M. Hubbal Khair

advertisement
TEKNIK DAN PROSEDUR PSIKOTERAPI ISLAM
MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Sebagian Persyaratan
Mata Kuliah Psikoterapi Islam
Oleh :
M. HUBBAL KHAIR
21960210003
Dosen :
Prof. Dr. Khairunnas Rajab, M.Ag
MAGISTERS PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM
RIAU
PEKANBARU
2019
TEKNIK DAN PROSEDUR PSIKOTERAPI ISLAM
A. Pendahuluan
Perbincangan mengenai psikoterapi Barat, sejauh ini diartikan sebagai
suatu cara yang dilakukan oleh para professional (psikolog, psikdiater, konselor,
dokter, guru, dan sebagainya) dengan tujuan untuk menolong klien yang
mengalami problematika psikologis (Prawitasari, 2002: 2). Lebih jauh, persoalaan
yang ditangani psikoterapis konvensional tersebut hanya menyangkut dengan
masalah-masalah yang bersifat fisiologis, emosional, kognitif, behavioral, dan
sosial. Lantaran itu, dalam praktek terapisnya mengarah kepada suatu usaha dalam
proses penyembuhan, menghilangkan persoalan, dan gangguan. Jika dipahami,
maka praktek terapis yang dilakukan bersifat antroposentris yaitu berorientasi
pada manusia.
Gambaran psikoterapi di atas, akan terlihat kontras jika di sanding dengan
psikoterapi Islam. Selain menaruh perhatian pada proses penyembuhan (jika
memang istilah psikoterapi harus mengacu pada konteks penyembuhan),
psikoterapi Islam sangat menekankan usaha peningkatan diri. Subandi (2000: 214)
menyebutkan tujuan psikoterapi berwawasan Islam menyangkut juga usaha
membersihkan qalbu, menguasai pengaruh dorongan primitif, meningkatkan
derajat nafs, menumbuhkan akhlakul karimah dan meningkatkan potensi untuk
menjalankan tugas khalifatullah. Mappdiare (dalam Subandi, 2000: 2014)
menekankan bahwa psikoterapi Islam bertujuan untuk mengembalikan pribadi
seseorang pada fitrahnya yang suci atau kembali ke jalan lurus.
Psikoterapi Islam dalam menentukan tingkah laku yang perlu diterapi,
tidak hanya terbatas pada persoalan psikologis, tapi juga moral-spiritual. Melihat
jangkaun yang luas tersebut, maka seorang psikoterapis muslim tidak cukup
hanya berbekal keilmuan psikoterapi Barat saja yang memahami proses fisiologismental-sosial saja, tetapi juga harus memiliki pemahaman dimensi spiritualruhaniah. Lebih dari itu, terapis muslim juga harus mengetahui teknik dan
1
prosedur dalam psikoterapi Islam. Pada makalah yang akan penulis sajikan ini,
akan membahas teknik dan prosedur psikoterapi Islam.
B. Potret Teknik dan Prosedur Psikoterapi Islam
1. Pengertian
Kata teknik dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) diartikan
sebagai pengetahuan dan kepandaian membuat sesuatu yang berkenaan dengan
hasil industri (bangunan, mesin); cara (kepandaian dan sebagainya) membuat atau
melakukan sesuatu yang berhubungan dengan seni; metode atau sistem
mengerjakan sesuatu (KBBI Luring). Psikoterapi Islam menurut Ad-Dzaky (2006:
225) adalah suatu proses penyembuhan dan pengobatan terhadap suatu
penyakit baik mental, spiritual, moral maupun fisik melalui bimbingan
Alquran dan As-Sunnah.
Kata teknik jika disanding dengan psikoterapi Islam maka akan dipahami
sebagai metode yang diberikan dalam penyembuhan dan pengobatan
terhadap suatu penyakit baik mental, spiritual, moral maupun fisik melalui
bimbingan Alquran dan As-sunnah.
Kata prosedur dalam Kamus Besar Bahasa Indonesdia (KBBI) diartikan
sebagai tahap kegiatan untuk menyelesaikan suatu aktivitas; metode langkah demi
langkah secara pasti dalam memecahkan suatu masalah (KBBI Luring). Jadi yang
dimaksud dengan prosedur psikoterapi Islam dalam tulisan ini adalah urutan
langkah dalam melakukan aktivitas penyembuhan dan pengobatan terhadap suatu
penyakit baik, mental, spiritual, moral, maupun fisik melalui bimbingan Alquran
dan sunnah.
