EKSISTENSI ORANGTUA TUNGGAL WANITA YANG BERKARIR Oleh: Grace Permatasari Tandipayuk Program Studi Psikologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Brawijaya Malang [email protected] ABSTRACT This study is aimed at exploring the existence of single parents who had previously been housewives. After divorced or death of husband, they are became single parents in facing difficulties in working and being successful with their careers and prove their existence with their career and performing their role as a single parent. This study used qualitative research method with a phenomenological approach to understand the subjective experience of the each individual thoroughly. Four subjects of this study have characteristics such as becoming single mothers due to divorce or death of a husband, more than two years ago and fulfilling the role of housewife by living together with her husband and children before the divorce or the death of husband. Selection of subjects was done by purposive sampling technique. Data collection methods are interviews, observation and documentation. Data was analyzed using Miles and Huberman consist of data reduction, data display and conclusion drawing/verifying. The results showed that each subject has the structure of human existence, specifically being in the world as evidence of their existence based on Rollo May theory. There are several other factors outside of the structure of existence that they have experienced, including educational factors, religious devotion, and motivation of their children that make them survive. Keywords : Existence, Single Parents, Career, Being in the World, Rollo May 1 2 Abstrak Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui eksistensi orangtua tunggal dari seorang istri yang sebelumnya menjadi ibu rumah tangga. Setelah terjadinya perceraian atau kematian suami, mereka menjadi orangtua tunggal yang kemudian berhasil menghadapi kesulitan dalam bekerja. Mereka merasa nyaman dengan karir yang mereka miliki sehingga menyadari keberadaan atau eksistensi mereka dari pekerjaan yang dilakukan disamping menjalankan peran sebagai orang tua tunggal. Penelitian kualitatif ini menggunakan pendekatan fenomenologi untuk memahami pengalaman subjektif dari masing-masing subjek penelitian secara menyeluruh. Subjek sebanyak 4 orang wanita yang menjadi ibu tunggal karena perceraian atau kematian suami lebih dari 2 tahun, ibu rumah tangga penuh selama bersama suami dan tinggal bersama anak. Pemilihan subjek dilakukan dengan teknik purposive sampling. Metode pengumpulan data yaitu wawancara, observasi dan dokumentasi. Analisis data menggunakan analisis data Miles and Huberman yaitu reduki data, display data dan verifikasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa setiap subjek memiliki struktur eksistensi manusia, dimana struktur utamanya adalah berada didalam dunia sebagai bukti eksistensi mereka berdasarkan teori Rollo May. Terdapat beberapa faktor lain di luar struktur pengalaman eksistensi yang mereka miliki, diantaranya faktor pendidikan, ketaatan beragama, dan motivasi dari anak-anak mereka. Kata Kunci: Eksistensi, Orangtua Tunggal, Karir, Berada di dalam Dunia, Rolly May PENDAHULUAN Keluarga merupakan sebuah kelompok primer yang paling penting dalam masyarakat yang terbentuk dari hubungan pernikahan laki-laki dan wanita untuk menciptakan dan membesarkan anak-anak. Keluarga dalam bentuk murni merupakan kesatuan sosial yang terdiri dari suami, istri dan anak-anak (Ahmadi, 2007). Setiap anggota keluarga memiliki peran spesifik yang dapat dimanfaatkan dalam sistem tersebut dan setiap anggota bergantung pada anggota yang lain agar dapat memainkan perannya. Lebih lanjut Greenglass (Putrianti, 2007) menjelaskan bahwa dukungan suami merupakan kemampuan suami untuk membantu istri berupa informasi, nasehat, atau sesuatu yang dapat membesarkan hati agar istri lebih aktif untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi. Struktur peran orangtua dalam keluarga yang utuh kemudian berubah karena adanya perceraian atau pasangan hidup meninggal. Menurut Papalia, Olds, Freadman (2009) hilangnya pasangan, yang disebabkan karena perceraian dan 3 terutama bagi yang ditinggalkan karena meninggalnya pasangan, tentunya meninggalkan masalah penyesuaian diri bagi pria atau wanita. Maka, muncullah fenomena single parent atau orangtua tunggal yang banyak kita temukan di masyarakat. Menurut data Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) jumlah keluarga dengan orang tua tunggal wanita atau yang disebut dengan ibu tunggal di Indonesia semakin meningkat dari tahun ke tahun. Data SUSENAS tahun 2007 menunjukkan jumlah perempuan yang menjadi kepala keluarga hanya 13,60 persen dari populasi keluarga. Tahun 2010, Biro Pusat Statistik (BPS) memperkirakan bahwa di Indonesia terdapat 65 juta keluarga dan sekitar 14 persen atau 9 