Uploaded by Attila Fatih

05 KEBIDANAN

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Visi pembangunan menuju Indonesia Sehat 2010 adalah menggerakan
pembangunan
nasional
berwawasan
kesehatan,
mendorong
kemandirian
masyarakat untuk hidup sehat memelihara dan meningkatkan pelayanan
kesehatan yang bermutu, merata dan terjangkau, serta memelihara dan
meningkatkan kesehatan individu, keluarga, masyarakat dan lingkungan
(Departemen Kesehatan RI, 2002).
Pembangunan kesehatan diarahkan untuk mempertinggi derajat kesehatan.
Mewujudkan derajat kesehatan masyarakat adalah upaya untuk meningkatkan
keadaan kesehatan yang lebih baik dari sebelumnya. Derajat kesehatan yang
optimal adalah tingkat kesehatan yang tinggi dan dapat dicapai suatu saat sesuai
dengan kondisi dan situasi serta kemampuan yang nyata dari setiap orang atau
masyarakat dan harus diusahakan peningkatannya secara terus menerus
(Departemen Kesehatan RI, 2002).
Kesehatan merupakan salah satu aspek dari kehidupan masyarakat mutu
hidup, produktifitas tenaga kerja, angka kesakitan dan kematian yang tinggi pada
bayi dan anak-anak, menurunnya daya kerja fisik serta terganggunya
perkembangan mental adalah akibat langsung atau tidak langsung dari masalah
gizi kurang. Sebagaimana diketahui bahwa salah satu masalah gizi yang paling
1
2
utama pada saat ini di Indonesia adalah kurang kalori dan protein hal ini banyak
ditemukan bayi dan anak yang masih kecil dan sudah mendapat adik lagi yang
sering disebut “kesundulan” artinya terdorong lagi oleh kepala adiknya yang
telah muncul dilahirkan. Keadaan ini karena anak dan bayi merupakan golongan
rentan. Terjadinya kerawanan gizi pada bayi disebabkan karena selain makanan
yang kurang juga karena Air Susu Ibu (ASI) banyak diganti dengan susu botol
dengan cara dan jumlah yang tidak memenuhi
kebutuhan. Hal ini pertanda
adanya perubahan sosial dan budaya yang negatif dipandang dari segi gizi
(Purwanti, 2004).
Pertumbuhan dan perkembangan bayi
sebagian besar ditentukan oleh
jumlah ASI yang diperoleh termasuk energi dan zat gizi lainnya yang terkandung
di dalam
ASI tersebut. ASI tanpa bahan makanan lain dapat mencukupi
kebutuhan pertumbuhan sampai usia sekitar enam bulan. Setelah itu ASI hanya
berfungsi sebagai sumber protein vitamin dan mineral utama untuk bayi yang
mendapat makanan tambahan yang tertumpu pada beras (Purwanti, 2004).
Dalam pembangunan bangsa, peningkatan kualitas manusia harus dimulai
sedini mungkin yaitu sejak masih bayi, salah satu faktor yang memegang peranan
penting dalam peningkatan kualitas manusia adalah pemberian Air Susu Ibu
(ASI). Pemberian ASI semaksimal mungkin merupakan kegiatan penting dalam
pemeliharaan anak dan persiapan generasi penerus di masa depan. Akhir-akhir
ini sering dibicarakan tentang peningkatan penggunaan ASI (Departemen
Kesehatan RI, 2002).
3
Pemberian ASI selama 1 jam pertama dalam kehidupannya dapat
menyelamatkan 1 juta nyawa bayi. Berkaitan dengan pentingnya ASI 1 jam
pertama maka dianjurkan sesegera mungkin meletakan bayi untuk Inisiasi
Menyusui Dini (IMD) selama 30 – 60 menit bersama ibunya. ASI merupakan hak
anak untuk kelangsungan tumbuh kembang secara optimal dan hak ibu untuk
menysusui anaknya. Pemberian ASI juga dapat membentuk perkembangan
intelegensia, rohani dan perkembangan emosional, karena dalam dekapan ibu
selama menyusui, bayi bersentuhan langsung dengan ibu serta mendapat kasih
sayang dan rasa aman (Kementrian Negara Pemberdayaan Perempuan RI, 2007).
Keberhasilan memberikan ASI Eksklusif selain bergantung pada ibu juga
sangat bergantung pada dukungan bidan karena peran bidan sama besarnya
dengan peran ibu terutama dalam segi psikologis, sehingga jika seorang ibu
berhasil memberi ASI eksklusif selama 6 bulan, hal ini merupakan keberhasilan
ibu dan bidan (Roesli, 1999).
Sementara itu, hasil Survey Demografi Kesehatan Indonesia (2007)
menunjukkan adanya penurunan jumlah bayi yang mendapatkan ASI Eksklusif
dari 39,5 % pada tahun 2002-2003 menjadi 32% pada tahun 2007 sehingga terjadi
penurunan sebesar 7,5%. Cakupan ASI Eksklusif di Indonesia sebesar 32%,
masih jauh dari rata-rata dunia (42,2%), yaitu jumlah ini menurun dari cakupan
tahun 2002/2003 sebesar 39,5% (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional,
2008).
4
Dari data Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Barat pada tahun 2007 cakupan
pemberian ASI eksklusif sebanyak 502.172 (53,75%) dari jumlah 934.297 bayi.
(Dinas Kesehatan PropinsiJawa Barat, 2008)
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka cakupan
ASI Eksklusif di Kabupaten Majalengka tahun 2008 sebesar
6.419 bayi /
(33,08%) dari jumlah 19.019 bayi. Sedangkan di UPTD Puskesmas Sukamulya
cakupan ASI Eksklusif pada tahun 2008 sebanyak 98 bayi (28%) dari jumlah bayi
sebesar 350 bayi. Cakupan ASI Eksklusif di UPTD Puskesmas Sukamulya lebih
tinggi dibandingkan dengan UPTD Puskesmas Kertajati sebanyak 36 bayi (3,3%).
Hal ini dikarenakan dukungan bidan terhadap pemberian ASI Eksklusif lebih
baik dibandingkan dengan UPTD Puskesmas Kertajati.
Menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan kognitif merupakan faktor
yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Pengetahuan
yang didasari dengan pemahaman yang tepat akan menumbuhkan perilaku
baru yang diharapkan, khususnya kemandirian dalam pemberian ASI eksklusif.
Berdasarkan uraian tersebut maka penulis merasa tertarik untuk
melakukan penelitian tentang “Analisis Faktor-Faktor Yang Berhubungan dengan
Tingkat Keberhasilan Pemberian ASI Eksklusif di Wilayah Kerja UPTD
Puskesmas Sukamulya Kecamatan Kertajati Kabupaten Majalengka Tahun 2010”.
5
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan data di UPTD Puskesmas Sukamulya cakupan ASI Eksklusif
pada tahun 2008 masih rendah sebanyak 98 bayi (28%) dari jumlah bayi sebesar
350 bayi, sehingga yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah
belum di ketahuinya analisis faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat
keberhasilan pemberian ASI eksklusif. Sehingga yang menjadi pertanyaan dalam
penelitian ini adalah faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan tingkat
keberhasilan pemberian ASI Eksklusif di wilayah kerja UPTD Puskesmas
Sukamulya Kecamatan Kertajati Kabupaten Majalengka Tahun 2010 ?
1.3 Ruang Lingkup Penelitian
Dalam penelitian ini penulis membatasi ruang lingkup yang diteliti adalah
faktor-faktor yang berhubungan dilihat dari pendidikan, pengetahuan, paritas dan
dukungan bidan dengan pemberian ASI Eksklusif di wilayah kerja UPTD
Puskesmas Sukamulya tahun 2010.
Subyek penelitian ini adalah seluruh ibu menyusui yang mempunyai bayi
0 - 6 bulan. Lokasi penelitian ini telah dilaksanakan di wilayah kerja UPTD
Puskesmas Sukamulya tahun 2010. Penelitian ini menggunakan data primer dan
metode survey. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan pendekatan
cross sectional.
6
1.4
Tujuan Penelitian
1.4.1
Tujuan Umum
Diketahuinya
faktor-faktor
yang
berhubungan
dengan
tingkat
keberhasilan pemberian ASI eksklusif di wilayah kerja UPTD Puskesmas
Sukamulya Kecamatan Kertajati Kabupaten Majalengka Tahun 2010.
