Uploaded by User36677

Laba transaksi antar perusahaan aktiva t

advertisement
DESKRIPSI MATERI
PERTEMUAN 10 & 11 : LABA TRANSAKSI ANTAR PERUSAHAAN –
AKTIVA TETAP
Mata Kuliah Akuntansi Keuangan Lanjut 2 & Lab
Dosen Pengampu: Baiq Fitri Arianti S.AB., M.Pd.,
PENGANTAR
Salah satu alasan entitas induk menguasai saham entitas lain adalah untuk kepentingan
bisnis, seperti mendapatkan pemasok (supplier) tetap atau pelemparan produknya
(integrasi vertical). Transaksi jual-beli antara entitas induk-anak sering terjadi, baik atas
barang dagang maupun aset lainnya. Tidak jarang terjadi intergrasi hulu-hilir antara entitas
induk-anak. Sebagai contoh, seluruh bahan mentah entitas induk berasal dari entitas anak
tertentu, sedangkan hasil peroduksi entitas induk dilempar pada entitas anak lainnya dalam
kelompok yang memiliki lebih dari satu entitas anak.
Bab ini akan membahas teransaksi jual-beli aset antarperusahaan dan dampaknya
terhadap pendapatan investasi serta penyusunan kertas kerja laporan keuangan
konsolidasi. Pada pembahasan selanjutnya, penjualan yang dilakukan entitas induk kepada
entitas anak disebut downstream dan apabila entitas anak sebagai pihak penjual disebut
dengan istilah”upstream”. Aset entitas induk yang berasal dari entitas anak, dan aset entitas
anak yang berasal dari entitas induk atau dari entitas anak lainnya dalam suatu konsolidasi
disebut antarperusahaan.






TUJUAN PERKULIAHAN :
Pada bab ini akan dijelaskan mengenai Laba Transaksi Antarperusahaan – Aktiva
Tetap. Setelah menyelesaikan perkuliahan, mahasiswa diharapkan mampu :
Mengidentifikasi laba antarperusahaan dalam hubungan induk-anak.
Memahami keterkaitan laba antarperusahaan dengan pendapatan investasi.
Membedakan dampak laba antarperusahaan downstream dan upstream terhadap
pendapatan investasi.
Menghitung pendapatan investasi pada tahun transaksi aset antarperusahaan dan tahun
setelah transaksi.
Membedakan laba antarperusahaan atas persediaan, aset tetap yang memiliki umur yang
tidak terbatas, dan aset tetap yang disusutkan.
Menyusun kertas kerja konsolidasi bila terdapat aset antarperusahaan
DESKRIPSI MATERI : LABA TRANSAKSI ANTARPERUSAHAAN – AKTIVA TETAP
1
A.
1.
LABA ANTAR PERUSAHAAN
Dalam bab terdahulu telah dijelaskan bahwa laporan konsolidasi memandang
seluruh entitas dalam hubungan induk-anak sebagai satu,sehingga setiap transaksi
antarperusahaan harus dieliminasi. Jual-beli antarperusahaan merupakan salah satu
transaksi yang harus dieliminasi dalam kertas kerja konsolidasi. Dalam sudut pandang
konsolidasi, jual-beli antarperusahaan dipandang sebagai transfer atau pindah tangan saja.
Dalam kenyataannya, secara hukum entitas induk dan anak adalah dua entitas yang berbeda.
PSAK 7 tahun 2010 mengenai pengungkapan pihak-pihak berelasi, mensyaratkan transaksi
pohak-pihak berelasi yang meliputi entitas induk dan anak dilakukan menurut ketentuan
yang setara dengan yang berlaku dengan transaksi yang wajar. Dengan kata lain,
prinsip”arms length transaction” juga harus diterapkan dalam transaksi antara entitas
induk dan anak. Dengan prisip ini apabila entitas induk menjual barang dagang kepada
entitas anak atau sebaliknya, harga jual antar entitas induk dan anak harus sama dengan
harga kepada pihak-pihak yang tidak memiliki hubungan istimewa atau oihak eksternal.
Keuntungan penjualan induk-anak harus sama dengan keuntungan penjualan kepada pihak
eksternal. Akan tetepi, untuk kepentingan penyusunan laporan konsolidasi yang
menganggap entitas induk dan anak satu, laba tersebut dianggap laba atas diri sendiri
sehingga harus dieliminasi.
Transfer aset mengharuskan pihak yang menerima mencatat aset itu sebesar nilai
buku yang dicatat pihak yang member. Hal ini berbeda dengan transaksi jual-beli di mana
pihak pembeli akan membukakan aset yang diperoleh sebesar harga perolehannya, yang
bagi penjualan harga tersebut merupakan harga pokok ditambah keuntungan penjualan.
Laporan konsolidasi, yang memandang transaksi jual-beli sebagai transfer atau pindah
tangan aset, mengharuskan laba pihak penjual yang melekat dalam aset yang terdapat dalam
neraca pembelian harus dieliminasi agar transaksi jual-beli antarperusahaan tersaji sebagai
transfer aset. Laba yang berasal dari jual-beli antarperusahaan yang melekat dalam aset
pembeli selanjutnya disebut laba antarperusahaan ini tidak diakui karena sudut pandang
konsolidasi yang dianggap induk-anak sebagai satu memandang laba antraperusahaan
sebagai laba dari diri sendiri.
Laba antarperusahaan ada sepanjang entitas induk atau anak memiliki aset yang
barasal dari transaksi jual-beli antarperusahaan . Misalkan pada tanggal 1/7/2011 entitas
induk menjual aset kepada entitas anak dengan harga Rp10 juta di mana harga pokoknya
bagi penjual adalah Rp6 juta. Entitas anak akan mencatat nilai aset yang diperoleh sebesar
harga perolehannya, yakni Rp10 juta.
Apabila dalam tahun berjalan (sebelum tanggal laporan konsolidasi) entitas anak menjual
aset tersebut seluruhnya kepada pihak eksternal, tidak ada laba antarperusahaan karena
aset sudah dimiliki pihak eksternal laba pihak penjual sebesar Rp4 juta telah terealisasi dari
pihak eksternal.
2
2.


1.
2.
Apabila pihak pembeli masih memiliki aset antarperusahaan tersebut pada tanggal laporan
konsolidasi (tanggal 31 Desember), maka laba pihak penjual sebesar Rp4 juta merupakan
laba antra perusahaaan, karena pembeli dan penjual dalam hubungan induk-anak dianggap
satu dari sudut pandang konsolidasi. Aset entitas anak yang berasal dari entitas induk atau
sebaliknya dianggap sebagai pindah tempat saja, bukan dari pembelian. Laba pihak penjual
tidak diakui dari sudut pandang konsolidasi. Apabila pada tahun berikutnya (tahun 2012)
pihak pembeli menjual aset antarperusahaan tersebut kepada pihak eksternal, maka laba
pihak penjual sebesar Rp4 juta tersebut tidak lagi dianggap laba antarperusahaan karena
telah terealisasi dengan pihak eksternal.
