: LOC 20.543 Average per Errors People 1.194 201 4 58,122 9,784 0,195 KLOC SLOC : estimates lines of code, multiply Misalnya jika sebuah proyek baru diperkirakan terdiri dari 10000 baris kode, perkiraan dari pengukuran akan menjadi : Effort 1,606 x 10 KLOC = 16 person-months Budget 17,573 x 10 KLOC = 176 ($, Thousands) Documentation 58,122 x 10 KLOC = 581 pages Errors 9,784 x 10 KLOC = 98 People 0,195 x 10 KLOC = 2 people • Model biaya konstruktif (Constructive Cost Models - COCOMOs) Model biaya konstruktif (Constructive Cost Models - COCOMOs) digunakan untuk memperkirakan jumlah usaha yang dibutuhkan untuk mengembangkan piranti lunak. Model COCOMO dasar menghitung usaha pengembangan berdasarkan ukuran program. Model menengah mempertimbangkan juga hal – hal seperti produk, hardware, personal dan karakter proyek. Model tingkat tinggi memperhitungkan semua biaya dari setiap tahapan proses. 33 Untuk proyek software yang relatif kecil dan sederhana dan dilaksanakan oleh tim kecil yang berpengalaman, formula untuk menghitung usaha dan waktu pengembangan digunakan rumus COCOMO Organic sebagai berikut : Person – months = 2,4 x KLOC1,05 = E untuk effort Duration (months) = 2,5 x E0,38 Untuk proyek software yang memiliki ukuran dan tingkat kesulitan menengah dan dilaksanakan oleh tim yang memiliki berbagai pengalaman dan menghadapi kebutuhan yang lebih rumit dan berat, formula untuk menghitung usaha dan waktu pengembangan digunakan rumus COCOMO Semi – detect sebagai berikut : Person – months = 3,0 x KLOC1,12 = E untuk effort Duration (months) = 2,5 x E0,35 Selain itu, untuk proyek software yang dilaksanakan dalam kondisi yang rumit dan berat, formula yang digunakan untuk menghitung usaha dan waktu pengembangan adalah rumus COCOMO Embedded sebagai berikuit : Person – months = 3,6 x KLOC1,2 = E untuk effort Duration (months) = 2,5 x E0,32 2.4.4 Manajemen Kualitas Proyek (Project Quality Management) Menurut Schwalbe (2006, pp293-294), tujuan utama dari manajemen kualitas proyek adalah untuk meyakinkan bahwa proyek akan memenuhi kebutuhan yang akan diambil. Tim proyek harus mengembangkan hubungan yang baik dengan stakeholders kunci, khususnya pelanggan utama proyek 34 tersebut untuk mengerti kualitas yang ada di dalamnya. Jika stakeholders proyek tidak puas dengan kualitas dari manajemen proyek atau hasil produk suatu proyek maka tim proyek harus membetulkan ruang lingkup, waktu, dan biaya untuk memenuhi kebutuhan stakeholders dan harapan – harapannya. Oleh karena itu, tim proyek harus mengembangkan hubungan kerja yang baik dengan semua stakeholders dan mengerti kebutuhan mereka. Proses yang terlibat dalam manajemen kualitas proyek adalah : • Perencanaan kualitas (Quality Planning) Melibatkan pengidentifikasian dimana standard kualitas berhubungan dengan proyek yang akan dilakukan dan bagaimana mencapai keduanya. • Meyakinkan kualitas (Quality Assurance) Melibatkan evaluasi menyeluruh secara berkala mengenai kinerja proyek untuk meyakinkan proyek akan memenuhi standard kualitas yang diinginkan. Proses meyakinkan kualitas melibatkan pengambilan tanggung jawab untuk kualitas selama proyek berlangsung hingga proyek berakhir. • Pengontrolan kualitas (Quality Control) Melibatkan pengawasan hasil proyek khusus untuk meyakinkan apakah proyek sudah sesuai dengan standard kualitas yang berhubungan sementara mengidentifikasi cara untuk meningkatkan kualitas secara menyeluruh. 