Ekspresi Gen Penyandi Asam δ-aminolevulinat Sintase dari

advertisement
Ekspresi Gen Penyandi Asam δ-aminolevulinat Sintase
dari Rhodobacter sphaeroides pada Arabidopsis thaliana
IRAWAN TAN
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2005
SURAT PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi yang berjudul:
Ekspresi Gen Penyandi Asam δ-aminolevulinat Sintase
dari Rhodobacter sphaeroides pada Arabidopsis thaliana
Adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum pernah dipublikasikan
orang lain.
Semua sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan
secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.
Bogor, Mei 2005
IRAWAN TAN
NIM 995205
ABSTRAK
IRAWAN TAN. Ekspresi Gen Penyandi Asam δ-aminolevulinat Sintase dari
Rhodobacter sphaeroides pada Arabidopsis thaliana.
Dibimbing oleh
ANTONIUS
SUWANTO
(Ketua
Komisi
Pembimbing),
MAGGY
THENAWIDJAYA SUHARTONO, MAGDALENA IRENE JOSEPHINE
UMBOH (Anggota Komisi Pembimbing)
Sintesis prekursor senyawa tetrapirol asam δ-aminolevulinat (ALA) di
tanaman dimulai dari glutamat dan merupakan biosintesis tergantung pada tRNA
yang terdiri atas tiga tahapan enzimatik yang terjadi di plastida. Pada hewan,
khamir dan sejumlah bakteri, ALA dibentuk melalui satu tahapan dari suksinilCoA dan glisin oleh δ-aminolevulinate sintase (ALA-S).
Gen yang menyandikan ALA-S (hemA) dari Rhodobacter sphaeroides
telah berhasil dikonstruksi di bawah promotor 35S promoter dan diintroduksikan
ke dalam genom Arabidopsis thaliana melalui perantaraan Agrobacterium
tumefaciens secara in planta. Lima kandidat tanaman transgenik yang dianalisis
dengan PCR ternyata empat diantaranya membawa gen hemA dan kanamisin.
Hasil analisis transkrip dengan Reverse Transcriptase-PCR menunjukkan
keempat tanaman transgenik tersebut terekspresi pada tarap mRNA. Pengukuran
berat basah dan berat kering menunjukkan kenaikan tertinggi sebesar 16.8% dan
16.6%. Namun terdapat dua tanaman yang mengalami kelainan yaitu satu
mengalami penurunan berat basah dan berat kering akibat perkembangan akar
yang jelek (transgenik no 3) sedangkan satu lagi mengalami penurunan jumlah
biji dan keterlambatan pembungaan (transgenik no 4). Hasil analisis aktivitas
ALAS, total kandungan ALA dan klorofil pada tanaman transgenik no 4
menunjukkan aktivitas sebesar 40.5 nmol.mg-1.h-1, total ALA meningkat 153.6%
dan total klorofil meningkat 43%
Selain itu juga mengalami peningkatan
toleransi terhadap salinitas sampai dengan konsentrasi 200 mM NaCl. Pada
penelitian ini juga telah dilakukan kloning gen Chlorophyll A Oxygenase dari
Arabidopsis thaliana.
ABSTRACT
IRAWAN TAN. Expression of δ-aminolevulinate Sintase from Rhodobacter
sphaeroides in Arabidopsis thaliana. Supervised by ANTONIUS SUWANTO
(Major Advisor), MAGGY THENAWIDJAYA SUHARTONO, MAGDALENA
IRENE JOSEPHINE UMBOH (Coadvisors)
Synthesis of the tetrapyrrole precursor δ-Aminolevulinate (ALA) in plants
starts with glutamate and is a tRNA dependent pathway consisting of three
enzymatic steps localized in plastids. In animals, yeast and some of the bacteria,
ALA is formed in a single step from succinyl CoA and glycine by
aminolevulinate synthase (ALA-S) inside mithochondria.
A gene encoding ALA-S from Rhodobacter sphaeroides under 35S
promoter was introduced into the genome of Arabidopsis thaliana employing
Agrobacterium tumefaciens-mediated transformation in planta. Five putative
transgenic lines were obtained and four among them were positive carrying hemA
dan kanamycin. All the transgenic lines expressed the transgene at the level of
RNA confirmed by RT-PCR analysis. The fresh and dry weigth was increased up
to 16.8% and 16.6%, respectively. But, two lines was abnormal, one was reduced
in fresh and dry weight because of poor root development (line no 3) and the other
reduced in seed production for about one quarter and exhibited late flowering (line
no 4). The ALAS activity in line no 4 was 40.5 nmol.mg-1.h-1 and the capacity to
synthesize ALA and chlorophyll was increased 153.6% and 43%, respectively. In
addition it could also improve tolerance of salinity stress when exposed to 200
mM NaCl. In this study, the gene for Chlorophyll A Oxygenase has been cloned
from Arabidopsis thaliana.
Ekspresi Gen Penyandi Asam δ-aminolevulinat Sintase
dari Rhodobacter sphaeroides pada Arabidopsis thaliana
IRAWAN TAN
Disertasi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor pada
Program Studi Biologi
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2005
Judul Disertasi : Ekspresi Gen Penyandi Asam δ-aminolevulinat Sintase
dari Rhodobacter sphaeroides pada Arabidopsis thaliana
Nama
: IRAWAN TAN
NIM
: 995205
Menyetujui
Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Antonius Suwanto
Ketua
(Prof. Dr. Maggy T. Suhartono)
Anggota
(Prof. Dr. M. Irene J. Umboh)
Anggota
Mengetahui
Ketua Program Studi Biologi
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Dedy Duryadi Solihin
Prof. Dr. Syafrida Manuwoto
Tanggal Ujian: 11 Juli 2005
Tanggal Lulus: 24 Oktober 2005
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan YME, atas berkah yang
melimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan disertasi dengan judul:
Ekspresi Gen Penyandi Asam δ-aminolevulinat Sintase dari Rhodobacter
sphaeroides pada Arabidopsis thaliana
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan
yang sebesar-besarnya kepada Prof. Dr. Antonius Suwanto selaku pembimbing
utama, yang telah membimbing penulis selama hampir 10 tahun sejak S1.
Banyak contoh, pengalaman dan kesempatan serta kepercayaan yang penulis
peroleh selama dibimbing Beliau. Penulis juga menyampaikan rasa terima kasih
kepada Prof Dr. Maggy T. Suhartono dan Prof. Dr. M. Irene J. Umboh selaku
anggota komisi pembimbing, atas semua bimbingan dan arahan sejak awal
penelitian sampai penulisan disertasi ini.
Penulis juga menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada Almahumah Dr. Puspa Dewi Tjondronegoro, yang kepada Beliau lah
penulis menyampaikan rencana penelitian ini pada akhir tahun 1996 dan sejak
saat itu sampai akhir hayatnya, beliau selalu mendukung penulis untuk dapat
mengerjakan penelitian ini. Penelitian ini merupakan janji penulis kepada Beliau
dan baru saat ini janji tersebut penulis penuhi.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Robert Harling dan The
British Council atas kesempatan dan dana yang diberikan untuk melakukan shortterm research di Scottish Agricultural College, University of Edinburgh.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada The Habibie Center dan
Research Center for Microbial Diversity atas bantuan beasiswa dan dana
penelitian selama studi S3 ini berlangsung.
Kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu selama
penulis melakukan penelitian baik di Laboratorium Biokimia dan Mikrobiologi,
PAU Biotek IPB dan Laboratorium Biologi Molekuler, SEAMEO-BIOTROP,
penulis mengucapkan terima kasih atas semua bantuan dan kerjasamanya.
Jakarta, Mei 2005
IRAWAN TAN
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jambi pada tanggal 8 Oktober 1972 dari ayah Eddie
Sinatra dan ibu Kastina Tjandra. Pendidikan sarjana di tempuh di Program Studi
Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam IPB, lulus pada tahun
1997. Pada tahun 1997, penulis diterima di Program Studi Biologi pada Program
Pascasarjana IPB dan menamatkannya pada tahun 1999.
Kesempatan untuk
melanjutkan ke program doktor pada program studi dan pada perguruan tinggi
yang sama diperoleh pada awal tahun 2000. Selama studi program doktor, penulis
mendapat beasiswa selama setahun dari The Habibie Center pada tahun 2000 dan
Research Center for Microbial Diversity untuk beasiswa dan dana penelitian
(2001-2004).
Selama mengikuti program S3, penulis pernah menjadi instruktur
laboratorium pada workshop “International Training Course on Advances in
Molecular Biology Techniques to Assess Microbial Biodiversity I-IV” dan
“Lokakarya Teknologi DNA dan Deteksi Produk Rekayasa Genetika pada Bahan
Pangan” yang diselenggarakan oleh SEAMEO-BIOTROP dari tahun 2000-2003.
Instruktur laboratorium pada workshop “Advances in Molecular Biology
Techniques to Assess Microbial Biodiversity, Taxonomy and Detection” tahun
2001 dan “ Pulsed-Field Gel Electrophoresis (PFGE) for DNA Fingerprinting”
tahun 2002 yang diselenggarakan oleh Office of Biotechnology Research and
Development, Department of Agriculture The Government of Thailand. Sebagai
instruktur laboratorium pada “Lokakarya Pengajaran Bioteknologi Modern untuk
Guru SMU” tahun 2003 dan 2004 yang diselenggarakan oleh Fakultas
Teknobiologi, Unika Atma Jaya.
Penulis juga mendapatkan kesempatan
melakukan Short-term research di Scottish Agricultural College dari tanggal
Agustus – September 2003 yang dibiayai oleh British Council. Penulis juga
menjadi instruktur laboratorium pada workshop “Regional Training Course on
Utilization of Molecular Marker Techniques in Plant Breeding” pada bulan Mei
2005 yang diselenggarakan oleh SEAMEO-BIOTROP.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL …………………………………………………….
vii
DAFTAR GAMBAR …………………………………………………
viii
PENDAHULUAN …………………………………………………….
1
Latar Belakang ……………………………………………………
Tujuan …………………………………………………………….
Manfaat Penelitian ……………………………………………….
1
3
3
TINJAUAN PUSTAKA ……………………………………………..
4
Biosintesis asam δ-aminolevulinat (ALA) ……………………….
Aplikasi ALA untuk pertanian …………………………………..
Ketahanan terhadap salinitas ……………………………………..
Chlorophyll A oxygenase ………………………………………...
Transformasi yang diperantarai Agrobacterium ………………….
4
5
8
18
24
BAHAN DAN METODE …………………………………………….
29
Galur bakteri dan plasmid yang digunakan ……………………….
Pembuatan E. coli kompeten………………………………………
Transformasi E. coli ………………………………………………
Purifikasi DNA dari gel agarose ………………………………….
Isolasi DNA plasmid ……………………………………………...
Konstruksi vektor ekspresi ALAS ………………………………..
Transformasi rekombinan binary vector ke A. tumefaciens EHA
105…………………………………………………………………
Transformasi rekombinan binary vector ke Arabidopsis thaliana ..
Analisis kandidat tanaman transgenik dengan PCR ……..……….
Analisis transkrip dengan RT-PCR ……………………………….
Pengukuran kandungan klorofil …………………………………..
Esei aktivitas ALA sintase dan total kandungan ALA …………..
Pengukuran berat basah dan berat kering ………………………...
Pengujian ketahanan terhadap salinitas …...………………………
Kloning gen Chlorophyll A Oxygenase dari Arabidopsis
thaliana……………………………………………………………
Tempat dan waktu penelitian ……………………………………..
28
29
29
30
30
31
HASIL DAN PEMBAHASAN ………………………………………
45
Konstruksi vektor ekspresi ALAS ………………………………..
45
36
37
39
40
42
42
43
43
43
44
Transformasi rekombinan binary vector ke Arabidopsis thaliana .
Analisis tanaman Arabidopsis transgenik ………………………..
Ekspresi ALAS meningkatkan kandungan klorofil ………………
Analisis penurunan sifat monogenik Mendel ……………………..
Pengujian ketahanan terhadap salinitas …………………………...
Kloning gen Chlorophyll A Oxygenase (CAO) …………………..
47
48
56
57
57
59
SIMPULAN DAN SARAN …………………………………………..
62
Simpulan ………………………………………………………….
Saran ………………………………………………………………
62
63
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………
64
DAFTAR TABEL
Teks
1.
2.
3.
Galur bakteri dan plasmid yang digunakan …………………….
Hasil analisis berat basah dan berat kering Arabidopsis thaliana
transgenik dan non transgenik ………………………………….
Hasil analisis kandungan klorofil, aktivitas ALAS dan ALA…..
Halaman
28
54
56
DAFTAR GAMBAR
Teks
Halaman
1. Biosintesis asam δ-aminolevulinat (ALA) dan senyawa tetrapirol
4
2. Sensitivitas perkecambahan biji Arabidopsis terhadap NaCl
……………………………………………………………………
3. Sensitivitas tanaman Arabidopsis terhapa NaCl selama fase
vegetatif …………………………………………………………..
4. SOS pathway berperanan dalam homeostasis ion pada saat
cekaman salinitas ………………………………..………………
5. Cekaman salinitas menghambat pengambilan ion K pada
Arabidopsis ...…………………………………………………….
6.. Model bagi induksi reactive oxygen species (radikal bebas
superoksida, hydrogen peroksida dan hidroksil) yang terjadi pada
saat perlakuan dengan NaCl dan peranan enzim antioksidatif
superoksida dismutase (SOD), ascorbat peroksidase (APX) dan
glutathione peroksidase (GPX) dalam menghancukan radikal
bebas superoksida, hydrogen peroksida dan hidroksil …………..
7. Halliwell-Asada pathway (Siklus Askobat-glutathione)
8. Struktur klorofil A dan klorofil B ………………………………..
9. Struktur fotosistem II pada keadaan cahaya redup (atas) atau
cahaya terang (tengah) pada tanaman tingkat tinggi tipe liar dan
mutan tanpa klorofil b (bawah) …………......................................
10. Sebuah model yang diusulkan untuk siklus klorofil ……………..
11. Model hipotetik proses transfer T-DNA …………………………
12. Kloning hemA ke plasmid pOK12 menghasilkan plasmid pOKhemA …………………………………………………….………
13. Konstruksi gen hemA dibawah promoter 35S dengan orientasi
sense …………………………………..………………………….
14. Konstruksi binary vektor yang membawa gen hemA dibawah
promoter 35S dengan orientasi sense ……….................................
15. Konstruksi gen hemA dibawah promoter 35S dengan orientasi
antisense …………………………………….................................
16. Konstruksi binary vektor yang membawa gen hemA dibawah
promoter 35S dengan orientasi antisense ………………………...
17. Peta plasmid pSOUP ……………………………………………..
18. Tanaman Arabidopsis thaliana yang ditumbuhkan pada tabung
PVC (A) dan siap diinfeksi (B) …………………………………..
19. Tahapan infeksi dengan suspensi Agrobacterium (A) dan pasca
infeksi (B) ………………………………………………………..
20. Hasil analisis restriksi plasmid rekombinan pOK12-hemA, p35S2hemA dan pGII0029-hemA …………………………………….
21. Hasil analisis restriksi plasmid rekombinan pGII0029-hemA (A)
dan pGII0029-AShemA (B) yang didigesti dengan BamHI (3 &
5), EcoRI (1&6) dan HindIII (2&7) ……………………………...
10
11
14
15
17
18
19
19
23
28
32
33
33
34
35
35
38
38
46
46
22. Peta plasmid rekombinan pGII0029-hemA dan pGII0029AShemA ………………………………………………………….
23. Kecambah Arabidopsis yang akan (A) dan setelah (B, C dan D)
diseleksi dengan penyemprotan antibiotic kanamisin (in solium
selection) …………………………………………………………
24. Analisis kandidat tanaman transgenik menggunakan PCR dengan
primer spesifik gen hemA dan kanamisin resisten ……………….
25. Hasil analisis RT-PCR pada tanaman transgenik T1 …………….
26. Profil tanaman transgenik no 4 (tanda panah) …………………...
27. Kondisi perakaran tanaman transgenik no 4 (A) dan 3 (B) ……
28. Hasil analisis PCR turunan pertama tanaman transgenik No. 4 …
29. Pengujian ketahanan terhadap cekaman salinitas ……………….
30. Peta plasmid rekombinan pAS900-CAO1 yang membawa gen
CAO ……………………………………………………………...
31. Urutan nukleotida gen CAO dari Arabidopsis thaliana ecotype
Columbia …………………………………………………………
47
48
49
50
52
55
57
59
60
60
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Populasi penduduk dunia telah mencapai lebih dari 6 milyar jiwa pada
tahun 2000 dan diperkirakan dapat mencapai sekitar 8.5 milyar jiwa pada tahun
2025. Untuk memenuhi kebutuhan pangan dunia dibutuhkan peningkatan hasil
yang signifikan dari tanaman pangan utama yang dibudidayakan di negara
berkembang. Padi, sebagai contoh, diperkirakan butuh peningkatan hasil sekitar
50% pada tahun 2030 dari yang ada sekarang. Peningkatan potensi hasil akan
melibatkan peningkatan biomassa tanaman pangan itu sendiri yang berarti
peningkatan produksi asimilat yang berasal dari fotosintesis (Horton 2000).
Proses fotosintesis merupakan proses yang sangat penting dalam produksi
bahan pangan dan serat. Rata-rata hasil per luas lahan secara global dari tanaman
pangan utama seperti gandum, padi dan jagung mengalami peningkatan lebih dari
dua kali lipat dalam periode antara 1940 dan 1980 dan kecendrungan ini terus
berlanjut.
Peningkatan hasil biji-bijian ini sejalan dengan periode dimana
pengertian kita tentang fotosintesis telah meningkat secara luar biasa. Kemajuan
dalam penelitian fotosintesis ini berlanjut dengan terobosan baru yang dibawa
oleh kemajuan dalam bidang biologi molekuler (Richards 2000).
Sejumlah kondisi lingkungan memperlihatkan pengaruhnya terhadap
pertumbuhan dan perkembangan serta produktivitas tanaman.
Tanaman
menghadapi berbagai tekanan baik secara biotik (hama dan penyakit) dan abiotik
(salinitas, kekeringan, suhu yang ekstrem dll). Dalam sistem pertanian, tekanan
abiotik, salinitas, suhu dingin dan kekeringan merupakan faktor yang berperanan
penting dalam menurunnya potensial hasil dari berbagai tanaman pertanian
(Boyer, 1982).
Asam δ-aminolevulinat (ALA) merupakan prekursor kunci dalam
biosintesis porfirin seperti klorofil dan heme.
Sejauh ini, ALA diketahui
mempunyai banyak kegunaan bukan saja sebagai herbisida (Rebeiz et al. 1984),
insektisida (Rebeiz et al. 1988) dan faktor pemacu pertumbuhan dengan
meningkatkan fiksasi CO2 dalam keadaan terang dan menurunkan pelepasan CO2
pada keadaan gelap (Hotta et al. 1997a, b), tetapi juga kemampuannya untuk
meningkatkan toleransi tanaman terhadap stres oleh salinitas (Watanabe et al.
