BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Puisi merupakan salah satu karya yang dapat dikaji dari bermacam-macam aspek. Puisi dapat dikaji dari struktur dan unsur-unsurnya, mengingat bahwa puisi merupakan struktur yang tersusun dari bermacam unsur atau ragam. Puisi juga dapat dikaji dari sudut kesejarahannya, mengingat sepanjang sejarahnya, dari waktu ke waktu puisi selalu mengalami perubahan dan perkembangan. Puisi termasuk salah satu jenis sastra yang digemari masyarakat. Karena kemajuan masyarakat dari waktu ke waktu terus meningkat, maka corak, sifat dan bentuk puisi pun berubah, mengikuti perkembangan jaman. Wordworst (dalam Pradopo, 2012 : 6) mempunyai gagasan bahwa puisi adalah peryataan perasaan yang imajinatif, yaitu perasaan yang direkakan atau diangkankan. Adapun Auden (dalam Pradopo, 2012 : 6) mengemukakan bahwa puisi itu lebih merupakan pernyataan perasaan yang bercampur. Jadi, puisi itu mengekspresikan pemikiran yang membangkitkan perasaan, yang merangsang imajinasi panca indra dalam susunan yang berirama. Puisi itu merupakan rekaman dan interpretasi pengalaman manusia yang penting, digubah dalam wujud yang berkesan. 1.2 Rumusan Masalah 1. Sebutkan dan jelaskan jenis puisi Indonesia dilihat dari periodenya ! 2. Sebutkan dan jelaskan jenis puisi Indonesia dilihat dari strukturnya ! 3. Sebutkan dan jelaskan jenis puisi Indonesia dilihat dari medianya ! 1.3 Tujuan 1. Untuk memahami jenis puisi Indonesia dilihat dari periodenya 2. Untuk memahami jenis puisi Indonesia dilihat dari strukturnya 3. Untuk memahami jenis puisi Indonesia dilihat dari medianya BAB II PEMBAHASAN 2.1 Jenis-jenis puisi Indonesia Pada pertemuan sebelumnya kita telah membahas definisi puisi, hakikat puisi, perkembangan puisi Indonesia. Kali ini kita akan membahas jenis puisi Indonesia berdasarkan periode, struktur dan medianya. Jenis puisi dilihat dari periodenya terdiri atas puisi lama, modern dan mutakhir. Jenis puisi dilihat dari strukturnya terdiri atas puisi terikat, puisi bebas dan puisi inkonvensional. Sedangkan jenis puisi dilihat dari media pengungkapannya terdiri atas Konvensional bahasa dan konkret rupa. 2.2 Jenis Puisi Indonesia Dilihat Dari Periodenya Berikut ini akan dibahas Jenis puisi Indonesia dilihat dari periodenya seperti puisi lama, modern, dan mutakhir. 2.2.1 Puisi Lama Puisi lama bersifat statis dan sangat terlihat sekali menunjukkan penggambaran keadaan dan kebiasaan masyarakat itu sendiri.Puisi tersebut dipengaruhi oleh karya sastra bangsa Arab, Persia, dan India.Ciri paling umum dari puisi lama adalah penyebarannya yang cepat melalui mulut ke mulut, karena memang mayoritas masyarakat pada zaman itu masih buta huruf.Maka, banyak yang tidak diketahui siapa pengarangnya. Puisi lama merupakan puisi yang masih terikat oleh aturan-aturan, antara lain: jumlah kata dalam satu baris, jumlah baris dalam satu bait, rima, banyaknya suku kata dalam baris, dan irama. Ciri-ciri puisi lama: 1. Merupakan puisi rakyat yang tidak dikenal siapa pengarangnya 2. Merupakan sastra lisan karena disampaikan dari mulut ke mulut 3. Terikat dengan aturan seperti jumlah bait, baris, suku kata, dan rima. Puisi lama terbagi menjadi beberapa jenis sesuai dengan periode: yaitu mantra, gurindam, syair, dan pantun. 