Transaksi jual-beli aset antarperusahaan dipandang sebagai transaksi dengan diri
sendiri dari sudut pandang konsolidasi karena entitas induk dan anak adalah satu.
Konsolidasi hanya akan menggap sebagai transaksi riil apabila penjualan tersebut dilakukan
kepada pihak eksternal atau pihak-pihak di luar hubungan induk-anak.
Laba antarperusahaan atas aset biasanya tertanam dalam bentuk persediaan dan aset
tetap seperti tanah, bangunan, peralatan, dan lainnya. Persedian merupakan aset yang dibeli
untuk dijual kembali. Bila pada akhir tahun terdapat persediaan yang merupakan aset
antarperusahaan, maka dalam persediaan tersebut terdapat laba antarperusahaan yang
harus dikoreksi. Persediaan merupakan aset lancar yang dalam satu tahun sudah terjual
pada kondisi normal, sehingga laba antarperusahaan atas persediaan akhir akan terealisasi
dalam tahun berikutnya. Penjualan tahun berjalan pertama kali bersumber dari persediaan
awal, baru kemudian dari pembelian atau produksi selama tahun berjalan. Karena itu, laba
antarperusahaan atas persediaan akhir direalisasi atas persediaan awal tahun berikutnya.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa:
Bila terdapat persediaan akhir antarperusahaan, diperlukan koreksi untuk menunda laba
antarperusahaan karena laba tersebut tidak diakui.
Bila terdapat persediaan awal, laba antarperusahaan harus direalisasi karena dalam tahun
bejalan persediaan tersebut telah terjual sehingga perlu dilakukan koreksi. Dalam periode
sebelumnya laba tersebut telah ditunda atau ditangguhkan (persediaan akhir).
Berbeda dengan persediaan, aset tetap pada dasarnya dibeli untuk digunakan dalam
operasi normal dan tidak dijual kembali walaupun dalam prakteknya entitas karap menjual
aset tetapnya. Menurut masa pemakaiannya, aset tetap dibagi dua yakni aset tetap yang
memiliki masa pakai tidak terbatas (tidak memiliki umur ekonomis) dan aset yang memiliki
masa pakai terbatas (aset yang memiliki umur ekonomis).
Laba antarperusahaan atas aset tetap yang memiliki umur tidak terbatas hanya akan
terealisasi apabila aset tetap tersebut telah berpinda tangan ke pihak ke-3 yang biasanya
terjadi melalui proses penjualan. Laba antarperusahaan atas aset tetap yang memiliki umur
terbatas dapat terealisasi dengan dua cara:
Pindah tangan ke pihak eksternal (biasanya melalui proses penjualan).
Masa pemakaian atau umur ekonomis aset tetap tersebut telah habis. Laba antarperusahaan
akan terealisasi selama terdapat aset entitas induk atau anak yang berasal dari transaksi
3
antarperusahaan.apabila aset tersebut sudah tidak lagidimiliki pihak pembeli, laba
antarperusahaan sudah terealisasi. Aset tetap yang sudah habis masa pakainya secara
akuntansi sudah bernilai nol sekalipun secara fisik aset tersebut masih ada. Apabila nilai
buku aset tersebut telah nol, itu berartinya aset tersebut sudah tidak terdapat lagi dalam
hubungan induk-anak melalui proses alamiah (penyusutan), sehingga laba antarperusahaan
juga sudah terealisasi secara alamiah. Karena proses aset tetap menjadi nol bertahap seiring
dengan umur aset tetap tersebut, laba antarperusahaan juga terealisasi secara bertahap
bertahap berdasarkan umurnya. Misalkan terjadi transaksi jual beli aset tetap
antarperusahaan dengan laba penjualan sebesar Rp50 juta. Aset tetap tersebut berumur 10
tahun dan tidak dijual hingga habis umur ekonomisnya. Apabila jual-beli aset tersebut
dilakukan pada akhir tahun, penundaan dan realisasi laba antarperusahaan ditunjukkan
dalam peraga 5-1
PERAGA 5-1
Laba Antar Perusahaan-Aset Tetap
(Penjualan akhir tahun)
Tahun
Akhir Tahun 1
Akhir Tahun 2
Akhir Tahun 3
Akhir Tahun 4
Akhir Tahun 5
Akhir Tahun 6
Akhir Tahun 7
Akhir Tahun 8
Akhir Tahun 9
Akhir Tahun 10
Akhir Tahun 11
Laba Antarperusahaan
Direalisasi
Ditunda
50.000.000
5.000.000
45.000.000
5.000.000
40.000.000
5.000.000
35.000.000
5.000.000
30.000.000
5.000.000
25.000.000
5.000.000
20.000.000
5.000.000
15.000.000
5.000.000
10.000.000
5.000.000
5.000.000
5.000.000
-
Pada tahun transaksi (Tahun 1), laba antarperusahaan belum terealisasi seperti
diperlihatkan dalam peraga 5-1 karena nilai aset belum berkurang melalui proses
penyusutan. Pada akhir tahun ke-2 hingga ke-11, laba antarperusahaan terealisasi per tahun
sebesar Rp5000000 seiring dengan proses penyusutan. Apabila jual-beli aset dilakukan pada
awal tahun, realisasi laba antarperusahaan diperlihatkan dalam peraga 5-2
PERAGA 5-2
Laba Antar Perusahaan-Aset Tetap
(Penjualan awal tahun)
4
Tahun
Akhir Tahun 1
Akhir Tahun 2
Akhir Tahun 3
Akhir Tahun 4
Akhir Tahun 5
Akhir Tahun 6
Akhir Tahun 7
Akhir Tahun 8
Akhir Tahun 9
Akhir Tahun 10
Laba Antarperusahaan
Direalisasi
5.000.000
5.000.000
5.000.000
5.000.000
5.000.000
5.000.000
5.000.000
5.000.000
5.000.000
5.000.000
Ditunda
45.000.000
40.000.000
35.000.000
30.000.000
25.000.000
20.000.000
15.000.000
10.000.000
5.000.000
-
B.
LABA ANTARPERUSAHAAN DAN PENDAPATAN INVESTASI
Laba antarperusahaan tidak diakui untuk kepentingan penyusunan laporan
konsolidasi, sehingga harus dieliminasi. Pendapatan investasi menurut metode ekuitas
berasal dari laba entitas anak. Kesalahan dalam perhitungan laba entitas anak akan
menyebabkan entitas induk melakukan kesalahan dalam pencatatan pendapatan investasi
yang melakukan koreksi. Adanya laba antarperusahaan menyebabkan entitas induk harus
melakukan koreksi atas pendapatan investasinya. Laba antarperusahaan menyebabkan laba
tercatat berlebih sehingga pendapatan investasi juga dicatat terlalu besar dan harus
dikoreksi sebagai berikut:
Pendapatan Investasi
xxx
Investasi dalam saham
xxx
Koreksi pendapatan investasi secara otomatis akan mengurangi nilai investasi dalam saham
karena menurut metode ekuitas, perubahan nilai investasi dipengaruhi oleh pendapatan
investasi selain fakta-fakta lainnya seperti deviden.
