Uploaded by Ane Pasca

Uji ANOVA

advertisement
Uji ANOVA – One Way Anova dalam SPSS
Uji Anova – Uji One Way Anova
Pada artikel kali ini, kita akan membahas tentang tutorial uji One Way Anova atau
Uji Anova Satu Jalur dengan menggunakan software SPSS For Windows.
Pengertian Uji ANOVA
Agar memahami Uji ANOVA, kita pelajari dulu arti dari Uji Anova. Anova merupakan
singkatan dari “analysis of varian“. Analysis of Varian adalah salah satu uji komparatif yang
digunakan untuk menguji perbedaan mean (rata-rata) data lebih dari dua kelompok. Misalnya
kita ingin mengetahui apakah ada perbedaan rata-rata IQ antara siswa kelas SLTP kelas I, II,
dan kelas III. Ada dua jenis Anova, yaitu analisis varian satu faktor (one way anova) dan
analisis varian dua faktor (two ways anova). Pada artikel ini hanya akan dibahas analisis
varian satu faktor.
Asumsi Uji ANOVA
Untuk melakukan uji Anova, harus dipenuhi beberapa asumsi, yaitu:
1. Sampel berasal dari kelompok yang independen.
2. Varian antar kelompok harus homogen.
3. Data masing-masing kelompok berdistribusi normal (Pelajari juga tentang uji
normalitas).
Asumsi yang pertama harus dipenuhi pada saat pengambilan sampel yang dilakukan secara
random terhadap beberapa (> 2) kelompok yang independen, yang mana nilai pada satu
kelompok tidak tergantung pada nilai di kelompok lain.
Sedangkan pemenuhan terhadap asumsi kedua dan ketiga dapat dicek jika data telah
dimasukkan ke komputer. Jika asumsi ini tidak terpenuhi dapat dilakukan transformasi
terhadap data.
Apabila proses transformasi tidak juga dapat memenuhi asumsi ini maka uji Anova tidak
valid untuk dilakukan, sehingga harus menggunakan uji non-parametrik misalnya Kruskal
Wallis.
Prinsip ANOVA
Prinsip Uji Anova adalah melakukan analisis variabilitas data menjadi dua sumber variasi
yaitu variasi di dalam kelompok (within) dan variasi antar kelompok (between).
Bila variasi within dan between sama (nilai perbandingan kedua varian mendekati angka
satu), maka berarti tidak ada perbedaan efek dari intervensi yang dilakukan, dengan kata lain
nilai mean yang dibandingkan tidak ada perbedaan.
Sebaliknya bila variasi antar kelompok lebih besar dari variasi didalam kelompok, artinya
intervensi tersebut memberikan efek yang berbeda, dengan kata lain nilai mean yang
dibandingkan menunjukkan adanya perbedaan.
Setelah kita pahami sedikit tentang One Way Anova, maka mari kita lanjutkan dengan
mempelajari bagaimana melakukan uji One Way Anova dengan SPSS.
Tutorial Uji ANOVA
Sebagai bahan uji coba, maka kita gunakan contoh sebuah penelitian yang berjudul
“Perbedaan Pendapatan Berdasarkan Pekerjaan”.
Di mana pendapatan sebagai variabel terikat bertipe data kuantitatif atau numerik. Sedangkan
pekerjaan sebagai variabel bebas berskala data kualitatif atau kategorik. Yaitu dengan 3
kategori: Tani, Buruh dan Lainnya. (Ingat bahwa uji One Way Anova dilakukan apabila
variabel terikat adalah interval dan variabel bebas adalah kategorik). (Pelajari juga tentang
Pengertian Data)
Langsung Saja: Masuk ke pembahasan Tutorial Uji ANOVA di bawah ini.
Tutorial One Way Anova




Buka SPSS.
Buka Tab Variable View, buat 2 variabel: Pekerjaan dan Pendapatan.
Ubah Type Pekerjaan ke “Numeric”, Decimals “0”, beri label “Pekerjaan”, ubah
measure menjadi “Nominal” dan isi value dengan kategori: 1 = Tani, 2 = Buruh dan 3
= Lainnya.
Ubah Type Pendapatan ke “Numeric”, Decimals “0”, beri label “Pendapatan”, ubah
measure menjadi “Scale”.
Contoh Data Uji ANOVA

Buka Data View dan isikan data sebanyak 24 responden sebagai berikut:

Pada menu, pilih Analyze, Compare Means, One-Way ANOVA, sampai muncul
jendela One-Way ANOVA seperti di bawah ini:

Pilih variabel “Pendapatan” lalu masukkan ke kotak “Dependent List:” Kemudian
pilih variabel “Pekerjaan” lalu masukkan ke kotak “Factor:” Sehingga nampak seperti
di bawah ini:

Klik tombol Options, akan muncul jendela ini: Centang “Descriptive” dan
“Homogenity of variance test“


Klik Continue
Masih dijendela One Way ANOVA, klik tombol Post Hoc, sampai muncul jendela ini:
Centang Bonferroni dan Games-Howell serta biarkan significance level = 0,05.


Klik Continue.
Lalu Klik OK dan Lihatlah hasil!
Hasil terilhat sebagai berikut:
Interprestasi Uji ANOVA
Interprestasi Baca adalah sebagai berikut:



Dari tabel Descriptives nampak bahwa responden yang bekerja sebagai Tani rata-rata
berpendapatan sebesar 195497,50, Buruh rata-rata berpendapatan
sebesar 265080,75 dan Lainnya rata-rata berpendapatan 326423,25. Selanjutnya
untuk melihat uji kita lihat di tabel ANOVA.
Sebelum melanjutkan uji perlu diingat bahwa salah satu asumsi Anova adalah
variansnya sama. Dari tabel Test of Homegeneity of Variances terlihat bahwa hasil
uji menunjukan bahwa varian ketiga kelompok tersebut sama (P-value = 0,357),
sehingga uji Anova valid untuk menguji hubungan ini.
Selanjutnya untuk melihat apakah ada perbedaan pendapatan dari ketiga kelompok
pekerja tersebut. Kita lihat tabel ANOVA , dari tabel itu pada kolom Sig. diperoleh
nilai P (P-value) = 0,037. Dengan demikian pada taraf nyata = 0,05 kita menolak Ho,
sehingga kesimpulan yang didapatkan adalah ada perbedaan yang bermakna rata-rata
pendapatan berdasarkan ketiga kelompok pekerjaan tersebut.
Interprestasi Uji ANOVA: Post Hoc





Jika hasil uji menunjukan Ho gagal ditolak (tidak ada perbedaan), maka uji lanjut
(Post Hoc Test) tidak dilakukan. Sebaliknya jika hasil uji menunjukan Ho ditolak
(ada perbedaan), maka uji lanjut (Post Hoc Test) harus dilakukan.
Karena hasil uji Anova menunjukan adanya perbedaan yang bermakna, maka uji
selanjutnya adalah melihat kelompok mana saja yang berbeda.
Untuk menentukan uji lanjut mana yang digunakan, maka kembali kita lihat tabel Test
of Homogeneity of Variances, bila hasil tes menunjukan varian sama, maka uji lanjut
yang digunakan adalah uji Bonferroni. Namun bilai hasil tes menunjukan varian
tidak sama, maka uji lanjut yang digunakan adalah uji Games-Howell.
Dari Test of Homogeneity menghasilkan bahwa varian ketiga kelompok tersebut
sama, maka uji lanjut (Post Hoc Test) yang digunakan adalah Uji Bonferroni.
Dari tabel Post Hoc Test di atas memperlihatkan bahwa kelompok yang menunjukan
adanya perbedaan rata-rata pendapatan (ditandai dengan tanda bintang “*”) adalah
Kelompok “Tani” dan “Lainnya”.
Pelajari juga cara melakukan uji One Way Anova dengan menggunakan software MS Excel.
Silahkan anda membaca artikel “One Way Anova dalam Excel” dan “Hitung Manual One
Way Anova dengan Excel“.
Demikian Ulasan Singkat Tutorial Uji ANOVA dalam SPSS. Kami anjurkan anda juga
membaca artikel yang berkaitan erat dengan uji ini, yaitu Uji MANOVA.