35 2.4.5 Manajemen Sumber Daya Manusia Proyek (Project Human Resource Management) Menurut Schwalbe (2006, pp345-346), Manajemen sumber daya manusia proyek melibatkan proses yang dibutuhkan untuk melakukan efektifitas dari penggunaan orang yang terlibat dengan proyek. Manajemen sumber daya manusia menyangkut semua stakeholders proyek seperti : sponsor, pelanggan, anggota tim proyek, staf pendukung, para penjual yang mendukung proyek, dan lain – lain. Proses utama yang terlibat dalam manajemen sumber daya manusia proyek adalah : • Perencanaan sumber daya manusia (Human Resource Planning) Melibatkan pengidentifikasian dan pendokumentasian peranan proyek, tanggung jawab, dan pelaporan hubungan. Hasil kunci dari proses ini meliputi peranan dan tanggung jawab, bagan organisasi untuk proyek dan rencana manajemen staf. • Perekrutan tim proyek (Acquiring the Project Team) Melibatkan cara mendapatkan personil yang dibutuhkan untuk penugasan dalam proyek. Hasil kunci dari proses ini adalah penetapan tugas untuk setiap staf proyek, informasi ketersediaan sumber daya, dan memperbaharui perencanaan manajemen staf. • Pengembangan tim proyek (Developing The Project Team) Meliputi pembangunan kemampuan individu dan tim untuk meningkatkan kerja proyek. 36 • Pengaturan tim proyek (Managing The Project Team) Meliputi kegiatan melacak kinerja anggota tim, memotivasi anggota tim, menyediakan umpan balik secara tepat waktu, memecahkan isu dan konflik, serta mengkoordinasi perubahan untuk membantu meningkatkan kinerja proyek. 2.4.6 Manajemen Komunikasi Proyek (Project Communications Management) Menurut Schwalbe (2006, p388), tujuan dari manajemen komunikasi proyek adalah untuk meyakinkan waktu dan turunan yang benar, pengumpulan, penyebaran, penyimpanan, dan peletakkan dari informasi proyek. Proses utama dalam manajemen komunikasi proyek adalah : • Perencanaan komunikasi (Communication Planning) Melibatkan penentuan informasi dan komunikasi kebutuhan stakeholders yaitu siapa yang membutuhkan informasi, kapan membutuhkan informasi tersebut dan bagaimana informasi itu diberikan kepada mereka. • Pendistribusian Informasi (Information Distribution) Melibatkan pengadaan informasi yang dibutuhkan bagi stakeholders dalam kesatuan waktu. • Pelaporan Kinerja (Performance Reporting) Melibatkan pengumpulan dan penyebaran informasi kinerja, termasuk laporan status, perbandingan kemajuan dan peramalan terhadap 37 kinerja. Rencana proyek dan hasil-hasil kerja merupakan masukan terpenting dalam pelaporan kinerja. • Pengaturan stakeholders (Managing Stakeholders) Melibatkan pengaturan komunikasi untuk memuaskan kebutuhan dan harapan dari stakeholders proyek dan untuk memecahkan isu. 2.4.7 Manajemen Resiko Proyek (Project Risk Management) Menurut Schwalbe (2006, pp425-429), Manajemen resiko proyek merupakan seni dan ilmu pengidentifikasian, penganalisaan, dan penanggapan terhadap resiko melalui siklus hidup dari proyek dan berpatokan pada tercapainya tujuan proyek. Tujuan dari manajemen resiko proyek dapat dipandang sebagai peminimalan resiko negatif potensial dan pemaksimalan resiko positif potensial. Menurut Pressman (2003, pp 146-149), resiko selalu melibatkan dua karakteristik yaitu : • Ketidakpastian (Uncertainty) Resiko yang mungkin atau tidak mungkin terjadi. Ada atau tidak ada resiko kemungkinan terjadinya adalah 100%. • Kerugian (Loss) Jika resiko menjadi kenyataan, konsekuensi atau kerugian yang tidak diinginkan akan terjadi. Saat resiko – resiko sedang dianalisa, tingkat ketidakpastian dan tingkat kerugian untuk setiap resiko sangat penting untuk dihitung dan diketahui. 