2000) dan temperatur dingin (Hotta and Watanabe 1999, Wang et al. 2004).
Yoshida et al. (2004) melaporkan bahwa ALA pada konsentrasi 30-100 ppm
dapat meningkatkan pertumbuhan dan penyerapan nitrogen pada tanaman
Komatsuna yang ditanam di tanah alkalin yang apabila tidak diberi perlakuan
ALA dapat menurunkan hasil sampai 50%. ALA juga diketahui mempunyai
aktivitas hormonal seperti auksin dan sitokinin dalam induksi kalus dan
rhizogenesis serta pertunasan (Bindu and Vivekanandan 1998a).
Biosintesis ALA secara biologis dilakukan melalui dua jalur yang
berbeda: (1) melalui suksinil-CoA dan glisin (Jalur Shemin atau Jalur C-4), dan
(2) dari glutamat (Jalur C-5). Tumbuhan tingkat tinggi, briofita, sianobakter dan
sebagian eubakteria menggunakan jalur C-5 untuk biosintesis ALA yang
melibatkan tiga macam enzim yaitu Glutamil-tRNA sintase, Glutamil-tRNA
reduktase dan Glutamat semialdehida aminotransferase.
Sedangkan hewan,
khamir dan sejumlah bakteri kelompok α-proteobacteria seperti Rhodobacter,
Rhodospirillum dan Rhizobium menggunakan jalur biosintesis C-4 yang
melibatkan hanya satu enzim yaitu ALA sintase (von Wettstein, Gough, and
Kannangara 1995). Introduksi gen ALA sintase dari jalur C-4 ke tanaman (C-5)
diharapkan dapat memperpendek jalur biosintesis selain efek lain yang diinginkan
seperti telah disebutkan diatas.
Dalam melakukan penelitian pada bidang biologi molekular dan rekayasa
genetika tanaman dibutuhkan suatu sistem atau tanaman model untuk mempelajari
ekspresi suatu gen dalam tanaman. Untuk keperluan ini Arabidopsis thaliana
telah menjadi tanaman model yang secara luas digunakan dalam studi biologi
tanaman (Meinke et al., 1998), termasuk didalamnya transformasi genetik. Hal
ini dikarenakan Arabidopsis thaliana mempunyai ukuran genom yang kecil (125
Mb), siklus hidup yang pendek (sekitar 6 minggu sejak dikecambahkan) dan
menghasilkan biji yang relatif banyak dari satu siklus
Satu hal penting adalah
telah berhasil diselesaikannya sekuen total genom tanaman ini pada tahun 2000
dan pengembangan metode transformasi yang efisien sehingga memungkinkan
studi ekspresi gen secara lebih lengkap (TAIR, 2003).
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari ekspresi gen penyandi asam δaminolevulinat sintase (hemA) pada Arabidopsis thaliana.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan performa pertumbuhan
tanaman melalui peningkatan laju fotosintesis, ketahanan cekaman salinitas dan
ketahanan tanaman terhadap naungan. Informasi yang diperoleh dari penelitian
ini diharapkan dapat diterapkan pada tanaman pangan utama.
TINJAUAN PUSTAKA
Biosintesis asam δ-aminolevulinat
Cincin porfirin merupakan komponen dari berbagai molekul biologis
penting termasuk diantaranya haemoglobin, sitokrom, vitamin B12 dan klorofil.
Prekursor kunci dari cincin porfirin ini adalah asam δ-aminolevulinat (ALA).
Biosintesis ALA dapat dilakukan melalui dua jalur: (1) dari suksinil-CoA dan
glisin (Shemin pathway, C-4 pathway), dan (2) dari glutamat (C-5 pathway)
seperti yang tersaji dalam Gambar 1.
Gambar 1. Biosintesis asam δ-aminolevulinat (ALA) dan senyawa tetrapirol
(Sasaki et al. 2002).
Pada jalur Shemin, suksinil-CoA disediakan melalui siklus TCA.
Suksinil-CoA dan glisin dikondensasi dengan bantuan enzim ALA sintase
(ALAS). Jalur biosintesis ini digunakan oleh hewan, khamir dan sejumlah bakteri
dalam kelompok α-proteobacteria seperti Rhodobacter, Rhodospirillum dan
Rhizobium.
Di sejumlah bakteri, suksinil-CoA disintesis dari propionil-CoA
melalui jalur biosintesis metilmalonil-CoA (Sasaki et al. 1990). ALAS merupakan
enzim pembatas kunci untuk biosintesis senyawa tetrapirol, dan sintesis enzim ini
sendiri diatur secara ketat (Sasikala and Ramana 1995) melalui pengaturan secara
umpan balik pada gen penyandi HemA atau HemT (Neidle and Kaplan 1993).
Jalur biosintesis C-5 merupakan karakteristik dari tumbuhan tingkat tinggi,
Briofita, Sianobakteri dan sejumlah Eubakteria. Jalur biosintesis ini melibatkan
tiga buah enzim yaitu Glutamat-tRNA sintase, Glutamil-tRNA reduktase (gtr
A/hemA), dan Glutamat 1-semialdehida aminotransferase (hemL). Pada tumbuhan
tingkat tinggi, gen penyandi tRNAGlu terdapat di DNA kloroplas, sedangkan
ketiga macam enzim yang terlibat dalam biosintensis ALA disandikan oleh DNA
inti dan diimpor ke dalam stroma kloroplas setelah disintesis oleh ribosom
sitoplasma.
Pada fitoflagelata Euglena gracilis ditemukan adanya dua jalur
biosintesis (C-4 dan C-5) yang dioperasikan di dalam organel yang berbeda. Jalur
C-5 beroperasi di kloroplas dan secara eksklusif bertanggung-jawab untuk sintesis
klorofil, sementara di mitokondria, ALA sintase bertanggung-jawab untuk sintesis
heme a dari sitokrom c oksidase (Weinstein and Beale 1983).
Aplikasi ALA untuk pertanian
Aplikasi praktis ALA sebagai bioherbisida pertama kali di demonstrasikan
oleh Rebeiz et al. (1984). Hasil yang dicapai sangatlah berarti karena ALA dapat
bekerja secara selektif, tidak berbahaya dan merupakan bahan yang dapat
diuraikan secara biologis. Mekanisme ALA sebagai “photodynamic herbicide”
seperti diutarakan oleh Rebeiz et al. (1984) sebagai berikut: tanaman yang diberi
perlakuan dengan ALA dengan jumlah tinggi akan mengakumulasi secara
berlebihan molekul protoporfirin IX (PPIX) pada tahap biosintesis klorofilnya.
Ketika tanaman terkena cahaya, PPIX yang berlebih akan menghasilkan radikal
bebas (O2-), yang akan mengoksidasi asam lemak tak jenuh pada membran sel dan
pada akhirnya merusak tanaman. Oleh karena itu ALA dapat digunakan sebagai
bahan pengganti yang aman untuk herbisida yang sangat toksik seperti Paraquat.
Mekanisme yang sama juga ditunjukkan oleh ALA jika digunakan sebagai
bioinsektisida untuk membasmi Trichopusia ni (Rebeiz et al. 1988).
Namun dilain pihak, telah banyak penelitian yang melaporkan efek yang
menguntungkan terhadap pertumbuhan berbagai jenis tanaman jika ALA
diaplikasikan dalam jumlah rendah (30-100 ppm), seperti meningkatkan berat
kering tanaman, peningkatan aktivitas fotosintesis dan efek penghambatan atas
respirasi serta mempunyai aktivitas hormonal dalam induksi kallus dan
mikropropagasi (Tanaka et al. 1992; Yoshida et al. 1996a; 1996b; Bindu and
Vivekanandan 1998a; 1998b; Yoshida et al.
2004). Watanabe et al. (2000)
menemukan bahwa aplikasi ALA pada konsentrasi rendah (100 ppm)
meningkatkan toleransi terhadap salinitas pada tanaman kapas muda.
Hal yang
sama juga ditemukan pada tanaman bayam yang diberi perlakuan 0.6 dan 1.8 mM
ALA pada media yang mengandung 50 dan 100 mM NaCl, ternyata bukan saja
dapat tumbuh dengan baik, yang berarti tanaman menjadi toleran terhadap NaCl,
tetapi juga menyebabkan meningkatnya laju fotosintesis (Nishihara et al. 2003).
Pada barley, pemberian ALA 30-100 ppm dapat menyebabkan peningkatan hasil
sampai 40% yang disebabkan oleh meningkatnya jumlah biji yang dihasilkan
tanpa mempengaruhi berat biji. Hal yang sama juga diperlihatkan oleh tanaman
gandum dan padi. Tanaman kacang merah yang diberi perlakuan ALA pada fase
awal seperti fase daun primer atau daun pertama, meningkat hasilnya sampai 2030%, sedangkan perlakuan pada fase pembungaan menurunkan hasil sekitar 10%.
Dalam hal ini hasil yang dicapai sangat tergantung pada fase pertumbuhan mana
tanaman diberi perlakuan dengan ALA.
Pada tanaman bawang dan kentang
pemberian ALA pada fase pembentukan umbi dapat meningkatkan jumlah
maupun berat umbi yang terbentuk. Wang et al. (2004) melaporkan bahwa jika
kecambah melon (Cucumis melo L. Ximiya No. 1) yang ditumbuhkan dengan
intensitas penyinaran 150 µmol m-2 s-1 dan diberi aplikasi larutan ALA dapat
meningkatkan secara signifikan laju fotosintesis netto (Pn), jumlah CO2 yang
difiksasi per jumlah foton (AQY), Efisiensi karboksilasi (CE) dan konduktansi
stomata (Gs). Setelah pemberian dengan 10 ml larutan ALA (10 mg l-1 atau
100 mg l-1) per wadah yang diisi dengan 250 g pasir bersih selama 3 hari, Pn
daun sekitar 40-200% lebih tinggi dibandingkan kontrol, dan AQY, CE and Gs
meningkat secara berturut-turut sekitar 21-271%, 55-210% dan 60-335%. Lebih
lanjut, perlakuan ALA meningkatkan kandungan klorofil daun dan tingkat gula
terlarut demikian juga dengan laju respirasi dalam keadaan gelap, tetapi
menurunkan laju respirasi dalam keadaan terang. Dilain pihak, Setelah kecambah
melon yang ditumbuhkan di dalam ruang pertumbuhan
diberi perlakuan
pendinginan pada suhu 8°C selama 4 jam dan dikembalikan lagi ke suhu 25-30°C
selama 2 dan 20 jam, Pn tanaman yang diberi air (kontrol) hanya sekitar 12-18%
dan 37-47%, dibandingkan dengan Pn awal sebelum diberi perlakuan
pendinginan. Jika kecambah dengan diberi perlakuan sama tetapi diberi ALA
(10 mg l-1), Pnnya berturut-turut sekitar 22-38% and 76-101%, dibandingkan
dengan kontrol sebelum pemberian cekaman dingin. Jika lama pendinginan
menjadi 6 jam, tanaman yang diberi perlakuan ALA hanya memperlihatkan
sedikit gejala nekrosis pada daun sedangkan semua tanaman yang hanya diberi air
akan mati, hal ini menyimpulkan bahwa ALA meningkatkan torelansi tanaman
terhadap stres dingin dibawah kondisi cahaya rendah.
Ketahanan terhadap salinitas
Tanaman membutuhkan mineral nutrien esensial untuk tumbuh dan
berkembang. Namun demikian, kelebihan garam-garam mineral yang terlarut di
tanah dapat berbahaya bagi kebanyakan tanaman. Cekaman salinitas merupakan
salah satu faktor lingkungan penting yang membatasi pertumbuhan dan
produktivitas tanaman pertanian di seluruh dunia. Di perkirakan bahwa masalah
salinitas mempengaruhi setidaknya 20% lahan yang dapat ditanami di seluruh
dunia dan lebih dari 40% lahan beririgasi dengan berbagai tingkat kerusakan
(Rhoades and Loveday 1990).
Pada kasus yang ekstrem, produktivitas lahan
pertanian tidak dapat lagi menunjang kelangsungan produksi pertanian dan harus
ditinggalkan.
Di daerah pantai invasi air laut secara periodik langsung
menambahkan garam ke tanah. Tanah di daerah semi-arid atau arid, khususnya
dengan sistem drainase yang jelek, akumulasi garam sebagai akibat evaporasi air
irigasi, meninggalkan deposit garam garam terlarut.
Berdasarkan kemampuannya untuk tumbuh di tempat berkadar garam
tinggi, secara tradisional tanaman dikelompokkan atas glikofita dan halofita
(Flowers et al. 1977). Halofita toleran terhadap konsentrasi NaCl yang tinggi;
beberapa dapat bertahan pada kadar garam dua kali konsentrasi garam pada air
laut. Sebagian besar tanaman, termasuk mayoritas spesies tanaman pertanian
masuk ke dalam kelompok glikofita dan tidak dapat mentolerir salinitas yang
tinggi.
Untuk glikofita, salinitas menyebabkan cekaman ionik, osmotik dan
cekaman lanjutan seperti penghambatan pengambilan ion dan cekaman radikal
oksida (Zhu 2001a). Toksisitas oleh natrium merupakan cekaman ionik utama
yang berhubungan dengan salinitas tinggi. Sebagai tambahan, sejumlah tanaman
juga sensitif terhadap klorida, anion utama yang ditemukan pada tanah salin.
Pada tanah salin tertentu, toksisitas ion diperparah oleh pH alkalin. Potensial
osmotik yang rendah dari larutan salin menghambat pengambilan air dan
menyebabkan kekeringan fisiologis.
Untuk tanaman halofita yang toleran
terhadap toksisitas natrium, cekaman osmotik merupakan penyebab utama
terhambatnya pertumbuhan.
Pemahaman atas mekanisme toleransi tanaman
terhadap salinitas akan membantu secara efektif proses pemuliaan atau rekayasa
genetika tanaman yang tahan terhadap salinitas. Beberapa aspek dalam respon
tanaman terhadap cekaman salinitas berhubungan sangat erat dengan respon
terhadap cekaman kekeringan dan dingin (Zhu 2001b). Studi tentang toleransi
tanaman terhadap salinitas akan memberikan pemahaman tentang mekanisme
toleransi silang pada cekaman abiotik.
Arabidopsis thaliana merupakan tanaman glikofita yang sensitif terhadap
cekaman salinitas dimana dapat terjadi penghambatan pertumbuhan dan
kerusakan jaringan yang menuju kematian.
Seperti kebanyakan glikofita,
sensitivitas Arabidopsis thaliana terhadap cekaman salinitas diperlihatkan pada
semua fase perkembangannya. Sebagai contoh, perlakuan selama 8 jam dengan
150 mM NaCl pada fase pembentukan biji menyebabkan terjadinya deposisi
callosa dan perubahan yang abnormal pada struktur ovul dan embrio yang
mengindikasikan kematian sel (Sun and Hauser 2001). Sensitivitas Arabidopsis
thaliana terhadap cekaman salinitas sangat terlihat pada fase perkecambahan biji
dan kecambahnya. Perkecambahan biji Arabidopsis thaliana sangat terganggu
pada konsentrasi 75 mM NaCl atau lebih (Gambar 2). Pertumbuhan kecambah
juga sangat sensitif terhadap NaCl. Bahkan pada konsentrasi NaCl yang lebih
rendah (< 50 mM NaCl) dapat secara nyata mempengaruhi berat basah sedangkan
pada konsentrasi yang lebih dari 50 mM NaCl akan menghambat pertumbuhan
(Gambar 3) dan bahkan dapat menyebabkan kematian.
Hari ke 2
Hari ke 4
Gambar 2. Sensitivitas perkecambahan biji Arabidopsis terhadap NaCl. Biji
ecotype C24 (Salah satu ecotype yang sensitif NaCl) ditumbuhkan pada kertas
filter yang telah dibasahi dengan larutan NaCl dan diinkubasi pada suhu 4°C
selama 2 hari sebelum dipindahkan ke suhu ruang (23°C) dibawah penyinaran
cahaya putih untuk perkecambahan (Xiong and Zhu 2002).
Minggu ke-3
Minggu ke-4
Gambar 3. Sensitivitas tanaman Arabidopsis terhadap NaCl selama fase vegetatif.
Kecambah berumur dua minggu (ecotype Columbia) ditumbuhkan ditanah yang
di beri larutan 0, 50, 75, dan 100 mM NaCl. Dokumentasi diambil pada minggu
ke tiga (Panel atas) dan minggu ke empat (Panel bawah) setelah perlakuan (Xiong
and Zhu 2002)
Tanaman yang diadaptasikan dengan konsentrasi garam rendah dapat
meningkatkan toleransi tanaman terhadap cekaman salinitas menunjukkan bahwa
tanaman glikofita memiliki perangkat untuk membuatnya toleran terhadap
salinitas yang mungkin tidak berkerja secara efektif pada keadaan yang tidak
teradaptasi. Oleh karena itu, perbedaan toleransi terhadap salinitas antara glikofita
dan halofita lebih pada tingkat kuantitatif daripada kualitatif, dan mekanisme
dasar toleransi terhadap salinitas kemungkinan bersifat konservatif pada semua
spesies tanaman (Xiong and Zhu 2002). Sebagai contoh, gen vakuolar Na+/H+
antiporter AtNHX1 tidak indusibel dibandingkan dengan gen yang homolog pada
halofita, dan tingkat ekspresi yang tinggi gen AtNHX1 menggunakan promoter
kuat 35S CaMV dapat secara nyata meningkatkan toleransi Arabidopsis terhadap
salinitas (Apse et al.1999; Hamada et al. 2001).
Ion natrium sebenarnya tidak dibutuhkan dalam pertumbuhan oleh
sebagian besar tumbuhan. Bahkan tumbuhan sepertinya tidak memiliki sistem
transpor khusus untuk pengambilan Na+. Namun demikian, Na+ masih dapat
memasuki sel tanaman melalui beberapa jalur. Karena konsentrasi Na+ di tanah
biasanya lebih tinggi dibandingkan dengan yang ada di sitosol sel akar,
pergerakan Na+ kedalam sel akar dapat terjadi secara pasif. Bukti yang didapat
baru-baru ini menunjukkan bahwa sebagian besar Na+ memasuki sel akar melalui
saluran kation tidak tergantung voltase (VIC) atau yang dikenal dengan nama lain
saluran kation tidak selektif (NSCC) (Amtmann and Sanders 1999; Demidchik
and Tester 2002).
