Uploaded by Fadhal Akhyari

23632-46304-1-SM

advertisement
Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 4 No. 1, Januari 2017
Kelompok Rentan dalam Pembangunan
Kawasan Kota Bandara di Kulon Progo:
Studi
Kasus
New
Yogyakarta
International Aiport (NYIA)
Oleh:
Wahyu Kustiningsih1
Abstrak
Pembangunan
bandara
merupakan
infrastruktur transportasi yang dinilai
strategis
dalam
upaya
peningkatan
perekonomian
lokal.
Salah
satunya
pembangunan bandara baru di Yogyakarta
berlokasi di Kulon Progo, yaitu New
Yogyakarta International Airport (NYIA).
Pembangunan bandara baru yang jauh
melebihi target waktu yang ditentukan
mengindikasikan adanya problematika
sosial khususnya resistensi warga dan isu
keberlanjutan aktivitas ekonomi dari warga
setempat akibat aglomerasi ekonomi dan
privatisasi di area yang terdampak
pembangunan kawasan kota bandara. Kritik
terhadap pembangunan bandara ini muncul
karena adanya privatisasi oleh investor
asing dalam pembangunan kawasan
bandara atau airport city dianggap
mengancam keberlangsungan aktivitas
ekonomi kelompok rentan. Kajian ini
bertujuan untuk menganalisis mekanisme
yang dapat mengakomodasi kepentingan
kelompok
rentan
sehingga
dapat
berpartisipasi dalam pembangunan di
kawasan bandara. Kajian ini menghasilkan
tiga rekomendasi, yaitu: keperluan adanya
grand design pembangunan bandara yang
mempertimbangkan
keberlanjutan
kelompok
rentan,
inisiasi
program
community
development
guna
memberdayakan kelompok rentan, dan
perlunya perumusan kebijakan afirmatif
bagi kelompok rentan dengan mendasarkan
pada asas keadilan sosial.
Abstract
The development of an airport is considered
as a strategic transport infrastructure that
will improve local economy. To exemplify
such consideration is the development of a
new airport in Yogyakarta which is located
in Kulon Progo, namely New Yogyakarta
International
Airport
(NYIA).
The
development of the new airport is
experiencing delays and exceeds the
previously scheduled. This indicates a social
problem which occurs as a response to the
development of the airport, such as the
resistance of local residents whose daily
economic activities are vulnerable due to
economies
of
agglomeration
and
privatization in the area affected by the
development of the new airport city. Major
criticism of the development of the airport
has emerged since the privatization of the
airport is made by foreign investors and
may threaten economic sustainability of
vulnerable groups. This study aims to
analyze a mechanism of accommodating the
interests of vulnerable groups, so they are
able to participate in economic activities in
the area affected by the development of the
new airport. The study suggests three
recommendations, namely: the necessity of
a grand design which recognizes the need of
vulnerable groups who are affected by the
airport development, the initiation of
community development programs in order
to empower vulnerable groups, and the
need to formulate an affirmative policy for
vulnerable groups based on the principles
of social justice.
Keywords: vulnerable groups, airport city,
community development
Kata kunci: kelompok rentan, kawasan
kota bandara, community development
Wahyu Kustiningsih adalah staf pengajar di
Departemen Sosiologi, Fisipol, UGM.
1
91
Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 4 No. 1, Januari 2017
Wahyu Kustiningsih
Kelompok Rentan dalam Pembangunan Kawasan Kota Bandara di Kulon Progo:
Studi Kasus New Yogyakarta International Airport
Latar Belakang
sekitarnya (Knippenberger 2010:214). PT
Statistik transportasi udara menunjukkan
Angkasa Pura I (2014), selaku manajemen
bahwa
dan
NYIA, dalam kegiatan sosialisasi rencana
penumpang di Indonesia terus bertambah
pembangunan NYIA menyatakan bahwa
tiap tahunnya (BPS 2016). Berdasarkan
adanya bandara baru akan memberikan
data
kedatangan
kesempatan kerja dan peluang berusaha
penerbangan dalam negeri (domestic) pada
bagi masyarakat setempat. Namun, perlu
tahun 2014 sebanyak 769.762 pesawat
diperhatikan bahwa pembangunan bandara
dengan 73.889.533 penumpang. Angka
baru juga akan menimbulkan konteks
tersebut
mengalami
kerentanan
791.783
pesawat
jumlah
terakhir,
penerbangan
jumlah
kenaikan
dengan
menjadi
75.593.248
(vulnerability
Kerentanan yang muncul dapat berupa
penumpang pada tahun 2015. Kenaikan
guncangan-guncangan
jumlah
ketidakpastian,
penerbangan
disebabkan
oleh
context).
(shocks),
dan
kemungkinan
pelbagai faktor, yaitu kondisi geografis
terganggunya masa depan penghidupan.
Indonesia yang bersifat kepulauan yang
Kerentanan ini bisa mengganggu aset-aset
berdampak
baru,
penghidupan warga dalam bentuk sumber
penduduk,
daya manusia (human capital), sumber daya
peningkatan kesejahteraan penduduk, dan
alam (natural capital), keuangan (financial
kebutuhan waktu tempuh yang semakin
capital),
singkat.
infrasruktur (physical capital).
pada
pertumbuhan
ekspansi
rute
jumlah
Dalam
rangka
mendukung
sosial
(social
capital),
dan
pertumbuhan industri penerbangan yang
Berdasarkan uraian di atas, tulisan ini fokus
pesat, Kementrian Perhubungan berencana
pada
membangun 45 bandara baru dalam kurun
infrasturktur berupa bandara berdampak
waktu
2022
pada peningkatan kualitas hidup dari
Pembangunan
kelompok rentan. Secara spesifik, tulisan ini
tersebut terbagi atas 24 bandara hingga
membahas bagaimana memberikan ruang
tahun 2017 dan sisanya akan dibangun
bagi kelompok rentan terdampak bandara
secara bertahap hingga 2022. Salah satu
baru, supaya berpartisipasi dan menikmati
bandara baru yang akan dibangun pada
pembangunan perkotaan atau kota bandara
tahun
Yogyakarta
(airport city). Alur tulisan bermula dari
International Airport atau NYIA di Temon,
ketidaksesuaian kebijakan pembangunan
Kabupaten Kulon Progo, D.I. Yogyakarta.
dari pusat atau nasional dengan kebijakan
Pembangunan bandara baru
seringkali
pembangunan dari lokal atau daerah.
digaungkan akan memberikan dampak
Kemudian, tulisan ini akan memaparkan
positif terhadap pertumbuhan ekonomi
dinamika sosial pembangunan banra baru.