By Anwar Hidayat
Tutorial Uji Normalitas Kolmogorov
Smirnov dengan SPSS
Uji Normalitas Kolmogorov Smirnov
Artikel ini membahas Uji Normalitas Kolmogorov Smirnov dengan SPSS. Banyak sekali
teknik pengujian normalitas suatu distribusi data yang telah dikembangkan oleh para ahli.
Kita sebenarnya sangat beruntung karena tidak perlu mencari-cari cara untuk menguji
normalitas, dan bahkan saat ini sudah
Pengertian Uji Kolmogorov Smirnov
Uji Kolmogorov Smirnov adalah pengujian normalitas yang banyak dipakai, terutama setelah
adanya banyak program statistik yang beredar. Kelebihan dari uji ini adalah sederhana dan
tidak menimbulkan perbedaan persepsi di antara satu pengamat dengan pengamat yang lain,
yang sering terjadi pada uji normalitas dengan menggunakan grafik.
Konsep Uji Kolmogorov Smirnov
Konsep dasar dari uji normalitas Kolmogorov Smirnov adalah dengan membandingkan
distribusi data (yang akan diuji normalitasnya) dengan distribusi normal baku.
Distribusi normal baku adalah data yang telah ditransformasikan ke dalam bentuk ZScore dan diasumsikan normal. Jadi sebenarnya uji Kolmogorov Smirnov adalah uji
beda antara data yang diuji normalitasnya dengan data normal baku.
Seperti pada uji beda biasa, jika signifikansi di bawah 0,05 berarti terdapat perbedaan yang
signifikan, dan jika signifikansi di atas 0,05 maka tidak terjadi perbedaan yang signifikan.
Penerapan pada uji Kolmogorov Smirnov adalah bahwa jika signifikansi di bawah 0,05
berarti data yang akan diuji mempunyai perbedaan yang signifikan dengan data normal baku,
berarti data tersebut tidak normal.
Signifikansi Uji Kolmogorov
Lebih lanjut, jika signifikansi di atas 0,05 maka berarti tidak terdapat perbedaan yang
signifikan antara data yang akan diuji dengan data normal baku, artinya, ya. Berarti data yang
kita uji normal, kan tidak berbeda dengan normal baku.
Jika kesimpulan kita memberikan hasil yang tidak normal, maka kita tidak bisa menentukan
transformasi seperti apa yang harus kita gunakan untuk normalisasi. Jadi ya kalau tidak
normal, gunakan plot grafik untuk melihat menceng ke kanan atau ke kiri. Atau
menggunakan Skewness dan Kurtosis sehingga dapat ditentukan transformasi seperti apa
yang paling tepat dipergunakan.
Uji Normalitas dengan Kolmogorov Smirnov dengan Program SPSS
Pengujian normalitas dengan menggunakan Program SPSS dilakukan dengan menu Analyze,
kemudian klik pada Nonparametric Test, lalu klik Legacy Dialogs, Klik 1-Sample K-S. K-S
itu singkatan dari Kolmogorov-Smirnov. Maka akan muncul kotak One-Sample KolmogorovSmirnov Test.
Normalitas Kolmogorov SPSS
Data yang akan diuji terletak di kiri dan pindahkan ke kanan dengan tanda panah. Centang
Normal pada Test Distribution.
Lalu tekan OK saja.
Interprestasi Uji Normalitas Kolmogorov dengan SPSS
Pada output, lihat pada baris paling bawah dan paling kanan yang berisi Asymp.Sig.(2tailed).
Output Normalitas Kolmogorov SPSS
Lalu intepretasinya adalah bahwa jika nilainya di atas 0,05 maka distribusi data dinyatakan
memenuhi asumsi normalitas, dan jika nilainya di bawah 0,05 maka diinterpretasikan sebagai
tidak normal.
Untuk Uji Kolmogorov Smirnov dengan Excel, Baca Artikel kami yang berjudul “Normalitas
Excel“, Baca Juga Tentang: “Uji Homogenitas
Untuk Pengujian Normalitas Metode Lilliefors dan Shapiro-Wilk Serta Metode Grafik dalam
SPSS, Baca: Normalitas Pada SPSS.
Untuk Pengujian Normalitas Metode Anderson-Darling, Ryan-Joiner dan KolmogorovSmirnov dalam Aplikasi Minitab, Baca: Normalitas Pada Minitab. Demikian telah dijelaskan
secara detail tahap demi tahap langkah dalam tutorial uji normalitas kolmogorov smirnov
SPSS.
By Anwar Hidayat
Populasi dan Sampel
Dalam artikel kali ini, kita akan membahas secara detail dan gamblang tentang tentang Populasi
dan Sampel serta perbedaan diantara keduanya. Perbedaan Populasi dan Sampel harus
dipahami secara jelas agar tidak salah saat para peneliti melakukan penelitian. Oleh karena itu
penting untuk memahami populasi dan sampel di dalam konteks Metodologi Penelitian.
Pengertian populasi
Populasi atau universe adalah jumlah keseluruhan dari satuan-satuan atau individu-individu
yang karakteristiknya hendak diteliti. Dan satuan-satuan tersebut dinamakan unit analisis, dan
dapat berupa orang-orang, institusi-institusi, benda-benda, dst. (Djawranto, 1994 : 420).
Populasi dan Sampel
Pengertian Sampel
Sampel atau contoh adalah sebagian dari populasi yang karakteristiknya hendak diteliti
(Djarwanto, 1994:43). Sampel yang baik, yang kesimpulannya dapat dikenakan pada populasi,
adalah sampel yang bersifat representatif atau yang dapat menggambarkan karakteristik
populasi.
Kriteria Sampel
Ada dua kriteria sampel yaitu kriteria inklusi dan kriteria eksklusi. Penentuan kriteria sampel
diperlukan untuk mengurangi hasil peneliian yang bias.
Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subjek penelitian dari suatu populasi target yang
terjangkau yang akan diteliti (Nursalam, 2003: 96). Sedangkan yang dimaksud dengan Kriteria
eksklusi adalah meng-hilangkan/mengeluarkan subjek yang memenuhi kriteria inklusi dari
penelitian karena sebab-sebab tertentu (Nursalam, 2003: 97).
Sebab-sebab yang dipertimbangkan dalam menentukan kriteria ekslusi antara lain: a. subjek
mematalkan kesediannya untuk menjadi responden penelitian, dan b. subjek berhalangan hadir
atau tidak di tempat ketika pengumpulan data dilakukan.
Teknik pengambilan sampel
Pengertian teknik pengambilan sampel
Teknik pengambilan sampel atau teknik sampling adalah teknik pengambilan sampel dari
populasi. Sampel yang merupakan sebagaian dari populasi tsb. kemudian diteliti dan hasil
penelitian (kesimpulan) kemudian dikenakan pada populasi (generalisasi).
Manfaat sampling
1) Menghemat beaya penelitian.
2) Menghemat waktu untuk penelitian.
3) Dapat menghasilkan data yang lebih akurat.
4) Memperluas ruang lingkup penlitian.
Syarat-syarat teknik sampling
Teknik sampling boleh dilakukan bila populasi bersifat homogen atau memiliki karakteristik
yang sama atau setidak-tidaknya hampir sama. Bila keadaan populasi bersifat heterogen,
sampel yang dihasilkannya dapat bersifat tidak representatif atau tidak dapat menggambarkan
karakteristik populasi.
Jenis-jenis teknik sampling
1) Teknik sampling secara probabilitas
Teknik sampling probabilitas atau random sampling merupakan teknik sampling yang
dilakukan dengan memberikan peluang atau kesempatan kepada seluruh anggota populasi
untuk menjadi sampel. Dengan demikian sampel yang diperoleh diharapkan merupakan sampel
yang representatif.
Teknik sampling semacam ini dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut.
a) Teknik sampling secara rambang sederhana.
Cara paling populer yang dipakai dalam proses penarikan sampel rambang sederhana adalah
dengan undian.
b) Teknik sampling secara sistematis (systematic sampling).
Prosedur ini berupa penarikan sample dengan cara mengambil setiap kasus (nomor urut) yang
kesekian dari daftar populasi.
c) Teknik sampling secara rambang proportional.