Selain itu, disebabkan oleh kemiripan antara ion Na+ and K+, transporter
K+ HKT1 kemungkinan merupakan pintu masuknya ion Na+ ke dalam sel akar
karena transporter ini mempunyai afinitas terhadap Na+ pada saat konsentrasi Na+
diluar sel tinggi (Rubio et al. 1995). Gen yang homolog pada Arabidopsis,
AtHKT1,
memperantarai
pengambilan
Na+
ketika
diekspresikan
di
Saccharomyces cerevisiae atau oosit Xenopus (Uozumi et al. 2000). Mutan
supresor hkt1 mempunyai kandungan Na+ yang lebih rendah, menunjukkan bahwa
AtHKT1 memerantarai pengambilan Na+ kedalam tanaman. Studi ini juga
menunjukkan bahwa SOS3 pada tipe liar, bekerja bersama-sama dengan SOS2,
mungkin menekan aktivitas AtHKT1 dalam memungkinkan Na+ masuk kedalam
sel akar (Gambar 4).
Tanaman mempunyai sejumlah cara untuk mengatasi cekaman ionik yang
diakibatkan oleh salinitas yang tinggi termasuk diantaranya membatasi
pengambilan, meningkatkan pengeluaran dan lokalisasi Na+ dalam vakuola dan
mengontrol transport jarak jauh ke daerah daun. Kelebihan Na+ pada permukaan
akar akan menganggu proses pengambilan K+ yang sangat penting dalam menjaga
turgor sel, potensial membran dan aktivitas sejumlah enzim (Lazof and Bernstein
1999). Karena kemiripan sifat fisiko-kimia Na+ dan K+, Na+ pada konsentrasi
tinggi mempunyai efek inhibisi yang kuat pada proses pengambilan ion kalium
oleh akar. Sebagai contoh, pengambilan K+ melalui KUP1 Arabidopsis dihambat
oleh konsentrasi 5 mM NaCl atau lebih tinggi (Kim et al. 1998; Fu and Luan
1998). Tanaman mengunakan sistem pengambilan K+ baik yang berafinitas tinggi
maupun rendah. Ion natrium mempunyai efek yang lebih merusak pada sistem
yang berafinitas rendah yang memiliki selektivitas K+/N+ yang rendah. Pada
keadaan cekaman salinitas, merupakan hal yang penting bagi tanaman untuk
mengoperasikan sistem pengambilan K+ yang berafinitas tinggi dalam rangka
menjaga ketersediaan K+ yang dibutuhkannya. Sudah merupakan fenomena yang
umum bahwa perlakuan NaCl pada tanaman menyebabkan menurunnya
kandungan K+ (Gambar 5), yang secara parsial bertanggung jawab terhadap
menurunnya pertumbuhan dan vigor tanaman dalam keadaan cekaman salinitas.
[Na+] Tinggi
Vakuola
Regulasi gen pada
taraf transkripsi dan
pasca transkripsi
Gambar 4. SOS pathway berperanan dalam homeostasis ion pada saat stres oleh
salinitas. Konsentrasi NaCl ekstraselular yang tinggi akan memicu meningkatnya
konsentrasi Ca2+ di sitosol. Sensor Ca2+ SOS3 yang menanggapi signal Ca2+ ini
akan berinteraksi dan mengaktifkan protein kinase SOS2. SOS2 yang teraktivasi
kemudian akan mengatur aktivitas transporter ion atau aktivator transkripsional
untuk menjaga kesetimbangan ion atau ekspresi gen. Target protein SOS2
termasuk Na+/H+ antiporter (SOS1), penukar Na+/H+ vakuola ( NHX), dan
Na+ transporter (HKT1). Target potensial lainnya termasuk ATPase tonoplas dan
pirofosfatase, saluran air, dan kalium transporter (Zhu 2003).
.Pengeluaran Na+ dari sel merupakan cara cepat untuk menghindari
akumulasi ion natrium di dalam sitosol. Di perkirakan bahwa pengeluaran ion
natrium mungkin lebih penting pada sel tertentu, misalnya sel epidermal akar. Hal
ini disebabkan karena sebagian besar sel lain di tanaman dikelilingi sel
tetangganya dan pengeluaran Na+ akan menimbulkan masalah bagi sel
tetangganya. Pada analisis ekspresi promoter SOS1-GUS menunjukkan bahwa
gen Na+/ H+ antiporter terekspresi dengan baik hanya pada sel epidermal yang
mengelilingi ujung akar dan di sel parenkima yang menyelubungi xylem diseluruh
tanaman (Shi et al. 2002a). Pada Arabidopsis thaliana, ekstrusi Na+ terjadi
melalui Na+/ H+ antiporter SOS1 yang terlokalisasi di membran plasma (Shi et
al. 2000a; Shi et al. 2002b). Mutasi pada SOS1 menyebabkan tanaman mutan
menjadi sangat sensitif terhadap ion natrium (Wu et al. 1996).
[Ion]
(%)
NaCl (mM)
Gambar 5. Stres oleh salinitas menghambat pengambilan ion K pada Arabidopsis.
Dengan meningkatnya NaCl di dalam medium kultur, kandungan Na+ di dalam
tanaman meningkat sedangkan kandungan K+ menurun. Kecambah Arabidopsis
(ecotype Columbia) ditumbuhkan di larutan ½MS (pH 5.3) selama 2 minggu yang
diberi perlakuan NaCl. Kecambah ditumbuhkan selama 3 hari sebelum dipanen
dan dianalisa kandungan ionnya (berdasarkan berat kering) (Xiong and Zhu 2002)
Toleransi terhadap cekaman salinitas merupakan suatu karakter yang
komplek melibatkan berbagai respon selular terhadap cekaman osmotik dan ionik,
demikian juga efek cekaman sekunder. Banyak penelitian yang mempelajari
berbagai efek cekaman salinitas dan melindungi tanaman dari reactive oxygen
species (ROS) sepertinya merupakan salah satu komponen penting dari karakter
tanaman yang toleran. Konsentrasi NaCl yang tinggi biasanya akan mengganggu
transpor elektron selular pada berbagai organel subselular dan menyebabkan
terbentuknya ROS seperti singlet oxygen, superoksida, hidrogen peroksida dan
radikal hidroksil (Noctor and Foyer 1998).
Kelebihan ROS memicu reaksi
fitotoksik seperti peroksidasi lipid, degradasi protein dan mutasi DNA. Sumber
utama ROS adalah radikal superoksida, yang dibentuk diberbagai organel
subselular seperti mitokondria, kloroplas dan sitoplasma melalui sejumlah jalur
metabolik selama kondisi cekaman oksidatif (Noctor and Foyer 1998).
Tingkat
kerusakan sel akibat proses peroksidasi ditentukan oleh potensi sistem enzim
antioksidatif (Gambar 6).
Untuk mengontrol jumlah ROS dan melindungi sel dibawah kondisi
cekaman, sel tanaman mempunyai sejumlah enzim untuk mendetoksikasi ROS
(superoksida dismutase, catalase, peroksidase dan glutathion peroksidase),
detoksikasi produk peroksidasi lipid (glutathion S-transferase, phospholipidhidroperoksida glutathion peroksidase dan askorbat peroksidase) dan antioksidan
berberat molekul rendah (antosianin, α-tokoferol, askorbat, glutathion dan
senyawa polifenol) serta seluruh enzim yang dibutuhkan untuk meregenerasi
bentuk aktif dari antioksidan (monodehidroaskorbat reduktase, dehidroaskorbat
reduktase dan glutathion reduktase, Gambar 7 (May et al. 1998; Blokhina et al.
2003)).
Di dalam sel, superoksida dismutase (SOD) merupakan pertahanan
pertama terhadap ROS yang mengkatalisis dismutasi anion superoksida menjadi
oksigen dan hidrogen peroksida (H2O2). O2- dihasilkan disetiap tempat dimana
terdapat rantai transfer elektron dan oleh karena itu aktivasi O2 dapat terjadi di
organel yang berbeda (Elstner 1991), termasuk mitokondria, kloroplas, mikrosom,
glikosisom, peroksisom, apoplas dan sitosol.
Oleh karena itu SOD dapat
ditemukan di semua lokasi subselular. Kloroplas, mitokondria dan peroksisom
merupakan tempat utama bagi pembentuk ROS (Fridovich 1986).
Berdasarkan penggunaan kofaktor logam oleh enzim, SOD dapat
dikelompokkan menjadi tiga: Fe-SOD, Mn-SOD dan Cu-Zn SOD dan ketiga
SOD ini terletak di kompartemen sel yang berbeda.
Fe-SOD terdapat di
kloroplas, Mn-SOD di mitokondria dan peroxisome, dan Cu-Zn SOD terdapat di
kloropls, sitosol dan kemungkinan di ruang ekstraselular (Alscher et al. 2002).
Untuk mendetoksikasi H2O2 yang terbentuk, tanaman mengembangkan enzim
antioksidatif seperti peroksidase dan katalase. Peroksidase tanaman menggunakan
substrat yang berbeda seperti guaikol, askorbat dan glutathion untuk
mendetoksikasi H2O2 intraselular. Berdasarkan spesifisitas substrat peroksidase
dikelompokkan menjadi guaikol peroksidase, askorbat peroksidase and glutathion
peroksidase. H2O2 yang dihasilkan di glyoxysom dan peroxisom dalam proses βoksidasi didetoksikasi menjadi H2O oleh enzim katalase, sedangkan di organel
subselular lain H2O2 dikonversi menjadi H2O oleh enzim askorbat peroksidase
dan glutathion peroksidase (Halliwell and Gutteridge 1989; Sen-Gupta et al.
1993). .
NaCl
Radikal
Superoksida
SOD
Hidrogen
peroksida
APX
GPX
H2O + O2
Gambar 6. Model bagi induksi reactive oxygen species (radikal superoksida,
hydrogen peroksida dan hidroksil) yang terjadi pada saat perlakuan dengan NaCl
dan peranan enzim antioksidatif superoksida dismutase (SOD), askorbat
peroksidase (APX) dan glutathion peroksidase (GPX) dalam mendetoksikasi
radikal bebas superoksida, hidrogen peroksida dan hidrosil (Xiong and Zhu 2002).
Gambar 7. Halliwell-Asada pathway (Siklus Askorbat-glutathione). APX,
ascorbat-peroksidase; MDHAR, monodehidroaskorbat reduktase; DHAR,
dehidroaskorbat reduktase; GR, glutathion reduktase (May et al 1998)
Chlorophyll A Oxygenase (CAO)
Klorofil merupakan inti dari proses fotosintesis dalam pemanenan energi
cahaya dan pengkonversiannya menjadi energi kimia. Tumbuhan darat, algae
hijau dan proklorofita menghasilkan klorofil a dan klorofil b (Gambar 8). Klorofil
a sendiri terdapat di pusat reaksi dari komplek fotosistem yang memiliki
komposisi dan organisasi yang sangat konservatif. Di lain pihak, klorofil a dan
klorofil b merupakan komponen antena penangkap cahaya periferal. Komplek
antena penangkap cahaya memperlihatkan perubahan yang terkontrol dalam
beradaptasi terhadap berbagai kondisi pertumbuhan, yang memungkinkan
penggunaan yang optimal dari cahaya yang tersedia.
Diketahui bahwa rasio
klorofil a dan b tinggi pada kondisi pertumbuhan dengan cahaya terang
dibandingkan pada kondisi pertumbuhan cahaya redup, dimana terjadi
pembesaran ukuran komplek antena penangkap cahaya pada kondisi cahaya redup
(Gambar 9) (Tanaka and Tanaka 2005). Oleh karena itu regulasi biosintesis
klorofil b menjadi sangat penting dalam memahami mekanisme adaptasi tanaman
terhadap berbagai intensitas cahaya.
Klorofil a
Klorofil b
Gambar 8. Struktur klorofil A dan klorofil B. Perbedaan terletak pada gugus
dalam kotak merah. Pada klorofil a berupa gugus metil sedangkan klorofil b
aldehida
A. Protein-protein pusat reaksi (Chl a)
B. Protein-protein antena utama (Chl a)
C. Protein-protein antena periferal minor
(Chl a, Chl b)
D. Protein-protein antena periferal mayor
(Chl a, Chl b)
Kondisi intensitas
cahaya rendah
Kondisi intensitas
cahaya tinggi
Mutan minus Chl b
Gambar 9. Struktur fotosistem II pada keadaan cahaya redup (atas) atau cahaya
terang (tengah) pada tanaman tingkat tinggi tipe liar dan mutan tanpa klorofil b
(bawah).
Terdapat dua hipotesis mengenai regulasi ukuran antena penangkap
cahaya: regulasi oleh ekspresi gen-gen Lhc dan regulasi oleh biosintesis klorofil
b.
Hipotesis pertama berdasarkan penemuan bahwa pola ekspresi gen-gen
tersebut berhubungan erat dengan ukuran antena (Maxwell et al. 1995; Escoubas
et al. 1995). Namun demikian, terdapat sejumlah bukti yang berlawanan dengan
hipotesis pertama dan cenderung mendukung hipotesis kedua. Pertama, pada
sejumlah mutan chl b-less, lebih banyak protein LHC yang hilang ketika jumlah
klorofil b menurun. Pada Arabidopsis thaliana mutan yang tidak bisa sama sekali
membentuk klorofil b, tidak ada protein LHC yang terbentuk (Espineda 1999),
sementara itu di barley mutan yang masih mengandung sejumlah kecil klorofil b,
satu atau lebih protein masih dapat ditemui (Bossmann et al 1997).
Proses
transkripsi, translasi dan transpor protein LHC berjalan normal, menunjukkan
bahwa stabilitas protein LHC yang mengalami gangguan (Bellemare, 1982).
Kedua, prekursor protein LHC membutuhkan klorofil b untuk kestabilan
insersi ke dalam membran (Kuttkat et al. 1997). Ketiga, telah dibuktikan bahwa
mRNA Lhc dengan jumlah kurang dari 5% dari keadaan normalnya sudah cukup
untuk menghasilkan ukuran antena yang terbesar sekalipun.
Flachman and
Kühlbrandt (1997) dan Flachman (1995) melakukan transformasi tanaman
tembakau dengan antisense gen Lhc. Di tanaman ini ekspresi gen Lhc mengalami
tekanan oleh ekspresi antisensenya. Uniknya, tingkat protein LHC tidak
mengalami
perubahan
bahkan
pada
tanaman
transgenik
mengekspresikan 5% mRNA dengan orientasi sense.
yang
hanya
Hasil ini menunjukkan
bahwa klorofil b dibutuhkan untuk kestabilan dan/atau insersi protein LHC ke
dalam membran dan transkripsi gen-gen Lhc bukanlah faktor utama yang
mengatur ukuran antena penangkap cahaya.
Transformasi Arabidopsis dengan gen CAO dibawah kontrol promotor
35S CaMV menunjukkan bahwa ukuran antena pada fotosistem II meningkat
antara
10-20% jika dibandingkan dengan tanaman tipe liarnya, hal ini
memperlihatkan bahwa biosintesis klorofil b dapat mengatur ukuran antena
penangkap cahaya pada tanaman (Tanaka et al. 2001).
Sebelum gen yang bertanggung-jawab dalam biosintesis klorofil b
ditemukan, sangat sedikit yang diketahui tentang jalur biosintesis klorofil ini.
Identifikasi gen untuk biosintesis klorofil b dilakukan dengan mutagenesis insersi
pada Chlamydomonas reinhardtii yang menghasilkan sejumlah chl b-less mutan.
Hasil analisis genom yang termutasi berhasil mengidentifikasi sebuah gen yang
diperkirakan suatu monooxygenase yang memiliki [2Fe-2S] Rieske center motif
dan mononuclear iron-binding motif (Tanaka et al. 1998). Kloning gen homolog
yang dilakukan menggunakan PCR dan pencarian dari database pada alga laut
prokariotik, Prochlorothrix dan Prochlorococcus, dan tanaman tingkat tinggi,
Arabidopsis thaliana menunjukkan bahwa gen ini konservatif dari prokariot
sampai tanaman tingkat tinggi (Tomitani et al. 1999).
Protein dari gen yang diklon dari Arabidopsis thaliana dan diproduksi di
Escherichia coli mengkatalisis dua tahapan reaksi dari chlorophyllide (Chlide) a
menjadi Chlide b (Chlorophyllide merupakan prekursor tidak teresterifikasi dari
klorofil). Berdasarkan aktivitas ini, enzim ini dinamakan CAO (Chlorophyllide a
monooxygenase) (Tanaka and Tanaka 2005). Hal yang menarik adalah bahwa
enzim ini hanya mengenali chlorophyllide a, artinya bahwa klorofil a pertama-
tama harus di de-esterifikasi kembali menjadi clorophyllide a dan kemudian
dikonversi menjadi clorophyllide b dan kemudian diesterifikasi kembali menjadi
klorofil b (Oster et al. 2000).
Penemuan yang tidak terduga lainnya adalah bahwa CAO mengkatalisis
dua tahapan reaksi. Tahapan pertama adalah oksigenasi gugus metil menjadi
gugus hidroksil menghasilkan 7-hydroxymethyl-chlorophyll. Pada tahap kedua
gugus hidroksil dioksigenasi lagi menjadi gugus formil menghasilkan klorofil b.
Kedua tahapan ini membutuhkan NADPH dan ferredoxin sebagai tenaga
pereduksi (Tanaka and Tanaka 2005).
Walaupun sudah secara jelas dibuktikan dari eksperimen menggunakan
tanaman yang mengekspresikan secara berlebihan gen CAO bahwa biosintesis
klorofil b memegang peranan penting dalam mengatur ukuran antena, namun jalur
degradatif klorofil b tetap merupakan hal yang menarik untuk diketahui. Selama
ini jalur degradatif klorofil hanya diketahui untuk klorofil a saja, karena produk
degradatif klorofil a dapat teramati.
Alasan mengapa tidak terdapat produk
degradatif klorofil b baru dapat diketahui setelah ditemukannya jalur konversi
klorofil b menjadi klorofil a (Ito et al. 1993). Sekarang telah diketahui bahwa
klorofil b pertama-tama dikonversi menjadi 7-hydroxymethyl-chl dan kemudian
direduksi menjadi klorofil a (Ito et al. 1994; Ito et al. 1996; Ito and Tanaka 1996;
Scheumann et al. 1996a; 1996b; Scheumann et al, 1998). Tahap pertama dan
kedua membutuhkan NADPH dan ferredoxin sebagai tenaga pereduksi
(Scheumann et al. 1998). Aktivitas dari tahap pertama meningkat selama proses
senescen pada daun (Scheumann et al. 1999).
Penelitian yang dilakukan
menunjukkan bahwa klorofil a yang dibentuk dari klorofil b dapat diinsersikan
kembali ke dalam protein pengikat klorofil, yang berarti bahwa jalur ini juga
berfungsi untuk menggunakan kembali klorofil b (Ohtsuka 1997). Mungkin saja
konversi klorofil b menjadi klorofil a dan aktivitas CAO dikoordinasi untuk
mengatur kesetimbangan antara klorofil a dan klorofil b.
