MAKALAH INSTRUMENTASI “SPEKTROFOTOMETER FLUORESENSI” DISUSUN OLEH : 1. Dita Kusumaningsih PO.71.34.0.17.051 2. Elita Martiana PO.71.34.0.17.052 3. Eva Priyanti PO.71.34.0.17.053 4. Evi Laurita Sari PO.71.34.0.17.054 5. Hermanita Apriyanti PO.71.34.0.17.055 6. I Gede Budi Kusuma PO.71.34.0.17.056 7. Inayah Wulandari PO.71.34.0.17.057 8 Indah Permata Sari PO.71.34.0.17.058 9. Indriati Hastuti PO.71.34.0.17.059 10. Kiki Amelia Sari PO.71.34.0.17.060 JURUSAN ANALIS KESEHATAN POLTEKKES KEMENKES PALEMBANG TAHUN AJARAN 2018 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan karuniaNya sehingga kami dapat menyusun makalah instrumentasi dengan judul “Spektrofotometer Fluoresensi”. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Instrumentasi jurusan analis kesehatan Poltekkes Kemenkes Palembang 2017. Dalam makalah ini dibahas materi pengertian, alat yang digunakan,prinsip kerja,penerapan serta kelebihan dan kekurangan dari spektrokkopis fuoresensi .Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu, sehingga makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna baik dari bentuk penyusunan maupun materinya. Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan maklah ini. Akhir kata, semoga makalah ini dapat memberikan manfaat untuk pembaca bagi pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan. Palembang,24 November 2017 Penyusun BAB I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Spektroskopi adalah ilmu yang mempelajari tentang metode-metode untuk menghasilkan dan menganalisis spektrum. Interpretasi spektrum yang dihasilkan dapat digunakan untuk analisis unsur kimia, meneliti arus energi atom dan molekul, meneliti struktur molekul, dan untuk menentukan komposisi dan gerak benda-benda langit (Danusantoso, 1995: 409). Spektroskopi juga dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari interaksi antara cahaya dan materi. Dalam catatan sejarah, spektroskopi mengacu kepada cabang ilmu dimana “cahaya tampak” digunakan dalam teori-teori struktur materi serta analisa kualitatif dan kuantitatif. Dalam masa modern definisi spektroskopi berkembang siring teknik-teknik baru yang dikembangkan untuk memanfaatkan tidak hanya cahaya yang tampak, tetapi juga bentuk lain dari radiasi elektromagnetik dan non elektromagnetik seperti gelombang mikro, gelombang radio, elektrom, foton, gelombang suara, dan lain sebagainya. Spektroskopi umumnya digunakan dalam kimia fisik dan kimia analis untuk mengidentifikasi suatu substansi melalui spectrum yang dipancarkan atau yang diserap. Alat untuk merekap spectrum disebut spectrometer spektroskopi juga digunakan secara intensif dalam astronomi dan pengindaraan jarak jauh. Kebanyakan teleskop-teleskop besar mempunyai spektgraf yang digunakan mengukur komposisi kimia dan atribut fisik lainya dari suatu objek astronomi atau untuk mengukur kecepatan objek astronomi berdasarkan pergeseran Doppler garis-garis spectral. Salah satu jenis spektroskopi adalah spektoskopi fluoresensi atom (APS). Spekroskopi fluoresensi merupakan suatu metode yang didasrakan pada penyerapan energy oleh suatu materi sama seperti metode spektroskopi lainnya. Bedanya terletak pada energi yang dibebaskannya setelah terjadi peristiwa pengujanan (eksitasi). Dengan spektroskopi fluoresensi, energy yang dipancarkan lebih kecil dari energy untuk eksitasi, karena sebagian energi yang digunakan misalnya untuk getaran (vibrasi). Akibat panjang gelombang untuk eksitasi berbeda dengan panjang gelombang untuk pancaran (emisi) dan perubahan panjang gelombang. I.2 Tujuan Tujuan dari makalah ini untuk mengetahui pengertian dari spektroskopi fluerensi, alat yang digunakan prinsip penggunaanya,manfaat dan kelebihan serta kekurangan dari spekiroskopi fluerensi. I.3 Rumusan Masalah 1. Pengertian dari spektroskopi flueresensi 2. Alat yang digunkan spektroskopi flueresensi 3. Prinsip spektroskopi flueresensi 4. Manfaat dari spektroskopi flueresensi 5. Kelebihan serta kekurangan dari spektroskopi flueresensi BAB II. PEMBAHASAN II.1 Pengertian Flueresensi adalah emisi cahaya setelah penyerapan