BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Visi pembangunan menuju Indonesia Sehat 2010 adalah menggerakan pembangunan nasional berwawasan kesehatan, mendorong kemandirian masyarakat untuk hidup sehat memelihara dan meningkatkan pelayanan kesehatan yang bermutu, merata dan terjangkau, serta memelihara dan meningkatkan kesehatan individu, keluarga, masyarakat dan lingkungan (Departemen Kesehatan RI, 2002). Pembangunan kesehatan diarahkan untuk mempertinggi derajat kesehatan. Mewujudkan derajat kesehatan masyarakat adalah upaya untuk meningkatkan keadaan kesehatan yang lebih baik dari sebelumnya. Derajat kesehatan yang optimal adalah tingkat kesehatan yang tinggi dan dapat dicapai suatu saat sesuai dengan kondisi dan situasi serta kemampuan yang nyata dari setiap orang atau masyarakat dan harus diusahakan peningkatannya secara terus menerus (Departemen Kesehatan RI, 2002). Kesehatan merupakan salah satu aspek dari kehidupan masyarakat mutu hidup, produktifitas tenaga kerja, angka kesakitan dan kematian yang tinggi pada bayi dan anak-anak, menurunnya daya kerja fisik serta terganggunya perkembangan mental adalah akibat langsung atau tidak langsung dari masalah gizi kurang. Sebagaimana diketahui bahwa salah satu masalah gizi yang paling 1 2 utama pada saat ini di Indonesia adalah kurang kalori dan protein hal ini banyak ditemukan bayi dan anak yang masih kecil dan sudah mendapat adik lagi yang sering disebut “kesundulan” artinya terdorong lagi oleh kepala adiknya yang telah muncul dilahirkan. Keadaan ini karena anak dan bayi merupakan golongan rentan. Terjadinya kerawanan gizi pada bayi disebabkan karena selain makanan yang kurang juga karena Air Susu Ibu (ASI) banyak diganti dengan susu botol dengan cara dan jumlah yang tidak memenuhi kebutuhan. Hal ini pertanda adanya perubahan sosial dan budaya yang negatif dipandang dari segi gizi (Purwanti, 2004). Pertumbuhan dan perkembangan bayi sebagian besar ditentukan oleh jumlah ASI yang diperoleh termasuk energi dan zat gizi lainnya yang terkandung di dalam ASI tersebut. ASI tanpa bahan makanan lain dapat mencukupi kebutuhan pertumbuhan sampai usia sekitar enam bulan. Setelah itu ASI hanya berfungsi sebagai sumber protein vitamin dan mineral utama untuk bayi yang mendapat makanan tambahan yang tertumpu pada beras (Purwanti, 2004). Dalam pembangunan bangsa, peningkatan kualitas manusia harus dimulai sedini mungkin yaitu sejak masih bayi, salah satu faktor yang memegang peranan penting dalam peningkatan kualitas manusia adalah pemberian Air Susu Ibu (ASI). Pemberian ASI semaksimal mungkin merupakan kegiatan penting dalam pemeliharaan anak dan persiapan generasi penerus di masa depan. Akhir-akhir ini sering dibicarakan tentang peningkatan penggunaan ASI (Departemen Kesehatan RI, 2002). 3 Pemberian ASI selama 1 jam pertama dalam kehidupannya dapat menyelamatkan 1 juta nyawa bayi. Berkaitan dengan pentingnya ASI 1 jam pertama maka dianjurkan sesegera mungkin meletakan bayi untuk Inisiasi Menyusui Dini (IMD) selama 30 – 60 menit bersama ibunya. ASI merupakan hak anak untuk kelangsungan tumbuh kembang secara optimal dan hak ibu untuk menysusui anaknya. Pemberian ASI juga dapat membentuk perkembangan intelegensia, rohani dan perkembangan emosional, karena dalam dekapan ibu selama menyusui, bayi bersentuhan langsung dengan ibu serta mendapat kasih sayang dan rasa aman (Kementrian Negara Pemberdayaan Perempuan RI, 2007). Keberhasilan memberikan ASI Eksklusif selain bergantung pada ibu juga sangat bergantung pada dukungan bidan karena peran bidan sama besarnya dengan peran ibu terutama dalam segi psikologis, sehingga jika seorang ibu berhasil memberi ASI eksklusif selama 6 bulan, hal ini merupakan keberhasilan ibu dan bidan (Roesli, 1999). Sementara itu, hasil Survey Demografi Kesehatan Indonesia (2007) menunjukkan adanya penurunan jumlah bayi yang mendapatkan ASI Eksklusif dari 39,5 % pada tahun 2002-2003 menjadi 32% pada tahun 2007 sehingga terjadi penurunan sebesar 7,5%. Cakupan ASI Eksklusif di Indonesia sebesar 32%, masih jauh dari rata-rata dunia (42,2%), yaitu jumlah ini menurun dari cakupan tahun 2002/2003 sebesar 39,5% (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, 2008). 