1. Mantra Mantra merupakan bentuk puisi lama yang mempunyai atau dianggap dapat mendatangkan kekuatan gaib yang biasanya diajarkan atau diucapkan oleh pawang untuk menandingi kekuatan yang lain (Suprapto, 1993: 48). Mantra adalah perkataan atau ucapan yang mendatangkan daya gaib, susunan kata yang berunsur puisi (rima, irama) yang dianggap mengandung kekuatan gaib, biasanya diucapkan oleh dukun atau pawang untuk menandingi kekuatan gaib yang lain (Depdikbud, 1997: 558). Mantra sebenarnya lebih merujuk kepada puisi bebas karena tidak terikat dengan baris, rima dan irama, meskipun unsur tersebut ada.Bahasa yang digunakan dalam mantra sangat sulit diterjemahkan, terkadang dukun dan pawang juga tidak mengerti maksud dari kalimat mantra tersebut, mereka hanya mengerti kapan harus membaca mantra tersebut. 2. Gurindam Adalah puisi yang berisikan nasehat, terdiri dari dua baris dalam setiap baitnya.Semuanya merupakan isi dan mengandung sebab akibat. Salah satu gurindam yang terkenal adalah yang ditulis oleh Raja Ali Haji yang berjudul “Gurindam dua belas”, di antaranya yaitu: I Barang siapa tiada memegang agama, sekali-kali tiada boleh dibilangkan nama Barang siapa mengenal yang empat, maka ia itulah orang ma'rifat Barang siapa mengenal Allah, suruh dan tegahnya tiada ia menyalah Barang siapa mengenal diri, maka telah mengenal akan Tuhan yang bahari Barang siapa mengenal dunia, tahulah ia barang yang terpedaya Barang siapa mengenal akhirat, tahulah ia dunia mudarat II Barang siapa mengenal yang tersebut, tahulah ia makna takut Barang siapa meninggalkan sembahyang, seperti rumah tiada bertiang Barang siapa meninggalkan puasa, tidaklah mendapat dua temasya Barang siapa meninggalkan zakat, tiadalah hartanya beroleh berkat Barang siapa meninggalkan haji, tiadalah ia menyempurnakan janji III Apabila terpelihara mata, sedikitlah cita-cita Apabila terpelihara kuping, khabar yang jahat tiadalah damping Apabila terpelihara lidah, nescaya dapat daripadanya faedah Bersungguh-sungguh engkau memeliharakan tangan, daripada segala berat dan ringan Apabila perut terlalu penuh, keluarlah fi'il yang tiada senonoh Anggota tengah hendaklah ingat, di situlah banyak orang yang hilang semangat Hendaklah peliharakan kaki, daripada berjalan yang membawa rugi) 3. Syair Berasal dari bahasa Arab yang berarti sajak (puisi), dengan ciri tiap bait ada empat baris bersajak a-a-a-a, berisi nasehat atau cerita (Waluyo, 2002: 49-50). Semua baris adalah isi dan biasanya tidak selesai dalam satu bait karena merupakan alur sebuah cerita. Contoh: Lalulah berjalan Ken Tambuhan diiringkah penglipur dengan tadahan lemah lembut berjalan perlahan-lahan lakunya manis memberi kasihan ... (Perintis sastra, 1951) 4. Pantun Adalah puisi lama yang bercirikan rima a-b-a-b, tiap bait ada 4 baris, tiap baris ada 8-12 suku kata, dua baris awal sebagai sampiran dan dua baris di akhir sebagai isi. Contoh: Kalau ada jarum patah Jangan dimasukkan ke dalam peti Kalau ada kataku yang salah Jangan dimasukan ke dalam hati 2.2.2. Puisi Modern Puisi modern