juta dikepalai oleh perempuan. Dengan demikian, rumah tangga yang dikepalai perempuan ada kecenderungan peningkatan, yaitu rata-rata 0,1 persen per tahun. Angka 14 persen dan kenaikan jumlah ibu tunggal tersebut bukanlah angka yang sedikit. Ada beberapa ibu tunggal yang benarbenar mandiri dalam memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga. Namun, tidak sedikit ibu tunggal yang menjadi beban bagi keluarga asalnya (Syafa’at, 2012). Dampak utama yang langsung dirasakan oleh ibu tunggal saat ditinggalkan oleh suaminya (meninggal atau bercerai), adalah tidak ada kestabilan secara ekonomi. Saat mencoba mencari pekerjaan, tingkat penghasilan tidak terlalu besar karena faktor pengalaman kerja yang terbatas karena pada umumnya pekerjaan selalu didalam rumah dan mengurus rumah tangga (Santrock, 2002). Ibu tunggal pun dituntut untuk pandai membagi waktu, melengkapi perannya sebagai ibu sekaligus ayah bagi anak-anaknya. Status janda di masyarakat juga menjadi tantangan baru dan berat bagi wanita yang merencanakan pernikahan yang sarat dengan harapan dan kebahagiaan berakhir karena kematian suami ataupun karena perceraian (Zulfiana dkk, 2012). Berdasarkan kondisi tersebut, tidaklah heran apabila individu mengalami kecemasan akan berbagai persoalan baru yang akan dihadapi sendiri, kehampaan dan kesepian hidup. Menurut May (Latief, 2010), kehampaan, kesepian, dan kecemasan merupakan suatu kondisi dimana seseorang tidak tahu lagi apa yang diinginkan. Kehampaan mengarahkan individu untuk mencari pegangan kepada orang lain. Kesepian atau kesendirian membuat individu mengalami ancaman kehilangan diri atau eksistensi dirinya. Menyadari keberadaan atau eksistensi mereka dari pekerjaan yang dilakukan disamping menjalankan peran sebagai orang tua tunggal dalam tindakannya mengatasi 4 dan melampaui batas-batas waktu yang telah mereka hadapi dimasa lalu untuk merancang masa depan mereka, semuanya itu adalah karakteristik khas dari eksistensi manusia. TINJAUAN TEORI Menurut Sartre (Misiak dan Sexton, 2005), yang menandai manusia sebagai mahluk terbaik adalah kebebasan dan kesanggupannya untuk memilih. Sebab manusia itu sendiri adalah kebebasan dan karenanya dia bisa memilih dan memutuskan setiap saat. Manusia tak terhindarkan dari akibat yang ditimbulkan dari keputusan yang dibuatnya, maka kebebasan merupakan pasangan dari kehidupan manusia. Ketika individu menghindar dari kebebasannya maka yang timbul adalah kecemasan, kesedihan, keputusasaan. Bagi ibu tunggal sendiri, kecemasan yang timbul akan masa depan yang harus dihadapi dan tanggung jawab baru yang semula dijalani bersama bukanlah proses yang mudah mereka setelah meninggal meninggalnya pasasngan hidup atau karena peceraian. Ketakutan, merasa tidak berdaya, kehilangan kepercayaan diri dan berusaha mengatasi, melampau masa lalu untuk menghadapi masa sekarang dan masa depan yang belum pasti yang dialami ibu tunggal dapat dipahami melalu struktur pengalaman eksistensi manusia. Struktur Pengalaman Eksistensi Manusia Binswanger (Lathief, 2010) menjelaskan tentang cara memahami, menginterpretasi, mengungkapkan diri dan memaparkan berbagai cara bagaimana eksistensi manusia, berada dalam dunia, yaitu melalui struktur pengalaman eksistensi manusia. Struktur ini muncul dari berbagai tingkah laku manusia dan pengalaman yang kemudian dipahami (experience of being understood) oleh individu tersebut, yaitu 1. Kematian Menurut Jaspers (Lathief, 2010), manusia terus menerus terlibat dalam krisis yang membawanya ke dalam situasi batas yang di dalam pengalaman akan kematian yang tak dapat dihindarkan. Penerimaan terhadap peristiwa kematian disebut sebagai kepasrahan diri, yaitu kesiapan menerima kehidupan apapun yang terjadi. 5 Pengalaman kematian dipandang oleh psikoterapis eksistensialisme sebagai landasan bagi manusia untuk menciptakan kehidupan bermakna. 2. Kehampaan Menurut May (Lathief, 2010), kehampaan menunjuk kepada suatu kondisi manusia yang tidak mengetahui lagi apa yang diinginkannya dan tidak lagi memiliki kekuasaan terhadap apa yang terjadi dan dialaminya. David Riesman (Lathief, 2010) mengatakan bahwa kehampaan telah mengubah manusia modern menjadi manusia yang mengarahkan dirinya kepada orang lain (outer-directed) dalam rangka mencari pegangan atau petunjuk bagi penentu kehidupannya. 3. Kecemasan Kecemasan adalah sebuah ancaman terhadap pusat eksistensi manusia. Kecemasan bisa melampaui kesadaran individu akan eksistensinya, menghilangkan makna waktu, mengumpulkan ingatan tentang masa lalu dan menutup masa depan. Kecemasan muncul ketika individu mempunyai potensi-potensi atau kemungkinan-kemungkinan, namun hanya beberapa dari potensi dan kemungkinan tersebut yang mampu diaktualisasikan dalam mengisi eksistensinya. 4. Perasaan Bersalah Ketika individu tersebut menolak potensi-potensinya atau gagal untuk mewujudkan dan mengaktualisasikannya, maka kondisinya berada pada kondisi rasa bersalah (guilt). 