10
(Bandara
tahun hingga
Online
2017
2012).
ialah
tahun
New
bagaimana
pembangunan
92
Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 4 No. 1, Januari 2017
Wahyu Kustiningsih
Kelompok Rentan dalam Pembangunan Kawasan Kota Bandara di Kulon Progo:
Studi Kasus New Yogyakarta International Airport
Terakhir,
tulisan
ini
mengarah
pada
untuk
kehidupan
bagaimana memberi affirmative policies
(sustainability).
bagi kelompok rentan terdampak bandara.
Secara
keseluruhan,
mendatang
pendekatan
digunakan
dalam
Metodologi
kualitatif
dengan
Penelitian ini dimulai sejak tahun 2014
menghasilkan deskripsi yang komprehensif
ketika awal dilaksanakannya sosialisasi
dan mendalam terkait dinamika sosial
rencana pembangunan New Yogyakarta
pembangunan
International Airport atau NYIA. Saat itu,
penelitian yang digunakan antara lain:
peneliti sebagai bagian dari Tim Peneliti
(1)
Pusat Studi Pedesaan dan Kawasan (PSPK)
langsung dengan mengamati kehidupan
UGM yang bermaksud untuk memetakan
masyarakat setempat, khususnya warga
program community development (comdev)
terdampak pembangunan bandara baru di 6
bagi warga di kecamatan Temon Kabupaten
(enam) desa;
Kulon Progo yang terdampak pembangunan
(2) Pengumpulan data sekunder yang
bandara baru, khususnya kelompok rentan.
dilakukan melalui instansi terkait, media
Peneliti menghadiri kegiatan sosialisasi
massa, dan pencarian jurnal atau literatur;
yang adakan oleh PT Angkasa Pura di
(3) Diskusi kelompok terarah atau FGD
beberapa desa terdampak pembangunan
(Focus Group Discussion) dilakukan dengan
NYIA, antara lain desa Jangkaran, desa
melibatkan
Sindutan, desa Palihan, desa Kebonrejo,
masyarakat,
desa Temon Kulon, dan desa Glagah.
stakeholder lainnya; dan
Peneliti
(4)
melakukan
pengumpulan
data
penelitian
yang
yang
warga
untuk
baru.
Metode
dilakukan
terdampak,
kelompok
Wawancara
ialah
tujuannya
bandara
Observasi
ini
rentan,
mendalam
dan
(in-depth
interview)
wawancara
warga
informasi, misalnya dari narasumber FGD
melakukan
FGD
dengan
hingga
pelbagai
atau lainnya.
guna
tokoh
hampir selama 6 (enam) bulan, mulai dari
terdampak,
dilakukan
secara
menyelami
Data hasil wawancara dan
stakeholder. Pada tahun 2016, peneliti
FGD berupa transkrip, serta data lainnya,
secara independen berkesempatan untuk
kemudian dikategorisasikan dan dianalisis
kembali ke lapangan tepat saat proses
guna memunculkan temuan-temuan sesuai
pembebasan tanah untuk bandara baru. Kali
dengan tujuan penelitian.
ini,
peneliti
melakukan
observasi
di
beberapa lokasi dan melakukan wawancara
dengan beberapa warga terdampak terkait
kesiapan mereka dengan akan dimulainya
pembangunan bandara baru dan rencana
93
Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 4 No. 1, Januari 2017
Wahyu Kustiningsih
Kelompok Rentan dalam Pembangunan Kawasan Kota Bandara di Kulon Progo:
Studi Kasus New Yogyakarta International Airport
Bandara, Aglomerasi
Privatisasi
Ekonomi,
dan
Bandara menjadi lokasi yang semakin
menarik bagi aktivitas ekonomi dengan
Infrastruktur memiliki peranan krusial
aksesibilitas baik di skala internasional,
dalam pertumbuhan dan pembangunan
nasional,
suatu
(Schaafsma dkk 2008 dalam Freestone dan
negara
(Percoco
2010:2427).
regional,
dan
metropolitan
Indonesia saat ini melakukan pembangunan
Wiesel 2014:280).
infrastuktur secara masif. Keterbatasan
Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten
kemampuan pemerintah untuk mendanai
Kulon
seluruh infrastuktur membuat pemerintah
pembangunan bandara baru di wilayahnya.
memilih
Mereka optimis bahwa bandara baru akan
untuk
melakukan
kerjasama
Progo
menyambut
rencana
dengan sektor privat. Proyek semacam ini
meningkatkan Pendapatan Asli
disebut dengan Public Private Partnership.
(PAD) seperti Kabupaten Sleman lokasi
Bappenas (2015) merilis data tentang
Bandara Adisucipto. PAD yang diharapkan
proyek pembangunan infrastruktur yang
tidak datang langsung dari bandara, namun
siap ditawarkan atau dilelang (ready to
perusahaan-perusahaan, hotel-hotel, dan
offer), yang akan datang (prospective), dan
lainnya yang bermunculan paska adanya
yang berpotensi (potential) dari pelbagai
bandara.
provinsi di Indonesia. Dalam data tersebut,
menarik investor baru yang berdampak
proyek
pembangunan
NYIA
pada pengembangan wilayah.
dalam
proyek
berpotensi
diperkirakan
yang
menghabiskan
termasuk
Keberadaan
Daerah
bandara
akan
dan
Sejak kebangkitan studi tentang determinan
anggaran
aglomerasi ekonomi, bandara dilihat tidak
sebesar US $500 juta.
hanya
Bandara (airports) merupakan infrastruktur
pembangunan
di bidang transportasi yang dianggap
(demand),
strategis.
berperan
interaksi tatap muka dan produktivitas,
signifikan dalam pengembangan ekonomi
khususnya dalam industri padat karya,
(Freestone,
seperti sektor jasa (Percoco 2010:2428).