1.4.2
Tujuan Khusus
1.4.2.1 Diketahuinya gambaran tingkat keberhasilan pemberian ASI Eksklusif di
wilayah kerja UPTD Puskesmas Sukamulya Kecamatan Kertajati Kabupaten
Majalengka Tahun 2010.
1.4.2.2 Diketahuinya gambaran pendidikan ibu menyusui di wilayah kerja UPTD
Puskesmas Sukamulya Kecamatan Kertajati Kabupaten Majalengka Tahun
2010
1.4.2.3 Diketahuinya gambaran pengetahuan ibu menyusui di wilayah kerja UPTD
Puskesmas Sukamulya Kecamatan Kertajati Kabupaten Majalengka Tahun
2010.
1.4.2.4 Diketahuinya gambaran paritas ibu menyusui di wilayah kerja UPTD
Puskesmas Sukamulya Kecamatan Kertajati Kabupaten Majalengka Tahun
2010.
1.4.2.5 Diketahuinya gambaran dukungan bidan dalam pemberian ASI Eksklusif di
wilayah kerja UPTD Puskesmas Sukamulya Kecamatan Kertajati Kabupaten
Majalengka Tahun 2010.
7
1.4.2.6 Diketahuinya hubungan antara pendidikan ibu dengan tingkat keberhasilan
pemberian ASI Eksklusif di wilayah kerja UPTD Puskesmas Sukamulya
Kecamatan Kertajati Kabupaten Majalengka Tahun 2010.
1.4.2.7 Diketahuinya hubungan antara pengetahuan ibu dengan tingkat keberhasilan
pemberian ASI Eksklusif di wilayah kerja UPTD Puskesmas Sukamulya
Kecamatan Kertajati Kabupaten Majalengka Tahun 2010.
1.4.2.8 Diketahuinya hubungan antara paritas ibu dengan tingkat keberhasilan
pemberian ASI Eksklusif di wilayah kerja UPTD Puskesmas Sukamulya
Kecamatan Kertajati Kabupaten Majalengka Tahun 2010.
1.4.2.9 Diketahuinya hubungan antara dukungan bidan dengan tingkat keberhasilan
pemberian ASI Eksklusif di wilayah kerja UPTD Puskesmas Sukamulya
Kecamatan Kertajati Kabupaten Majalengka Tahun 2010.
1.5
Manfaat Penelitian
1.5.1
Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai bahan masukan dan kajian untuk penelitian selanjutnya
mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat keberhasilan
pemberian ASI Eksklusif dan untuk menambah referensi diperpustakaan.
1.5.2
Bagi Tenaga Kesehatan
Menambah wawasan serta menjadi tolak ukur para tenaga kesehatan di
wilayah kerja UPTD Puskesmas Sukamulya dalam melaksanakan program
selanjutnya, terutama lebih aktif dalam memberikan penyuluhan dan motivasi
8
kepada masyarakat khususnya ibu-ibu menyusui tentang pentingnya
pemberian ASI eksklusif.
1.5.3
Bagi Masyarakat di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Sukamulya.
Sebagai masukan bagi masyarakat khususnya ibu-ibu menyusui agar
lebih meningkatkan kesadaran tentang pentingnya pemberian ASI eksklusif
bagi bayinya serta menambah wawasan pengetahuan dan pandangan positif
sehingga dapat meyakinkan keluarga khususnya ibu-ibu menyusui agar
memberikan ASI secara Eksklusif.
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Konsep Dasar Air Susu Ibu (ASI)
2.1.1
Pengertian Air Susu Ibu
Air Susu Ibu (ASI) adalah suatu emulsi lemak dalam larutan protein,
laktosa dan garam-garam anorganik yang sekresi oleh kelenjar mamae ibu,
yang berguna sebagai makanan bagi bayinya (Yani, 2009).
Proses terjadinya pengeluaran air susu dimulai atau dirangsang oleh
isapan mulut bayi pada putting susu ibu. Gerakan tersebut merangsang
kelenjar pituitary anterior untuk memproduksi sejumlah prolaktin, hormon
utama yang mengandalkan pengeluaran air susu. Proses pengeluaran air susu
juga tergantung pada Let down reflex, dimana hisapan puting dapat
merangsang kelenjar pituitary posterior untuk menghasilkan hormon
oksitosin, yang dapat merangsang serabut otot halus di dalam dinding saluran
susu agar membiarkan susu dapat mengalir secara lancar (Yani, 2009).
Air Susu Ibu adalah makanan alamiah untuk semua bayi cukup bulan
sesuai usia bulan-bulan pertama (Nelson, 1999).
2.1.2
Struktur Payudara
Payudara terdiri dari Puting, Areola dan jaringan lunak. Ada beberapa
kelenjar penghasil ASI yang independen dalam payudara, setiap kelenjar itu
memiliki ribu-an Alveolus Mikroskopis – kantung-kantung kecil.
9
10
ASI diproduksi dalam Alveolus ini melalui darah yang mengalir
melewatinya, ASI ini lalu dimasukan ke dalam saluran kecil yang melekat
pada Alveolus, dari saluran ini ASI akhirnya masuk kesuatu bukaan yang
disebut Lactiferous Sinus di bawah daerah Areola. Maka setiap kelenjar
penghasil ASI yang terpisah mengeluarkan ASI pada Lactiferous Sinus yang
berbeda. Setiap Lactiferous membuka ke dalam tubuh melalui saluran
lactiferous. Semua kelenjar penghasil ASI dikelilingi oleh lemak dan jaringan
penghubung. Ukuran payudara tergantung pada jumlah lemak dan jaringan
penghubung (Roesli, 2004).
Jumlah ASI yang diproduksi tidak tergantung pada ukuran payudara.
Hal ini berarti bahwa walaupun memiliki payudara yang kecil akan
mengeluarkan ASI yang sama banyaknya dengan yang dibutuhkan oleh bayi
(Ramaiah, 2006).
2.1.3
Hormon dan Refleks yang Menghasilkan ASI
ASI dihasilkan oleh kerja gabungan hormon dan
refleks. Selama
kehamilan, terjadi perubahan pada hormon yang akan menyiapkan jaringan
kelenjar (Alveoli) untuk memproduksi ASI.
Pada waktu bayi mulai mengisap ASI, akan terjadi dua refleks, yaitu
refleks Prolaktin dan refleks Oksitosin yang akan menyebabkan ASI keluar
pada saat dan dalam jumlah yang tepat (Santosa, 2004).
11
2.1.3.1 Prolaktin (hormon yang menghasilkan ASI)
Hormon Prolaktin dihasilkan oleh kelenjar hipofisa bagian depan yang
ada di dasar otak. Prolaktin merangsang kelenjar susu untuk memproduksi
ASI, sedangkan rangsangan pengeluaran prolaktin ini adalah pengosongan
ASI dari gudang ASI (Sinus Lactiferus). Semakin banyak ASI yang
dikeluarkan
dari payudara maka semakin banyak ASI yang diproduksi,
sebaliknya apabila bayi berhenti
menghisap atau sama sekali tidak
memulainya, maka payudara akan berhenti memproduksi ASI (Santosa,
2004).
Setiap isapan bayi pada payudara ibunya akan merangsang ujung saraf
disekitar payudara. Rangsangan ini diantar ke bagian depan kelenjar hipofisa
untuk memproduksi prolaktin. Prolaktin dialirkan oleh darah ke kelenjar
payudara dan akan merangsang pembuatan ASI. Jadi, pengosongan gudang
ASI merupakan rangsangan diproduksinya ASI (Santosa, 2004).
Kejadian dari perangsangan payudara sampai pembuatan ASI disebut
refleks Produksi ASI atau Refleks Prolaktin, dan semakin sering ibu menyusui
bayinya, akan semakin banyak pula produksi ASI-nya. Semakin jarang ibu
menyusui, maka semakin berkurang jumlah produksi ASI nya.
Prolaktin mempunyai fungsi penting lain, yaitu menekan fungsi
indung telur (Ovarium), dan akibatnya dapat memperlambat kembalinya
fungsi kesuburan dan haid, dengan kata lain ASI eksklusif dapat
menjarangkan kehamilan (Roesli, 2001).
12
2.1.3.2 Oksitosin (hormon yang menghasilkan ASI)
Hormon oksitosin berasal dari bagian belakang kelenjar hipofisa yang
terdapat di dasar otak. Sama halnya dengan hormon prolaktin, hormon
oksitosin diproduksi bila ujung saraf sekitar payudara dirangsang oleh isapan
bayi. Oksitosin masuk ke dalam darah menuju payudara, membuat otot-otot
payudara mengerut disebut hormon oksitosin. Kejadian ini disebut refleks
pengeluaran ASI, refleks oksitosin atau let down refleks (Santosa, 2004).
