Uploaded by afriani.rizqy

REVISI 2 KONSTIPASI KRONIS PADA ANAK LAPKAS AFRIANI NUR RIZKI

advertisement
Laporan Kasus
KONSTIPASI KRONIK PADA ANAK
Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik Senior
pada Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUDZA/FK Unsyiah
Banda Aceh
Oleh:
Afriani Nur Rizki
1807101030022
Pembimbing:
Dr. dr. Sulaiman Yusuf, Sp. A(K)
BAGIAN/ SMF ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
RSUD Dr. ZAINOEL ABIDIN
BANDA ACEH
2019
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji hanya bagi Allah S.W.T karena berkat rahmat dan
karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini dengan judul
“Konstipasi Kronik pada Anak”. Shalawat dan salam kepada Rasulullah
Muhammad S.A.W yang telah membimbing manusia ke zaman beradab yang penuh
dengan ilmu pengetahuan. Laporan kasus ini disusun sebagai salah satu tugas
menjalani kepaniteraan klinik senior pada Bagian / SMF Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Unsyiah / RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh.
Laporan kasus ini dapat diselesaikan berkat bantuan dari berbagai pihak, untuk
itu dengan sepenuh hati penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada
Dr. dr. Sulaiman Yusuf, Sp.A (K) yang dengan penuh kesabaran telah meluangkan
waktunya untuk memberikan bimbingan dan pengarahan yang berharga kepada
penulis dalam menyelesaikan laporan kasus ini. Penulis juga mengucapkan terima
kasih kepada keluarga, teman-teman, dan seluruh pihak yang telah memberikan
bantuan dan saran yang membangun dalam menyelesaikan laporan kasus ini.
Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih terdapat kekurangan, untuk
itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang positif dari berbagai pihak
agar laporan kasus ini menjadi lebih baik nantinya. Harapan penulis semoga laporan
kasus ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya pada
profesi kedokteran.
Banda Aceh, Oktober 2019
Penulis,
Afriani Nur Rizki
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................................ i
KATA PENGANTAR ......................................................................................................... ii
DAFTAR ISI ....................................................................................................................... iii
BAB I
PENDAHULUAN .................................................................................................1
BAB II LAPORAN KASUS ..............................................................................................3
2.1 Identitas Pasien ......................................................................................................3
2.2 Identitas Keluarga Pasien ......................................................................................3
2.3 Anamnesis .............................................................................................................3
2.4 Pemeriksaan Fisik .................................................................................................5
2.5 Pemeriksaan Penunjang .......................................................................................11
2.6 Diagnosis Kerja ...................................................................................................12
2.7 Penatalaksanaan ...................................................................................................12
2.8 Prognosis .............................................................................................................12
2.9 Follow Up Harian Pasien .....................................................................................13
BAB III TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................................18
3.1 Definisi ..................................................................................................................18
3.2 Epidemiologi .........................................................................................................19
3.3 Etiologi ..................................................................................................................20
3.4 Patofisiologi ...........................................................................................................23
3.5 Manifestasi Klinis..................................................................................................24
3.6 Diagnosis ...............................................................................................................24
3.7 Penatalaksanaan ....................................................................................................25
BAB IV PEMBAHASAN..................................................................................................29
iii
BAB V KESIMPULAN ....................................................................................................30
DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................................31
LAMPIRAN .......................................................................................................................33
iv
BAB I
PENDAHULUAN
Konstipasi masih merupakan masalah yang sering ditemukan pada usia anak.
IDAI memiliki definisi konstipasi yaitu ketidakmampuan melakukan evakuasi tinja
secara sempurna, yang dilihat dari 3 aspek yaitu, berkurangnya frekuensi BAB dari
biasanya, tinja lebih keras dari sebelumnya, dan pada palpasi abdomen teraba massa
tinja (skibala) dengan atau tanpa disertai enkopresis.
(1)
Menurut the North American
Society for Pediatric Gastroenterology and Nutrition (NASPGAN), konstipasi
merupakan keterlambatan atau kesulitan dalam melakukan defekasi yang terjadi
selama dua minggu atau lebih sehingga dapat menyebabkan timbulnya stress pada
pasien. Sedangkan pengertian konstipasi kronis menurut the North American Society
for Pediatric Gastroenterology and Nutrition (NASPGAN) konstipasi kronis
merupakan ketidaktuntasan defekasi yang ditandai dengan buang air besar yang tidak
sering, kesulitan saat mengeluarkan feses dengan batasan waktu selama 3 bulan.