Bandara
dianggap
Williams,
and
Bowden
sebagai
elemen dari
berdasarkan
namun
juga
kebijakan
permintaan
sebagai
2006:491). Bandara sudah sejak lama
Aglomerasi
ekonomi
dipertimbangkan sebagai bagian penting
didukung
oleh
dari
(Percoco
merupakan
bandara
2003:1456). Pelayanan dari perusahaan
pembangunan
2010:2429).
regional
Kehadiran
antar
kota
ruang
transportasi
hal
penting
yang
yang
udara
(Brueckner
memunculkan pengembangan bisnis non-
penerbangan
penerbangan, seperti: hotel, lokasi-lokasi
membatasi
pusat bisnis, pusat perbelanjaan moderen,
pengembangan ekonomi kota. Kapasitas
outlets makanan cepat saji, dan sebagainya.
bandara
dalam
dan
buruk
dianggap
menghalangi
menstimulasi
interaksi
94
Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 4 No. 1, Januari 2017
Wahyu Kustiningsih
Kelompok Rentan dalam Pembangunan Kawasan Kota Bandara di Kulon Progo:
Studi Kasus New Yogyakarta International Airport
langsung
dipengaruhi
kualitas
impact), dampak stimulan (induced impact),
diukur
dan dampak katalitik (catalytic impact)
dalam bentuk koneksivitas dengan wilayah
(Graham (2003) dan ACI (2004) dalam
lain
Percoco 2010:2429).
perusahaan
oleh
penerbangan
(Brueckner
2003
yang
dalam
Percoco
Pertama, dampak
2010:2428).
langsung, yaitu berupa pekerjaan dan
Lokasi bandara baru di Temon diperkirakan
pendapatan yang diperoleh dari konstruksi
dapat
bagi
dan operasional bandara. Dampak ini
pengembangan ekonomi di kota-kota kecil
diperoleh apabila terlibat secara langsung
yang ada di sekitarnya, misalnya Purworejo
pada
dan Kutoarjo (Provinsi Jawa Tengah), serta
konstruksi
Kabupaten Bantul melalui jalur lingkar
megaproyek dengan melibatkan jumlah
selatan Deandles. Selain itu, pembangunan
tenaga kerja yang besar. Akan tetapi, proyek
aglomerasi ekonomi akan dilakukan pada
tersebut bersifat tender, sehingga warga
kota kecamatan yang ada di sepanjang jalan
setempat tidak dengan mudah terlibat
utama
dalam
memberikan
antara
keuntungan
Temon
hingga
Kota
dua
tahapan
tersebut.
Proses
bandara
termasuk
dalam
tahap konstruksi. Untuk tahap
Yogyakarta. Perubahan urban landscape
operasional, kebutuhan tenaga kerja di
membawa evolusi peran bandara dari
bandara terbagi atas pekerjaan formal
penyedia
(tetap atau kontrak) dan pekerjaan informal
infrastruktur
providers)
menjadi
(infrastructure
entitas
komersil
(outsourching).
Prasyarat pekerja formal
(Comercial entities) (Gerber 2002 dalam
tentu lebih tinggi dibandingkan pekerja
Freestone dkk 2006). Hal ini ditambah
informal, misalnya level pendidikan setaraf
dengan rencana Kementrian Pekerjaan
perguruan tinggi. Menurut data profil
Umum
akan
pendidikan di Temon tahun 2014, rata-rata
membangun jalur bebas hambatan yang
pendidikan yang ditempuh warga ialah
dibuat dekat lokasi bandara baru dan
SMA. Kedua, dampak tidak langsung ialah
menghubungkan
Tengah.
pekerjaan dan pendapatan yang diperoleh
terjadi
dari distribusi pemasok barang dan jasa.
mentransformasikan bandara ke dalam titik
Masyarakat memiliki kesempatan dalam
aktivitas utama yang berimplikasi terhadap
kategori
struktur
Perindustrian
dan
Perumahan
Pembangunan
spasial,
hingga
yang
Jawa
yang
transportasi,
pasar
ini.
Pemda
dan
skema
melalui
Dinas
Perdagangan
dapat
properti komersil, lingkungan dan sistem
membuat
kerjasama
perencanaan perkotaan.
manajemen
Ada empat dampak ekonomi dari adanya
perusahaan distributor guna peningkatan
bandara, yaitu: dampak langsung (direct
ekonomi melalui supply produk lokal.
impact), dampak tidak langsung (indirect
Ketiga,
bandara
dampak
dan
stimulan
dengan
perusahaan-
merupakan
95
Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 4 No. 1, Januari 2017
Wahyu Kustiningsih
Kelompok Rentan dalam Pembangunan Kawasan Kota Bandara di Kulon Progo:
Studi Kasus New Yogyakarta International Airport
pekerjaan dan pendapatan yang diperoleh
mengeneralisasikan
berdasarkan pengeluaran dari pendapatan
kausalitas antara pekerja dengan kepadatan
yang
lalu lintas penerbangan.
disebabkan
oleh
efek
langsung
tentang
hubungan
maupun tidak langsung. Bagian ini terkait
NYIA yang digawangi oleh PT Angkasa Pura
perputaran uang dalam kawasan. Terakhir,
I selaku BUMN membentuk perusahaan
dampak katalitik yaitu pekerjaan dan
patungan
pendapatan yang diperoleh dari peran
dengan
bandara sebagai pendorong pertumbuhan
India. Perusahaan
produktivitas
perusahaan
dan
sebagai
penarik
atau joint
venture bersama
investor,
yaitu
tersebut
pengelola
GVK
dari
merupakan
bandara
yang
perusahaan-perusahaan baru. Masyarakat
mengelola Bandara Mumbai dan Bangalore
bisa jadi tidak bekerja di bandara, namun
di India. Pendanaan bandara baru berasal
bekerja
dari
dari joint venture dan sama sekali tidak
bandara, misal hotel, perusahaan jasa
menggunakan APBN. PT Angkasa Pura I
transportasi, dan lainnya.
menggunakan
Frekuensi pelayanan atas pelbagai tujuan
membangun bandara baru di Kulon Progo.
penerbangan
jumlah
Di sisi lain, proyek bandara baru ini
memfasilitasi
merupakan megaproyek yang dianggap
kontak langsung dengan bisnis di kota lain,
potensial di Indonesia (Bappenas 2015). Hal
merangsang kedatangan perusahaan baru
ini mengindikasikan bahwa sebenarnya
di kota tersebut dan menstimulasi pekerja
proyek bandara baru ini merupakan proyek
untuk
pada level nasional dan bersifat sentralistik.
