Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 4 No. 1, Januari 2017 Kelompok Rentan dalam Pembangunan Kawasan Kota Bandara di Kulon Progo: Studi Kasus New Yogyakarta International Aiport (NYIA) Oleh: Wahyu Kustiningsih1 Abstrak Pembangunan bandara merupakan infrastruktur transportasi yang dinilai strategis dalam upaya peningkatan perekonomian lokal. Salah satunya pembangunan bandara baru di Yogyakarta berlokasi di Kulon Progo, yaitu New Yogyakarta International Airport (NYIA). Pembangunan bandara baru yang jauh melebihi target waktu yang ditentukan mengindikasikan adanya problematika sosial khususnya resistensi warga dan isu keberlanjutan aktivitas ekonomi dari warga setempat akibat aglomerasi ekonomi dan privatisasi di area yang terdampak pembangunan kawasan kota bandara. Kritik terhadap pembangunan bandara ini muncul karena adanya privatisasi oleh investor asing dalam pembangunan kawasan bandara atau airport city dianggap mengancam keberlangsungan aktivitas ekonomi kelompok rentan. Kajian ini bertujuan untuk menganalisis mekanisme yang dapat mengakomodasi kepentingan kelompok rentan sehingga dapat berpartisipasi dalam pembangunan di kawasan bandara. Kajian ini menghasilkan tiga rekomendasi, yaitu: keperluan adanya grand design pembangunan bandara yang mempertimbangkan keberlanjutan kelompok rentan, inisiasi program community development guna memberdayakan kelompok rentan, dan perlunya perumusan kebijakan afirmatif bagi kelompok rentan dengan mendasarkan pada asas keadilan sosial. Abstract The development of an airport is considered as a strategic transport infrastructure that will improve local economy. To exemplify such consideration is the development of a new airport in Yogyakarta which is located in Kulon Progo, namely New Yogyakarta International Airport (NYIA). The development of the new airport is experiencing delays and exceeds the previously scheduled. This indicates a social problem which occurs as a response to the development of the airport, such as the resistance of local residents whose daily economic activities are vulnerable due to economies of agglomeration and privatization in the area affected by the development of the new airport city. Major criticism of the development of the airport has emerged since the privatization of the airport is made by foreign investors and may threaten economic sustainability of vulnerable groups. This study aims to analyze a mechanism of accommodating the interests of vulnerable groups, so they are able to participate in economic activities in the area affected by the development of the new airport. The study suggests three recommendations, namely: the necessity of a grand design which recognizes the need of vulnerable groups who are affected by the airport development, the initiation of community development programs in order to empower vulnerable groups, and the need to formulate an affirmative policy for vulnerable groups based on the principles of social justice. Keywords: vulnerable groups, airport city, community development Kata kunci: kelompok rentan, kawasan kota bandara, community development Wahyu Kustiningsih adalah staf pengajar di Departemen Sosiologi, Fisipol, UGM. 1 91 Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 4 No. 1, Januari 2017 Wahyu Kustiningsih Kelompok Rentan dalam Pembangunan Kawasan Kota Bandara di Kulon Progo: Studi Kasus New Yogyakarta International Airport Latar Belakang sekitarnya (Knippenberger 2010:214). PT Statistik transportasi udara menunjukkan Angkasa Pura I (2014), selaku manajemen bahwa dan NYIA, dalam kegiatan sosialisasi rencana penumpang di Indonesia terus bertambah pembangunan NYIA menyatakan bahwa tiap tahunnya (BPS 2016). Berdasarkan adanya bandara baru akan memberikan data kedatangan kesempatan kerja dan peluang berusaha penerbangan dalam negeri (domestic) pada bagi masyarakat setempat. Namun, perlu tahun 2014 sebanyak 769.762 pesawat diperhatikan bahwa pembangunan bandara dengan 73.889.533 penumpang. Angka baru juga akan menimbulkan konteks tersebut mengalami kerentanan 791.783 pesawat jumlah terakhir, penerbangan jumlah kenaikan dengan menjadi 75.593.248 (vulnerability Kerentanan yang muncul dapat berupa penumpang pada tahun 2015. Kenaikan guncangan-guncangan jumlah ketidakpastian, penerbangan disebabkan oleh context). (shocks), dan kemungkinan pelbagai faktor, yaitu kondisi geografis terganggunya masa depan penghidupan. Indonesia yang bersifat kepulauan yang Kerentanan ini bisa mengganggu aset-aset berdampak baru, penghidupan warga dalam bentuk sumber penduduk, daya manusia (human capital), sumber daya peningkatan kesejahteraan penduduk, dan alam (natural capital), keuangan (financial kebutuhan waktu tempuh yang semakin capital), singkat. infrasruktur (physical capital). pada pertumbuhan ekspansi rute jumlah Dalam rangka mendukung sosial (social capital), dan pertumbuhan industri penerbangan yang Berdasarkan uraian di atas, tulisan ini fokus pesat, Kementrian Perhubungan berencana pada membangun 45 bandara baru dalam kurun infrasturktur berupa bandara berdampak waktu 2022 pada peningkatan kualitas hidup dari Pembangunan kelompok rentan. Secara spesifik, tulisan ini tersebut