Namun, menurut konsensus Kanadia, didapatkan definisi konstipasi adalah suatu
kondisi yang ditandai dengan frekuensi buang air besar kurang dari tiga kali
seminggu dan konsistensi yang keras yang terjadi selama 6 bulan. (2) Konstipasi dapat
terjadi disebabkan oleh sikap anak yang menghindari rasa sakit yang timbul pada saat
membuang tinja, sehingga anak menunda pembuangan tinja.(3)
Sekitar 5-30% keluhan anak yang menyebabkan
orang tua membawa
anaknya berobat ke dokter adalah konstipasi. Rata-rata 5-10 anak dari 100- 150 anak
berusia 4-5 bulan dan sepertiga anak berusia di atas 5 tahun yang berobat ke dokter
spesialis anak setiap bulannya mengalami konstipasi. Sepertiga kasus konstipasi
seringkali akan menjadi kronis apabila tidak ditangani dengan baik dan benar. (3)
Berdasarkan patofisiologinya, konstipasi dibagi menjadi konstipasi fungsional dan
konstipasi organik. Konstipasi fungsional adalah konstipasi yang paling sering
dikeluhkan oleh anak-anak. Konstipasi fungsional sering dikaitkan dengan adanya
gangguan motilitas atau anorektal. Kasus konstipasi dapat ditegakkan berdasarkan
5
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis pasien
datang ke dokter karena keluhan jumlah BAB yang kurang dari 3 kali dalam
seminggu. Keluhan dapat juga disertai dengan kesulitan untuk mengeluarkan BAB
dan perut kembung. Ada beberapa faktor yang terkait, seperti pola BAB yang tidak
teratur, penderita sering menahan BAB, serta kurangnya asupan serat. (1,2)
Komplikasi konstipasi diantaranya dapat menyebabkan nyeri abdomen dan
anus, frekuensi miksi meningkat diakibatkan adanya dilatasi kolon, dan timbulnya
prolapse rektii akibat berkurangnya tonus kolon. Pemeriksaan penunjang yang dapat
dilakukan diantaranya adalah foto polos abdomen untuk menemukan penyebab
organik pada konstipasi. Selain pemeriksaan foto polos abdomen, juga dapat
dilakukan pemeriksaan penunjang lainnya seperti pemeriksaan barium enema, biopsi
hisap rectum dan manometri untuk menilai motilitas kolon. (1,2)
Tatalaksana pada konstipasi diantaranya adalah melakukan edukasi pada
orangtua terkait pentingnya asupan tinggi serat pada anak, evakuasi tinja yang bisa
dilakukan per oral maupun per rektal, dilanjutkan dengan terapi rumatan seperti
pemberian obat pencahar serta yang terakhir adalah modifikasi prilaku, sebagai
contoh toilet-training yang bisa dipraktikkan pada anak dengan usia > 2 tahun.
Adapun toilet-training yang dilakukan adalah, anak diberi kesempatan untuk
melaksanakan BAB setelah makan pagi dan makan malam. Anak harus diberikan
waktu yang cukup selama BAB, lebih kurang selama 15 menit. Adapun prognosis
konstipasi kronis pada umumnya adalah baik. (1,2,3)
6
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1 Identitas Pasien
Nama
: Nadya Putri
No CM
: 1-00-21-67
Tanggal lahir/umur
: 09-06-2007/12 tahun 2 bulan 25 hari
Jenis kelamin
: Perempuan
Alamat
: Ateuk Pahlawan, Baiturrahman, Banda Aceh
Agama
: Islam
Tanggal masuk
: 03-09-2019 /Ruang Arafah 2 Kamar 6F
Tanggal keluar
: 06-09-2019
Rawatan ke
:1
Diagnosa masuk
: Konstipasi Kronis
2.2. Identitas Keluarga
Nama
: Dian Kurnia
Status
: Ibu kandung Pasien
Alamat
: Ateuk Pahlawan, Baiturrahman, Banda Aceh
2.3 Anamnesis
2.3.1 Keluhan Utama
Sulit BAB 4 minggu sebelum masuk rumah sakit.
2.3.2 Keluhan Tambahan
Muntah 1x, nafsu makan berkurang, nyeri perut.
7
2.3.3 Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien dibawa ke IGD RSUDZA dengan keluhan sulit BAB. Keluhan sudah
dirasakan 4 minggu sebelum masuk rumah sakit.
Pasien
mengatakan
bahwa
selama 4 minggu tersebut BAB berlangsung hanya 4 kali(1 kali dalam seminggu)
dengan konsistensi keras dan tidak ada tinja kecipirit. Pasien juga merasakan BAB
yang tidak tuntas sebanyak 4 kali dalam seminggu tersebut. Muntah dikeluhkan
sebanyak 1 kali. Pasien merupakan siswa sekolah berasrama yang fasilitas kamar
mandinya terbatas. Pasien mengatakan pola buang air besar yang terganggu
diakibatkan sedikitnya fasilitas kamar mandi di sekolahnya.
2.3.4 Riwayat Penyakit Dahulu
Tidak ada keluhan yang serupa sebelumnya,riwayat BAB sebelumnya lancar
dan tidak ada gangguan, namun pasien mengatakan memiliki riwayat maag dan
sempat dirawat di salah satu Rumah Sakit.