Jika populasi terdiri dari subpopulasi-subpopulasi maka sample penelitian diambil dari setiap
subpopulasi. Adapun cara peng-ambilan- nya dapat dilakukan secara undian maupun
sistematis.
d) Teknik sampling secara rambang bertingkat.
Bila subpoplulasi-subpopulasi sifatnya bertingkat, cara peng-ambilan sampel sama seperti pada
teknik sampling secara proportional.
e) Teknik sampling secara kluster (cluster sampling)
Ada kalanya peneliti tidak tahu persis karakteristik populasi yang ingin dijadikan subjek
penelitian karena populasi tersebar di wilayah yang amat luas. Untuk itu peneliti hanya dapat
menentukan sampel wilayah, berupa kelompok klaster yang ditentukan secara bertahap. Teknik
pengambilan sample semacam ini disebut cluster sampling atau multi-stage sampling.
2) Teknik sampling secara nonprobabilitas.
Teknik sampling nonprobabilitas adalah teknik pengambilan sample yang ditemukan atau
ditentukan sendiri oleh peneliti atau menurut pertimbangan pakar.
Beberapa jenis atau cara penarikan sampel secara nonprobabilitas adalah sebagai berikut.
a) Puposive sampling atau judgmental sampling
Penarikan sampel secara puposif merupakan cara penarikan sample yang dilakukan memiih
subjek berdasarkan kriteria spesifik yang dietapkan peneliti.
b) Snow-ball sampling (penarikan sample secara bola salju).
Penarikan sample pola ini dilakukan dengan menentukan sample pertama. Sampel berikutnya
ditentukan berdasarkan informasi dari sample pertama, sample ketiga ditentukan berdasarkan
informasi dari sample kedua, dan seterusnya sehingga jumlah sample semakin besar, seolaholah terjadi efek bola salju.
c) Quota sampling (penarikan sample secara jatah).
Teknik sampling ini dilakukan dengan atas dasar jumlah atau jatah yang telah ditentukan.
Biasanya yang dijadikan sample penelitian adalah subjek yang mudah ditemui sehingga
memudahkan pula proses pengumpulan data.
d) Accidental sampling atau convenience sampling
Dalam penelitian bisa saja terjadi diperolehnya sampel yang tidak direncanakan terlebih
dahulu, melainkan secara kebetulan, yaitu unit atau subjek tersedia bagi peneliti saat
pengumpulan data dilakukan. Proses diperolehnya sampel semacam ini disebut sebagai
penarikan sampel secara kebetulan.
Penentuan Jumlah Sampel
Bila jumlah populasi dipandang terlalu besar, dengan maksud meng-hemat waktu, biaya, dan
tenaga, penelitili tidak meneliti seluruh anggota populasi. Bila peneliti bermaksud meneliti
sebagian dari populasi saja (sampel), pertanyaan yang selalu muncul adalah berapa jumlah
sampel yang memenuhi syarat. Ada hukum statistika dalam menentukan jumlah sampel, yaitu
semakin besar jumlah sampel semakin menggambarkan keadaan populasi (Sukardi, 2004 : 55).
Penentuan Jumlah Sampel Berdasarkan Karakteristik Populasi
Selain berdasarkan ketentuan di atas perlu pula penentuan jumlah sampel dikaji dari
karakteristik populasi. Bila populasi bersifat homogen maka tidak dituntut sampel yang
jumlahnya besar. Misalnya saja dalam pemeriksaan golongan darah.
Walaupun pemakaian jumlah sampel yang besar sangat dianjurkan, dengan pertimbangan
adanya berbagai keterbatasan pada peneliti, sehingga peneliti berusaha mengambil sampel
minimal dengan syarat dan aturan statistika tetap terpenuhi sebagaimana dianjurkan oleh Isaac
dan Michael (Sukardi, 2004 : 55). Dengan menggunakan rumus tertentu (lihat Sukardi, 2004 :
55-56), Isaac dan Michael memberikan hasil akhir jumlah sampel terhadap jumlah populasi
antara 10 – 100.000.
By Anwar Hidayat
TRANSFORMASI DATA ORDINAL MENJADI
INTERVAL
Transformasi Data Ordinal menjadi interval penting untuk dipelajari. Data yang dikumpulkan
mahasiwa ketika akan membuat tugas akhir, selain data sekunder diantaranya adalah data
primer. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari catatan-catatan atau informasi tertulis
dari perusahaan. Serta data-data lain yang terdokumentasi dengan baik dan valid
Sedangkan data primer adalah data yang direspon langsung oleh responden berdasarkan
wawancara ataupun daftar pertanyaan yang dirancang, disusun, dan disajikan. Baik dalam
bentuk skala, baik nominal, ordinal, interval maupun ratio oleh mahasiswa ketika
membutuhkan data demi kepentingan penelitian.
Teknik Pengumpulan Data dan Skala Pengukuran
Teknik pengumpulan data seperti ini lazim digunakan karena selain bisa langsung menentukan
skala pengukuranya, akan tetapi juga bisa melengkapi hasil wawancara yang dilakukan dengan
responden.
Skala pengukuran yang dibuat oleh mahasiswa sebaiknya dibuat sedemikian rupa, mengikuti
kaidah, sehingga akan memudahkan pemilihan teknik analisis yang akan digunakan ketika
pengumpulan datanya sudah selesai.
Catatan: Artikel ini membahas bagaimana transformasi data ordinal menjadi interval,
sedangkan untuk transformasi data dalam keperluan untuk memenuhi asumsi klasik, baca
artikel kami yang berjudul “Transformasi Data“
Tujuan Transformasi Data Ordinal Menjadi Interval
Dalam studi empiris, misalnya saja mahasiswa ingin menggunakan statistika parametrik
dengan analisis regresi untuk menganalisis dan mengkaji masalah-masalah penelitian.
Pemilihan analisis model ini ini hanya lazim digunakan bila skala pengukuran yang yang
dilakukan adalah minimal interval. Sedangkan teknik pengumpulan data yang dilakukan oleh
mahasiswa sudah dilakukan dengan menggunakan skala pengukuran nominal (atau ordinal).
Menghadapi situasi demikian, salah satu cara yang dilakukan adalah menaikkan tingkat
pengukuran skalanya dari ordinal menjadi interval. Melakukan manipulasi data dengan cara
menaikkan skala dari ordinal menjadi interval ini, selain bertujuan untuk tidak melanggar
kelaziman, juga untuk mengubah agar syarat distribusi normal bisa dipenuhi ketika
menggunakan statistika parametrik.
Transformasi Data Ordinal Menjadi Interval Menggunakan Metode MSI
Menurut Sambas Ali Muhidin dan Maman Abdurahman, “salah satu metode transformasi yang
sering digunakan adalah metode succesive interval (MSI)”. Meskipun banyak perdebatan
tentang metode ini, diharapkan pemikiran ini bisa melengkapi wacana mahasiswa ketika akan
melakukan analisis data berkenaan dengan tugas-tugas kuliah.
Transformasi Data Ordinal Menjadi Interval Pada Skala Likert
Sebelum melanjutkan pembahasan tentang bagaimana transformasi data ordinal dilakukan,
tulisan ini sedikit membahas tentang dua perbedaan pendapat tentang bagimana skor-skor yang
diberikan terhadap alternatif jawaban pada skala pengukuran Likert yang sudah kita kenal.
Pendapat pertama mengatakan bahwa skor 1, 2, 3, 4, dan 5 adalah data interval.
Sedangkan pendapat yang kedua, menyatakan bahwa jenis skala pengukuran Likert adalah
ordinal. Alasannya skala Likert merupakan Skala Interval adalah karena skala sikap merupakan
dan menempatkan kedudukan sikap seseorang pada kesatuan perasaan kontinum yang berkisar
dari sikap “sangat positif”, artinya mendukung terhadap suatu objek psikologis terhadap objek
penelitian, dan sikap “sangat negatif”, yang tidak mendukung sama sekali terhadap objek
psikologis terhadap objek penelitian.
