STUDI OBSERVASIONAL MEDICATION ERROR di RUMAH SAKIT MARDI RAHAYU KUDUS DALAM RANGKA PENINGKATAN MUTU PELAYANAN Usulan Penelitian Karya Tulis Ilmiah Diajukan oleh : Sukawan Ari Astuti A1171067 Tri Indayani A1171070 Kepada AKADEMI FARMASI NUSAPUTERA SEMARANG 2019 i HALAMAN PERSETUJUAN USULAN KTI Usulan Penelitian Karya Tulis Ilmiah STUDI OBSERVASIONAL MEDICATION ERROR di RUMAH SAKIT MARDI RAHAYU KUDUS DALAM RANGKA PENINGKATAN MUTU PELAYANAN Diajukan : Sukawan Ari Astuti A1171067 Tri Indayani A1171070 Untuk dilanjutkan menjadi penelitian mahasiswa Telah disetujui oleh Mengetahui Direktur Pembimbing Akademi Farmasi Nusaputera Sri Suwarni,M.Sc.,Apt. Yithro Serang, M.Farm.,Apt NIP. NIP. 070315005 ii DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i HALAMAN PERSETUJUAN ......................................................................... ii DAFTAR ISI .................................................................................................. iii DAFTAR TABEL ........................................................................................... iv INTISARI ...................................................................................................... v BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1 A. Latar Belakang Penelitian.......................................................... 1 B. Rumusan Masalah .................................................................... 7 C. Batasan Masalah....................................................................... 8 D. Keaslian Penelitian .................................................................... 8 E. Manfaat Penelitian..................................................................... 9 F. Tujuan Penelitian....................................................................... 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 10 A. Telaah Pustaka ......................................................................... 10 B. Landasan Teori ......................................................................... 20 C. Hipotesis ................................................................................... 21 BAB III METODE PENELITIAN .................................................................. 22 A. Tempat Dan Waktu Penelitian ................................................... 22 B. Rancangan Penelitian ............................................................... 22 C. Subjek Penelitian....................................................................... 22 D. Identifikasi Variabel penelitian ................................................... 23 E. Definisi Operasional Variabel .................................................... 23 F. Instrumen Penelitian.................................................................. 24 G. Jalannya Penelitian ................................................................... 24 H. Analisis Data ............................................................................. 24 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 26 iii DAFTAR TABEL Tabel 1. Keaslian Penelitian.......................................................................... iv 8 INTISARI Medication error dapat terjadi pada semua tahap, mulai dari penulisan resep, penyiapan, dan pemberian obat. Pencegahan kesalahan pemberian obat akan mewujudkan adanya patient safety yang akhirnya berdampak pada efisiensi dan kualitas peningkatan pelayanan. Identifikasi kesalahan pemberian obat akan dikaji menggunakan teknik Root Cause Analysis atau RCA sehingga dapat ditemukan penyebab dari masalah tersebut sampai ke akarnya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui akar penyebab kesalahan pemberian obat yang terjadi pada proses pelayanan farmasi di Instalasi Farmasi RS Mardi Rahayu di Kudus untuk tindakan perbaikan, menekan dan menghilangkan angka kejadian kesalahan pengobatan. Penelitian yang dilakukan adalah jenis penelitian observasional kuantitatif dengan menggunakan analisis data deskriptif dan rancangan cross sectional yang hasilnya disajikan secara naratif. Teknik sampel yang digunakan yaitu slovin. Analisis data menggunakan analisis univariat dan analisis bivariat dengan uji chi-square