2.3.5 Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada riwayat penyakit keturunan, penyakit menular, dan keluhan yang
sama seperti pasien.
2.3.6 Riwayat Pemakaian Obat
Pasien tidak mengkonsumsi obat apapun sebelumnya termasuk laxansia
(pencahar).
2.3.7 Riwayat Kehamilan Ibu
Pasien merupakan anak pertama dari tiga bersaudara yang dilahirkan secara
SC atas indikasi persalinan tidak maju. Saat lahir, pasien segera menangis. Selama
masa kehamilan, ibu melakukan ANC teratur ke bidan disekitar tempat tinggal.
Riwayat mengalami
demam, keputihan dan penggunaan obat-obatan selama
kehamilan disangkal. Tidak ada riwayat keluar meconium lebih dari 24 jam.
8
2.3.8 Riwayat Persalinan
Pasien merupakan anak pertama dari tiga bersaudara yang lahir secara SC.
Bayi lahir cukup bulan dengan berat badan lahir 2900 gram. Bayi lahir dengan
keadaan langsung menangis dan tidak ditemukan riwayat kebiruan dan ancaman
gagal nafas pada bayi. Pasien tidak memiliki riwayat rawatan di NICU.
2.3.9 Riwayat Imunisasi
0 hari
:Hb0
1 bulan
:BCG, Polio 1
2 bulan
:DPT-HB-HiB 1, Polio 2
3 bulan
:DPT-HB-HiB 2, Polio 3
4 bulan
:DPT-HB-HiB 3, Polio 4
Kesan imunisasi
: Tidak Lengkap
2.3.10 Riwayat Pemberian Makanan
Pasien sering mengkonsumsi jajanan gorengan dan makanan yang tidak
mengandung serat. Pasien tidak memiliki riwayat alergi makanan. Pasien tidak suka
makan buah dan sayur.
2.3.11 Riwayat Tumbuh Kembang
Pasien merupakan siswa kelas 1 SMP,pasien belum menstruasi, pasien dapat
bergaul dengan teman sebaya dan memiliki banyak teman serta pasien dapat
mengikuti kegiatan belajar di sekolah dengan baik.
2.4 Pemeriksaan Fisik
2.4.1 Vital Sign
Keadaan Umum
: Baik
Kesadaran
: Compos Mentis
TD
: 110/80 mmHg
HR
: 72 x/i
RR
: 20 x/i
T
: 36,5 ℃
9
2.4.2 Data Antropometri
Berat badan sekarang
: 52 kg
Tinggi badan
: 153 cm
Lingkar Kepala
: 53 cm
Lingkar Lengan Atas
: 29 cm
Height Age
: 12 tahun 3 bulan
Berat Badan Ideal
: 43 Kg
2.4.3 Status Gizi
BB/U
: 52/41 x 100% = 127%
TB/U
: 153/152 x 100% = 100 %
BB/TB
: 52/43 x 100% = 120 %
Status Gizi
: Obesitas
2.4.4 Status Generalis
• Kulit
Warna
: Sawo matang
Turgor
: Kembali cepat
Sianosis
: Tidak ada
Ikterus
: Tidak ada
Oedema
: Tidak ada
• Kepala dan Leher
Ukuran
:Lingkar kepala 53 cm.
Rambut
:Hitam, distribusi merata, Tidak mudah dicabut.
Wajah
:Dismorfik tidak ada, ikterik tidak ada.
Mata
:Mata tidak cekung, konjungtiva palpebra inferior tidak pucat,
sklera tidak ikterik, pupil bulat isokor (3mm/3mm), kornea dan lensa
jernih, refleks cahaya langsung ada, dan refleks cahaya tidak
langsung ada
10
Telinga
:Normotia, sekret tidak ada, massa tidak ada
Hidung
:Nafas cuping hidung tidak ada, sekret tidak ada
Mulut
:Bibir tidak pucat, tidak ada sianosis pada mukosa bibir, bibir
simetris, tidak ada trismus, lidah normoglosia.
Leher
:Simetris, tidak ada massa, tidak ada pembesaran kelenjar getah
bening, TVJ tidak meningkat.
Kelenjar Limfe :Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening.
• Thorax
Inspeksi
Statis
: simetris, tidak ada retraksi.
Dinamis
: simetris, tidak ada retraksi
• Paru – Paru
Auskultasi
Kanan
Kiri
Vesikuler
Vesikuler
Rhonki tidak ada
Rhonkhi tidak ada
Wheezing tidak ada
Wheezing tidak ada
• Jantung
Inspeksi
: Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi
: Iktus kordis teraba pada ICS V, midclavikula sinistra
Auskultasi
: BJ I > BJ II, Reguler, tidak ada bising.