Ciri Skala Likert
Berkenaan dengan perbedaan pendapat terhadap skor-skor yang diberikan dalam alternatif
jawaban dalam skala Likert itu, apakah termasuk dalam skala pengukuran ordinal atau data
interval, berikut ini kami menyampaikan pemikiran yang bisa dijadikan pertimbangan: Ciri
spesifik yang dimiliki oleh data yang diperoleh dengan skala pengukuran ordinal, adalah
bahwa, data ordinal merupakan jenis data kualitatif, bukan numerik, berupa kata-kata atau
kalimat, seperti misalnya sangat setuju, kurang setuju, dan tidak setuju, jika pertanyaannya
ditujukan terhadap persetujuan tentang suatu event.
Atau bisa juga respon terhadap keberadaan suatu Bank “PQR” dalam suatu daerah yang bisa
dimulai dari sangat tidak setuju, tidak setuju, ragu-ragu, Setuju, dan sangat setuju.
Data Interval Vs Data Ordinal
Sementara data interval adalah termasuk data kuantitatif, berbentuk numerik, berupa angka,
bukan terdiri dari kata-kata, atau kalimat. Mahasiswa yang melakukan penelitian dengan
menggunakan pendekatan kuantitatif, termasuk di dalamnya adalah data interval, data yang
diperoleh dari hasil pengumpulan data bisa langsung diolah dengan menggunakan model
statistika.
Akan tetapi data yang diperoleh dengan pengukuran skala ordinal, berbentuk kata-kata,
kalimat, penyataan, sebelum diolah, perlu memberikan kode numerik, atau simbol berupa
angka dalam setiap jawaban.
Misalnya saja alternatif jawaban pada skala Likert, alternatif jawaban “sangat tidak setuju”
diberi skor 1; “ tidak setuju diberi skor 2; “ragu-ragu” diberi skor 3; “setuju” diberi kode 4; dan
“sangat setuju” diberi skor 5. Angka-angka (numerik) inilah yang kemudian diolah, sehingga
menghasilkan skor tertentu.
Tetapi, sesuai dengan sifat dan cirinya, angka 1, 2, 3, 4, dan 5 atau skor yang sudah diperoleh
tidak memberikan arti apa-apa terhadap objek yang diukur. Dengan kata lain, skor yang lebih
tinggi lebih tidak berarti lebih baik dari skor yang lebih rendah. Skor 1 hanya menunjukkan
sikap “sangat tidak setuju”, skor 2 menunjukkan sikap “tidak setuju, skor 3 menunjukkan sikap
“ragu-ragu’, skor 4 menunjukkan sikap “setuju”, dan skor 5 menunjukkan sikap “sangat
setuju”. Kita tidak bisa mengatakan bahwa skor 4 atau “setuju” dua kali lebih baik dari skor 2
atau “tidak setuju”.
Ciri Data Interval
Fenomena ini berbeda sekali dengan sifat/ciri yang dimiliki oleh data interval, dimana angkaangka atau skor-skor numerik yang diperoleh dari hasil pengukuran data langsung dapat
dibandingkan antara satu dengan lainnya, dikurangkan, dijumlahkan, dibagi dan dikalikan.
Misalnya saja penelitian yang dilakukan mahasiswa tentang suhu udara beberapa kelas, dan
diperoleh data misalnya suhu ruangan kelas A 15 derajat Cls, suhu ruang kelas B 20 derajat
Cls, dan suhu ruang kelas C 25 derajat Cls.
Berarti bahwa suhu ruang kelas A adalah 75 % lebih dingin dari suhu ruang kelas B. Suhu
ruang kelas A 60 % lebih dingin dari suhu ruang kelas C. Suhu ruang kelas A lebih dingin dari
suhu ruang kelas B dan C. Atau suhu ruangan kelas B lebih panas dari suhu ruang kelas A,
tetapi lebih dingin dibandingkan dengan suhu ruangan kelas C. Contoh lain misalnya prestasi
mahasiswa yang diukur dengan skala indek prestasi mahasiswa.
KEPUSTAKAAN
Babbie, Earl R., The Pravtice of Social Research, 4th Edition, Belmont, CA, Wadsworth,
1986. Kerlinger, F.N., Foundation of Behavioral Research, 2nd Ed., New York, MacMillan,
1971.
Moh nazir, Ph.d. Metode Penelitian, Penerbit Ghalia Indonesia, Jakarta, 2005).
TRANSFORMASI DATA ORDINAL menjadi INTERVAL SECARA MANUAL
(Kasus Transformasi Data Ordinal Menjadi Interval)
Dikutip Dari: Suharto*
A. Pendahuluan
Beberapa ahli berpendapat bahwa pelaksanaan penelitian menggunakan metode ilmiah
diantaranya adalah dengan melakukan langkah-langkah sistematis. Metode ilmiah sendiri
adalah merupakan pengejaran terhadap kebenaran relatif yang diatur oleh pertimbanganpertimbangan logis. Dan karena keberadaan dari ilmu itu adalah untuk memperoleh interelasi
yang sistematis dari fakta-fakta, maka metode ilmiah berkehendak untuk mencari jawaban
tentang fakta-fakta dengan menggunakan pendekatan kesangsian sistematis. Karenanya,
penelitian dan metode ilmiah, jika tidak dikatakan sama, mempunyai hubungan yang relatif
dekat.
Metode Ilmiah Yang Mendasari Transformasi Data Ordinal Menjadi Interval
Dengan adanya metode ilmiah, pertanyaan-pertanyaan dalam mencari dalil umum, akan mudah
dijawab. Menuruti Schluter (Moh Nazir), langkah penting sebelum sampai tahapan analisis
data dan penentuan model adalah ketika melakukan pengumpulan dan manipulasi data
sehingga bisa digunakan bagi keperluan pengujian hipotesis. Mengadakan manipulasi data
berarti mengubah data mentah dari awal menjadi suatu bentuk yang dapat dengan mudah
memperlihatkan hubungan-hubungan antar fenomena.
Kelaziman kuantifikasi sebaiknya dilakukan kecuali bagi atribut-atribut yang tidak dapat
dilakukan. Dan dari kuantifikasi data itu, penentuan mana yang dikatakan data nominal,
ordinal, ratio dan interval bisa dilakukan demi memasuki wilayah penentuan model.
Rumusan Hipotesis Vs Analisa Data VS Skala Data
Pada ilmu-ilmu sosial yang telah lebih berkembang, melakukan analisis berdasarkan pada
kerangka hipotesis dilakukan dengan membuat model matematis untuk membangun refleksi
hubungan antar fenomena yang secara implisit sudah dilakukan dalam
rumusan hipotesis. Analisis data merupakan bagian yang amat penting dalam metode ilmiah.
Makna Sebuah Data Dalam Tujuan Analisis
Data bisa memiliki makna setelah dilakukan analisis dengan menggunakan model yang lazim
digunakan dan sudah diuji secara ilmiah meskipun memiliki banyak peluang untuk digunakan.
Akan tetapi masing-masing model, jika ditelaah satu demi satu, sebenarnya hanya sebagian
saja yang bisa digunakan untuk kondisi dan data tertentu. Ia tidak bisa digunakan untuk
menganalisis data jika model yang digunakan kurang sesuai dengan bagaimana kita
memperoleh data jika menggunakan instrumen.
Timbangan tidak bisa digunakan untuk mengukur tinggi badan seseorang. Sebaliknya meteran
tidak bisa digunakan untuk mengukur berat badan seseorang. Karena masing-masing instrumen
memiliki kegunaan masing-masing. Dalam hal ini, tentu saja kita tidak ingin menggunakan
model analisis hanya semata-mata karena menuruti selera dan kepentingan. Suatu model hanya
lazim digunakan tergantung dari kondisi bagaimana data dikumpulkan.
Karena pada dasarnya, model adalah alat yang bisa digunakan dalam kondisi dan data apapun.
Ia tetap bisa digunakan untuk menghitung secara matematis, akan tetapi tidak dalam teori.
Banyaknya konsumsi makanan tentu memiliki hubungan dengan berat badan seseorang. Akan
tetapi banyaknya konsumsi makanan penduduk pulau Nias, tidak akan pernah memiliki
hubungan dengan berat badan penduduk Kalimantan. Motivasi kerja sebuah perusahaan
elektronik, tidak akan memiliki hubungan dengan produktivitas petani karet.