Kata kunci: medication error, patient safety, Root Cause Analysis . v BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Saat ini telah terjadi perubahan paradigma tugas dan fungsi kefarmasian dari berorientasi pada produk menjadi pharmaceutical care. Pharmaceuticalcare ( asuhan kefarmasian) merupakan penyediaan pelayanan langsung dan bertanggung jawab, yang berkaitan dengan obat, dengan maksud pencapaian hasil yang pasti, meningkatkan mutu kehidupan pasien dan meminimalkan resiko pasien. Hal yang sama juga tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian, disebutkan bahwa pelayanan kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien. Kesalahan pengobatan dapat terjadi pada 4 fase yaitu kesalahan peresepan (prescribing error), kesalahan penerjemahan resep (prescribing error), kesalahan menyiapkan dan meracik obat (transcribing error), dan kesalahan penyerahan obat kepada pasien (administration error). Kohn, dkk 1999 secara terbuka menyatakan bahwa paling sedikit 44.000 bahkan 98.000 pasien meninggal di rumah sakit dalam satu tahun akibat kesalahan medis yang sebetulnya dapat dicegah (Departemen Kesehatan RI, 2008). Rumah sakit sebagai instansi pelayanan kesehatan yang berhubungan langsung dengan pasien harus mengutamakan pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, antidiskriminasi dan efektif dengan mengutamakan kepentingan pasien sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit (Undang-Undang tentang Kesehatan dan Rumah Sakit Pasal 29b UU No.44/2009). Pasien sebagai 6 pengguna pelayanan kesehatan berhak memperoleh keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam perawatan di rumah sakit (Undang-Undang tentang Kesehatan dan Rumah Sakit Pasal 32n UU No.44/2009). Keselamatan pasien merupakan tanggung jawab semua pihak yang berkaitan dengan pemberi pelayanan kesehatan. Stakeholder mempunyai tanggungjawab memastikan tidak ada tindakan yang membahayakan pasien. Masyarakat, pasien, dokter, tenaga perawat, tenaga kesehatan, peneliti, kalangan professional, lembaga akreditasi rumah sakit dan pemerintah memiliki tanggung jawab bersama dalam upaya keselamatan pasien (Ballard, 2003). Pasien safety menjadi prioritas utama dalam layanan kesehatan dan merupakan langkah kritis pertama untuk memperbaiki kualitas pelayanan serta berkaitan dengan mutu dan citra rumah sakit (Depkes, 2008). Root Cause Analysis (RCA) merupakan pendekatan terstruktur untuk mengidenntifikasi faktor-faktor berpengaruh pada satu atau lebihkejadiankejadian yang lalu agar dapat digunakan untuk meningkatkan kinerja ( Cahyono, 2008 ). B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian diatas maka rumusan masalah dari penelitian ini adalah : 1. Mengapa bisa terjadi medication error di Rumah Sakit Mardi Rahayu Kudus? 2. Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan medication error di Rumah Sakit Mardi Rahayu Kudus? 7 3. Bagaimana solusi dan implementasi penyelesaian akar masalah medication error di Rumah Sakit Mardi Rahayu Kudus agar tidak terulang lagi? C.Batasan Masalah Populasi yang diambil dari resep pasien rawat jalan di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Mardi Rahayu Kudus periode bulan Januari 2019- Maret 2019. D. Keaslian Penelitian Dari penelitian – penelitian sebelumnya, evaluasi tingkat kepuasan pasien dan respon time sudah banyak dilakukan pada berbagai rumah sakit, dapat dilihat dari tabel berikut: Tabel 1 Keaslian Penelitian No 1. 2. Nama N Peneliti Viki Hestarini, dkk (2017) Zani Pitoyo, dkk (2016) Judul Hasil Studi Observasional Kesalahan Pengobatan di Depo Farmasi Rawat Jalan RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung Kebijakan Sistem Penyimpanan Obat LASA, Alur Layanan, dan Formulir untuk Mencegah Dispensing Error di RS X di Malang 8 Berdasarka hasil penelitian pada tahap peresepan ditemukan tipe kesalahan tertinggi yaitu Kejadian Potensi Cedera (KPC) dan Kejadiaan Nyaris Cedera (KNC). Pada fase penyiapan ditemukan kesalahan tertinggi yaitu Kejadian Nyaris Cedera (KNC) dan Kejadian Potensi Cedera (KPC). Pada analisis efek dan mode kegagalan, tahap yang paling beresiko menimbulkan kesalahan adalah pengambilan obat (RPN 210) dan entri data (RPN 