hadir saat penjajah Jepang datang ke Indonesia yaitu pada periode angkatan 1945. Kedatangan Jepang memberikan angin baru bagi rakyat Indonesia, di mana mereka diperbolehkan memakai bahasa Indonesia, berbeda saat masa penjajahan Belanda yang melarang penggunaan bahasa Indonesia. Sehingga kesempatan tersebut dipergunakan oleh para penyair sebagai senjata dalam melawan penjajah Jepang.Isi dari puisi modern banyak mengangkat tentang pemberontakan yang lebih dalam jika dibandingkan dengan angkatan pujangga baru. Disebut sebagai puisi modern karena puisi modern lebih menekankan pada isi puisi tersebut.Puisi modern lebih bebas dari pada puisi lama yang terikat dari jumlah suku kata, baris, maupun rima.Penyair puisi modern termasuk kategori dalam angkatan '45, salah satu tokohnya adalah Chairil Anwar yang dinobatkan oleh H.B. Jassin pelopor puisi modern. Dalam puisi Chairil Anwar yang berjudul “Aku” dia sudah menggunakan bahasa Indonesia yang ekspresif, terbebas dari bahasa Melayu maupun Belanda, dan puisinya memiliki gaya khas yang hanya dimiliki oleh Chairil Anwar. Ciri-ciri Puisi Modern: Bentuknya rapi, simetris Mempunyai persajakan akhir (yang teratur); Banyak mempergunakan pola sajak pantun dan syair meskipun ada pola yang lain; Sebagian besar puisi empat seuntai; Tiap-tiap barisnya atas sebuah gatra (kesatuan sintaksis) Tiap gatranya terdiri atas dua kata (sebagian besar) : 4-5 suku kata. Contoh puisi modern dari Chairil Anwar (Waluyo, 2002: 67). DERAI-DERAI CEMARA Cemara menderai sampai jauh, Terasa hari akan jadi malam, Ada beberapa dahan di tingkap merapuh, dipukul angin yang terpedam aku sekarang orangnya bisa tahan, sudah berapa waktu bukan kanak lagi, tapi dulu memang ada suatu bahan yang bukan dasar perhitungan kini hidup hanya menunda kekalahan tambah terasing dari cinta sekolah rendah sebelum pada akhirnya kita menyerah (kerikil tajam, 1946) 2.2.3. Puisi Mutakhir Puisi Mutakhir bisa disebut dengan puisi kontemporer yang lahir pada tahun 1970-an sampai sekarang, disebut juga puisi kekinian. Puisi kontemporer ini merupakan hasil dari perkembangan puisi Indonesia.Tahapan dari karya puisi kontemporer tidah hanya mementingkan diri si penyair, tetapi tuntutan keharusan, kemestian dan kebenaran menjadi tahap yang utama dalam menciptakan sebuah puisi.Tokoh-tokoh puisi kontemporer diantaranya adalah Sutardji Calzoum Bachri dan tokoh lainnya seperti Taufiq Ismail, Darmanto Jatman, dan Rendra.Berikut contoh puisi kontemporer. AKU INGIN Sapardi Djoko Damono Aku ingin mencintaimu dengan sederhana: dengan kata yang tak sempat diucapkan kayu kepada api yang menjadikannya abu Aku ingin mencintaimu dengan sederhana: dengan isyarat yang tak sempat disampaikan awan kepada hujan yang menjadikannya tiada (Hujan Bulan Juni, 1994) 2.3 Jenis Puisi Indonesia Dilihat Dari Strukturnya Berikut ini akan dibahas Jenis puisi Indonesia dilihat dari strukturnya seperti puisi terikat, puisi bebas, dan puisi inkonvensional. 