pada
penumpang
supporting
system
merefleksikan
yang
mendirikan
tinggi,
usaha
(Brueckner
dana
korporasi
2003:1467). Riset yang dilakukan pada area
Terkait
isu
metropolitan di Amerika oleh Brueckner
daerah
dalam
memperlihatkan bahwa setiap kenaikan 10
pelaksana
persen dari jumlah penumpang pesawat
penyediaan lahan.
terbang, maka kira-kira ada peningkatan 1
Kebijakan terkait pembangunan bandara
persen pekerja dalam industri yang terkait
baru sepenuhnya dari pusat. Hal ini
pelayanan penerbangan. Akan tetapi, hasil
diindikasikan
riset
bahwa
ketidaklancaran dalam proses pelaksanaan
kepadatan penerbangan tidak berdampak
dan terkesan pemerintah daerah tidak siap
pada manufaktur. Hal ini menunjukkan
dalam membangun kawasan yang didukung
bahwa kondisi penerbangan tidak begitu
bandara
penting bagi perusahaan dibandingkan bagi
Ketidaksiapan pemda terpetakan dengan
bisnis
penerbangan.
belum adanya grand design atau bahkan
tersebut
master plan kota bandara, dan juga terkait
tersebut
terkait
Kecenderungan
mengatakan
pelayanan
desentralisasi,
dalam
hal
ini
khususnya
sebagai
bertaraf
pemerintah
hanya
sebagai
dalam
proses
penyebab
internasional.
96
Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 4 No. 1, Januari 2017
Wahyu Kustiningsih
Kelompok Rentan dalam Pembangunan Kawasan Kota Bandara di Kulon Progo:
Studi Kasus New Yogyakarta International Airport
pengurusan
AMDAL.
Kondisi
tersebut
dinilai cukup krusial dan menyebabkan
beberapa hal yang bersifat fundamental,
yaitu kekhawatiran munculnya privatisasi
dan
semakin
tersingkirnya
kelompok
rentan dari pembangunan di kotanya
sendiri.
bandara baru bergeser ke sektor privat
(Freestone and Wiesel 2015:50). Hal ini
seiring
mengalirnya
privatisasi
ekonomi melalui ruang ekonomi pada level
sub
Pembangunan NYIA diawali dengan studi
kelayakan (feasibility study) pada tahun
2012 yang dilaksanakan oleh Pusat Studi
Transportasi dan Logistik (PUSTRAL) UGM,
Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan Publik
Privatisasi bandara membuat investasi pada
terjadi
Dinamika Sosial Pembangunan New
Yogyakarta International Airport (NYIA)
nasional
dan
secara
efektif
membongkar jaringan nasional, kemudian
membuka jalur investasi swasta asing dan
mempromosikan pembangunan komersial
di lokasi-lokasi favorit. Privatisasi bandara
terjadi
ketika
berorientasi
pembangunan
pada
bisnis
hanya
(Freestone
2011:116). Kritik yang muncul di negara
maju ialah bahwa pemerintah cenderung
menyetujui rezim bandara yang tidak
terintegrasi secara efektif dengan negara
dan pembuat kebijakan lokal. Selama ini ada
ketegangan
antara
pengelola
bandara,
pemerintah, komunitas, dan kepentingan
korporasi
terkait
konstruksi
pusat
perbelanjaan, blok perkantoran, pabrik, dan
pembangunan
non-aeronautical,
serta
proses perencanaan konvensional yang
selama ini dikawal oleh negara.
(PSEKP) UGM, serta Landrum & Brown
Worldwide Service. Studi ini dilakukan atas
dasar Memorandum of Understanding (MoU)
antara PT Angkasa Pura dan Indian Investor
GVK pada 25 Januari 2011. MoU lanjutan
dilakukan antara PT Angkasa Pura 1 dengan
Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta,
khususnya untuk membuat master plan
NYIA. Studi ini dilakukan di 7 (tujuh)
potensi lokasi pembangunan NYIA, antara
lain:
1) Bandara
Adisucipto
(kabupaten
Sleman);
2) Selomartani (kabupaten Sleman);
3) Bandara Gading (kabupaten Gunung
Kidul);
4) Gadingharjo (kabupaten Bantul);
5) Bugel (kabupaten Kulon Progo);
6) Temon (kabupaten Kulon Progo);
dan
7) Bulak Kayangan (kabupaten Kulon
Progo).
Studi kelayakan di atas mempertimbangkan
beberapa faktor, antara lain:
1) dampak ekonomi;
2) penilaian finansial;
97
Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 4 No. 1, Januari 2017
Wahyu Kustiningsih
Kelompok Rentan dalam Pembangunan Kawasan Kota Bandara di Kulon Progo:
Studi Kasus New Yogyakarta International Airport
3) kelayakan sosial (dampak komunitas,
harmoni budaya, lingkungan alam);
4) kelayakan
pembangunan
persegi
dengan
kapasitas
15
juta
penumpang per tahunnya; dan landas pacu
regional
sepanjang 3.250 meter dan area parkir
perencanaan
pesawat berkapasitas hingga 35 pesawat.
(kesesuaian
dengan
regional,
kesesuaian
dengan
Tahap kedua merupakan pengembangan
transportasi,
lanjutan terminal penumpang menjadi 195
kebijakan pengembangan regional,
ribu meter persegi dengan daya tampung
zona bencana, isolasi, dan batas area);
hingga 20 juta penumpang pertahunnya,
5) kelayakan teknis (daya dukung tanah,
serta landas pacu diperpanjang menjadi
perencanaan
kondisi
sistem
eksisting
lahan,
kondisi
3.600 meter dan pengembangan area parkir
permukaan, jarak dari pusat kota,
pesawat berkapasitas hingga 45 pesawat.
infrastruktur);
Pengembangan ini dilakukan supaya dapat
6) kelayakan operasional (kondisi ruang
udara,
faktor
kegunaan,
batas
melayani pesawat berbadan besar seperti
jenis
Boeing
747-400.