126) Berdasarkan hasil penelitian faktor akar penyebab masalah terjadinya dispensing error adalah belum terformulasikannya kebijakan yang kemudian berdampak pada klaster masalah individu, tim, fasilitas, proses layanan, dan komunikasi. Jalan keluar utama dari berbagai penyebab akar permasalahan tersebut adalah formulasi kebijakan 3. Jitti Kositchaiwat, dkk (2012) System Approach Medication Error Prapokklao Hospital of in Selama 8 bulan dari Rawat jalan 147.982 peresepan : 3,70 kesalahan penulisan ke komputer mikro, 10,35 kesalahan pra pengeluaran, 8,89 kesalahan pengeluaran, 0,26 pesanan masing-masing untuk setiap 1000 pesanan. Rawat inap 138.377 peresepan : 0,45 kesalahan resep, 7,62 kesalahan penulisan ke komputer mikro, 0,26 kesalahan penulisan ke kartu obat, 33,00 kesalahan pra pengeluaran, 0,71 kesalahan pengeluaran, 0,97 pesanan masing-masing untuk setiap 1000 pesanan Penelitian yang akan dilakukan adalah untuk mengetahui akar kesalahan pemberian obat dalam upaya perbaikan, menekan dan menghilangkan angka kejadian kesalahan pengobatan. Perbedaan dengan penelitian terdahulu yaitu pada populasi yang diteliti. E. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini diharapkan berguna sebagai sumber masukan dan bahan pertimbangan dalam meningkatkan standar pelayanan kefarmasian. F. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian yang dilakukan yaitu : 1. Mengetahui penyebab terjadinya medication error di Rumah Sakit Mardi Rahayu Kudus. 2. Mengetahui faktor-faktor penyebab medication error di Rumah Sakit Mardi Rahayu Kudus. 3. Memperoleh solusi dan mengimplementasikan penyelesaian akar masalah medication error di Rumah Sakit Mardi Rahayu Kudus agar tidak terulang lagi. 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1.Pengertian Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat. (Menkes RI, 2010) Rawat Jalan secara sederhana didefinisikan meliputi prosedur terapik dan diagnostik serta pengobatan yang diberikan kepada pasien dalam lingkungan yang tidak membutuhkan rawat inap. (Menkes RI, 2011). Membagi rawat jalan tingkat pertama dan tingkat lanjutan, rawat jalan tingkat pertama adalah pelayanan kesehatan perorangan yang bersifat umum oleh pemberi pelayanan kesehatan tingkat pertama untuk keperluan observasi, diagnosis, pengobatan, dan pelayanan kesehatan lainnya, tingkat lanjutan adalah pelayanan kesehatan perorangan yang bersifat spesialistik atau sub spesialistik dan dilaksanakan oleh para pemberi pelayanan kesehatan tingkat lanjutan sebagai rujukan dari pemberi pelayanan kesehatan tingkat pertama, untuk keperluan observasi, diagnosis, pengobatan, rehabilitasi medis, dan atau pelayanan medis lainnya tanpa menginap di ruang perawatan. Rawat Jalan adalah salah satu unit kerja di rumah sakit yang melayani pasien yang berobat jalan dan tidak lebih dari 24 jam pelayanan, termasuk seluruh prosedur diagnostik dan terapeutik. Instalasi Rawat jalan merupakan salah satu yang dominan dari pasar rumah sakit serta merupakan sumber keuangan yang bermakna, sehingga dilakukan upaya peningkatan mutu pelayanan (Murdani, 2007). 10 Rawat inap merupakan suatu bentuk perawatan, dimana pasien dirawat dan tinggal di rumah sakit untuk jangka waktu tertentu. Selama pasien dirawat, rumah sakit harus memberikan pelayanan yang terbaik kepada pasien. (Anggraini,2008) Rawat inap (opname) adalah istilah yang berarti proses perawatan pasien oleh tenaga kesehatan profesional akibat penyakit tertentu, di mana pasien diinapkan disuatu ruangan di rumah sakit. Perawatan rawat inap adalah perawatan pasien yang kondisinya memerlukan rawat inap. Kemajuan dalam pengobatan modern dan munculnya klinik rawat komprehensi (memastikan bahwa pasien hanya dirawat di rumah sakit ketika mereka betul-betul sakit, telah mengalami kecelakaan, pasien yang perlu perawatan intensif atau observasi ketat karena penyakitnya. Pelayanan rawat inap adalah pelayanan terhadap pasien masuk rumah sakit yang menempati tempat tidur perawatan untuk keperluan observasi, diagnosa, terapi,rehabilitasi medik dan atau pelayanan medik lainnya (Depkes RI, 1997): 2. Tipe Rumah Sakit a. Rumah sakit tipe A Rumah Sakit Kelas A adalah rumah sakit yang mampu memberikan pelayanan kedokteran spesialis dan subspesialis luas oleh pemerintah, rumah sakit ini telah ditetapkan sebagai tempat pelayanan rujukan tertinggi (top referral hospital) atau disebut juga rumah sakit pusat.Klinik Pratama b. Rumah sakit tipe B Rumah sakit Tipe B adalah rumah sakit yang mampu memberikan pelayanan kedokteran medik spesialis luas dan subspesialis terbatas. 