• Abdomen
Inspeksi
: Simetris, tidak ada ikterik, distensi tidak ada
Palpasi
: Nyeri tekan dan teraba ballotement, kesan skibala
- Lien
: Tidak teraba
11
- Hepar
: Tidak teraba
Perkusi
:Timpani
Auskultasi
: Peristaltik meningkat 5-6 kali per menit
Genetalia
: Perempuan
Anus
: Normal
• Ekstremitas
Penilaian
2.5

Superior
Inferior
Kanan
Kiri
Kanan
Kiri
Pucat
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Sianosis
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Edema
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Tonus otot
Normal
Normal
Normal
Normal
Atrofi
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Pemeriksaan Penunjang
Hasil Pemeriksaan Laboratorium Hari Rawatan ke-1
(03-09-2019)
Jenis Pemeriksaan
Hasil
Nilai Rujukan
Satuan
Hb
12,5
12,0 – 15,0
g/dL
Ht
38
37-47
%
Eritrosit
5,0
4,2-5,4
106/mm3
Leukosit
13,7*
4,5-10,5
103/mm3
Trombosit
339
150-450
103/mm3
MCV
75*
80-100
fL
MCH
25*
27-31
Pg
HEMATOLOGI
12
MCHC
33
32-36
%
RDW
13,7
11,5-14,5
%
MPV
10,2
7,2-11,1
fL
PDW
11,8
Eosinofil
2
0-6
%
Basofil
0
0-2
%
Neutrofil Batang
0*
2-6
%
Neutrofil segmen
51
50-70
%
Limfosit
40
20-40
%
Monosit
7
2-8
%
fL
2.6 Diagnosis Banding
1. Konstipasi Kronis dd tipe
1. Fungsional
2. Organik
3. Intoleransi makanan atau susu
2. Irritable Bowel Syndrome dengan gejala konstipasi
2.7 Diagnosis Kerja
- Konstipasi kronis tipe fungsional
2.8 Penatalaksanaan
2.8.1 Terapi Non Medikamentosa
- Diet 2500 kkal + 50 gr protein
- MII 3x sehari , diet tinggi serat (agar-agar, buah potong)
- Minum 2140 cc per hari.
13
2.8.2 Terapi Medikamentosa
- Lacto B 1 sachet/12 jam p.o
- Asam urserodeoksilat 1cth /12 jam p.o
- Dulcolax 10mg, suppositoria (p.r.n)
2.9 Prognosis
Quo et vitam
: bonam
Quo et functionam : bonam
Quo et sanactionam : bonam
2.9 Follow Up Harian Pasien
Tanggal Pemeriksaan
Hasil Pemeriksaan
04 September 2019
S/Pasien sudah tidak buang
Dokter
Hepatologi
Instruksi
- Lacto B 1 sachet/12
Gastroentero air besar selama 4 minggu.
jam p.o
Hari ini mual ada, tidak ada
- Grafalak 1cth /12 jam
muntah dan demam tidak ada.
p.o
O/ Kesadaran : Alert
- Dulcolax suppositoria
Keadaan Umum : Sedang
BB : 53 kg
-
TD : 120/80 mmHg
HR : 98 x/menit
RR : 20 x/menit
T
-
: 36,7 ℃
Mata
conjungtiva
(p.r.n)
tidak
tidak
cekung,
anemis,
pupil isokor, sklera tidak
ikterik.
- Thorax : simetris, retraksi
14
tidak
ada,
vesikuler,
suara
nafas
ronkhi
dan
wheezing tidak ada
- Cor : BJ I > BJ II, murmur
tidak ada
- Abdomen : simetris, distensi
(+),
peristaltik
kesan
meningkat, nyeri tekan pada
daerah lumbal sinistra
- Ekstremitas : akral hangat,
CRT < 2 detik
ASS/ - Konstipasi Kronis
P/ Susul hasil foto polos
abdomen, evakuasi tinja
05 September 2019
Dokter
Hepatologi
S/ Pasien sudah mulai BAB
Gastroentero namun konsistensi agak keras
dan jumlah sedikit, mual dan
muntah
tidak
ada,demam
tidak ada, nyeri perut sudah
tidak ada
Keadaan Umum : Sedang
BB : 53 kg
TD : 110/70 mmHg
HR : 88 x/ menit
RR : 20 x/ menit
-
: 36,5 ℃
Mata
conjungtiva
jam p.o
- Grafalak 1cth /12 jam
p.o
- Dulcolax suppositoria
(p.r.n)
O/ Kesadaran : Alert
T
- Lacto B 1 sachet/12
tidak
tidak
15
cekung,
anemis,
pupil isokor, sklera tidak
ikterik.