2.3.1 Puisi Terikat Puisi terikat merupakan jenis puisi yang mengacu pada aturan-aturan tertentu. Aturan-aturan tersebut seperti jumlah kata dalam satu baris, jumlah baris dalam satu bait, rima dan irama. Puisi terikat identik dengan puisi lama. Jenis-jenis puisi yang termasuk ke dalam puisi terikat adalah: 1. Gurindam Puisi nasihat yang terdiri dari dua baris dalam setiap baitnya, hubungan larik 1 dan 2 membentuk kalimat majemuk yang biasanya bersifat sebab akibat. 2. Syair. 3. Pantun; Seloka, Talibun, Karmina Pantun adalah puisi yang /memiliki ciri bersajak a-b-a-b, tiap bait terdiri atas 4 baris, tiap baris terdiri atas 8-12 suku kata, 2 baris awal berisi sebagai sampiran dan 2 baris berikutnya sebagai isi. Seloka adalah pantun berkait. Contoh: Lurus jalan ke Payakumbuh, Kayu jati bertimbal jalan Di mana hati tak ‘kan rusuh, Ibu mati bapak berjalan Karmina adalah pantun kilat atau pantun pendek. Contoh: Dahulu parang sekarang besi (a) Dahulu sayang sekarang benci (b) Talibun adalah pantun genap yang tiap bait terdiri atas 6, 8, ataupun 10 baris. Contoh: Kalau anak pergi ke pekan Yu beli belanak pun beli sampiran Ikan panjang beli dahulu Kalau anak pergi berjalan Ibu cari sanak pun cari isi Induk semang cari dahulu 4. Distikon Distikon sering disebut sajak dua seuntai, maksudnya terdiri atas dua baris dalam tiap baitnya. Contohnya: Berkali kita gagal Ulangi lagi dan cari akal Berkali-kali kita jatuh Kembali berdiri jangan mengeluh (Or. Mandank) 5. Tersina Tersina sering disebut sajak tiga seuntai, maksudnya terdiri atas tiga baris dalam tiap baitnya. Contoh : BAGAIMANA Kadang-kadang aku benci Bahkan sampai aku maki ........ diriku sendiri Seperti aku menjadi seteru ........ diriku sendiri Waktu itu Aku ........ seperti seorang lain dari diriku Aku tak puas sebab itu aku menjadi buas menjadi buas dan panas (Or. Mandank) 6. Quatrain Quatrain adalah sajak empat seuntai yang tiap baitnya terdiri atas empat baris. Contoh : MENDATANG-DATANG JUA Mendatang-datang jua Kenangan lama lampau Menghilang muncul jua Yang dulu sinau silau Membayang rupa jua Adi kanda lama lalu Membuat hati jua Layu lipu rindu-sendu (A.M. Daeng Myala) 7. Quint Quint adalah sajak lima seuntai yang tiap baitnya terdiri atas lima baris. Contohnya: HANYA KEPADA TUAN Satu-satu perasaan Yang saya rasakan Hanya dapat saya katakan kepada Tuan Yang pernah merasakan Satu-satu kegelisahan Yang saya rasakan Hanya dapat saya kisahkan kepada Tuan Yang pernah di resah gelisahkan Satu-satu desiran Yang saya dengarkan Hanya dapat saya syairkan kepada Tuan Yang pernah mendengarkan desiran Satu-satu kenyataan Yang saya didustakan Hanya dapat saya nyatakan kepada Tuan Yang enggan merasakan (Or. Mandank) 8. Sekset Sekset adalah sajak enam seuntai, tiap baitnya terdiri atas enam baris. Contohnya: MERINDUKAN BAGIA Jika hari’lah tengah malam Angin berhenti dari bernafas Alam seperti dalam samadhi Sukma jiwaku rasa tenggelam Dalam laut tidak terwatas Menangis hati diiris sedih (Ipih) 9. Septima Septima adalah sajak tujuh seuntai, tiap baitnya terdiri atas tujuh baris. Contohnya: API UNGGUN Diam tenang kami memandang Api unggun menyala riang Menjilat meloncat menari riang Berkilat-kilat bersinar terang Nyala api nampaknya curai Hanya satu cita dicapai Alam nan tinggi, sunyi, sepi (Intojo) 10. Oktaf Oktaf adalah sajak delapan seuntai, maksudnya