Reaksi bekerjanya hormon oksitosin dapat dirasakan pada saat bayi
menyusu pada payudara ibu. Kelenjar payudara akan mengerut sehingga
memeras ASI untuk keluar. Banyak wanita dapat merasakan payudaranya
terperas saat menyusui, itu menunjukkan bahwa ASI mulai mengalir dari
pabrik susu (alveoli) ke gudang susu (Ductus Lactiferous) (Santosa, 2004).
Bayi tidak akan mendapatkan ASI cukup apabila hanya mengandalkan
reflek prolaktin saja, dan harus dibantu oleh refleks oksitosin. Bila reflek ini
tidak bekerja, maka bayi tidak akan mendapatkan ASI yang memadai,
walaupun produksi ASI cukup. Refleks oksitosin lebih rumit dibandingkan
refleks prolaktin, karena refleks ini berhubungan langsung dengan kejiwaan
atau sensasi ibu. Perasaan ibu dapat meningkatkan dan menghambat produksi
ASI (Santosa, 2004).
Berdasarkan pernyataan di atas maka, refleks oksitosin itu juga
dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya yaitu lingkungan dimana ibu dan bayi
tinggal. Ketidakpedulian akan ketenangan ibu dan bayi akan membuat ibu
13
frustasi yang akibatnya ibu merasa sedih, bingung, kesal dan marah sebagai
dampak kejiwaan sehingga mempengaruhi kerja hormon oksitosin. Hal
tersebut menuntut lingkungan terdekat yaitu keluarga untuk berperan dalam
menciptakan suasana ketenangan dan kenyamanan ibu dan bayi. Adapun
dalam pemeliharaan laktasi terdapat dua faktor penting yaitu: (Roesli, 2001).
1. Rangsangan
Bayi yang minum air susu ibu perlu sering menyusu, terutama pada
hari neonatal awal. Penting bahwa bayi pada payudara dengan posisi yang
benar apabila diinginkan untuk meningkatkan rangsangan yang tepat.
Rangsangan gusi bayi sebaiknya berada pada kulit areola, sehingga
tekanan diberikan kepada ampulla yang ada di bawahnya sebagai tempat
tersimpannya air susu. Dengan demikian bayi minum dari payudara, dan
bukan dari papilla mammae.
Sebagai respons terhadap pengisapan, prolaktin dikeluarkan dari
grandula pituitaria anterior, dan dengan demikian memacu pembentukan
air susu yang lebih banyak. Apabila karena suatu alasan tertentu bayi tidak
dapat menyusu sejak awal, maka ibu dapat memeras air susu dari
payudaranya dengan tangan atau menggunakan pompa payudara. Tetapi
pengisapan oleh bayi akan memberikan rangsangan yang jauh lebih besar
dibandingkan dengan kedua cara tersebut.
14
2. Pengosongan payudara secara sempurna
Bayi sebaiknya mengosongkan satu payudara diberikan payudara
yang lain. Apabila bayi tidak mengosongkan payudara yang kedua, maka
pada pemberian air susu yang berikutnya payudara yang kedua ini yang
diberikan pertama kali, atau bayi mungkin sudah kenyang dengan satu
payudara, maka payudara yang kedua digunakan pada pemberian air susu
berikutnya. Apabila diinginkan agar bayi benar-benar puas (kenyang),
maka bayi perlu diberikan baik air susu pertama (fore-milk) maupun air
susu kedua (hind-milk) pada saat sekali minum. Hal ini hanya dapat
dicapai dengan pengosongan sempurna pada satu payudara. (Roesli,
2001).
Bayi
Menyusu
Meningkatkan
kadar
Prolaktin
Meningkatkan
Produksi ASI
Menghambat
Ovulasi
(Verrales, 2003).
Melepaskan
Oksitosin
Kontraksi Sel
Mioepitel
Merangsang
Involusi Uteri
Air Susu
Dikeluarkan
Gambar 2.1 Fisiologi Laktasi, Hormon dan Refleks Penghasil ASI
15
2.1.4 Jenis ASI
Air susu dikeluarkan secara alamiah dengan kebutuhan secara khusus
bagi tiap-tiap spesies mamalia (kelompok mahluk menyusui). Misalnya, air
susu ikan paus mengandung lemak dengan kadar tinggi karena bayi ikan paus
harus segera membentuk lapisan lemak dalam tubuhnya guna melindungi
dirinya dari suhu dingin air laut di mana mereka hidup.
Jelas komposisi ASI berlainan dengan komposisi susu lainnya.
Komposisi susu sapi disesuaikan dengan laju pertumbuhan anak sapi dan
komposisi susu ibu disesuaikan dengan laju pertumbuhan anak manusia.
Komposisi ASI sedemikian khususnya sehingga ASI dari satu ibu ke
ibu lainnya berbeda, misalnya komposisi ASI dari ibu yang melahirkan bayi
kurang bulan atau premature berlainan dengan komposisi ASI dari ibu yang
melahirkan bayi cukup bulan, walaupun kedua ibu melahirkan pada waktu
yang sama. Jadi, komposisi ASI ternyata tidak tetap dan tidak sama dari waktu
ke waktu dan disesuaikan dengan kebutuhan bayinya. Adapun jenis-jenis ASI
sesuai perkembangan bayi menurut Roesli (2001) sebagai berikut :
2.1.4.1 ASI Kolostrum
ASI kolostrum adalah cairan pertama yang keluar dari kelenjar
payudara, dan keluar pada hari kesatu sampai hari keempat-tujuh
komposisinya selalu berubah dari hari ke hari dan merupakan cairan kental
dengan warna kekuning-kuningan, lebih kuning dibandingkan susu matur.
Juga merupakan pencahar yang ideal untuk membersihkan zat yang tidak
16
terpakai dari usus bayi yang baru lahir dan mempersiapkan saluran
pencernaan makanan bayi bagi makanan yang akan datang dan lebih banyak
mengandung protein, sedangkan kadar karbohidrat dan lemaknya lebih rendah
dibandingkan ASI matur (Kusmayanti, 2005).
2.1.4.2 ASI Transisi/Peralihan
ASI Transisi/Peralihan adalah ASI yang diproduksi pada hari ke-4
sampai 7 sampai hari ke-10 sampai 14. Kadar protein berkurang, sedangkan
kadar karbohidrat dan lemak meningkat sehingga
volume semakin
meningkat.
2.1.4.3 ASI Matur
ASI matur adalah ASI yang diproduksi
sejak hari ke-14 dan
seterusnya, komposisinya relatif konstan. Pada ibu yang sehat dan memiliki
jumlah ASI yang cukup, ASI ini merupakan makanan satu-satunya yang
paling baik bagi bayi sampai umur enam bulan (Roesli, 2001).
2.1.5
Perbedaan Komposisi ASI dari Menit ke Menit
ASI yang keluar pada 5 menit pertama dinamakan foremik. Foremik
mempunyai komposisi yang berbeda dengan ASI yang keluar kemudian
(hind-milk). foremik lebih encer, hindmilk mengandung lemak 4-5 kali lebih
banyak dibanding foremik, diduga hind-milk inilah yang mengenyangkan
bayi.
17
2.1.6
Manfaat ASI bagi bayi adalah :
2.1.6.1 Merupakan makanan ilmiah yang sempurna.
2.1.6.2 Mengandung zat gizi sesuai kebutuhan bayi untuk pertumbuhan dan
perkembangan yang sempurna.
2.1.6.3 Mengandung DHA dan AA yang bermanfaat untuk kecerdasan
2.1.6.4 Mengandung zat kekebalan untuk mencegah bayi dari berbagai penyakit
infeksi (diare, batuk-pilek, radang tenggorokan, dan gangguan pernapasan).
2.1.6.5 Melindungi bayi dari alergi
2.1.6.6 Aman dan terjamin kebersihannya, karena langsung disusukan kepada bayi
dalam keadaan segar.
2.1.6.7 Tidak akan pernah basi, mempunyai suhu yang tepat dapat diberikan kapan
saja dan dimana saja.
2.1.6.8 Membantu memperbaiki refleks menghisap, menelan, dan pernapasan bayi.
2.1.7
Manfaat ASI bagi ibu : (Departemen Kesehatan RI, 2003).