- Thorax : simetris, retraksi
tidak
ada,
vesikuler,
suara
nafas
ronkhi
dan
wheezing tidak ada
- Cor : BJ I > BJ II, murmur
tidak ada
- Abdomen : simetris, distensi
tidak ada, peristaltic kesan
meningkat, nyeri tekan tidak
ada
- Ekstremitas : akral hangat,
CRT < 2 detik
ASS/- Konstipasi Kronis
P/ Lanjut terapi
06 September 2019
Dokter
Hepatologi
S/ Pasien sudah BAB dengan
Gastroentero jumlah yang masih sedikit,
dengan
konsistensi
cair
diantara yang keras, mual dan
muntah tidak ada, nyeri perut
tidak ada
jam p.o
- Grafalak 1cth /12 jam
p.o
- Dulcolax suppositoria
(p.r.n)
O/ Kesadaran : Alert
Keadaan Umum : Sedang
BB : 53 kg
TD : 110/70 mmHg
HR : 100 x/ menit
RR : 24 x/ menit
T
- Lacto B 1 sachet/12
: 36,2 ℃
16
-
Mata
tidak
cekung,
conjungtiva
tidak
anemis,
pupil isokor, sklera tidak
ikterik.
- Thorax : simetris, retraksi
tidak
ada,
vesikuler,
suara
nafas
ronkhi
dan
wheezing tidak ada
- Cor : BJ I > BJ II, murmur
tidak ada
- Abdomen : simetris, distensi
tidak ada, peristaltik normal,
nyeri tekan tidak ada
- Ekstremitas : akral hangat,
CRT < 2 detik
ASS/-Konstipasi Kronis
P/ Pulang Berobat Jalan
17
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konstipasi
2.1.1. Definisi
Konstipasi merupakan salah satu penyakit yang paling banyak dijumpai dalam
kehidupan sehari-hari. IDAI memiliki definisi konstipasi yaitu ketidakmampuan
melakukan evakuasi tinja secara sempurna, yang dilihat dari 3 aspek yaitu,
berkurangnya frekuensi BAB dari biasanya, tinja lebih keras dari sebelumnya, dan
pada palpasi abdomen teraba massa tinja (skibala) dengan atau tanpa disertai
enkopresis. Konstipasi adalah kesulitan defekasi atau berkurangnya frekuensi
defekasi tanpa melihat apakah tinjanya keras atau tidak. Konstipasi merupakan
kesulitan defekasi yang terjadi menimbulkan nyeri dan distress pada anak. Konstipasi
adalah suatu perubahan dalam frekuensi dan konsistensi dibandingkan pola defekasi
individu yang bersangkutan yaitu frekuensi berhajat lebih jarang dan tinja lebih keras
dari biasanya. Definisi lainnya,konstipasi adalah buang air besar kurang dari 3 kali
per minggu atau riwayat buang air besar dengan tinja yang banyak dan keras. 4
2.1.2. Epidemiologi
Beberapa penelitian menunjukkan, sekitar 3% kunjungan dan 10-15%
ditangani oleh gastroenterologi anak merupakan kasus konstipasi kronis. 90-95%
merupakan konstipasi fungsional, hanya 5-10% yang mempunyai penyebab organik.
Pada 5-10% bayi dan anak konstipasi disebabkan kelainan anatomis, neurologis, atau
penyebab lain. 4
Konstipasi adalah salah satu gangguan gastrointestinal yang paling sering di
Amerika Serikat ,yaitu berkisar antara 2-15% 5,6
Penelitian di Amerika Utara melaporkan bahwa estimasi penderita konstipasi yaitu
sebanyak 1,9%-27,2%, dengan rasio antara perempuan dan laki-laki adalah 2.2:1
7.
Berdasarkan survei yang dilakukan, prevalensi konstipasi di Asia (direpresentasikan
18
oleh Korea, Cina, dan Indonesia) diperkirakan sebanyak 15-23% pada anak
perempuan dan 11% pada anak laki-laki. Sebagai perbandingan dengan survei yang
sama, ditemukan prevalensi yang lebih rendah di Jerman, Italia, dan Inggris yaitu
sebesar 7-11% pada anak perempuan dan < 5% pada anak laki-laki.7,8 Di Indonesia
sendiri terdapat sebanyak 3.857.327 jiwa yang mengalami konstipasi sesuai data
Internasional Amerika Serikat Bereau pada tahun 2003 9
Penelitian dan pengamatan yang dilakukan oleh Depertemen Kesehatan RI
angka kejadian konstipasi di beberapa kota di Indonesia yang tertinggi mencapai
91,6% yaitu di kota Medan, lalu di beberapa kota lainnya seperti Surabaya 31,2%,
Denpasar 46%, Jakarta 50%, Bandung 32,5%, Palembang 35,3%, Aceh 31,7% dan
Pontianak 31,2%. Hal tersebut disebabkan oleh pola makan dan pola defekasi yang
kurang baik . 10
2.1.3. Etiologi 4
Penyebab tersering konstipasi pada anak adalah sebagai berikut:
1. Fungsional
2. Fisura ani
3. Infeksi virus dengan ileus
4. Diet
5. Obat-obatan: anestesi, analgesik narkotik, opuat, antikolinergik dan
simpatomimetik, antikonvulsan dan diet ketogenik, antimotilitas, antipsikotik, anti
depresan, barium untuk pemeriksaan radiologis, penghambat kanal kalsium,
antidisritmia,
mineral
(alumunium,
kalsium,
besi,
timbal,
bismuth),antiinflamasi non steroid.