Skala Data Vs Analisis Sebagai Alasan Dilakukannya Transformasi Data Ordinal Menjadi Interval
Model analisis statistik hanya bisa digunakan jika data yang diperoleh memiliki syarat-syarat
tertentu. Masing-masing variabel tidak memiliki hubungan linier yang eksak. Data yang kita
peroleh melalui instrumen pengumpul data itu bisa dianalisis dengan menggunakan model
tanpa melanggar kelaziman.
Bagi keperluan analisis penelitian ilmu-ilmu sosial, teknik mengurutkan sesuatu ke dalam skala
itu artinya begitu penting mengingat sebagian data dalam ilmu-ilmu sosial mempunyai sifat
kualitatif.
Atribut saja sebagai objek penelitian selain kurang representatif bagi peneliti, juga sebagian
orang saat ini menginginkan gradasi yang lebih baik bagi objek penelitian. Orang selain kurang
begitu puas dengan atribut baik atau buruk, setuju atau tidak setuju, tetapi juga menginginkan
sesuatu yang berada di antara baik dan buruk atau di antara setuju dan tidak setuju.
Karena gradasi, merupakan kelaziman yang diminta bagi sebagian orang bisa menguak secara
detail objek penelitian. Semakin banyak gradasi yang dibuat dalam instrumen penelitian,
hasilnya akan makin representatif.
Teknik Membuat Skala Data
Menuruti Moh. Nazir, teknik membuat skala adalah cara mengubah fakta-fakta kualitatif
(atribut) menjadi suatu urutan kuantitatif (variabel). Mengubah fakta-fakta kualitatif menjadi
urutan kuantitatif itu telah menjadi satu kelaziman paling tidak bagi sebagian besar orang,
karena berbagai alasan.
Pertama, eksistensi matematika sebagai alat yang lebih cenderung digunakan oleh ilmu-ilmu
pengetahuan sehingga bisa mengundang kuantitatif variabel. Kedua, ilmu pengetahuan,
disamping akurasi data, semakin meminta presisi yang lebih baik, lebih-lebih dalam mengukur
gradasi. Karena perlunya presisi, maka kita belum tentu puas dengan atribut baik atau buruk
saja. Sebagian peneliti ingin mengukur sifat-sifat yang ada antara baik dan buruk tersebut,
sehingga diperoleh suatu skala gradasi yang jelas.
B. Pembahasan
Agar terang manfaat dari Transformasi Data Ordinal Menjadi Interval, maka penting bagi
kita untuk memahami tentang skala data. Skala Data dapat kami jelaskan sebagai berikut:
a. Data nominal
Sebelum kita membicarakan bagaimana alat analisis digunakan, akan diberikan ulasan tentang
bagaimana sebenarnya data nominal yang sering digunakan dalam statistik nonparametrik bagi
mahasiswa. Menuruti Moh. Nazir, data nominal adalah ukuran yang paling sederhana, dimana
angka yang diberikan kepada objek mempunyai arti sebagai label saja, dan tidak menunjukkan
tingkatan apapun.
Ciri Data Nominal
Ciri-ciri data nominal adalah hanya memiliki atribut, atau nama, atau diskrit. Data nominal
merupakan data kontinum dan tidak memiliki urutan. Bila objek dikelompokkan ke dalam setset, dan kepada semua anggota set diberikan angka, set-set tersebut tidak boleh tumpang tindih
dan bersisa. Misalnya tentang jenis olah raga yakni tenis, basket dan renang. Kemudian
masing-masing anggota set di atas kita berikan angka, misalnya tenis (1), basket (2) dan renang
(3).
Jelas kelihatan bahwa angka yang diberikan tidak menunjukkan bahwa tingkat olah raga basket
lebih tinggi dari tenis ataupun tingkat renang lebih tinggi dari tenis. Angka tersebut tidak
memberikan arti apa-apa jika ditambahkan. Angka yang diberikan hanya berfungsi sebagai
label saja. Begitu juga tentang suku, yakni Dayak, Bugis dan Badui.
Tentang partai, misalnya Partai Bulan, Partai Bintang dan Partai Matahari. Masing-masing
kategori tidak dinyatakan lebih tinggi dari atribut (nama) yang lain. Seseorang yang pergi ke
Jakarta, tidak akan pernah mengatakan dua setengah kali, atau tiga seperempat kali. Tetapi
akan mengatakan dua kali, lima kali, atau tujuh kali. Begitu seterusnya. Tidak akan pernah ada
bilangan pecahan.
Asal Data Nominal
Data nominal ini diperoleh dari hasil pengukuran dengan skala nominal. Menuruti Sugiono,
alat analisis (uji hipotesis asosiatif) statistik nonparametrik yang digunakan untuk data nominal
adalah Coeffisien Contingensi Akan tetapi karena pengujian hipotesis Coeffisien Contingensi
memerlukan rumus Chi Square (χ2), perhitungannya dilakukan setelah kita menghitung Chi
Square. Penggunaan model statistik nonparametrik selain Coeffisien Contingensi tidak lazim
dilakukan.
b. Data ordinal
Bagian lain dari data kontinum adalah data ordinal. Data ini, selain memiliki nama (atribut),
juga memiliki peringkat atau urutan. Angka yang diberikan mengandung tingkatan. Ia
digunakan untuk mengurutkan objek dari yang paling rendah sampai yang paling tinggi atau
sebaliknya.
Ukuran ini tidak memberikan nilai absolut terhadap objek, tetapi hanya memberikan peringkat
saja. Jika kita memiliki sebuah set objek yang dinomori, dari 1 sampai n, misalnya peringkat
1, 2, 3, 4, 5 dan seterusnya, bila dinyatakan dalam skala, maka jarak antara data yang satu
dengan lainnya tidak sama. Ia akan memiliki urutan mulai dari yang paling tinggi sampai paling
rendah. Atau paling baik sampai ke yang paling buruk.
Skala Likert Adalah Data Ordinal
Misalnya dalam skala Likert (Moh Nazir), mulai dari sangat setuju, setuju, ragu-ragu, tidak
setuju sampai sangat tidak setuju. Atau jawaban pertanyaan tentang kecenderungan masyarakat
untuk menghadiri rapat umum pemilihan kepala daerah, mulai dari tidak pernah absen
menghadiri, dengan kode 5, kadang-kadang saja menghadiri, dengan kode 4, kurang
menghadiri, dengan kode 3, tidak pernah menghadiri, dengan kode 2 sampai tidak ingin
menghadiri sama sekali, dengan kode 1.
Dari hasil pengukuran dengan menggunakan skala ordinal ini akan diperoleh data ordinal. Alat
analisis (uji hipotesis asosiatif statistik nonparametrik yang lazim digunakan untuk data
ordinal adalah Spearman Rank Correlation dan Kendall Tau.
c. Data interval
Pemberian angka kepada set dari objek yang mempunyai sifat-sifat ukuran ordinal dan
ditambah satu sifat lain, yakni jarak yang sama pada pengukuran dinamakan data interval. Data
ini memperlihatkan jarak yang sama dari ciri atau sifat objek yang diukur. Akan tetapi ukuran
interval tidak memberikan jumlah absolut dari objek yang diukur. Data yang diperoleh dari
hasil pengukuran menggunakan skala interval dinamakan data interval.
Misalnya tentang nilai ujian 6 orang mahasiswa, yakni A, B, C, D, E dan F diukur dengan
ukuran interval pada skala prestasi dengan ukuran 1, 2, 3, 4, 5 dan 6, maka dapat dikatakan
bahwa beda prestasi antara C dan A adalah 3 – 1 = 2. Beda prestasi antara C dan F adalah 6 –
3 = 3. Akan tetapi tidak bisa dikatakan bahwa prestasi E adalah 5 kali prestasi A ataupun
prestasi F adalah 3 kali lebih baik dari prestasi B.
Dari hasil pengukuran dengan menggunakan skala interval ini akan diperoleh data interval.
Alat analisis (uji hipotesis asosiatif) statistik parametrik yang lazim digunakan untuk data
interval ini adalah Pearson Korelasi Product Moment, Partial Correlation, Multiple Correlation,
Partial Regression, dan Multiple Regression.
d. Data ratio
Ukuran yang meliputi semua ukuran di atas ditambah dengan satu sifat yang lain, yakni ukuran
yang memberikan keterangan tentang nilai absolut dari objek yang diukur dinamakan ukuran
ratio. Ukuran ratio memiliki titik nol, karenanya, interval jarak tidak dinyatakan dengan beda
angka rata-rata satu kelompok dibandingkan dengan titik nol di atas. Oleh karena ada titik nol,
maka ukuran rasio dapat dibuat perkalian ataupun pembagian.