terbagi atas 24 bandara hingga membahas bagaimana memberikan ruang tahun 2017 dan sisanya akan dibangun bagi kelompok rentan terdampak bandara secara bertahap hingga 2022. Salah satu baru, supaya berpartisipasi dan menikmati bandara baru yang akan dibangun pada pembangunan perkotaan atau kota bandara tahun Yogyakarta (airport city). Alur tulisan bermula dari International Airport atau NYIA di Temon, ketidaksesuaian kebijakan pembangunan Kabupaten Kulon Progo, D.I. Yogyakarta. dari pusat atau nasional dengan kebijakan Pembangunan bandara baru seringkali pembangunan dari lokal atau daerah. digaungkan akan memberikan dampak Kemudian, tulisan ini akan memaparkan positif terhadap pertumbuhan ekonomi dinamika sosial pembangunan banra baru. 10 (Bandara tahun hingga Online 2017 2012). ialah tahun New bagaimana pembangunan 92 Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 4 No. 1, Januari 2017 Wahyu Kustiningsih Kelompok Rentan dalam Pembangunan Kawasan Kota Bandara di Kulon Progo: Studi Kasus New Yogyakarta International Airport Terakhir, tulisan ini mengarah pada untuk kehidupan bagaimana memberi affirmative policies (sustainability). bagi kelompok rentan terdampak bandara. Secara keseluruhan, mendatang pendekatan digunakan dalam Metodologi kualitatif dengan Penelitian ini dimulai sejak tahun 2014 menghasilkan deskripsi yang komprehensif ketika awal dilaksanakannya sosialisasi dan mendalam terkait dinamika sosial rencana pembangunan New Yogyakarta pembangunan International Airport atau NYIA. Saat itu, penelitian yang digunakan antara lain: peneliti sebagai bagian dari Tim Peneliti (1) Pusat Studi Pedesaan dan Kawasan (PSPK) langsung dengan mengamati kehidupan UGM yang bermaksud untuk memetakan masyarakat setempat, khususnya warga program community development (comdev) terdampak pembangunan bandara baru di 6 bagi warga di kecamatan Temon Kabupaten (enam) desa; Kulon Progo yang terdampak pembangunan (2) Pengumpulan data sekunder yang bandara baru, khususnya kelompok rentan. dilakukan melalui instansi terkait, media Peneliti menghadiri kegiatan sosialisasi massa, dan pencarian jurnal atau literatur; yang adakan oleh PT Angkasa Pura di (3) Diskusi kelompok terarah atau FGD beberapa desa terdampak pembangunan (Focus Group Discussion) dilakukan dengan NYIA, antara lain desa Jangkaran, desa melibatkan Sindutan, desa Palihan, desa Kebonrejo, masyarakat, desa Temon Kulon, dan desa Glagah. stakeholder lainnya; dan Peneliti (4) melakukan pengumpulan data penelitian yang yang warga untuk baru. Metode dilakukan terdampak, kelompok Wawancara ialah tujuannya bandara Observasi ini rentan, mendalam dan (in-depth interview) wawancara warga informasi, misalnya dari narasumber FGD melakukan FGD dengan hingga pelbagai atau lainnya. guna tokoh hampir selama 6 (enam) bulan, mulai dari terdampak, dilakukan secara menyelami Data hasil wawancara dan stakeholder. Pada tahun 2016, peneliti FGD berupa transkrip, serta data lainnya, secara independen berkesempatan untuk kemudian dikategorisasikan dan dianalisis kembali ke lapangan tepat saat proses guna memunculkan temuan-temuan sesuai pembebasan tanah untuk bandara baru. Kali dengan tujuan penelitian. ini, peneliti melakukan observasi di beberapa lokasi dan melakukan wawancara dengan beberapa warga terdampak terkait kesiapan mereka dengan akan dimulainya pembangunan bandara baru dan rencana 93 Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 4 No. 1, Januari 2017 Wahyu Kustiningsih Kelompok Rentan dalam Pembangunan Kawasan Kota Bandara di Kulon Progo: Studi Kasus New Yogyakarta International Airport Bandara, Aglomerasi Privatisasi Ekonomi, dan Bandara menjadi lokasi yang semakin menarik bagi aktivitas ekonomi dengan Infrastruktur memiliki peranan krusial aksesibilitas baik di skala internasional, dalam pertumbuhan dan pembangunan nasional, suatu (Schaafsma dkk 2008 dalam Freestone dan negara (Percoco 2010:2427). regional, dan metropolitan Indonesia saat ini melakukan pembangunan Wiesel 2014:280). infrastuktur secara masif. Keterbatasan Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten kemampuan pemerintah untuk mendanai Kulon seluruh infrastuktur membuat pemerintah pembangunan bandara baru di wilayahnya. memilih Mereka optimis bahwa bandara baru akan untuk melakukan kerjasama Progo menyambut rencana dengan sektor privat. Proyek semacam ini meningkatkan Pendapatan Asli disebut dengan Public Private Partnership. (PAD) seperti Kabupaten Sleman lokasi Bappenas (2015) merilis data tentang Bandara Adisucipto. PAD yang diharapkan proyek pembangunan infrastruktur yang tidak datang langsung dari bandara, namun siap ditawarkan atau dilelang (ready to perusahaan-perusahaan, hotel-hotel, dan offer), yang akan datang (prospective), dan lainnya yang bermunculan paska adanya yang berpotensi (potential) dari pelbagai bandara. provinsi di Indonesia. Dalam data tersebut, menarik investor baru yang berdampak proyek pembangunan NYIA pada pengembangan wilayah. dalam proyek berpotensi diperkirakan yang menghabiskan termasuk Keberadaan Daerah bandara akan dan Sejak kebangkitan studi tentang determinan anggaran aglomerasi ekonomi, bandara dilihat tidak sebesar US $500 juta. hanya Bandara (airports) merupakan infrastruktur pembangunan di bidang transportasi yang dianggap (demand), strategis. berperan interaksi tatap muka dan produktivitas, signifikan dalam pengembangan ekonomi khususnya dalam industri padat karya, (Freestone, seperti sektor jasa (Percoco 2010:2428). Bandara dianggap Williams, and Bowden sebagai elemen dari berdasarkan namun juga kebijakan permintaan sebagai 2006:491). Bandara sudah sejak lama Aglomerasi ekonomi dipertimbangkan sebagai bagian penting didukung oleh dari (Percoco merupakan bandara 2003:1456). Pelayanan dari perusahaan pembangunan 2010:2429). regional Kehadiran antar kota ruang transportasi hal penting yang yang udara (Brueckner memunculkan pengembangan bisnis non- penerbangan penerbangan, seperti: hotel, lokasi-lokasi membatasi pusat bisnis, pusat perbelanjaan moderen, pengembangan ekonomi kota. Kapasitas outlets makanan cepat saji, dan sebagainya. bandara dalam dan buruk dianggap menghalangi menstimulasi interaksi 94 Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 4 No. 1, Januari 2017 Wahyu Kustiningsih Kelompok Rentan dalam Pembangunan Kawasan Kota Bandara di Kulon Progo: Studi Kasus New Yogyakarta International Airport langsung dipengaruhi kualitas impact), dampak stimulan (induced impact), diukur dan dampak katalitik (catalytic impact) dalam bentuk koneksivitas dengan wilayah (Graham (2003) dan ACI (2004) dalam lain Percoco 2010:2429). perusahaan oleh penerbangan (Brueckner 2003 yang dalam Percoco Pertama, dampak 2010:2428). langsung, yaitu berupa pekerjaan dan Lokasi bandara baru di Temon diperkirakan pendapatan yang diperoleh dari konstruksi dapat bagi dan operasional bandara. Dampak ini pengembangan ekonomi di kota-kota kecil diperoleh apabila terlibat secara langsung yang ada di sekitarnya, misalnya Purworejo pada dan Kutoarjo (Provinsi Jawa Tengah), serta konstruksi Kabupaten Bantul melalui jalur lingkar megaproyek dengan melibatkan jumlah selatan Deandles. Selain itu, pembangunan tenaga kerja yang besar. Akan tetapi, proyek aglomerasi ekonomi akan dilakukan pada tersebut bersifat tender, sehingga warga kota kecamatan yang ada di sepanjang jalan setempat tidak dengan mudah terlibat utama dalam memberikan antara keuntungan Temon hingga Kota dua tahapan tersebut. Proses bandara termasuk dalam tahap konstruksi. Untuk tahap Yogyakarta. Perubahan urban landscape operasional, kebutuhan tenaga kerja di membawa evolusi peran bandara dari bandara terbagi atas pekerjaan formal penyedia (tetap atau kontrak) dan pekerjaan informal infrastruktur providers) menjadi (infrastructure entitas komersil (outsourching). Prasyarat pekerja formal (Comercial entities) (Gerber 2002 dalam tentu lebih tinggi dibandingkan pekerja Freestone dkk 2006). Hal ini ditambah informal, misalnya level pendidikan setaraf dengan rencana Kementrian Pekerjaan perguruan tinggi. Menurut data profil Umum akan pendidikan di Temon tahun 2014, rata-rata membangun jalur bebas hambatan yang pendidikan yang ditempuh warga ialah dibuat dekat lokasi bandara baru dan SMA. Kedua, dampak tidak langsung ialah menghubungkan Tengah. pekerjaan dan pendapatan yang diperoleh terjadi dari distribusi pemasok barang dan jasa. mentransformasikan bandara ke dalam titik Masyarakat memiliki kesempatan dalam aktivitas utama yang berimplikasi terhadap kategori struktur Perindustrian dan Perumahan Pembangunan spasial, hingga yang Jawa yang transportasi, pasar ini. Pemda dan skema melalui Dinas Perdagangan dapat properti komersil, lingkungan dan sistem membuat kerjasama perencanaan perkotaan. manajemen Ada empat dampak ekonomi dari adanya perusahaan distributor guna peningkatan bandara, yaitu: dampak langsung (direct ekonomi melalui supply produk lokal. impact), dampak tidak langsung (indirect Ketiga, bandara dampak dan stimulan dengan perusahaan- merupakan 95 Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 4 No. 1, Januari 2017 Wahyu Kustiningsih Kelompok Rentan dalam Pembangunan Kawasan Kota Bandara di Kulon Progo: Studi Kasus New Yogyakarta International Airport pekerjaan dan pendapatan yang diperoleh mengeneralisasikan berdasarkan pengeluaran dari pendapatan kausalitas antara pekerja dengan kepadatan yang lalu lintas penerbangan. disebabkan oleh efek langsung tentang hubungan maupun tidak langsung. Bagian ini terkait NYIA yang digawangi oleh PT Angkasa Pura perputaran uang dalam kawasan. Terakhir, I selaku BUMN membentuk perusahaan dampak katalitik yaitu pekerjaan dan patungan pendapatan yang diperoleh dari peran dengan bandara sebagai pendorong pertumbuhan India. Perusahaan produktivitas perusahaan dan sebagai penarik atau joint venture bersama investor, yaitu tersebut pengelola GVK dari merupakan bandara yang perusahaan-perusahaan baru. Masyarakat mengelola Bandara Mumbai dan Bangalore bisa jadi tidak bekerja di bandara, namun di India. Pendanaan bandara baru berasal bekerja dari dari joint venture dan sama sekali tidak bandara, misal hotel, perusahaan jasa menggunakan APBN. PT Angkasa Pura I transportasi, dan lainnya. menggunakan Frekuensi pelayanan atas pelbagai tujuan membangun bandara baru di Kulon Progo. penerbangan jumlah Di sisi lain, proyek bandara baru ini memfasilitasi merupakan