2. Macam-Macam Teknik Psikoterapi Islam
Sebelum membahas teknik psikoterapi Islam, terlebih dahulu penulis ingin
memberikan gambaran beberapa teknik yang sering digunakan psikoterapi Barat.
Adapun di antaranya teknik terapi psikoanalisa, teknik terapi perilaku, teknik
2
terapi kognitif perilaku, dan teknik terapi humanistik (Correy, 2005: 5). Sekilas
penjelasannya akan penulis paparkan pada paragraf berikutnya.
Teknik terapi Psikoanalisa. Bahwa di dalam tiap-tiap individu terdapat
kekuatan yang saling berlawanan yang menyebabkan konflik internal tidak
terhindarkan. Konflik ini mempunyai pengaruh kuat pada perkembangan
kepribadian individu, sehingga menimbulkan stres dalam kehidupan. Teknik ini
menekankan fungsi pemecahan masalah dari ego yang berlawanan dengan impuls
seksual dan agresif dari id. Model ini banyak dikembangkan dalam Psikoanalisis
Freud. Menurutnya, paling tidak terdapat lima macam teknik penyembuhan
penyakit mental, yaitu dengan mempelajari otobiografi, hipnotis, chatarsis,
asosiasi bebas, dan analisa mimpi. Teknik Freud ini selanjutnya disempurnakan
oleh Jung dengan teknik terapi Psikodinamik
Adapun pengertian istilah teknik di atas dijelaskan Mujib (2002: 212),
hipnotis atau hipnosis banyak digunakan oleh psikiater Perancis, dengan cara
menghilangkan ingatan-ingatan pasien yang mengandung simptom-simptom,
kemudian psikiater memberikan ingatan baru berupa sugesti-sugesti yang kuat,
yang dapat memulihkan pasien. Catharsis, yaitu pembebasan dan pelepasan
ketegangan atau kecemasan dengan jalan mengalami kembali dan mencurahkan
keluar kejadian-kejadian traumatis di masa-masa lalu, yang semula dilakukan
dengan jalan menekan emosi-emosinya ke dalam ketidaksadaran. Asosdiasi bebas,
yaitu membiarkan pasien menceritakan keseluruhan pengalamannya, baik yang
mengandung simptom maupun tidak. Analisa mimpi adalah jalan menuju ke alam
bawah sadar. Dia merupakan keingintahuan kekuatan bawah sadar dalam bentuk
yang disangkal. Mimpi merupakan bentuk, isi, dan kegiatan paling primitif dari
jiwa seseorang.
Teknik Terapi Perilaku. Menurut Mujib (2002: 213) teknik ini
menggunakan prinsip belajar untuk memodifikasi perilaku individu, antara lain
desensitisasi
sistematik,
flooding,
penguatan
sistematis,
pemodelan
dan
pengulangan perilaku yang pantas, dan regulasi diri perilaku. Desensitisasi
3
sistematik adalah prosedur terapi perilaku dengan cara memasukkan suatu respons
yang bertentangan dengan kecemasan, seperti relaksasi. Flooding adalah prosedur
terapi perilaku dimana orang yang ketakutan memaparkan dirinya sendiri dengan
apa yang membuatnya takut, secara nyata atau khayal.
Penguatan sistematis didasarkan atas prinsip operan, yang disertai
pemadaman respons yang tidak diharapkan. Pemodelan yaitu mencontohkan
dengan menggunakan belajar observasional dengan cara memberikan kesempatan
kepada klien untuk mengamati orang lain yang mengalami situasi penimbul
kecemasan tanpa menjadi terluka. Regulasi diri melibatkan pemantauan dan
pengamatan perilaku diri sendiri, pengendaldian atas kondisi stimulus, dan
mengembangkan respons bertentangan untuk mengubah perilaku maladaptif.
Teknik Terapi Kognitif Perilaku. Yaitu teknik modifikasi perilaku individu
dan mengubah keyakinan maladatif. Terapis membantu individu mengganti
interpretasi yang irasional terhadap suatu peristiwa dengan interpretasi yang lebih
realistik.
Tenik Terapi Humanistik. Yaitu teknik dengan pendekatan fenomenologi
kepribadian yang membantu individu menyadari diri sesunguhnya dan
memecahkan masalah mereka dengan intervensi terapis yang minimal (client
centered therapy). Gangguan psikologis diduga timbul jika proses pertumbuhan
potensi dan aktualisasi diri terhalang oleh situasi atau orang lain.