Pembangunan
ketinggian, visibilitas, jarak dengan
bandara baru seluas 587 hektar yang
bandara terdekat);
sebenarnya sudah dimulai sejak 7 tahun
7) kelayakan lingkungan (penggunaan
sebelumnya dan ditargetkan akan selesai
tanah, kepemilikan tanah, populasi
pada tahun 2019 merupakan respon dari
yang terelokasi, sistem drainase);
pemerintah
8) kelayakan lalulintas udara (potensial
penumpang,
potensial
pesawat
terbang);
9) ketersediaan tanah (kebutuhan tanah
bandara, ketersediaan lokasi);
daerah
setempat
dan
PT
Angkasa Pura I terhadap lonjakan lalu-lintas
penerbangan
dan
alternatif
keterbatasan
pengembangan.
mengatasi
Saat
ini,
bandara eksisting di Yogyakarta ialah
Bandara Adisucipto. Bandara ini sedang
10) pembiayaan (CAPEX dan OPEX);
menghadapi
11) pendapatan/ revenue (aeronautical
pengembangan lokasi karena keterbatasan
dan non aeronautical revenue).
Berdasarkan faktor tersebut, lokasi yang
dianggap paling potensial ialah kecamatan
Temon di kabupaten Kulon Progo. New
Yogyakarta International Airport (NYIA)
akan
dibangun
Pembangunan
tahap
secara
pertama
bertahap.
meliputi
terminal penumpang seluas 130 ribu meter
problematika
dalam
lahan, sehingga tidak dapat melakukan
pengembangan landasan (runway). Faktor
lainnya ialah keberadaan cagar budaya
Candi Ratu Boko dan kepadatan rumah
penduduk di sekitar lokasi.
Status Bandara Adisucipto sebagai civil
enclave airport atau bandara yang berlokasi
di fasilitas militer, dalam hal ini ialah
98
Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 4 No. 1, Januari 2017
Wahyu Kustiningsih
Kelompok Rentan dalam Pembangunan Kawasan Kota Bandara di Kulon Progo:
Studi Kasus New Yogyakarta International Airport
Markas
Besar
Yogyakarta,
TNI
Angkatan
mengharuskan
Udara
menentang pembangunan bandara ialah
berbagi
Wahana Tri Tunggal atau akrab disebut
landasan untuk kegiatan operasi militer,
dengan WTT.
pelatihan militer, dan penerbangan sipil.
Berdasarkan
Padahal, kapasitas dari landasan yang ada
wawancara, resistensi yang muncul sejak
tidak mencukupi bagi penerbangan sipil.
awal sosialisasi, bahkan hingga saat ini di
Data dari PT Angkasa Pura 1 (2014)
tahap awal konstruksi bandara baru, terkait
menunjukkan bahwa jumlah penumpang di
dengan
Bandara Adisucipto pada tahun 2011
pencaharian sebagai sumber penghidupan
sebanyak 4,3 juta penumpang, tahun 2012
masyarakat. Lokasi bandara baru, yaitu
sebanyak 4,9 juta penumpang, dan tahun
kecamatan Temon, merupakan kawasan
2013 sebanyak 5,7 juta penumpang per
perdesaan yang mayoritas penduduknya
tahun.
atas
mengandalkan sektor pertanian sebagai
kapasitas Bandara Adisucipto yang hanya
mata pencaharian mereka. Petani di Temon
sebesar 1,2 juta penumpang per tahun.
terbagi menjadi petani pemilik lahan, petani
Lonjakan penumpang diindikasikan sebagai
penggarap, dan keduanya. Petani penggarap
dampak
sektor
mengacu pada petani yang tidak memiliki
pariwisata di Yogyakarta dengan salah satu
lahan dan umumnya mengerjakan lahan
indikatornya
akomodasi,
milik orang lain atau menyewa tanah. Tanah
kamar dan tempat tidur hotel yang kian
yang umum disewa oleh petani di wilayah
bertambah
Temon ialah Sultan Ground (SG) dan Paku
Jumlah
tersebut
dari
jauh
di
pertumbuhan
ialah
tiap
jumlah
tahunnya
(BPS
D.I.Yogyakarta 2016).
Pembangunan
bandara
hasil
ancaman
observasi
terhadap
dan
mata
Alam Ground (PAG).
baru
yang
Adanya bandara baru mengancam petani
direncanakan mulai konstruksi pada awal
penggarap
tahun 2015 dan mulai beroperasi di tahun
mendapatkan kompensasi atas kehilangan
2017 terpaksa mengalami kemunduran dari
mata pencaharian utama karena lahan
waktu yang ditentukan. Lamanya waktu
garapan
yang dibutuhkan dari awal sosialisasi
pembangunan
rencana pembangunan bandara hingga
resistensi juga muncul cukup kuat dari
dimulainya konstruksi bandara di awal
petani pemilik lahan yang terdampak
2017
persoalan
bandara pada awal proses. Mereka merasa
terkait resistensi dari masyarakat setempat,
khawatir dengan masa depannya apabila
khususnya dalam mempertahankan tanah
lahan miliknya yang selama ini menjadi
mereka, baik berstatus hak milik maupun
sumber
sewa. Salah satu pihak yang cukup keras
Kekhawatiran yang muncul juga terkait
menggambarkan
ada
karena
mereka
mereka
digunakan
bandara.
penghidupan
Di
tidak
sisi
ada
tidak
untuk
lain,
lagi.
99
Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 4 No. 1, Januari 2017
Wahyu Kustiningsih
Kelompok Rentan dalam Pembangunan Kawasan Kota Bandara di Kulon Progo:
Studi Kasus New Yogyakarta International Airport
dengan nilai ganti rugi atas tanah dan
mulai menyiapkan pendampingan bagi
bangunan yang dikhawatirkan akan bernilai
warga terdampak bandara. Akan tetapi,
rendah dan tidak sesuai harapan.
rencana relokasi bagi warga terdampak
Pada September 2016, PT Angkasa Pura I
belum tuntas bahkan hingga tahap ganti
mulai
lahan
rugi atas tanah milik warga. Ada sebanyak
+Rp4,146
518 keluarga di Temon yang memilih untuk
menyiapkan
terdampak
triliun.
ganti
bandara
sebesar
wawancara,
direlokasi
masyarakat terdampak mengaku jika ganti
setempat.
rugi yang diterimanya ternyata lebih tinggi
dilakukan selama ini belum menemukan
dibandingkan
bayangan
adanya perencanaan sosial yang matang
sebelumnya. Penilaian atas tanah, bangunan
dalam mengantisipasi persoalan sosial yang
dan isinya
cenderung
gerakan
Menurut
rugi
hasil
dengan
pun bervariasi.