megaproyek yang dianggap kontak langsung dengan bisnis di kota lain, potensial di Indonesia (Bappenas 2015). Hal merangsang kedatangan perusahaan baru ini mengindikasikan bahwa sebenarnya di kota tersebut dan menstimulasi pekerja proyek bandara baru ini merupakan proyek untuk pada level nasional dan bersifat sentralistik. pada penumpang supporting system merefleksikan yang mendirikan tinggi, usaha (Brueckner dana korporasi 2003:1467). Riset yang dilakukan pada area Terkait isu metropolitan di Amerika oleh Brueckner daerah dalam memperlihatkan bahwa setiap kenaikan 10 pelaksana persen dari jumlah penumpang pesawat penyediaan lahan. terbang, maka kira-kira ada peningkatan 1 Kebijakan terkait pembangunan bandara persen pekerja dalam industri yang terkait baru sepenuhnya dari pusat. Hal ini pelayanan penerbangan. Akan tetapi, hasil diindikasikan riset bahwa ketidaklancaran dalam proses pelaksanaan kepadatan penerbangan tidak berdampak dan terkesan pemerintah daerah tidak siap pada manufaktur. Hal ini menunjukkan dalam membangun kawasan yang didukung bahwa kondisi penerbangan tidak begitu bandara penting bagi perusahaan dibandingkan bagi Ketidaksiapan pemda terpetakan dengan bisnis penerbangan. belum adanya grand design atau bahkan tersebut master plan kota bandara, dan juga terkait tersebut terkait Kecenderungan mengatakan pelayanan desentralisasi, dalam hal ini khususnya sebagai bertaraf pemerintah hanya sebagai dalam proses penyebab internasional. 96 Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 4 No. 1, Januari 2017 Wahyu Kustiningsih Kelompok Rentan dalam Pembangunan Kawasan Kota Bandara di Kulon Progo: Studi Kasus New Yogyakarta International Airport pengurusan AMDAL. Kondisi tersebut dinilai cukup krusial dan menyebabkan beberapa hal yang bersifat fundamental, yaitu kekhawatiran munculnya privatisasi dan semakin tersingkirnya kelompok rentan dari pembangunan di kotanya sendiri. bandara baru bergeser ke sektor privat (Freestone and Wiesel 2015:50). Hal ini seiring mengalirnya privatisasi ekonomi melalui ruang ekonomi pada level sub Pembangunan NYIA diawali dengan studi kelayakan (feasibility study) pada tahun 2012 yang dilaksanakan oleh Pusat Studi Transportasi dan Logistik (PUSTRAL) UGM, Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan Publik Privatisasi bandara membuat investasi pada terjadi Dinamika Sosial Pembangunan New Yogyakarta International Airport (NYIA) nasional dan secara efektif membongkar jaringan nasional, kemudian membuka jalur investasi swasta asing dan mempromosikan pembangunan komersial di lokasi-lokasi favorit. Privatisasi bandara terjadi ketika berorientasi pembangunan pada bisnis hanya (Freestone 2011:116). Kritik yang muncul di negara maju ialah bahwa pemerintah cenderung menyetujui rezim bandara yang tidak terintegrasi secara efektif dengan negara dan pembuat kebijakan lokal. Selama ini ada ketegangan antara pengelola bandara, pemerintah, komunitas, dan kepentingan korporasi terkait konstruksi pusat perbelanjaan, blok perkantoran, pabrik, dan pembangunan non-aeronautical, serta proses perencanaan konvensional yang selama ini dikawal oleh negara. (PSEKP) UGM, serta Landrum & Brown Worldwide Service. Studi ini dilakukan atas dasar Memorandum of Understanding (MoU) antara PT Angkasa Pura dan Indian Investor GVK pada 25 Januari 2011. MoU lanjutan dilakukan antara PT Angkasa Pura 1 dengan Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta, khususnya untuk membuat master plan NYIA. Studi ini dilakukan di 7 (tujuh) potensi lokasi pembangunan NYIA, antara lain: 1) Bandara Adisucipto (kabupaten Sleman); 2) Selomartani (kabupaten Sleman); 3) Bandara Gading (kabupaten Gunung Kidul); 4) Gadingharjo (kabupaten Bantul); 5) Bugel (kabupaten Kulon Progo); 6) Temon (kabupaten Kulon Progo); dan 7) Bulak Kayangan (kabupaten Kulon Progo). Studi kelayakan di atas mempertimbangkan beberapa faktor, antara lain: 1) dampak ekonomi; 2) penilaian finansial; 97 Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 4 No. 1, Januari 2017 Wahyu Kustiningsih Kelompok Rentan dalam Pembangunan Kawasan Kota Bandara di Kulon Progo: Studi Kasus New Yogyakarta International Airport 3) kelayakan sosial (dampak komunitas, harmoni budaya, lingkungan alam); 4) kelayakan pembangunan persegi dengan kapasitas 15 juta penumpang per tahunnya; dan landas pacu regional sepanjang 3.250 meter dan area parkir perencanaan pesawat berkapasitas hingga 35 pesawat. (kesesuaian dengan regional, kesesuaian dengan Tahap kedua merupakan pengembangan transportasi, lanjutan terminal penumpang menjadi 195 kebijakan pengembangan regional, ribu meter persegi dengan daya tampung zona bencana, isolasi, dan batas area); hingga 20 juta penumpang pertahunnya, 5) kelayakan teknis (daya dukung tanah, serta landas pacu diperpanjang menjadi perencanaan kondisi sistem eksisting lahan, kondisi 3.600 meter dan pengembangan area parkir permukaan, jarak dari pusat kota, pesawat berkapasitas hingga 45 pesawat. infrastruktur); Pengembangan ini dilakukan supaya dapat 6) kelayakan operasional (kondisi ruang udara, faktor kegunaan, batas melayani pesawat berbadan besar seperti jenis Boeing 747-400. Pembangunan ketinggian, visibilitas, jarak