BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam catatan sejarah, spektroskopi mengacu kepada cabang ilmu dimana "cahaya tampak" digunakan dalam teori-teori struktur materi serta analisa kualitatif dan kuantitatif. teknik-teknik Dalam baru yang masa modern, definisi spektroskopi dikembangkan berkembang seiring untuk memanfaatkan tidak hanya cahaya tampak, tetapi juga bentuk lain dari radiasi elektromagnetik dan non elektromagnetik seperti gelombang mikro, gelombang radio, elektron, fonon, gelombang suara, sinar x dan lain sebagainya Spektroskopi umumnya digunakan dalam kimia fisik dan kimia analisis untuk mengidentifikasi suatu substansi melalui spektrum yang dipancarkan atau yang diserap. Alat untuk merekam spektrum disebut spektrometer. Spektroskopi juga digunakan secara intensif dalam astronomi dan penginderaan jarak jauh. Kebanyakan teleskop teleskop besar mempunyai spektrograf yang digunakan untuk mengukur komposisi kimia dan atribut fisik lainnya dari suatu objek astronomi atau untuk mengukur kecepatan objek astronomi berdasarkan pergeseran Doppler garis-garis spektral. Salah satu jenis spektroskopi adalah spektroskopi fluoresensi atom (AFS Spektroskopi Fluoresensimerupakan suatu metode yang didasarkan pada penyerapan energi oleh suatu materi sama seperti metode spektroskopi lainnya. Bedanya terletak pada energi yang dibebaskannya setelah terjadi peristiwa pengujaan (eksitasi). Dengan Spektroskopi Fluoresensi, energi yang dipancarkan lebih kecil dari energi untuk eksitasi, karena sebagian energi yang digunakan misalnya untuk getaran (vibrasi), Akibat panjang gelombang untuk eksitasi berbeda dengan panjang gelombng untuk pancaran (emisi) dan perubahan panjang gelombang. Fluoresensi adalah proses pemancaran radiasi cahaya oleh suatu materi setelah tereksitasi oleh berkas cahaya berenergi tinggi. Emisi cahaya terjadi karena proses Absorbsi cahaya oleh atom yang mengakibatkan keadaan atom tereksitasi. Keadaan atom yang tereksitasiakan kembali keadaan semula dengan melepaskan energi yang berupa cahaya (deeksitasi).Fluoresensi merupakan proses perpindahan tingkat energi dari keadaan atom tereksitasi (S1 atau S2) menuju ke keadaan stabil (ground states). Proses fluoresensi berlangsung kurang lebih 1 nano detik sedangkan berlangung lebih lama, sekitar 1 sampai dengan 1000mili detik. 1 proses fosforesensi Fluoresensi spektroskopi menggunakan foton energi yang lebih tinggi untuk merangsang sampel, yang kemudian akan memancarkan foton energi yang lebih rendah. Teknik ini telah menjadi populer untuk biokimia dan aplikasi medis, dan dapat digunakan untuk mikroskopi confocal, fluoresensi mentransfer resonansi energi, dan pencitraan fluoresensi seumur hidup.Spektroskopi Fluoresensi Atom. Pada metode ini seperti pada spektroskopi absorpsi atom untuk membentuk partikel-partikel atom diperlukan nyala api. Energi radiasi yang diserap oleh partikel atom akan dipancarkan kembali ke segala arah sebagai radiasi fluoresensi dengan panjang gelombang yang karakteristik. Sumber radiasi ditempatkan tegak lurus terhadap nyala api sehingga hanya radiasi fluoresensi yang dideteksi oleh detektor setelah melalui monokromator. Intensitas radiasi fluoresensi ini berbanding lurus dengan konsentrasi unsur. 1.2 Rumusan Masalah 1. Apakah Pengertian dan Konsep Radiografi Fluoresens? 