Apabila pada tahun berikutnya laba antarperusahaan terealisasi karena pihak
pembeli dalam hubungan induk-anak telah menjual aset tersebut kepada pihak eksternal,
maka laba yang telah ditunda
pada tahun lalu direalisasi. Entitas indukharus
mengembalikan nilai investasi yang telah dikurangi pada tahun lalu dengan jurnal
penyesuaian (adjustment) berikut:
Investasi dalam saham biasa
xxx
Pendapatan Investasi
xxx
Jurnal penyesuaian (adjustment) ini adalah kebalikan dari jurnal yang dicatat pada tahun
lalu. Jurnal ini dibuat untuk merealisasi laba antarperusahaan yang telah ditunda
sebelumnya. Dampak laba antarperusahaan terhadap investasi dan nilai investasi secara
detail dijelaskan sebagai berikut :
a. Pendapatan investasi dan nilai investasi dalam saham berkurang
- Bila terdapatpersedian akhir yang berasal dari transaksi antarperusahaan.
5
Keuntungan penjualan aset tetap antarperusahaan tahunberjalan baik yang memiliki umur
ekonomis maupun tidak memiliki umur ekonomis.
b. Pendapatan investasi dan nilai investasi bertambah
- Bila terdapat persediaan awal antarperusahaan (penjualan tahun berjalan berasal dari
persediaan awal).
- Pada saat penjualan aset antarperusahaan yang tidak memiliki umur ekonomis kepada pihak
eksternal.
- Jika laba antarperusahaan diamortisasi untuk aset tetap antarperusahaan yang memiliki
umur ekonomis.
Perhitungan pendapatan investasi yang telah dijelaskan dalam Bab 2 akan lebih kompleks
bila terdapat laba antarperusahaan, yang disajikan sebagai berikut:
-
-
C.
Laba yang diumumkan entitas anak
Amortisasi selisih investasi dengan nilai buku
Undervalue
xxx
Overvalue
xxx
Intangible asset
xxx
Laba-rugi antarperusahaan
Amortisasi laba-rugi antarperusahaan
xxx
Pendapatan investasi
xxx
xxx
xxx
xxx
LABA ANTARPERUSAHAAN - PENJUALAN DOWNSTREAM DAN UPSTREAM
Koreksi atas pendapatan investasi harus dilakukan karena laba antarperusahaan
jumlahnya sama dengan dampak laba antarperusahaan
terhadap pendapatan investasi. Dampak laba antarperussahaan atas pendapatan investasi
berbeda antar penjualan downstream dan penjualan upstream.
Laba antarperusahaan atas penjualan downstream menyebabkan entitas induk
memiliki laba atas antarperusahaan milik anak. Misalkan PT Indira memiliki 90% saham
biasa PT Andika. Pada tahun 2012, PT Andika mengumumkan laba sebesar Rp200 juta, dan
terjadi penjualanantarperusahaan-downstream yang menghasilkan laba antarperusahaan
atas aset sebesar Rp40 juta. Hingga tanggal laporn konsolidasi, aset tersebut masih memiliki
pihak pembeli (PT ANdika).
Laba entitas induk sebesar Rp40 juta dalam penjualan downstream ini memelukan
koreksi karena aset antarperusahaan masih berada di perusahaan anak pada tanggal
laporan konsolidasi. Laba antarperusahaan ini seluruhnya dikoreksi dengan
mengurangkannya dari pendapatan investasi karena laba tersebut berasal dari entitas
induk. Jadi, koreksi pendapatan investasi dalam penjualan downstream merupakan laba
antarperusahaan. Jurnal penyesuaian (adjustment) entitas induk atas laba antarperusahaan
ini adalah sebagai berikut:
6
Pendapatan Investasi
Rp 40.000.000
Investasi dalam saham PT Andika
Rp 40.000.000
Laba antarperusahaan upstream berarti laba tersebut adalah entitas anak atas aset
entitas induk. Laba antarperusahaan dari penjualan upstream akan mempengaruhi
pendapatan investasi sebesar persentase kepemilikan entitas induk atas saham entitas anak,
sehingga pendapatan investasi harus dikoreksi sebesar:
Laba anatrperusahaan x persentase kepemilikan entitas induk
Dalam kasus tersebut, bila laba antarperusahaan bersal dari penjualan upstream,
pendapatan investasi dikoreksi sebesar Rp36 juta (90% x Rp.40 juta). Laba entitas anak
(sebagai pihak penjual) mempengaruhi pendapatan investasi 90%, sehingga koreksi laba
anatrperusahaan yang berasal dari entitas anak akan mengharuskan entitas induk
mengoreksi pendapatan investasi 90% dari laba antarperusahaan tersebut dengan jurnal
sebagai berikut :
Pendapatan Investasi
Rp 36.000.000
Investasi dalam saham PT Andika
Rp 36.000.000
Dampak laba antarperusahaan dalam penjualan downstream dan penjualan upstream
diperlihatkan pada peraga 5-3
PERAGA 5-3
Perbedaan Laba Antarperusahaan
Atas Penjualan Downstream dan Upstream
Downstream
Laba entitas anak
Rp 200.000.000
Koreksi laba antarperusahaan
Laba setelah koreksi
Rp 200.000.000
Pendapatan investasi (90% x 200)-40)
140.000.000
Pendapatan investasi (90% x 160)
Upstream
Rp 200.000.000
(40.000.000)
160.000.000
Rp 144.000.000
D. TRANSAKSI ANTARPERUSAHAAN-ASET DAN KERTAS KERJA KONSOLIDASI
a) Transaksi Antarperusahaan-Barang Dagang dan Aset Tetap
Kertas kerja konsolidasi harus mengeliminasi setiap transaksi antarperuahaan dan
dampaknya sehingga laporan konsolidasi menggambarkan kesatuan entitas induk dan anak.
Transaksi aset antarperusahaan menyebabkan keterkaitan akun-akun laporan keuangan
entitas induk dan anak dalam kertas kerja konsolidasi. Ketekaitan akun-akun
antarperusahaan itu didasarkan pada jenis aset. Penjualan barang dagang bagi pihak
penjualan menimbulkan akun “penjualan”, sedangkan bagi pihak pembeli menimbulkan
7
b)
akun”pembelian” jika perusahaan menggunakan metode periodik, dan akun “persediaan”
jika perusahaan mengunakan metode perpetual. Penjualan aset tetap tidak dicatat sebagai
penjualan melainkan pengkreditan akun “aset tetap”, sedangkan pembelian aset tetap
dicatat dengan menimbulkan akun “aset tetap” sebagai pihak pembeli. Karena perbedaan
pencatatan transaksi jual-beli barang dagang dan aset tetap, pengeliminasian akun
antarperusahaan juga berbeda bagitransaksi jual-beli antarperusahaan atas kedua aset
tersebut.
Barang Dagang
Jual-beli barang dagang menimbulkan akun “penjualan” bagi pihak penjual.