dengan bandara baru seluas 587 hektar yang bandara terdekat); sebenarnya sudah dimulai sejak 7 tahun 7) kelayakan lingkungan (penggunaan sebelumnya dan ditargetkan akan selesai tanah, kepemilikan tanah, populasi pada tahun 2019 merupakan respon dari yang terelokasi, sistem drainase); pemerintah 8) kelayakan lalulintas udara (potensial penumpang, potensial pesawat terbang); 9) ketersediaan tanah (kebutuhan tanah bandara, ketersediaan lokasi); daerah setempat dan PT Angkasa Pura I terhadap lonjakan lalu-lintas penerbangan dan alternatif keterbatasan pengembangan. mengatasi Saat ini, bandara eksisting di Yogyakarta ialah Bandara Adisucipto. Bandara ini sedang 10) pembiayaan (CAPEX dan OPEX); menghadapi 11) pendapatan/ revenue (aeronautical pengembangan lokasi karena keterbatasan dan non aeronautical revenue). Berdasarkan faktor tersebut, lokasi yang dianggap paling potensial ialah kecamatan Temon di kabupaten Kulon Progo. New Yogyakarta International Airport (NYIA) akan dibangun Pembangunan tahap secara pertama bertahap. meliputi terminal penumpang seluas 130 ribu meter problematika dalam lahan, sehingga tidak dapat melakukan pengembangan landasan (runway). Faktor lainnya ialah keberadaan cagar budaya Candi Ratu Boko dan kepadatan rumah penduduk di sekitar lokasi. Status Bandara Adisucipto sebagai civil enclave airport atau bandara yang berlokasi di fasilitas militer, dalam hal ini ialah 98 Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 4 No. 1, Januari 2017 Wahyu Kustiningsih Kelompok Rentan dalam Pembangunan Kawasan Kota Bandara di Kulon Progo: Studi Kasus New Yogyakarta International Airport Markas Besar Yogyakarta, TNI Angkatan mengharuskan Udara menentang pembangunan bandara ialah berbagi Wahana Tri Tunggal atau akrab disebut landasan untuk kegiatan operasi militer, dengan WTT. pelatihan militer, dan penerbangan sipil. Berdasarkan Padahal, kapasitas dari landasan yang ada wawancara, resistensi yang muncul sejak tidak mencukupi bagi penerbangan sipil. awal sosialisasi, bahkan hingga saat ini di Data dari PT Angkasa Pura 1 (2014) tahap awal konstruksi bandara baru, terkait menunjukkan bahwa jumlah penumpang di dengan Bandara Adisucipto pada tahun 2011 pencaharian sebagai sumber penghidupan sebanyak 4,3 juta penumpang, tahun 2012 masyarakat. Lokasi bandara baru, yaitu sebanyak 4,9 juta penumpang, dan tahun kecamatan Temon, merupakan kawasan 2013 sebanyak 5,7 juta penumpang per perdesaan yang mayoritas penduduknya tahun. atas mengandalkan sektor pertanian sebagai kapasitas Bandara Adisucipto yang hanya mata pencaharian mereka. Petani di Temon sebesar 1,2 juta penumpang per tahun. terbagi menjadi petani pemilik lahan, petani Lonjakan penumpang diindikasikan sebagai penggarap, dan keduanya. Petani penggarap dampak sektor mengacu pada petani yang tidak memiliki pariwisata di Yogyakarta dengan salah satu lahan dan umumnya mengerjakan lahan indikatornya akomodasi, milik orang lain atau menyewa tanah. Tanah kamar dan tempat tidur hotel yang kian yang umum disewa oleh petani di wilayah bertambah Temon ialah Sultan Ground (SG) dan Paku Jumlah tersebut dari jauh di pertumbuhan ialah tiap jumlah tahunnya (BPS D.I.Yogyakarta 2016). Pembangunan bandara hasil ancaman observasi terhadap dan mata Alam Ground (PAG). baru yang Adanya bandara baru mengancam petani direncanakan mulai konstruksi pada awal penggarap tahun 2015 dan mulai beroperasi di tahun mendapatkan kompensasi atas kehilangan 2017 terpaksa mengalami kemunduran dari mata pencaharian utama karena lahan waktu yang ditentukan. Lamanya waktu garapan yang dibutuhkan dari awal sosialisasi pembangunan rencana pembangunan bandara hingga resistensi juga muncul cukup kuat dari dimulainya konstruksi bandara di awal petani pemilik lahan yang terdampak 2017 persoalan bandara pada awal proses. Mereka merasa terkait resistensi dari masyarakat setempat, khawatir dengan masa depannya apabila khususnya dalam mempertahankan tanah lahan miliknya yang selama ini menjadi mereka, baik berstatus hak milik maupun sumber sewa. Salah satu pihak yang cukup keras Kekhawatiran yang muncul juga terkait menggambarkan ada karena mereka mereka digunakan bandara. penghidupan Di tidak sisi ada tidak untuk lain, lagi. 99 Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 4 No. 1, Januari 2017 Wahyu Kustiningsih Kelompok Rentan dalam Pembangunan Kawasan Kota Bandara di Kulon Progo: Studi Kasus New Yogyakarta International Airport dengan nilai ganti rugi atas tanah dan mulai menyiapkan pendampingan bagi bangunan yang dikhawatirkan akan bernilai warga terdampak bandara. Akan tetapi, rendah dan tidak sesuai harapan. rencana relokasi bagi warga terdampak Pada September 2016, PT Angkasa Pura I belum tuntas bahkan hingga tahap ganti mulai lahan rugi atas tanah milik warga. Ada sebanyak +Rp4,146 518 keluarga di Temon yang memilih untuk menyiapkan terdampak triliun. ganti bandara sebesar wawancara, direlokasi masyarakat terdampak mengaku jika ganti setempat. rugi yang diterimanya ternyata lebih tinggi dilakukan selama ini belum menemukan dibandingkan bayangan adanya perencanaan sosial yang matang sebelumnya. Penilaian atas tanah, bangunan dalam mengantisipasi persoalan