perlawanan
lokal
Partisipasi
pun
oleh
pemerintah
Pengamatan
akan
daerah
lapangan
muncul
yang
seiring
mulai
transformasi Temon dari perdesaan (rural)
menyusut secara kuantitas. Proses ganti
menjadi perkotaan (urban). Perencanaan
rugi ini pun mengalami kendala yaitu dana
pembangunan
turun secara bertahap di awal sebesar Rp2
infrastruktur, misalnya hotel, lokasi wisata,
triliun.
jalur
Besarnya dana ganti rugi yang diterima oleh
penghubung
warga pemilik tanah terdampak membuat
Temon, dan sebagainya. Pada tahun 2016,
mereka
membeli
Pemda DIY melakukan tinjauan kembali
kendaraan (mobil) baru dan mendaftarkan
terhadap Perda Nomor 2 Tanuh 2010
diri
untuk
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
beribadah umroh atau haji. Lain halnya
(RTRW) DIY dan kemudian membuat
dengan petani penggarap yang hingga kini
Raperda
masih mengharapkan dana kompensasi atas
pembangunan
tergusurnya mata pencaharian mereka.
memasukkan kawasan keistimewaan sesuai
Petani penggarap menjadi bagian dari
dengan UUK DIY. Raperda RTWR DIY yang
kelompok rentan karena tidak memiliki aset
baru ini sebagai bentuk respon pemerintah
tanah dan lahan mata pencahariannya
yang selama ini menuai kritik karena
terampas.
pembangunan
Di sisi lain, adanya kepastian ganti rugi bagi
menyalahi RTRW DIY. Hal ini berdampak
masyarakat
terdampak
pada penetapan poros Temon-Yogyakarta
pemerintah
merencanakan
berbondong-bondong
mereka
beserta
keluarga
membuat
desain
pariwisata lokal di kawasan bukit Menoreh.
sebagai
masih
transportasi
kota
RTRW
fokus
pada
darat
sebagai
Yogyakarta
yang
bandara
bandara
tumpuan
dengan
mengakomodasi
baru
baru
serta
dianggap
pembangunan
transportasi di DIY.
Selain itu, pemerintah kabupaten setempat
100
Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 4 No. 1, Januari 2017
Wahyu Kustiningsih
Kelompok Rentan dalam Pembangunan Kawasan Kota Bandara di Kulon Progo:
Studi Kasus New Yogyakarta International Airport
Perhatian
pemerintah
daerah
yang
terintegrasi
dari
perkotaan
dan
kemudian berfokus pada pembangunan
masyarakatnya, sehingga membuat bandara
jalur
antara
tetap berpotensi dan dapat digunakan,
bandara baru dengan Kota Yogyakarta
bahkan jika fungsi infrastruktur bandara
memunculkan pertanyaan terkait relasi
telah berkurang dalam (Sieverts, 2003
antara RTRW Provinsi DIY dengan RTRW
dalam
kabupaten Kulon Progo. Ada hubungan
Perencanaan kota harus memainkan peran
yang
kunci dalam pertumbuhan lebih dan kritis
transportasi
hilang
penghubung
antara
bandara
dengan
Knippenberger.ed.,
perencanaan kota yang disebabkan oleh
terhadap
perbedaan
dimana
karena dampak bandara hingga di luar
infrastruktur
batas teritorialnya (Freestone, 2009:172).
transportasi semata dan adanya perbedaan
Oleh karenanya, baik pemerintah pusat
skala dari level perencanaan dari nasional
maupun daerah perlu secara bersama-sama
ke
untuk membuat grand design kota bandara
melihat
yuridiksi
bandara
daerah
sektoral
sebagai
kemudian
ke
lokal
yang
isu
2010:212).
bersifat
keberlanjutan,
terpadu
terutama
mendevaluasi skala regional secara inheren
yang
antar
tingkat
(Knippenberger, 2010:212). Bandara baru
(nasional-provinsi-kabupaten-lokal)
diperkirakan akan membentuk kawasan
antar dimensi (sosial-budaya-ekonomi).
dan
kota bandara (airport city), artinya akan ada
pertumbuhan kota-kota di sekitar bandara.
Kasarda’s (2000) dalam Freestone dkk.
(2006) menyebutnya sebagai aerotropolis
yang mengacu pada kota-kota yang muncul
di sekitar bandara. Pembentukan kota
bandara ini perlu direncanakan sebaikbaiknya dengan mempertimbangkan tidak
hanya aspek ekonomi, melainkan juga
sosial-budaya, serta melibatkan komunitaskomunitas lokal, sehingga meminimalisir
bias pembangunan terhadap kelompok
rentan.
Sieverts menyatakan bahwa perubahan
bandara di masa depan tidak terprediksi
secara
pasti.
Kondisi
ini
seharusnya
memotivasi perencana tata ruang untuk
memahami
bandara
sebagai
bagian
Kelompok Rentan: Yang Tersingkir dari
Pembangunan Bandara
Umumnya, literatur mengatakan bahwa jasa
penerbangan
berdampak
positif
pada
pembangunan regional, meski ada juga
literatur yang mengatakan bahwa dampak
positifnya
hanya
pada
ekonomi
saja
(Bilotkach 2015:1579). Ada beberapa studi
yang berusaha untuk mengevaluasi dampak
dari
pengeluaran
pembangunan
publik
infrastruktur,
guna
khususnya
bandara (Perotti 2004 dalam Percoco
2010:2427). Mereka menemukan bukti
bahwa investasi publik tidak memiliki
dampak pada pertumbuhan di negaranegara industri. Berdasarkan data dari 75
101
Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 4 No. 1, Januari 2017
Wahyu Kustiningsih
Kelompok Rentan dalam Pembangunan Kawasan Kota Bandara di Kulon Progo:
Studi Kasus New Yogyakarta International Airport
area metropolitan di US, ditemukan bahwa
digolongkan menurut status sosial ekonomi,
tidak
lintas
gender, usia, kesehatan, pengangguran, dan
penerbangan dengan keterserapan pekerja
lainnya (Gidley et al. 2010:2). Berdasarkan
lokal (local employment) dalam industri
kondisi di Temon, kelompok rentan yang
penerbangan
berhasil terpetakan meliputi: warga miskin;
ada
relasi
antara
lalu
(Brueckner
1982
dalam
Percoco 2010:2429).