Sedangkan teknik dalam psikoterapi Islam, yang menurut istilah Subandi
(2002: 212) sebagai Psikologi-teo-humanistik, tidak hanya sekedar bersifat
psikologi humanistik, lebih dari itu bagaimana memunculkan sifat-sifat Ilahiyah
dalam batasan-batasan kemanusiaan. Dari pemahaman itu, maka dikembangkan
beberapa metode seperti Terapi dengan Alquran, terapi dengan Doa, terapi Zikir,
terapi shalat dan lebih banyak lagi.
Muhammad Mahmud, seorang psikolog muslim ternama, membagi
psikoterapi Islam dalam dua kategori, pertama, bersifat duniawi, berupa
pendekatan dan teknik-teknik pengobatan setelah memahami psikopatologi dalam
4
kehidupan nyata. Kedua, bersifat ukhrawi, berupa bimbingan mengenai nilai-nilai
moral, spiritual, dan agama. Model pertama lebih banyak digunakan untuk
penyembuhan dan pengobatan psikopatologi yang biasa menimpa pada sistem
kehidupan duniawi manusia, seperti neurasthenia, hysteria, psychasthenia,
schizophrenia,
manic
depressive
psychosis,
kelainan
seks,
paranoia,
psychosomatik, dan sebagainya (Mujib, 2002: 217).
Adapun bentuk pengobatan psikoterapi Islam, Muhammad Abd al-‘Aziz
al-Khalidi (dalam Mayasari, 2013: 249) membagi obat (syifa’) ke dalam dua
bagian: Pertama, obat hissi, yaitu obat yang dapat menyembuhkan penyakit fisik,
seperti berobat dengan madu, air buah-buahan yang disebutkan dalam Alquran.
Sunnahnya digunakan untuk menyembuhkan kelainan jasmani. Kedua, obat
ma’nawi, obat yang sunnahnya menyembuhkan penyakit ruh dan qalbu manusia,
seperti doa-doa dan isi kandungan dalam Alquran.
Psikoterapi dalam Islam dapat menyembuhkan semua aspek psikopatologi,
baik yang bersifat duniawi maupun ukhrawi (Mujib, 2002: 218-220). Pada
umumnya disebutkan beberapa bentuk psikoterapi hati itu ada lima macam yaitu
membaca Alquran sambil mencoba memahami artinya, melakukan shalat malam,
bergaul dengan orang yang baik atau salih, puasa dan zikir malam hari yang lama.
Pertama, membaca Alquran. Alquran dianggap sebagai terapi yang
pertama dan utama, sebab di dalamnya memuat resep mujarab yang dapat
menyembuhkan penyakit jiwa manusia. Tingkat kemujarabannya sangat
tergantung seberapa jauh tingkat sugesti keimanan seseorang.
Kedua, Shalat. Dalam kajian Islam disebutkan shalat memiliki banyak
hikmah, antara lain memiliki kepribadian sebagaimana kepribadian orang-orang
salih yang selalu dekat (taqqarub) kepada Allah SWT, terhapus dosanya dan
terhindar dari perbuatan munkar, jiwanya selalu hidup sehingga mudah
mendapatkan ilmu dan ketenteraman, bahkan Allah SWT menjanjikan kenikmatan
surga baginya; doanya diterima, sebagai ungkapan rasa syukur terhadap apa yang
telah diberikan oleh Allah SWT sebagai rasa syukur.
5
Shalat merupakan terapi psikis yang bersifat kuratif, preventif, dan
konstruktif sekaligus. Pertama, shalat membina seseorang untuk melatih
konsentrasi yang integral dan komprehensif. Hal itu tergambar dalam niat dan
khusyu’. Kedua, shalat dapat menjaga kesehatan potensi-potensi psikis manusia,
seperti potensi qalbu untuk merasa (emosi), potensi akal untuk berpikir (kognisi),
dan potensi syahwat (appetite) dan ghadab (defense) untuk berkarsa (konasi).
Ketiga, shalat mengandung doa yang dapat membebaskan manusia dan penyakit
batin.