1. Menjalin hubungan kasih sayang antara ibu dan bayi
2. Mengurangi perdarahan setelah persalinan
3. Mempercepat pemulihan kesehatan ibu
4. Menunda kehamilan berikutnya
5. Mengurangi resiko terkena kanker payudara
6. Lebih praktis karena ASI lebih mudah diberikan pada setiap saat bayi
membutuhkan.
18
7. Menumbuhkan rasa percaya diri ibu untuk menyusui
2.1.8
Manfaat ASI bagi keluarga (Manuaba, 2000)
1. Tidak perlu mengeluarkan biaya untuk menyediakan susu formula dan
perlengkapannya
2. Tidak perlu waktu dan tenaga untuk menyediakan susu formula misalnya
merebus air dan pencucian peralatan
3. Tidak perlu biaya dan waktu untuk merawat dan mengobati anak yang
sering sakit karena susu formula.
4. Mengurangi biaya dan waktu untuk memelihara kesehatan ibu.
2.1.9
Keuntungan dan Kerugian (Manuaba, 2000)
Keuntungan pemberian ASI adalah :
1. Memberikan ASI sesuai degan tugas seorang ibu sehingga dapat
meningkatkan martabat wanita dan sekaligus meningkatkan kualitas
Sumber Daya Manusia.
2. ASI telah disiapkan sejak mulai kehamilan sehingga sesuai dengan
kebutuhan tumbuh kembang bayi.
3. ASI mempunyai kelebihan dalam susunan kimia, komposisi biologis, dan
mempunyai substansi spesifik untuk bayi.
4. ASI setiap saat untuk diberikan pada bayi dengan sterilitas yang terjamin.
5. ASI dapat disimpan selama delapan jam tanpa perubahan apapun.
19
6. Karena bersifat spesifik, maka pertumbuhan bayi baik dan terhindar dari
beberapa penyakit tertentu.
7. Ibu yang siap memberikan ASI mempunyai keuntungan :
a. Terjadi laktasi amenorea, dapat bertindak sebagi metode Keluarga
Berencana (KB) dalam waktu relatif tiga sampai empat bulan.
b. Mempercepat terjadinya involusi uterus.
c. Melalui pemberian ASI kasih sayang ibu terhadap bayi lebih baik
sehingga menumbuhkan hubungan batin lebih sempurna.
8. Bayi mengukur sendiri rasa laparnya sehingga metode pemberian ASI
dengan jalan call feeding.
Sedangkan kerugian pemberian ASI adalah :
1. waktu pemberian ASI tidak terjadwal tergantung pada bayinya.
2. Kesiapan ibu untuk memberikan ASI setiap saat
3. Terdapat kesulitan bagi ibu yang bekerja di luar rumah.
(Manuaba, 2000)
2.2
Faktor yang Meningkatkan dan Menghambat Produksi ASI
Beberapa faktor meningkatkan pengeluaran ASI yang terkait dengan
refleks oksitosin : (Roesli, 2004).
1. Bila melihat bayi, naluri keibuan akan timbul pada saat dia melihat
bayinya. Ibu pasti ingin segera menyentuh dan menyayangi anaknya.
20
Akibat naluri ini, hormon akan bekerja dan payudara siap mengeluarkan
ASI.
2. Memikirkan bayinya dengan penuh kasih sayang, barangkali tidak semua
orang percaya akan hal ini, namun secara kejiwaan hal ini sangat
berkaitan. Rasa rindu dan sayang, akan mempengaruhi hormon oksitosin
memproduksi ASI
3. Bila mendengar bayinya menangis, ibu yang mendengar tangisan bayinya
membutuhkan sesuatu, dan untuk memenuhi kebutuhan bayinya, ibu
segera mencari apa yang dibutuhkan bayinya apakah bayinya lapar, haus,
dan lain-lain.
4. Mencium bayi, sentuhan langsung berupa pelukan, ciuman, dan belaian
akan membuat bayi merasa tenang.
5. Ibu dalam keadaan tenang, seorang ibu yang sedang menyusui selalu
dianjurkan untuk tidak hidup stress. Stress mempengaruhi produksi ASI,
sehingga hormon oksitosin tidak dapat secara optimal mengeluarkan ASI.
6. Ayah sangat membantu, peran serta ayah sangat mempengaruhi hormon
oksitosin untuk memproduksi ASI. Dengan menciptakan suasana yang
nyaman bagi ibu dan bayi, proses menyusui dapat berjalan dengan baik
Beberapa faktor yang menghambat pengeluaran ASI dan menghambat refleks
oksitosin (Roesli, 2001), antara lain :
1. Ibu dalam keadaan bingung, kacau marah, atau sedih.
2. Ibu terlalu kuatir ASI-nya tidak akan cukup untuk kebutuhan bayinya.
21
3. Rasa sakit pada saat menyusui, membuat ibu takut untuk menyusui lagi.
4. Ada rasa malu untuk menyusui.
5. Ayah tidak mendukung dan tidak perhatian terhadap ibu dan bayi.
2.3
Persiapan Menyusui Menjelang Melahirkan
2.3.1
Persiapan Mental dan Psikologi
Yang terpenting dalam persiapan menyusui adalah mempersiapkan
mental dan psikologi anda. Perawatan fisik payudara itu sendiri, tidaklah
sepenting persiapan mental menurut Breastfeeding Mothers’Support Group
(BMSG) (2001) yaitu antara lain :
2.3.3.1 Pilihlah dokter yang mendukung keputusan anda untuk menyusui. Tanyalah
dokter apabila mungkin untuk menyusui bayi secepat mungkin setelah
melahirkan, khususnya apabila tidak terjadi komplikasi melahirkan.
Diskusikan dengan dokter anda, pilihan obat penghilang rasa sakit yang
paling cocok, karena obat ini mempengaruhi seberapa cepat anda bisa
menyusui. Contohnya, Pethidine membuat ibu merasa mual dan membuat
bayi menjadi agak teler sesaat setelah melahirkan.
2.3.3.2 Pilihlah rumah sakit yang mendukung menyusui, yaitu mengizinkan ibu tidur
di satu ruangan dengan anak (rooming-in), mengizinkan menyusui sesuai
permintaan bayi (on-demand), tidak memberikan botol (susu formula, air
glukosa, atau suplemen lainnya), dan sebagainya. Pastikan bahwa suster di
rumah sakit itu tahu bahwa anda akan menyusui dan bayi anda tidak boleh
22
diberikan susu botol. Bila perlu, mintalah dokter anda membuat surat khusus
untuk suster baik dokter anda ataupun dokter anak.
2.3.3.3 Hadirilah kelas-kelas persiapan kehamilan. Biasanya kelas ini mengajarkan
teknik pernafasan untuk mengurangi rasa sakit melahirkan. Dengan teknik,
kemungkinan anda perlu menggunakan penghilang rasa sakit akan berkurang.
Pastikan kelas tersebut juga mengajarkan dasar-dasar menyusui.
2.3.3.4 Carilah informasi mengenai menyusui sebanyak mungkin dari perpustakaan
ataupun internet.
2.3.3.5 Pilihlah BH menyusui yang baik memberikan support kepada payudara, dan
juga cukup besar untuk melewatkan puting, jangan menggunakan BH yang
terlalu ketat.
2.3.3.6 Jangan mencuci daerah puting dengan sabun, karena minyak naturalnya dapat
larut dalam sabun. Apabila daerah puting kekurangan minyak dari kelenjar di
sekitar puting, puting menjadi mudah lucu karena terlalu kering. Cukup
mencuci puting dengan air saja. Melembabkan puting dengan minyak natural
atau anhydrous lanolin (dapat diperoleh di apotek) bisa dilakukan. Jangan
memberi vaselin kepada puting atau pelembab yang menggunakan bahanbahan kimiawi.
2.3.2
Persiapan Payudara untuk Menyusui
Dalam
mempersiapkan
payudara
untuk
menyusui
Breastfeeding Mothers’Support Group yaitu :
2.3.2.1 Kenakan BH yang nyaman dan menopang payudara dengan baik
menurut
23
2.3.2.2 Jangan membersihkan puting dan payudara dengan sabun atau alkohol karena
akan membuat puting dan payudara menjadi kering dan mudah luka.
2.3.2.3 Rawatlah puting setiap hari dengan air hangat saja dan jika mau oleskan krim
khusus payudara (atau ada juga yang menggunakan minyak zaitun atau
minyak kelapa) jangan menggunakan vaseline atau bahan lain yang
mengandung zat berbahaya.