5. Kebersamaan Para psikoterapi eksistensialisme menyatakan bahwa kebersamaan atau hidup dengan sesama manusia dalam masyarakat tidak semata-mata merupakan kebetulan ataupun sebuah realitas saja, melainkan merupakan sesuatu yang menjadi suatu keharusan manusia bereksistensi. 6. Spasialitas Kesadaran manusia terhadap spasialitas ditandai dengan ketubuhan, di sinilah bahwa manusia sebagai kesadarannya (being for itself) berada ditengah-tengah dunia dengan segala kompleksitasnya, dan dasar kenyataan bahwa manusia selalu sadar berada ditengah-tengah dunia. Kepribadian manusia, dapat dipahami setelah manusia melihat dalam perjalanan ke arah masa depan; seorang manusia dapat memahami dirinya setelah mereka memproyeksikan dirinya ke masa depan. 6 7. Temporalitas Temporalitas (waktu) berhubungan dengan struktur pengalaman berada (being). Pada struktur pengalaman manusia, waktu tidak dipahami dan dihayati secara obyektif, melainkan secara subyektif. Manusia menghayati masa lalu, masa kini dan masa depan secara berbeda-beda. 8. Ketubuhan Manusia mengalami tubuh sendiri bukan sebagai tubuh fisiologis, melainkan tubuh yang dihayati, tubuh yang bermakna eksistensial dan memberi makna pada dunia.Sartre menghubungkan dengan kenyataan, bahwa eksistensi selalu berwujud tubuh. Struktur Eksistensi Manusia Berdasarkan pada pemaparan struktur pengalaman eksistensi manusia menurut Binswanger (Lathief, 2010) diatas, lebih lanjut untuk memahami eksistensi manusia dapat dilihat melalui konsep kepribadian manusia. May (Feist, 2008) mengungkapkan konsep eksistensi manusia yaitu berada dalam dunia (Being in the World) dan ketidakberadaan (Non-being). Menurut Lathief (2010) dalam buku yang berjudul Psikologi Fenomenologi Eksistensialisme, struktur eksistensi manusia yaitu: 1. Berada dan Ketidakberadaan (Being and Nothingness) Makna ontologis kata berada dimaksudkan sebagai manusia hadir dan menampakkan diri, mengalami dirinya sebagai subjek yang sadar, aktif dan berproses. Sedangkan ketidakberadaan (nothingness) merupakan ukuran bagi ketidakberadaan manusia, suatu dimensi dimana manusia melakukan regresi atas keberadaannya dan mengalami dirinya sebagai objek. 2. Berada dalam Dunia (Being in the World) Menurut Heidegger, konsep manusia berada dalam dunia mengandung implikasi bahwa manusia hidup dan mengungkapkan dirinya bahwa ia berada ditengah-tengah kehidupan yang lain yang telah ditentukan oleh dirinya sendiri. Binswanger mengembangkan konsep Heidegger dengan memerinci dunia manusia sebagai Umwelt, Mitwelt, Eigenwelt . 7 3. Berada Melampaui Dunia (Being over the World) Menurut para psikoterapi eksistensialisme, berada melampaui dunia berarti berusaha mengungkapkan kemungkinan-kemungkinan yang dimiliki manusia untuk mengatasi dunia yang dihuninya dan memasuki sebuah dunia baru, sehingga manusia selalu dalam proses mengatasi diri (self transcending). 4. Relasi Aku-Engkau (The I-Thou Relationship) Relasi sosial Aku-Engkau individu sadar dan menghargai individu lain sebagai subjek seperti dirinya, subjek dengan dunianya sendiri, subjek yang selalu berproses, subjek yang memiliki perasaan, pikiran dan keinginannya sendiri. 5. Intensionalitas (Intentionality) Intensionalitas merupakan struktur eksistensi manusia, seperti struktur dan konsep determinisme psikis dari psikoanalisis. Intensionalitas berarti manusia tidak pernah memikirkan atau membayangkan kekosongan dan kesia-siaan. 6. Berada Autentik dan Tidak Autentik (Being Autentic and Inautentic) Menurut Heidegger dan Sartre, eksistensi manusia pada umumnya adalah tidak autentik seperti keharusan memilih, memikul tanggung jawab, ketakutan, kecemasan, pengalaman kematian, isolasis sosial, sampai kepada ketidakbermaknaan (meaningless). Keberadaan autentik, manusia sanggup mengukuhkan dirinya (self affirmation) tanpa menghindarkan atau mengingkari keniscayaan hidup seperti ancaman, kecemasan, menentukan berbagai pilihan. 7. Kebebasan dan Tanggung Jawab (Independence and Responsibility) Psikoterapis eksistensialisme selalu menekankan kebebasan dan tanggung jawab sebagai struktur eksistensial manusia yang paling mendasar, dimana kebebasan dikaitkan dengan tanggung jawab memilih berbagai kemungkinan, membuat keputusan-keputusan, serta memilih tindakan-tindakan sesuai dengan kapasitas autentik. 8. Kesadaran Diri (Self Consciousness) Para Psikoterapis memandang kesadaran diri sebagai kapasitas yang memungkinkan manusia bisa hidup sebagai pribadi utuh.Kierkegaard mengungkapkan bahwa semakin tinggi kesadaran diri manusia, maka semakin utuh pula pribadi manusia tersebut. 8 9. Eksistensi bersifat Individual (Exsistence is Individual-Being) Eksistensi adalah milik pribadi dan bersifat individual, yang keberadaannya tidak mungkin bisa terwakili dengan keberadaan manusia lain. Jadi, eksistensi manusia pertama-tama adalah bersifat individual (individual being), baru kemudian menentukan eksistensial sosialnya (social being), atau bereksistensi dalam masyarakat. 