Pada usia sekolah dapat dijumpai berbagai macam etiologi seperti:
- Retensi tinja
- Ketersediaan toilet terbatas
- Keterbatasan kemampuan mengenali rangsang fisiologis
- Preokupasi dengan kegiatan lain
19
merkuri,
arsen,
2.1.4 Patofisiologi
Pada proses normal defekasi dapat diawali dengan teregangnya dinding
rektum. Regangan tersebut menimbulkan refleks relaksasi dari sfingter anus interna
yang akan direspon sampai individu mencapai toilet. Untuk proses defekasi, sfingter
anus eksterna dan muskulus puborektalis akan relaksasi sedemikian rupa hingga
sudut antara kanal anus dan rektum terbuka, membentuk jalan lurus bagi tinja untuk
keluar. Kolon berfungsi menyimpan dan mengeringkan tinja cair yang diterimanya
dari ileum. Makan maupun minum merupakan stimulus terjadinya kontraksi kolon
(refleksgastrokolik) yang diperantarai oleh neuropeptida pada sistem saraf usus dan
koneksi saraf visera. Kandungan nutrisi tinja cair dari ileum yang masuk ke kolon
akan menentukan frekuensi dan konsistensi tinja. Kurangnya asupan serat ( dietary
fiber ) sebagai kerangka penyebab konstipasi. Berat tinja berkaitan dengan asupan
serat makanan. Tinja yang besar akan dievakuasi lebih sering. 1,11
Waktu singgah melalui saluran pencernaan lebih cepat apabila mengkonsumsi
banyak serat. Waktu singgah pada bayi berusia 1-3 bulan adalah 8,5 jam. Waktu
singgah meningkat dengan bertambahnya usia, dan pada dewasa berkisar antara 3048 jam. Berkurangnya aktivitas fisik pada individu yang sebelumnya aktif menjadi
tidak aktif merupakan predisposisi. Stress dan perubahan aktivitas rutin sehari-hari
dapat mengubah frekuensi defekasi, seperti liburan, berkemah, masuk sekolah
kembali setelah liburan, ketersediaan toilet dan masalah psikososial, dapat
menyebabkan konstipasi. 12
Kebiasaan menahan tinja (retensi tinja) yang berulang akan meregangkan
rectum dan kemudian kolon sigmoid yang menampung bolus tinja berikutnya. Tinja
yang berada di kolon akan terus mengalami reabsorbsi air dan elektrolit dan
membentuk skibala. Seluruh proses akan berulang dengan sendirinya, yaitu tinja yang
keras dan makin besar-nyeri waktu berhajat- dan seterusnya. 12.13
20
2.1.5 Gejala klinis
Pada konstipasi seringkali dijumpai penyebab seperti anak menahan defekasi
karena nyeri pada proses defekasi sebelumnya. Pada keadaan ini, biasanya disertai
fissura ani. Anak dengan konstipasi, biasanya mengeluhkan berkurangnya frekuensi
defekasi. Bila konstipasi menjadi kronik, jumlah defekasi per hari atau per minggu
mungkin bukan satu-satunya indikator untuk konstipasi pada anak. Bisa saja, pada
awalnya dapat ditandai dengan gejala pola defekasi yang jarang dan sudah berjalan
lebih dari 2 minggu. Namun, bisa timbul gejala lainnya seperti perut terasa tegang,
yang hilang sesudah defekasi, tinja keras, dan atau sangat besar yang menyumbat, dan
tinja yang cair diantara yang keras. Mual dan muntah bisa saja ditemukan, namun
pada sebagian besar kasus, kedua hal ini jarang dijumpai. 4,12,13
2.1.6 Diagnosis
Kebanyakan orangtua atau keluarga membawa anak ke dokter dengan keluhan
susah BAB, frekuensi BAB yang berkurang dari sebelumnya, sulit untuk
mengeluarkan BAB.
Untuk menegakkan diagnosis konstipasi, harus didapatkan
minimal salah satu gejala berikut: 4
(1) Defekasi kurang dari 3 kali seminggu
(2) Nyeri saat BAB
(3) Impaksi rektum
(4) Adanya massa feses di abdomen
Namun, pada anak dengan usia di atas 4 tahun, kriteria yang digunakan adalah
sebagai berikut:
(1) Frekuensi BAB kurang atau sama dengan dua kali seminggu tanpa
menggunakan laksatif
(2) Dua kali atau lebih episode soiling/enkopresis dalam seminggu
(3) Teraba masa feses di abdomen atau rektum pada pemeriksaan fisik.