sinar ultra violet (UV) atau cahaya tampak oleh molekul flueresensi atau substruktur disebut fluorophore. Dengan demikian, fluorophore menyerap energy dalam bentuk cahaya pada panjang gelombang spesifik dan membebaskan energy dalam bentuk cahaya yang dipancarkan pada panjang gelombang yang lebih tinggi. Fluoresensi adalah proses pemancaran radiasi cahaya oleh suatu materi setelah tereksitasi oleh berkas cahaya berenergi tinggi. Emisi cahaya terjadi karena proses absorbsi cahaya oleh atom yang mengakibatkan keadaan atom tereksitasi (Retno, 2013). Keadaan atom yang tereksitasi akan kembali keadaan semula dengan melepaskan energi yang berupa cahaya (de-eksitasi). Fluoresensi merupakan proses perpindahan tingkat energi dari keadaan atom tereksitasi (S1 atau S2) menuju ke keadaan stabil (ground states). Proses fluoresensi berlangsung kurang lebih 1 nano detik sedangkan proses fosforesensi berlangung lebih lama, sekitar 1 sampai dengan 1000 mili detik (RhysWilliams, 2011) Fluerensis spektroskopi menggunakan foton energy yang lebih tinggi untuk merangsang sempel, yang kemudian akan memancarkan foton energy yang lebih rendah. Tehnik ini telah menjadi pupuler untuk biokimia dan aplikasi medis, dan dapat digunakan untuk mikroskopi confocal, flueresensi menstransper resonansi energy dan pencitraan flueresensi seumur hidup. Spektroskopi Fluoresensi Atom. Pada metode ini seperti pada spektroskopi absorpsi atom untuk membentuk partikel-partikel atom diperlukan nyala api. Energi radiasi yang diserap oleh partikel atom akan dipancarkan kembali ke segala arah sebagai radiasi fluoresensi dengan panjang gelombang yang karakteristik. Sumber radiasi ditempatkan tegak lurus terhadap nyala api sehingga hanya radiasi fluoresensi yang dideteksi oleh detektor setelah melalui monokromator. Intensitas radiasi fluoresensi ini berbanding lurus dengan konsentrasi unsur. II.2 Alat yang digunakan Dalam metode spektroskopi fluoresensi ini, alat yang digunakan disebut dengan spektrofotometer flueresensi, komponen-komponen yang penting dari suatu instrumen untuk pengukuran flueresensi ditunjukkan dalam gambar dibawah ini, perbalikan bahwa komponen yang sama terdapat juga spektrofotometer. Berikut adalah instrumenya: Dasar set-up untuk sebuah alat untuk mengatur kondisi mapan fluoresensi ditampilkan pada gambar 2.1 gambar 2.1Terdiri dari sumber cahaya (biasanya lampu merkuri), sebuah monokromator atau filler untuk memilih panjang gelombang eksilasi, tempat sampel, delektor, yang mengubah cahaya yang dipancarkan ke listrik sinyal dan untuk pembacaan data dan analisis. II.3 Prinsip Spektroskopi Fluoresensi Prinsip-prinsip umum dapat diilustrasikan dengan diagram jablonski (veberg, 2006), seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.2 Gambar 2.2 Diagram Jablonski Gambar 2.2 adalah gambar diagram Jablonski yang menunjukan terjadinya proses fluoresensi dan fosforesensi. Ketika suatu atom atau molekul mengabsorbsi energi cahaya sebesar hνA maka elektron-elektron pada kondisi dasar (ground sate) S0 akan berpindah ke tingkat energi yang lebih tinggi ke tinggat S1 atau S2. Atom akan mengalami konversi internal atau relaksasi pada kondisi S1 dalam waktu yang sangat singkat sekitar 10-1 ns, kemudian atom tersebut akan melepaskan sejumlah energi sebesar hνf yang berupa cahaya karenanya energi atom semakin lama semakin berkurang dan akan kembali menuju ke tingkat energi dasar S0 untuk mencapai keadaan suhu yang setimbang (thermally equilibrium). Emisi fluoresensi dalam bentuk spektrum yang lebar terjadi akibat perpindahan tingkat energi S1 menuju ke sub-tingkat energi S0 yang berbeda-beda yang menunjukan tingkat keadaan energi dasar vibrasi atom 0, 1, dan 2 berdasarkan prinsip Frank-Condon (Hankiewiez, 2012). Apabila intersystem crossing terjadi sebelum transisi dari S1 ke S0 yaitu saat di S1 terjadi konversi spin ke triplet state yang pertama (T1), maka transisi dari T1 ke S0 akan mengakibatkan fosforesensi dengan energi emisi cahaya sebesar hνP dalam selang waktu kurang lebih 1μs sampai dengan 1s. Proses ini menghasilkan