2. Bagaimanakah Prinsip Kerja Radiografi fluoresensi? 3. Bagaimanakah Skema Kerja Radiografi Fluoresensi? 4. Bagaimanakah Menentukan Kosentrasi unsur yang dihasilkan dari Radiografi Fluoresensi? 1.3 Tujuan Penulisan 1. Untuk Mengetahui Apakah Pengertian dan Konsep Radiografi Fluoresens. 2. Untuk Mengetahui Bagaimanakah Prinsip Kerja Radiografi fluoresensi. 3. Untuk Mengetahui Bagaimanakah Skema Kerja Radiografi Fluoresensi. 4. Untuk Mengetahui Bagaimanakah Menentukan Kosentrasi unsur yang dihasilkan dari Radiografi Fluoresensi. 2 BAB II PEMBAHASAN 2.1. Pengertian dan Konsep Radiografi Fluoresens Fluoresensi adalah proses pemancaran radiasi cahaya oleh suatu materi setelah tereksitasi oleh berkas cahaya berenergi tinggi. Emisi cahaya terjadi karena proses absorbsi cahaya oleh atom yang mengakibatkan keadaan atom tereksitasi. Keadaan atom yang tereksitasi akan kembali keadaan semula dengan melepaskan energi yang berupa cahaya (deeksitasi). Fluoresensi merupakan proses perpindahan tingkat energi dari keadaan atom tereksitasi (S1 atau S2) menuju ke keadaan stabil (ground states). Proses fluoresensi berlangsung kurang lebih 1 nano detik sedangkan proses fosforesensi berlangung lebih lama, sekitar 1 sampai dengan 1000 mili detik. Gambar 2.1 adalah gambar diagram Jablonski yang menunjukan terjadinya proses fluoresensi dan fosforesensi. Ketika suatu atom atau molekul mengabsorbsi energi cahaya sebesar hνA maka elektron-elektron pada kondisi dasar (ground sate) S0 akan berpindah ke tingkat energi yang lebih tinggi ke tinggat S1 atau S2. Atom akan mengalami konversi internal atau relaksasi pada kondisi S1 dalam waktu yang sangat singkat sekitar 10-1 ns, kemudian atom tersebut akan melepaskan sejumlah energi sebesar hνf yang berupa cahaya karenanya energi atom semakin lama semakin berkurang dan akan kembali menuju ke tingkat energi dasar S0 untuk mencapai keadaan suhu yang setimbang (thermally equilibrium). Emisi fluoresensi dalam bentuk spektrum yang lebar terjadi akibat perpindahan tingkat energi S1 menuju ke 3 sub-tingkat energi S0 yang berbedabeda yang menunjukan tingkat keadaan energi dasar vibrasi atom 0, 1, dan 2 berdasarkan prinsip Frank-Condon . Apabila intersystem crossing terjadi sebelum transisi dari S1 ke S0 yaitu saat di S1 terjadi konversi spin ke triplet state yang pertama (T1), maka transisi dari T1 ke S0 akan mengakibatkan fosforesensi dengan energi emisi cahaya sebesar hνP dalam selang waktu kurang lebih 1μs sampai dengan 1s. Proses ini menghasilkan energi emisi cahaya yang relatif lebih rendah dengan panjang gelombangyang lebih panjang dibandingkan dengan fluoresensi. Beberapa kondisi fisis yang mempengaruhi fluoresensi pada molekul antara lain polaritas, ion-ion, potensial listrik, suhu, tekanan, derajat keasaman (pH), jenis ikatan hidrogen, viskositas dan quencher (penghambat de-eksitasi). Kondisi-kondisi fisis tersebut mempengaruhi proses absorbsi energi cahaya eksitasi. Hal ini berpengaruh pada proses de-eksitasi molekul sehingga menghasilkan karakteristik intensitas dan spektrum emisi fluoresensi yang berbeda-beda. flouresensi lazim seribu kali lebih peka daripada spektrofotometri, meskipun nilai-nilai yang sebenarnya bergantungpada senyawa-senyawa yang dilibatkan dan instrumen mana yang tersedia. Fakta bahwa fluoresensi ditandai dengan dua parameter panjang gelombang yang signifikan meningkatkan spesifikasi dari metode ini, dibandingkan dengan teknik spektroskopi hanya didasarkan pada penyerapan. Suatu sifat yang menonjol dari analisis flouresensi adalah tingginya kepekaan dibandingkan dengan tehnik lazim lainnya. 