tiap bait terdiri atas delapan baris. Contohnya: AWAN Awan datang melayang perlahan Serasa bermimpi, serasa berangan Bertambah lama, lupa di diri Bertambah halus akhirnya seri Dan bentuk menjadi hilang Dalam langit biru gemilang Demikian jiwaku lenyap sekarang Dalam kehidupan teguh tenang (Sanusi Pane) 2.3.2 Puisi Bebas Puisi bebas adalah puisi yang tidak terikat oleh aturan-aturan tertentu seperti rima, jumlah baris dalam bait, jumlah bait, atau jumlah suku kata (Setiawan, KBBI Luring, 2010-2013). Dalam puisi bebas, penyair mengungkapkan puisinya dengan tidak memperhatikan pola-pola dalam membangun puisi. Contohnya: AKU Kalau sampai waktuku Ku mau tak seorang kan merayu Tidak juga kau Tak perlu sedu sedan itu Aku ini binatang jalang Dari kumpulannya terbuang Biar peluru menembus kulitku Aku tetap meradang menerjang Luka dan bisa kubawa berlari Berlari Hingga hilang pedih peri Dan aku akan lebih tidak peduli Aku mau hidup seribu tahun lagi (Chairil Anwar, Kerikil Tajam) 2.3.3. Puisi Inkonvensional Puisi inkonvensional ialah puisi yang tidak mengikuti aturan. Yang termasuk ke dalam puisi inkonvensional yaitu mantra, mbeling, dan puisi konkret. 1. Mantra Mantra merupakan puisi tua. Mantra adalah susunan kata berunsur puisi seperti rima, irama yang dianggap mengandung kekuatan gaib, biasanya diucapkan oleh dukun atau pawang untuk menandingi kekuatan gaib yg lain. Beberapa macam mantra seperti: (Setiawan, KBBI Luring, 2010-2013). Mantra kejahatan adalah mantra yang digunakan untuk perbuatan jahat. Mantra keselamatan adalah mantra untuk menjaga diri dari bahaya. Mantra penawar adalah mantra yang digunakan untuk pengobatan. Mantra pitanggang adalah mantra yang menyebabkan perempuan tidak suka kepada pria atau tidak menikah seumur hidup karena tidak ada laki-laki yang mencintainya. Contoh mantra penawar: Nini ampeg-ampeg Aki ampeg-ampeg Ulah ampeg na hulu hate Nini untang-untang Aki untang-untang Ulah muntang na birit bujal Muntangna na birit wahangan Waras nu ngajampe waras nu dijampe Rep sirep 2. Mbeling Menurut Jeihan Sukmantoro, puisi mbeling adalah puisi yang membumikan persoalan secara konkret, langsung mengungkapkan gagasan kreatif ke inti makna tanpa pencanggihan bahasa. NELAYAN Di tengah laut Seorang nelayan berseru Tuhan bikin laut Beta bikin perahu Tuhan bikin angin Beta bikin layar Tiba-tiba perahunya terguling Akh, Beta main-main Tuhan sungguh-sungguh (Jeihan Sukmantoro, 1974) 3. Puisi Konkret Puisi konkret adalah puisi yang mementingkan bentuk grafis atau tata wajah yang disusun mirip dengan gambar. Di samping makna yang ingin disampaikan oleh penyair, ia juga memperlihatkan kemanisan susunan kata-kata dan baris serta bait yang menyerupai gambar seperti segitiga, huruf Z, kerucut, piala, belah ketupat, segi empat, dan lain-lain. Puisi konkret sangat terkenal dalam dunia perpuisian Indonesia sejak tahun 1970-an. Sutardji Calzoum Bachri termasuk pelopornya.Puisi-puisi Sutardji Calzoum Bachri banyak yang dapat dikategorikan puisi konkret, seperti puisinya yang berjudul “Tragedi Winka dan Sihka” yang berbentuk zig-zag. TRAGEDI WINKA DAN SIHKA kawin kawin kawin kawin kawin ka win ka win ka