Laporan Kasus KONSTIPASI KRONIK PADA ANAK Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik Senior pada Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUDZA/FK Unsyiah Banda Aceh Oleh: Afriani Nur Rizki 1807101030022 Pembimbing: Dr. dr. Sulaiman Yusuf, Sp. A(K) BAGIAN/ SMF ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA RSUD Dr. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH 2019 KATA PENGANTAR Alhamdulillah, segala puji hanya bagi Allah S.W.T karena berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini dengan judul “Konstipasi Kronik pada Anak”. Shalawat dan salam kepada Rasulullah Muhammad S.A.W yang telah membimbing manusia ke zaman beradab yang penuh dengan ilmu pengetahuan. Laporan kasus ini disusun sebagai salah satu tugas menjalani kepaniteraan klinik senior pada Bagian / SMF Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Unsyiah / RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh. Laporan kasus ini dapat diselesaikan berkat bantuan dari berbagai pihak, untuk itu dengan sepenuh hati penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada Dr. dr. Sulaiman Yusuf, Sp.A (K) yang dengan penuh kesabaran telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan dan pengarahan yang berharga kepada penulis dalam menyelesaikan laporan kasus ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada keluarga, teman-teman, dan seluruh pihak yang telah memberikan bantuan dan saran yang membangun dalam menyelesaikan laporan kasus ini. Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih terdapat kekurangan, untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang positif dari berbagai pihak agar laporan kasus ini menjadi lebih baik nantinya. Harapan penulis semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya pada profesi kedokteran. Banda Aceh, Oktober 2019 Penulis, Afriani Nur Rizki ii DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ............................................................................................................ i KATA PENGANTAR ......................................................................................................... ii DAFTAR ISI ....................................................................................................................... iii BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................1 BAB II LAPORAN KASUS ..............................................................................................3 2.1 Identitas Pasien ......................................................................................................3 2.2 Identitas Keluarga Pasien ......................................................................................3 2.3 Anamnesis .............................................................................................................3 2.4 Pemeriksaan Fisik .................................................................................................5 2.5 Pemeriksaan Penunjang .......................................................................................11 2.6 Diagnosis Kerja ...................................................................................................12 2.7 Penatalaksanaan ...................................................................................................12 2.8 Prognosis .............................................................................................................12 2.9 Follow Up Harian Pasien .....................................................................................13 BAB III TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................................18 3.1 Definisi ..................................................................................................................18 3.2 Epidemiologi .........................................................................................................19 3.3 Etiologi ..................................................................................................................20 