Oleh karena itu
interkonversi klorofil a dan klorofil b disebut "chlorophyll cycle" dan diperkirakan
siklus ini memainkan peranan penting dalam mengatur ukuran antena (Gambar
10) (Tanaka et al. 1998; Oster et al. 2000).
Gambar 10. Sebuah model yang diusulkan untuk siklus klorofil. Klorofil a (atas
kanan) di dephytilasi menjadi chlorophyllide (Chlide) a (atas kiri) chlorophyllase
(E) dan kemudian dikonversi menjadi Chlide b (bawah kiri) melalui 7hydroxymethyl-chlorophyllide (tengah kiri) oleh CAO (A). Chlide b dapat di
konversi kembali menjadi Chlide a melalui 7-hydroxymethyl-chlorophyllide oleh
Chl b reductase (C) dan 7-hydroxymethyl-chlorophyllide reductase (D). Alternatif
lain, Chlide b di phytilasi menjadi klorofil b (bawah kanan) oleh chlorophyll
synthase (B) dan kemudian dikonversi menjadi klorofil a melalui 7hydroxymethyl-Chl (tengah kanan) oleh Chl b reduktase (C) and 7hydroxymethyl-chlorophyllide reduktase (D) (Tanaka and Tanaka 2005).
Salah satu tantangan kedepan dalam penelitian tentang klorofil b adalah
identifikasi protein atau gen yang terlibat dalam konversi klorofil b menjadi
klorofil a. Dengan selesainya sekuensing genom Arabidopsis thaliana
memungkinkan hal ini dapat dilakukan lebih mudah (The Arabidopsis Genome
Initiative 2000). Dengan mengklon gen yang terlibat dalam konversi klorofil b
menjadi klorofil a, memungkinkan dilakukannya pengujian hipotesis bahwa
degradasi klorofil memicu terjadinya proses senescen (Vincentini et al. 1995;
Matile et al. 1996). Jika hipotesis ini benar, memungkinkan ditundanya proses
senescen tanaman melalui supresi aktivitas konversi klorofil b menjadi klorofil a
dengan ekspresi berlebih antisense gen yang mengkode enzim pereduksi klorofil
b.
Transformasi yang diperantarai Agrobacterium:
Agrobacterium
tumefaciens
mempunyai
peranan
penting
dalam
perkembangan rekayasa genetika tanaman dan penelitian dasar dalam biologi
molekular. Hampir 80% tanaman transgenik dihasilkan melalui cara ini. Pada
awalnya, orang percaya bahwa hanya tanaman dikotil, gymnosperma dan
beberapa spesies monokotil saja yang dapat ditransformasi menggunakan bakteri
ini; namun hasil yang dicapai baru-baru ini merubah secara total pandangan ini
yang diperlihatkan oleh beberapa spesies “rekalsitran” yang tidak termasuk inang
alami seperti monokotil dan fungi ternyata dapat ditransformasi (Chan et al.
1993;Bundock et al. 1995). Sebagai tambahan, sel yang tertransformasi biasanya
membawa jumlah kopi T-DNA terintregrasi dalam jumlah rendah didalam
genomnya dengan sedikit atau tanpa penantaan kembali, dan DNA berukuran
sangat besar dapat ditransformasikan ke dalam tanaman.
Dasar molekular transformasi genetik sel tanaman oleh Agrobacterium
tumefaciens adalah transfer dari bakteri dan integrasi ke dalam genom tanaman
suatu bagian dari plasmid Ti (tumor-inducing) atau Ri (rhizogenic-inducing)
(Gambar 11). Transfer T-DNA diperantarai oleh produk yang disandikan oleh
suatu daerah vir yang berukuran 30-40 kb pada plasmid Ti. Daerah ini terdiri
sedikitnya 6 operon esensial (vir A, vir B, vir C, vir D, vir E, vir G) dan dua non
esensial (vir F, vir H). Operon yang konstitutif hanya operon vir A dan vir G,
yang menyandikan sistem dua komponen (VirA-VirG) yang akan mengaktifkan
transkripsi gen-gen vir lainnya.
Vir A merupakan suatu protein sensor dimer
transmembran yang dapat menditeksi molekul signal, terutama senyawa fenolik
kecil yang dilepaskan oleh tanaman yang terluka (Pan et al. 1993). Signal lain
bagi aktivasi Vir A diantaranya pH asam, senyawa fenolik seperti acetosyringon
(Winans et al. 1992) dan monosakarida jenis tertentu yang bekerja secara sinergis
dengan senyawa fenolik (Ankenbauer et al. 1990; Cangelosi et al. 1990; Shimoda
et al. 1990a; Doty et al. 1996).
Protein VirA secara struktural dapat dibagi menjadi tiga domain: domain
periplasma (input) dan dua domain transmembran (TM1 dan TM2). Domain TM1
dan TM2 bertindak sebagai suatu transmiter (signaling) dan penerima (sensor)
(Parkinson 1993). Domain periplasma sangat penting untuk deteksi monosakarida
(Chang and Winans 1992). TM2 merupakan suatu domain kinase dan mempunyai
peranan yang penting dalam aktivasi VirA yaitu memfosforilasi dirinya sendiri
pada residu His-474 (Huang et al. 1990; Jin et al. 1990a; 1990b) sebagai respon
atas molekul signal dari tanaman yang terluka. Deteksi monosakarida oleh VirA
merupakan sistem amplifikasi penting dan respon terhadap jumlah senyawa
fenolik yang rendah. Induksi sistem ini hanya mungkin melalui protein pengikat
gula (glukosa/galaktosa) periplasma ChvE (Ankenbauer and Nester 1990;
Cangelosi et al. 1990), yang berinteraksi dengan VirA (Shimoda et al. 1990b;
Chang and Winans 1992; Turk et al. 1993). VirA yang teraktivasi mempunyai
kemampuan untuk mentransfer gugus fosfatnya ke residu aspartat dari suatu
protein pengikat DNA sitoplasma VirG (Jin et al. 1990a; 1990b; Pan et al., 1993).
VirG berfungsi sebagai faktor transkripsional yang mengatur ekspresi gen-gen vir
lainnya ketika terfosforilasi oleh VirA (Jin et al. 1990a; 1990b). Daerah Cterminal bertanggung-jawab untuk aktivitas pengikatan DNA sedangkan daerah
N-terminal adalah domain fosforilasi dan mempunyai kemiripan dengan domain
penerima signal VirA (sensor).
Aktivasi sistem vir juga tergantung pada faktor
luar seperti suhu dan pH. Pada suhu yang melebihi 32°C, gen-gen vir tidak akan
terekspresi karena perubahan konformasi dalam proses pelipatan protein VirA
yang menyebabkan protein ini tidak aktif (Jin et al. 1993).
VirD1 dan VirD2 bertanggung-jawab untuk pembentukan T-strand, TDNA utas tunggal, dengan mengenali dan memotong secara spesifik utas bagian
bawah T-DNA pada kedua pembatas, yang mana batas kanan merupakan titik
awal dan sangat penting dalam proses ini. Setelah pemotongan, VirD2 tetap
terikat secara kovalen pada ujung 5’ utas T, membentuk suatu komplek dengan
karakter polar dimana ujung 5’ akan bertindak sebagai bagian kepala dalam
proses transfer. Komplek VirD2/utas T dan protein pengikat DNA utas tunggal
lain yang disebut VirE2 dipercaya ditransferkan secara terpisah ke dalam sel
tanaman melalui suatu struktur yang mirip pilus yang terdiri atas suatu komplek
protein VirB (Fullner 1996) and VirE2 selama didalam sel bakteri tidak dapat
menempel ke utas T karena adanya protein chaperonin yang disebut VirE1 (Deng
et al. 1999; Sundberg and Ream 1999). Sekali memasuki sel tanaman, molekul
VirE2 akan bersama-sama menempel ke utas T, membentuk komplek T
(Sundberg et al. 1996), yang kemudian ditargetkan ke dalam nukleus oleh
nuclear target signals (NLS) yang terdapat pada VirD2 dan VirE2, dimana TDNA diintegrasikan secara acak ke dalam genom tanaman dengan kopi tunggal
atau ganda.
Mekanisme yang terlibat dalam integrasi T-DNA belum
terkarakterisasi, namun diperkirakan melibatkan proses rekombinasi yang tidak
sah (Gheysen et al. 1991; Lehman et al. 1994; Puchta 1998).
BAHAN DAN METODE
Galur-galur bakteri dan plasmid
Bakteri dan plasmid yang digunakan pada penelitian ini tercantum pada
Tabel1.
Tabel 1. Galur-galur Bakteri dan Plasmid yang Digunakan
Galur dan Plasmid
Galur
Karakteristik
Referensi
SupE44 ∆lacU169 (Ǿ80 lacZ∆M15) hsdR17
recA1 endA1 gyrA96 thi-1 relA1
Sambrook et al. (1989)
pTiBo542, C58,
Hood et al. (1993)
Apr, promotor
Hellens et al. (2000)
pGII0029
Kmr, T-DNA yang membawa gen nptII, lacZ
Hellens et al. (2000)
pSoup
Tetr, pSa Rep
Hellens et al. (2000)
pOK12
KmR, lacZ-
Vieira dan Messing (1991)
pBBR1MCS2
KmR, lacZ
Kovach et al (1994)
E. coli DH5α
A. tumefaciens EHA105
Plasmid
p35S-2
pAS900
R
Km , lacZ
Suwanto (unpublished)
pUI1014
pUC18 yang
berukuran 2 kb
pOK-hemA
pOK12 yang disisipi fragmen hemA yang diklon
pada situs HindIII dan EcoRI
Penelitian ini
pBBR1MCS2-AShemA
Fragmen hemA dari pOK-hemA disubklon pada
situs EcoRV dan EcoRI
Penelitian ini
p35S-hemA
Plasmid p35S-2 yang disisipi fragmen hemA
pada situs HindIII dan EcoRI
Penelitian ini
p35S-AshemA
pGII0029-hemA
pGII0029-AshemA
pAS900-CAO1
membawa
fragmen
hemA
Fragmen hemA dari pBBR1MCS2-AshemA
yang diangkat dengan EcoRV dan SpeI
disubklon ke p35S-2 pada situs XbaI dan SmaI
pGII0029 yang disisipi hemA dibawah promotor
35 dari p35S-hemA pada situs EcoRV
pGII0029 yang disisipi hemA pada posisi
antisense dibawah promotor 35S dari p35SAshemA pada situs EcoRV
pAS900 yang disisipi CAO pada situ SpeI dan
SacI
Neidle and Kaplan (1993)
Penelitian ini
Penelitian ini
Penelitian ini
Penelitian ini
Pembuatan E. coli kompeten
E. coli strain DH5α ditumbuhkan dalam botol kultur berisi 25 ml medium
LB selama 16 jam dengan pengocokan 150 rpm pada suhu 37°C. Keesokkan
harinya sebanyak 250 µl inokulum diinokulasikan ke dalam 25 ml medium LB
segar dan diinkubasi pada suhu 37°C dengan pengocokan 150 rpm selama 3 jam
atau sampai mencapai OD600 nm = 0.4. Kultur selanjutnya diinkubasikan diatas
es selama 30 menit dan sebanyak 3 ml dipanen dalam tabung eppendorf dengan
sentrifugasi pada kecepatan 5000 rpm selama 2 menit. Sel kemudian dicuci
dengan 1 ml larutan NaCl (0.1M NaCl, 5 mM Tris-Cl, 5 mM MgCl2, pH 7). Sel
yang telah dicuci ini kemudian diresuspensi dalam 1 ml larutan CaCl2 (0.1M
CaCl2, 5 mM Tris-Cl, 5 mM MgCl2, pH 7) selanjutnya diinkubasi selama 20
menit diatas es.
Selasai inkubasi, sel diendapkan dengan sentrifugasi pada
kecepatan 5000 rpm 2 menit dan diresuspensikan kembali dalam 200 µl larutan
CaCl2 dan diinkubasi kembali selama 1 jam.
Transformasi E. coli
Sel kompeten yang telah dibuat dengan cara di atas kemudian
ditambahkan dengan 10µl hasil ligasi dan diinkubasi selama 45 menit diatas es.
Selanjutnya dilakukan kejutan pada suhu 42ºC selama 1 menit dan diinkubasikan
kembali diatas es selama 2 menit. Untuk recovery ditambahkan sebanyak 250 µl
LB dan diinkubasi selama 1 jam dengan digoyang pada kecepatan 170 rpm.
Setelah itu sel hasil transformasi disebar di atas media dengan antibiotik yang
sesuai dan diinkubasi selama semalam.
tumbuh digores di atas media baru.
Keesokan harinya transforman yang
Purifikasi DNA dari gel agarose
Fragmen DNA yang didapat dari hasil digesti dipisahkan dengan
elektroforesis gel agarose dan fragmen yang diinginkan dipotong keluar dari gel
menggunakan pisau scalpel bersih. DNA kemudian dipurifikasi menggunakan
QiaQuick spin columns (Qiagen, Studio City, CA) mengikuti protocol yang
disarankan oleh pembuatnya. Volume bufer elusi yang digunakan adalah 30µl
dan sebanyak 1 µl hasil elusi diukur konsentrasinya dengan spektrofotometer.
Isolasi DNA plasmid
Koloni bakteri yang didapat dari hasil transformasi ditumbuhkan di
medium LB dengan antibiotik yang sesuai selama semalam pada suhu 37°C.
Sebanyak 3 ml kultur dipelet dalam tabung eppendorf dengan sentrifugasi pada
kecepatan 13.000 rpm selama 2 menit. Supernatan kemudian dibuang dan
diresuspensikan dalam 200 µl bufer P1 (50 mM Tris-Cl pH 8, 10 mM EDTA pH
8, 10 mg/ml RNAse). Selanjutnya ditambahkan 200µl bufer P2 (0.2 N NaOH, 1%
SDS) dan dibolak-balik beberapa kali sampai lisis sempurna.
Kemudian
ditambahkan 200 µl bufer P3 (3 M Kalium asetat bufer pH 5) dan divortex selama
10 detik. Selanjutnya sentrifugasi pada kecepatan 10.000 rpm selama 10 menit.
Supernatan kemudian pindahkan pada tabung baru dan diekstrak dengan 350µl
fenol:kloroform:isoamilalkohol (25:24:1) dan divortex selama 20 detik dan
disentrifugasi pada kecepatan 10.000 rpm selama 10 menit.
Fase air yang
terbentuk dipindahkan ke tabung baru dan dipresipitasi dengan 0.7 volume
isopropanol dingin dan diinkubasi di -20°C selama 10 menit.
Setelah itu
disentrifugasi pada kecepatan 10.000 rpm selama 1 menit. Pelet yang terbentuk
kemudian dicuci dengan 1 ml 80% etanol dan dikeringkan dengan vakum. DNA
kemudian dilarutkan dengan 50 µl dH2O. Sebanyak 5µl DNA digunakan untuk
analisis restriksi.
Konstruksi vektor ekspresi ALAS
Gen hemA diamplifikasi dari plasmid pUI1014 (Neidle and Kaplan 1993)
menggunakan primer IrawanHF (5’-CCCAAGCTTATGGACTACAATCTG-3’)
IrawanER (5’-ACCGGAATTCTCAGGCAACGACCTC) yang telah diberi
tambahan situs restriksi HindIII dan EcoRI menggunakan enzim DyNAzymeTM
EXT DNA Polymerase (FinnZymes, Singapore), kemudian diklon ke dalam
plasmid pOK12 (Vieira and Messing 1991) untuk menghasilkan plasmid
rekombinan pOK-hemA (Gambar 12).
Fragmen hemA ini lalu disisipkan
dibawah promoter 35S pada plasmid p35S-2 (Hellens et al. 2000) yang telah
didigesti dengan enzim HindIII dan EcoRI (Gambar 13). Gen hemA yang telah
diletakkan dibawah promoter 35S dengan orientasi sense ini kemudian diklon ke
dalam plasmid pGII0029 (Hellens et al. 2000) pada situs EcoRV menghasilkan
plasmid rekombinan pGII0029-hemA (Gambar 14). Untuk mengkonstruksi gen
hemA dengan orientasi antisense, gen hemA yang telah diklon ke plasmid pOK12
(Vieira and Messing 1991) diangkat lagi menggunakan enzim EcoRI dan EcoRV
untuk disubklon ke plasmid pBBR1MCS2 (Kovach et al 1994) menghasilkan
plasmid rekombinan pBBR1MCS2-AShemA (Gambar 15). Kemudian fragmen
hemA diangkat kembali dengan enzim EcoRV dan SpeI untuk selanjutnya
disubklon ke plasmid p35S-2 yang telah didigesti dengan enzim XbaI dan SmaI
menghasilkan plasmid rekombinan p35S-AShemA (Gambar 16). Selanjutnya
diklon ke plasmid pGII0029 (Hellens et al. 2000) yang telah didigesti dengan
enzim yang sama (Gambar 17).
lacZ
Ap
pUI1014
3910 bp
EcoRI
hemA
HindIII
lacZ
Ori rep
pOK12
Ori
2135 bp
PCR
HindIII
EcoRI
hemA
Km
1.2 kb
Digesti dengan
HindIII + EcoRI
EcoRI
Ori rep
lacZ
pOK-hemA
3335 bp
hemA
Km
lacZ
HindIII
Gambar 12. Kloning hemA ke plasmid pOK12 menghasilkan rekombinan
plasmid pOK-hemA
EcoRI
lacZ
Ori rep
pOK-hemA
3335 bp
BamHI
hemA
SmaI
SacI
XbaI
HindIII
Km
EcoRI
EcoRV
EcoRV
35S promoter
lacZ
HindIII
p35S-2
CaMV polyA
Digesti dengan
HindIII + EcoRI
EcoRV
EcoRV
hemA
p35S-2hemA
35S promoter
CaMV polyA
Gambar 13. Konstruksi gen hemA dibawah promoter 35S dengan orientasi sense
BspHI
BglII
HpaI
pSa Ori
PvuI
LB
nptI
pGII0029
4.7 kb
BspHI
nos-kan
ColEI ori
RB
BglII
StuI
EcoRV
hemA
35S promoter
lacZ
p35S- 2hemA
EcoRV
CaMV polyA
Digesti dengan
EcoRV
EcoRV
BglII
HpaI
BspHI
PvuI
pSa Ori
nptI
BspHI
LB
nos-kan
ColEI ori
pGII0029-hemA
6.6 kb
BglII
StuI
RB
EcoRV
polyA
35S
EcoRV
hemA
Gambar 14. Konstruksi binary vektor yang membawa gen hemA dibawah
promoter 35S dengan orientasi sense
EcoRI
lacZ
Ori rep
Mob
Km
KpnI
XhoI
pOK-hemA
3335 bp
pBBR1MCS-2
5144 bp
SalI
HindIII
hemA
Km
EcoRV
EcoRI
SmaI
BamHI
SpeI
XbaI
SacI
lacZ
Digesti dengan
EcoRI + EcoRV
HindIII
EcoRV
MCS
Rep
Digesti dengan
EcoRI + EcoRV
Mob
Km
BamHI
SmaI
S acI
XbaI
HindIII
EcoRI
EcoRV
E coRV
35S promoter
p35S-2
CaMV polyA
KpnI
XhoI
SalI
HindIII
EcoRV
pBBR1MCS-2AShemA
6.4 kb
Rep
hemA
EcoRI
SmaI
BamHI
SpeI
XbaI
SacI
Digesti dengan
XbaI + SmaI
EcoRV
35S promoter
Digesti dengan
EcoRV + SpeI
hemA
p35S-2AShemA
EcoRV
CaMV polyA
Gambar 15. Konstruksi gen hemA dibawah promoter 35S dengan orientasi
antisense
BspHI
BglII
HpaI
pSa Ori
PvuI
LB
nptI
pGII0029
4.7 kb
BspHI
nos-kan
hemA
EcoRV
ColEI ori
RB
BglII
StuI
35S promoter
lacZ
EcoRV
p35S-2AShemA
EcoRV
CaMV polyA
Digesti dengan
EcoRV
BglII
HpaI
BspHI
PvuI
pSa Ori
nptI
BspHI
LB
nos-kan
ColEI ori
pGII0029-AShemA
6.6 kb
BglII
StuI
RB
EcoRV
polyA
35S
EcoRV
hemA
Gambar 16. Konstruksi binary vektor yang membawa gen hemA dibawah
promoter 35S dengan orientasi antisense
Gambar 17. Peta plasmid pSOUP
Transformasi plasmid rekombinan ke Agrobacterium tumefaciens EHA 105
Transformasi plasmid dilakukan menggunakan metode freeze-thaw (An et
al. 1988) ke dalam Agrobacterium tumefaciens EHA 105 (Hood et al. 1993).