38 Beberapa kategori resiko yang dipertimbangkan untuk mengukur tingkat ketidakpastian tersebut yaitu : 1. Project risks mengancam perencanaan proyek. Jika Project risks menjadi kenyataan, hal ini akan mengacaukan jadwal proyek dan biaya juga akan meningkat. Project risks mengidentifikasi anggaran potensial, jadwal, personal (staff dan organisasi), sumber daya, pelanggan, requirement problem, dan dampaknya terhadap software project. 2. Technical risks mengancam kualitas dan ketepatan waktu produksi software. Jika Technical risks menjadi kenyataan, implementasi akan menjadi sulit bahkan tidak mungkin dilakukan. Technical Risks mengidentifikasi desain potensial, implementasi, interface, verifikasi, dan masalah – masalah dalam pemeliharaan (maintanace). Selain itu, kerancuan spesifikasi, ketidakpastian teknis dan penggunaan teknologi yang berlebihan juga merupakan faktor – faktor resiko. 3. Business risks mengancam kelangsungan pembuatan software. Business risks terkadang membahayakan proyek atau produk. 5 kriteria Business risks yang umum dan sering muncul dalam pengembangan software adalah : • Mengembangkan produk atau sistem yang tidak sungguh – sungguh diinginkan pasar (resiko pasar). • Mengembangkan produk yang sudah tidak cocok lagi dengan strategi bisnis perusahaan yang senantiasa berubah (resiko strategi). • Mengembangkan produk yang tidak dipahami oleh penjual (sales) sehingga tidak dapat dijual. 39 • Hilangnya dukungan dari manajemen senior selama perubahan fokus atau SDM (resiko manajemen). • Hilangnya komitmen personal atau anggaran (resiko anggaran). 4. Known risks merupakan resiko yang dapat muncul setelah dilakukan evaluasi secara menyeluruh dan terperinci terhadap perencanaan proyek, lingkungan bisnis, dan teknis pengembangan proyek dan sumber informasi handal lainnya seperti tanggal pengiriman yang tidak realistis, kurangnya dokumentasi akan kebutuhan atau lingkup proyek. 5. Predictable risks merupakan perhitungan kemungkinan dari pengalaman proyek yang lampau seperti pengalihan staff dan kurangnya komunikasi dengan pelanggan. 6. Unpredictable risk merupakan resiko yang dapat muncul kapan saja dan sangat sulit untuk diidentifikasi. 2.4.8 Manajemen Pengadaan Proyek (Project Procurement Management) Menurut Schwalbe (2006, pp467-471), Pengadaan (procurement) proyek mempunyai arti mendapatkan barang dan atau jasa dari sumber daya luar. Manajemen pengadaan proyek itu sendiri meliputi proses yang dibutuhkan untuk mendapatkan barang atau jasa untuk proyek dari luar. Enam proses utama dalam manajemen pengadaan proyek adalah : • Merencanakan pembelian dan perolehan (Planning, Purchases and Acquisitions) 40 Meliputi penentuan apa yang harus ada, kapan, dan bagaimana. Dalam merencanakan pengadaan sumber daya mana yang perlu untuk dioutsource, menentukan tipe dari kontrak, dan mendeskripsikan kerja untuk penjual yang potensial (kontraktor, supplier, dan penyedia produk dan layanan untuk organisasi lain). • Merencanakan Kontrak (Planning Contracting) Meliputi pendeskripsian kebutuhan untuk produk atau layanan yang diinginkan dari pengadaan dan identifikasi sumber potensial atau penjual. • Meminta Tanggapan Penjual (Requesting Seller Responses) Meliputi perolehan informasi, penawaran atau proposal dari penjual yang sesuai. • Memilih Penjual (Selecting Seller) Meliputi memilih dari beberapa pemasok yang potensial, sesuai dengan proses dari evaluasi penjual yang potensial dan negosiasi kontrak. • Mengatur Kontrak (Administering The Contract) Meliputi pengaturan hubungan dengan penjual yang dipilih. • Menutup Kontrak (Closing the Contract) Melibatkan penyelesaian dan penetapan kontrak. Proses ini biasanya mencakup verifikasi produk, dan penerimaan formal dan penutupan, serta audit kontrak. 