Dosa adalah penyakit (psikopatologi), sedang obat (psikoterapi)-nya
adalah taubat. Shalat adalah manifestasi dari taubat seseorang, karena dalam
shalat seseorang kembali (taba) pada Pencipta-nya. Salah satu indikator taubat
adalah mengakui kesalahan dan dosa-dosa yang diperbuat. Dengan pengakuan
akan dosa dan permohonan untuk penghapusan dosa dalam doa iftitah,
menghantarkan seseorang untuk kembali pada fitrah aslinya yang terbebas dari
segala penyakit batin. Bahkan dalam hadis lain, shalat lima waktu dapat
membersihkan fisik dan psikis seseorang seperti orang yang membersihkan
tubuhnya lima kali dalam sehari semalam.
Melalui shalat maka individu akan mampu merasakan betul kehadiran
Allah SWT. Segala kepenatan fisik, masalah, beban pikiran, dan emosi yang
tinggi kita tanggalkan ketika shalat secara khusyuk. Dengan demikian, shalat itu
sendiri sudah menjadi obat bagi ketakutan yang muncul dari stressor yang
dihadapi. Selain itu, shalat secara teratur dan khusyuk akan mendekatkan individu
kepada penciptanya. Hal ini akan menjembatani hubungan Allah, dengan bahasa
yang berbeda, Wallace (2007 dalam Mayasari, 2013: 251) menyebutkan beberapa
cara menghadapi tekanan hidup atau masalah yang menyebabkan stres, yaitu:
a. Cognitive restructuring, yaitu mengubah cara berpikir negatif menjadi
positif yang dilakukan melalui pembiasaan dan pelatihan.
b. Time management, yaitu mengatur waktu secara efektif untuk
mengurangi stress akibat tekanan waktu. Ada waktu dimana individu
6
melakukan teknik relaksasi dan sharing secara efektif dengan psikolog
dalam membentuk kepribadian yang kuat.
c. Relaxation technique, yaitu mengembalikan kondisi tubuh pada
homeostatis, yaitu kondisi tenang sebelum ada stressor. Ada beberapa
teknik relaksasi, antara lain yaitu yoga, meditasi dan bernafas
diphragmatic.
Model pengelolaan stres ini sebenarnya sejalan dengan strategi mengelola
tekanan hidup dalam Islam. Sebagai contoh adalah berpikir positif, termasuk ke
dalam semua strategi dalam Islam. Niat ikhlas, sabar, bersyukur dan berserah diri
memiliki unsur berpikir positif ini. Unsur relaksasi muncul dalam proses shalat
dan doa. Shalat, doa dan dzikir juga memiliki unsur manajemen waktu, mengingat
manusia membutuhkan waktu-waktu khusus dalam proses shalat, doa dan dzikir.
Ketiga, Puasa. Puasa ada dua, yaitu puasa fisik, yaitu menahan lapar, haus,
dan berhubungan seks dan puasa psikis, yaitu menahan hawa nafsu dari segala
perbuatan maksiat. Puasa juga mampu menumbuhkan efek emosional yang
positif, seperti menyadari akan Kemahakuasaan Allah SWT, menumbuhkan
solidaritas dan kepeduldian terhadap orang lain, serta menghidupkan nilai-nilai
positif dalam dirinya untuk aktualisasi diri sebaik mungkin.
Keempat, Zikir. Zikir dalam arti sempit memiliki makna menyebut asmaasma Allah dalam berbagai kesempatan. Sedangkan dalam arti luas mengingat
segala keagungan dan kasih sayang Allah SWT yang telah diberikan,serta dengan
menaati perintahnya dan menjauhi larangannya. Ada dua makna yang terkandung
dalam lafal zikir menurut AtThabathabai:
a. Kegdiatan psikologis yang memungkinkan seseorang memelihara
makna sesuatu yang diyakini berdasarkan pengetahuannya atau dia
berusaha hadir padanya
b. Hadirnya sesuatu pada hati dan ucapan seseorang.
Zikir dapat mengembalikan kesadaran seseorang yang hilang, sebab
aktivitas zikir mendorong seseorang untuk mengingat, menyebut kembali hal-hal
7
yang tersembunyi dalam hatinya. Zikir juga mampu mengingatkan seseorang
bahwa yang membuat dan menyembuhkan penyakit hanyalah Allah semata,
sehingga zikir mampu memberi sugesti penyembuhannya. Melakukan zikir sama
nilainya dengan terapi rileksasi, yaitu satu bentuk terapi dengan menekankan
upaya mengantarkan pasien bagaimana dia harus beristirahat dan bersantai
melalui pengurangan ketegangan atau tekanan psikologis. Kunci utama keadaan
jiwa mereka itu adalah karena melakukan zikir. Firman Allah SWT.