10. Eksistensi mendahului Esensi (Existence proceed Essence) Konsep psikoterapi eksistensialisme mengemukakan bahwa manusia bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri, apapun bentuk dan model eksistensinya, apapun makna yang hendak diberikan eksistensinya itu. Karena dalam membentuk dirinya sendiri, manusia selalu mendapatkan kesempatan untuk tiap kali memilih apa yang baik dan apa yang kurang baik terhadap dirinya. Eksistensi menemukan jawaban dari kecemasan tersebut, dimana individu keluar dari keterpurukan, menunjukkan potensi dan berani untuk memutuskan memasuki dunia baru yang tidak pernah dialaminya, menunjukkan keberadaan dirinya melalui kemapanan karir merupakan eksistensi orangtua tunggal wanita yang berkarir. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dimulai pada bulan Mei 2013 sampai bulan November 2013 dengan tempat penelitian di kota Malang. METODE Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Menurut Herdiansyah (2010), metodologi penelitian merupakan serangkaian hukum, aturan atau tata cara tertentu yang diatur dan ditentukan berdasarkan kaidah ilmiah dalam menyelenggarakan suatu penelitian dalam perspektif keilmuan tertentu yang hasilnya dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Model fenomenologi (Herdiansyah, 2010) dalam psikologi lebih ditujukan untuk mendapatkan kejelasan dari fenomena dalam situasi natural yang dialami oleh individu setiap harinya. Fenomenologi berusaha untuk mengungkapkan dan mempelajari serta 9 memahami suatu fenomena beserta konteksnya yang khas dan unik yang dialami oleh individu. A. Subjek Penelitian Jumlah subjek dalam penelitian ini sebanyak 4 orang dengan kriteria: 1. Wanita yang menjadi ibu tunggal karena kematian atau perceraian dengan pasangan hidup. Hal ini berhubungan pengalaman eksistensi individu yang mengalami kehampaan, kecemasan atas perceraian ataupun kematian suami yang sebelumnya tidak pernah diharapkan saat pasangan suami istri menjalani penikahan dan membina keluarga. 2. Menghidupi anaknya. Adanya tanggungjawab yang timbul saat memutuskan untuk menghidupi anak tanpa menggantungkan hidup pada orang lain dan menjadikan orangtua tunggal menunjukkan eksistensi mereka dalam memenuhi berbagai kebutuhan ekonomi dengan berkarir. 3. Subjek adalah ibu rumah tangga penuh ketika masih bersama pasangan dan kemudian memiliki produktivitas kerja yang ditandai dengan adanya karir yang dimiliki setelah berpisah dengan pasangan. Menurut Creswell (Herdiansyah, 2010) model fenomenologi menentukan batasan pengalaman subjek yang diangkat dalam penelitian, sehingga penulis membatasi pengalaman subjek khusus pada orangtua tunggal yang menjadi ibu rumah tangga sebelum terjadinya perceraian atau kematian suami agar adanya kesetaraan pengalaman subjek yang diteliti. 4. Usia menjadi orang tua tunggal lebih dari 2 tahun. Hal ini didasarkan pada teori Pickhardt (1996) dimana proses pemulihan dan penyesuaian ibu tunggal untuk mampu bangkit dari keterpurukan pernikahan setelah 2 tahun lamanya. B. Teknik Pengumpulan Data Data penelitian ini diperoleh melalui sumber data primer dan data sekunder. Sumber data primer adalah sumber data yang langsung memberikan data kepada peneliti, dalam hal ini adalah ibu tunggal yang berkarir, sedangkan sumber data 10 sekunder diperoleh melalui sahabat, keluarga, tetangga dan beberapa aspek yang dapat memberikan informasi tentang hal yang diteliti. Data primer dan sekunder yang digunakan adalah melalui: 1. Wawancara Wawancara dalam suatu penelitian bertujuan untuk mengumpulkan keterangan tentang kehidupan manusia dalam suatu masyarakat, yang merupakan pembantu utama dari metode observasi (Bungin, 2010). Wawancara dalam penelitian ini menggunakan wawancara semi-terstruktur (Herdiansyah, 2010). 2. Observasi Selain wawancara, metode pengumpulan data kualitatif adalah observasi. Penelitian ini menggunakan metode observasi Anecdotal Record (Herdiansyah, 2010) dimana metode yang digunakan peneliti melakukan observasi dengan hanya membawa kertas kosong untuk mencatat perilaku yang khas, unik, dan penting yang dilakukan subjek penelitian. 3. Dokumentasi Menurut Sugiyono (2012), supaya hasil wawancara dapat terekam dengan baik dan peneliti memiliki bukti telah melakukan interview kepada interviewee, maka diperlukan bantuan alat-alat sebagai berikut: a. Tape Recorder Alat perekam ini digunakan untuk merekam semua pembicaraan. Penggunaan alat perekam dalam hal ini adalah alat perekam dari telepon genggam yang dimiliki penulis, dan dalam wawancara dapat digunakan setelah peneliti mendapatkan izin dari subjek untuk mempergunakannya. b. Alat Tulis Alat tulis digunakan untuk menulis pada lembar observasi untuk mencatat semua percakapan dengan interviewee. Penggunaan alat tulis dalam wawancara dapat digunakan pada saat wawancara berlangsung. 