Jika tidak sempat melakukan hal-hal diatas, jangan khawatir karena
tidak akan mempengaruhi proses menyusui, hal tersebut merupakan satu
bentuk kenyamanan saja. Wilayah areola cukup dibersihkan dengan ASI.
Sebelum menyusui, jangan bersihkan areola (daerah gelap sekitar puting)
dengan air. Gunakan ASI, karena sudah mengandung alkohol. Ada ibu-ibu
yang menarik-narik puting sebagai persiapan untuk menyusui. Namun, riset
membuktikan bahwa hal ini tidak menghalangi terjadinya puting lecet pada
minggu-minggu pertama (Breastfeeding Mothers’Support Group, 2001)
2.4
Pengertian ASI Eksklusif
Memberikan ASI secara ekslusif berarti keuntungan untuk semua,
bayi akan lebih sehat, cerdas, dan berkepribadian baik, ibu akan lebih
sehat dan menarik, perusahaan , lingkungan dan masyarakat pun akan lebih
mendapat keuntungan (Roesli, 2005).
24
ASI Eksklusif adalah telah terbukti menjadi sumber nutrisi terbaik
untuk bayi terutama yang berumur kurang dari 6 bulan (Susanthi, 2009).
Menurut
Novaria
(2000),
ASI
adalah
satu-satunya
makanan
minuman terbaik untuk bayi dalam masa 6 bulan pertama kehidupan.
ASI adalah makanan bayi yang paling penting terutama pada
bulan-bulan pertama kehidupan (Soetjiningsih, 2001). ASI merupakan
sumber gizi yang sangat ideal dengan komposisi yang seimbang dan
sesuai dengan kebutuhan pertumbuhan bayi, karena ASI adalah makanan bayi
yang paling sempurna baik secara kualitas maupun kuantitas. ASI sebagai
makanan tunggal akan cukup memenuhi kebutuhan tumbuh kembang bayi
normal sampai usia 4-6 bulan (Khairuniyah, 2004).
Menurut Azrul (2004), ASI eksklusif sangat penting untuk
peningkatan
sumber daya manusia
terutarna
dari
segi kecukupan gizi
eksklusif
sampai bayi berusia
6
kita
di masa
yang
akan
datang,
sejak dini. Memberikan ASI secara
bulan
akan
menjamin
tercapainya
pengembangan potensial kecerdasan anak secara optimal. Hal ini karena
selain sebagai nutrien yang ideal dengan komposisi yang tepat serta
disesuaikan dengan kebutuhan bayi, ASI juga mengandung nutrien-nutrien
khusus yang diperlukan otak bayi agar tumbuh optimal (Roesli, 2004).
Banyak faktor yang mempengaruhi seorang ibu dalam menyusui
bayinya, beberapa peneliti yang telah dilakukan didaerah perkotaan dan
pedesaan di Indonesia dan Negara berkembang lainnya, menunjukan
25
bahwa faktor system dukungan, pengetahuan ibu terhadap ASI, promosi
susu formula dan makanan tambahan mempunyai pengaruh terhadap
praktek pemberian ASI. Pengaruh-pengaruh tersebut dapat memberikan
dampak negatif maupun positif dalam memperlancar pemberian ASI
eksklusif (Santosa, 2004).
Sejalan dengan hasil penelitian Nindyawati (2005) mengenai gambaran
tingkat keberhasilan pemberian ASI Eksklusif di Wilayah Kerja UPTD
Puskesmas Ujungjaya didapatkan sebagian besar (57,5%) ibu menyusui
berhasil dalam pemberian ASI Eksklusif.
2.4.1
Manfaat Utama ASI Eksklusif bagi Bayi (Roesli, 2004).
Setelah ASI eksklusif enam bulan dilakukan, bukan berarti pemberian
ASI dihentikan. Seiring dengan pengenalan makanan kepada bayi, pemberian
ASI tetap dilakukan, sebaiknya menyusui dua tahun menurut rekomendasi
WHO.
Menambahkan manfaat ASI, berikut adalah manfaat ASI eksklusif
enam bulan daripada hanya empat bulan :
2.4.1.1 Untuk bayi (Breastfeeding Mothers’Support Group, 2001)
1. Melindungi dari infeksi gastrointestinal
2. Bayi yang ASI Eksklusif selama enam bulan tingkat pertumbuhannya
tidak sama dengan bayi yang hanya diberi ASI Eksklusif selama empat
bulan.
26
2.4.2.2 Untuk Ibu
1. Menambah panjang kembalinya kesuburan pasca melahirkan, sehingga ;
a. Memberi jarak antar anak yang lebih panjang atau menunda kehamilan
berikutnya.
b. Karena kembalinya menstruasi tertunda, ibu menyusui tidak
membutuhkan zat besi sebanyak ketika mengalami menstruasi.
2. Ibu lebih cepat langsing. Penelitian membuktikan bahwa ibu menyusui
enam bulan lebih langsing setengah kg dibanding ibu yang menyusui
empat bulan
Manfaat pemberian ASI eksklusif
bagi bayi sangat banyak antara lain :
(Roesli, 2001)
1. Sebagai nutrisi terbaik
2. Meningkatkan daya tahan tubuh
3. Meningkatkan kecerdasan
4. Meningkatkan jalinan kasih sayang
Manfaat ASI eksklusif lainnya adalah :
1. Air Susu Ibu (ASI) mengandung nutrien utama yang dibutuhkan seorang
bayi.
2. ASI mudah dicerna dan efisien untuk digunakan.
3. ASI melindungi bayi dan melawan infeksi.
4. Menyusui dapat memperkuat ikatan batin antara ibu dan bayi.
27
5. Menyusui dapat digunakan sebagai salah satu cara untuk menunda
kehamilan berikutnya.
2.5
Analisis Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan
Pemberian ASI
Eksklusif
2.5.1
Pendidikan
Pendidikan
adalah
segala
upaya
yang
direncanakan
untuk
mempengaruhi orang lain baik individu, kelompok, atau masyarakat sehingga
mereka
melakukan
apa
yang
diharapkan
oleh
pelaku
pendidikan
(Notoatmodjo, 2003).
Pendidikan adalah upaya persuasi atau pembelajaran kepada
masyarakat agar masyarakat mau melakukan tindakan-tindakan atau
praktek
untuk
kesehatannya.
memelihara
(mengatasi
masalah)
dan
meningkatkan
Perubahan atau tindakan pemeliharaan dan peningkatan
kesehatan yang dihasilkan oleh pendidikan kesehatan ini didasarkan
pengetahuan dan kesadarannya melalui proses pembelajaran, sehingga
perilaku tersebut diharapkan akan berlangsung lama (long lasting) dan
menetap (langgeng) karena didasari oleh kesadaran. Oleh karena itu
perubahan perilaku melalui proses pembelajaran yang pada umumnya
memerlukan waktu lama (Notoatmodjo, 2003).
28
Dengan adanya tingkat pendidikan yang rendah menyebabkan
seseorang kurang mempunyai keterampilan tertentu yang diperlukan dalam
kehidupannya.
Keterbatasan
pendidikan/keterampilan
yang
dimiliki
menyebabkan keterbatasan kemampuan untuk masuk dalam dunia kerja.
(Ahmadi, 2003 : 344).
Tingkat pendidikan ibu yang rendah mengakibatkan kurangnya
pengetahuan ibu dalam menghadapi masalah, terutama dalam pemberian ASI
eksklusif.
Pengetahuan
ini
diperoleh
baik
secara
formal
maupun
informal. Sedangkan ibu-ibu yang mempunyai tingkat pendidikan yang
lebih tinggi, umumnya terbuka menerima perubahan atau hal-hal baru
guna
pemeliharaan
kesehatannya
(Departemen Kesehatan RI,
2002).
Pendidikan juga akan membuat seseorang terdorong untuk ingin tahu,
mencari
pengalaman sehingga informasi yang diterima akan menjadi
pengetahuan (Azwar, 2000).
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Yeti (2006) tentang
hubungan karakteristik ibu menyusui dengan cakupan ASI Eksklusif di
wilayah kerja UPTD Puskesmas Buahdua Kabupaten Sumedang didapatkan
sebagian besar ibu menyusui berpendidikan rendah (76,1%).
Hasil penelitian Wati (2005) tentang faktor-faktor yang berhubungan
dengan rendahnya cakupan ASI Eksklusif di Desa Pondok Kacang Ciledug
Tanggerang dengan hasil tidak terdapat pengaruh pendidikan ibu dengan
29
prilaku ibu dalam memberikan ASI Eksklusif, dengan nilai p=0,003 < alpha
(0,05)
2.5.2
Pengetahuan
Pengetahuan akan mempengaruhi keadaan seseorang dalam hal
berpikir, bersikap dan bertingkah laku antara pengetahuan dan pendidikan
merupakan variabel yang berkaitan (Notoatmodjo, 2003).
Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui setelah melihat,
mengalami dan menyaksikan atau diajarkan. Tindakan seseorang berdasarkan
pada apa yang telah diketahui, terlebih apabila hal tersebut memberi manfaat.
(Amirrudin, 2006)
Pengetahuan yang terjadi dalam individu maupun masyarakat
merupakan salah satu faktor predisposisi yang mempengaruhi perilaku dan
perilaku merupakan faktor predisposisi yang mempengaruhi status kesehatan
seseorang atau masyarakat tersebut (Azwar, 2000).
Menurut laporan dari Dinas Kesehatan RI (2000) rendahnya cakupan
Asi Eksklusif dipengaruhi oleh pengetahuan ibu tentang ASI Eksklusif dan
juga dapat dipengaruhi oleh faktor lain yang meliputi usia ibu, paritas,
pendidikan dan pekerjaan.
Menurut
menyebabkan
Novaria
rendahnya
(2000),
pemberian
salah
ASI
satu
pra
eksklusif
kondisi
yang
adalah
masih
kurangnya pengetahuan masyarakat dibidang kesehatan. Khususnya ibuibu yang mempunyai bayi dan tidak menyusui secara eksklusif
30
Menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan kognitif merupakan
faktor yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang.
Pengetahuan
yang
didasari
menumbuhkan perilaku
dengan
pemahaman
yang
tepat
akan
baru yang diharapkan, khususnya kemandirian
dalam pemberian ASI eksklusif.
Rendahnya hasil cakupan pemberian ASI ekslusif dipengaruhi
oleh pengetahuan ibu hamil tentang pemberian ASI eksklusif juga
dapat
dipengaruhi oleh faktor lain yang meliputi usia ibu, paritas,
pendidikan, dan pekerjaan (Departemen Kesehatan RI, 2002).
Hasil penelitian Nurmala (2004) dengan judul gambaran
pengetahuan ibu hamil tentang ASI Eksklusif di UPTD Puskesmas
Panawangan didapatkan dari 120 responden ibu hamil sebanyak 94
responden (78,3%) berpengetahuan baik.
Hasil penelitian Mamay (2007) tentang hubungan pengetahuan ibu
menyusui dengan cakupan ASI Ekslusif di Kelurahan Pesanggrahan
terhadap 100 responden, didapatkan hasil tidak ada hubungan yang
signifikan antara pengetahuan ibu dengan tingkat keberhasilan pemberian
ASI Eksklusif.
2.5.3
Paritas
Paritas adalah wanita yang pernah melahirkan satu keturunan atau
lebih yang mampu hidup tanpa memandang apakah anak tersebut hidup pada
saat lahir (Kumala, 2003).
31
Proses melahirkan merupakan pengalaman yang mungkin terus
terulang, terlebih mereka yang memiliki anak lebih dari 2 (multipara).
Pengalaman melahirkan pertama akan menuntun proses dan cara tersendiri
bagi ibu ketika melewati proses kelahiran bayi yang kesekian kalinya dan
dapat mempengaruhi ibu untuk memberikan ASI Eksklusif (Roesli, 2004).
Dalam pemberian ASI eksklusif, ibu yang Menurut Perinansia
(2004), paritas adalah pengalaman pemberian ASI eksklusif, menyusui
pada kelahiran anak sebelumnya, kebiasaan menyusui dalarn keluarga
serta pengetahuan tentang manfaat ASI berpengaruh terhadap keputusan ibu
untuk menyusui atau tidak. Dukungan dokter, bidan/petugas kesehatan
lainnya atau kerabat dekat sangat dibutuhkan terutama untuk ibu yang
pertama kali hamil. Pertama kali hamil pengetahuan terhadap pemberian
ASI eksklusif belum berpengalaman dibandingkan dengan ibu yang sudah
berpengalaman menyusui anak sebelumnya.
Menurut
G.J
Ebrahim
(2002) mengemukakan
bahwa
faktor
emosional dan sosial menunjang keberhasilan pemberian ASI. Salah satu
faktor yang dapat disebutkan diantaranya adalah nasehat dan pengalaman
selama
masa kehamilan, persalinan, terutama pengalaman menyusui
pertamanya.
Paritas diperkirakan ada kaitannya dengan arah pencarian informasi
tentang ibu nifas/menyusui dalam memberikan ASI Eksklusif. Hal ini
dihubungkan dengan pengaruh pengalaman sendiri maupun orang lain
32
terhadap
pengetahuan yang dapat mempengaruhi perilaku saat ini atau
kemudian (Notoatmodjo, 2003).
Hasil penelitian Andrianny (2005) dengan judul hubungan paritas ibu
menyusui dengan cakupan ASI Eksklusif didapatkan hasil ada hubungan yang
bermakna antara paritas ibu menyusui dengan cakupan ASI Eksklusif dengan
nilai p = 0,000 < nilia alpha (0,05) di wilayah kerja UPTD Puskesmas
Sinarjati Bandung.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Suhaemi (2007) tentang
faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat keberhasilan ASI Eksklusif
menunjukan sebagian besar ibu menyusui di Wilayah Kerja Puskesmas
Pesanggrahan Jakarta Selatan ibu dengan paritas multipara.
2.6 Dukungan Bidan
Bidan mempunyai peranan yang sangat istimewa dalam menunjang
pemberian ASI. Peran bidan dapat membantu ibu untuk memberikan ASI
dengan baik dan mencegah masalah-masalah umum terjadi (Lesyati, 2002).
2.6.1
Peranan awal bidan dalam mendukung pemberian ASI (Lesyati 2002).
2.6.1.1 Meyakinkan bahwa memperoleh makanan yang mencukupi dari payudara
ibunya.
2.6.1.2 Membantu ibu sedemikian rupa sehingga ia mampu menyusui bayinya
sendiri.
33
2.6.2
Bidan dapat memberikan dukungan dalam pemberian ASI dengan : (Lesyati,
2002)
2.6.2.1 Membiarkan bayi bersama ibunya segera sesudah lahir beberapa jam pertama
Bayi mulai menyusu sendiri segera setelah lahir sering disebut dengan
insiasi menyusu dini atau permulaan menyusu dini. Hal ini merupakan
peristiwa penting, dimana bayi dapat melakukan kontak kulit langsung dengan
ibunya dengan tujuan dapat memberikan kehangatan. Selain itu, dapat
membangkitkan hubungan / ikatan antara ibu dan bayi. Pemberian ASI seawal
mungkin lebih baik, jika memungkinkan paling sedikit 30 menit setelah lahir.
2.6.2.2 Mengajarkan cara merawat payudara yang sehat pada ibu untuk mencegah
masalah umum yang timbul.
Tujuan dari perawatan payudara untuk melancarkan sirkulasi darah dan
mencegah tersumbatnya saluran susu, sehingga pengeluaran ASI lancar.
Sebelum menyentuh putting susu, pastikan tangan ibu selalu bersih dan cuci
tangan sebelum menyusui. kebersihan payudara paling tidak dilakukan
minimal satu kali dalam sehari, dan tidak diperkenankan mengoleskan krim,
minyak, alkohol ataupun sabun pada puting susunya.
2.6.2.3 Membantu ibu pada waktu pertama kali memberi ASI.
Membantu ibu segera untuk menyusui bayinya setelah lahir sangatlah
penting. Semakin sering bayinya menghisap puting susu ibu, maka
pengeluaran ASI juga semakin lancar. Hal ini disebabkan isapan bayi akan
34
memberikan rangsangan pada hipofisis untuk segera mengeluarkan hormon
oxitosin yang bekerja merangsang otot polos untuk memeras ASI.
2.6.2.4 Menempatkan bayi didekat ibu pada kamar yang sama (rawat gabung)
2.6.2.5 Memberiakan ASI pada bayi sesering mungkin
2.6.2.6 Memberikan kolostrum dan ASI saja
2.6.2.7 Menghindari susu botol dan “dot empeng”
Menurut Perinansia (2003) berpendapat bahwa dalam pemberian ASI
eksklusif, ibu yang paritasnya > 1 pengalaman pemberian ASI eksklusif,
menyusui pada kelahiran anak sebelumnya, kebiasaan menyusui dalarn
keluarga serta pengetahuan tentang manfaat ASI berpengaruh terhadap
keputusan ibu untuk menyusui atau tidak selama 6 bulan.