Kelima, Doa dan Munajat. Menurut Lahmuddin (2012: 393) proses terapi
dan penyembuhan melalui pendekatan Islami sering disebut dengan istilah
istisyfâ’, salah satu metodenya adalah doa. Dan istilah ini dinyatakan lebih
lengkap al-istsyfâ’ bi al-Qur’ân wa al-Du‘â’, yaitu penyembuhan terhadap
penyakit-penyakit dan gangguan psikis yang didasarkan kepada tuntunan nilainilai Alquran dan doa (Arifin, 2009: 24-23). Doa dan munajah banyak didapat
dalam setdiap ibadah, baik dalam shalat, puasa, haji, maupun dalam aktivitas
sehari-hari. Agar doa dapat diterima maka diperlukan syarat-syarat khusus, di
antaranya dengan membaca istihgfar terlebih dahulu. Istihgfar tidak hanya berarti
memohon ampunan kepada Allah, tetapi lebih esensdial lagi yaitu memiliki makna
taubat.
Do'a ternyata tidak terikat oleh dimensi ruang. Dossey (dalam Mayasari,
2013: 252) adalah profil dokter lain yang banyak mengungkapkan penelitdian
tentang pengaruh do'a. Dari berbagai penelitdian yang dikumpulkannya
disimpulkan bahwa do'a secara positif berpengaruh terhadap berbagai macam
penyakit. Misalnya tekanan darah tinggi, luka, serangan jantung, sakit kepala dan
kecemasan. Proses-proses fisiologis yang dapat dipengaruhi doa antara lain adalah
proses kegdiatan enzim, laju pertumbuhan sel darah putih leukimdia, laju mutasi
bakteri, pengecambahan dan laju pertumbuhan berbagai macam benih, laju
penyumbatan sel pemacu, laju penyembuhan luka, besarnya gondok dan tumor,
waktu yang dibutuhkan untuk bangun dari pembiusan total, efek otonomi seperti
kegdiatan elektrodermal kulit, laju hemolisis sel-sel darah merah dan kadar
hemoglobin.
8
Berdasarkan landasan-landasan filosofis inilah, teknik-teknik psikoterapi
Islam bermula dan berkembang dengan luas. Di antara teknik tersebut, pertama,
Psikoterapi Islam Menurut Al-Ghazali (Cahyadi, 2016: 112). Al-Ghazali lebih
menyoal penyakit jiwa dari sudut perilaku (akhlaq) positif dan negative, sehingga
bentuk-bentuk terapinya menggunakan terapi perilaku. Dalam hal ini dia
mengatakan (dialih bahasa oleh Cahyadi) “menegakkan (melakukan) akhlak (yang
baik) merupakan kesehatan mental, sedang berpaling pada penegakan itu berarti
suatu neurosis dan psikosis”.
Kutipan tersebut menunjukkan bahwa bentuk-bentuk psikoterapi menurut
Al-Ghazali adalah meninggalkan semua perilaku yang buruk dan rendah, yang
mengotori jiwa manusia, serta melaksanakan perilaku yang baik untuk
membersihkannya. Perilaku yang baik dapat menghapus. Menghilangkan dan
mengobati perilaku yang buruk, upaya seperti itu dapat menjadikan jiwa manusia
suci, bersih dan fitri sebagaimana dia baru dilahirkan dari rahim ibunya.
Kedua, Psikoterapi Islam Menurut Usman Najati. Usman Najati
memandang, untuk bisa merubah atau merombak kepribadian atau tingkah laku
seseorang, harus mengadakan perubahan dan perombakan dalam pikiran dan
sikapnya. Sebab tingkah laku manusia sangat dipengaruhi oleh pikiran dan
sikapnya (Najati, 2005: 444-445). Oleh karena itu, psikoterapi pada dasarnya
dimaksudkan untuk mengubah pikiran-pikiran para pasien jiwa tentang diri
mereka sendiri, orang lain, kehidupan, dan berbagai persoalan yang mereka tidak
mampu menghadapinya dan menjadi penyebab kegelisahannya.
Proses belajarpun pada dasarnya merupakan suatu proses di mana
berlangsung perubahan pikiran, kecenderungan, kebiasaan dan tingkah laku.
Sedangkan psikoterapi pada dasarnya adalah proses pembetulan belajar
sebelumnya yang tidak benar. Dari sanalah pasien memperoleh pikiran-pikiran
yang keliru atau delusive tentang dirinya sendiri, orang lain dan berbagai problem
yang dihadapinya dan menyebabkan gelisah.