petani dan nelayan; balita, anak dan lansia;
Pembangunan NYIA yang menggandeng
perempuan; dan difabel. Warga miskin
sektor privat asing dan dengan dana di luar
merupakan warga yang tidak memiliki aset
APBN mengisyaratkan indikasi kemunculan
dan/atau memiliki aset dalam jumlah
privatisasi yang dianggap sebagai bagian
sedikit dan terbatas. Warga dalam kategori
dari rezimentasi neoliberalisme. Janji manis
ini
pertumbuhan ekonomi dari Investasi Asing
mendapatkan dalam jumlah kecil ganti rugi
Langsung
(Foreign
pembebasan tanah. Golongan petani dan
membuat
pemerintah
Direct
Investement)
membuka
pasar
tidak
mendapatkan
dan/atau
nelayan merupakan warga yang mata
(market). Regulasi-regulasi pro rakyat pun
pencahariannya
diruntuhkan dan kemudian diganti dengan
menjadi petani atau nelayan bisa jadi
regulasi-regulasi yang ramah pasar (market
selama usia mereka. Proses adaptasi apabila
friendly). Perekonomian rakyat menjadi
mereka harus berganti mata pencaharian
terancam. Pasar memiliki kuasa yang sangat
juga bukan merupakan perkara yang mudah
besar, bahkan terhadap negara, aparatus
dan instan. Di sisi lain, kebutuhan pasar
negara, dan masyarakat sipil.
kerja mensyaratkan kualifikasi yang cukup
Pertanyaan
kemudian
ialah
terkait
hilang.
Pengalaman
tinggi. Kemudian, kategori balita, anak dan
kesejahteraan warga. Sistem perekonomian
lansia
yang
terkait jaminan kesehatan. Pada kawasan
karut-marut
sekelompok
akan
besar
memposisikan
warga
perhatian
ekstra
lapis
perkotaan, biaya-biaya kebutuhan dasar
terbawah—kaum petani, nelayan, buruh,
menjadi lebih mahal. Selain itu, degradasi
para pekerja sektor informal, dan lainnya—
kualitas lingkungan berasosiasi dengan
sebagai tumbal “pasca-pembangunanisme”
resiko
atau “neoliberalisme”. Liberalisasi pasar
pemerintah daerah seyogyanya menjamin
yang
bukan
keberlanjutan pendidikan mereka, sehingga
melainkan
ke depannya nanti dapat dipertimbangkan
terjadi
menyejahterakan
di
membutuhkan
justeru
warga,
penyakit.
(Graham and Aurigi 1997:19).
perekonomian lokal. Kelompok perempuan
Warga lapisan bawah atau identik dengan
dan kelompok difabel menjadi bagian dari
sebutan
kelompok rentan karena persoalan akses,
dapat
aktor
anak,
sebagai
rentan
dari
untuk
menciptakan krisis berupa polarisasi sosial
kelompok
bagian
Khusus
dalam
102
Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 4 No. 1, Januari 2017
Wahyu Kustiningsih
Kelompok Rentan dalam Pembangunan Kawasan Kota Bandara di Kulon Progo:
Studi Kasus New Yogyakarta International Airport
khususnya akses ekonomi di ranah publik.
Pembangunan
Penguatan kapasitas bagi keduanya sangat
dipandang sebagai proses ekonomi semata,
diperlukan supaya mereka juga merasakan
melainkan juga merupakan bentuk dari
manfaat pembangunan lokal daerahnya.
perubahan sosial dan kebudayan yang ada
Respon pemerintah terhadap problematika
dalam masyarakat (Soedjatmoko 1995:21).
kelompok
rentan
haruslah
berbentuk
Hal ini seharusnya menjadi dasar dalam
kebijakan
legal.
Kebijakan
tersebut
pengambilan kebijakan yang menyangkut
mengakomodir pelbagai kepentingan dari
hajat hidup orang banyak. Pembangunan
komunitas-komunitas
juga
bandara baru yang menjanjikan keuntungan
kelompok rentan. Kebijakan tersebut tidak
finansial, juga harus dilihat pada aspek
berlaku sama antara satu sama lain. Hal
terjadinya perubahan sosial dan budaya
yang terpenting ialah bahwa kebijakan
dari
tersebut
ekonomi
harus
lokal
dan
memperhatikan
aspek
keadilan sosial.
ekonomi
masyarakatnya.
yang
tidak
hanya
Pembangunan
identik
dengan
pembangunan infrastruktur yang masif
harus senantiasa memperhatikan kualitas
Kesimpulan
Kecenderungan yang muncul di negaranegara maju seperti Australia dan USA, kota
di sekitar bandara mengalami privatisasi.
Pembangunan kota yang dikendalikan oleh
‘city marketing’ dan privatisasi cenderung
secara pasti mentransformasikan ruang
menjadi komoditas. Kota mengalami dilema
tata ruang . Ini memberikan dampak cukup
besar terhadap kota yang awalnya dimiliki
oleh masyarakat, kemudian beralih sebagai
penghasil uang dengan mempromosikan
citra (image) kota kepada konsumen dari
luar. Keberadaan turis menjadi sesuatu
yang lebih penting, hingga kemudian kita
sebagai masyarakat asli berubah menjadi
turis di kota sendiri. Hingga akhirnya kota
mengalami krisis.
manusianya
dalam
kerangka
ekualitas
(equality) dan bersifat inklusif (inclusive),
khususnya bagi kelompok rentan.
Ada beberapa hal yang dapat mendukung
terwujudnya hal tersebut. Pertama, Pemda
membuat grand design khusus kota bandara
(airport
city)
yang
mengakomodasi
kelompok rentan. Untuk konteks di Temon
sebagai area pembangunan bandara baru,
Pemerintah Daerah Kulon Progo harus
memiliki grand design pengembangan kota
bandara (airport city) yang bersifat jangka
panjang (long term) dan mengakomodasi
kepentingan
kelompok
rentan
yang
kemungkinan besar paling tersisih apabila
kawasan tersebut dikuasai oleh pasar
(market).