Plasmid rekombinan ditransformasi secara bersamaan dengan plasmid pSOUP
(Gambar 17) (Hellens et al. 2000).
Agrobacterium thumefaciens EHA105
(pGII0029-hemA/AShemA) ditumbuhkan selama semalam pada suhu 28°C dalam
25 ml medium TYNG (10g/l Tripton, 5g/l ekstrak khamir, 5g/l NaCl, 1g/l
glukosa, 0.2 g/l MgSO4, pH 7.5).
Keesokkan harinya dilakukan subkultur
sebanyak 1% ke medium yang baru dan diinkubasikan pada kondisi yang sama
selama semalam.
Selanjutnya kultur didiamkan diatas es selama 10 menit
kemudian di panen dengan disentrifugasi pada kecepatan 5000 rpm 4°C selama
10 menit. Setelah supernatant dibuang, sel dicuci dengan 1 ml 20mM CaCl
dingin dan disentrifugasi kembali dengan kondisi yang sama. Sel kembali
diresuspensi dalam 1 ml 20 mM CaCl2 dingin.
Kedalam 150 µl sel
Agrobacterium ditambahkan sebanyak 1µg plasmid dan dicampur rata kemudian
dibekukan dengan nitrogen cair selama 5 menit. Setelah itu dicairkan kembali
dengan meletakkannya diatas meja pada suhu ruang dan ditambahkan 1 ml LB
(10g/l Tripton, 5g/l ekstrak khamir, 5g/l NaCl) untuk kemudian diinkubasi selama
semalam pada suhu 28°C dengan kecepatan 200 rpm. Setelah kurang lebih 16
jam, kultur kemudian disebar diatas medium TYNG yang diberi antibiotic
kanamisin 50µg/ml dan tetrasiklin 2µg/ml diinkubasikan kembali sampai ada
koloni yang tumbuh (sekitar 3-4 hari)
Transformasi rekombinan binary vector ke Arabidopsis thaliana
Transformasi dilakukan dengan mencelupkan bunga tanaman Arabidopsis
thaliana ecotype Columbia ke dalam suspensi Agrobacterium tumefaciens
EHA105 (pGII0029-hemA) (Floral dip transformation) (Clough and Bent 1998)
sedangkan seleksi transforman dilakukan secara in solium (Xiang et al. 1999).
Arabidopsis thaliana ditumbuhkan sampai fase pembungaan di dalam
walk-in incubator dengan suhu 22°C dan penyinaran ~ 80 µE.m-2.s-1 selama 24
jam. Tanaman ditanam pada tabung PVC yang berdiameter 4.5 cm dengan tanah
(Trubus) yang dipasteurisasi. Untuk mencegah terjatuhnya tanah pada saat infeksi
bakteri, tabung ditutupi dengan kain kassa yang diikat dengan karet gelang
(Gambar 18a).
Tanaman ditumbuhkan selama 32-34 hari atau sampai tangkai bunga
mencapai panjang 2-9 cm dengan beberapa bunga yang telah mekar (Gambar
18b). Agrobacterium tumefaciens strain EHA105 (pGII029hemA) ditumbuhkan
selama semalam (~ 18 jam) pada medium cair YEP (10 g/l yeast extract, 10 g/l
peptone, 5 g/l NaCl) yang diberi antibiotik kanamisin (50 mg/l) dan diinkubasi
pada suhu 28°C dengan kecepatan 180 rpm.
Sel bakteri kemudian dipanen
dengan sentrifugasi pada kecepatan 6000 g pada suhu 4°C selama 10 menit dan
diresuspensikan pada medium infeksi (5% sukrosa + 0.05% Agristick® (Bayer
CropScience, Jakarta) sehingga mencapai OD600 sekitar 0.80 (Clough and Bent
1998).
A
B
Gambar 18. Tanaman Arabidopsis thaliana yang ditumbuhkan pada tabung PVC
(A) dan siap diinfeksi (B)
Tanaman dicelupkan kedalam suspensi bakteri selama 3-5 detik dengan digoyang
secara perlahan (Gambar 19a) dan selanjutnya diberi selubung dengan ujung yang
ditutup untuk menjaga kelembaban dan mencegah perkawinan silang (Gambar
19b). Tanaman yang telah diinfeksi diinkubasi di ruang gelap selama semalam
sebelum dikembalikan ke kondisi lingkungan yang telah disiapkan.
Plastik
penutup pada ujung selubung dibuka setelah 24 jam pasca infeksi. Tanaman
ditumbuhkan sampai menghasilkan biji untuk selanjutnya dilakukan seleksi untuk
mendapatkan kandidat tanaman yang tertransformasi.
A
B
Gambar 19. Tahapan infeksi dengan suspensi Agrobacterium (A) dan pasca
infeksi (B)
Seleksi kandidat tanaman transgenik dilakukan secara In-solium mengikuti
metode yang dikembangkan oleh Xiang et al. (1999). Biji yang telah dikeringkan
dikecambahkan secara langsung ditanah (1,000-3,000 biji pada wadah plastik
berdiameter 18). Setelah melewati tahap stratifikasi selama 3 hari pada suhu 4°C,
wadah dipindahkan ke walk-in incubator dengan penyinaran ~ 80 µE.m-2.s-1
selama 24 jam dan suhu 22°C.
Setelah kecambah tumbuh dan dua daun
pertamanya telah muncul, dilakukan penyemprotan dengan kanamisin yang telah
dicampur dengan 0.1% Agristick® (Bayer CropScience, Jakarta).
Penyemprotan kanamisin dilakukan setiap hari dengan jumlah yang cukup
untuk membasahi seluruh permukaan daun. Tanaman disemprot dengan 100 mg/l
kanamisin selama 2 hari, dilanjutkan dengan 200 mg/l kanamisin selama 2 hari,
dan akhirnya dengan 500 mg/l kanamisin (Xiang et al. 1999). Selama tahap
seleksi kecambah ditutupi dengan plastic untuk mencegah efek terbakarnya daun
dan dehidrasi yang berlebihan akibat kombinasi perlakuan dengan antibiotik dan
surfaktan.
Analisis kandidat tanaman transgenik dengan PCR
Kandidat tanaman transgenik diisolasi total DNA genomnya menggunakan
metode dari Lassner et al. (1989): Sebanyak 0.2 g bahan tanaman segar digerus
dengan menggunakan nitrogen cair dan dimasukkan ke tabung 1.5 ml. Sebanyak
0.5 ml bufer isolasi (2% (w/v) CTAB, 1.4 M NaCl, 20 mM EDTA, 100 mM TrisHCl, pH 8.0, 0.2% ß-merkaptoetanol) ditambahkan kedalam tabung dan dicampur
dengan cara dibolak-balik sampai homogen. Selanjutnya dilakukan inkubasi pada
suhu 65˚C selama satu jam dengan setiap 10 menit dibolak-balik agar homogen.
Sebanyak satu kali volume kloroform-isoamil alkohol (24:1 v/v) ditambahkan
sample dengan dibolak-balik sampai homogen selama 10 menit. Selanjutnya
dilakukan sentrifugasi pada kecepatan 8000 rpm selama 15 menit. Fase cair yang
terbentuk kemudian dipindahkan ke tabung baru dan ditambahkan 1 µl RNase A
(10 mg/ml dalam 10 mM Tris-HCl, 15 mM NaCl, pH 7.5) dan diinkubasi pada
suhu 37ºC selama 1 jam. Presipitasi DNA dilakukan dengan penambahan 1/30
volume 3 M sodium asetat (pH 5.2) dan 0.6 volume isopropanol dingin dan
dicampur dengan membolak-balikkan tabung beberapa kali. Pelet DNA didapat
setelah dilakukan sentrifugasi pada kecepatan 6.500 rpm selama 10 menit.
Setelah supernatan dibuang, pelet dicuci dengan penambahan 0.5 ml 80% ethanol
dan disentrifus kembali dengan kecepatan 8.000 rpm selama 3 menit di suhu
ruang. Pelet selanjutnya dikering-udarakan dan dilarutkan dibufer TE. DNA
kandidat tanaman transgenik kemudian di PCR menggunakan GeneAmp PCR
System 2400 (Perkin Elmer) untuk mengetahui keberadaan gen hemA dan
kanamisin menggunakan primer NewhemAF (CTACAATCTGGCACTCGATA
C) dan NewhemAR (GTCCGAGATCATCTTGCAGT) dan kanF (GTT CTTTTT
GTCAAGACCGACCT) dan kanR (GCTCAGAAGAACTCGTCAAGAAG)
dengan kondisi PCR (sama untuk keduanya) : 94°C, 30”; 50°C, 1’; 72°C, 1’
sebanyak 25 siklus. .
Analisis transkrip dengan Reverse Transcriptase (RT)-PCR
Analisa transkrip dilakukan dengan mengisolasi total RNA dan pembuatan
cDNA menggunakan Trizol® Reagent (Invitrogen, California) dan ProtoScriptTM
First strand cDNA Synthesis Kit (New England Biolab, Singapore).
Sebanyak 100 mg sample daun dihancurkan 1 ml TRIzol Reagent
menggunakan batang pengerus sampai homogen. Material tanaman yang tidak
larut dipisahkan dengan sentrifugasi 12.000x g selama 10 menit pada suhu 4°C.
Homogenat kemudian dipindahkan ke tabung yang baru dan diinkubasi selama 4
menit pada suhu ruang dan selanjutnya ditambahkan 0.2 ml kloroform. Tabung
dikocok dengan tangan selama 15 menit dan diinkubasi kembali selama 2-3 menit
pada suhu ruang. Setelah itu dilakukan sentrifugasi pada kecepatan 12.000 x g
selama 15 menit pada suhu 4°C. Fase cair yang dihasilkan kemudian dipindahkan
ke tabung yang baru dan RNA dipresipitasi dengan penambahan 0.5 ml
isopropanol.
Inkubasi pada suhu ruang selama 10 menit dan disentrifugasi
kembali pada kecepatan 12.000 x g selama 10 menit pada suhu 4°C. Pelet RNA
kemudian dicuci dengan penambahan 1 ml
etanol 75% dan divortex dan
kemudian disentrifus kembali pada kecepatan 7.500 x g selama 5 menit pada suhu
4°C. Pelet RNA kemudian dikering udarakan dan selanjutnnya dilarutkan dengan
RNase-free water.
Sebanyak 5µl ekstrak RNA ditambahkan dengan 2 µl primer d(T)23 VN
(50 µM) dan 4 µl dNTP (10 mM) serta air bebas nuklease sampai mencapai
volume 16 µl.
Kemudian dipanaskan pada suhu 70°C selama 5 menit dan
disentrifugasi secara cepat dan diletakkan diatas es. Selanjutnya ditambahkan 2
µl 10X bufer RT, 1 µl inhibitor RNase dan 1 µl M-MuLV Reverse
Transcriptase(New England Biolab, Singapore) untuk kemudian diinkubasi pada
suhu 42°C selama satu jam. Inaktivasi enzim dilakukan dengan pemanasan pada
suhu 95°C selama 5 menit. Untuk menghilangkan RNA ditambahkan 1µl RNase
H (2 unit) dan diinkubasi pada 37°C selama 20 menit dan diinaktivasi kembali
dengan pemanasan pada 95°C selama 5 menit. Hasilnya kemudian diencerkan
menjadi 50µl dengan dH2O untuk selanjutnya sebanyak 5 µl digunakan untuk
reaksi PCR.
Pengukuran kandungan klorofil
Kandungan klorofil diukur menggunakan metode Arnon (1959). Potongan
daun segar digerus dalam nitrogen cair kemudian ditambahkan aseton 80% dan
diaduk sampai homogen. Ekstrak klorofil disaring dengan kertas saring Whatman
no 42 dan dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml. Sisa jaringan diekstrak sekali
lagi dengan aseton 80% dan hasilnya dicampur dengan ekstrak yang pertama
kemudian ditambahkan aseton sampai mencapai volume 100 ml. Sebanyak 5 ml
larutan dimasukkan ke dalam labu ukur 50 ml dan diencerkan dengan aseton 80%
sampai mencapai volume 50 ml. Ekstrak klorofil selanjutnya diukur pada panjang
gelombang 663, 645 dan 652 nm. Jumlah tanaman yang digunakan untuk analisis
klorofil adalah 3 untuk tanaman kontrol dan 8 untuk tanaman trangenik.
Esei aktivitas ALA sintase dan total kandungan ALA
Sebanyak satu gram potongan daun digerus dalam nitrogen cair kemudian
ditambahkan 1 ml bufer (50 mM Tris-Cl pH 7.6, 5 mM EDTA pH 8, 0.2% ßmercaptoethanol). Sebanyak 100 µl ekstrak dicampurkan dengan 100µl bufer
esei yang mengandung : Tris-Cl pH 7.6 (100 mM); Glisin (200 mM), Piridoksal
fosfat (0.2 mM); Suksinil-CoA (0.32 mM); DTT (2 mM) dan Asam levulinat (20
mM). Campuran esei ini kemudian diinkubasi selama 4 jam pada suhu 37°C.
Setelah diinkubasi dilakukan pengukuran kandungan ALA menggunakan reagen
Ehrlich (Urata dan Granick 1963) sebagai berikut: sebanyak 100 µl 10% TCA
ditambahkan kedalam campuran esei kemudian disentrifugasi pada kecepatan
13.000 rpm selama 5 menit. Sebanyak 300 µl supernatant ditambahkan dengan
400µl 1 M Sodium asetat pH 4.6 dan 35 µl asetilaseton dan selanjutnya
dididihkan selama 20 menit. Setelah didinginkan sampai suhu ruang, sebanyak
700 µl reagen Ehrlich ditambahkan dan didiamkan selama 20 menit sebelum
diukur absorbansinya pada panjang gelombang 556.
Pengukuran berat basah dan berat kering
Arabidopsis thaliana ditumbuhkan sampai berumur 6 minggu kemudian
ditimbang berat basahnya. Berat kering ditimbang setelah dikeringkan dalam
oven selama 2 hari pada suhu 60°C
Pengujian ketahanan terhadap salinitas
Tanaman Arabidopsis yang berumur 3 minggu didalam pot yang berisi
tanah disiram dengan larutan yang mengandung 0, 200 mM dan 400 mM NaCl
setiap hari selama 2 minggu. Setelah 2 minggu dilakukan dokumentasi terhadap
efek perlakuan NaCl.
Kloning gen Chlorophyll A Oxygenase dari Arabidopsis thaliana
Kloning gen Chlorophyll A Oxygenase dari Arabidopsis thaliana
dilakukan dengan menggunakan teknik PCR berdasarkan sekuen yang ada di
GeneBank dengan accession number NM-103548.
Total RNA diekstrak menggunakan Trizol® Reagent (Invitrogen,
California) dan cDNA disintensis menggunakan ProtoScriptTM First strand cDNA
Synthesis Kit (New England Biolab, Singapore). Setelah itu dilakukan amplifikasi
menggunakan primer CAOF (5’-TTTCCGGACTAGTCATGAACGC-3’) dan
CAOR (5’-AGATTTCTTTGAGCTCAGTTAGCC-3’) yang membawa situs
restriksi bagi enzim SpeI dan SacI menggunakan enzim DeepVentR Polymerase
(New England Biolab, Singapore) dengan kondisi PCR : 94°C, 30”; 50°C, 1’;
72°C, 1’ . Hasil amplifikasi kemudian elektroforesis dan pita DNA berukuran
sekitar 1.6 kb dipotong dan dipurifikasi menggunakan QiaQuick spin columns
(Qiagen, Studio City, CA).
Fragmen yang diduga gen CAO ini kemudian
didigesti dengan enzim SpeI + SacI dan sisipkan ke plasmid pAS900 pada situs
restriksi yang sama. Fragmen yang telah menyisip diplasmid pAS900 (Suwanto,
unpublished) ini kemudian ditentukan urutan nukleotidanya menggunakan
automatic DNA Sequencer ABI3100 untuk menentukan apakah memang benar
gen ini adalah gen Chlorophyll A Oxygenase dan tidak mengalami mutasi selama
proses PCR.
Tempat dan waktu penelitian
Penelitian ini dilakukan di laboratorium Biologi Molekuler SEAMEOBIOTROP, Bogor, Scottish Agricultural College, Scotland dan Research Center
for Microbial Diversity IPB, Bogor dari bulan Januari 2002 sampai Desember
2004.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Konstruksi vektor ekspresi ALAS
Pada penelitian ini telah dilakukan konstruksi rekombinan binary vector
yang membawa gen hemA dibawah promoter 35S baik dengan orientasi sense
maupun antisense.
Seri plasmid pGreen (Hellens et al. 2000) dipakai dalam
penelitian ini karena ukurannya yang kecil sehingga memudahkan dalam proses
kloning, fleksibilitas dalam pemilihan penanda seleksi dan banyaknya situs
restriksi untuk kloning (MCS) serta jumlah kopi yang banyak. Plasmid binary
vektor yang berukuran kecil sangat berguna jika DNA yang ingin kita masukkan
ke dalam sel tanaman berukuran besar.