9
Psikoterapi merupakan proses penyehatan belajar tentang bentuk-bentuk
tingkah laku defensif untuk menghindari berhadapan dengan problem-problemnya
dan meredakan kegelisahannya. Dalam hal ini, psikoterapi berusaha meluruskan
pikiran-pikiran pasien dan menjadikannya mempunyai wawasan tentang dirinya
sendiri, orang lain dan problem-problemnya dengan wawasan yang realistis dan
benar menghadapi problem-problemnya dan bukan dengan menghindarinya.
Dalam psikoterapipun, untuk menyembuhkan pasien tidaklah cukup hanya
dengan mengetahui problem-problemnya yang sebenarnya, mengubah pikiran
pikirannya dan mengubah wawasannya tentang dirinya sendiri dan kehidupan
saja. Pasien harus melalui berbagai pengalaman baru dalam kehidupan di mana
dia menerapkan pikiran-pikiran barunya bahwa tingkah lakunya yang baru dalam
hubungan-hubungan dengan manusia, berhasil dan menimbulkan tanggapan orang
lain terhadap dirinya. Juga akan memunculkan simpati yang positif, seperti
persahabatan, kasih sayang dan penghargaan.
Dalam mendidik kepribadian manusia dan mengubah tingkah laku
pasien, Alquran memakai metode penerapan dan mempraktekkan pikiran,
kebiasaan, dan tingkah laku baru yang hendak ditanamkan dalam diri mereka.
Oleh karena itu Allah mewajibkan berbagai ibadah: shalat, puasa, zakat dan haji.
Pelaksanaan ibadah-ibadah itu dalam waktu ke waktu tertentu mengajari mukmin
untuk taat kepada Allah, melaksanakan perintah-perintahNya dan selalu
menghadap kepada-Nya dengan sepenuh hati. Pun mengajarinya bersabar, tahan
menanggung, membina diri, mengendalikan hawa nafsu, mencintai orang lain,
berbuat baik kepada mereka dan mengembangkan dalam dirinya, semangat
bekerja sama dan solidaritas sosial.
Semua hal yang terpuji-terpuji itu merupakan corak kepribadian yang
serasi, matang, dan utuh. Tidak diragukan lagi bahwa pelaksanaan ibadah-ibadah
tersebut oleh seorang mukmin dengan secara ikhlas dan teratur akan membuatnya
meraih hal-hal yang terpuji dan merupakan unsur-unsur kesehatan jiwa yang
10
sesungguhnya. Selain itu, ini juga akan membekalinya dengan penangkal dari
berbagai penyakit jiwa.
3. Prosedur Psikoterapi Islam
Menurut Prawitasari seperti dikutip Rahayu (2009: 206-207), psikoterapi
atau terapi kejiwaan dikembangkan melalui tahap-tahap berikut. Pertama,
wawancara awal. Pada tahap awal ini perlu dirumuskan tentang apa yang akan
terjadi selama terapi berlangsung. Aturan-aturan apa saja yang harus diketahui dan
akan dilaksanakan oleh konseli/klien. Dalam tahap awal ini perlu dibina rapport
yaitu hubungan baik yang menimbulkan keyakinan dan kepercayaan klien bahwa
ddia akan dapat ditolong. Dalam tahap awal ini juga klien harus berseddia
mengutarakan pikiran dan perasaannya kepada konselor.
Kedua, proses terapi. Pada tahap ini, terapis (konselor) perlu mengkaji dan
mendalami pengalaman klien, menggali pengalaman masa lalu selama hal itu
relevan dengan permasalahan yang dihadapi oleh klien. Hal yang tidak kalah
pentingnya adalah menghidupkan suasana keakraban dan komunikasi dua arah.
Ketiga, tindakan. Pada tahap ini, baik terapis maupun klien mengkaji
ulang kembali apa yang telah dipelajari klien selama terapi berlangsung, dan apa
yang akan diterapkannya nanti dalam kehidupannya. Hal yang sangat penting
dilakukan adalah agar tujuan terapi yang telah disepakati bersama dapat tercapai.
Keempat, mengakhiri terapi. Terapi dapat berakhir kalau tujuan telah
disepakati, namun bisa juga terapi berakhir apabila klien tidak melanjutkan terapi.