Departemen Kesehatan RI, (2002) dalam laporannya menyatakan
bahwa rendahnya hasil cakupan pemberian ASI Eksklusif dipengaruhi oleh
pengetahuan ibu hamil tentang pemberian ASI eksklusif juga dapat
dipengaruhi oleh faktor lain yang meliputi usia ibu, paritas, pendidikan,
pekerjaan dan dukungan dari petugas kesehatan seperti dokter, perawat dan
bidan.
Pengalaman dibeberapa negara di dunia bahwa peningkatan pemberian
ASI ada hubungannya dengan cara-cara yang dilakukan di rumah sakit.
Peranan sikap dan kepedulian serta perhatian para ahli kesehatan yang
berkaitan dengan menyusui sangat diperlukan terutama dalam menghadapi
35
promosi-promosi pabrik pembuat susu formula bayi (Arfifin Siregar, M.Hd,
2004).
Menurut Bobak (2005) menerangkan bahwa pada ibu primipara lebih
membutuhkan support daripada yang sudah mempunyai pengalaman
melahirkan sebelumnya, terutama dalam pemberian ASI Eksklusif.
Sedangkan menurut Ambarwati (2008) menyatakan bahwa Bidan
mempunyai peranan yang sangat istimewa dalam menunjang pemberian ASI.
Peran bidan dapat membantu ibu untuk memberikan ASI dengan baik dan
mencegah masalah-masalah umum terjadi.
Hasil penelitian Liliana (2006) di Puskesmas Waypanji - Lampung
mengenai hubungan karakteristik ibu menyusui dan dukungan bidan dengan
tingkat keberhasilan pemberian ASI Eksklusif menunjukan sebagian besar ibu
menyusui dengan dukungan bidan. Hasil uji Chi Square didapatkan ada
hubungan
yang siginifikan antara dukungan bidan dengan tingkat
keberhasilan pemberian ASI Eksklusif, hasil uji statistik nilai propabilitas
p=0,000 < 0,05.
36
2.7 Kerangka Teori
Dukungan Bidan
Faktor Resiko :
1. Pendidikan
2. Pengetahuan
3. Paritas
ASI Eksklusif
Bayi 0-6 bulan
Cakupan ASI Eksklusif
Diagram 2.1 : Analisis Faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat keberhasilan
Pemberian Asi Eksklusif
(Departemen Kesehatan RI, 2003)
37
BAB III
KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL
DAN METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Kerangka Konsep
Kerangka konsep ini dibuat berdasarkan kepada tujuan dan kerangka
teori yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, kerangka konsep ini diambil
sebagai variabel penelitian, mengingat keterbatasan waktu, tenaga dan biaya.
3.1.1
Visualisasi Kerangka Konsep
Pendidikan
Pengetahuan
Pemberian ASI Eksklusif
Paritas
Dukungan Bidan
Variabel Dependen
Variabel Independen
Diagram 3.1
3.1.2
Visualisasi Kerangka Konsep Penelitian Analisis faktor-faktor
yang berhubungan dengan tingkat keberhasilan pemberian ASI
Eksklusif Di wilayah kerja UPTD Puskesmas Sukamulya
Kecamatan Kertajati Kabupaten Majalengka Tahun 2010.
Variabel Penelitian
Dalam penelitian ini variabel dependen yang akan diteliti adalah
tingkat keberhasilan pemberian ASI eksklusif dan variabel independennya
adalah pendidikan, pengetahuan dan paritas.
37
38
3.2 Definisi Operasional
Tabel 3.1 Definisi Operasional
No
1
2
Variabel
Dependen
Tingkat
keberhasilan
pemberian
ASI eksklusif
Independen
Pendidikan
Definisi
Operasional
Cara
Ukur
Alat
Ukur
Hanya ASI yang
diberikan ibu
kepada bayinya
tanpa memberikan
makanan lainnya
dalam jarak waktu
selama 6 bulan
Wawancara Kuesioner
Jenjang formal
yang diselesaikan
ibu menyusui bayi
hingga mendapat
tanda lulus
Wawancara Kuesioner
Hasil Ukur
Skala
Ukur
0 = berhasil, jika
hanya ASI
saja sampai
usia bayi 6
bulan
1 = Tidak
berhasil, jika
sebelum 6
bulan bayi
diberikan
makanan
tambahan
selain ASI
Ordinal
0 = tinggi >
SMP
Ordinal
1 = rendah <
SMP
3
Pengetahuan
Segala sesuatu
yang diketahui ibu
tentang pemberian
ASI Eksklusif
Wawancara Kuesioner
4
Paritas
wanita yang pernah
melahirkan satu
keturunan atau
lebih yang mampu
hidup tanpa
memandang
apakah anak
tersebut hidup pada
saat lahir (Kumala,
1998).
Wawancara Kuesioner
0 = tinggi
apabila skor
jawaban
yang benar >
7.8
1 = rendah
Ordinal
apabila skor
jawaban
yang benar <
7.8
0 = Multipara
jika > 2
1 = Primipara
jika < 2
Ordinal
39
5
Dukungan
bidan
Arahan kepada ibu
agar mau
menyusui bayinya
secara eksklusif
Wawancara Kuesioner
0 = ada dukungan,
jika skor
jawaban ≥
4.28
Ordinal
1 = tidak ada
dukungan jika
skor jawaban
< 4.28
3.3 Hipotesis
3.3.1
Ada hubungan antara pendidikan ibu dengan tingkat keberhasilan pemberian
ASI eksklusif .
3.3.2
Ada hubungan antara pengetahuan ibu dengan tingkat keberhasilan pemberian
ASI eksklusif .
3.3.3
Ada hubungan antara paritas ibu dengan tingkat keberhasilan pemberian ASI
eksklusif .
3.3.4
Ada hubungan antara dukungan bidan dengan tingkat keberhasilan pemberian
ASI eksklusif.
3.4
Metode Penelitian
3.4.1
Desain Penelitian
Desain penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan pendekatan
cross sectional yaitu suatu penelitian dimana variabel-variabel yang termasuk
efek diobservasi sekaligus pada waktu yang sama (Notoatmodjo, 2002:148).
Penelitian ini dilakukan selain dengan tujuan untuk memperoleh
gambaran secara proporsional mengenai tingkat keberhasilan pemberian ASI
40
eksklusif juga bertujuan untuk melakukan analisis ada tidaknya hubungan
faktor-faktor sebagai variabel bebas (independen) dengan pemberian ASI
eksklusif sebagai variabel terikat (dependen).
3.4.2
Populasi, Sampel, Cara Pengambilan Sampel dan Lokasi Penelitian
3.4.2.1 Populasi
Populasi adalah keseluruhan satuan analisa yang merupakan sasaran
penelitian (Gulo, 2005:77). Sedangkan menurut (Notoatmodjo, 2002)
Populasi adalah setiap subjek penelitian yang memenuhi karakteristik yang
telah ditentukan.
Populasi pada penelitian ini adalah ibu menyusui yang memiliki bayi
0 - 6 bulan dari bulan Maret – April 2010 yang ada di Wilayah kerja UPTD
Puskesmas Sukamulya tahun 2010 sebanyak 75 ibu menyusui.
3.4.2.2 Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah ibu menyusui yang memiliki bayi
0 – 6 bulan dari bulan Maret – April 2010 yang ada di wilayah kerja UPTD
Puskesmas Sukamulya sebanyak 75 ibu menyusui.
3.4.2.3 Teknik Pengambilan Sampel
Pada penelitian tidak dilakukan prosedur pengambilan sampel
dikarenakan seluruh populasi dijadikan sampel penelitian atau total sampling.
3.4.2.4 Lokasi Penelitian
Waktu Penelitian : Bulan Maret – April Tahun 2010
41
Tempat penelitian : Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Sukamulya Tahun
2010
3.4.3
Pengumpulan Data
3.4.3.1 Alat Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara dengan dengan
menggunakan kuesioner secara langsung terhadap ibu menyusui yang
memiliki bayi 0 - 6 bulan dari bulan Maret – April 2010 yang ada di
Wilayah kerja UPTD Puskesmas Sukamulya tahun 2010.
Setelah kuesioner sebagai alat ukur atau alat pengumpul selesai
disusun, belum berarti kuesioner tersebut dapat langsung digunakan utuk
mengumpulkan data. Kuesioner dapat digunakan sebagai alat ukur penelitian
perlu uji validitas dan reabilitas. Untuk itu, maka kuesioner tersebut harus
dilakukan uji coba ”trial” di lapangan. Responden yang digunakan untuk uji
coba sebaiknya yang memiliki ciri-ciri responden dari tempat dimana
penelitian tersebut harus dilaksanakan.