sosial yang dan isinya cenderung gerakan Menurut rugi hasil dengan pun bervariasi. perlawanan lokal Partisipasi pun oleh pemerintah Pengamatan akan daerah lapangan muncul yang seiring mulai transformasi Temon dari perdesaan (rural) menyusut secara kuantitas. Proses ganti menjadi perkotaan (urban). Perencanaan rugi ini pun mengalami kendala yaitu dana pembangunan turun secara bertahap di awal sebesar Rp2 infrastruktur, misalnya hotel, lokasi wisata, triliun. jalur Besarnya dana ganti rugi yang diterima oleh penghubung warga pemilik tanah terdampak membuat Temon, dan sebagainya. Pada tahun 2016, mereka membeli Pemda DIY melakukan tinjauan kembali kendaraan (mobil) baru dan mendaftarkan terhadap Perda Nomor 2 Tanuh 2010 diri untuk tentang Rencana Tata Ruang Wilayah beribadah umroh atau haji. Lain halnya (RTRW) DIY dan kemudian membuat dengan petani penggarap yang hingga kini Raperda masih mengharapkan dana kompensasi atas pembangunan tergusurnya mata pencaharian mereka. memasukkan kawasan keistimewaan sesuai Petani penggarap menjadi bagian dari dengan UUK DIY. Raperda RTWR DIY yang kelompok rentan karena tidak memiliki aset baru ini sebagai bentuk respon pemerintah tanah dan lahan mata pencahariannya yang selama ini menuai kritik karena terampas. pembangunan Di sisi lain, adanya kepastian ganti rugi bagi menyalahi RTRW DIY. Hal ini berdampak masyarakat terdampak pada penetapan poros Temon-Yogyakarta pemerintah merencanakan berbondong-bondong mereka beserta keluarga membuat desain pariwisata lokal di kawasan bukit Menoreh. sebagai masih transportasi kota RTRW fokus pada darat sebagai Yogyakarta yang bandara bandara tumpuan dengan mengakomodasi baru baru serta dianggap pembangunan transportasi di DIY. Selain itu, pemerintah kabupaten setempat 100 Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 4 No. 1, Januari 2017 Wahyu Kustiningsih Kelompok Rentan dalam Pembangunan Kawasan Kota Bandara di Kulon Progo: Studi Kasus New Yogyakarta International Airport Perhatian pemerintah daerah yang terintegrasi dari perkotaan dan kemudian berfokus pada pembangunan masyarakatnya, sehingga membuat bandara jalur antara tetap berpotensi dan dapat digunakan, bandara baru dengan Kota Yogyakarta bahkan jika fungsi infrastruktur bandara memunculkan pertanyaan terkait relasi telah berkurang dalam (Sieverts, 2003 antara RTRW Provinsi DIY dengan RTRW dalam kabupaten Kulon Progo. Ada hubungan Perencanaan kota harus memainkan peran yang kunci dalam pertumbuhan lebih dan kritis transportasi hilang penghubung antara bandara dengan Knippenberger.ed., perencanaan kota yang disebabkan oleh terhadap perbedaan dimana karena dampak bandara hingga di luar infrastruktur batas teritorialnya (Freestone, 2009:172). transportasi semata dan adanya perbedaan Oleh karenanya, baik pemerintah pusat skala dari level perencanaan dari nasional maupun daerah perlu secara bersama-sama ke untuk membuat grand design kota bandara melihat yuridiksi bandara daerah sektoral sebagai kemudian ke lokal yang isu 2010:212). bersifat keberlanjutan, terpadu terutama mendevaluasi skala regional secara inheren yang antar tingkat (Knippenberger, 2010:212). Bandara baru (nasional-provinsi-kabupaten-lokal) diperkirakan akan membentuk kawasan antar dimensi (sosial-budaya-ekonomi). dan kota bandara (airport city), artinya akan ada pertumbuhan kota-kota di sekitar bandara. Kasarda’s (2000) dalam Freestone dkk. (2006) menyebutnya sebagai aerotropolis yang mengacu pada kota-kota yang muncul di sekitar bandara. Pembentukan kota bandara ini perlu direncanakan sebaikbaiknya dengan mempertimbangkan tidak hanya aspek ekonomi, melainkan juga sosial-budaya, serta melibatkan komunitaskomunitas lokal, sehingga meminimalisir bias pembangunan terhadap kelompok rentan. Sieverts menyatakan bahwa perubahan bandara di masa depan tidak terprediksi secara pasti. Kondisi ini seharusnya memotivasi perencana tata ruang untuk memahami bandara sebagai bagian Kelompok Rentan: Yang Tersingkir dari Pembangunan Bandara Umumnya, literatur mengatakan bahwa jasa penerbangan berdampak positif pada pembangunan regional, meski ada juga literatur yang mengatakan bahwa dampak positifnya hanya pada ekonomi saja (Bilotkach 2015:1579). Ada beberapa studi yang berusaha untuk mengevaluasi dampak dari pengeluaran pembangunan publik infrastruktur, guna khususnya bandara (Perotti 2004 dalam Percoco 2010:2427). Mereka menemukan bukti bahwa investasi publik tidak memiliki dampak pada pertumbuhan di negaranegara industri. Berdasarkan data dari 75 101 Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 4 No. 1, Januari 2017 Wahyu Kustiningsih Kelompok Rentan dalam Pembangunan Kawasan Kota Bandara di Kulon Progo: Studi Kasus New Yogyakarta International Airport area metropolitan di US, ditemukan bahwa digolongkan menurut status sosial ekonomi, tidak lintas gender, usia, kesehatan, pengangguran, dan penerbangan dengan keterserapan pekerja lainnya (Gidley et al. 2010:2). Berdasarkan lokal (local employment) dalam industri kondisi di Temon, kelompok rentan yang penerbangan berhasil terpetakan meliputi: warga miskin; ada relasi antara lalu (Brueckner 1982 dalam Percoco 2010:2429). petani dan nelayan; balita, anak