Terapi juga bisa berakhir apabila terapis tidak dapat menolong kliennya, namun
terapis sebaiknya merujuk kliennya kepada ahli lain sesuai dengan jenis
masalah/problem yang dihadapi oleh klien tersebut. Terapis harus menghilangkan
sedikit demi sedikit ketergantungan klien terhadap dirinya, karena klien akan
menghadapi lingkungannya tanpa bantuan terapis (konselor).
Pemaparan penulis mengenai prosedur psikoterapi Islam melalui
penelitian pada bidang ini. Penelitian yang penulis pilih penelitian Khairunnas
11
Rajab, Mas’ud Zein, dan Yasmaruddin Bardansyah (2016: 44-58 ) Rekonstruksi
Psikoterapi Islam: Telaah Atas Model Pemulihan Mental Pondok Pesantren dan
Rehabilitasi Mental Az-Zainy, Malang, Jawa Timur. Adapun prosedur psikoterapi
yang dilakukan adalah:
a. Dalam proses terapeutik, pasien mental terlebih dahulu diidentifikasi
mengenai data diri, yang diperoleh dari keluarga yang membawa mereka ke
Pondok Pesantren dan Rehabilitasi Mental Az Zainy, untuk kemudian
direkomended. Setelah mereka mendapat rekomendasi rawat inap, maka
pasien-pasien di mandikan oleh karyawan sebagai upaya penyucian dan
kebersihan jasmani pasien mental. Proses pemandian dan penyucian badan
ini, setidaknya 2 kali sehari.
b. Senam pagi adalah kegiatan awal Pondok Pesantren dan Rehabilitasi
Mental Az-Zainy, setelah melaksanakan ibadah shalat subuh berjamaah.
Senam pagi adalah kegiatan rutin pasien setiap hari pada Pondok Pesantren
dan Rehabilitasi Mental Az-Zainy. Kegiatan ini dimaksudkan untuk tujuan
penyegaran raga dan memperkuat paru-paru dan memperlancar peredaran
darah. Pondok Pesantren dan Rehabilitasi Mental Az-Zainy memandang
aktivitas senam seperti ini dapat membantu meningkatkan kesehatan mental
dan refreshing jasmani.
c. Sholat yang diwajibkan bagi penghuni Pondok Pesantren dan Rehabilitasi
Mental Az-Zainy adalah shalat fardhu pada waktu subuh, dzuhur, ashar,
maghrib dan isya’. Shalat dilakukan secara berjama’ah di mesjid Pondok
Pesantren dan Rehabilitasi Mental Al-Zainy. Shalat berjamaah ini wajib
diikuti oleh setiap pasien yang direkomendasi terapis telah membaik
kesehatan psikologisnya. Bagi pasien yang masih dalam perawatan intensif,
mereka cukup melaksanakan shalat di kamar masing-masing. Shalat
berjamaah seperti ini dimaksudkan untuk membentuk sikap disiplin dalam
menjalankan ibadah dan beraktivitas.
d. Amalan yang juga menjadi rutinitas pasien pada Pondok Pesantren dan
Rehabilitasi Mental al-zainy adalah kewajiban mengikuti istighosah.
Istighosah ini tidak hanya di ikuti oleh pasien rehabilitasi tapi juga di ikuti
12
oleh warga sekitar pondok yang dilaksanakan setiap satu bulan sekali yaitu
pada Jum’at Pahing. Istighosah ini bertujuan menambah baikan pasien
mental melalui doa-doa jamaah, dengan harapan segera diijabah semua doa
dalam penyembuhan pasien-pasien Pondok Pesantren.
e. Membaca al-Qur’an atau tilawah al-Qur’an adalah amalan pasien mental di
Pondok Pesantren dan Rehabilitasi Mental az-Zainy. Namun amalan rutin
membaca
al-Qur’an,
hanya
bagi
pasien
mental
yang
tingkat
kesembuhannya mencapai antara 80 %. Pasien mental juga dimotivasi
untuk menghapal surat-surat pendek dari al-Qur’an, bacaan zikir, dan doadoa.
Sebagai upaya pemulihan, Pondok Pesantren dan Rehabilitasi Mental alZainy telah mengaplikasikan di antaranya:
a. Pelakasanaan
pengobatan
dikemas
secara
Islami.