Hasil uji coba ini kemudian digunakan untuk mengetahui sejauh mana
alat ukur (kuesioner) yang telah disusun tadi memiliki ”validitas” dan
”realibilitas”. Suatu alat ukur harus mempunyai kriteria ”validitas” dan
”realibilitas”. (Notoatmodjo, 2005:129).
3.4.3.2 Validitas
Validitas adalah suatu indeks yang menunjukan alat ukur itu benarbenar mengukur apa yang diukur. Untuk mengetahui apakah kuesioner yang
42
kita susun tersebut mampu mengukur apa yang hendak kita ukur, maka perlu
diuji dengan uji korelasi antara skor (nilai) tiap-tiap item (pertanyaan)
dengan skor total kuesioner tersbut. Bila semua pertanyaan itu mempunyai
korelasi yang bermakna (construct validity). Apabila kuesioner tersebut
telah memiliki validitas konstruk, berarti semua item (pertanyaan) yang ada
di dalam kuesioner itu mengukur konsep yang kita ukur. Untuk mengetahui
apakah kuesioner yang kita susun tersebut mampu mengukur apa yang tidak
kita ukur, maka perlu dilakukan uji validitas kuesioner dengan cara analisis
faktor yaitu mengkorelasikan jumlah skor faktor dengan skor total. Apabila
korelasi tiap faktor tersebut positif dan besarnya lebih dari atau sama dengan
0,30, maka faktor tersebut merupakan construct yang kuat. Jadi berdasarkan
analisis faktor itu dapat disimpulkan bahwa instrumen tersebut memiliki
validitas kontruksi yang baik (Sugiyono, 1999 : 15). Uji validitas kuesioner
dalam
penelitian
ini
menggunakan
SPSS.17
for
window
dengan
menggunakan penghitungan komputer.
Uji validitas dilakukan terhadap 20 responden ibu menyusui yang
memiliki bayi 0-6 bulan yang memiliki ciri dan karakteristik yang sama
dengan penelitian di UPTD Puskesmas Kertajati. Hasil uji validitas terhadap
pertanyaan pengetahuan ibu menyusui tentang ASI Eksklusif didapatkan
dari 10 pertanyaan 8 pertanyaan valid dengan masing-masing nilai r hitung
(0,457-0,793) dengan nilai r tabel (0,444), hasil ini menunjukan r hitung >
r tabel. Sedangkan untuk pertanyaan dukungan bidan didapatkan dari 5
43
pertanyaan dukungan bidan 4 pertanyaan valid dengan masing-masing nilai
r hitung (0,635 – 0,835) dengan nilai r tabel (0,444), hasil ini menunjukan
r hitung > r table. Dengan demikian instrumen pengetahuan tentang ASI
Eksklusif dan dukungan bidan dapat dipakai dalam penelitian ini.
3.4.3.3 Reliabilitas
Reliabilitas ialah indeks yang menunjukan sejauh mana suatu alat
pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Hal ini berarti menunjukan
sejauh mana hasil pengukuran itu tetap konsisten atau tetap asas bila
dilakukan pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama, dengan
menggunakan alat ukur yang sama. Perlu dicatat, bahwa perhitungan
reliabilitas harus dilakukan hanya pada pertanyaan-perrtanyaan yang sudah
memiliki
validitas
(Notoatmodjo,
2005:133).
Pengujian
reliabilitas
instrumen menggunakan SPSS.17 for window dengan menggunakan
penghitungan computer.
Keputusan hasil uji reliabilitas adalah bila nilai r (Spearman Brown)
> r tabel atau membandingkan nilai alfa cronbach, apabila > nilai r tabel,
maka pertanyaan tersebut reliabel.
Hasil uji reliabilitas pertanyaan pengetahuan diperoleh nilai r alpha
sebesar 0,849 > nilai r tabel (0,444). Sedangkan hasil uji reliabilitas
pertanyaan dukungan bidan diperoleh nilai r alpha sebesar 0,869 > nilai r
tabel (0,444). Dengan demikian instrumen tentang pengetahuan dan
dukungan bidan seluruhnya reliabel dan dapat dipakai dalam penelitian ini.
44
3.4.3.4 Tenaga Pengumpul Data
Pengumpulan data dilakukan oleh peneliti sendiri dibantu oleh bidan
Desa setempat.
3.4.3.5 Pelaksanaan Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah dengan kuesioner, dimana responden mengisi sendiri (kuesioner)
sesuai petunjuk yang telah disediakan dan arahan dari peneliti dimana
peneliti akan mewawancarai setiap satu orang ibu menyusui untuk satu
sampel dan dibantu oleh tenaga pengumpul data.
3.4.4
Pengolahan Data
a. Editing (penyuntingan)
Pemeriksan dan menyesuaikan data dengan rencana semula seperti yang
diinginkan.
b. Coding (pemberian kode)
Memberi kode pada data, dengan merubah data-data dengan angka.
c. Shorting
Adalah mensortir dengan memilih atau mengelompokkan data menurut
jenis yang dikehendaki.
d. Entry Data
Memasukan data dengan melalui komputer.
e. Cleaning Data
45
Pembersih data yang melihat variabel apakah data sudah bersih atau
belum
f. Mengeluarkan informasi yang diinginkan.
3.4.5
Analisis Data
Data
yang diperoleh
kemudian
dianalisa
dengan
melakukan
penyeleksian data sesuai dengan kriteria yang ada. Analisis data untuk
penelitian ini menggunakan perangkat lunak statistik dengan program SPSS
versi 17. langkah-langkah analisis data yang akan dilakukan peneliti adalah :
3.4.5.1 Analisis Univariat
Analisis univariat dimaksudkan untuk mendeskripsikan karakteristik
dari masing-masing variabel bebas (umur, paritas, jarak kehamilan, dan
pekerjaan ibu).
Mendeskripsikan karakteristik dari masing-masing variabel bebas ke
dalam distribusi frekuensi dan presentase masing-masing variabel dari semua
Jawaban responden dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan
presentase, dengan rumus sebagai berikut :
 
x
 100%
y
Keterangan :
P = Kategori
x = Jumlah kategori sampel yang diambil
46
y = Jumlah sampel
Tabel 3.4 Distribusi Frekuensi Masing-masing Variabel
Variabel
F
%
Hasil prosentase di atas, diinterpretasikan menurut Arikunto (2002)
sebagai berikut :
Tabel 3.5 Interpretasi Hasil Prosentase
No.
Skala Pengukuran (%)
Interpretasi
0
1 – 25
26 – 49
50
51 - 75
76 – 99
100
Tidak satupun responden
Sebagian kecil responden
Kurang dari setengah responden
Setengah responden
Lebih dari setengah responden
Sebagian besar responden
Seluruh responden
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
3.4.5.2 Analisis Bivariat
Analisis ini bertujuan untuk melihat hubungan antara 2 (dua) variabel
yaitu variabel terikat dengan variabel bebas. Uji yang dipakai adalah Chisquare dengan batas kemaknaan nilaiα 0,05.
Test signifikasi menggunakan Chi-square dengan rumus :
ad  bc .n
2
x2

n1.n2, m1.m2
Apabila terdapat sel yang kosong atau nilai < 5, maka digunakan
Yate’Correction, dengan rumus :
ad  bc  / n n
2
x
2

1
2
2
n1.n2.m1.m2
47
Tabel 3.3 Tabel Silang (2x2)
Variabel Bebas
faktor resiko (+)
faktor resiko (-)
Variabel Terikat
( Pemberian ASI Ekslusif )
Tidak diberikan
Diberikan
a
b
a+b (m1)
c
d
c+b (m2)
a+c ( n1)
b+d (n2)
n
Menentukan uji kemaknaan hubungan dengan cara membandingkan
nilai  (  value) dengan nilai  = 0,05 pada taraf kepercayaan 95 % dan
derajat kebebasan = 1 dengan kaidah keputusan sebagai berikut :
1) Nilai  (  value) < 0,05, maka HO ditolak, yang berarti ada hubungan
yang bermakna antara variabel bebas dengan variabel terikat.
2) Nilai  (  value) > 0,05, maka Ho gagal ditolak, yang berarti tidak ada
hubungan yang bermakna antara variabel bebas dengan variabel terikat.
Download