11 C. Analisis Data Menurut Miles dan Huberman (1992) analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas. Ada tiga macam kegiatan dalam analisis data kualitatif, yaitu: 1. Data Reduction (Reduksi Data) Data diperoleh dilapangan yang jumlahnya cukup banyak, dilakukan analisis data melalui reduksi data. Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya dan membuang data yang tidak perlu. 2. Data Display (Penyajian Data) Langkah selanjutnya setelah mereduksi data adalah penyajian data. Penyajian data dalam penelitian kualitatif dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori dan sebagainya. Milles dan Huberman menyatakan bahwa yang paling sering digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks yang bersifat naratif. Dengan mendisplaykan data, akan memudahkan untuk memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah dipahami tersebut. 3. Conclusion Drawing/ Veryfying Langkah ke tiga dalam analisis data menurut Miles dan Huberman adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal, didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten pada saat peneliti kembali ke lapangan mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel. Kesimpulan dalam penelitian kualitatif yang dapat menjawab rumusan masalah yang dirumuskan sejak awal diharapkan merupakan temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada. D. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data Menurut Moleong (2012), untuk menetapkan keabsahan data diperlukan teknik pemeriksaan. Pelaksanaan teknik pemeriksaan didasarkan pada empat kriteria yang digunakan, yaitu 12 1. Derajat kepercayan (credibility), yaitu penulis menggunakan triangulasi. Triangulasi pada prinsipnya merupakan model pengecekan data untuk menentukan apakah sebuah data benar-benar tepat menggambarkan fenomena pada sebuah penelitian (Bachri, 2010). Penelitian ini menggunakan metode triangulasi data dengan proses triangulasi sumber, triangulasi waktu dan triangulasi metode. 2. Keteralihan (Tranferability) yaitu peneliti dalam membuat laporannya harus memberikan uraian yang rinci, jelas, sistematis, dan dapat dipercaya. Sehingga pembaca dapat mengerti dengan jelas hasil penelitian tersebut, sehingga dapat memutuskan dapat atau tidaknya mengaplikasikan penelitian tersebut ditempat lain (Sugiyono, 2012). Penelitian ini memberikan uraian secara terperinci, jelas dan sistematis melalui penjabaran secara lengkap mengenai struktur pengalaman eksistensi dan struktur eksistensi manusia pada ibu tunggal yang berkarir. 3. Kebergantungan (Dependability). Pada penelitian kualitatif, uji dependabilitas ini dilakukan dengan melakukan audit terhadap keseluruhan proses penelitian. Audit dilakukan oleh auditor yang independen atau pembimbing untuk mengaudit keseluruhan aktivitas peneliti dalam melakukan penelitian. Pada penelitian ini, auditor yang melakukan audit terhadap keseluruhan proses penelitian dilakukan oleh auditor yang merupakan dosen pembimbing skripsi dari penulis. 4. Kepastian (Confirmability). Kriteria konfirmabilitas atau objektivitas merujuk pada tingkat kemampuan hasil penelitian dapat dikonfirmasikan oleh orang lain. Peneliti dapat mendokumentasikan prosedur untuk mengecek dan mengecek kembali seluruh data penelitian. Keseluruhan penelitian di konfirmasikan mulai dari teori yang sesuai dengan penelitian, pengadaan seminar proposal serta konsultasi penelitian bersama dosen pembimbing skripsi. HASIL DAN PEMBAHASAN Dinamika Psikologis Subjek a. Subjek OS Bercerai sejak tahun 2011 saat anaknya berusia 1 tahun. Memutuskan untuk bercerai karena selama pernikahan berlangsung, OS tidak pernah merasakan bahagianya sebuah pernikahan karena selalu mendapatkan perlakuan kekerasan dari mantan suaminya. 13 Setelah menjadi ibu tunggal, OS menyadari bahwa tidak mudah membesarkan anak tanpa sosok ayah untuk anaknya. Namin motivasi dalam diri OS sendiri untuk membuktikan pada keluarga mantan suaminya bahwa dia mampu membesarkan anaknya dan memberikan pendidikan yang bagus untuk anaknya, menjadi alasannya untuk semangat bekerja dan tidak menggantungkan diri dengan orang lain apalagi pada orangtua OS. b. Subjek TM Bercerai sejak tahun 2006 secara resmi di pengadilan namun sudah terpisah dengan mantan suami sejak tahun 2001. TM memutuskan menikah pada tahun 1999 namun hubungan pernikahan mereka tidak direstui oleh orangtua dari pihak mantan suaminya. TM kemudian memutuskan kembali ke kota Malang setelah sebelumnya di rumah suaminya di Jepara. Jarak yang memisahkan antara TM dan suaminya, membuatnya berharap suaminya mau untuk menyusulnya ke Malang karena TM sudah tidak mau kembali ke Jepara namun ternyata suaminya tidak mau dengan alasan orangtuanya. Keyakinan dalam diri TM timbul bahwa dia bisa meskipun sebagai ibu