Selama ini binary vector yang ada
berukuran lebih dari 10 kb. Seri plasmid pGreen hanya bisa bereplikasi di dalam
sel Agrobacterium jika berada bersama plasmid pSOUP yang membawa gen pSa
replicase yang berkerja in trans terhadap pSa ori yang terdapat pada pGreen.
Analisis restriksi atas plasmid rekombinan yang dihasilkan dalam proses
konstruksi vektor ekspresi asam δ-aminolevulinat sintase (ALAS) dapat dilihat
pada Gambar 20 dan 21. Peta plasmid baik yang membawa gen hemA dengan
orientasi sense maupun antisense terhadap promoter 35S dapat dilihat pada
Gambar 22.
Karena plasmid pGreen tidak dapat dimobilisasi dengan cara
konjugasi, introduksinya ke dalam Agrobacterium dilakukan dengan metode
freeze-thaw (An et al. 1988) bersama-sama dengan plasmid pSOUP.
Bila
diinginkan untuk membuat tanaman transgenik yang marker-free, kedua plasmid
ini bisa dipakai untuk membawa T-DNA yang terpisah antara gen yang
diinginkan dengan marker antibiotik untuk seleksi transforman.
M
1
2
3
4
5
6
7
8
9 10
3.0 kb
1.5 kb
1.0 kb
Gambar 20. Hasil analisis restriksi plasmid rekombinan pOK12-hemA, p35S2hemA dan pGII0029-hemA. M: molekular marker, 1: fragmen hemA berukuran
± 1.2 kb, 2: pOK12, 3: pOK12-hemA didigesti dengan HindIII + EcoRI, 4:
pOK12-hemA didigesti dengan HindIII + EcoRI+BamHI, 5:p35S-2, 6: p35ShemA yang didigesti dengan HindIII+EcoRI, 7: p35S-hemA yang didigesti
dengan HindIII+EcoRI+BamHI, 8:p35S-hemA yang didigesti dengan EcoRV,
9:pGII0029, 10:pGII0029-hemA yang didigesti dengan EcoRV
M
1
2
3
M
5
6
6.0
3.0
2.0
1.5
1.0
0.5
A
B
Gambar 21. Hasil analisis restriksi plasmid rekombinan pGII0029-hemA (A)
dan pGII0029-AShemA (B) yang didigesti dengan BamHI (3 & 5), EcoRI (1 & 6)
dan HindIII (2 & 7)
Gambar 22. Peta plasmid rekombinan pGII0029-hemA dan pGII0029-AShemA
Transformasi rekombinan binary plasmid ke Arabidopsis thaliana
Introduksi gen penyandi ALAS dilakukan pada tanaman Arabidopsis
thaliana karena tanaman ini relatif cepat pertumbuhan dan siklus hidupnya
pendek serta cara transformasi melalui infeksi Agrobacterium pada bagian bunga
(Floral dip transformation) yang langsung dapat menghasilkan biji transgenik
(Clough and Bent 1998). Dengan cara ini tidak diperlukan proses kultur jaringan
karena benih yang dihasilkan dapat langsung diseleksi pada saat ditumbuhkan di
tanah dan disemprot dengan antibiotik kanamisin (in solium selection) (Gambar
23).
Dengan tersedianya cara transformasi yang sederhana dan cepat ditambah
dengan selesainya sekuen total genom Arabidopsis thaliana pada tahun 2000,
membuat studi tentang ekspresi suatu gen di Arabidopsis thaliana menjadi sangat
mengguntungkan.
Berkembangnya teknologi microarray memungkinkan untuk
mempelajari ekspresi suatu gen dan pengaruhnya terhadap gen-gen lain secara
mendalam.
Pada penelitian ini, binary vector yang membawa antisense hemA tidak
jadi digunakan sebagai kontrol insersi karena faktor insersi T-DNA yang acak
tidak mungkin mendapatkan insersi pada tempat yang sama antara konstruk sense
dan antisense.
A
B
C
D
Gambar 23. Kecambah Arabidopsis yang akan (A) dan setelah (B, C dan D)
diseleksi dengan penyemprotan antibiotik kanamisin (in solium selection)
Analisis tanaman Arabidopsis thaliana transgenik
Dalam penelitian ini, berhasil didapatkan beberapa kandidat tanaman
transgenik hasil seleksi secara in solium (Gambar 23D) dan berdasarkan analisis
dengan PCR, dari lima tanaman, empat diantaranya positif membawa gen hemA
dan kanamisin (Gambar 24). Satu tanaman tidak membawa kedua gen tersebut
yang diduga non-transforman yang lolos dari seleksi (escape).
Seleksi
transforman
secara
in
solium
ini,
menghendaki
adanya
keseragaman
perkecambahan sehingga semua tanaman mengalami seleksi pada waktu yang
sama. Penyemprotan kanamisin pada kecambah Arabidopsis thaliana yang
memiliki satu pasang daun sangat efektif untuk menyeleksi tanaman yang nontransforman.
Bila ada kecambah Arabidopsis thaliana yang baru muncul
kemudian (terlihat dari jumlah daunnya yang lebih sedikit dari yang lain) biasanya
7-10 hari setelah penyemprotan kanamisin terakhir, kemungkinan bukan
transforman (escape).
M
1
2
3
4
5
6
7
hemA
Kanr
Gambar 24. Analisis kandidat tanaman transgenik menggunakan PCR dengan
primer spesifik gen hemA dan kanamisin resisten. M: marker; 1-5:
kandidat tanaman transgenik; 6: non-transforman; 7: kontrol
Bukti bahwa gen yang diintroduksikan dapat terekspresi dengan baik pada
tanaman Arabidopsis thaliana transgenik adalah dari hasil analisis transkrip
menggunakan Reverse Transcriptase (RT)-PCR (Gambar 25).
Pada analisis
transkrip, tanaman Arabidopsis thaliana non-transforman tidak dijumpai adanya
produk amplifikasi yang berarti secara alami Arabidopsis thaliana tidak
mempunyai gen ini. Tanaman menggunakan jalur biosintesis C-5 (dari glutamat)
(Beale et al. 1975) untuk menghasilkan prekursor senyawa tetrapirol sedangkan
gen hemA dari Rhodobacter sphaeroides merupakan enzim biosintesis asam δaminolevulinat (ALA) jalur C-4 (kondensasi suksinil-CoA dan glisin) (Gibson et
al. 1958). Amplifikasi gen hemA pada preparasi total RNA juga tidak didapati
adanya produk amplifikasi, sehingga memastikan bahwa amplifikasi produk
dengan primer spesifik hemA pada preparasi cDNA tanaman Arabidopsis thaliana
transgenik merupakan hasil dari ekspresi gen hemA yang diintroduksikan. Hasil
analisis transkrip ini diketahui bahwa keempat tanaman Arabidopsis thaliana
transgenik dapat mengekspresikan gen hemA yang diintroduksikan.
Untuk
membuktikan bahwa ekspresi gen juga terjadi pada taraf translasi, dilakukan
analisis aktivitas enzim ALA sintase. Pengujian aktivitas enzim merupakan cara
langsung untuk mengetahui suatu gen terekspresi atau tidak. Karena analisis
western blotting untuk mengetahui ada tidaknya ekspresi gen pada taraf protein
tidak menjamin bahwa enzim itu aktif karena bisa saja protein enzim ada tapi
tidak aktif karena ada masalah pelipatan protein. Tanaman Arabidopsis thaliana
transgenik no 4 yang diesei aktivitas enzimnya mempunyai aktivitas ALAS
sebesar 40.5 nmol.mg-1.h-1 (tabel 2).
Dari keempat tanaman yang positif membawa gen hemA, hanya tanaman
No. 4 yang sangat berbeda dari segi morfologinya yaitu tanaman tumbuh lebih
besar (Gambar 26) akan tetapi mengalami keterlambatan dalam pembungaan
(sekitar satu minggu) dan penurunan jumlah biji yang dihasilkan (± 25% dari tipe
liar).
Terjadinya perubahan morfologi tanaman menjadi lebih besar dan
keterlambatan pembungaan, mungkin disebabkan oleh meningkatnya efisiensi
pemanfaatan nitrogen oleh tanaman. Karena tanaman yang diberi pemupukan
nitrogen yang berlebihan juga memperlihatkan hal yang sama yaitu tanaman
menjadi tumbuh subur (lebih banyak daun) tetapi pembungaan menjadi terlambat.
Hotta et al. (1997a) melaporkan bahwa tanaman yang disemprot dengan larutan
ALA mengalami peningkatan laju fotosintesis, peningkatan fiksasi CO2 dan
penurunan respirasi serta meningkatnya penyerapan hara khususnya N akibat
peningkatan aktivitas nitrat reduktase. Yoshida et al. (2004) juga melaporkan
adanya peningkatan pengambilan nitrogen dan rasio antara nitrogen dalam bentuk
nitrat per total nitrogen pada daun dan petiol pada tanaman Komatsuna.
Walaupun penelitian di atas berasal dari aplikasi ALA secara eksogenous, namun
kemungkinan hal yang sama terjadi pada tanaman Arabidopsis thaliana
transgenik yang membawa gen hemA.
Karena gen hemA merupakan penyandi
enzim ALAS, ekspresi gen ini menyebabkan terjadinya peningkatan produksi
ALA didalam sel (tabel 2).
M 1
1.0 kb
0.5 kb
2
3 4
5
6
7
8
9
10 11
hemA
18SR
Gambar 25. Hasil analisis RT-PCR pada tanaman transgenik T1. M: molekular
marker, 1-4: Tanaman transgenik, 5: Tanaman kontrol, 6: hemA, 7:
Kontrol negatif PCR, 8: Internal kontrol 18SRNA, 9-11: kontrol
cDNA
Gambar 26. Profil tanaman transgenik no 4 (tanda panah).
Tanaman mendapatkan nitrogen dari tanah biasanya dalam bentuk nitrat
Enzim yang terlibat dalam pemanfaatan nitrat adalah nitrat reduktase dan nitrit
reduktase. Nitrat reduktase akan mereduksi nitrat menjadi nitrit dan oleh enzim
nitrit reduktase akan direduksi menjadi ammonium. Nitrat dan nitrit reduktase
merupakan enzim yang mengandung heme (Vance 1990). Oleh karena heme
seperti juga klorofil dibentuk dari ALA, maka dapat dimengerti mengapa
peningkatan sintesis ALA dapat meningkatkan aktivitas kedua enzim diatas.
Terjadinya penurunan jumlah biji yang dihasilkan kemungkinan efek dari
ekspresi ALAS di bawah promoter kuat secara konstitutif.
Pada saat
pembentukan biji biasanya akan terjadi peningkatan sintesis DNA dan protein
yang terlibat dalam pembentukan biji. Pada saat ini aktivitas di organ vegetatif
menjadi rendah bahkan sebagian besar N yang ada di biji berasal dari re-alokasi N
yang terdapat pada organ vegetatif. Sedangkan 75% C yang ada di biji berasal
dari fotosintat. (Peoples and Gifford 1990). Bila aktivitas sel di organ vegetatif
masih tetap tinggi seperti dalam hal ini ekspresi ALAS secara berlebihan akan
terjadi persaingan pemakaian sumber daya di tanaman yang berakibat biji
kekurangan bahan baku yang diperlukan untuk perkembangannya. Selain itu
mungkin ALA bersifat organ spesifik di mana pada organ generatif dapat
menyebabkan
proses
fertilisasi
menjadi
terganggu
sehingga
berakibat
menurunnya jumlah biji yang dihasilkan. Yoshida et al. (2004) melaporkan
adanya hubungan erat fungsi fisiologis ALA dengan biosintesis H2O2. Aplikasi
ALA tidak hanya menaikkan berat basah dan berat kering tanaman tetapi juga
jumlah H2O2 yang ada dijaringan tanaman. H2O2 merupakan senyawa yang
berperanan dalam proses programmed cell death (PCD). Hotta et al (1997b)
melaporkan bahwa tanaman kacang merah yang diberi perlakuan ALA pada fase
awal seperti fase daun primer atau daun pertama, meningkat hasilnya sampai 2030%, sedangkan jika perlakuan diberikan pada fase
menurunkan hasil sekitar 10%.
pembungaan malah
Tabel 2. Hasil analisis berat basah dan berat kering Arabidopsis thaliana
transgenik dan non transgenik
Berat Basah (gr)
Berat Kering (gr)
Kontrol
0.95 (100%)
0.18 (100%)
Transgenik 1
0.92 (96.8%)
0.21 (116.6%)
Transgenik 2
1.05 (110%)
0.18 (100%)
Transgenik 3
0.57 (60%)
0.10 (55.5%)
Transgenik 4
1.11 (116.8%)
0.19 (105.5%)
Hasil analisis berat kering dan berat basah memperlihatkan sejumlah data
yang menarik (Table 2).
Tanaman transgenik no 4 mempunyai berat basah
tertinggi dan mengalami kenaikan 16.8% dibandingkan kontrol tetapi berat
keringnya hanya naik 5.5%. Hal serupa terjadi pada tanaman transgenik no 2.
Sedangkan tanaman transgenik no 1 yang berat basahnya turun 3.2%
dibandingkan kontrol justru mengalami kenaikan berat kering tertinggi 16.6%.
Kalau hal ini dihubungkan dengan analisis yang telah diuraikan sebelumnya, yaitu
meningkatkanya aktivitas enzim nitrat reduktase, meningkatnya berat basah
mungkin akibat meningkatnya efisiensi pemakaian nitrogen oleh tanaman.
Proses asimilasi N anorganik dapat dianggap sebagai bagian dari proses
fotosintesis. Asimilasi nitrat (NO3-) atau NH4+ membutuhkan tenaga pereduksi
dan ATP yang mana keduanya disediakan oleh reaksi terang dari fotosintesis.
Kerangka karbon yang dibutuhkan untuk asimilasi N anorganik didapat dari
oksidasi senyawa karbon tereduksi yang juga dihasilkan dari proses fotosintesis.
Oleh karena itu, meningkatnya asimilasi N akan menguras hasil fiksasi CO2
selama proses fotosintesis yang berakibat pada rendahnya pertambahan berat
kering tanaman. Pada tanaman transgenik no 1, karena berat basahnya lebih
rendah dari kontrol mungkin disebabkan oleh kemampuannya untuk asimilasi N
tidak sebaik tanaman transgenik no 2 dan 4 sehingga tersedia tenaga pereduksi
(NADPH) yang cukup untuk mereduksi CO2 yang terlihat dengan terjadinya
kenaikan berat kering dibandingkan dengan kontrol.
Tanaman transgenik no 3 mengalami penurunan berat basah maupun berat
kering yang cukup besar.
Hal ini mungkin terjadi karena adanya kelainan
perakaran (Gambar 27), dimana tanaman ini buluh akarnya tidak berkembang
seperti pada tanaman kontrol maupun transgenik lainnya. Kelainan perakaran ini
menyebabkan penyerapan haranya menjadi menurun dan berakibat pada
rendahnya pertumbuhan tanaman.
Mungkin insersi T-DNA, bukan akibat
ekspresi hemA karena jumlah mRNAnya mirip dengan tanaman transgenik no 1,
menyebabkan mutasi pada gen perakaran sehingga akar tidak berkembangan
dengan baik.
A
B
Gambar 27. Kondisi perakaran tanaman transgenik no 4 (A) dan 3 (B)
Ekspresi ALAS meningkatkan kandungan klorofil
Tabel 3. Hasil analisis kandungan klorofil, aktivitas ALAS dan ALA
Kontrol
Trangenik
Chl-a
(mg/g)
Chl-b
(mg/g)
Total Chl
(mg/g)
ALA-S
(nmol.mg-1.h-1)
ALA
(µM)
3.577
(100%)
5.313
(148.5%)
1.369
(100%)
1.797
(131.2%)
4.946
(100%)
7.11
(143.7%)
0
0.535
40.5
1.357
Hasil analisis kandungan klorofil terhadap tanaman transgenik no 4
didapatkan bahwa terjadi peningkatan kandungan total klorofil dari 4.9 mg/g berat
basah pada tanaman tipe liar menjadi 7.1 mg/g berat basah atau terjadi kenaikan
sekitar 43%. Klorofil a dan b mengalami kenaikan sekitar 48% dan 31% (Tabel
3). Peningkatan kandungan klorofil sejalan dengan meningkatnya sintesis ALA
yang mungkin sebagian dikonversi menjadi klorofil. Zavgorodnyaya et al. (1997)
yang mengekspresikan ALAS khamir ditanaman tembakau dan ditargetkan ke
dalam kloroplas mendapatkan bahwa ekspresi ALAS di tanaman yang
sebelumnya telah membawa antisense terhadap GSA-AT (salah satu enzim pada
jalur C-5) dapat mengembalikan fenotip seperti pada tipe liarnya. Ekspresi ALAS
juga dapat meningkatkan kapasitas sintesis ALA (30% dibanding kontrol) dan
klorofil (20% dibanding kontrol) serta membuat tanaman menjadi tahan terhadap
gabaculin (suatu inhibitor kuat terhadap enzim transaminase yang tergantung vit
B, termasuk GSA-AT). Aktivitas ALAS yang tertinggi mencapat 23.05 nmol.mg1
.h-1. Jika kemampuan untuk mensintesis klorofil baru dapat ditingkatkan dengan
menyediakan prekursor klorofil yang lebih banyak mungkin dapat menunda
terjadinya senescen. Karena pada proses senescen terjadi penghancuran klorofil
(Matile et al. 1996). Proses senescen dapat menurunkan laju fotosintesis yang
pada akhirnya akan menurunkan produktifitas tanaman pertanian.
Analisis penurunan sifat monogenik Mendel
Untuk mengetahui pola penurunan sifat dari tanaman transgenik dilakukan
pendeteksian keberadaan gen hemA pada 21 tanaman T1 dengan PCR. Ternyata
dari 21 tanaman T1, 16 diantaranya membawa gen hemA (76%) atau dengan
perbandingan 3:1, sehingga dapat disimpulkan bahwa pola pewarisannya normal
sesuai dengan penurunan sifat monogenik Mendel (Gambar 28).
M 1 2 3
4
5 6 7
8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 K+
kb
HemA
1.0
0.75
Kanr
Gambar 28. Hasil analisis PCR turunan pertama tanaman transgenik No. 4
Pengujian ketahanan terhadap salinitas
Pada tanaman Arabidopsis thaliana transgenik yang mengekspresikan
ALAS terjadi peningkatan ketahanan terhadap cekaman salinitas. Hal ini
ditunjukkan dengan kemampuannya bertahan hidup selama penyiraman dengan
larutan NaCl sampai 200 mM setiap hari selama 2 minggu (Gambar 29).
Penelitian yang dilakukan oleh Watanabe et al. (2000) pada kecambah kapas juga
menunjukkan hal serupa dimana kecambah kapas dapat tumbuh pada tanah yang
diberi perlakuan 1.5% NaCl dan ALA. Hasil analisis kandungan Na+ dijaringan
akar tanaman menunjukkan jumlah yang lebih rendah dari tanaman kontrol. Oleh
karena itu mereka menduga kehadiran ALA dapat mengurangi pengambilan Na+.