Sementara itu, penjualan kredit akan memunculkan piutang usaha yang dicatat dengan
jurnal sebagai berikut:
Piutang Usaha
xxx
Penjualan
xxx
Apabila perusahaan menggunakan metode perpetual, maka arus keluar persediaan dicatat
sebagai berikut:
HPP
xxx
Persediaan
xxx
Sedangkan dari sisi pembeli, jual-beli barang dagang memunculkan akun pembelia yang
dicatat dengan metode periodic sebagai berikut:
Pembelian
xxx
Utang Usaha
xxx
Apabila perusahaan menggunakan metode perpetual, pencatatannya adalah sebagai berikut:
Persediaan
xxx
Utang Usaha
xxx
Transaksi jual-beli antarperusahaan menyebabkan keterkaitan akun-akun perusahaan
dalam hubungan induk-anak:
1. Akun “penjualan” dan akun “pembelian (jika diterapkan metode periodik)” atau “HPP (jika
diterapkan metode perpetual)”
2. Akun “utang usaha” dan akun “piutang” atas penjualan-pembelian yang belum dilunasi.
3. Laba antarperusahaan dan persediaan. Laba antarperusahaan atas persediaan pada akhir
tahun dieliminasi dengan mengurangi nilai persediaan pada harga pokoknya. Laba
penjualan akan mengecil jika HPP bertambah, sehingga laba penjualan dieliminasi dengan
mendebet HPP.
Jurnal eliminasinya adalah sebagai berikut:
HPP
xxx
Persediaan
xxx
Persediaan akhir akan menjadi persediaan awal pada tahun berikutnya dan dijual
dalam tahun berjalan. Pada saat persediaan awal dijual, laba antarperusahaan yang telah
ditunda pada tahun sebelumnya akan direalisasi.pada tahun lalu, pendapatan investasi telah
8
berkurang besar dampaknya laba antarperusahaan atas persediaan akhir terhadap
pendapatan investasi (jika laba antarperusahaan merupakan penjualan downstream,
pendapatan dikoreksi 100% sedangkan bila yang terjadi penjualan upstream, laba
antarperusahaan berdampak terhadap pendapatan investasi sebesar persentase
kepemilikan entitas induk atas sahamberhak suara entitas anak). Pendapatan investasi
tahun lalu telah di closing pada nilai investasi. Karena itu, nilai investasi akan tercatat lebih
kecil sebesar dampak laba antarperuahaan sehingga tidak mencerminkan kekayaan
perusahaan anak yang dimiliki. Dalam penyusunan kertas kerja konsolidasi, akun “investasi
dalam saham” harus didebet sebesar laba antarperusahaan atas persediaan awal karena
persediaan awal merupakan persediaan akhir tahun sebelumnya, yang telah menyebabkan
nilai investasi tercatat terlalu kecil. Apabila persediaan awal dihasilkan dari penjualan
downstream, dibuat ayat jurnal sebagai berikut:
Investasi dalam saham
xxx
HPP
xxx
Sedangkan untuk penjualan upstream, ayat jurnalnya adalah sebagai berikut:
Investasi dalam saham biasa
xxx
Kepentingan nonpengendali
xxx
HPP
xxx
Contoh:
Entitas induk menguasai 80% saham entitas anak. Pada tahun 2011, terjadi jual-beli
barang dagang antarperusahaan sebesar Rp10 juta di mana pihak penjual menerapkan
tingkat gross profit 40% atas penjualan. Persediaan dicatat dengan metode perpetual. Pada
akhir tahun, pihak pembeli masih memiliki 25% barang dagang tersebut. Hingga akhir tahun,
jual-beli barang dagang itu baru di bayar Rp7 juta. Pada tahun 2012, terjadi jual-beli
antarperusahaan sebesar Rp15 juta tunai dengan tingkat gross profit yang sama dengan
tahun 2011, pada akhit tahun 2012, pihak pembeli masih memiliki persediaan akhir senilai
Rp.5000000.
Selama tahun 2011, pihak penjual akan menjurnal penjualan barang dagang sebagai
berikut:
Kas
Rp 7.000.000
Piutang Usaha
RP 3.000.000
Penjualan
Rp 10.000.000
Perusahaan menerapkan metode perpetual, sehingga terdapat jurnal untuk
mencatat pengurangan persediaan barang dagang sebagai berikut:
HPP
Rp 6.000.000
Persediaan
Rp 6.000.000
Pihak pembeli akan mencatat pembelian barang dagang sebagai berikut:
Persediaan
Rp 10.000.000
9
Utang Usaha
Rp 3.000.000
Kas
Rp 7.000.000
Dalam pembuatan kertas kerja konsolidasi tahun 2011, akun “penjualan” dan akun
“HPP”, serta akun “piutang usaha” dan akun “utang usaha” adalah akun-akun
antarperusahaan yang harus dieliminasi sebagai berikut:
1
Penjualan
Rp 10.000.000
HPP
Rp 10.000.000
2
Utang Usaha
Rp 3.000.000
Piutang Usaha
Rp 3.000.000
Karena pihak pembeli masih memiliki 25% dari barang dagang yang dibeli (Rp2.500.000),
maka terdapat laba antarperusahaan sebesar 40% x2500000 = Rp 1000000. Laba
antarperusahaan ini harus dieliminasi dalam kertas kerja dengan jurnal sebagai berikut:
HPP
Rp 1.000.000
Persediaan
Rp 1.000.000
Pada tahun 2012, persediaan akhir menjadi persediaan awal pihak pembeli sehingga
penyusutan kertas kerja konsolidasi tahun 2012 mengeliminasi akun-akun antarperusahaan
sebagai berikut:
1.
Jual-beli antarperusahaan
Penjualan
Rp 15.000.000
HPP
Rp 15.000.000
Jual-beli antarperuahaan dilakukan per kas sehingga tidak terdapat utang-piutang
antarperusahaan.
2.
Realisasi laba antarperusahaan dalam persediaan awal
Laba antarperusahaan dalam persediaan akhir tahun 2011 telah mengurangi nilai investasi
entitas induk pada akhir tahun 2011. Pada pembukuan tahun 2012, persediaan tersebut
menjadi persediaan awal sehingga laba antarperusahaan yang telah ditunda tahun lalu
harus direalisasi pada tahun 2012. Realisasi laba antarperusahaan berbeda antara
penjualan downstream dan upstream
Penjualan downstream
Investasi dalam saham biasa
Rp 1.000.000
Pendapatan investasi
Rp 1.000.000
3.
Penjualan upstream.
Misalkan perusahaan anak diakuasai 80%
Investasi dalam saham biasa (80% x 1 juta) Rp 800.000
Kepentingan nonpengendalian (20% x 1 juta) Rp 200.000
HPP
Rp 1.000.000
Laba antarperusahaan dalam persediaan akhir
10
c)
Persediaan akhir milik pihak pembeli sebesar Rp5 juta mengandung laba pihak penjual
sebesar 40% x Rp 5000000 = Rp2000000, sehingga laba antarperusahaan ini harus
dieliminasi dengan jurnal sebagai berikut:
HPP
Rp 2.000.000
Persediaan
Rp 2.000.000
Aset Tetap
Pihak yang melakukan penjualan aset akan mengkredit “aset” dan “keuntungan” serta
mendebet “kas” atau “piutang” dan “rugi penjualan” pada saat transaksi penjualan terjadi.