tunggal, dia bisa menunjukkan dirinya, membuktikan bahwa dia tidak seperti yang orang kira. Dia kemudian melihat orang lain yang sukses, mempelajari cara kerja orang tersebut dengan berjualan sembako dan akhirnya sekarang memiliki toko sendiri. c. Subjek WT Sejak ditinggal meninggal oleh suami pada tahun 2008 karena penyakit stroke, WT yang sebelumnya adalah ibu rumah tangga penuh, sekarang bekerja sebagai pemilik warung makan. Melalui usaha warung makan itulah WT mengisi waktunya dan menyibukkan diri serta mengalihkan perhatiannya dari peristiwa kematian suaminya tersebut. d. Subjek MR Suami ibu MR yang dulunya adalah pesepakbola nasional membuat hidup MR tidak kekurangan sesuatu apapun. Namun, kehidupannya berubah setelah kematian suami sejak tahun karena mengidap penyakit stroke mulai tahun 1988. MR berusaha menafkahi anak-anaknya dengan menjadi sales berbagai produk MLM dari rumah ke rumah sampai di luar kota. Setelah itu, subjek beralih profesi menjadi perawat (nanny) di kota Bandung dan Surabaya. Setelah anak-anaknya tumbuh dewasa dan bekerja, subjek kemudian di bantu oleh anak pertamanya yang menjadi tenaga pengajar untuk 14 membiayai kebutuhan ekonomi dan sekolah anak-anaknya. Sekarang subjek bekerja dan aktif menjadi Majelis Gereja yang bergerak di bidang pelayanan pada narapidana Lembaga Pemasyarakatan. Pembahasan Berdasarkan pembahasan struktur pengalaman eksistensi dan struktur eksistensi antar subjek menunjukkan bahwa keempat subjek memiliki pengalaman yang berbeda. Subjek OS pengalaman eksistensi yang dialami adalah dimulai dari kecemasan yang justru dialaminya ketika masih menikah oleh sebab kekerasan sehingga rumah tangga mereka berakhir perceraian. Subjek TM menunjukkan pengalaman eksistensi dimulai dari kehampaan karena terpisahnya jarak dengan suaminya yang kemudian berakhir dengan perceraian. Kesamaan pengalaman eksistensi dimulai dari pengalaman kematian terdapat pada subjek WT dan MR karena kematian suami mereka. Setelah melalui pengalaman eksistensi, keempat subjek menunjukkan struktur eksistensi mereka melalui karir yang mereka miliki tanpa menggantungkan diri pada orang lain ataupun keluarga mereka, dimana subjek OS bekerja di toko butik baju. Subjek TM menjadi pedagang yang memiliki toko sembako, sesuai dengan gelar sarjananya di bidang ekonomi. Subjek WT membuka warung makan karena sesuai dengan kesenangannya memasak. Subjek MR memilih berkarir dibidang pelayanan konseling diberbagai tempat seperti lembaga pemasyarakatan dan melayani lanjut usia karena sesuai dengan target hidupnya yaitu bermakna bagi orang lain. Seperti yang diungkapkan Linde (Abidin, 2007) eksistensi adalah kemampuan dari individu untuk memproyeksikan dirinya dalam imajinasinya yang sadar diri ke arah masa depan yang bukan hanya satu atau dua jam, melainkan berminggu-minggu, bertahun-tahun dan bahkan berdekade-dekade. Kemampuan untuk mengatasi atau melampau batas-batas waktu tersebut, untuk melihat pengalamannya secara sadar diri dalam terang masa lalu dan masa depan, untuk bertindak dan bereaksi dalam dimensi waktu-waktu tersebut, untuk belajar dari masa lalu untuk merancang masa depannya, adalah karakteristik khas dari eksistensi manusia. Hal inilah yang terjadi pada empat subjek penelitian yaitu OS, TM, WT, dan MR. Masing-masing dari subjek menyadari bahwa perbandingan keadaannya antara sebelum dan sesudah mereka menjadi ibu 15 tunggal memiliki perbedaan signifikan baik dari segi tanggungjawab maupun situasi kondisi. Kemampuan untuk mengatasi keadaan rumah tangga tanpa keberadaan suami mereka tunjukkan dengan karir pekerjaan yang mereka miliki saat ini tanpa menggantungkan diri pada orang lain ataupun keluarga mereka dan memunculkan potensi mereka dalam bekerja seperti yang dialami oleh OS, TM, dan MR yang memilih pekerjaan karena sesuai dengan kemampuan yang mereka miliki melalui pendidikan sewaktu sekolah dulu. OS bekerja sebagai karyawan toko butik dengan kemampuan marketingnya, TM membuka toko sembako sesuai dengan gelar S1 Ekonomi yang dimilikinya dan MR dibidang pelayanan lapas dan pernah bekerja sebagai perawat bayi dan lansia karena sesuai dengan pendidikannya di sekolah keguruan. WT sendiri memilih pekerjaan sesuai dengan kesenangannya memasak dengan membuka warung makan. Selain itu, menurut Sartre (Misiak dan Sexton, 2005), yang menandai manusia sebagai mahluk terbaik adalah kebebasan dan kesanggupannya untuk memilih. Sebab manusia itu sendiri adalah kebebasan dan karenanya dia bisa memilih dan memutuskan setiap saat. Manusia tak terhindarkan dari akibat yang ditimbulkan dari putusan yang dibuatnya, maka kebebasan merupakan pasangan dari kehidupan manusia. Ketika individu menghindar dari kebebasannya maka yang timbul adalah kecemasan, kesedihan, keputusasaan. Eksistensi menemukan jawaban dari kecemasan tersebut, memberi pemahaman dan kemungkinan untuk menemukan makna hidup. Bagi WT setelah memutuskan untuk menerima kematian suaminya, karena dia menyadari suaminya tidak mungkin hidup lagi, ia mampu untuk bangkit dari perasaan hampa tanpa suaminya sekarang dengan memutuskan mencari kesibukan-kesibukan, yang saat ini menjadi pekerjaannya yaitu membuka usaha warung makan. Bagi MR, setelah melalui berbagai tantangan hidup dalam bekerja dan sudah mencapai target hidupnya menyekolahkan dan mendidik anak-anaknya hingga sekarang sudah berkeluarga semua, dia menyadari bahwa kehidupannya yang sekarang ini di fokuskan untuk bermakna bagi orang lain, karena ketika dia bermakna bagi orang lain, dapat memberi apa yang orang lain butuhkan. 