win ka win ka win ka winka winka winka sihka sihka sihka sih ka sih ka sih ka sih ka sih ka sih sih sih sih sih sih ka Ku (Sutardji Calzoum Bachri, 1983) 2.4. Jenis Puisi Indonesia Dilihat Dari Media Pengungkapan Jika melihat kamus besar bahasa Indonesia terbaru yang diterbitkan oleh Departemen Pendidikan Nasional, maka akan ditemukan arti yang paling selaras dengan konteks ini, yakni alat (Depdiknas, 2008: 892). Sedangkan kata pengungkapan dalam kamus yang sama, diartikan sebagai proses, cara, dan perbuatan mengungkapkan (2008: 1529). Artinya, jika digabungkan, media pengungkapan adalah alat untuk mengungkapkan.Media pengungkapan dalam konvensi bahasa dan konkret (rupa) puisi, berarti alat untuk mengungkapkan kesepakatan-kesepakatan yang ada dalam bahasa puisi dan puisi konkret. 2.4.1 Konvensional Bahasa Puisi Arti kata konvensional yang digunakan pada judul di atas adalah sebagai konvensi (kesepakatan) umum. Sedangkan konotasi leksikal (makna menurut kamus) kata konvensi adalah permufakatan atau kesepakatan (Depdiknas, 2008: 730). Yang pertama menjadi kata sifat dan yang kedua menjadi kata benda. Bahasa diartikan sebagai sistem lambang bunyi yang arbitrer (manasuka), yang digunakan oleh suatu anggota masyarakat untuk bekerjasama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri (Depdiknas, 2008: 116).Arti puisi adalah ragam sastra yang bahasanya terikat oleh irama, matra, rima, serta penyusunan larik dan bait (Depdiknas, 2008: 1112). Hasanuddin W.S. (2012: 65) menyatakan bahwa bahasa puisi (sajak) adalah bahasa yang dihasilkan dari kristalisasi pengalaman, perasaan, dan pikiran yang menyatu erat dengan obsesi. Kemudian dikonkretkan oleh penyair dengan menggunakan bahasanya. Bahasa puisi tidak sama, bahasa puisi mempunyai kekhasan tersendiri, dan pengucapan di dalam puisi tergantung pada penyair yang membacakannya. Maka dari itu, antara satu puisi dengan puisi yang lain ditemukan pola pengucapan yang berbeda. Pola perbedaan pengucapan inilah yang dinamakan dengan bahasa khas puisi. Hal-hal yang menyangkut bahasa puisi yang telah –dengan sendirinya– disepakati oleh para penyair, meskipun tak semuanya sebagai berikut (WS, 2012: 67). 1. Kosakata Menurut Muljana (seperti dikutip Pradopo, 2012: 51), baik tidaknya bahasa tergantung pada kecakapan sastrawan (penyair) dalam mempergunakan kata-kata. Dan segala kemungkin di luar kata tak dapat dipergunakan, misalnya mimik, gerak, dan sebagainya. Kehalusan perasaan penyair dalam mempergunakan kata-kata sangat diperlukan. W.S. Rendra dalam salah satu ceramahnya mengatakan bahwa ia menganjurkan para penyair untuk selalu melihat arti kata dalam kamus, seperti yang ia lakukan dengan tekun untuk mendapatkan arti yang setepat-tepatnya. Hal itu tidak berarti bahwa bahasa serta kata-katanya tidak sama dengan bahasa masyarakat pada umumnya. Penggunaan kata-kata bahasa sehari-hari dapat memberi efek realistis, sedangkan penggunaan bahasa yang indah dapat memberi efek romantis (Pradopo, 2012: 51-53). 