Angka pada skala rasio dapat menunjukkan nilai sebenarnya dari objek yang diukur. Jika ada
4 orang pengemudi, A, B, C dan D mempunyai pendapatan masing-masing perhari Rp. 10.000,
Rp.30.000, Rp. 40.000 dan Rp. 50.000. bila dilihat dengan ukuran rasio maka pendapatan
pengemudi C adalah 4 kali pendapatan pengemudi A.
Pendapatan D adalah 5 kali pendapatan A. Pendapatan C adalah 4/3 kali pendapatan B. Dengan
kata lain, rasio antara C dan A adalah 4 : 1, rasio antara D dan A adalah 5 : 1, sedangkan rasio
antara C dan B adalah 4 : 3. Interval pendapatan pengemudi A dan C adalah 30.000. dan
pendapatan pengemudi C adalah 4 kali pendapatan pengemudi A.
Asal Data Rasio
Dari hasil pengukuran dengan menggunakan skala rasio ini akan diperoleh data rasio. Alat
analisis (uji hipotesis asosiatif) yang digunakan adalah statistik parametrik dan yang lazim
digunakan untuk data rasio ini adalah Pearson Korelasi Product Moment, Partial Correlation,
Multiple Correlation, Partial Regression, dan Multiple Regression.
Sesuai dengan ulasan jenis pengukuran yang digunakan, maka variabel penelitian diharapkan
dapat bagi 4 bagian, yakni variabel nominal, variabel ordinal, variabel interval, dan variabel
rasio. Variabel nominal, yaitu variabel yang dikategorikan secara diskrit dan saling terpisah
seperti status perkawinan, jenis kelamin, dan sebagainya. Variabel ordinal adalah variabel yang
disusun atas dasar peringkat, seperti peringkat prestasi mahasiswa, peringkat perlombaan catur,
peringkat tingkat kesukaran suatu pekerjaan dan lain-lain.
Pengertian Data Interval
Variabel interval adalah variabel yang diukur dengan ukuran interval seperti penghasilan, sikap
dan sebagainya, sedangkan variabel rasio adalah variabel yang disusun dengan ukuran rasio
seperti tingkat penganggguran, dan sebagainya.
e. Konversi variabel ordinal
Ada kalanya kita tidak ingin menguji hipotesis dengan alat uji hipotesis statistik nonparametrik
dengan berbagai pertimbangan. Misalnya kita ingin melakukan uji statistik parametrik Pearson
Korelasi Product Moment, Partial Correlation, Multiple Correlation, Partial Regression dan
Multiple Regression, padahal data yang kita miliki adalah hasil pengukuran dengan skala
ordinal, sedangkan persyaratan penggunaan statistik parametrik adalah selain data harus
berbentuk interval atau rasio, data harus memiliki distribusi normal. Konversi dari data ordinal
menjadi interval inilah yang menjadi landasan teori Transformasi Data Ordinal Menjadi
Interval.
Jika kita tidak ingin melakukan uji normalitas karena data yang kita miliki adalah data ordinal,
hal itu bisa saja kita lakukan dengan cara menaikkan data dari pengukuran skala ordinal
menjadi data dalam skala interval dengan metode Suksesive Interval.
Pengertian MSI dan kaitannya dengan Transformasi Data Ordinal Menjadi Interval
Menuruti Al-Rasyid, menaikkan data dengan skala ordinal menjadi skala interval dinamakan
transformasi dengan menggunakan metode Suksesiv Interval. Penggunaan skala interval bagi
kepentingan statistik parametrik, selain merupakan suatu kelaziman, juga untuk mengubah data
agar memiliki sebaran normal.
Transformasi menggunakan model ini berarti tidak perlu melakukan uji normalitas. Karena
salah satu syarat penggunaan statistik parametrik, selain data harus memiliki skala interval (dan
ratio), data harus memiliki distribusi normal. Berbeda dengan statistik nonparametrik, ia hanya
digunakan untuk mengukur distribusi. (Ronald E. Walpole).
Contoh MSI dalam Transformasi Data Ordinal Menjadi Interval
Berikut ini diberikan contoh sederhana bagaimana kita meningkatkan data hasil pengukuran
dengan skala ordinal menjadi data interval dengan metode Suksesiv Interval. Sebenarnya data
ini lazimnya hanya dianalisis dengan statistik nonparametrik. Akan tetapi oleh karena
model yang diinginkan adalah statistik parametrik, data tersebut ditingkatkan skalanya menjadi
data interval dengan menggunakan metode Suksesive Interval, sehingga di dapat dua jenis data
yakni data ordinal dan data interval hasil transformasi.
Tabel berikut ini adalah konversi variabel ordinal menjadi variabel interval yang disajikan
secara simultan. Data ordinal berukuran 100.
Tabel 1.
Proses Konversi Variabel atau Transformasi Data Ordinal Menjadi Interval
1. Pemilih jawaban (kolom 1) atau kategori dan jumlahnya dibuat dari hasil kuisioner fiktif.
2. Masing-masing frekuensi setiap masing-masing kategori dijumlahkan (kolom 2) menjadi
jumlah frekuensi.
3. Kolom proporsi (kolom 3) nomor 1 diisi dengan cara, misalnya yang memilih kategori 1
jumlah responden 25 orang, maka proporsinya adalah (25 : 100) = 0,25. Kolom proporsi no 2
diisi dengan cara, kategori 2 dengan jumlah responden 17 orang, maka proporsinya adalah (17
: 100) = 0,17. Kolom proporsi nomor 3 diisi dengan cara, kategori 3 dengan jumlah responden
34 orang, proporsinya adalah (34 : 100) = 0,34. Kemudian kolom proporsi nomor 4 dengan
jumlah responden 19 orang, proporsinya dihitung dengan cara (19 : 100) = 0,19, begitu
seterusnya sampai ditemukan angka 0,05.
4. Proporsi kumulatif (kolom 4) diisi dengan cara menjumlahkan secara kumulatif item yang
ada pada kolom no 3 (proporsi). Misalnya 0,25 + 0,17 = 0,42. Kemudian nilai 0,42 + 0,34 =
0,76. Lalu 0,76 + 0,19 = 0,95. Dan terakhir adalah 0,95 + 0,05 = 1,00. 5. Kolom 5 (Nilai Z),
diisi dengan cara melihat tabel Distribusi Normal (Lampiran 1).
Hasil Perhitungan
Misalnya angka (– 0,67), diperoleh dari luas 0,2500 (tabel Z) terletak di Z yang ke berapa. Jika
tidak ada angka yang pas, cari nilai yang terdekat dengan luas 0,2500. Dalam hal ini angka
0,2514 (terdekat dengan angka 0,2500) terletak di Z ke 0,67. Karena angka 0,25 berada di
bawah 0,5, maka beri tanda negatif didepannya. Berikutnya adalah angka (– 0,20), diperoleh
dari luas (angka) 0,4200 (tabel Z) terletak di Z ke berapa.
Jika tidak ada angka yang sama dengan 0,4200, cari nilai yang terdekat dengan angka 0,4200
dalam tabel Z. Dalam contoh ini, angka 0,4207 (terdekat dengan 0,4200) terletak di Z ke 0,2.
Karena angka 0,42 berada di bawah 0,5, maka beri tanda negatif di depannya. Kemudian angka
(0,71), diperoleh dari luas distribusi normal (angka) 0,7600 (tabel Z).
Angka ini harus dihitung dengan jalan menjumlahkan setengah dari luas distribusi normal,
yakni (0,5 + 0,26) = 0,76. Untuk mencapai angka 1,0000, berarti ada kekurangan sebesar
0,2400. Tabel Z yang terdekat dengan angka 0,2400 adalah 0,2389 yang terletak di Z ke 0,71.
Berikutnya adalah angka (1,64). Angka ini diperoleh dari luas distribusi normal (angka) 0,9500
(tabel Z). Angka ini juga harus dihitung dengan cara menjumlahkan setengah dari luas
distribusi normal, yakni (0,5 + 0,45) = 0,95.