21
2.1.7 Komplikasi
4,12
Komplikasi konstipasi diantaranya dapat menyebabkan nyeri abdomen dan
anus, dilatasi kolon distal sehingga menyebabkan frekuensi miksi meningkat dan
obstruksi ureter, selain itu dapat mengakibatkan berkurangnya tonus kolon sehingga
timbul prolaps rektii pada saat selesai defekasi,selain itu juga didapatkan:
- Nyeri: anus atau abdomen
- Fissura ani
- Enkopresis
- Enuresis
- Infeksi salurah kemih/obstruksi ureter
- Prolaps rektum
- Ulkus soliter
- Sindrom stasis
- Bakteri tumbuh lampau
-Fermentasi karbohidrat, maldigesti
-Dekonjugasi asam empedu
-Steatorea
2.2 Mekanisme Kerja Obat Konstipasi
Mekanisme kerja obat pencahar diantaranya menyebabkan pengurangan
absorpsi air dan elektrolit, meningkatkan osmolalitas dalam lumen, dan
meningkatkan tekanan hidrostatik dalam usus. Obat pencahar ini mengubah kolon,
yang normalnya merupakan organ tempat terjadinya penyerapan cairan menjadi
organ yang mensekresikan air dan elektrolit. 15
Obat pencahar dapat dibedakan menjadi 3 golongan, yaitu: (1) pencahar yang
melunakkan feses dalam waktu 1-3 hari (pencahar bulk-forming, docusates, dan
laktulosa); (2) pencahar yang mampu menghasilkan feses yang lunak atau semicair
dalam waktu 6-12 jam (derivat difenilmetan dan derivat antrakuinon), serta (3)
pencahar yang mampu menghasilkan pengluaran feses yang cair dalam waktu 1-6 jam
(saline cathartics, minyak castor, larutan elektrolit polietilenglikol). 15
22
Pencahar yang melunakkan feses secara umum merupakan senyawa yang
tidak diabsorpsi dalam saluran pencernaan dan beraksi dengan meningkatkan
volume padatan feses dan melunakkan feses agar lebih mudah dikeluarkan.
Pencahar bulk-forming meningkatkan volume feses dengan menarik air dan
membentuk suatu hidrogel sehingga terjadi peregangan dinding saluran cerna dan
merangsang gerak peristaltik. 15
23
BAB IV
PEMBAHASAN
Telah dilakukan pemeriksan pada tanggal 04 September 2019, pada anak
perempuan berusia 12 tahun 2 bulan dengan diagnosa konstipasi kronik Penegakkan
diagnosa meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
Dari anamnesis didapatkan pasien mengalami sulit BAB. Keluhan sudah
dirasakan 3 minggu sebelum masuk rumah sakit.
Pasien
mengatakan
bahwa
selama 3 minggu tersebut BAB berlangsung hanya 4 kali dengan konsistensi keras
dan sedikit. Pasien mengaku susah untuk mengeluarkan BAB. Pasien juga
mengeluhkan mual dan nyeri perut. Dari hasil pemeriksaan fisik ditemukan adanya
nyeri tekan pada regio lumbal kiri dan bising usus kesan meningkat.
Menurut the North American Society for Pediatric Gastroenterology and
Nutrition (NASPGAN), konstipasi merupakan keterlambatan atau kesulitan dalam
melakukan defekasi yang terjadi selama dua minggu atau lebih sehingga dapat
menyebabkan timbulnya stress pada pasien. Sedangkan pengertian konstipasi kronis
menurut the North American Society for Pediatric Gastroenterology and Nutrition
(NASPGAN) konstipasi kronis merupakan ketidaktuntasan defekasi yang ditandai
dengan buang air besar yang tidak sering, kesulitan saat mengeluarkan feses dengan
batasan waktu selama 3 bulan. Namun, menurut konsensus Canadia, didapatkan
definisi konstipasi adalah suatu kondisi yang ditandai dengan frekuensi buang air
besar kurang dari tiga kali seminggu dan konsistensi yang keras yang terjadi selama 6
bulan 1
Pada saat dilakukan anamnesa untuk menelusuri penyebab konstipasi pada
pasien ini, dijumpai faktor keterbatasan toilet di sekolah dan kebiasaan menahan
BAB. Salah satu penyebab konstipasi adalah kebiasaan menahan tinja (retensi tinja).
Berdasarkan patofisiologinya, dapat dijelaskan adanya retensi tinja yang berulang
akan meregangkan rectum dan kemudian kolon sigmoid yang menampung bolus tinja
24
berikutnya. Tinja yang berada di kolon akan terus mengalami reabsorbsi air dan
elektrolit dan membentuk skibala. 12 13
Pada pasien dijumpai muntah sebanyak satu kali. Mual dan muntah bisa saja
ditemukan, namun pada sebagian besar kasus, kedua hal ini jarang dijumpai. 4,12,13
Pada kasus konstipasi juga dapat dilakukan pemeriksaan penunjang seperti foto
polos abdomen untuk menemukan penyebab organik lainnya. Pada foto polos
abdomen akan tampak kaliber kolon. Adapun kesan yang didapat pada foto polos
abdomen pasien ini adalah adanya distribusi gas usus normal yang bercampur fekal
material (kandungan feses dalam kaliber kolon)
Selain pemeriksaan foto polos abdomen, juga dapat dilakukan pemeriksaan lainnya
diantaranya adalah sebagai berikut: 4,12,14
1. Barium enema
Mencari penyebab seperti Morbus Hirschprung dan obstruksi usus.