41 2.4.9 Manajemen Integrasi Proyek (Project Integration Management) Menurut Schwalbe (2006, pp116-117), Manajemen integrasi proyek meliputi proses yang terlibat didalam mengkoordinasi semua area pengetahuan manajemen proyek lain melalui daur hidup proyek. Hal ini untuk meyakinkan bahwa semua elemen dari proyek digunakan bersama pada waktu yang tepat untuk menyukseskan suatu proyek. Tujuh proses utama dalam manajemen integrasi proyek adalah : • Mengembangkan Project Charter Meliputi bekerja dengan stakeholders untuk membuat dokumen yang mengesahkan proyek secara formal. • Membangun preliminary project scope statement Melibatkan pekerjaan dengan stakeholders khususnya user dari proyek, layanan, atau hasil, untuk membangun kebutuhan ruang lingkup tingkat tinggi. • Membangun Perencanaan Manajemen Proyek Meliputi koordinasi semua usaha perencanaan untuk membuat dokumen yang konsisten dan terpadu sesuai dengan perencanaan manajemen proyek. • Mengarahkan dan mengatur eksekusi proyek secara langsung Meliputi perhatian pada perencanaan manajemen proyek dengan menampilkan aktifitas – aktifitas yang terkandung di dalamnya. 42 • Memantau dan mengendalikan kerja proyek Meliputi pengaturan kerja proyek untuk menemukan tujuan yang dihasilkan dari proyek. • Menampilkan pengontrolan perubahan yang terintegrasi Meliputi pengkoordinasian perubahan yang berdampak pada tujuan proyek dan aset dari proses organisasi. • Menutup proyek Meliputi penyelesaian semua aktifitas proyek untuk menutup proyek secara formal. 2.5 Lima Tahap Pengembangan Manajemen Proyek 2.5.1 Inisiasi (Initiating) Menurut Schwalbe (2006, p72), Inisiasi adalah proses mengenal, mendefinisikan dan memulai sebuah proyek baru atau fase proyek. Tindakan yang harus dilakukan oleh manajer proyek dan manajemen senior di dalam inisiasi proyek adalah sebagai berikut : • Dengan cepat menentukan sebuah tim proyek yang kuat. • Mendapatkan keterlibatan pemegang saham di dalam awal proyek. • Menyiapkan analisa rinci dari masalah bisnis dan mengembangkan teknik perbandingan proyek. • Menggunakan pendekatan fase per fase. • Menyiapkan rencana yang berguna dan realistis untuk proyek. 43 2.5.2 Perencanaan (Planning) Menurut Schwalbe (2006, p72), Perencanaan meliputi kegiatan pemikiran serta memperhatikan skema kerja untuk memastikan bahwa proyek berjalan sesuai kebutuhan organisasi. Untuk dapat memenuhi kebutuhan tersebut maka rencana yang dibuat harus realistis dan berguna serta melibatkan banyak waktu dan usaha dalam proses perencanaan. 2.5.3 Eksekusi (Executing) Menurut Schwalbe (2006,p72), Eksekusi meliputi kegiatan mengkoordinasi sumber daya manusia dan sumber daya lainnya serta melaksanakan perencanaan proyek untuk menghasilkan produk, jasa, atau hasil dari suatu proyek atau fase. Produk dari proyek dihasilkan selama eksekusi proyek dan biasanya memakan banyak sumber daya untuk diselesaikan. 2.5.4 Pengawasan dan Pengendalian (Monitoring and Controlling) Menurut Schwalbe (2006, pp72-73), Pengawasan dan pengendalian proyek meliputi pengukuran dan pemantauan kemajuan proyek secara berkala untuk memastikan tim proyek memenuhi tujuan dari proyek. Manajer proyek dan staffnya mengawasi dan mengukur kemajuan yang bertentangan dengan rencana dan mengambil tindakan perbaikan jika diperlukan. 