Untuk mencapai luas 100% (angka 1,000), distribusi ini ada kekurangan sebesar 0,0500. Tabel
Z yang terdekat dengan angka 0,0500 adalah 0,0505 (Z ke 1,64) dan 0,495 (Z ke 165) . Oleh
karena angka tersebut memiliki nilai sama, maka kita hanya memilih salah satu, yakni di Z ke
1,645. Nilai ordinat (kolom 6) dapat dilihat pada tabel Ordinat Kurva Normal. Angka 0,3187
bersesuaian dengan P 0,25 (kolom 4). Angka 0,3910 bersesuaian dengan P 0,42 (kolom 4).
Kemudian angka 0,3101 bersesuaian dengan P 0,76. (1 – P) = 0,24 (kolom 4). Artinya nilai
0,3101 bersesuaian dengan P 0,24. Dst….
Kolom 7
(nilai skala) dicari dengan rumus :
————–>Kepadatan pd batas bawah – kepadatan pd batas atas
Nilai Skala = —————————————————————
—————>Daerah di bwh bts atas – daerah di bwh bts bawah
——————>0,0000 – 0,3187
Nilai skala 1 = ———————— = – 1,2748
———————>0,25 – 0,00
——————>0,3187 – 0,3910
Nilai skala 2 = ———————— = – 0,4253
———————>0,42 – 0,25
——————>0,3919 – 0,3101
Nilai skala 3 = ———————— = 0,2379
———————>0,76 – 0,42
——————>0,3101 – 0,1040
Nilai skala 4 = ———————— = 1,0847
———————>0,95 – 0,76
——————>0,1040 – 0,0000
Nilai skala 5 = ———————— = 2,0800
———————>1,00 – 0,95
Angka yang diperoleh berdasarkan perhitungan di atas kemudian ditransformasi menjadi
variabel Interval dengan menggunakan rumus seperti yang dilakukan dalam kolom 8.
Kolom 8.
Nilai Y (kolom 8) dicari dengan rumus: Y = Nilai Skala + │ Nilai Skalamin │. Cari nilai
negatif paling tinggi pada kolom 7 (nilai skala). Kemudian tambahkan bilangan itu dengan
bilangan tertentu agar sama dengan 1. Angka negatif paling tinggi adalah – 1,2748.
Agar bilangan itu sama dengan satu berarti harus di tambah dengan bilangan 2,2748 (bilangan
konstan). Kemudian untuk nilai Y2, juga harus ditambah dengan angka 2,2748. Begitu
seterusnya sampai nilai Y5.
Y1 = – 1,2748 + 2,2748 = 1
Y2 = – 0,4253 + 2,2748 = 1,8495
Y3 = 0,2379 + 2,2748 = 2,5127
Y4 = 1,0847 + 2,2748 = 3,3595
Y5 = 2,0800 + 2,2748 = 4,3548
C. Kesimpulan Teori Transformasi Data Ordinal Menjadi Interval
Nilai Yi (kolom 8) merupakan nilai hasil transformasi dari variabel ordinal menjadi variabel
interval dengan metode MSI. Dengan kata lain, nilai Yi sudah berbentuk data interval. Bila
transformasi serupa juga diberlakukan terhadap Nilai Xi, maka kedua variabel ini bisa
digunakan sebagai variabel untuk keperluan analisis Parametrik bagi mahasiswa. Misalnya
menggunakan Pearson Korelasi Product Moment, Partial Corelation, Multiple Corelation,
Partial Regression, dan Multiple Regression.
Untuk Penjelasannya, baca artikel berikut “Contoh Transformasi Data Ordinal Dengan Excel“
DAFTAR PUSTAKA
Al-Rasyid, H. Teknik Penarikan Sampel dan Penyusunan Skala. Pasca Sarjana UNPAD,
Bandung, 1994.
Anita Kesumahati, Skripsi, PS Matematika, Unila, Penggunaan Korelasi Polikhorik dan
Pearson untuk Variabel Ordinal Dalam Model Persamaan Struktural, 2005.
J.T. Roscoe, Fundamental Research Statistic for the Behavioral Sciences, Hol, Rinehart and
Winston, Inc., New York, 1969.
J Supranto, Statistik, Teori Dan Aplikasi. Edisi Kelima, Penerbit Erlangga Jakarta, 1987.
Moh. Nazir, Ph.D. Metode Penelitian, Penerbit Ghalia Indonesia, Jakarta, 2003.
Ronald E. Walpole, Pengantar Statistika, Edisi ke-3, Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta, 1992.
Riduan, Dasar-dasar Statistika, Penerbit CV. ALFABETA, Bandung, 2005.
Sugiono, Prof. Dr., Statistik Nonparametrik Untuk Penelitian, Penerbit CV. ALFABETA,
Bandung, 2004.
Wijayanto, Structural Equation Modeling dengan LISREL 8.5. Pasca Sarjana FE-UI, Jakarta,
2003.
Zaenal Mustafa El Qodri, Pengantar Statistik Terapan Untuk Ekonomi, Penerbit BPFE,
Yogyakarta, 1995.
Babbie, Earl R., The Pravtice of Social Research, 4th Edition, Belmont, CA, Wadsworth, 1986.
Kerlinger, F.N., Foundation of Behavioral Research, 2nd Ed., New York, MacMillan, 1971.
TRANSFORMASI DATA ORDINAL MENJADI INTERVAL dan (PERDEBATANNYA)
Perdebatan Konversi Data Ordinal
Perdebatan tentang Konversi Data Ordinal menjadi Interval agar bisa digunakan dalam analisis
statistik parametrik sebenarnya sudah selesai dan berakhir beberapa dasawarsa lalu.
Sebagaimana dikatakan oleh Prof. Dr. Imam Ghozali, M.Com., (dalam Muji Gunarto). Akan
tetapi belakangan ini relatif sering dipertanyakan berkenaan dengan kelaziman model yang
akan digunakan oleh mahasiswa ketika akan membuat tugas akhir. Fenomena seperti itu tentu
saja merupakan dinamika pemikiran mahasiswa yang makin kritis mengahadapi tugas-tugas
kuliah yang makin komplek.
Sebelum mahasiswa melakukan penelitian, variabel dan definisi operasionalnya memang harus
dilakukan demi memasuki wilayah penetuan model yang akan digunakan. Karena penggunaan
model saja, tanpa melakukan pengkajian akan berakibat pada pelanggaran kelaziman terhadap
penggunaan model terhadap data yang diperoleh mahasiswa.
Fungsi Definisi Operasional
Definisi operasional variabel yang dijabarkan sesuai dengan konsep dan teori yang relatif benar
akan membantu mengungkapkan penggunaan data penelitian. Karena berdasarkan definisi ini,
kita akan menemukan dan membuat klasifikasi data sesuai dengan keperluan. Beberapa
Universitas di Indonesia ada yang memberikan syarat dilakukannya transformasi terlebih
dahulu terhadap data ordinal, sebelum dilakukan analisis dengan metode multivariate atau
analisis path.
Contoh Transformasi Data Ordinal Menjadi Interval
Misalkan kita akan menganalisis variabel motivasi dan prestasi kerja karyawan sebuah
perusahaan. Variabel motivasi kerja karyawan diberi simbol X dan variabel pretasi kerja
karyawan diberi simbol Y. Keduanya diukur dalam satuan skala ordinal.
Hitung Contoh Transformasi Data Ordinal Menjadi Interval
Setelah dilakukan transformasi, data tersebut kemudian dianalisis dengan metode regresi.
Katakan hasilnya adalah Y = 4 + 2X. Artinya bila X (motivasi kerja) meningkat 1 satuan, maka
Y (prestasi kerja) akan meningkat sebesar 2 satuan. Kita tahu bahwa X ( motivasi kerja) adalah
variabel kualitatif. Angka yang diberikan hanya semata-mata merupakan simbol belaka yang
diberikan demi kepentingan analisis data. Karena tanpa memberikan angka (numerik), data
kualitatif tidak bisa di analisis dengan statistika.