Pihak pembeli akan mendebet “aset” dalam pembukuannya dn mengkredit “kas” atau
“utang”.
Transaksi jual-beli aset antarperusahaan menyebabkan aset tetap hasil penjualan
menjadi akun hubungan induk-anak. Kentungan penjualan aset tetap dieliminasi dari
laporan laba-rugi pihak penjual dengan mengurangi nilai aset tetap pada harga pokoknya.
Aset Tetap yang tidak Disusutkan
Misalkan terjadi penjualan downstream tanah antara PT Indah dengan PT Andi, yaitu
perusahaan anak yang dikuasai 80%, pada tanggal 1 Maret 2012 dengan harga penjualan
Rp 500 juta di mana harga pokoknya bagi PT Andi adalah Rp 400 juta. Pencatatan PT Indah
pada tanggal 1Maret 2012 adalah sebagai berikut:
Kas
Rp 500.000.000
Tanah
Rp 400.000.000
Keuntungan
Rp 100.000.000
PT Andi akan melakukan pencatatan pada tanggal 1 Maret 2012 sebagai berikut:
Tanah
Rp 500.000.000
Kas
Rp 500.000.000
Laporan keuangan individu PT Andi yang berakhir 31 Desember 2012 mencatat
tanah senilai Rp500 juta, sedangkan dalam laporan keuangan PT Indah terdapat keuntungan
sebesar Rp100 juta. Kertas kerja konsolidasi harus mengeliminasi keuntungan sebesar
Rp100 juta tersebut dengan mengurangi nilai tanah menjadi sebesar harga pokoknya bagi
pihak penjual, yaitu dengan jurnal eliminasi sebagai berikut:
Keuntungan
Rp 100.000.000
Tanah
Rp 100.000.000
Salah satu perbedaan antara aset tetap dan persediaan adalah bahwa persediaan
dibeli untuk dijual kembali, sedangkan aset tetap dimasudkan untuk dipakai dalam operasi
normal perusahaan. Aset tetap yang dibeli akan tetap ada dalam neraca pihak pembeli
hingga aset tersebut hasil masa manfaatnya atau dijual atau dijual atau disumbangkan.
Tanah senilai Rp500 juta tersebut pada tahun-tahun setelah transaksi jual-beli akan tetap
menjadi akun hubungan induk-anak selama masih berada dalam perusahaan induk,
sehingga keuntungan sebesar Rp100 juta tetap harus dieliminasi dengan mengurangikan
nilai aset tetap itu.
11
Kertas kerja konsolidasi tahun 2013 harus mengeliminasi tanah senilai Rp100 juta
untuk mengembalikannya ke harga pokoknya. Akun “keuntungan penjualan tanah” sebesar
Rp100 juta untuk tahun 2012 telah di closing ke akun riil, yakni kekayaan pemegang saham
atau ekuitas berdasarkan sikelus akuntansi. Pendapatan investasi PT Indah tahun 2012 telah
dikurangi dengan laba antarperusahaan dari penjualan tanah sebesar Rp100 juta.
Pengurangan pendapatan investasi ini menyebabkan saldo investasi yang dicatat PT Indah
lebih kecil Rp100 juta disbanding kekayaan entitas anak yang dimiliki, sehingga kertas kerja
konsolidasi per 31 Desember 2013 harus mendebet akun “investasi dalam saham” induk
untuk mengeliminasi tanah PT Andi. Jurnal adalah sebagai berikut:
Investasi dalam saham
Rp 100.000.000
Tanah
Rp 100.000.000
Jurnal eliminasi ini harus tetap dilakukan dalam kertas kerja laporan konsolidasi
tahun-tahun berikutnya selama tanah tersebut masih berada pada PT Andi atau belum
berpindah tangan.
Jika dalam kasus ini yang terjadi adalah penjualan upstream, laporan keuangan
entitas induk akan menyajikan aset senilai Rp500 juta dan laporan laba-rugi entitas anak
menyajikan keuangan penjualan tanah sebesar Rp100 juta. Dalam penyusunan kertas kerja
konsolidasi tahun 2012, dilakukan eliminsi atas keuntungan antarperusahaan tersebut
dengan jurnal sebagai berikut:
Keuntungan penjualan tanah
Rp 100.000.000
Tanah
Rp 100.000.000
Laba antarperusahaan atas penjualan upstream ini berasal dari entitas anak karena
merupakan pihak penjual. Koreksi laba entitas anak akibat laba antarperusahaan
mengharuskan entitas induk menyesuaikan dengan pendapatan investasi,yakni sebesar
dampak laba antarperusahaanitu terhadap pendapatan investasi. Dampak laba entitas anak
terhadap pendapatan investasi sebesar persentase kepemilikan entitas induk atas saham
entitas anak.
Koreksi laba entitas anak sebesar Rp100 juta atas penjualan upstream tahun 2012
menghapuskan entitas induk mengkoreksi pendapatan investasinya sebesar Rp80 juta
(Rp100 juta x 80%) kepemilikan PT Indah atas PT Andi. Pengurangan pendapatan sebesar
Rp80 juta ini menyebabkan nilai investasi PT Indah atas saham PT Andi berselisi dengan
80% kekayaan PT Andi yang dimiliki,karena laporan keuangan individu PT Andi mengkui
keuntungan tersebut dan meng-closing-nya ke laba ditanah per 31 Desember 2012. Dalam
penyusunan laporan konsolidasi per 31 Desember 2013, kertas kerja konsolidasi harus
mengkoreksi dampak laba antarperusahaan terhadap nilai investasi PT Indah sebesar Rp80
juta dan Rp20 juta sebagai saldo kepentingan Nonpengendali dengan jurnal sebagai berikut:
Investasi dalam saham PT andi
Rp 80.000.000
Kepentingan nonpengendali
Rp 20.000.000
Tanah
Rp 100.000.000
12
Pada tahun-tahun berikut, jurnal eliminasi ini tetap dibuat dalam kertas kerja
konsolidasi selama entitas induk masih memiliki tanah yang berasal dari entitas anak
tersebut.
Aset Tetap yang Memiliki umur Ekonomis
Telah dijelaskan sebelumnya bahwa transaksi aset tetap antarperusahaan
mempengaruhi penyusunan laporan konsolidasi tahun-tahun setelah kepemilikan,
sepanjang aset tetap tersebut masih terdapat di neraca pihak pembeli. Kertas kerja
konsolidasi harus tetap mengeliminasi laba antarperusahaan sampai aset tersebut tidak
terdapat lagi pada neraca pihak pembeli. Dalam kasus sebelumnya, jika pihak pembeli
menjual tanah itu kepada perusahaan di luar hubungan induk-anak, laba antarperusahaan
telah terealisasi. Sapanjang terhadap aset tetap entitas induk yang berasal dari entitas anak
atau sebaliknya, selama itu pula laba antarperusahaan harus dieliminasi dalam kertas kerja
konsolidasi.