11 Rumah sakit tipe B ini direncanakan akan didirikan di setiap ibukota propinsi (provincial hospital) yang dapat menampung pelayanan rujukan dari rumah sakit kabupaten. Rumah sakit pendidikan yang tidak termasuk tipe A juga diklasifikasikan sebagai rumah sakit tipe B. c. Rumah sakit tipe C Rumah Sakit Kelas C adalah rumah sakit yang mampu memberikan pelayanan kedokteran subspesialis terbatas. Terdapat empat macam pelayanan spesialis disediakan yakni pelayanan penyakit dalam, pelayanan bedah, pelayanan kesehatan anak, serta pelayanan kebidanan dan kandungan. Rumah sakit kelas C ini adalah rumah sakit yang didirikan di Kota atau kabupaten-kapupaten sebagai faskes tingkat 2 yang menampung rujukan dari faskes tingkat 1 (puskesmas/poliklinik atau dokter pribadi). d. Rumah sakit tipe D Rumah Sakit Kelas D adalah rumah Sakit ini bersifat transisi karena pada suatu saat akan ditingkatkan menjadi rumah sakit kelas C. Pada saat ini kemampuan rumah sakit tipe D hanyalah memberikan pelayanan kedokteran umum dan kedokteran gigi. Sama halnya dengan rumah sakit tipe C, rumah sakit tipe D juga menampung pelayanan yang berasal dari puskesmas. e. Rumah sakit tipe E Rumah Sakit Kelas E merupakan rumah sakit khusus (special hospital) yang menyelenggarakan hanya satu macam pelayanan kedokteran saja. Pada saat ini banyak tipe E yang didirikan pemerintah, misalnya rumah 12 sakit jiwa, rumah sakit kusta, rumah sakit paru, rumah sakit jantung, dan rumah sakit ibu dan anak. 3. Medication Error Medication error adalah suatu kejadian yang tidak hanya dapat merugikan pasien tetapi juga dapat membahayakan keselamatan pasien yang dilakukan oleh petugas kesehatan khususnya dalam hal pelayanan pengobatan pasien yang sebetulnya dapat dicegah. Medication error dapat terjadi pada tahapan prescribing, transcribing, dispensing, dan administering. Faktor-faktor yang mempengaruhi medication error, prevalensinya, serta peran Apoteker dalam pencegahan terjadinya kesalahan pengobatan (medication error). Medical error adalah kejadian yang merugikan pasien akibat pemakaian obat selama dalam penanganan tenaga kesehatan yang sebetulnya dapat dicegah (Permenkes,2004). Medical error merupakan kejadian yang menyebabkan atau berakibat pada pelayanan kesehatan yang tidak tepat atau membahayakan pasien yang sebenarnya dapat dihindari. Konsep medication safety mulai menjadi perhatian dunia sejak November 1999 setelah Institute of Medication (IOM) melaporkan adanya kejadian yang tidak diharapkan (KTD) pada pasien rawat inap di Amerika sebanyak 44.000 bahkan 98.000 orang meninggal karena medical error (kesalahan dalam pelayanan medis) dan 7.000 kasus karena medication error (ME). Terjadi atau tidaknya suatu kesalahan dalam pelayanan pengobatan terhadap pasien telah menjadi indikator penting dalam keselamatan pasien. Medication error merupakan jenis medical error yang paling sering dan banyak terjadi (Kohn L et al., 2000). 13 Kesalahan pengobatan (medication error) dapat terjadi pada 4 fase, yaitu kesalahan peresepan (prescribing error), kesalahan penerjemahan resep (transcribing error), kesalahan menyiapkan dan meracik obat (dispensing erorr), dan kesalahan penyerahan obat kepada pasien (administration error) (Adrini TM, 2015). Secara umum, faktor yang paling sering mempengaruhi medication error adalah faktor individu, berupa persoalan pribadi, pengetahuan tentang obat yang kurang memadai, dan kesalahan perhitungan dosis obat (Mansouri et al., 2014). Kesalahan pada salah satu tahap akan menimbulkan kesalahan pada tahap selanjutnya. 