dan lansia; Pembangunan NYIA yang menggandeng perempuan; dan difabel. Warga miskin sektor privat asing dan dengan dana di luar merupakan warga yang tidak memiliki aset APBN mengisyaratkan indikasi kemunculan dan/atau memiliki aset dalam jumlah privatisasi yang dianggap sebagai bagian sedikit dan terbatas. Warga dalam kategori dari rezimentasi neoliberalisme. Janji manis ini pertumbuhan ekonomi dari Investasi Asing mendapatkan dalam jumlah kecil ganti rugi Langsung (Foreign pembebasan tanah. Golongan petani dan membuat pemerintah Direct Investement) membuka pasar tidak mendapatkan dan/atau nelayan merupakan warga yang mata (market). Regulasi-regulasi pro rakyat pun pencahariannya diruntuhkan dan kemudian diganti dengan menjadi petani atau nelayan bisa jadi regulasi-regulasi yang ramah pasar (market selama usia mereka. Proses adaptasi apabila friendly). Perekonomian rakyat menjadi mereka harus berganti mata pencaharian terancam. Pasar memiliki kuasa yang sangat juga bukan merupakan perkara yang mudah besar, bahkan terhadap negara, aparatus dan instan. Di sisi lain, kebutuhan pasar negara, dan masyarakat sipil. kerja mensyaratkan kualifikasi yang cukup Pertanyaan kemudian ialah terkait hilang. Pengalaman tinggi. Kemudian, kategori balita, anak dan kesejahteraan warga. Sistem perekonomian lansia yang terkait jaminan kesehatan. Pada kawasan karut-marut sekelompok akan besar memposisikan warga perhatian ekstra lapis perkotaan, biaya-biaya kebutuhan dasar terbawah—kaum petani, nelayan, buruh, menjadi lebih mahal. Selain itu, degradasi para pekerja sektor informal, dan lainnya— kualitas lingkungan berasosiasi dengan sebagai tumbal “pasca-pembangunanisme” resiko atau “neoliberalisme”. Liberalisasi pasar pemerintah daerah seyogyanya menjamin yang bukan keberlanjutan pendidikan mereka, sehingga melainkan ke depannya nanti dapat dipertimbangkan terjadi menyejahterakan di membutuhkan justeru warga, penyakit. (Graham and Aurigi 1997:19). perekonomian lokal. Kelompok perempuan Warga lapisan bawah atau identik dengan dan kelompok difabel menjadi bagian dari sebutan kelompok rentan karena persoalan akses, dapat aktor anak, sebagai rentan dari untuk menciptakan krisis berupa polarisasi sosial kelompok bagian Khusus dalam 102 Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 4 No. 1, Januari 2017 Wahyu Kustiningsih Kelompok Rentan dalam Pembangunan Kawasan Kota Bandara di Kulon Progo: Studi Kasus New Yogyakarta International Airport khususnya akses ekonomi di ranah publik. Pembangunan Penguatan kapasitas bagi keduanya sangat dipandang sebagai proses ekonomi semata, diperlukan supaya mereka juga merasakan melainkan juga merupakan bentuk dari manfaat pembangunan lokal daerahnya. perubahan sosial dan kebudayan yang ada Respon pemerintah terhadap problematika dalam masyarakat (Soedjatmoko 1995:21). kelompok rentan haruslah berbentuk Hal ini seharusnya menjadi dasar dalam kebijakan legal. Kebijakan tersebut pengambilan kebijakan yang menyangkut mengakomodir pelbagai kepentingan dari hajat hidup orang banyak. Pembangunan komunitas-komunitas juga bandara baru yang menjanjikan keuntungan kelompok rentan. Kebijakan tersebut tidak finansial, juga harus dilihat pada aspek berlaku sama antara satu sama lain. Hal terjadinya perubahan sosial dan budaya yang terpenting ialah bahwa kebijakan dari tersebut ekonomi harus lokal dan memperhatikan aspek keadilan sosial. ekonomi masyarakatnya. yang tidak hanya Pembangunan identik dengan pembangunan infrastruktur yang masif harus senantiasa memperhatikan kualitas Kesimpulan Kecenderungan yang muncul di negaranegara maju seperti Australia dan USA, kota di sekitar bandara mengalami privatisasi. Pembangunan kota yang dikendalikan oleh ‘city marketing’ dan privatisasi cenderung secara pasti mentransformasikan ruang menjadi komoditas. Kota mengalami dilema tata ruang . Ini memberikan dampak cukup besar terhadap kota yang awalnya dimiliki oleh masyarakat, kemudian beralih sebagai penghasil uang dengan mempromosikan citra (image) kota kepada konsumen dari luar. Keberadaan turis menjadi sesuatu yang lebih penting, hingga kemudian kita sebagai masyarakat asli berubah menjadi turis di kota sendiri. Hingga akhirnya kota mengalami krisis. manusianya dalam kerangka ekualitas (equality) dan bersifat inklusif (inclusive), khususnya bagi kelompok rentan. Ada beberapa hal yang dapat mendukung terwujudnya hal tersebut. Pertama, Pemda membuat grand design khusus kota bandara (airport city) yang mengakomodasi kelompok rentan. Untuk konteks di Temon sebagai area pembangunan bandara baru, Pemerintah Daerah Kulon Progo harus memiliki grand design pengembangan kota bandara (airport city) yang bersifat jangka panjang (long term) dan mengakomodasi kepentingan kelompok rentan yang kemungkinan besar paling tersisih apabila kawasan tersebut dikuasai oleh pasar (market). Salah satu langkah untuk menguatkan partisipasi kelompok rentan dalam pembangunan kota dan meningkatkan kesejahteraan hidup mereka 103 Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 4 No. 1, Januari 2017 Wahyu Kustiningsih Kelompok Rentan dalam Pembangunan Kawasan Kota Bandara di Kulon Progo: Studi Kasus New Yogyakarta International