Salah
satu
langkah
untuk
menguatkan partisipasi kelompok rentan
dalam
pembangunan
kota
dan
meningkatkan kesejahteraan hidup mereka
103
Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 4 No. 1, Januari 2017
Wahyu Kustiningsih
Kelompok Rentan dalam Pembangunan Kawasan Kota Bandara di Kulon Progo:
Studi Kasus New Yogyakarta International Airport
ialah
melalui
program
community
atas zona-zona sosial, serta kecenderungan
development (comdev) dengan pendekatan
meningkatnya
people-centered development. Pendekatan
secara
ini menekankan pada partisipasi seluruh
inequality) (Graham and Aurigi 1997:19).
masyarakat
melalui
Sebagai
building
pemerintah seyogyanya membuat kebijakan
charity,
dan
stakeholder
empowerment,
dan
ketidaksetaraan
internal
(internal
langkah
ekonomi
economic
antisipasi,
capacity. Kedua, Pemda dan perusahaan
yang
yang beroperasi di bandara baru wajib
masyarakatnya dan mengevaluasi kebijakan
untuk menginisiasi program community
tersebut secara eksplisit dalam bentuk
development
kebijakan yang sesuai preferensi
bagi
kelompok
rentan.
mengutamakan
maka
Program comdev merupakan bagian dari
kepentingan
tanggungjawab
komunitas
sosial
perusahaan
atau
dari
(Phillips
dan
pelbagai
macam
1957
dalam
dalam hal ini PT Angkasa Pura I selaku
Chossudovsky
manajemen operasional bandara NYIA, dan
Ketiga rekomendasi inilah yang menurut
perusahaan lain yang ada di kawasan kota
hemat penulis dapat menjadi mekanisme
bandara, dan pemerintah daerah sebagai
alternatif
fasilitator.
comdev
kepentingan kelompok rentan khususnya
bukanlah semata economic cost tetapi lebih
warga yang terdampak oleh pembangunan
merupakan social investment, yakni suatu
bandara baru di Kulon Progo Yogyakarta.
Desain
program
dan
kesejahteraan
dalam
Sellekaerts
1974).
mengakomodasi
bentuk investasi yang hasil dan manfaatnya
bagi perusahaan tidak akan diperoleh
Daftar Pustaka
dalam waktu cepat, melainkan dinikmati
Bilotkach, Volodymyr. 2015. “Are Airports
Engines of Economic Development?
A Dynamic Panel Data Approach.”
Urban Studies 52(9):1577–93.
dalam jangka panjang. Pemerintah Daerah
berkewajiban untuk mendorong adanya
program comdev ini, sehingga secara luas
nantinya akan berdampak pada kemajuan
perekonomian
daerah.
Ketiga,
Pemda
diharapkan untuk kebijakan afirmatif bagi
kelompok rentan yang mengutamakan asas
keadilan sosial (Sen 2009). Dalam sebuah
kota yang sedang mengalami krisis, mulai
dari adanya privatisasi hingga komodifikasi
pelbagai tujuan, maka tumbuh polarisasi
sosial (Social Polarization) yang berdampak
pada munculnya segmentasi dan pemisahan
Brueckner, Jan K. 2003. “Airline Traffic and
Urban Economic Development.”
Urban
Studies
(Routledge)
40(8):1455.
Chossudovsky, Michel and Willy Sellekaerts.
1974. “A Comparison of Optimal and
Actual Policies for High Employment
and Price Stability under External
Inflationary
Conditions:
The
Canadian Experiences.” Southern
Economic
Journal
(pre-1986)
41(2):206.
Freestone,
Robert.
Sustainability
2009. “Planning,
and
Airport-Led
104
Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 4 No. 1, Januari 2017
Wahyu Kustiningsih
Kelompok Rentan dalam Pembangunan Kawasan Kota Bandara di Kulon Progo:
Studi Kasus New Yogyakarta International Airport
Urban Development.” International
Planning Studies 14(2):161–76.
Freestone, Robert. 2011. “Managing
Neoliberal
Urban
Spaces:
Commercial Property Development
at
Australian
Airports.”
Geographical Research 49(2):115–
31.
Freestone, Robert and Ilan Wiesel. 2014.
“The Making of an Australian
‘Airport
City’.”
Geographical
Research 52(3):280–95.
Freestone, Robert and Ilan Wiesel. 2015.
“Privatisation,
Property
and
Planning: The Remaking of Canberra
Airport.” Policy Studies 36(1):35–
54.
Freestone, Robert, Peter Williams, and
Aaron Bowden. 2006. “Fly Buy
Cities: Some Planning Aspects of
Airport Privatisation in Australia.”
Urban
Policy
and
Research
24(4):491–508.
Gidley, J. M., G. P. Hampson, L. Wheeler, and
E. Bereded-Samuel. 2010. “Social
Inclusion: COntext, Theory and
Practise.” The Asutralasian Journal
of
University-Community
Enggagement 5:6–13.
Graham, Stephen and Alessandro Aurigi.
1997.
“Virtual
Cities,
Social
Polarization, and the Crisis in Urban
Public Space.” Journal of Urban
Technology 4(1):19–52.
Sen, Amartya. 2009. The Idea of Justice.
Massachusetts: The Belknap Press of
Harvard University Press.
Soedjatmoko. 1995. Dimensi
Dalam
Pembangunan.
LP3ES.
Manusia
Jakarta:
Sumber Internet:
Bandara Online. 2012. “Pemerintah Akan
Bangun 45 Bandara Baru Sampai
2022 | Bandar Udara Online.”
Diakses 11 Maret 2017 melalui
http://bandaraonline.com/airport/
pemerintah-akan-bangun-45bandara-baru-sampai-2022
Bappenas. 2015. Publick Privat Partnership:
Infrastructure Projetcs Plan in
Indonesia 2015. Jakarta. Diakses 11
Maret
2017
melalui
http://pkps.bappenas.go.id/attachm
ents/article/1302/PPP%20Book%2
02015.pdf
BPS. 2016. Statistik Transportasi Udara
Tahun 2015. Jakarta: Badan Pusat
Statistik.
Diakses
melalui
https://www.bps.go.id/website/pdf
_publikasi/Statistik-TransportasiUdara-2015.pdf
BPS
D.I.Yogyakarta.
2016.
“Jumlah
Akomodasi, Kamar Dan Tempat
Tidur
Hotel
Menurut
Kabupaten/Kota Di D.I. Yogyakarta,
2006 - 2015.” Diakses melalui
https://yogyakarta.bps.go.id/linkTa
belStatis/view/id/41).
Knippenberger, Ute. 2010. “From Airport
City to Airport Region? The 1st
International
Colloquium
on
Airports and Spatial Development,
Karlsruhe, 2009.” The Town
Planning Review 81(2):209–15.
Percoco, Marco. 2010. “Airport Activity and
Local Development: Evidence from
Italy.” Urban Studies 47(11):2427–
43.
105
Download