4.Patient Safety Pelayanan kefarmasian merupakan suatu pelayanan langsung dan bertanggungjawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien. Salah satu tujuan pelayanan kefarmasian yaitu melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan obat yang tidak rasional dalam rangka keselamatan pasien (patient safety) (Permenkes , 2014). Keselamatan pasien merupakan suatu disiplin baru dalam pelayanan kesehatan yang mengutamakan pelaporan, analisis, dan pencegahan medical error yang sering menimbulkan Kejadian Tak Diharapkan (KTD) dalam pelayanan kesehatan. Kegiatan skrining resep yang dilakukan tenaga kefarmasian untuk mencegah terjadinya keselahan pengobatan (Medication error) (Depkes RI, 2008) 5.Faktor-Faktor Yang Menyebabkan Medication Error a. Kesalahan peresepan (prescribing error) 14 Hal-hal yang sering terjadi prescribing error adalah penulisan resep yang sulit dibaca dibagian nama obat, satuan numerik obat yang digunakan, bentuk sediaan yang dimaksud, tidak ada dosis sediaan, tidak ada umur pasien, tidak ada nama dokter, tidak ada SIP dokter, tidak ada tanggal pemberian (Rahmawati dan Oetari, 2002). Tidak adanya bentuk sediaan ini sangat merugikan pasien. Pemilihan bentuk sediaan ini disesuaikan dengan kondisi pasien (Susanti, 2013). Dosis merupakan bagian yang sangat penting dalam resep. Tidak ada dosis sediaan berpeluang menimbulkan kesalahan oleh transcriber, hal ini karena beberapa obat memiliki dosis sediaan yang beragam (Chintia, 2016). Pentingnya pencantuman berat badan dalam penulisan resep dikemukakan dalam penelitian Mamarimbing dkk.,(2012), yang menyebutkan bahwa berat badan merupakan salah satu aspek penting yang diperlukan dalam perhitungan dosis, khususnya dosis anak. Pencantuman nama dan paraf dokter dalam resep juga merupakan hal yang penting untuk dicantumkan, jika terjadi kesalahan dalam hal peresepan maka petugas kefarmasian dapat langsung menghubungi dokter yang bersangkutan untuk melakukan verfikasi terkait dengan terapi obat yang diberikan kepada pasien (Akoria dan Isah, 2008), sedangkan pencantuman SIP dalam resep diperlukan untuk menjamin keamanan pasien, bahwa dokter tersebut mempunyai hak dan dilindungi undang-undang dalam memberikan terapi pengobatan kepada pasien (Mamarimbing dkk., 2012). Pada penelitian yang dilakukan oleh Yosefin dkk (2016), bahwa faktor penyebab ME fase prescribing meliputi beban kerja yaitu rasio antara 15 beban kerja dan SDM tidak seimbang, edukasi yaitu penulisan resep tidak memenuhi syarat kelengkapan resep, gangguan bekerja yaitu terganggu dengan dering telepon, kondisi lingkungan yaitu pencahayaan yang kurang mendukung saat bekerja, dan komunikasi yaitu permintaan obat secara lisan. Hal ini seharusnya bisa dihindari b. Kesalahan penerjemahan resep (transcribing error) Berdasarkan studi dokumentasi dari hasil laporan incident pada tahap prescribing dimana setelah resep di terima oleh unit farmasi rawat inap maka proses error yang terjadi adalah pada saat staf farmasi melakukan pembacaan resep dari prescriber (proses transcribing) (Putu N dkk, 2017). Tipe-tipe trascribing errors antara lain (Ruchika Garg et al., 2014): a. Kelalaian, misalnya ketika obat diresepkan namun tidak diberikan. b. Kesalahan interval, misalnya ketika dosis yang diperintahkan tidak pada waktu yang tepat. c. Obat alternatif, misalnya pengobatan diganti oleh apoteker tanpa sepengetahuan dokter. d. Kesalahan dosis, misalnya pada resep 0.125 mg menjadi 0.25 mg pada salinan. e. Kesalahan rute, misalnya pada resep Ofloxacin tablet menjadi Ofloxacin I.V. f. Kesalahan informasi detail pasien, meliputi nama, umur, gender, registrasi yang tidak ditulis atau salah ditulis pada lembar salinan. c. Kesalahan menyiapkan dan meracik obat (dispensing error) Jenis kasus dispensing error yang terjadi pada layanan farmasi adalah salah obat, salah kekuatan obat, dan salah kuantitas. Hal ini selaras 16 dengan beberapa penelitian lain antara lain Aldhwaihi et al (2016), dan James et al (2007). Salah obat adalah jenis error paling umum dari dispensing error pada pelayanan farmasi, sementara error lain adalah kekeliruan kekuatan obat (wrong medicine), dosis (wrong drug strength), dan jumlah obat (wrong quantity) (Aldhwaihi et al., 2016 dan James dkk, 2007) selaras dengan temuan penelitian tersebut (Pitoya Z. A. dkk, 2016). Ada juga rumah sakit dengan kejadian kekeliruan dosis angkanya jauh lebih banyak dari pada kekeliruan obat salah satunya adalah hasil penelitian Al-Khani S et