Hasil Hitung Contoh Transformasi Data Ordinal Menjadi Interval
Bagaimana mungkin X (motivasi) bisa mempengaruhi Y dalam satuan numerik?. Kita hanya
bisa mengatakan bahwa variabel Motivasi berpengaruh Signifikan terhadap Prestasi Kerja
Karena sejak awal, variabel motivasi dan prestasi kerja adalah data kualitatif, bukan numerik.
Simbol numerik yang diberikan kepadanya tidak memberikan arti apa-apa secara kuantitatif,
akan tetapi hanya merupakan simbol belaka.
Coba saja kita bandingkan dengan kasus lain berikut ini, Pupuk yang digunakan dalam satuan
(kwintal) akan digunakan untuk memprediksi hasil Produksi Padi dalam satuan (ton). Katakan
hasilnya adalah Y = 4 + 2X. Artinya bila Pupuk naik sebesar 1 satuan (kwintal), diharapkan
hasil produksi Padi akan naik sebesar 2 satuan (ton).
Satuan dalam kasus ini, yakni kwintal dan ton, merupakan satuan (numerik) yang bisa diukur,
dibandingkan secara kuantitatif dan ditimbang.
Data Kualitatif menjadi Kuantitatif
Karena sejak awal, data yang di analisis merupakan data interval (ratio) numerik yang bisa
diukur secara kuantitatif. Akan tetapi data yang pada awalnya merupakan data kualitatif dan di
ukur dengan skala Ordinal, misalnya Motivasi Kerja dan Prestasi kerja, meskipun dilakukan
transformasi dengan cara menaikkan skalanya dari ordinal menjadi interval, kemudian
dilakukan analisis misalnya dengan metode regresi, atau statistik parametrik, tetap saja kita
akan menemui kesulitan dalam melakukan interpretasi terhadap hasil (persamaan regresi) yang
kita peroleh. Karena sejak awal, data yang kita analisis adalah merupakan data kualitatif (bukan
numerik) seperti halnya data interval/ratio.
Pemberian simbol dalam data kualitatif hanya bertujuan untuk memudahkan perhitungan
secara matematis. Satuannya, yakni satuan yang ditunjukkan oleh data kualitatif setelah
dilakukan pemberian simbol secara numerik tetap saja tidak akan memberikan informasi secara
numerik seperti halnya data interval atau ratio.
Demikian penjelasan tentang Transformasi Data Ordinal Menjadi Interval. Untuk
Penjelasannya, baca artikel berikut “Contoh Transformasi Data Ordinal Dengan Excel“
Sumber: http://www.suhartoumm.blogspot.com/
By Anwar Hidayat
UJI COBA, MAKA KITA GUNAKAN CONTOH SEBUAH PENELITIAN YANG
BERJUDUL “PERBEDAAN TPC (BAKTERI) BERDASARKAN JENIS IKAN”.
Uji ANOVA – One Way Anova dalam SPSS
Uji Anova – Uji One Way Anova
Pada artikel kali ini, kita akan membahas tentang tutorial uji One Way Anova atau
Uji Anova Satu Jalur dengan menggunakan software SPSS For Windows.
Pengertian Uji ANOVA
Agar memahami Uji ANOVA, kita pelajari dulu arti dari Uji Anova. Anova merupakan
singkatan dari “analysis of varian“. Analysis of Varian adalah salah satu uji komparatif yang
digunakan untuk menguji perbedaan mean (rata-rata) data lebih dari dua kelompok. Misalnya
kita ingin mengetahui apakah ada perbedaan rata-rata IQ antara siswa kelas SLTP kelas I, II,
dan kelas III. Ada dua jenis Anova, yaitu analisis varian satu faktor (one way anova) dan
analisis varian dua faktor (two ways anova). Pada artikel ini hanya akan dibahas analisis
varian satu faktor.
Asumsi Uji ANOVA
Untuk melakukan uji Anova, harus dipenuhi beberapa asumsi, yaitu:
4. Sampel berasal dari kelompok yang independen.
5. Varian antar kelompok harus homogen.
6. Data masing-masing kelompok berdistribusi normal (Pelajari juga tentang uji
normalitas).
Asumsi yang pertama harus dipenuhi pada saat pengambilan sampel yang dilakukan secara
random terhadap beberapa (> 2) kelompok yang independen, yang mana nilai pada satu
kelompok tidak tergantung pada nilai di kelompok lain.
Sedangkan pemenuhan terhadap asumsi kedua dan ketiga dapat dicek jika data telah
dimasukkan ke komputer. Jika asumsi ini tidak terpenuhi dapat dilakukan transformasi
terhadap data.
Apabila proses transformasi tidak juga dapat memenuhi asumsi ini maka uji Anova tidak
valid untuk dilakukan, sehingga harus menggunakan uji non-parametrik misalnya Kruskal
Wallis.
Prinsip ANOVA
Prinsip Uji Anova adalah melakukan analisis variabilitas data menjadi dua sumber variasi
yaitu variasi di dalam kelompok (within) dan variasi antar kelompok (between).
Bila variasi within dan between sama (nilai perbandingan kedua varian mendekati angka
satu), maka berarti tidak ada perbedaan efek dari intervensi yang dilakukan, dengan kata lain
nilai mean yang dibandingkan tidak ada perbedaan.
Sebaliknya bila variasi antar kelompok lebih besar dari variasi didalam kelompok, artinya
intervensi tersebut memberikan efek yang berbeda, dengan kata lain nilai mean yang
dibandingkan menunjukkan adanya perbedaan.
Setelah kita pahami sedikit tentang One Way Anova, maka mari kita lanjutkan dengan
mempelajari bagaimana melakukan uji One Way Anova dengan SPSS.
Tutorial Uji ANOVA
Sebagai bahan uji coba, maka kita gunakan contoh sebuah penelitian yang berjudul
“Perbedaan Pendapatan Berdasarkan Pekerjaan”.
Di mana pendapatan sebagai variabel terikat bertipe data kuantitatif atau numerik. Sedangkan
pekerjaan sebagai variabel bebas berskala data kualitatif atau kategorik. Yaitu dengan 3
kategori: Tani, Buruh dan Lainnya. (Ingat bahwa uji One Way Anova dilakukan apabila
variabel terikat adalah interval dan variabel bebas adalah kategorik). (Pelajari juga tentang
Pengertian Data)
Langsung Saja: Masuk ke pembahasan Tutorial Uji ANOVA di bawah ini.
Tutorial One Way Anova




Buka SPSS.
Buka Tab Variable View, buat 2 variabel: Pekerjaan dan Pendapatan.
Ubah Type Pekerjaan ke “Numeric”, Decimals “0”, beri label “Pekerjaan”, ubah
measure menjadi “Nominal” dan isi value dengan kategori: 1 = Tani, 2 = Buruh dan 3
= Lainnya.
Ubah Type Pendapatan ke “Numeric”, Decimals “0”, beri label “Pendapatan”, ubah
measure menjadi “Scale”.
Interprestasi Baca adalah sebagai berikut:
1.
Dari tabel Descriptives nampak bahwa Ikan yang berjenis Selar rata-rata ber TPC sebesar
13,2742, Layang rata-rata ber TPC sebesar 83,5300, Kembung rata-rata ber TPC 49,4175,
Cakalang rata-rata ber-TPC sebesar 20,4650, Tongkol rata-rata ber-TPC sebesar 74,3400,
dan Tuna rata-rata ber-TPC 1063,8625. Selanjutnya untuk melihat uji kita lihat di tabel
ANOVA.
2.
Sebelum melanjutkan uji perlu diingat bahwa salah satu asumsi Anova adalah variansnya
sama. Dari tabel Test of Homegeneity of Variances terlihat bahwa hasil uji menunjukan
bahwa varian keenam kelompok tersebut sama (P-value = 0,01), sehingga uji Anova valid
untuk menguji hubungan ini.
Selanjutnya untuk melihat apakah ada perbedaan TPC dari kedua kelompok Ikan (palagis kecil
vs palagis besar) tersebut. Kita lihat tabel ANOVA , dari tabel itu pada kolom Sig. diperoleh
nilai P (P-value) = 0,110 (11,0%) . Dengan demikian pada taraf nyata = 0,05 (5%) kita
menerima Ho, sehingga kesimpulan yang didapatkan adalah ada perbedaan yang nyata
(signifikan) rata-rata TPC berdasarkan keenam kelompok jenis ikan tersebut.
Download