3.4 Patofisiologi ...........................................................................................................23 3.5 Manifestasi Klinis..................................................................................................24 3.6 Diagnosis ...............................................................................................................24 3.7 Penatalaksanaan ....................................................................................................25 BAB IV PEMBAHASAN..................................................................................................29 iii BAB V KESIMPULAN ....................................................................................................30 DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................................31 LAMPIRAN .......................................................................................................................33 iv BAB I PENDAHULUAN Konstipasi masih merupakan masalah yang sering ditemukan pada usia anak. IDAI memiliki definisi konstipasi yaitu ketidakmampuan melakukan evakuasi tinja secara sempurna, yang dilihat dari 3 aspek yaitu, berkurangnya frekuensi BAB dari biasanya, tinja lebih keras dari sebelumnya, dan pada palpasi abdomen teraba massa tinja (skibala) dengan atau tanpa disertai enkopresis. (1) Menurut the North American Society for Pediatric Gastroenterology and Nutrition (NASPGAN), konstipasi merupakan keterlambatan atau kesulitan dalam melakukan defekasi yang terjadi selama dua minggu atau lebih sehingga dapat menyebabkan timbulnya stress pada pasien. Sedangkan pengertian konstipasi kronis menurut the North American Society for Pediatric Gastroenterology and Nutrition (NASPGAN) konstipasi kronis merupakan ketidaktuntasan defekasi yang ditandai dengan buang air besar yang tidak sering, kesulitan saat mengeluarkan feses dengan batasan waktu selama 3 bulan. Namun, menurut konsensus Kanadia, didapatkan definisi konstipasi adalah suatu kondisi yang ditandai dengan frekuensi buang air besar kurang dari tiga kali seminggu dan konsistensi yang keras yang terjadi selama 6 bulan. (2) Konstipasi dapat terjadi disebabkan oleh sikap anak yang menghindari rasa sakit yang timbul pada saat membuang tinja, sehingga anak menunda pembuangan tinja.(3) Sekitar 5-30% keluhan anak yang menyebabkan orang tua membawa anaknya berobat ke dokter adalah konstipasi. Rata-rata 5-10 anak dari 100- 150 anak berusia 4-5 bulan dan sepertiga anak berusia di atas 5 tahun yang berobat ke dokter spesialis anak setiap bulannya mengalami konstipasi. Sepertiga kasus konstipasi seringkali akan menjadi kronis apabila tidak ditangani dengan baik dan benar. (3) Berdasarkan patofisiologinya, konstipasi dibagi menjadi konstipasi fungsional dan konstipasi organik. Konstipasi fungsional adalah konstipasi yang paling sering dikeluhkan oleh anak-anak. Konstipasi fungsional sering dikaitkan dengan adanya gangguan motilitas atau anorektal. Kasus konstipasi dapat ditegakkan berdasarkan 5 anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis pasien datang ke dokter karena keluhan jumlah BAB yang kurang dari 3 kali dalam seminggu. Keluhan dapat juga disertai dengan kesulitan untuk mengeluarkan BAB dan perut kembung. Ada beberapa faktor yang terkait, seperti pola BAB yang tidak teratur, penderita sering menahan BAB, serta kurangnya asupan serat. (1,2) Komplikasi konstipasi diantaranya dapat menyebabkan nyeri abdomen dan anus, frekuensi miksi meningkat diakibatkan adanya dilatasi kolon, dan timbulnya prolapse rektii akibat berkurangnya tonus kolon. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan diantaranya adalah foto polos abdomen untuk menemukan penyebab organik pada konstipasi. Selain pemeriksaan foto polos abdomen, juga dapat dilakukan pemeriksaan penunjang lainnya seperti pemeriksaan barium enema, biopsi hisap rectum dan manometri untuk menilai motilitas kolon. (1,2) Tatalaksana pada konstipasi diantaranya adalah melakukan edukasi pada orangtua terkait pentingnya asupan tinggi serat pada anak, evakuasi tinja yang bisa dilakukan per oral maupun per rektal, dilanjutkan dengan terapi rumatan seperti pemberian obat pencahar serta yang terakhir adalah modifikasi prilaku, sebagai contoh toilet-training yang bisa dipraktikkan pada anak dengan usia > 2 tahun. Adapun toilet-training yang dilakukan adalah, anak diberi kesempatan untuk melaksanakan BAB setelah makan pagi dan makan malam. Anak harus diberikan waktu yang cukup selama BAB, lebih kurang selama 15 menit. Adapun prognosis konstipasi kronis pada umumnya adalah baik. (1,2,3) 6 BAB II LAPORAN KASUS 2.1 Identitas Pasien Nama : Nadya Putri No CM : 1-00-21-67 Tanggal lahir/umur : 09-06-2007/12 tahun 2 bulan 25 hari Jenis kelamin : Perempuan Alamat : Ateuk Pahlawan, Baiturrahman, Banda Aceh Agama : Islam Tanggal masuk : 03-09-2019 /Ruang Arafah 2 Kamar 6F Tanggal keluar : 06-09-2019 Rawatan ke :1 Diagnosa masuk : Konstipasi Kronis 2.2. Identitas Keluarga Nama : Dian Kurnia Status : Ibu kandung Pasien Alamat : Ateuk Pahlawan, Baiturrahman, Banda Aceh 2.3 Anamnesis 2.3.1 Keluhan Utama Sulit BAB 4 minggu sebelum masuk rumah sakit. 2.3.2 Keluhan Tambahan Muntah 1x, nafsu makan berkurang, nyeri perut. 7 2.3.3 Riwayat Penyakit Sekarang Pasien dibawa ke IGD RSUDZA dengan keluhan sulit BAB. Keluhan sudah dirasakan 4 minggu sebelum masuk rumah sakit. Pasien mengatakan bahwa selama 4 minggu tersebut BAB berlangsung hanya 4 kali(1 kali dalam seminggu) dengan konsistensi keras dan tidak ada tinja kecipirit. Pasien juga merasakan BAB yang tidak tuntas sebanyak 4 kali dalam seminggu tersebut. Muntah dikeluhkan sebanyak 1 kali. Pasien merupakan siswa sekolah berasrama yang fasilitas kamar mandinya terbatas. Pasien mengatakan pola buang air besar yang terganggu diakibatkan sedikitnya fasilitas kamar mandi di sekolahnya. 2.3.4 Riwayat Penyakit Dahulu Tidak ada keluhan yang serupa sebelumnya,riwayat BAB sebelumnya lancar dan tidak ada gangguan, namun pasien mengatakan memiliki riwayat maag dan sempat dirawat di salah satu Rumah Sakit. 2.3.5 Riwayat Penyakit Keluarga Tidak ada riwayat penyakit keturunan, penyakit menular, dan keluhan yang sama seperti pasien. 2.3.6 Riwayat Pemakaian Obat Pasien tidak mengkonsumsi obat apapun sebelumnya termasuk laxansia (pencahar). 2.3.7 Riwayat Kehamilan Ibu Pasien merupakan anak pertama dari tiga bersaudara yang dilahirkan secara SC atas indikasi persalinan tidak maju. Saat lahir, pasien segera menangis. Selama masa kehamilan, ibu melakukan ANC teratur ke bidan disekitar tempat tinggal. Riwayat mengalami demam, keputihan dan penggunaan obat-obatan selama kehamilan disangkal. Tidak ada riwayat keluar meconium lebih dari 24 jam. 8 2.3.8 Riwayat Persalinan Pasien merupakan anak pertama dari tiga bersaudara yang lahir secara SC. Bayi lahir cukup bulan dengan berat badan lahir 2900 gram. Bayi lahir dengan keadaan langsung menangis dan tidak ditemukan riwayat kebiruan dan ancaman gagal nafas pada bayi. Pasien tidak memiliki riwayat rawatan di NICU. 2.3.9 Riwayat Imunisasi 0 hari :Hb0 1 bulan :BCG, Polio 1 2 bulan :DPT-HB-HiB 1, Polio 2 3 bulan :DPT-HB-HiB 2, Polio 3 4 bulan :DPT-HB-HiB 3, Polio 4 Kesan imunisasi : Tidak Lengkap 2.3.10 Riwayat Pemberian Makanan Pasien sering mengkonsumsi jajanan gorengan dan makanan yang tidak mengandung serat. Pasien tidak memiliki riwayat alergi makanan. Pasien tidak suka makan buah dan sayur. 2.3.11 Riwayat Tumbuh Kembang Pasien merupakan siswa kelas 1 SMP,pasien belum menstruasi, pasien dapat bergaul dengan teman sebaya dan memiliki banyak teman serta pasien dapat mengikuti kegiatan belajar di sekolah dengan baik. 2.4 Pemeriksaan Fisik 2.4.1 Vital Sign Keadaan Umum : Baik Kesadaran : Compos Mentis TD : 110/80 mmHg HR : 72 x/i RR : 20 x/i T : 36,5 ℃ 9 2.4.2 Data Antropometri Berat badan sekarang : 52 kg Tinggi badan : 153 cm Lingkar Kepala : 53 cm Lingkar Lengan Atas : 29 cm Height Age : 12 tahun 3 bulan Berat Badan Ideal : 43 Kg 2.4.3 Status Gizi BB/U : 52/41 x 100% = 127% TB/U : 153/152 x 100% = 100 % BB/TB : 52/43 x 100% = 120 % Status Gizi : Obesitas 2.4.4 Status Generalis • Kulit Warna : Sawo matang Turgor : Kembali cepat Sianosis : Tidak ada Ikterus : Tidak ada Oedema : Tidak ada • Kepala dan Leher Ukuran :Lingkar kepala 53 cm. Rambut :Hitam, distribusi merata, Tidak mudah dicabut. Wajah :Dismorfik tidak ada, ikterik tidak ada. Mata :Mata tidak cekung, konjungtiva palpebra inferior tidak pucat, sklera tidak ikterik, pupil bulat isokor (3mm/3mm), kornea dan lensa jernih, refleks cahaya langsung ada, dan refleks cahaya tidak langsung ada 10 Telinga :Normotia, sekret tidak ada, massa tidak ada Hidung :Nafas cuping hidung tidak ada, sekret tidak ada Mulut :Bibir tidak pucat, tidak ada sianosis pada mukosa bibir, bibir simetris, tidak ada trismus, lidah normoglosia. Leher :Simetris, tidak ada massa, tidak ada pembesaran kelenjar getah bening, TVJ tidak meningkat. Kelenjar Limfe :Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening. • Thorax Inspeksi Statis : simetris, tidak ada retraksi. Dinamis : simetris, tidak ada retraksi • Paru – Paru Auskultasi Kanan Kiri Vesikuler Vesikuler Rhonki tidak ada Rhonkhi tidak ada Wheezing tidak ada Wheezing tidak ada • Jantung Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat Palpasi : Iktus kordis teraba pada ICS V, midclavikula sinistra Auskultasi : BJ I > BJ II, Reguler, tidak ada bising. • Abdomen Inspeksi : Simetris, tidak ada ikterik, distensi tidak ada Palpasi : Nyeri tekan dan teraba ballotement, kesan skibala - Lien : Tidak teraba 11 - Hepar : Tidak teraba Perkusi :Timpani Auskultasi : Peristaltik meningkat 5-6 kali per menit Genetalia : Perempuan Anus : Normal • Ekstremitas Penilaian 2.5 Superior Inferior Kanan Kiri Kanan Kiri Pucat Negatif Negatif Negatif Negatif Sianosis Negatif Negatif Negatif Negatif Edema Negatif Negatif Negatif Negatif Tonus otot Normal Normal Normal Normal Atrofi Negatif Negatif Negatif Negatif Pemeriksaan Penunjang Hasil Pemeriksaan Laboratorium Hari Rawatan ke-1 (03-09-2019) Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan Hb 12,5 12,0 – 15,0 g/dL Ht 38 37-47 % Eritrosit 5,0 4,2-5,4 106/mm3 Leukosit 13,7* 4,5-10,5 103/mm3 Trombosit 339 150-450 103/mm3 MCV 75* 80-100 fL MCH 25* 27-31 Pg HEMATOLOGI 12 MCHC 33 32-36 % RDW 13,7 11,5-14,5 % MPV 10,2 7,2-11,1 fL PDW 11,8 Eosinofil 2 0-6 % Basofil 0 0-2 % Neutrofil Batang 0* 2-6 % Neutrofil segmen 51 50-70 % Limfosit 40 20-40 % Monosit 7 2-8 % fL 2.6 Diagnosis Banding 1. Konstipasi Kronis dd tipe 1. Fungsional 2. Organik 3. Intoleransi makanan atau susu 2. Irritable Bowel Syndrome dengan gejala konstipasi 2.7 Diagnosis Kerja - Konstipasi kronis tipe fungsional 2.8 Penatalaksanaan 2.8.1 Terapi Non Medikamentosa - Diet 2500 kkal + 50 gr protein - MII 3x sehari , diet tinggi serat (agar-agar, buah potong) - Minum 2140 cc per hari. 13 2.8.2 Terapi Medikamentosa - Lacto B 1 sachet/12 jam p.o - Asam urserodeoksilat 1cth /12 jam p.o - Dulcolax 10mg, suppositoria (p.r.n) 2.9 Prognosis Quo et vitam : bonam Quo et functionam : bonam Quo et sanactionam : bonam 2.9 Follow Up Harian Pasien Tanggal Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan 04 September 2019 S/Pasien sudah tidak buang Dokter Hepatologi Instruksi - Lacto B 1 sachet/12 Gastroentero air besar selama 4 minggu. jam p.o Hari ini mual ada, tidak ada - Grafalak 1cth /12 jam muntah dan demam tidak ada. p.o O/ Kesadaran : Alert - Dulcolax suppositoria Keadaan Umum : Sedang BB : 53 kg - TD : 120/80 mmHg HR : 98 x/menit RR : 20 x/menit T - : 36,7 ℃ Mata conjungtiva (p.r.n) tidak tidak cekung, anemis, pupil isokor, sklera tidak ikterik. - Thorax : simetris, retraksi 14 tidak ada, vesikuler, suara nafas ronkhi dan wheezing tidak ada - Cor : BJ I > BJ II, murmur tidak ada - Abdomen : simetris, distensi (+), peristaltik kesan meningkat, nyeri tekan pada daerah lumbal sinistra - Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2 detik ASS/ - Konstipasi Kronis P/ Susul hasil foto polos abdomen, evakuasi tinja 05 September 2019 Dokter Hepatologi S/ Pasien sudah mulai BAB Gastroentero namun konsistensi agak keras dan