Aset yang memiliki umur ekonomis akan mengalami penyusutan, sehingga dalam
jangka waktu tertentu nilai bukunya akan menjadi nol atau terhapus dari neraca sekalipun
aset tersebut tidak dijual. Jadi, transaksi aset antarperusahaan yang memiliki umur
ekonomis hanya akan menpengaruhi kertas kerja konsolidasi maksimum selama umur
ekonomis aset tersebut, jika tidak dijual kepada pihak eksternal sebelum umur ekonomisnya
habis.
Misalkan pada tanggal 1 Juli 2013 terjadi teransaksi penjualan downstream atas
peralatan seharga Rp600 juta antara PT Impal dan PT Abia, yaitu perusahaan anak yang
sahamnya dikuasai 90% oleh PT Impal, di mana harga pokoknya bagi pihak penjual adalah
Rp450 juta. Aset tetap tersebut masih memiliki umur ekonomis 6 tahun, dan disusutkan
dengan metode garis lurus. Dalam penyusunan kertas kerja konsolidasi per 31 Desember
2013, eliminasi dilakukan sebagai berikut:
Keuntungan
Rp 150.000.000
Peralatan
Rp 150.000.000
Keuntungan penjualan sebesar Rp150 juta yang melekat dalam peralatan dalam
neraca pihak pembeli menyebabkan penyusutan per tahun tercatat terlalu besar Rp150
juta/6 tahun = Rp25 juta atas transaksi aset antarperusahaan tersebut. Karena konsolidasi
memandang transaksi aset antarperusahaan sebagai transfer aset, maka harus dilakukan
koreksi penyusutan sebesar Rp25 juta per tahun. Jadi, kertas kerja konsolidasi harus
mengurangi akumulasi penyusutan Rp25 juta per tahun. Untuk tahun 2013, koreksi
akumulasi penyusutan adalah Rp12,5 juta untuk setengah tahun karena treansaksi jual-beli
dilakukan pada pertengahan tahun dengan jurnal:
Akumulasi penyusutan
Rp 12.500.000
Beban penyusutan
Rp 12.500.000
Dalam penyusunan kertas kerja per 31 Desember 2014, beban penyusutan harus
dikoreksi satu tahun penuh sebesar Rp25 juta dengan jurnal:
13
Akumulasi penyusutan
Rp 25.000.000
Beban penyusutan
Rp 25.000.000
Selain koreksi beban penyusutan, kertas kerja tahun 2014 juga harus mengkoreksi
laba antarperusahaan yang terdapat dalam peralatan. Laba antarperusahaan telah
teramortisasi sebesar Rp12,5 juta pada tahun lalu, sehingga laba antarperusahaan kini
bersaldo Rp137,5 juta. Laba antarperusahaan yang ditunda ini menyebabkan catatan
investasi entitas induk laba kecil, sehingga harus dikoreksi pada nilai peralatan dengan
jurnal: Investasi dalam saham
Rp. 137.500.000
Akumulasi penyusutan
Rp. 12.500.000
Peralatan
Rp. 150.000.00
PERAGA 5-4
Amortisasi
Akumulasi
Tahun
Nilai Awal tahun
Sepanjang tahun Amortisasi
1 juli 2013
150.000.000
12.500.000
12.500.000
2014
137.500.000
25.000.000
37.500.000
2015
112.500.000
25.000.000
62.500.000
2016
87.500.000
25.000.000
87.500.000
2017
62.500.000
25.000.000
112.500.000
2018
37.500.000
25.000.000
137.500.000
2019
12.500.000
12. 500.000
150.000.000
Pada tahun-tahun berikutnya, laba antarperusahaan akan terus diamortisasi hingga menjadi
nol ketika umur ekonomisnya habis yang diperlihatkan pada peraga 5-4. Jurnal eliminasi
pada kertas kerja per 31 Desember 2016 berdasarkan tabel 5-4 adalah :
Akumulasi Penyusutan
Rp.25.000.000
Beban Penyusutan
Rp.25.000.00
Investasi dalam saham
Rp.87.500.000
Akumulasi penyusutan
Rp.62.500.000
Peralatan
Rp.150.000.000
Apabila transaksi asset tetap antara PT Impal dan PT Abia merupakan penjualan
upstream dalam kertas kerja tahun 2013 atau tahun transaksi, keuntungan antarperusahaan
dieliminasi sebagai penangguhan dengan jurnal sebagai berikut :
Keuntungan penjualan peralatan
Rp.150.000.000
Peralatan
Rp.150.000.000
Beban penyusutan juga dikoreksi untuk setengah tahun, yang dijurnal sebagai berikut :
Akumulasi penyusutan
Rp.12.500.000
Beban penyusutan
Rp.12.500.000
Laba antarperusahaan atas penjualan peralatan terelisasi selama periode 6 tahun. Pada
tahun 2013, laba antarperusahaan telah terealisasi ½ tahun atau Rp.12,5 juta sehingga laba
antarperusahaan menjadi Rp.137,5 juta (Rp150 juta – Rp.12,5 juta). Koreksi laba
14
antarperusahaan atas penjualan upstream ini mempengaruhi pendapatan investasi entitas
induk sebesar 90%-nya atau Rp.123.750.000, sehingga pendapatan investasi harus
dikurangi sebesar jumlah tersebut. Koreksi pendapatan investasi akan menurunkan nilai
investasi pada akhir tahun 2013, yang membuat nilai investasi dalam catatan entitas induk
lebih kecil Rp.123.750.000 dari 90% kekayaan entitas anak yang dimiliki. Pada kertas kerja
konsolidasi tahun 2014, laba antarperusahaan atas peralatan dieliminasi dengan mendebet
investasi dalam saham. Jurnalnya adalah :
Akumulasi penyusutan
Rp. 12.500.000
Investasi dalam saham
Rp.123.750.000
Kepentingan nonpengendali
Rp. 13.750.000
Peralatan
RP. 150.000.000
Selain itu, koreksi atas beban penyusutan tahun berjalan juga harus dilakukan dengan jurnal
sebagai berikut :
Akumulasi penyusutan
Rp. 25.000.000
Beban penyusutan
Rp. 25.000.000
Pada tahun-tahun berikutnya, laba antarperusahaan yang muncul dalam kertas kerja
konsolidasi akan semakin kecil hingga menjadi nol pada akhir pengunaan peralatan.
CONTOH MENYELURUH :
Untuk mendapatkan gambaran menyeluruh mengenai dampak transaksi
antarperusahaan, berikut ini disajikan contoh aplikasi transaksi antarperusahaan dalam
penjualan downstream dan Upstream atas barang dagang serta asset tetap. Sebagai contoh,
PT Lucia mengakuisisi 90% saham PT Angelica pada tanggal 31 Desember 2012. Kekayaan
PT Angelica pada tanggal tersebut adalah :
Modal Saham
Rp. 400.000.000.000
Agio Saham
Rp. 100.000.000.000
Laba ditahan
Rp. 80.000.000.000
Total kekayaan pemegang saham Rp. 580.000.000.000
Akuisisi dilakukan dengan total harga perolehan Rp.531 miliar atas 90% dari harga yang
wajar. Selisih harga perolehan dan nilai buku disebabkan oleh goodwill. Penurunan nilai
(impairment) goodwill terjadi 20% pada tahun 20014.