al (2014). Penyebab tersebut bisa karena staf tidak mempunyai pengetahuan atau ketrampilan yang benar tentang berbagai ukuran dan ketrampilan kemampuan mengkonversi ke unit pengukuran lain. Hal ini sangat penting untuk mencegah kekeliruan dosis (Pitoya Z. A. dkk, 2016). Pada penelitian yang dilakukan oleh Yosefin dkk (2016), bahwa faktor penyebab ME fase dispensing meliputi beban kerja yaitu rasio antara beban kerja dan SDM tidak seimbang, edukasi yaitu penyiapan obat yang tidak sesuai permintaan resep, komunikasi yaitu kurangnya komunikasi mengenai stok perbekalan farmasi, kondisi lingkungan yaitu tidak adanya ruangan penyiapan obat dan gangguan bekerja yaitu terganggu dengan dering telepon. Hal ini selaras dengan hasil penelitian Aldhwaihi et al (2016) yang menyimpulkan bahwa faktor-faktor yang berkaitan dengan dispensing errors adalah beban pekerjaan tinggi, jumlah staf yang kurang, obat LASA, kemasan yang mirip, sistem penyimpanan obat LASA dan gangguan lingkungan antara lain distraksi, interupsi. d. Kesalahan penyerahan obat kepada pasien (administration error) 17 Kesalahan administrasi pengobatan (MAE) didefinisikan sebagai perbedaan antara apa yang diterima oleh pasien atau yang seharusnya diterima pasien dengan apa yang di maksudkan oleh penulis resep (Zed et al., 2008). MAE adalah salah satu area resiko praktik keperawatan dan terjadi ketika ada perbedaan antara obat yang diterima oleh pasien dan terapi obat yang ditunjukan oleh penulis resep (Williams, 2007). Dari beberapa jurnal, jenis administration error yang terjadi pada saat pelayanan farmasi adalah kesalahan waktu pemberian obat, kesalahan teknik pemberian obat, dan obat tertukar pada pasien yang namanya sama (right drug for wrong patient). Salah satu contoh administration error, misalnya obat diberikan informasi diminum sesudah makan yang seharusnya sebelum makan atau yang seharusnya siang atau malam diberikan pagi hari. Faktor penyebab ME fase administration meliputi beban kerja yaitu rasio antara beban kerja dan SDM tidak seimbang, gangguan bekerja yaitu terganggu dengan dering telepon, edukasi yaitu tidak tepat waktu pemberian obat, kondisi lingkungan yaitu jarak unit farmasi tidak memudahkan tenaga kesehatan dalam pemberian obat dan komunikasi yaitu kurangnya komunikasi tenaga kesehatan dan pasien dalam penggunaan obat (Yosefin dkk, 2016). 6. Root Cause Analysis Root cause merupakan alasan yang paling mendasar terjadinya kejadian yang tidak diharapkan. Apabila permasalahan utama tidak dapat diidentifikasi, maka kendala-kendala kecil akan makin bermunculan dan masalah tidak akan 18 berakhir. Oleh karena itu, mengidentifikasi dan mengeliminasi akar suatu permasalahan merupakan hal yang sangat penting. Root cause analysis merupakan suatu proses mengidentifikasi penyebabpenyebab utama suatu permasalahan dengan menggunakan pendekatan yang terstruktur dengan teknik yang telah didesain untuk berfokus pada identifikasi dan penyelesaian akar masalah. Langkah-langkah RCA a. Bentuk Tim (Organize a team) b. Rumuskan masalah (Define the problem) c. Pelajari Masalah (Study the problem) d. Tentukan apa yang terjadi (Determine what happen) e. Identifikasi faktor penyebab (Identify contributing factors) f. Identifikasi faktor-faktor lain yang ikut mendorong terjadinya insiden (Identify other contributing factors) g. Ukur, kumpulkan dan nilai data berdasar penyebab utama dan terdekat. (Measure, collect and assess data on proximate and underlying h. Desain dan implementasikan perubahan sementara (Design and implement interim changes) i. Identifikasi sistem mana yang terlibat / akar penyebab (Identify which systems are involved (the root causes) j. Pendekkan/kurangi daftar akar penyebab (Prune the list of root causes) k. Pastikan/konfirmasikan akar penyebab (Confirm root causes) l. Cari dan identifikasi strategi pengurangan risiko (Explore & identify riskreduction strategies) 19 m. Evaluasi tindakan perbaikan yang diajukan (Evaluate Proposes Improvement Actions) n. Desain perbaikan (Design improvements) o. Pastikan rencana diterima (Ensure acceptability of the action plan) p. Terapkan rencana perbaikan (Implement the Improvement Plan) q. Kembangkan cara pengukuran