Mungkin juga karena ALA meningkatkan pengeluaran Na+ dari sel melalui
pengaktifan Na+/H+ antiporter sehingga Na+ di jaringan akan lebih rendah.
Nishihara et al. (2003) melaporkan bahwa tanaman bayam yang
ditumbuhkan pada dua konsentrasi NaCl 50 mM dan 100 mM dapat tumbuh
dengan baik bahkan meningkat laju fotosintesisnya jika diberi perlakuan ALA 0.6
dan 1.8 mM. Daun bayam yang diberi perlakuan ALA memperlihatkan rasio
asam askorbat teroksidasi/tereduksi yang rendah dan dan rasio glutathion
tereduksi/teroksidasi yang tinggi jika dibandingkan kontrol dengan kondisi NaCl
yang sama. Sedangkan aktivitas enzim antioksidan seperti askorbat peroksidase,
katalase dan glutathion reduktase meningkat secara nyata, terutama setelah 3 hari
setelah pemberian 0.6 dan 1.8 mM ALA.
Data ini mengindikasikan bahwa
perlindungan terhadap kerusakan oksidatif oleh jumlah antioksidan dan aktivitas
enzim yang tinggi dan dengan lebih aktifnya siklus askorbat-glutathion mungkin
terlibat dalam toleransi terhadap NaCl.
Enzim yang terlibat pendetoksikasi senyawa radikal bebas (ROS) seperti
superoksida
dismutase,
katalase,
peroksidase
merupakan
protein
yang
mengandung heme. Oleh karena itu sintesis ALA yang lebih tinggi akan
menyediakan senyawa heme yang lebih banyak bagi pembentukan enzim-enzim
pendetoksikasi radikal bebas seperti superoksida, hydrogen peroksida dan radikal
hidroksil. Hal ini adalah salah satu kunci penting dalam ketahanan terhadap
cekaman salinitas.
Pada penelitian lain menunjukkan bahwa pemberian ALA (tanpa
cekaman) dapat meningkatkan jumlah fruktan (polifruktosilsukrosa) sebagai
karbohidrat non-struktural pada tanaman rakkyo (Yoshida et al. 1996) dan bayam
(Yoshida et al. 1995). Seperti diketahui bahwa fruktan merupakan gula alcohol
yang berperanan sebagai osmoprotektan dalam menjaga turgor sel terutama pada
cekaman kekeringan. Sehingga ekspresi gen ALAS mungkin dapat meningkatkan
toleransi terhadap cekaman salinitas pada tanaman, karena pada cekaman salinitas
air juga menjadi tidak tersedia karena tekanan osmotik diluar sel lebih tinggi.
Gambar 29. Pengujian ketahanan terhadap cekaman salinitas. Tanda panah
menunjukkan tanaman transgenik no. 4 yang tahan terhadap pemberian larutan
NaCl 200 mM
Kloning Gen Chlorophyll A Oxygenase (CAO)
Kemampuan untuk hidup ditempat yang ternaungi ditentukan oleh
kemampuan tanaman untuk memperbesar antena penangkap cahaya.
Dalam
keadaan cahaya redup, biasanya tanaman akan memperbesar antena sehingga
jumlah cahaya yang diperlukan untuk proses fotosintesis dapat tercukupi.
Oleh
karena itu modifikasi genetika untuk mengatur ukuran antena mungkin sangat
berguna dimasa depan dalam rangka meningkatkan produktifitas tanaman
pertanian. Dalam penelitian ini telah dilakukan kloning gen CAO (1.6 kb) yang
bertanggung jawab dalam biosintesis klorofil b.
Klorofil b diketahui sangat
berperan dalam menentukan ukuran antena. Gen CAO yang diklon ke dalam
plasmid pAS900 (Gambar 30) ini telah dilakukan pengurutan nukleotidanya
setelah dibandingkan dengan yang ada di GeneBank menunjukkan tidak adanya
mutasi pada urutan nukleotidanya (Gambar 31).
Gambar 30. Peta plasmid rekombinan pAS900-CAO1 yang membawa gen CAO
ATGAACGCCG
TTCTCTCCAG
AGAGTGGATT
AAAGGAAAGT
GTGCTCGTCA
TCGTGAGTAC
CACCAACAGG
TGGTTAATGA
TTCTGCTGTC
CCGCCTTATA
CAATGGTACC
TGTACGGAAT
TGTCCGTACC
AGGTGAAGAT
ACCTGCACCT
CTCCCGGTGG
CCACTTTTGC
ATACTGGGAT
TCAAAACCCG
GTTTACCTTC
GAATCTTCCA
GTTTTAGGAC
TCGGAGTTCG
ACTGAGCTC
CCGTGTTTAG
AAGAGTCAAT
AGTTGAGAAG
TTTTAGATGT
AGATCTTCTT
AAGTCCATCG
TTCATATATC
TAGGTTGTTA
GAGTTAGATA
GTCCACACTT
AATTGAATGC
ACATGTGCGC
ATGGATGGGA
CAAATCATTA
ATACTTCCTT
AACACGGTTT
AAAAGGCTGG
CCATATCCAA
GGAAACTAGA
TTCTAAAAAC
TTCATGGAAC
AACAAGAACG
GTATAGACTA
TCCTTCTGCT
AAAGAAGGGC
GGAGACCTTT
TAATCAAGCT
ACCATTATGA
GTACAGTGAA
TGAAGCAAGG
CCTGGCAGAG
GGGAAAAGAC
GAAGAATTTT
TTTGAACAAC
ATAGAGCATG
ATACTCAACC
CCTTGTCTTG
CTTTACAGCC
ACTTCTAGAT
AGTGTCCCAA
TCGATATGGA
AGGCAAAAGC
AAGACAAGAC
ATCTGTGGAG
GATGTTAAAC
TGGAGGAACG
TTATCTCTCC
GTGAAAGGAG
GTTTGATGTG
ATTGAAGTTG
TTCTTCATGA
GAAAGAACTA
GTTTCGACTG
TTGTAACGGA
AAACACGGGT
TGGTATCCCG
CATGGGTTAT
TCCTCTTGAT
GATGGAGAAT
AACAAGAAGG
TCCATCAGGG
AATCTCTTGG
GTTTGGTGAA
ATTTAAACCA
ACACAGCAGT
TTCTATACCG
ACATTTCGCT
GGAGCAAACA
CAGTAGATCG
CTATCTCCTT
AATTTAGGGT
GAGGATCCTA
CTAGGTTTGA
CAAGGTTGTT
GCTGGATTGC
CTTTAGACAA
ATTAGATAAA
GCGAAAAGCT
TTGCTTTCAC
CTTTAGGGGT
CTTGGCACAG
GTAAGAAGAT
TATGATCTGG
TTTTTAATTC
ATCTTGCTCA
GTTTTTAACA
CCGTGTATTG
GTGCAACACA
AATGTCACTA
GAACAGGTCT
TATGGAATTT
TGGCGATGAT
CTCTAAAACC
ATTTGCTGTG
GATCAAAAGC
TATTCAATAC
GATGTACTTA
AGGAAGAATT
GTTAGCCCAC
CCCTCCTCTT
TGAATGTTTC
TGCAGATCTC
GAAGACGGGA
TGAACGAGGG
GCCGTCTACA
ATTTGGCCCG
ATGCTGAGCT
TGCCCCATTC
CCTACCTCGG
TTTTATCGAC
TCTTCATCAA
GACTTTGCTC
TAAACGAAGA
ACCAGTTGCT
AAACTACCTT
CGATCCTCTT
TTTGGTGATG
TCCTCCTTAT
TTGGATTGGC
ATCCTCTAGC
ATCGAAAGCA
ATGGAAGAAT
CAACCACTGC
TGGTCCGGTT
AAGCATGATA
AACCAGGATG
ACGTATTCAA
AAGTTACTGA
GTGATGAGCC
TGTAATGGAC
ACTCATACAT
GTCTCCAAGG
AATCGGGATA
CTCCATGTCT
CTATATTAAA
TCTACGGCTA
TATGACAAGC
TCTCCGGCTA
Gambar 31. Urutan nukleotida gen CAO dari Arabidopsis thaliana ecotype
Columbia
Daun di atas kanopi mendapatkan cahaya yang cukup untuk melakukan
proses fotosintesis. Namun tidak demikian dengan daun yang berada dibawah
kanopi. Oleh karena itu, laju fotosintesis menjadi berbeda-beda tergantung berapa
cahaya yang dapat ditangkap oleh daun sesuai letaknya. Horton (2000)
melaporkan pada padi, kontribusi daun bawah terhadap keseluruhan fotosintesis
tanaman
sangat
signifikan
meskipun
laju
fotosintesisnya lebih
rendah
dibandingkan daun atas yang mendapat cahaya penuh. Pembuangan daun ketiga
dan keempat dapat menurunkan laju fotosintesis sampai 45%. Ekspresi gen CAO
secara berlebih memungkinkan kita untuk memperbesar antena penangkap cahaya
sehingga daun dibawah kanopi dapat menangkap cahaya secara lebih baik.
Dengan demikian kontribusi daun bawah kanopi akan menjadi lebih signifikan
dalam menyumbangkan fotosintat sehingga mungkin pada akhirnya dapat
meningkatkan produksi tanaman.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Transformasi gen hemA ke dalam genom Arabidopsis thaliana ecotype
Columbia telah berhasil dilakukan menggunakan Agrobacterium tumefaciens.
Hasil analisis PCR membuktikan bahwa gen tersebut berhasil diintroduksikan ke
genom Arabidopsis thaliana dan berdasarkan hasil analisis dengan RT-PCR juga
dapat diekspresikan pada tarap RNA. Hasil analisis aktivitas protein ALAS
menunjukkan adanya aktivitas sebesar 40.5 nmol.mg-1.h-1.
Ekspresi ALAS
menyebabkan peningkatan sintesis ALA sebesar 153.6% dan klorofil 43%
dibandingkan tanaman kontrol. Hasil analisis berat basah dan berat kering pada
tanaman transgenik menunjukkan kenaikan tertinggi sebesar 16.8% dan 16.6%
dibandingkan kontrol. Namun satu diantaranya mengalami penurunan berat basah
dan berat kering yang dikarenakan perkembangan akar yang jelek (transgenik no
3) sedangkan satu lagi mengalami penurunan jumlah biji yang dihasilkan
(transgenik no 4). Ekspresi ALAS ini juga menyebabkan tanaman Arabidopsis
transgenik mempunyai ketahanan terhadap cekaman salinitas sampai dengan 200
mM.
Gen penyandi Chlorophyll A Oxygenase (CAO) berhasil diklon dari
Arabidopsis thaliana dan hasil pengurutan nukleotida menunjukkan tidak
terjadinya mutasi.
Saran
Ekspresi ALAS yang terkontrol mungkin dapat mengatasi abnormalitas
pembungaan yang terjadi. Oleh karena itu pemilihan promoter menjadi penting
untuk mengetahui pada fase mana ekspresi ALAS secara berlebih diperlukan.
Pemakaian promoter yang diinduksi oleh cekaman juga diperlukan untuk menguji
lebih lanjut potensi ALAS dalam meningkatkan ketahanan terhadap cekaman.
Ekspresi secara bersama hemA dan CAO perlu dicoba untuk mengetahui efek
sinergistik kedua gen ini dalam meningkatkan ukuran antena penangkap cahaya
dan pengaruhnya terhadap laju fotosintesis pada daun dibawah kanopi
DAFTAR PUSTAKA
Alscher RG, Erturk N, Heath LS. 2002. Role of superoxide dismutases (SODs)
in controlling oxidative stress in plants. J Exp Bot 53:1331-1341
Amtmann A, Sanders D. 1999. Mechanisms of Na+ uptake by plant cells. Adv in
Bot Res 29: 75-112
An G, Ebert PR, Mitra A, Ha SB. 1988. Binary vectors. In: Gelvin, SB,
Schilperoot RA, Editor. Plant Molecular Biology Manual. Dordrecht,
Netherlands: Kluwer Academic Publishers, p. A3:1-19
Ankenbauer, RG, Nester EW. 1990. Sugar-mediated induction of Agrobacterium
tumefaciens virulence genes: structural specificity and activities of
monosaccharides. J Bacteriol 172: 6442-6446.
Apse MP, Aharon GS, Snedden WA, Blumwald E. 1999. Salt tolerance conferred
by overexpression of a vacuolar Na+/H+ antiport in Arabidopsis. Science
285:1256-1258.
Beale SI, Gough SP, Granick S. 1975. Biosynthesis of δ-aminolevulinic acid
from the intact carbon skeleton of glutamic acid in greening barley. Proc
Natl Acad Sci USA 72:2719-2723
Bellemare G, Bartlett SG, Chua NH. 1982. Biosynthesis of chlorophyll a/bbinding polypeptides in wild type and the chlorina f2 mutant of barley. J
Biol Chem 257:7762-7767
Bindu RC, Vivekanandan M. 1998a. Hormonal activities of 5-aminolevulinic
acid in callus induction and micropropagation. Plant Growth Regulation
26:15-18
Bindu RC, Vivekanandan M. 1998b. Role of aminolevulinic acid in improving
biomass production in Vigna catjung, V. mungo, and V. radiata. Biologia
Plantarum 41:211-215
Blokhina O, Virolainen E, Fagerstedt KV. 2003. Antioxidants, oxidative damage
and oxygen deprivation stress: a review. Ann Bot 91:179-194
Bossmann B, Knoetzel J, Jansson S. 1997. Screening of chlorina mutants of
barley (Hordeum vulgare L.) with antibodies against light-harvesting
proteins of PSI and PSII: Absence of specific antenna proteins.
Photosynth. Res. 52:127-136
Boyer JS. 1982. Plant productivity and environment. Science 218: 443-448
Bradley LR. Kim JS, Matthysse AG. 1997. Attachment of Agrobacterium
tumefaciens to Carrot Cells and Arabidopsis wound sites is correlated with
the presence of a cell-associated, acidic polysaccharide. J Bacteriol
179:5372-5379.
Bundock P, den Dulk-Ras A, Beijersbergen A, Hooykaas PJJ. 1995. Transkingdom T-DNA transfer from Agrobacterium tumefaciens to
Saccharomyces cerevisiae. EMBO J. 14:3206–3214
Cangelosi GA, Ankenbauer RG, Nester EW. 1990. Sugars induce the
Agrobacterium virulence genes through a periplasmic binding protein and
a transmembrane signal protein. Proc Natl Acad Sci USA 87:6708- 6712.
Chan MT, Chang HH, Ho S, Tong WF, Yu SM. 1993. Agrobacteriummediated production of transgenic rice plants expressing a chimeric alphaamylase promoter/beta-glucuronidase gene. Plant Mol Biol 22:491–506.
Chang CH, Winans SC. 1992. Functional roles assigned to the periplasmic, linker
and receiver domains of the Agrobacterium tumefaciens VirA protein. J
Bacteriol 174:7033-7039.
Clough SJ, Bent AF. 1998. Floral dip: a simplified method for Agrobacteriummediated transformation of Arabidopsis thaliana. Plant J 16:735-743
Demidchik V, Tester M. 2002. Sodium fluxes through non-selective cation
channels in the plasma membrane of protoplasts from Arabidopsis
thaliana roots. Plant Physiol 128:379–387
Deng W, Chen L, Peng WT, Liang X, Sekiguchi S, Gordon MP, Comai L, Nester
EW. 1999. VirE1 is a specific molecular chaperone for the exported
single-stranded-DNA-binding protein VirE2 in Agrobacterium. Mol
Microbiol 31:1795–1807.
Doty SL, Yu NC, Lundin JI, Heath JD, Nester EW. 1996. Mutational analysis of
the input domain of the VirA protein of Agrobacterium tumefaciens.
J Bacteriol 178: 961-970.
Elstner EF. 1991. Mechanisms of oxygen activation in different compartments of
plant cells. In: Pell EJ, Steffen KL, editor. Active oxygen/oxidative stress
and plant metabolism. Rockville, MD. Am Soc Plant Physiol 13-25
Escoubs JM, Lomas M, Laroche J, Falkowski PG. 1995 Light intensity
regulation of cab gene transcription is signaled by the redox state of the
plastoquinone pool. Proc Natl Acad Sci USA 92:10237-10241
Espineda CE, Linford AS, Devine D, Brusslan JA (1999) The AtCAO gene,
encoding chlorophyll a oxygenase, is required for chlorophyll b synthesis
in Arabidopsis thaliana. Proc Natl Acad Sci USA 96:10507-10511
Flachmann R, Kuhlbrandt W. 1995. Accumulation of plant antenna complexes is
regulated by post-transcriptional mechanisms in tobacco. Plant Cell 7:
149-160
Flachmann R 1997. Composition of photosystem II antenna in light-harvesting
complex II antisense tobacco plants at varying irradiances. Plant Physiol
113:787-794
Flowers TJ, Troke PF, Yeo AR. 1977. The mechanism of salt tolerance in
halophytes. Annu Rev Plant Physiol. 28:89-121.
Fridovich I. 1986. Superoxide dismutase. Advances in Enzymology and Related
Areas of Molecular Biology 58:61-97
Fu HH, Luan S. 1998. AtKUP1: a dual-affinity K+ transporter from
Arabidopsis. Plant Cell 10:63-74.
Fullner KJ, Lara JC, Nester EW. 1996. Pilus assembly by Agrobacterium TDNA transfer genes. Science 273:1107-1109.
Gheysen G, Villarroel R, Van Montagu M. 1991. Illegitimate recombination in
plants: a model for T-DNA integration. Genes Dev 5:287-297.
Gibson KD, Laver WG, Neuberger A. 1958. Formation of δ-aminolevulinic acid
in vitro from succinyl-coenzime a and glycine. Biochem J 70-71-81
Halliwell B, Gutteridge JMC. 1989. Protection against oxidants in biological
system: The super oxide theory of oxygen toxicity. In: Halliwell B,
Gutteridge JMC, editor. Free Radicals in Biology and Medicine Oxford:
Clarendon Press; p. 86-123
Hamada A, Shono M, Xia T, Ohta M, Hayashi Y, Tanaka A, Hayakawa T. 2001.
Isolation and characterization of a Na+/H+ antiporter gene from the
halophyte Atriplex gmelini. Plant Mol Biol 46:35-42.
Hasegawa PM, Bressan RA, Zhu JK, Bohnert HJ. 2000. Plant cellular and
molecular responses to high salinity. Annu Rev Plant Physiol Plant Mol
Biol 51:463-499.