jumlah sedikit, mual dan muntah tidak ada,demam tidak ada, nyeri perut sudah tidak ada Keadaan Umum : Sedang BB : 53 kg TD : 110/70 mmHg HR : 88 x/ menit RR : 20 x/ menit - : 36,5 ℃ Mata conjungtiva jam p.o - Grafalak 1cth /12 jam p.o - Dulcolax suppositoria (p.r.n) O/ Kesadaran : Alert T - Lacto B 1 sachet/12 tidak tidak 15 cekung, anemis, pupil isokor, sklera tidak ikterik. - Thorax : simetris, retraksi tidak ada, vesikuler, suara nafas ronkhi dan wheezing tidak ada - Cor : BJ I > BJ II, murmur tidak ada - Abdomen : simetris, distensi tidak ada, peristaltic kesan meningkat, nyeri tekan tidak ada - Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2 detik ASS/- Konstipasi Kronis P/ Lanjut terapi 06 September 2019 Dokter Hepatologi S/ Pasien sudah BAB dengan Gastroentero jumlah yang masih sedikit, dengan konsistensi cair diantara yang keras, mual dan muntah tidak ada, nyeri perut tidak ada jam p.o - Grafalak 1cth /12 jam p.o - Dulcolax suppositoria (p.r.n) O/ Kesadaran : Alert Keadaan Umum : Sedang BB : 53 kg TD : 110/70 mmHg HR : 100 x/ menit RR : 24 x/ menit T - Lacto B 1 sachet/12 : 36,2 ℃ 16 - Mata tidak cekung, conjungtiva tidak anemis, pupil isokor, sklera tidak ikterik. - Thorax : simetris, retraksi tidak ada, vesikuler, suara nafas ronkhi dan wheezing tidak ada - Cor : BJ I > BJ II, murmur tidak ada - Abdomen : simetris, distensi tidak ada, peristaltik normal, nyeri tekan tidak ada - Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2 detik ASS/-Konstipasi Kronis P/ Pulang Berobat Jalan 17 BAB III TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konstipasi 2.1.1. Definisi Konstipasi merupakan salah satu penyakit yang paling banyak dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. IDAI memiliki definisi konstipasi yaitu ketidakmampuan melakukan evakuasi tinja secara sempurna, yang dilihat dari 3 aspek yaitu, berkurangnya frekuensi BAB dari biasanya, tinja lebih keras dari sebelumnya, dan pada palpasi abdomen teraba massa tinja (skibala) dengan atau tanpa disertai enkopresis. Konstipasi adalah kesulitan defekasi atau berkurangnya frekuensi defekasi tanpa melihat apakah tinjanya keras atau tidak. Konstipasi merupakan kesulitan defekasi yang terjadi menimbulkan nyeri dan distress pada anak. Konstipasi adalah suatu perubahan dalam frekuensi dan konsistensi dibandingkan pola defekasi individu yang bersangkutan yaitu frekuensi berhajat lebih jarang dan tinja lebih keras dari biasanya. Definisi lainnya,konstipasi adalah buang air besar kurang dari 3 kali per minggu atau riwayat buang air besar dengan tinja yang banyak dan keras. 4 2.1.2. Epidemiologi Beberapa penelitian menunjukkan, sekitar 3% kunjungan dan 10-15% ditangani oleh gastroenterologi anak merupakan kasus konstipasi kronis. 90-95% merupakan konstipasi fungsional, hanya 5-10% yang mempunyai penyebab organik. Pada 5-10% bayi dan anak konstipasi disebabkan kelainan anatomis, neurologis, atau penyebab lain. 4 Konstipasi adalah salah satu gangguan gastrointestinal yang paling sering di Amerika Serikat ,yaitu berkisar antara 2-15% 5,6 Penelitian di Amerika Utara melaporkan bahwa estimasi penderita konstipasi yaitu sebanyak 1,9%-27,2%, dengan rasio antara perempuan dan laki-laki adalah 2.2:1 7. Berdasarkan survei yang dilakukan, prevalensi konstipasi di Asia (direpresentasikan 18 oleh Korea, Cina, dan Indonesia) diperkirakan sebanyak 15-23% pada anak perempuan dan 11% pada anak laki-laki. Sebagai perbandingan dengan survei yang sama, ditemukan prevalensi yang lebih rendah di Jerman, Italia, dan Inggris yaitu sebesar 7-11% pada anak perempuan dan < 5% pada anak laki-laki.7,8 Di Indonesia sendiri terdapat sebanyak 3.857.327 jiwa yang mengalami konstipasi sesuai data Internasional Amerika Serikat Bereau pada tahun 2003 9 Penelitian dan pengamatan yang dilakukan oleh Depertemen Kesehatan RI angka kejadian konstipasi di beberapa kota di Indonesia yang tertinggi mencapai 91,6% yaitu di kota Medan, lalu di beberapa kota lainnya seperti Surabaya 31,2%, Denpasar 46%, Jakarta 50%, Bandung 32,5%, Palembang 35,3%, Aceh 31,7% dan Pontianak 31,2%. Hal tersebut disebabkan oleh pola makan dan pola defekasi yang kurang baik . 