efektiftifitas dan pastikan keberhasilannya (Develop measures of effectiveness and ensure their success) r. Evaluasi penerapan rencana perbaikan (Evaluate implementation of improvement plan) s. Lakukan tindakan tambahan (Take additional action) t. Komunikasikan hasilnya (Communicate the results) B. Landasan Teori Penelitian-penelitian sebelumnya Iwan Dwiprahasto (2016) melakukan penelitian tentang angka kesalahan pengobatan di rumah sakit dilaporkan sekitar 3–6,9% pada pasien yang menjalani rawat inap. Angka kejadian kesalahan akibat kesalahan dalam permintaan obat resep juga bervariasi, yaitu antara 0,03–16,9 %. Salah satu penelitian menemukan bahwa 11% kesalahan pengobatan di rumah sakit berkaitan dengan kesalahan saat menyerahkan obat ke pasien dalam bentuk dosis atau obat yang keliru. Penelitian lainnya oleh Anny Victor Purba, dkk pada empat rumah sakit dan 16 apotek komunitas di Kota Jakarta, Yogyakarta, Bandung dan Surabaya, kesalahan pengobatan sebanyak 86% dokter yang terjadi yaitu tidak mencantumkan usia pasien, 48,7% tidak ada bobot badan, 14,4% kesalahan menuliskan aturan pakai (signa), 7,4% menuliskan obat dengan dosis berlebih, 1,9% kesalahan perhitungan jumlah obat, 3,9% kesalahan pembagian puyer, 4,9% kekeliruan nama pasien, 2,4% 20 kesalahan nama obat, 5,4% tidak memberitahukan efek lain dan 3,4% tidak mengingatkan adanya efek samping. C. Hipotesis Berdasarkan permasalahan yang ada, hipotesis penelitian ini meliputi : H1. Memperoleh solusi atas faktor-faktor penyebab medication error di Rumah Sakit Mardi Rahayu Kudus. H2. Masalah medication error di Rumah Sakit Mardi Rahayu Kudus belum menemukan solusi yang tepat. 21 BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat Dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian Kegiatan penelitian ini dilakukan di Instalasi Farmasi RS Mardi Rahayu, Jl.AKBP agil Kusumadya No. 110, Jatirejo, Jati Wetan, Kec. Jati, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah. 2. Waktu Penelitian Waktu penelitian yaitu dimulai bulan Januari 2019 – Maret 2019 B. Rancangan Penelitian Rancangan observasional penelitian yang dilakukan merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan analisis data deskriptif dan rancangan cross sectional yang hasilnya disajikan secara naratif. Analisis data menggunakan perhitungan Risk Priority Number yang merupakan hasil perkalian tingkat probabilitas kejadian kegagalan, keparahan dan kemungkinan terdeteksi. C. Populasi, Sampel Dan Teknik Sampling 1. Populasi Populasi di dalam penelitian ini adalah semua resep pasien rawat jalan yang menebus resep di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Mardi Rahayu Kudus pada bulan Januari - Maret 2019. 2. Sampel Penelitian Penelitian difokuskan pada resep di Instalasi Farmasi rawat jalan periode bulan Januari - Maret 2019. 22 3. Teknik sampling Teknik sampling menggunakan data resep di Instalasi Farmasi rawat jalan periode bulan Januari - Maret 2019. . D.Identifikasi Variabel Penelitian 1. Variabel Independen a. Resep pasien rawat jalan yang tidak ditebus di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Mardi Rahayu Kudus pada bulan Januari – Maret 2019. b. Resep yang tidak lengkap atau tidak terbaca 2. Variabel Dependen Resep resmi dari dokter di Rumah Sakit Mardi Rahayu Kudus pada bulan Januari – Maret 2019. E.Definisi Operasional Variabel Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan variabel kategorik, jadi rumus yang digunakan adalah (Dahlan, 2012): N = Zα²PQ d² Keterangan: N = jumlah sampel Zα =harga standar normal, tergantung dari harga α yang digunakan P = estimator proporsi populasi Q = (1-P) d = penyimpangan yang ditolerir Apabila α = 5% serta d =5% maka jumlah sampel yang diteliti adalah 1000 resep. Pengambilan sampel pada bulan Januari-Maret 2019 sebanyak 333 resep setiap bulannya. 23 F.Instrumen Penelitian Instrumen penelitian alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian adalah 1. Lembar ceklis untuk pengamatan dan lembar pengumpulan data (terlampir). 2. Resep yang diteliti di RS Mardi Rahayu Kudus G.Alur Penelitian 1. menyiapkan lembar pengumpul data untuk pencatatan setiap penemuan medication error serta mengamati dan mendokumentasikan resep dan kemudian menilai kelengkapan resep 2. meminta surat dari Akademi Farmasi Nusaputera Semarang untuk melakukan penelitian di RS Mardi Rahayu Kudus.. 