2. Biopsi hisap rektum
Melihat adanya ganglion mukosa rektum secara histopatologis untuk
memastikan adanya penyakit Hirschprung.
3. Manometri
Pemeriksaan ini dilakukan untuk menilai motilitas kolon
25
BAB V
KESIMPULAN
Menurut the North American Society for Pediatric Gastroenterology and
Nutrition (NASPGAN), konstipasi merupakan keterlambatan atau kesulitan dalam
melakukan defekasi yang terjadi selama dua minggu atau lebih sehingga dapat
menyebabkan timbulnya stress pada pasien.
Salah satu penyebab terjadinya konstipasi adalah kebiasaan untuk menahan
defekasi, kurangnya makan makanan berserat, keterbatasan toilet dan masih banyak
lagi. Konstipasi dapat menjadi gejala dari sebuah penyakit. pengobatan konstipasi
terdiri dari evakuasi tinja bila terjadi skibala dan dilanjutkan dengan terapi rumatan
yang terdiri dari obat, modifikasi perilaku, edukasi pada orangtua dan konsultasi.
Prognosis pada kasus konstipasi umumnya adalah baik.
26
BAB VI
DAFTAR PUSTAKA
1.
Firmansyah A. Konstipasi pada anak. Dalam: Juffrie M, Soenarto SSY, Oswari
H, Arief S, Rosalina I, Mulyani NS, penyunting. Buku ajar
gastroenterologi-hepatologi. Jakarta: Badan penerbit IDAI, 2010. h.201-14
2.
Frcpc JRG. What is chronic constipation ? Definition and diagnosis.
2011;25(October):7–10.
3.
Loka H, Sinuhaji AB, Yudiyanto AR. Konstipasi fungsional pada anak.
2014;47(1):40–3.
4.
Rekomendasi Gangguan Pada Saluran Cerna.IDAI 2016;
5.
Basson, M. D. 2017. Constipation. Diakses pada 27 September 2019 dari
Medscape: http://emedicine.medscape.com/article/184704-overview.
6.
Kliegman, R. M. 2007. Nelson Textbook of Pediatric 18th Ed. Philadelphia:
Elsevier.
7.
Gwee, K.-A. 2013. Primary Care Management of Chronic Constipation in Asia:
The
ANMA Chronic Constipation Tool. Neurogastroenterol Motil 19(2): 149-160.
8.
Higgins, P. D. and J.F. Johanson. 2004. Epidemiology of Constipation in
North America: A Systemic Review. American Journal of Gastroenterology
99(4): 750-759.
7.
Basson, M. D. 2017. Constipation. Diakses pada 27 September 2019 dari
Medscape: http://emedicine.medscape.com/article/184704-overview.
8.
Kliegman, R. M. 2007. Nelson Textbook of Pediatric 18th Ed. Philadelphia:
Elsevier.
9.
Sari, I. P. 2016. Hubungan Konsumsi Serat dengan Pola Defekasi pada
Mahasiswi Fakultas Kedokteran Unand. Jurnal Kesehatan Andalas 19(2): 425430.
10.
Putriastuti, R. 2007. Persepsi, Konsumsi dan Preferensi Minuman Berenergi ,
Bogor, Fakultas Pertanian. IPB.
27
11.
Wyllie R. Constipation. Dalam : Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB,
Stanton BF, penyunting. Nelson Text Book of Pediatrics. 18 ed. Philadelphia:
Saunders Elsevier, 2007. h.1525-65
12.
Constipation
in
children.
Diunduh
dari:
http://www.emedicinehealth.com/constipation_in_chldren/article_em.htm.
Diakses September 2019
13.
Endyarni B, Syarif H Badriul. Konstipasi Fungsional.Sari Pediatri, Vol. 6, No.
2,September 2004. 75-90
14.
World Gastroenterology Organisation. World gastroenterology organization
practice guidelines: constipation. WGO. 2007; 1-10
15.
Dipiro, J.T., et al. 2005. Pharmacotherapy Handbook. Sixth edition. The Mc.
Graw Hill Company. USA. Page : 1891-1939.
28
LAMPIRAN
- Foto Klinis Pasien
29
-Foto BNO pasien
30
-Lampiran Grafik CDC untuk Berat Badan berdasarkan umur anak perempuan
dengan usia 12 tahun 2 bulan
31
-Lampiran Grafik CDC untuk Tinggi Badan anak perempuan dengan usia 12 tahun 2
bulan.
32
Download