10 2.1.3. Etiologi 4 Penyebab tersering konstipasi pada anak adalah sebagai berikut: 1. Fungsional 2. Fisura ani 3. Infeksi virus dengan ileus 4. Diet 5. Obat-obatan: anestesi, analgesik narkotik, opuat, antikolinergik dan simpatomimetik, antikonvulsan dan diet ketogenik, antimotilitas, antipsikotik, anti depresan, barium untuk pemeriksaan radiologis, penghambat kanal kalsium, antidisritmia, mineral (alumunium, kalsium, besi, timbal, bismuth),antiinflamasi non steroid. Pada usia sekolah dapat dijumpai berbagai macam etiologi seperti: - Retensi tinja - Ketersediaan toilet terbatas - Keterbatasan kemampuan mengenali rangsang fisiologis - Preokupasi dengan kegiatan lain 19 merkuri, arsen, 2.1.4 Patofisiologi Pada proses normal defekasi dapat diawali dengan teregangnya dinding rektum. Regangan tersebut menimbulkan refleks relaksasi dari sfingter anus interna yang akan direspon sampai individu mencapai toilet. Untuk proses defekasi, sfingter anus eksterna dan muskulus puborektalis akan relaksasi sedemikian rupa hingga sudut antara kanal anus dan rektum terbuka, membentuk jalan lurus bagi tinja untuk keluar. Kolon berfungsi menyimpan dan mengeringkan tinja cair yang diterimanya dari ileum. Makan maupun minum merupakan stimulus terjadinya kontraksi kolon (refleksgastrokolik) yang diperantarai oleh neuropeptida pada sistem saraf usus dan koneksi saraf visera. Kandungan nutrisi tinja cair dari ileum yang masuk ke kolon akan menentukan frekuensi dan konsistensi tinja. Kurangnya asupan serat ( dietary fiber ) sebagai kerangka penyebab konstipasi. Berat tinja berkaitan dengan asupan serat makanan. Tinja yang besar akan dievakuasi lebih sering. 1,11 Waktu singgah melalui saluran pencernaan lebih cepat apabila mengkonsumsi banyak serat. Waktu singgah pada bayi berusia 1-3 bulan adalah 8,5 jam. Waktu singgah meningkat dengan bertambahnya usia, dan pada dewasa berkisar antara 3048 jam. Berkurangnya aktivitas fisik pada individu yang sebelumnya aktif menjadi tidak aktif merupakan predisposisi. Stress dan perubahan aktivitas rutin sehari-hari dapat mengubah frekuensi defekasi, seperti liburan, berkemah, masuk sekolah kembali setelah liburan, ketersediaan toilet dan masalah psikososial, dapat menyebabkan konstipasi. 12 Kebiasaan menahan tinja (retensi tinja) yang berulang akan meregangkan rectum dan kemudian kolon sigmoid yang menampung bolus tinja berikutnya. Tinja yang berada di kolon akan terus mengalami reabsorbsi air dan elektrolit dan membentuk skibala. Seluruh proses akan berulang dengan sendirinya, yaitu tinja yang keras dan makin besar-nyeri waktu berhajat- dan seterusnya. 12.13 20 2.1.5 Gejala klinis Pada konstipasi seringkali dijumpai penyebab seperti anak menahan defekasi karena nyeri pada proses defekasi sebelumnya. Pada keadaan ini, biasanya disertai fissura ani. Anak dengan konstipasi, biasanya mengeluhkan berkurangnya frekuensi defekasi. Bila konstipasi menjadi kronik, jumlah defekasi per hari atau per minggu mungkin bukan satu-satunya indikator untuk konstipasi pada anak. Bisa saja, pada awalnya dapat ditandai dengan gejala pola defekasi yang jarang dan sudah berjalan lebih dari 2 minggu. Namun, bisa timbul gejala lainnya seperti perut terasa tegang, yang hilang sesudah defekasi, tinja keras, dan atau sangat besar yang menyumbat, dan tinja yang cair diantara yang keras. Mual dan muntah bisa saja ditemukan, namun pada sebagian besar kasus, kedua hal ini jarang dijumpai. 4,12,13 2.1.6 Diagnosis Kebanyakan orangtua atau keluarga membawa anak ke dokter dengan keluhan susah BAB, frekuensi BAB yang berkurang dari sebelumnya, sulit untuk mengeluarkan BAB. Untuk menegakkan diagnosis konstipasi, harus didapatkan minimal salah satu gejala berikut: 4 (1) Defekasi kurang dari 3 kali seminggu (2) Nyeri saat BAB (3) Impaksi rektum (4) Adanya massa feses di abdomen Namun, pada anak dengan usia di atas 4 tahun, kriteria yang digunakan adalah sebagai berikut: (1) Frekuensi BAB kurang atau sama dengan dua kali seminggu tanpa menggunakan laksatif (2) Dua kali atau lebih episode soiling/enkopresis dalam seminggu (3) Teraba masa feses di abdomen atau rektum pada pemeriksaan fisik. 