Laporan keuangan PT Lucia dan perusahaan anaknya, PT Angelica, yang dimiliki 90%
pada akhir tahun 2014 disajikan dalam peraga 5-5.
Hubungan induk dan anak antara PT Lucia dan PT Angelica terjadi sejak tanggal 31
Desember 2012. Harga akuisisi yang wajar atas kekayaan PT Angelica adalah Rp 531 miliar/
90% yakni Rp 590 miliar. Harga akuisisi tersebut menimbulkan goodwill sebesar Rp 10
miliar yang dialokasikan ke entitas induk 90% atas Rp 9 miliar. Nilai buku yang diperoleh
pada tanggal akuisisi sebesar persentase kepemilikan, yakni 90% x Rp 580 miliar = Rp 522
15
miliar. Penurunan nilai goodwill baru terjadi pada tahun 2014 sebesar 20% atau Rp 2 miliar
yang dialokasikan ke entitas induk Rp. 1,8 milar.
PERAGA 5-5
Laporan Keuangan
PT Lucia dan PT Angelica
Per 31/ 12/ 2014 (Rp 000)
Laporan Laba-Rugi
Penjualan
Keuntungan penjualan tanah
Pendapatan dari PT Angelica
HPP
Beban penyusutan
Beban operasi lainnya
Laba bersih
Laba ditahan 1 januari 2014
Dividen
Laba ditahan 31/12/2014
Kas
Piutang
Persediaan
Tanah dan bangunan
Peralatan
Akumulasi penyusutan
Investasi saham PT Angelica
Total aktiva
Utang usaha
Modal saham
Agio saham
Laba ditahan
Total Pasiva/ kewajiban
PT Lucia
1.400.000.000
?
(350.000.000)
(750.000.000)
( 69.400.000)
?
150.000.000
(160.000.000)
?
69.900.000
140.000.000
90.000.000
370.000.000
170.000.000
(40.000.000)
?
?
250.000.000
800.000.000
?
?
PT Angelica
500.000.000
5.000.000
(300.000.000)
(40.000.000)
(65.000.000)
100.000.000
100.000.000
(80.000.000)
120.000.000
80.000.000
70.000.000
50.000.000
450.000.000
140.000.000
(50.000.000)
740.000.000
120.000.000
400.000.000
100.000.000
120.000.000
740.000.000
Keterangan:
1) Penjualan antarperusahaan selama tahun 2014 adalah Rp 400 miliar, dimana hingga
tanggal 31 Desember 2014 penjualan masih terutang Rp 100 miliar. Tingkat gross profit PT
Lucia tahun 2013 dan 2014 adalah 40% dari harga jual.
2) Persediaan PT Angelica pada 31 Desember 2013 dan 2014 yang berasal
dari PT Lucia masing-masing sebesar Rp 25 miliar dan Rp 40 miliar.
16
3) PT Angelica menjual peralatan yang sisa umurnya 8 tahun pada tanggal januari 2013,
dengan keuntungan sebesar Rp 8 miliar. Peralatan tersebut masih digunakan oleh PT Lucia.
4) PT Angelica menjual tanah kepada PT Lucia pada tanggal 1 juli 2014
dengan keuntungan penjualan tanah Rp 5 miliar.
-
Pendapatan Investasi Periode 2014
Pendapatan investasi PT Lucia tahun 2014 dipengaruhi oleh goodwill yang diimpair
Rp 2 miliar, serta laba antarperusahaan dalam persediaan awal dan akhir atas penjualan
downstream, keuntungan penjualan upstream, dan realisasi laba antar perusahaan atas
peralatan yang transaksinya terjadi pada tahun lalu. Berikut disajikan perhitungan
pendapatan investasi tahun 2014 :
Laba entitas anak (90% x Rp 100miliar)
Rp. 90.000.000.000
Penurunan nilai goodwill (90% x Rp 2 miliar)
(Rp. 1.800.000.000)
Laba antarperusahaan dalam persediaan
Persediaan awal (40% x Rp 25 miliar)
Rp. 10.000.000.000
Persediaan akhir (40% x Rp 40 miliar)
(Rp.16.000.000.000)
Laba antarperusahaan- tanah 90% x Rp5miliar
Rp 4.500.000.000
th
Laba antarperusahaan-persediaan 90%x (8M/8 )
Rp. 900.000.000
Pendapatan Investasi tahun 2014
Rp. 78.600.000.000
Dalam Bab sebelumnya telah dijelaskan bahwa nilai investasi merupakan cerminan dari nilai
buku kekayaan investee atas entitas anak yang dimiliki. Apabila pada saat akuisisi terdapat
selisih investasi, nilai investasi setelah akuisisi merupakan penjumlahan nilai buku kekayaan
entitas anak yang dimiliki dan selisih investasi yang belum diamortisasi pada tanggal
dimaksud. Apabila terdapat laba antarperusahaan yang ditangguhkan, nilai investasi lebih
kecil sebesar laba yang ditangguhkan tersebut. Nilai investasi dapat dihitung sebagai
berikut:
Nilai buku kekayaan entitas anak yang dimilki
xxx
Selisih Investasi yang belum diamortisasi
xxx
Laba antarperusahaan yang ditangguhkan
(xxx)
Nilai Investasi
xxx
Dalam penyusunan kerts kerja laporan konsolidasi per 31 desember 2014, selisih
investasi yang merupakan goodwill sudah diimpair Rp 2miliar atau Rp. 1,8 miliar
dialokasikan untuk entitas induk, sehingga saldo goodwill per 31/12/2014 menjadi Rp 8
miliar, atau Rp 7,2 miliar goodwill goodwill milik entitas induk. Laba antarperusahaan yang
ditangguhkan terdapat dalam persediaan akhir, tanah, dan peralatan, tetapi laba
antarperusahaan dalam peralatan telah teramortisasi 2 tahun sehingga nilainya berkurang
17
-
karena telah terealisasi. Nilai investasi PT Lucia dalam saham PT Angelica per 31/12/2014
adalah sebagai berikut (dalam jutaan):
Nilai buku kekayaan anak yg diimiliki (90%xRp620.000)
Rp 558.000
Saldo goodwill (Rp 9 miliar – Rp 1,8m miliar)
Rp 7.200
Laba antarperusahaan
Persediaan akhir
(Rp 16.000)
Tanah
(Rp 4.500)
Peralatan (Rp 8 miliar –(2thn x Rp1000))
(Rp 5.400)
Nilai investasi 31 Desember 2014
Rp. 539.300
Perhitungan nilai investasi tersebut juga dapat dilakukan dengan mengikuti alur investasi
seperti disajikan pada peraga 5-6 (dalam jutaan rupiah).