16 Menjalani proses sehingga menjadi pribadi yang mencapai eksistensi diawali dengan proses mengatasi kecemasan dan kehampaan, ibu tunggal kemudian diperhadapkan dengan tanggung jawab untuk bekerja karena faktor ekonomi. Menurut Santrock (2002), dampak utama yang langsung dirasakan oleh ibu tunggal saat ditinggalkan oleh suaminya (meninggal atau bercerai), adalah tidak ada kestabilan secara ekonomi. Greenberg dan Avigdor (2011), juga mengatakan bahwa uang adalah masalah dan motivasi penting bagi para ibu untuk memiliki pekerjaan dan karir. Tanpa diragukan, ibu-ibu yang bekerja tentunya memberikan kontribusi yang signifikan untuk pemasukan keuangan keluarga. Hal ini pula dikemukakan oleh OS dan TM bahwa dengan penghasilan yang mereka peroleh dari bekerja, dia mampu membiayai anaknya diusia pernikahan sekitar 2 tahun yang berakhir dengan perceraian. Kontribusi untuk pemasukan keluarga di fokuskan oleh kedua subjek ini untuk masa depan pendidikan anak-anak mereka agar uang tidak menjadi hambatan bagi pendidikan yang terbaik untuk anak-anaknya. Penelitian yang dilakukan Jenkins dan Gillman (2000) mengenai orangtua tunggal wanita, menemukan hubungan antara kerja dan depresi yang dialami oleh ibu tunggal. Dimana, semakin positif lingkungan kerja dari ibu tunggal ini maka semakin berkurang depresi yang dimiliki mereka. Karena itu harapan bahwa ibu tunggal bekerja untuk kesejahteraan keluarganya dan pekerjaan mereka penting untuk kelangsungan hidup keluarganya. Bagi OS dan TM, mereka tidak memungkiri bahwa masalah ekonomi langsung melanda mereka saat mereka memutuskan untuk bercerai namun keyakinan bahwa mereka bisa menjalani kehidupan sebagai ibu tunggal yang bekerja di lingkungan kerja yang nyaman dan mereka inginkan, membuat mereka mampu memenuhi kebutuhan sehari-haridan memunculkan potensi mereka dalam bekerja. Begitu pula dengan WT dan MR yang ditinggal meninggal oleh suami. Kedua ibu tunggal ini memiliki pengalaman kerja sebelumnya karena selama mereka menikah menjadi ibu rumah tangga penuh, proses dan tantangan selama bekerja membuat mereka menjadi pribadi yang utuh dan mereka bisa membiayai kehidupan sehari-hari serta kebutuhan sekolah anak-anak mereka dapat terpenuhi. Sekarang, keberadaan atau eksistensi mereka diakui oleh tetangga dan teman kerja bahwa mereka adalah ibu tunggal yang patut untuk diteladani. 17 Selain itu, meskipun keempat subjek berasal dari agama yang berbeda-beda, faktor yang mempengaruhi eksistesi keempat ibu tunggal tesebut adalah kepercayaannya akan keberadaan Tuhan dalam hidup mereka sehingga keempat subjek mengungkapkan bahwa dengan berdoa mereka merasa lebih tenang dan percaya bahwa Tuhan pasti menolongnya, seperti yang diutarakan oleh TM. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan pembahasan yang telah di jelaskan pada bab sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan bahwa: 1. Berdasarkan data yang diperoleh, struktur pengalaman eksistensi empat subjek penelitian dialami oleh masing-masing subjek secara berbeda. Subjek OS pengalaman eksistensi yang dialami adalah dimulai dari kecemasan yang justru dialaminya ketika masih menikah oleh sebab kekerasan sehingga rumah tangga mereka berakhir perceraian. Subjek TM menunjukkan pengalaman eksistensi dimulai dari kehampaan karena terpisahnya jarak dengan suaminya yang kemudian berakhir dengan perceraian. Kesamaan pengalaman eksistensi dimulai dari pengalaman kematian terdapat pada subjek WT dan MR karena kematian suami mereka. 2. Setelah melalui pengalaman eksistensi, keempat subjek menunjukkan struktur eksistensi mereka melalui karir yang mereka miliki tanpa menggantungkan diri pada orang lain ataupun keluarga mereka, dimana subjek OS bekerja di toko butik baju. Subjek TM menjadi pedagang yang memiliki toko sembako, sesuai dengan gelar sarjananya di bidang ekonomi. Subjek WT membuka warung makan karena sesuai dengan kesenangannya memasak. Subjek MR memilih berkarir dibidang pelayanan konseling diberbagai tempat seperti lembaga pemasyarakatan dan melayani lanjut usia karena sesuai dengan target hidupnya yaitu bermakna bagi orang lain. 3. Berdasarkan data yang diperoleh, dapat diketahui bahwa subjek yang ditinggal mati suami mengalami krisis dalam faktor ekonomi. Namun tantangan untuk bekerja membiayai kehidupan dan kebutuhan sekolah anak-anak mereka membuat mereka dapat memenuhi kebutuhan sekaligus menjadi ibu tunggal yang memiliki eksistensi. 