21 2.1.7 Komplikasi 4,12 Komplikasi konstipasi diantaranya dapat menyebabkan nyeri abdomen dan anus, dilatasi kolon distal sehingga menyebabkan frekuensi miksi meningkat dan obstruksi ureter, selain itu dapat mengakibatkan berkurangnya tonus kolon sehingga timbul prolaps rektii pada saat selesai defekasi,selain itu juga didapatkan: - Nyeri: anus atau abdomen - Fissura ani - Enkopresis - Enuresis - Infeksi salurah kemih/obstruksi ureter - Prolaps rektum - Ulkus soliter - Sindrom stasis - Bakteri tumbuh lampau -Fermentasi karbohidrat, maldigesti -Dekonjugasi asam empedu -Steatorea 2.2 Mekanisme Kerja Obat Konstipasi Mekanisme kerja obat pencahar diantaranya menyebabkan pengurangan absorpsi air dan elektrolit, meningkatkan osmolalitas dalam lumen, dan meningkatkan tekanan hidrostatik dalam usus. Obat pencahar ini mengubah kolon, yang normalnya merupakan organ tempat terjadinya penyerapan cairan menjadi organ yang mensekresikan air dan elektrolit. 15 Obat pencahar dapat dibedakan menjadi 3 golongan, yaitu: (1) pencahar yang melunakkan feses dalam waktu 1-3 hari (pencahar bulk-forming, docusates, dan laktulosa); (2) pencahar yang mampu menghasilkan feses yang lunak atau semicair dalam waktu 6-12 jam (derivat difenilmetan dan derivat antrakuinon), serta (3) pencahar yang mampu menghasilkan pengluaran feses yang cair dalam waktu 1-6 jam (saline cathartics, minyak castor, larutan elektrolit polietilenglikol). 15 22 Pencahar yang melunakkan feses secara umum merupakan senyawa yang tidak diabsorpsi dalam saluran pencernaan dan beraksi dengan meningkatkan volume padatan feses dan melunakkan feses agar lebih mudah dikeluarkan. Pencahar bulk-forming meningkatkan volume feses dengan menarik air dan membentuk suatu hidrogel sehingga terjadi peregangan dinding saluran cerna dan merangsang gerak peristaltik. 15 23 BAB IV PEMBAHASAN Telah dilakukan pemeriksan pada tanggal 04 September 2019, pada anak perempuan berusia 12 tahun 2 bulan dengan diagnosa konstipasi kronik Penegakkan diagnosa meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis didapatkan pasien mengalami sulit BAB. Keluhan sudah dirasakan 3 minggu sebelum masuk rumah sakit. Pasien mengatakan bahwa selama 3 minggu tersebut BAB berlangsung hanya 4 kali dengan konsistensi keras dan sedikit. Pasien mengaku susah untuk mengeluarkan BAB. Pasien juga mengeluhkan mual dan nyeri perut. Dari hasil pemeriksaan fisik ditemukan adanya nyeri tekan pada regio lumbal kiri dan bising usus kesan meningkat. Menurut the North American Society for Pediatric Gastroenterology and Nutrition (NASPGAN), konstipasi merupakan keterlambatan atau kesulitan dalam melakukan defekasi yang terjadi selama dua minggu atau lebih sehingga dapat menyebabkan timbulnya stress pada pasien. Sedangkan pengertian konstipasi kronis menurut the North American Society for Pediatric Gastroenterology and Nutrition (NASPGAN) konstipasi kronis merupakan ketidaktuntasan defekasi yang ditandai dengan buang air besar yang tidak sering, kesulitan saat mengeluarkan feses dengan batasan waktu selama 3 bulan. Namun, menurut konsensus Canadia, didapatkan definisi konstipasi adalah suatu kondisi yang ditandai dengan frekuensi buang air besar kurang dari tiga kali seminggu dan konsistensi yang keras yang terjadi selama 6 bulan 1 Pada saat dilakukan anamnesa untuk menelusuri penyebab konstipasi pada pasien ini, dijumpai faktor keterbatasan toilet di sekolah dan kebiasaan menahan BAB. Salah satu penyebab konstipasi adalah kebiasaan menahan tinja (retensi tinja). Berdasarkan patofisiologinya, dapat dijelaskan adanya retensi tinja yang berulang akan meregangkan rectum dan kemudian kolon sigmoid yang menampung bolus tinja 24 berikutnya. Tinja yang berada di kolon akan terus mengalami reabsorbsi air dan elektrolit dan membentuk skibala. 