2.2. Prinsip Kerja Radiografi fluoresens Prinsip dasar setup peralatan untuk pengamatan sinyal fluoresensi diperlihatkan pada Gambar 2.2. berikut ini 4 Pada gambar 2.2, sumber dalam daerah uv/vis menyinari sampel sehingga sampel berfluoresensi. Adapun bagian-bagian prinsip dasar pengamatan fluoresensi adalah: Source merupakan sumber spectrum yang kontinyu misalnya dari jenis lampu merkuri atau xenon. Monokromator (M1) untuk menyinari sampel dengan panjang gelombang tertentu. Monokromator kedua (M2) yang pada iradiasi konstan dapat dipakai menentukan panjang gelombang spectrum fluoresensi sampel. Detektor berupa fotosel yang sangat peka misalnya fotomultiplier merah untuk panjang gelombang lebih besar dari pada 500 nm. Detektor merupakan suatu bagian spektrofotometer yang penting karena kualitas detector akan menentukan kualitas spektrofotometer. Fungsi detector didalam spektrofotometer adalah menangkap cahaya yang diteruskan dari sampel dan mengubah signal radiasi menjadi signal elektronik. Pada detector diinginkan kepekaan radiasi yang tinggi terhadap radiasi yang diterima, dengan tingkat kebisingan yang rendah, kemampuan respon kuantitatif dan signal elektronik yang ditansfer oleh detector dapat diaplikasikan oleh penguat (amplifier) ke recorder (rekaman / pembacaan ) Amplifier atau penguat dan Visual display untuk menggandakan radiasi dan meneruskan ke pembacaan. Amplifier dibutuhkan saat signal elektronik yang dialirkan setelah melewati detector untuk menguatkan karena penguat dengan resistensi masukan yang tinggi sehingga rangkaian detector tidak tersadap habis yang menyebabkan keluaran yang cukup besar untuk dapat dideteksi oleh suatu alat pengukur (meter). 2.3. Skema Kerja Radiografi Fluoresens Metode yang dirancang adalah sebuah sistem untuk dapat menangkap sinyal fluoresensi dari bahan yang akan diidentifikasikasi. Sinyal fluoresensi terjadi akibat transisi molekul energi level S1 dasar ke energi level S0 dengan berbagai alternatif seperti energi vibrasi 3,2,1 dan 0. Dengan menggunakan persamaan Plank maka panjang gelombang maksimum ( m) adalah transisi dari energy level S1 tingkat dasar ke energi level S0 tingkat dasar. Sinyal fluoresensi ini pada dasarnya adalah sinyal transien yaitu singkat dan lemah, sehingga perlu penangan khusus untuk meningkatkan perbandingan signal-to.noise ratio (S/N ratio). 5 Pada Gambar 2.3. ditunjukkan spectrum sinyal pengeksitasi dan spectrum sinyal fluoresensi secara simultan menunjukkan spektrum fluoresensi yaitu eksitasi filter, dikromtik mirror dan emisi. 1. Eksitasi filter Foton dengan energi hƲEX ditembakkan dari sumber energi eksternal seperti lampu pijar atau laser yang kemudian diserap oleh fluorophore sehingga elektronnya tereksitasi ke tingkat energi eksitasi (S1) 2. Dikromatik mirror Molekul yang telah tereksitasi secara cepat rileks ke level energi vibrasi yang paling rendah dari S1’ yaitu S1 akibat disisipasi energi. Proses ini disebut konversi internal, secara umum terjadi selama kurang dari 10-12 s. Emisi fluoresensi merupakan akibat dari keseimbangan termal tingkat eksitasi, yaitu pada level energi vibrasi yang paling rendah . Tetapi tidak semua molekul yang tereksitasi kembali ke groundstate dengan memancarkan fluoresensi, seperti collisional quenching yang tidak memiliki tahap konversi internal. Untuk elektron yang tereksitasi ke S2’ dan seterusnya, elektron juga akan segera dengan cepat rileks ke keadaan S1’, dan emisi tetap terjadi pada keadaan energi vibrasi terendah S1. 