energi emisi cahaya yang relatif lebih rendah dengan panjang gelombangyang lebih panjang dibandingkan dengan fluoresensi (Skoog, Holler, Crouch, 2012). Beberapa kondisi fisis yang mempengaruhi fluoresensi pada molekul antara lain polaritas, ion-ion, potensial listrik, suhu, tekanan, derajat keasaman (pH), jenis ikatan hidrogen, viskositas dan quencher (penghambat de-eksitasi). Kondisi-kondisi fisis tersebut mempengaruhi proses absorbsi energi cahaya eksitasi. Hal ini berpengaruh pada proses de-eksitasi molekul sehingga menghasilkan karakteristik intensitas dan spektrum emisi fluoresensi yang berbeda-beda . flouresensi lazim seribu kali lebih peka daripada spektrofotometri, meskipun nilai-nilai yang sebenarnya bergantungpada senyawa-senyawa yang dilibatkan dan instrumen mana yang tersedia. Fakta bahwa fluoresensi ditandai dengan dua parameter panjang gelombang yang signifikan meningkatkan spesifikasi dari metode ini, dibandingkan dengan teknik spektroskopi hanya didasarkan pada penyerapan. Suatu sifat yang menonjol dari analisis flouresensi adalah tingginya kepekaan dibandingkan dengan tehnik lazim lainnya (Retno, 2013). II.4 Penerapan Dari spektroskopi fluoresensi Hanya sedikit ion anorganik yang berpendar, yang paling dikenal adalah ion uranil UO22+. Umumnya analisis fluorometrik melibatkan molekul organik. Ada beberapa senyawa kelat logam yang berpendar yang memberikan metode yang peka untuk beberapa ion logam. Seringkali kelat logam di ekstraksi dari dalam larutan berair menjadi suatu pelarut organik sebelum pengukuran, suatu proses dan sekaligus memisahkannya dari ionion pengganngu dan mengkonsentrasikan spesies yang berpendar. Misalnya, banyak terdapat reagensia fluorometrik untuk alumunium dan berilium. Logam-logam yang lebih berat seperti Fe2+,Co2+,Ni2+ dan Cu2+ sebaliknya cenderung mematikan fluoresens yang diperagakan oleh banyak zat pengkelat itu sendiri. Kadang suatu analit yang tidak berpendar dapat diubanh menjadi suatu molekul yang berpendar kuat, dengan suatu reaksi yang cepat dan kuantitatif, yang dengan mudah digabungkan dalam suatu prosedur analitik keseluruhan. Misalnya, hormone epinofrin(adrenalin) mudah diubah menjadi adrenolutin. Dalam larutan basa, anion total dari adrenolutin berpendar dengan kuat (eksitasi 360 nm; pancaran 530 nm). Pasien dengan tumor tertentu pada kelenjar adrenalin dan juga beberapa penderita tekanan dara tinggi menunjukkan kadar efinefrida yang meningkat dalam air seninya. Hormone yang terdapat pada kadar yang sangat rendah dapat dipekatkan dari dalam volume besar air seni dengan suatu prosedur penukar ion pada suatu pH dimana Nitrogen amino diprotonkan untuk membentuk suatu kation R-NH2CH2 dielusi dalam sedikit volume ditukar ganti dengan H+ dan diolah seperti di atas untuk membentuk fluorofor itu. Beberapa vitamin dapat ditetapkan secara fluorometrik. Oksidasi vitamin B1 oleh Fe(CN)63-, misalnya akan menghasilkan suatu produk yang disebut tiokrom yang memperagakan fluoressens biru pada kondisi yang tepat, jika pancran pandaran itu diukur terhadap dua porsi sampel, satu diolah dengan ferisianida dan yang lain tidak, oramh dapat mengurangi kontribusi pengganggu non tiamina yang berpendar untuk meningkatkan selektivitas. Ribloflavin (vitamin B1) dan peridoksin (B6) merupakan vitamin lainyang dapat ditetapkan oleh fluoresensi. Meskipun kebanyakn asam amino tidak berpendar, tetapi mudah bereaksi dengan reagen fluoresamida untuk membentuk senyawa yang sangat berpendar yang telah digunakan dalam biokimia untuk meneteksi kuantitas. Metode fluoresensi sangat baik untuk beberapa hidrokarbon aromatic polosiklik yang telah dikelompokkan sebagai “politan prioritas” oleh jawatan perlindungan lingkungan Amerika Serikat (EPA), yang mengatakan bahwa fluoresens memberi deteksi yang sangat peka terhadap komponen-kiomponen sampel. Misalnya pada produk susu. Produk-produk susu mengandung beberapa fluorophores intrinsik. Misalnya, asam amino aromatik dan asam nukleat. Triploran, tirosin dan fenitalanin dalam protein, vitamin A dan B2. Niklomida adenine dinukleonida (NADH) dan klorofit, serta berbagai senyawa lainnya yang dapat ditemukan pada konsentrasi rendah atau sangat rendah di produk makanan. II.5 Kelebihan dan Kekurangan Spektroskopi fluoresensi memiliki kelebihan dan kekurangannya tersendiri seperti yang di uraikan di bawah ini. A. Kelebihan Karakteristik fluoresensi spektrometri adalh sensitivitas yang tinggi. Fluoremetri dapat menerima limit deteksi dengan kekuatan sinyal lebih dari teknik lain. Limit deteksi sekitar 10-10 M atau lebih rendah bisa saja diukur dari sebuah molekul. Langkah pertama pada pengukuran fluoresensi adalah eksitasi elektronik dari sebuah molekul analit yang mengabsorbsi foton. Di fluoresensi,spin keadaan dasar adalah singlet state (semua spin berpasangan). Fluoresensi terjadi ketika sebuah molekul dipromosikan keadaan tereksitasi dengan absorpsi, dan kemudian kembali pada keadaan dasar dan emisi. Batas deteksi neuresensi seringkali berada 10-9 M dan dengan teknik deteksi yang istimewa hampir 10-12 M. Sebagai pedoman fluoresensi lazim seribukali lebih peka daripada spektrofotometri, meskipun nilai-nilai yang sebenarnya bergantung pada senyawa-senyawa yang dilibatkan dan istrumen mana yang tersedia. Fakta bahwa fluoresensi ditandai dengan dua parameter panjang gelombang yang signifikan meningkatkan spesifikasi dari metode ini, dibandingkan dengan teknik spektroskopi hanya didasarkan pada penyerapan. Suatu sifat yang menonjol dari analisis fluoresensi adalah tingginya kepekaan dibandingkan dengan teknik lazim lainnya. Misalnya, spektrofotometri. Sudah menjadi sifat yang lebih baik untuk mengukur sedikit cahay lawan tak ada cahaya ketimbang mengukur pengurangan kecil dalam suatu berkas yang terang. Daya pancaran berpendar, Pem dapat diukur tidak bergantung pada cahaya masuk. Po.pancaran dapat ditingkatkan dengan baik dengan meningkatkan Po mmpu dengan menggandakan isyarat delektor. B. Kekurangan Beberapa kondisi risis yang mempengaruhi fluoresensi pada molekul anatar lain polaritas, ion-ionh, potensial listrik, suhu, tekanan, derajat keasaman (pH), jenis ikatan hydrogen, viskositas dan quenober (penghambat de-eksilasi). Kondisi-kondisi risis tersebut mempengaruhi proses arbsorpsi energy cahaya eksitasi. Hal ini berpengaruh pada proses de-eksilasi molekul sehingga menghasilkan karakteristik intensitas dan spectrum emisi fluoresensi yang berbeda-beda. Bila suhu makin tinggi maka efisiensi kuantum fluoresensi makin berkurang. Hal ini disebabkan pada suhu yang lebih tinggi tabrakan-tabrakan antarmolekul atau tabrakan antar molekul dengan pelarut menjadi lebih sering yang mana peristiwa tabrakan anatr molekul dengan pelarut menjadi lebih sering yang mana peristiwa tabrakan kelebihan energy molekul tereksitasi dilepaskan ke molekul pelarut. BAB III. PENUTUP III.1 Kesimpulan 1. Spektroskopi adalah ilmu yang mempelajari materi dan atributnya berdasarkan cahaya, suara atau partikel yang dipancarkan diserap atau dipantulkan oleh materi tersebut. Spektroskopi juga dapat didefinisikan sebagi ilmu yang mempelajari interaksi anatara cahay dan materi 2. Fluoresensi adalah energy cahay setelah penyerapan sinar ultraviolet (UV) atau cahaya tampak oleh molekul fluoresensi atau substruktr disebut fluorophore. 3. Komponen spektroskopi fluoresensi terdiri dari sumber cahay (biasanya xenon atau lampu merkuri), sebuah monokromator atau folter untuk memisahkan panjang gelombang eksitasi; tempat sampel;delektor, yang mengubah cahaya yang dipancarkan kelistrik sinyal, dan unit untuk pembacaan data dan analisis. 4. Manfaat dari spektroskopi fluoresensi yaitu: 1) Kesehatan 2) Industry 3) Ilmu pangan dan kimia pertanian DAFTAR PUSTAKA Ed. Da wen Sun. 2008. Modern Technic for Food Autentication. Elsevier: New York. Ghalib, ibnu. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Pelajar : Yogyakarta. Sumber : https://www.scribd.com/doc/98603321/Makalah-Spektroskopi-Fluoresensi (diakses pada 24 November 2017) Sumber: http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/119204-T%2025249-Probe%20optikLiteratur.pdf (diakses 24 November 2017)