2.5.5 Penutupan (Closing) Menurut Schwalbe (2006,p73), Penutupan meliputi penerimaan formal atas proyek atau fase proyek dan mengakhiri proyek secara efektif. Kegiatan 44 administratif sering dilibatkan dalam proses ini. Misalnya, pengumpulan data – data proyek, kontrak penutupan, dan penerimaan formal dari proyek. Proses penutupan juga melibatkan kegiatan untuk mendapatkan penerimaan pemegang saham dan pelanggan dari produk akhir dan proyek atau fase proyek, untuk pemesanan akhir. Hal ini meliputi verifikasi terhadap semua pekerjaan yang sudah diselesaikan, dan menyangkut audit proyek. Selama penutupan akhir dari setiap proyek, anggota tim proyek harus menyediakan waktu untuk mengkomunikasikan hasil proyek dengan membuat dokumentasi dari proyek tersebut. 2.6 Critical Success Factor (CSF) Menurut Olson (2004, pp10-13), Critical Success Factor (CSF) adalah elemen penting yang harus dilaksanakan agar suatu kegiatan (proyek) berjalan dengan baik. Kesuksesan suatu proyek dapat dilihat dari apakah proyek sudah sesuai dengan spesifikasi biaya dan waktu yang diinginkan. Tiga faktor yang diyakini sebagai faktor keberhasilan suatu proyek yaitu : • Keikutsertaan klien dalam proyek • Dukungan dari manajemen tingkat atas • Objektifitas dari proyek yang jelas Menurut Soeharto (2001, pp471-472), Pinto dan Slevin pada tahun 1988 telah menyelidiki lebih dari 400 proyek, dan menemukan CSF berikut ini berdasarkan urutannya : 1. Misi Proyek 45 Harus memiliki tujuan dan arah yang jelas mengenai diadakannya proyek. Hal tersebut harus dimengerti oleh tim proyek dan bidang – bidang yang terkait dalam perusahaan serta stakeholders yang memiliki peranan penting. 2. Dukungan dari manajemen atas Dukungan diberikan dalam bentuk penyediaan sumber daya yang diperlukan, memberikan otoritas yang cukup untuk pelaksanaan implementasi, mengikuti, dan memperhatikan berbagai aspek kritis proyek, serta turun tangan dalam penyelesaiannya. 3. Perencanaan dan penjadwalan Proyek harus memiliki perencanaan dan jadwal secara keseluruhan seperti milestone (suatu kegiatan penting dalam proyek dengan durasi = 0), jadwal penyerahan produk yang dibuat, dan lain-lain. Dalam hal ini termasuk sistem pelaporan dan monitoring yang efektif untuk mendeteksi kemungkinan adanya penyimpangan. 4. Konsultasi dengan pemilik proyek Konsultasi dengan pemilik proyek dari waktu ke waktu selama penyelenggaraan proyek akan sangat memperlancar pelaksanaan tahap implementasi sejauh mana keinginan peranan pemilik. 5. Personil Berhubungan dengan memilih, melakukan negosiasi, merekrut, serta pembinaan tim kerja yang efektif 6. Kemampuan teknis 46 Pelaksana proyek harus memiliki kemampuan teknis dan harus menguasai betul – betul teknologi dari proyek yang akan dikerjakan. 7. Penerimaan dari pihak pemilik proyek Pemilik proyek terutama pada akhir tahap implementasi ikut aktif melakukan uji coba dan sertifikasi (pemilik proyek menerima produk yang dihasilkan tersebut). 8. Pemantauan, pengendalian, dan feedback Diperlukan untuk mengetahui sejauh mana hasil pelaksanaan dibandingkan dengan perencanaan terutama anggaran. Disini diperlukan metode yang dapat meramalkan hasil kegiatan akhir proyek jika kondisi seperti saat pelaporan tidak berubah. Dengan demikian bisa diadakan koreksi sesuai keperluan. 9. Komunikasi Terbinanya komunikasi yang baik antara peserta proyek dan stakeholders yang terkait diperlukan untuk mencegah duplikasi kegiatan maupun salah pengertian. Dengan komunikasi yang baik akan dapat dibicarakan masalah – masalah yang timbul selama proses implementasi. 10. Trouble Shooting Mekanisme ini membantu memperkirakan persoalan yang akan terjadi di kemudian hari sehingga jauh sebelumnya sudah diberikan perhatian yang seksama (menangani krisis dan hambatan – hambatan yang terjadi).