6 3. Emisi Ketika fluorophore kembali ke groundstate (S0), ia akan memancarkan foton berenergi hƲEM yaitu sesuai dengan berbedaan energi antara S1 dan S0. Karena adanya pengurangan energi pada tahap 2 maka foton yang diemisikan hƲEM memiliki energi yang lebih kecil dan panjang gelombang yang lebih besar daripada foton yang diserap hƲEX , sehingga spektrum emisi fluoresensi tidak tergantung panjang gelombang eksitasi. Perbedaan energi eksitasi dan emisi (hƲEX – hƲEM) disebut pergeseran stroke. Intensitas emisi fluoresensi sebanding dengan amplitudo spektrum eksitasi, tetapi panjang gelombang emisi tidak bergantung pada panjang gelombang eksitasi. 2.4. Konsentrasi Unsur yang dihasilkan dari Radiografi Fluoresensi Intensitas fluoresensi adalah jumlah foton yang diemisikan per unit waktu (s) per unit volume larutan (l) dalam mol atau ekivalensinya dalam Einstein, dimana 1 Einstein = 1 foton mol. Intensitas fluoresensi dalam unit volume larutan (medium) yang tereksitasi terjadi dalam selang waktu transisi (lifetime). Intensitas fluoresensi tersebut merupakan hasil emisi deeksitasi sehingga lifetime pada S1 akan berpengaruh terhadap besarnya intensitas fluoresensi. Proses fluoresensi dapat terjadi pada partikel dalam suatu medium. Hal tersebut terjadi akibat respon terhadap cahaya eksitasi dari elemen-elemen penyusunnya (kumpulankumpulan molekul atau atom yang relatif homogen) dengan mengasumsikan bahwa dimensi partikel sangat tipis sehingga proses absorbsi terhadap cahaya eksitasi tidak mengalami hambatan atau gangguan. 7 BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Fluoresensi adalah proses pemancaran radiasi cahaya oleh suatu materi setelah tereksitasi oleh berkas cahaya berenergi tinggi. Emisi cahaya terjadi karena proses absorbsi cahaya oleh atom yang mengakibatkan keadaan atom tereksitasi. Keadaan atom yang tereksitasi akan kembali keadaan semula dengan melepaskan energi yang berupa cahaya (deeksitasi). Fluoresensi merupakan proses perpindahan tingkat energi dari keadaan atom tereksitasi (S1 atau S2) menuju ke keadaan stabil (ground states). Proses fluoresensi berlangsung kurang lebih 1 nano detik sedangkan proses fosforesensi berlangung lebih lama, sekitar 1 sampai dengan 1000 mili detik. 3.2 Saran Kami sebagai penulis tentu saja merasa masih banyak kekurangan yang kami sajikan dalam pembuatan makalah ini, baik dari segi isi, penyajian bahkan kelengkapan materi. Untuk itu kami memohon maaf kepada pembaca dan menerima dengan terbuka segala kritik dan saran dari pembaca agar kedepanya makalah kami jauh lebih baik. 8 DAFTAR PUSTAKA Principles Of Instrumental Analysis F. James Holler, Douglas A. Skoog Stanley R. Crouch 2006 Lyons AB ,Blake SJ,Doherty KV (2013).” Flow cytometric analysis of cell division by dilution of CFSE and related dyes.”. Curr Protoc Cytom. (11) http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/68292/Chapter%20I.pdf?sequence=5&isAl lowed=y 9