PERAGA 5-6
Investasi 31 Desember 2018
Rp531.000
Kenaikan kekayaan anak per31/12/2013 (90%x(100-80)
18.000
Laba antarperusahaan – persediaan akhir
(10.000)
Laba antarperusahaan – peralatan (90% x 8000)
(7.200)
Realisasi laba antarperusahaan – peralatan (90% x Rp1000)
900
Nilai investasi 1/1/2014
Rp 532.700
Laba tahun 2014 (90% x Rp 100.000)
90.000
Penurunan nilai goodwill
(1.800)
Laba antarperusahaan – persediaan awal
10.000
Laba antarperusahaan – persediaan akhir
(16.000)
Realisasi laba antarperusahaan – peralatan (90% x Rp1000)
900
Laba antarperusahaan – tanah (90% x Rp 5.000)
(4.500)
Dividen tahun 2014 (90% x Rp 80.000)
(72.000)
Nilai investasi 31/12/2014
Rp 539.300
E.
PENYUSUNAN KERTAS KERJA KONSOLIDASI
Kertas kerja laporan konsolidasi PT Lucia dan PT Angelica tahun 2014 disajikan dalam
peraga 5-7. Jurnal eliminasi dibuat sebagai berikut :
1) Eliminasi atas pendapatan investasi (induk) dan laba yang dibagi anak
Pendapatan investasi
Rp 78.600.000.000
Dividen
Rp.72.000.000.000
Investasi dalam saham
Rp 6.600.000.000
2) Alokasi laba kepentingan nonpengendali. Laba kepentingan nonpengendali
Di pengaruhi oleh keuntungan penjualan upstream tanah sebesar
18
Rp 5miliar yang harus ditangguhkan, dan realisasi laba antarperusahaan Rp 1miliar dari
penjualan upstream tahun lalu. Laba kepentingan nonpengendali adalah :
Laba entitas anak (10% x Rp100 miliar)
Rp 10.000.000.000
Penurunan nilai goodwill (10% x Rp 2 miliar
( Rp
200.000.000)
Laba antarperusahaan–tanah 10% x Rp miliar
( Rp 500.000.000)
th
Laba antarperusahaan-peralatan 10%x(Rp8M/8 Rp 100.000.000
Pendapatan investasi tahun 2014
Rp 9.400.000.000
3)
4)
5)
6)
Jurnal alokasi laba kepentingan nonpengendali adalah sebagai berikut:
Laba kepentingan nonpengendali
Rp.9.400.000.000
Dividen
Rp.8.000.000.000
Kepentingan nonpengendali
Rp.1.400.000.000
Eliminasi saldo awal. Nilai investasi per 1/1/2014 seperti disajikan dalam
Peraga 5-6 adalah Rp. 532.700.000.000, tetapi nilai ini disesuaikan dengan dampak realisasi
laba antarperusahaan dalam persediaan awal sebesar Rp 10 miliar padsa jurnal eliminasi
No.7 dan laba antarperusahan dalam peralatan sebesar rp 6,3 miliar pada jurnal eliminasai
No.10, yang meningkatkan saldo investasi sehingga nilai investasi yang harus dieliminasi
berjumlah Rp.549 miliar.
Modal saham
Rp.400.000.000.000
Agio saham
Rp.100.000.000.000
Laba ditahan
Rp.100.000.000.000
Goodwill
Rp 10.000.000.000
Investasi dalam saham biasa
Rp.549.000.000.000
Kepentingan nonpengendali
Rp. 61.000.000.000
10% (610juta)
Penurunan nilai goodwill pada tahun 2014 sebesar Rp 2 miliar
Beban operasi
Rp.2.000.000.000
Goodwill
Rp.2.000.000.000
Penjualan antarperusahaan sebesar Rp 400 miliar
Penjualan
Rp. 400.000.000.000
HPP
Rp. 400.000.000.000
Utang – piutang usaha antarperusahaan sebesar Rp 100 miliar.
Utang usaha
Rp.100.000.000.000
Piutang usaha
Rp. 100.000.000.000
7) Realisasi laba antarperusahaan dalam persediaan awal sebesar Rp 10
miliar (40% x Rp 25 miliar).
Investasi dalam saham Rp. 10.000.000.000
HPP
Rp.10.000.000.000
19
8) Pengeliminasian laba antarperusahaan dalam persediaan akhir sebesar
Rp 16 miliar (40% x Rp 40 miliar).
HPP
Rp.16.000.000.000
Persediaan
Rp. 16.000.000.000
9) Laba antarperusahaan dalam tanah atas penjualan upstream tahun berjalan sebesar Rp 5
miliar
Keuntungan penjualan tanah Rp. 5.000.000.000
Tanah
Rp. 5.000.000.000
PERAGA 5-7
Kertas Kerja Konsolidasi
PT Lucia dan PT Angelica
Per 31/12/2014 (dalam ribuan)
Laporan L/R
PT Lucia
Penjualan
1.400.000
Keuntungan penjualan tanah
Pendapatan dr PT Angelica 78.600
HPP
(350.000)
Beban penyusutan
Baban operasi lainnya
Laba kep.nonpengendali
Laba bersih
Laba ditahan 1/1/2014
Dividen
Laba ditahan 31/12/2014
Kas
Piutang
Persediaan
Tanah dan bangunan
Peralatan
Akumulasi penyusutan
Investasi saham PTAngelica
PT
Angelica
500.000
5.000
(300.000)
(760.000)
(68.400)
(40.000)
(65.000)
300.200
150.000
(160.000)
290.200
70.900
140.000
90.000
370.000
170.000
(40.000)
539.300
100.000
100.000
(80.000)
120.000
80.000
70.000
50.000
450.000
140.000
(50.000)
-
Goodwill
Total aktiva
1.340.200
740.000
Utang usaha
Modal saham
250.000
800.000
120.000
400.000
Eliminasi
Konsolidasi
400.000
5.000
78.600
16.000
1.500.000
400.000
10.000
1.000
2.000
9.400
100.000
80.000
100.000
16.000
5.000
8.000
2.000
10.000
6.300
10.000
100.000
400.000
6.600
549.000
2.000
(256.000)
(799.000)
(135.400)
(9.400)
300.200
150.000
(160.000)
290.200
149.900
110.000
124.000
815.000
302.000
(88.000)
8.000
1.420.900
270.000
800.000
20
Agio saham
Laba ditahan
Kepentingan nonpengendali
Total pasiva
290.200
100.000
120.000
100.000
290.200
700
1.340.200
740.000
1.240.000
1.400
61.000
60.700
1.240.000 1.420.900
10) Pengambilan nilai investasi akibat laba antarperusahaan sebesar Rp. 6,3 miliar dan
kepentingan nonpengendali Rp. 700 juta akibat laba antarperusahan tahun lalu atas
peralatan sebesar Rp 8 miliar yang telah direalisasi Rp 1 mliar.
Akumulasi penyusutan
Rp. 1.000.000.000
Investasi dalam saham
Rp. 6.300.000.000
Kepentingan nonpengendali
Rp. 700.000.000
Peralatan
Rp.8.000.000.000
11)
Amortisasi laba antarperusahaan dalam peralatan sebesar Rp 8 M / 8thn.
Akumulasi penyusutan
Rp. 1.000.000.000
Beban penyusutan
Rp. 1.000.000.000
21
Download