18 Begitu pula ibu tunggal karena perceraian, mereka tidak memungkiri bahwa masalah ekonomi langsung melanda mereka saat mereka memutuskan untuk bercerai namun keyakinan bahwa mereka bisa menjalani kehidupan sebagai ibu tunggal dengan bekerja membuat mereka mampu memenuhi kebutuhan sehari-hari dan memunculkan potensi mereka dalam bekerja. Saran Berdasarkan pengalaman dan pertimbangan yang telah diperoleh dari penelitian tentang eksistensi orangtua tunggal wanita yang berkarir, terdapat saran pada penelitian selanjutnya, yang disampaikan berikut: 1. Bagi Ibu Tunggal yang Berkarir a. Hendaknya merespon setiap tantangan dan masalah hidup yang dihadapi dengan pengharapan dan sikap optimis, sehingga dapat menghadapi berbagai permasalahan hidup dengan bijaksana lagi. b. Semakin memaksimalkan eksistensi mereka saat ini dengan bekerja semakin sukses sehingga dari pengalaman eksistensi mereka bisa mengatasi situasi sulit dalam kehidupan individu. 2. Bagi keluarga dan lingkungan tempat tinggal ibu tunggal a. Hendaknya selalu memberikan dorongan dan motivasi secara terus menerus dan untuk ibu tunggal yang bercerai, keluarga kiranya tidak berusaha menyalahkan ibu tunggal atas keputusan mereka. b. Bagi lingkungan sekitar dan lingkungan masyarakat untuk tidak selalu memandang negatif ibu tunggal, karena mereka membutuhkan penerimaan dari lingkungan agar lebih baik menjalani kehidupan mereka. 3. Bagi Mahasiswa a. Peneliti selanjutnya yang ingin meneliti mengenai eksistensi orangtua tunggal wanita yang berkarir dapat memilih struktur eksistensi dari teori yang berbeda sehingga dapat dilihat eksistensi orangtua tunggal dari segi yang berbeda. b. Perlunya pembangunan rapport yang lebih intensif dan memperhatikan penggunaan tata bahasa dalam mengajukan topik-topik sensitif yang berhubungan dengan masa lalu subjek penelitian dan adanya jadwal terstruktur dalam melakukan penelitian. 19 DAFTAR PUSTAKA Abidin, Z. (2007). Analisis Eksistensial: Sebuah Pendekatan Alternatif untuk Psikologi dan Psikiatri. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada Ahmadi, A. (2007). Psikologi Sosial, Edisi Revisi. Jakarta: PT. Rineka Cipta Bachri, S. (2010). Meyakinkan Validitas Data melalui Triangulasi Pada Penelitian Kualitatif. Jurnal Teknologi Pendidikan. 10 (1) 46-62. Diunduh dari http://jurnal-teknologi-pendidikan.tp.ac.id (Pada tanggal 26 November 2013 pukul 11:18) Bungin, B. (2001). Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: RajaGrafindo Persada Emzir. (2010). Metodologi Penelitian Kualitatif: Analisis Data. Jakarta: RajaGrafindo Persada Feist, J., Feis, G.J. (2008). Theoriest of Personality, Edisi Keenam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Greenberg, C.L., Avigdor, B.S. (2011). What Happy Working Mothers Know. Jakarta: Salemba Humanika Herdiansyah, H. (2010). Metodologi Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-ilmu Sosial. Jakarta: Salemba Humanika Jenkins, M.P., Gillman, S. (2000). Parental Job Experiences and Children’s Well-Being: The Case of Two-Parent and Single-Mother Working-Class Families. Journal of Family and Economic Issues. 21, (2), 123-147. Diunduh dari http://proquest.com (Pada tanggal 18 Mei 2013 Pukul 09:51) Lathief, S.I. (2010). Psikologi Fenomenologi Eksistensialisme. Lamongan: Pustaka Pujangga. Moleong, L.J. (2012). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya Miles, M.B., Huberman, M. (1992). Analisis Data Kualitatif. Jakarta: UI-Press Misiak, H., Sexton, V.S. (2005). Psikologi Fenomenologi, Eksistensial dan Humanistik: Suatu Survei Historis. Bandung: PT. Refika Aditama Papalia, D.E., Old, S. W., Feldman, R. D. (2009). Perkembangan Manusia, Edisi Kesepuluh Buku Kedua. Jakarta: Salemba Humanika Pickhardt, C.E. (1996). Keys to Single Parenting. New York: Barron's Educational Series, Inc. Diunduh dari http://bookos.org (Pada tanggal 23 Maret 2013 Pukul 15:00) Putrianti, F.G. (2007). Kesuksesan Peran Ganda Wanita Karir Ditinjau dari Dukungan Suami, Optimisme, dan Strategi Coping. Indigenous, Jurnal Ilmiah Berkala 20 Psikologi. 1 (5), 3-17. Diunduh dari http://publikasiilmiah.ums.ac.id (Pada tanggal 27 Maret 2013 Pukul 17:15) Santrock, J.W. (2002). Perkembangan Masa Hidup, Edisi Kelima Jilid Kedua. Jakarta: Erlangga Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D). Bandung: Alfabeta Syafa’at. (2012). Saatnya Memikirkan Janda Muda. Di unduh http://kabarbanyuwangi.info/ (Pada tanggal 27 Maret 2013 Pukul 17:18) dari Zulfiana, U., Suryaningrum, C., Anwar, Z. (2012). Menjanda Pasca Kematian Pasangan Hidup. Journal Online Psikologi. 1 (1), 1-9. Diunduh dari http://psikologi.umm.ac.id (Pada tanggal 11 Maret 2013 pukul 16:19)