3. meminta izin Kepada Direktur RS Mardi Rahayu Kudus untuk melakukan penelitian. 4. memberikan surat izin penelitian dari Direktur RS Mardi Rahayu Kudus ke apoteker penanggung jawab instalasi untuk dapat melakukan penelitian di Rumah Sakit tersebut. 5. mengumpulkan data penelitian. 6. mengolahan data 7. melakukan analisis hasil data yang diperoleh dan membuat laporan penelitian. H.Analisis Data Analisis data yang dilakukan adalah: a. Analisis Univariat 24 Analisis data persentase dilakukan kejadian secara medication deskriptif error. dalam Analisa besaran data yang didapatkan akan disajikan untuk menghasilkan angka persentase yang dimaksud pada jenis medication error . b. Analisis Bivariat Analisis ini untuk mengetahui hubungan tingkat pendidikan terhadap medication error. Analisis ini dilakukan dengan menggunakan uji korelasi Chi Square menggunakan aplikasi SPSS dengan tingkat kepercayaan 95% dan derajat kemaknaan (taraf signifikasi) yang dipakai 0,05 (α=0,05), sehingga bila pvalue< 0,05 maka hasil perhitungan statistik bermakna dan bila p-value > 0,05 maka hasil perhitungan statistik tidak bermakna (Dahlan, 2012). 25 DAFTAR PUSTAKA Amalia DT, Sukohar A. 2014. Rational drug prescription writing. Juke Unila Dahlan, S.M. 2012,Besar Sampel dan Cara Pengambilan Sampel, Salemba Medika, Jakarta. American Hospital Association. 1999. Medication error. Hospital Statistics. Chicago. Aronson JK. 2009. Medication errors : definitions and classification. Br J Clin Bayang AT, Pasinringi S, Sangkala. 2012. Faktor penyebab medication error di RSUD Anwar Makkatutu Kabupaten Bantaeng.Tesis. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin. Makassar Depkes RI. 2004,Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek,Depkes RI, Jakarta Depkes RI. 2005, Standar penyelenggaraan Rumah Sakit Kelas B, C dan D, Depkes RI, Jakarta. Depkes RI. 2007, Profil Kesehatan, Depkes RI, Jakarta. Departemen Kesehatan. 2008. Tanggungjawab apoteker terhadap keselamatan Pasien (Patient safety). Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik. Jakarta. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 35 tahun 2014. Tentang standar pelayanan kefarmasian di Apotek. Depkes RI Jakarta. Dwiprahasto I. 2006, Intervensi pelatihan untuk meminimalkan risiko medication error di pusat pelayanan kesehatan primer. Jurnal Berkala Ilmu Kedokteran 2006, XXXVIII(1). diunduh 05 mei 2016. Tersedia dari :http://ilib. ugm.ac.id/jurnal/detail.php?dataId=5603. Institute of Medicine (IOM). 2001. Crossing the quality chasm. Journal National Academy Press, Washington DC.;21(3): 81-90. Institute of Medicine (IOM). 2001. Crossing the quality chasm. Journal National Academy Press, Washington DC.;21(3): 81-90. Kohn, MR. 1999. Medication Wangsington DC. error. Amarican pharmacist Acociation, Kohn L, Corrigan J, Donaldson M. 2000. To err is human : building a safer health system. Report of the committee on quality of health care in America, institute of medicine, washington. National Academy Press. Menkes RI. 2011, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia tentang Penyelenggaran komite medik di Rumah Sakit, Jakarta, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 26 Murdani, Eti. 2007, Pengembangan Sistem Informasi Rekam Medis Rawat Jalan untuk Mendukung Evaluasi Pelayanan di RSU Bina Kasih Ambarawa, Tesis, FKM, Universitas Diponegoro, Semarang. Rahmawati F, Oetari RA. 2002. Kajian penulisan resep: Tinjauan aspek legalitas dan kelengkapan resep di Apotek-apotek Kotamadya Yogyakarta. Majalah Farmasi Indonesi. 13 (2): 86-94. Susanti I. 2013. Identifikasi medication error pada fase prescribing, transcribing dan dispensing di depo farmasi rawat inap penyakit dalam gedung teratai, instalasi farmasi RSUP Fatmawati Periode 2013. Skripsi. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah. Suharjo dan Cahyono. 2008. Membagun budaya keselamatan pasien dalam praktik kedokteran. Ikappi: Yogyakarta. Williams DJP. 2007. Medication error. Journal JR Coll Physicians Edinb. 37(7):343-346. 27