Hellens RP, Edwards EA, Leyland NR, Bean S. Mullineaux PM. 2000. pGreen:
a versatile and flexible binary vector for Agrobacterium-mediated plant
transformation. Plant Mol Biol 42:819-832
Hooykaas PJJ, Hofker M, den Dulk-Ras A, Schilperoort RA. 1984. A comparison
of virulence determinants in an octopine Ti plasmid, a nopaline Ti
plasmid, and an Ri plasmid by complementation analysis of
Agrobacterium tumefaciens mutants. Plasmid 11:195–205.
Hood EE, Gelvin SB, Melchers LS, Hoekema A. 1993. New Agrobacterium
helper plasmids for gene transfer to plants. Transgene Res 2:208-218
Horton P. 2000. Prospects for crop improvement through the genetic
manipulation of photosynthesis: morphological and biochemical aspects
of light capture. J Exp Bot 51:475-485
Hotta Y, Tanaka T, Takaoka H, Takeuchi Y, Konnai M. 1997a. New
physiological effects of 5-aminolevulinic acid in plant: The increase of
photosynthesis, chlorophyll content, and plant growth. Biosci Biotech
Biochem 61:2025-2028
Hotta Y, Tanaka T, Takaoka H, Takeuchi Y, Konnai M. 1997b. Promotive effects
of 5-aminolevulinic acid on the yield of several crops. Plant Growth
Regulation 22:109-114
Hotta Y, Watanabe K. 1999. Plant growth-regulating activities of 5aminolevulinic acid. Syokubutu-no-kagaku-Tyousetu 34:85-96
Huang Y, Morel P, Powell B, Kado CI. 1990. VirA, a coregulator of Ti-specified
virulence genes, is phosphorylated in vitro. J Bacteriol 172:1142-1144.
Ito H, Tanaka Y, Tsuji H, Tanaka A. 1993. Conversion of chlorophyll b to
chlorophyll a by isolated cucumber etioplasts. Archives Biochem
Biophys 306:148-151
Ito H, Takaichi S, Tsuji H, Tanaka A. 1994. Properties of synthesis of
chlorophyll a from chlorophyll b in cucumber etioplasts. J Biol Chem
269:22034-22038
Ito H, Ohtsuka T, Tanaka A. 1996. Conversion of chlorophyll b to chlorophyll a
via 7-hydroxymethyl chlorophyll. J Biol Chem 271:1475-1479
Ito H, Tanaka A. 1996. Determination of the activity of chlorophyll b to
chlorophyll a conversion during greening of etiolated cucumber
cotyledons by using pyrochlorophyllide b. Plant Phys Biochem Paris 34:
35-40
Jimenez A, Hernandez JA, Pastori G, del Rio LA, Sevilla F. 1998. Role of the
ascorbate-glutathuone cycle of mitochondria and peroxisomes in the
Senescence of pea leaves. Plant physiol 118:1327-1335.
Jin S, Prusti RK, Roitsch T, Ankenbauer RG, Nester E.W. 1990a. The VirG
protein of Agrobacterium tumefaciens is phosphorylated by the
autophosphorylated VirA protein and this is essential for its biological
activity. J Bacteriol 172:4945-4950.
Jin S, Roitisch T, Christie PJ, Nester EW. 1990b. The regulatory VirG protein
specifically binds to a cis acting regulatory sequence involved in
transcriptional activation of Agrobacterium tumefaciens virulence genes.
J Bacteriol 172:531-562.
Jin S, Song Y, Pan S, Nester EW. 1993. Characterization of a virG mutation that
confers constitutive virulence gene expression in Agrobacterium
tumefaciens. Mol Microbiol 7:55-562.
Kim EJ, Kwak JM, Uozumi N, Schroeder JI. 1998. AtKUP1, an Arabidopsis gene
encoding high-affinity potassium transporter activity. Plant Cell 10:51-62.
Kovach ME, Phillips RW, Elzer PH, Roop RM, Peterson KM. 1994.
pBBR1MCS2: a broad-host range cloning vector. Biotechniques 16:800802
Kuttkat A, Edhofer I, Eichacker LA, Paulsen H. 1997. Light-harvesting
chlorophyll a/b-binding protein stably inserts into etioplast membranes
supplemented with Zn-pheophytin a/b. J Biol Chem 272:20451-20455.
Lassner MW, Peterson P, Yoder JI. 1989. Simultaneous amplification of
multiple DNA fragments by polymerase chain reaction in the analysis of
transgenic plants and their progeny. Plant Mol Biol Rep 7:116-128
Lazof DB, Bernstein N. 1999. The NaCl induced inhibition of shoot growth: the
case for distributed nutrition with special consideration of calcium. Adv
Bot Res 29:113-189.
Lehman CW, Trautman JK, Carroll D. 1994. Illegitimate recombination in
Xenopus: characterization of end-joined junctions. Nucleic Acid Research
22:434-442.
Li W, Guo G, Zheng G. 2000. Agrobacterium-mediated transformation: state of
the art and future prospect. Chinese Sci Bull 45:1537-1546
Matile P, Hortensteiner S, Thomas H, Krautler B. 1996. Chlorophyll breakdown
in senescent leaves. Plant Physiol 112:1403-1409
May MJ, Vernoux T, Leaver C, Van Montagu M, Inze D. 1998. Glutathione
homeostasis in plants: implications for environmental sensing and plant
development. J Exp Bot 49: 649-667.
Maxwell DP, Laudenbach DE, Huner NPA. 1995 Redox regulation of lightharvesting complex II and cab mRNA abundance in Dunaliella salina.
Plant Physiol 109: 787-795
Meinke DW, Cherry JM. 1998. Arabidopsis thaliana: A model plant for genome
analysis. Science 282: 662
Neidle E, Kaplan S. 1993a. Expression of the Rhodobacter sphaeroides hem A
and hem T genes, encoding two 5-aminolevulinic acid synthase isozymes.
J Bacteriol 175:2292-2303
Neidle E, Kaplan S. 1993b. 5-Aminolevulinic acid availability and control of
spectral complex formation in HemA and HemT mutants of Rhodobacter
sphaeroides. J Bacteriol 175:2304-2313
Nishihara E, Kondo K, Parvez MM, Takahashi K, Watanabe K, Tanaka K.
2003. Role of 5-aminolevulinic acid (ALA) on active oxygen-scavenging
system in NaCl-treated spinach (Spinacia oleracea). J Plant Physiol
160:1085-1091
Noctor G, Foyer CH. 1998. Ascorbate and glutathione: keeping active oxygen
under control. Annu Rev Plant Physiol Plant Mol Biol 49: 249-279.
Ohtsuka T, Ito H, Tanaka A. 1997. Conversion of chlorophyll b to chlorophyll a
and the assembly of chlorophyll with apoproteins by isolated chloroplasts.
Plant Physiol 113:137-147
Oster U, Tanaka R, Tanaka A, Rudiger W. 2000. Cloning and functional
expression of the gene encoding the key enzyme for chlorophyll b
biosynthesis (CAO) from Arabidopsis thaliana. Plant J 21:305-10
Pan SQ, Charles T, Jin S, Wu ZL, Nester EW. 1993. Preformed dimeric state of
the sensor protein VirA is involved in plant-Agrobacterium signal
transduction. Proc Natl Acad Sci USA 90:9939-9943.
Parkinson JS. 1993. Signal transduction schemes of bacteria. Cell 73: 857-871.
Peoples MB, Gifford RM. 1990. Regulation of the transport of nitrogen and
carbon in higher plants. In Dennis DT, Layzell DB, Lefebvre DD, Turpin
DH, editor. Plant Metabolsm, 2nd. Essex, England. Addison Wesley
Longman. p 525-538
Puchta H. 1998. Repair of genomic double-strand breaks in somatic cells by oneside invasion of homologous sequences. Plant J 13:331-339.
Rhoades JD, Loveday J. 1990. Salinity in irrigated agriculture.
Agronomists Monograph 30:1089-1142.
Am Soc
Richards RA. 2000. Selectable traits to increase crop photosynthesis and yield of
grain crops. J Exp Bot 51-447-458
Rebeiz CA, Montazer-Zouhool A, Hopen HJ, Wu SM. 1984. Photodynamic
herbicides. I. Concept and phenomenology. Enzyme Microbiol Technol
6:390-401
Rebeiz CA, Montazer-Zouhool A, Mayasich JM, Tripathy BC, Wu SM, Rebeiz
CC. 1988. Photodynamic herbicides. Recent development and molecular
basis of selectivity. CRC Critical Rev Plant Sciences 6:385-436
Rubio F, Gassmann W, Schroeder JI. 1995. Sodium driven potassium uptake by
the plant potassium transporter HKT1 and mutations conferring salt
tolerance. Science 270:1660-1663.
Sasaki K, Tanaka T, Nishizawa Y, Hayashi M. 1990. Production of a herbicide,
5-aminolevulinic acid, by Rhodobacter sphaeroides using the effluent
waste from an anaerobic digestor. Appl Microbiol Biotechnol 32:727-731
Sasaki K, Watanabe M, Tanaka T, Tanaka T.
2002.
Biosynthesis,
biotechnological production and applications of 5-aminolevulinic acid. .
Appl Microbiol Biotechnol 58:23-29
Scheumann V, Ito H, Tanaka A, Schoch S, Ruediger W. 1996a Substrate
specificity of chlorophyll(ide) b reductase in etioplasts of barley (Hordeum
vulgare L.). Eur J Biochem 242:163-170
Sen Gupta A, Heinen JL, Holaday AS, Allen RD. 1993. Increased resistance to
oxidative stress in transgenic plants that overexpress chloroplast Cu/Zn
superoxide dismutase. Proc Natl Acad Sci USA 90:1629-1633
Scheumann V, Helfrich M, Schoch S, Ruediger W. 1996b. Reduction of the
formyl group of zine pheophorbide b in vitro and in vivo: A model for the
chlorophyll b to a transformation. Zeitschrift fuer Naturforschung Section
C J Biosci 51:185-194
Scheumann V, Schoch S, Ruediger W. 1998. Chlorophyll a formation in the
chlorophyll b reductase reaction requires reduced ferredoxin. J Biol Chem
273:35102-35108
Scheumann V, Schoch S, Ruediger W. 1999. Chlorophyll b reduction during
senescence of barley seedlings. Planta 209:364-370.
Sen-Gupta A, Webb RP, Holaday AS, Allen RD. 1993. Overexpression of
superoxide dismutase protects plants from oxidative stress. Plant Physiol
103:1067-1073
Shimoda N, Toyoda-Yamamoto A, Nagamine J, Usami S, Katayama M,
Sakagami Y, Machida Y. 1990a. Control of expression of Agrobacterium
tumefaciens genes by synergistic actions of phenolic signal molecules and
monocaccharides. Proc Natl Acad Sci USA 87:6684-6688.
Shi H, Quintero FJ, Pardo JM, Zhu JK. 2002a. The putative plasma membrane
Na+/H+ antiporter SOS1 controls long distance Na+ transport in plants.
Plant Cell 14: 465-477.
Shi H, Xiong L, Stevenson B, Lu T, Zhu JK. 2002b. The Arabidopsis salt overly
sensitive 4 mutants uncover a critical role for vitamin B6 in plant salt
tolerance. Plant Cell 14 575-588.
Shimoda N, Toyoda-Yamamoto A, Aoki, Machida Y. 1990b. Genetic evidence
for an interaction between the VirA sensor protein and the ChvE sugar
binding protein of Agrobacterium tumefaciens. J Biol Chem 268:2655226558.
Smirnoff N. 2000. Ascorbic acid: metabolism and functions of a multi-facetted
molecule. Curr Opinion Plant Biol 3:229-235
Sundberg C, Meek L, Carroll K, Das A, Ream W. 1996. VirE1 protein mediates
export of the single-stranded DNA-binding protein VirE2 from
Agrobacterium tumefaciens into plant cells. J Bacteriol 178:1207–1212.
Sundberg CD, Ream W. 1999. The Agrobacterium tumefaciens chaperone-like
protein, VirE1, interacts with VirE2 at domains required for singlestranded DNA binding and cooperative interaction. J Bacterial
181:6850–6855.
Sun K, Hauser B. 2001. Salt stress induces anatomical changes in ovules and
embryos, ultimately resulting in seed abortion. The 12th International
Meeting on Arabidopsis Research. June 23-27. Madison, WI. USA.
TAIR (The Arabidopsis Information Resource). 2003. About Arabidopsis
thaliana. http://www.arabidopsis.org/info/aboutarabidopsis.html [13 Juli
2004]
Tanaka H, Takakashi K, Hotta T, Takeuchi Y, Konnai M. 1992. Promotive
effects of 5-aminolevulinic acid on yield of several crops. In: Proceedings
of the 19th annual meeting of Plant Growth Regulator Society of America,
San Francisco. Plant Growth Regulator Society of America, Washington
DC, pp 237-241.
Tanaka Y, Tanaka A, Tsuji H. 1993. Effects of 5-aminolevulinic acid on the
accumulation of chlorophyll b and apoprotein of the light-harvesting
chlorophyll a/b-protein complex of photosystem II. Plant Cell Physiol
34:365-370
Tanaka A, Ito H, Tanaka R, Tanaka Nobuaki K, Yoshida K, Okada K. 1998.
Chlorophyll a oxygenase (CAO) is involved in chlorophyll b formation
from chlorophyll a. Proc Natl Acad Sci USA 95:12719-12723
Tanaka R, Koshino Y, Sawa S, Ishiguro S, Okada K, Tanaka A. 2001.
Overexpression of chlorophyllide a oxygenase (CAO) enlarges the
antenna size of photosystem II in Arabidopsis thaliana. Plant J 26: 365373
Tanaka R, Tanaka A. 2005. Mini Review. Chlorophyll b is not just an accessory
pigment but a regulator of the photosynthetic antenna.
www.lowtem.hokudai.ac.jp/~ayumi/eng/Minireview-tanaka.pdf [24 April
2005]
The Arabidopsis Genome Initiative. 2000. Analysis of the genome sequence of
the flowering plant Arabidopsis thaliana. Nature 408:796-815
Thomas CE, Mclean LR, Parker RA, Ohlweiler DF. 1992. Ascorbate and
phenolic antioxidant interactions in prevention of liposomal oxidation.
Lipids 27:543-550
Tinland B, Schoumacher F, Gloeckler V, Bravo AM, Angel M, Hohn B. 1995.
The Agrobacterium tumefaciens virulence D2 protein is responsible for
precise integration of T-DNA into the plant genome. EMBO J 14:35853595.
Tomitani A, Okada K, Miyashita H, Matthijs HC, Ohno T, Tanaka A. 1999.
Chlorophyll b and phycobilins in the common ancestor of cyanobacteria
and chloroplasts. Nature 400:159-62
Turk SCHJ, van Lange RP, Sonneveld E, Hooykaas PJJ. 1993. The chimeric
VirA-Tar receptor protein is locked into highly responsive state. J
Bacteriol 175:5706-5709.
Uozumi N, Kim EJ, Rubio F, Yamaguchi T, Muto S, Tsuboi A, Bakker EP,
Nakamura T, Schroeder JI. 2000. The Arabidopsis HKT1 gene homolog
mediates inward Na+ currents in Xenopus laevis oocytes and Na+ uptake
in Saccharomyces cerevisiae. Plant Physiol 122:1249-1259.
Urata G, Granick S. 1963. Biosynthesis of δ-aminoketones and the metabolism
of aminoacetone. J Biol Chem 238:881-820
Vance CP. 1990. The molecular biology of N metabolism. In Dennis DT,
Layzell DB, Lefebvre DD, Turpin DH, editor. Plant Metabolsm, 2nd.
Essex, England. Addison Wesley Longman. p 449-477
Vieira J, Messing J. 1991. New pUC-derived cloning vector with different
selectable markers and DNA replication origins. GENE 100:189-194
Vincentini F, Hortensteiner S, Schellenberg M, Thomas H, Matile P. 1995.
Chlorophyll breakdown in senescent leaves: Identification of the
biochemical lesion in a stay-green genotype of Festuca pratensis Huds.
New Phytologist 129:247-252
Wang, LJ, Jiang, WB, Huang, BJ. 2004. Promotion of 5-aminolevulinic acid on
photosynthesis of melon (Cucumis melo) seedlings under low light and
chilling stress conditions. Physiologia Plantarum 121: 258-264.
Watanabe K, Tanaka T, Hotta Y, Kuramochi H, Takeuchi Y. 2000. Improving
salt tolerance of cotton seedling with 5-aminolevulinic acid. Plant
Growth Reg 32:99-103
Weinstein JD, Beale SI. 1983. Separate physiological roles and subcellular
compartments for two tetrapyrrole biosynthesis pathways in Euglena
gracilis. J. Biol Chem 258:6799-6807
Winans, SC. 1992. Two-way chemical signaling in Agrobacterium-plant
interactions. Microbiol Rev 56:12-31.
Von Wettstein D, Gough S, Kannagara CG. 1995. Chlorophyll biosynthesis.
Plant Cell 7:1039-1057
Wu SJ, Ding L, Zhu JK. 1996. SOS1, a genetic locus essential for salt tolerance
and potassium acquisition. Plant Cell 8:671-627.
Xiang C, Han P, Oliver DJ. 1999. In solium selection for Arabidopsis
transformants resistant to kanamycin. Plant Mol Biol Rep 17:59-65
Yoshida R, Tanaka T, Hotta Y. 1995. Physiological effects of 5-aminolevulinic
acid in vegetable crops. Abs of 15th International Conference on Plant
Growth Substances, Minneapolis, Minnesota, USA, p 417
Yoshida R, Hotta Y, Tanaka T, Takeuchi Y, Konnai M. 1996a. Promotive effects
of 5-aminolevulinic acid on rice plants. Crop Reserch in Asia:
Achivements and Perspective(ACSA) 524-525
Yoshida R, Tanaka T, Hotta Y.1996b. Regulation of fructan accumulation in
rakkyo (Allium bakeri) and sallot (Allium ascalonicum) by 5aminolevulinic acid. Proc of the 3rd Joint PGRSA-JSCPR Meeting,
Calgary, Alberta, Canada, p 177-182
Yoshida R, Fukuta Y, Shimotsubo K, Iwai K, Watanabe S, Toru Tanaka. 2004.
Growth promotive effects of 5-aminolevulinic acid in the presence of
microelements on yield in Komatsuna, Brassica campestris var.perviridis
under alkaline soil conditions. Proc of the 4th International Crop Science
Congress Brisbane, Australia, 26 Sep – 1 Oct 2004
Zavgorodnyaya A, Papenbrock J, Grimm B. 1997. Yeast 5-aminolevulinate
synthase provides additional chlorophyll precursor in transgenic tobacco.
Plant J 12:169-178
Zhu JK. 2001a. Plant salt tolerance. Trends Plant Sci. 6:66-71.
Zhu JK. 2001b. Cell signaling under salt, water and cold stresses. Curr Opin Plant
Biol 4:401-406.
Zhu JK. 2003. Regulation of ion homeostasis under salt stress. Curr Opin Plant
Biol 6:441-445
Download