12 13 Pada pasien dijumpai muntah sebanyak satu kali. Mual dan muntah bisa saja ditemukan, namun pada sebagian besar kasus, kedua hal ini jarang dijumpai. 4,12,13 Pada kasus konstipasi juga dapat dilakukan pemeriksaan penunjang seperti foto polos abdomen untuk menemukan penyebab organik lainnya. Pada foto polos abdomen akan tampak kaliber kolon. Adapun kesan yang didapat pada foto polos abdomen pasien ini adalah adanya distribusi gas usus normal yang bercampur fekal material (kandungan feses dalam kaliber kolon) Selain pemeriksaan foto polos abdomen, juga dapat dilakukan pemeriksaan lainnya diantaranya adalah sebagai berikut: 4,12,14 1. Barium enema Mencari penyebab seperti Morbus Hirschprung dan obstruksi usus. 2. Biopsi hisap rektum Melihat adanya ganglion mukosa rektum secara histopatologis untuk memastikan adanya penyakit Hirschprung. 3. Manometri Pemeriksaan ini dilakukan untuk menilai motilitas kolon 25 BAB V KESIMPULAN Menurut the North American Society for Pediatric Gastroenterology and Nutrition (NASPGAN), konstipasi merupakan keterlambatan atau kesulitan dalam melakukan defekasi yang terjadi selama dua minggu atau lebih sehingga dapat menyebabkan timbulnya stress pada pasien. Salah satu penyebab terjadinya konstipasi adalah kebiasaan untuk menahan defekasi, kurangnya makan makanan berserat, keterbatasan toilet dan masih banyak lagi. Konstipasi dapat menjadi gejala dari sebuah penyakit. pengobatan konstipasi terdiri dari evakuasi tinja bila terjadi skibala dan dilanjutkan dengan terapi rumatan yang terdiri dari obat, modifikasi perilaku, edukasi pada orangtua dan konsultasi. Prognosis pada kasus konstipasi umumnya adalah baik. 26 BAB VI DAFTAR PUSTAKA 1. Firmansyah A. Konstipasi pada anak. Dalam: Juffrie M, Soenarto SSY, Oswari H, Arief S, Rosalina I, Mulyani NS, penyunting. Buku ajar gastroenterologi-hepatologi. Jakarta: Badan penerbit IDAI, 2010. h.201-14 2. Frcpc JRG. What is chronic constipation ? Definition and diagnosis. 2011;25(October):7–10. 3. Loka H, Sinuhaji AB, Yudiyanto AR. Konstipasi fungsional pada anak. 2014;47(1):40–3. 4. Rekomendasi Gangguan Pada Saluran Cerna.IDAI 2016; 5. Basson, M. D. 2017. Constipation. Diakses pada 27 September 2019 dari Medscape: http://emedicine.medscape.com/article/184704-overview. 6. Kliegman, R. M. 2007. Nelson Textbook of Pediatric 18th Ed. Philadelphia: Elsevier. 7. Gwee, K.-A. 2013. Primary Care Management of Chronic Constipation in Asia: The ANMA Chronic Constipation Tool. Neurogastroenterol Motil 19(2): 149-160. 8. Higgins, P. D. and J.F. Johanson. 2004. Epidemiology of Constipation in North America: A Systemic Review. American Journal of Gastroenterology 99(4): 750-759. 7. Basson, M. D. 2017. Constipation. Diakses pada 27 September 2019 dari Medscape: http://emedicine.medscape.com/article/184704-overview. 8. Kliegman, R. M. 2007. Nelson Textbook of Pediatric 18th Ed. Philadelphia: Elsevier. 9. Sari, I. P. 2016. Hubungan Konsumsi Serat dengan Pola Defekasi pada Mahasiswi Fakultas Kedokteran Unand. Jurnal Kesehatan Andalas 19(2): 425430. 10. Putriastuti, R. 2007. Persepsi, Konsumsi dan Preferensi Minuman Berenergi , Bogor, Fakultas Pertanian. IPB. 27 11. Wyllie R. Constipation. Dalam : Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF, penyunting. Nelson Text Book of Pediatrics. 18 ed. Philadelphia: Saunders Elsevier, 2007. h.1525-65 12. Constipation in children. Diunduh dari: http://www.emedicinehealth.com/constipation_in_chldren/article_em.htm. Diakses September 2019 13. Endyarni B, Syarif H Badriul. Konstipasi Fungsional.Sari Pediatri, Vol. 6, No. 2,September 2004. 75-90 14. World Gastroenterology Organisation. World gastroenterology organization practice guidelines: constipation. WGO. 2007; 1-10 15. Dipiro, J.T., et al. 2005. Pharmacotherapy Handbook. Sixth edition. The Mc. Graw Hill Company. USA. Page : 1891-1939. 28 LAMPIRAN - Foto Klinis Pasien 29 -Foto BNO pasien 30 -Lampiran Grafik CDC untuk Berat Badan berdasarkan umur anak perempuan dengan usia 12 tahun 2 bulan 31 -Lampiran Grafik CDC untuk Tinggi Badan anak perempuan dengan usia 12 tahun 2 bulan. 32