2. Pemilihan Kata Pradopo (2012: 54) menyebutkan bahwa pemilihan kata dalam puisi (sajak) disebut diksi. Ia menambahkan, diksi itu untuk mendapatkan kepuitisan, untuk mendapatkan nilai estetik. Menurut Altenbernd (seperti dikutip Pradopo), untuk mendapatkan kepadatan dan intensitas supaya selaras dengan sarana komunikasi puitis yang lain, maka penyair memilih kata-kata dengan secermat-cermatnya. 3. Pengimajian Adalah kata atau susunan kata-kata yang dapat mengungkapkan pengalaman inderawi, seperti penglihatan, pendengaran, dan perasaan. Pengimajian dibagi menjadi tiga, yaitu imaji suara (auditif), imaji penglihatan (visual), dan imaji rasa (taktil). Pengimajian menjadikan pembaca seakan-akan melihat, mendengar, dan merasakan seperti apa yang dialami penyair (Damayanti, 2013: 19). 4. Rima dan Irama Rima atau persamaan bunyi adalah salah satu unsur pembentuk irama, namun irama tidak hanya dibentuk oleh rima. Baik rima maupun irama, keduanya menciptakan efek musikalisasi pada puisi, yang membuat puisi menjadi indah dan enak didengar meskipun tanpa dilagukan. Ada beberapa jenis rima, yaitu: rima sempurna (persamaan bunyi pada suku kata terakhir); rima tak sempurna (persamaan bunyi yang terdapat pada sebagian suku kata terakhir); rima mutlak (persamaan bunyi yang terdapat pada dua kata atau lebih secara mutlak atau suku kata sebunyi); rima terbuka (persamaan bunyi yang terdapat pada suku kata akhir terbuka atau dengan vokal sama); rima tertutup (persamaan bunyi yang terdapat pada suku kata konsonan); rima aliterasi(persamaan bunyi yang terdapat pada bunyi awal kata pada baris yang sama atau baris yang berlainan); rima asonansi (persamaan bunyi yang terdapat pada asonansi vokal tengah kata); dan rima disonansi (persamaan bunyi yang terdapat pada hurufhuruf mati atau huruf konsonan (Damayanti, 2013, 36-37). Sedangkan irama dalam kaitannya dengan bahasa puisi adalah pergantian turun naik, panjang pendek, keras lembut ucapan bunyi bahasa dengan teratur.Irama adalah ritme, artinya gerakan yang teratur, terus-menerus tidak putus-putus (Pradopo, 2012: 40). Atau dengan bahasa yang lain, irama adalah intonasi. Cara yang tepat untuk melatih irama dalam pembacaan puisi, dengan mendaklamasikannya.Irama puisi bisa dinikmati, jika pembaca puisi bisa menikmati kata-kata yang ada dalam puisi yang dibacakannya. 5. Gaya Bahasa Secara singkat dapat dikatakan bahwa gaya bahasa adalah cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis (pemakai bahasa). Sebuah gaya bahasa yang baik harus mengandung tiga unsur: kejujuran, sopan-santun, dan menarik (Keraf, 1985: 113). Menurut Tarigan (2009: 5), ragam gaya bahasa terbagi menjadi empat kelompok, yaitu: perbandingan (perumpamaan, metafora, personifikasi, depersonifikasi, alegori, antitesis, pleonasme/tautologi, perifrasis, prolepsis atau antisipasi, dan koreksio atau epanortosis); kedua, pertentangan (hiperbola, litotes, ironi, oksimoron, paronomasia, paralipsis, zeugma dan silepsis, satire, inuendo, antifrasis, paradoks, klimaks, antiklimaks, apostrof, anastrof atau inversi, apofasis atau preterisio, histeron proteron, hipalase, sinisme, sarkasme); ketiga, pertautan (metonimia, sinekdoke, alusi, eufemisme, eponim, epitet, antonomasia, erotesis, 6. paralelisme, elipsis, gradasi, asindeton, polisindeton); dan keempat, perulangan (aliterasi, asonansi, antanaklasis, kiasmus, epizeukis, tautotes, anafora, epistrofa, simploke, mesodilopsis, epanalepsis, anadiplosis). dan budaya di hari tua. Kita mengangkat senjata selagi muda dan mati atau menang. (Jassin, 1986: 375) Tata Bahasa Adalah kumpulan kaidah tentang struktur gramatikal bahasa (Depdiknas, 2008: 1410). Menurut Hasanuddin W.S. (2012: 115) penyalahgunaan ketatabahasaan justru disengaja oleh para penyair untuk menimbulkan kesan kepuitisan. Kebebasan penyair untuk memperlakukan bahasa sebagai bahan puisi dalam istilah kesusastraan dikenal sebagai licentia poetica. Yang dimaksud dengan licentia poetica ialah kebebasan seorang sastrawan untuk menyimpang dari kenyataan, dari bentuk atau aturan konvensional, untuk menghasilkan efek yang dikehendaki (Sudjiman, 1993:18). Ada hubungan antara bahasa puisi dan licentia poetica. Licentia poetica dapat diartikan sebagai adanya dispensasi bagi sastrawan (penyair) untuk memilih cara penyampaian pengalaman batinnya. Penyair dapat memilih cara penyampaian dengan tiga cara, yaitu: pertama, mengikuti kaidah bahasa secara tradisional konvensional; kedua, penyair memanfaatkan potensi bahasa secara kreatif namun masih dalam batas konvensi bahasa; dan ketiga, penyair menyimpang dari konvensi bahasa yang berlaku. Apapun cara penyampaian yang dilakukan pada dasarnya bertujuan memunculkan efek tertentu yang tidak diperoleh dengan cara lainnya. Dapat saja penyair menggunakan salah satu cara dari ketiga cara tersebut atau dua dari ketiga cara itu atau bahkan ketiga-tiganya digunakan dalam sebuah puisi. 2.4.2. Puisi Konkret Atau Rupa Puisi Puisi konkret, menurut Elin (seperti dikutip Oktav, Makalah, 2014), adalah puisi yang menitikberatkan pada bentuk grafis yang disusun mirip dengan gambar. Jika melihat definisi yang dikemukakan oleh Elin tersebu, puisi konkret berarti penyempurna dari puisi mantra dan puisi mbeling. Puisi mantra dicetus dan digerakkan oleh Sutardji Calzoum Bachri, sedangkan puisi mbeling oleh Remy Sylado. BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Puisi ialah mengekspresikan pemikiran yang membangkitkan perasaan, yang merangsang imajinasi panca indra dalam susunan yang berirama. Puisi itu merupakan rekaman dan interpretasi pengalaman manusia yang penting, diubah dalam wujud yang berkesan. Seiring perkembangan zaman, Jenis-jenis puisi juga beragam. Seperti jenis puisi dilihat dari periodenya yang terdiri puisi lama, puisi modern dan mutakhir. Jenis puisi dilihat dari periodenya terdiri atas puisi lama, modern dan mutakhir. Jenis puisi dilihat dari strukturnya terdiri atas puisi terikat, puisi bebas dan puisi inkonvensional. Dan jenis puisi dilihat dari media pengungkapannya terdiri atas Konvensional bahasa dan konkret rupa. DAFTAR PUSTAKA http://www.google.com/amp/s/netfajar.wordpress.com/2015/04/20/makalahpuisi/amp/ https://eprints.uny.ac.id/9410/2/bab%201-06205241001.pdf http://kolibet.blogspot.com/2014/03/jenis-puisi-indonesia-dilihat-dari-25.html?m=1 http://kolibet.blogspot.com/2014/03/jenis-puisi-indonesia-dilihat-dari.html?m=1 http://kolibet.blogspot.com/2014/02/jenis-puisi-indonesia-dilihat-dari-25.html?m=1