Pengobatan
menggunakan Asmak atau di Khizib (Doa khusus-Rotibul Haddad) secara
langsung (tanpa obat) dan tiga kali sehari pengobatan melalui makanan
dan minuman.
b. Di totok bagi pasien yang baru datang agar peredaran darahnya lancar,
sehingga fungsi syarafnya kembali lancar.
c. Sholat berjamaah untuk Sholat Wajib (lima waktu)
d. Doa dan zikir setiap bulan melalui majelis zikir
e. Penempatan pasien diruang yang bebas/ ruangan terbuka sehingga
terbentuk kelompok -kelompok kecil untuk berinteraksi sesama pasien.
f. Koordinasi dengan orang tua santri/pasien
g. Pembinaan Konseling
h. Cek kesehatan fisik seminggu sekali yang dilakukan oleh tim kesehatan
pondok pesantren Az-Zainy
C. Penutup
Psikoterapi
memiliki
peran
strategis
dalam
membina
kesehatan mental. Karena pada intinya psikoterapi adalah
13
pengobatan secara psikologis untuk mengatasi masalah yang
berkaitan dengan pikiran, perasaan dan perilaku. Dalam konteks
ini, psikoterapi berorientasi pada penyembuhan, pengobatan
atau perawatan.
Keunikan psikoterapi Islam adalah keberadaannya sangat subjektif dan
teosentris. Dalam melakukan terapi, masing-masing individu memiliki tingkat
kualitas yang berbeda seiring pengetahuan, pengalaman, dan pengamalan yang
dimiliki. Perbedaan itu dapat dipahami sebab dalam Islam mempercayai adanya
anugrah dan kekuatan agung diluar kekuatan manusia, yaitu Tuhan.
Islam sudah menyediakan penawar terhadap munculnya masalah kejiwaan
melalui berbagai macam bentuk ibadah di dalamnya. Shalat, doa, dan dzikir dan
ibadah lainnya adalah sebagian ibadah yang membentuk kesiapan manusia dalam
menghadapi stresor. Dengan demikian, apabila umat Islam mampu mengamalkan
ibadah-ibadah secara benar, maka akan mendapatkan manfaat dalam pengelolaan
gangguan mental yang dialaminya.
14
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Isep Zainal. (2009). Bimbingan Penyuluhan Islam Pengembangan Dakwah Melalui
Psikoterapi Islam. Jakarta: Rajagrafindo Persada
Bin Zolkipli, Muhammad Ilyas. (2017). Psikoterapi Islami dalam Mengatasi Gangguan
Kejiwaan Di Darussyifa’ Kuala Ibai Kuala Terengganu Terengganu Malaysia.
Skripsi Fakultas Dakwah Dan Komunikasi Universitas Islam Negeri Sumatera Utara
Medan
Cahyadi, Ashadi. (2016). Psikoterapi dalam Pandangan Islam. Jurnal El-Afkar Vol. 5 Nomor
Ii, Juli- Desember
Corey, Gerald. (2005). Teori dan Praktek Konseling Dan Psikoterapi. Bandung: PT Reflika
Aditama
Adz-Dzaky, Hamdani Bakran. (2006). Konseling Dan Psikoterapi Islam. Jogjakarta: Fajar
Pustaka Baru
Kbbi Offline 1.5.1.
Lahmuddin. (2012). Psikoterapi dalam Perspektif Bimbingan Konseling Islami. Jurnal Miqot
Vol. Xxxvi No. 2 Juli-Desember
Mayasari, Ros. (2013). Islam Dan Psikoterapi. Jurnal Stain Kendari Vol. 6, No. 2, November
Mujib, Abdul Dan Mudzakir, Jusuf. (2002). Nuansa-Nuansa Psikologi Islam. Jakarta: Raja
Grafindo Persada
Najati, Utsman. (2005). Psikologi dalam Alquran. Bandung: Pustaka Setia
Prawitasari, Johana E, Dkk. (2002). Psikoterapi Pendekatan Konvensional Dan
Kontemporer. Jogjakarta: Pustaka Pelajar
Rahayu, Iin Tri. (2009). Psikoterapi Perspektif Islam & Psikologi Kontemporer. Malang: Uin
Malangpress
Rajab, Khairunnas, Zein, Mas’ud, Dan Bardansyah, Yasmaruddin (2016). Rekonstruksi
Psikoterapi Islam: Telaah Atas Model Pemulihan Mental Pondok Pesantren Dan
Rehabilitasi Mental Az-Zainy, Malang, Jawa Timur. Pekanbaru: Cahaya Firdaus
Subandi. (2000). Strategi Pengembangan Psikoterapi Berwawasan Islam, Metodologi
Psikologi Islami. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Download