Airport ialah melalui program community atas zona-zona sosial, serta kecenderungan development (comdev) dengan pendekatan meningkatnya people-centered development. Pendekatan secara ini menekankan pada partisipasi seluruh inequality) (Graham and Aurigi 1997:19). masyarakat melalui Sebagai building pemerintah seyogyanya membuat kebijakan charity, dan stakeholder empowerment, dan ketidaksetaraan internal (internal langkah ekonomi economic antisipasi, capacity. Kedua, Pemda dan perusahaan yang yang beroperasi di bandara baru wajib masyarakatnya dan mengevaluasi kebijakan untuk menginisiasi program community tersebut secara eksplisit dalam bentuk development kebijakan yang sesuai preferensi bagi kelompok rentan. mengutamakan maka Program comdev merupakan bagian dari kepentingan tanggungjawab komunitas sosial perusahaan atau dari (Phillips dan pelbagai macam 1957 dalam dalam hal ini PT Angkasa Pura I selaku Chossudovsky manajemen operasional bandara NYIA, dan Ketiga rekomendasi inilah yang menurut perusahaan lain yang ada di kawasan kota hemat penulis dapat menjadi mekanisme bandara, dan pemerintah daerah sebagai alternatif fasilitator. comdev kepentingan kelompok rentan khususnya bukanlah semata economic cost tetapi lebih warga yang terdampak oleh pembangunan merupakan social investment, yakni suatu bandara baru di Kulon Progo Yogyakarta. Desain program dan kesejahteraan dalam Sellekaerts 1974). mengakomodasi bentuk investasi yang hasil dan manfaatnya bagi perusahaan tidak akan diperoleh Daftar Pustaka dalam waktu cepat, melainkan dinikmati Bilotkach, Volodymyr. 2015. “Are Airports Engines of Economic Development? A Dynamic Panel Data Approach.” Urban Studies 52(9):1577–93. dalam jangka panjang. Pemerintah Daerah berkewajiban untuk mendorong adanya program comdev ini, sehingga secara luas nantinya akan berdampak pada kemajuan perekonomian daerah. Ketiga, Pemda diharapkan untuk kebijakan afirmatif bagi kelompok rentan yang mengutamakan asas keadilan sosial (Sen 2009). Dalam sebuah kota yang sedang mengalami krisis, mulai dari adanya privatisasi hingga komodifikasi pelbagai tujuan, maka tumbuh polarisasi sosial (Social Polarization) yang berdampak pada munculnya segmentasi dan pemisahan Brueckner, Jan K. 2003. “Airline Traffic and Urban Economic Development.” Urban Studies (Routledge) 40(8):1455. Chossudovsky, Michel and Willy Sellekaerts. 1974. “A Comparison of Optimal and Actual Policies for High Employment and Price Stability under External Inflationary Conditions: The Canadian Experiences.” Southern Economic Journal (pre-1986) 41(2):206. Freestone, Robert. Sustainability 2009. “Planning, and Airport-Led 104 Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 4 No. 1, Januari 2017 Wahyu Kustiningsih Kelompok Rentan dalam Pembangunan Kawasan Kota Bandara di Kulon Progo: Studi Kasus New Yogyakarta International Airport Urban Development.” International Planning Studies 14(2):161–76. Freestone, Robert. 2011. “Managing Neoliberal Urban Spaces: Commercial Property Development at Australian Airports.” Geographical Research 49(2):115– 31. Freestone, Robert and Ilan Wiesel. 2014. “The Making of an Australian ‘Airport City’.” Geographical Research 52(3):280–95. Freestone, Robert and Ilan Wiesel. 2015. “Privatisation, Property and Planning: The Remaking of Canberra Airport.” Policy Studies 36(1):35– 54. Freestone, Robert, Peter Williams, and Aaron Bowden. 2006. “Fly Buy Cities: Some Planning Aspects of Airport Privatisation in Australia.” Urban Policy and Research 24(4):491–508. Gidley, J. M., G. P. Hampson, L. Wheeler, and E. Bereded-Samuel. 2010. “Social Inclusion: COntext, Theory and Practise.” The Asutralasian Journal of University-Community Enggagement 5:6–13. Graham, Stephen and Alessandro Aurigi. 1997. “Virtual Cities, Social Polarization, and the Crisis in Urban Public Space.” Journal of Urban Technology 4(1):19–52. Sen, Amartya. 2009. The Idea of Justice. Massachusetts: The Belknap Press of Harvard University Press. Soedjatmoko. 1995. Dimensi Dalam Pembangunan. LP3ES. Manusia Jakarta: Sumber Internet: Bandara Online. 2012. “Pemerintah Akan Bangun 45 Bandara Baru Sampai 2022 | Bandar Udara Online.” Diakses 11 Maret 2017 melalui http://bandaraonline.com/airport/ pemerintah-akan-bangun-45bandara-baru-sampai-2022 Bappenas. 2015. Publick Privat Partnership: Infrastructure Projetcs Plan in Indonesia 2015. Jakarta. Diakses 11 Maret 2017 melalui http://pkps.bappenas.go.id/attachm ents/article/1302/PPP%20Book%2 02015.pdf BPS. 2016. Statistik Transportasi Udara Tahun 2015. Jakarta: Badan Pusat Statistik. Diakses melalui https://www.bps.go.id/website/pdf _publikasi/Statistik-TransportasiUdara-2015.pdf BPS D.I.Yogyakarta. 2016. “Jumlah Akomodasi, Kamar Dan Tempat Tidur Hotel Menurut Kabupaten/Kota Di D.I. Yogyakarta, 2006 - 2015.” Diakses melalui https://yogyakarta.bps.go.id/linkTa belStatis/view/id/41). Knippenberger, Ute. 2010. “From Airport City to Airport Region? The 1st International Colloquium on Airports and Spatial Development, Karlsruhe, 2009.” The Town Planning Review 81(2):209–15. Percoco, Marco. 2010. “Airport Activity and Local Development: Evidence from Italy.” Urban Studies 47(11):2427– 43. 105