4 Dari data Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Barat pada tahun 2007 cakupan pemberian ASI eksklusif sebanyak 502.172 (53,75%) dari jumlah 934.297 bayi. (Dinas Kesehatan PropinsiJawa Barat, 2008) Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka cakupan ASI Eksklusif di Kabupaten Majalengka tahun 2008 sebesar 6.419 bayi / (33,08%) dari jumlah 19.019 bayi. Sedangkan di UPTD Puskesmas Sukamulya cakupan ASI Eksklusif pada tahun 2008 sebanyak 98 bayi (28%) dari jumlah bayi sebesar 350 bayi. Cakupan ASI Eksklusif di UPTD Puskesmas Sukamulya lebih tinggi dibandingkan dengan UPTD Puskesmas Kertajati sebanyak 36 bayi (3,3%). Hal ini dikarenakan dukungan bidan terhadap pemberian ASI Eksklusif lebih baik dibandingkan dengan UPTD Puskesmas Kertajati. Menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan kognitif merupakan faktor yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Pengetahuan yang didasari dengan pemahaman yang tepat akan menumbuhkan perilaku baru yang diharapkan, khususnya kemandirian dalam pemberian ASI eksklusif. Berdasarkan uraian tersebut maka penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Analisis Faktor-Faktor Yang Berhubungan dengan Tingkat Keberhasilan Pemberian ASI Eksklusif di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Sukamulya Kecamatan Kertajati Kabupaten Majalengka Tahun 2010”. 5 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan data di UPTD Puskesmas Sukamulya cakupan ASI Eksklusif pada tahun 2008 masih rendah sebanyak 98 bayi (28%) dari jumlah bayi sebesar 350 bayi, sehingga yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah belum di ketahuinya analisis faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat keberhasilan pemberian ASI eksklusif. Sehingga yang menjadi pertanyaan dalam penelitian ini adalah faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan tingkat keberhasilan pemberian ASI Eksklusif di wilayah kerja UPTD Puskesmas Sukamulya Kecamatan Kertajati Kabupaten Majalengka Tahun 2010 ? 1.3 Ruang Lingkup Penelitian Dalam penelitian ini penulis membatasi ruang lingkup yang diteliti adalah faktor-faktor yang berhubungan dilihat dari pendidikan, pengetahuan, paritas dan dukungan bidan dengan pemberian ASI Eksklusif di wilayah kerja UPTD Puskesmas Sukamulya tahun 2010. Subyek penelitian ini adalah seluruh ibu menyusui yang mempunyai bayi 0 - 6 bulan. Lokasi penelitian ini telah dilaksanakan di wilayah kerja UPTD Puskesmas Sukamulya tahun 2010. Penelitian ini menggunakan data primer dan metode survey. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan pendekatan cross sectional. 6 1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan Umum Diketahuinya faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat keberhasilan pemberian ASI eksklusif di wilayah kerja UPTD Puskesmas Sukamulya Kecamatan Kertajati Kabupaten Majalengka Tahun 2010. 1.4.2 Tujuan Khusus 1.4.2.1 Diketahuinya gambaran tingkat keberhasilan pemberian ASI Eksklusif di wilayah kerja UPTD Puskesmas Sukamulya Kecamatan Kertajati Kabupaten Majalengka Tahun 2010. 1.4.2.2 Diketahuinya gambaran pendidikan ibu menyusui di wilayah kerja UPTD Puskesmas Sukamulya Kecamatan Kertajati Kabupaten Majalengka Tahun 2010 1.4.2.3 Diketahuinya gambaran pengetahuan ibu menyusui di wilayah kerja UPTD Puskesmas Sukamulya Kecamatan Kertajati Kabupaten Majalengka Tahun 2010. 1.4.2.4 Diketahuinya gambaran paritas ibu menyusui di wilayah kerja UPTD Puskesmas Sukamulya Kecamatan Kertajati Kabupaten Majalengka Tahun 2010. 1.4.2.5 Diketahuinya gambaran dukungan bidan dalam pemberian ASI Eksklusif di wilayah kerja UPTD Puskesmas Sukamulya Kecamatan Kertajati Kabupaten Majalengka Tahun 2010. 7 1.4.2.6 Diketahuinya hubungan antara pendidikan ibu dengan tingkat keberhasilan pemberian ASI Eksklusif di wilayah kerja UPTD Puskesmas Sukamulya Kecamatan Kertajati Kabupaten Majalengka Tahun 2010. 1.4.2.7 Diketahuinya hubungan antara pengetahuan ibu dengan tingkat keberhasilan pemberian ASI Eksklusif di wilayah kerja UPTD Puskesmas Sukamulya Kecamatan Kertajati Kabupaten Majalengka Tahun 2010. 1.4.2.8 Diketahuinya hubungan antara paritas ibu dengan tingkat keberhasilan pemberian ASI Eksklusif di wilayah kerja UPTD Puskesmas Sukamulya Kecamatan Kertajati Kabupaten Majalengka Tahun 2010. 1.4.2.9 Diketahuinya hubungan antara dukungan bidan dengan tingkat keberhasilan pemberian ASI Eksklusif di wilayah kerja UPTD Puskesmas Sukamulya Kecamatan Kertajati Kabupaten Majalengka Tahun 2010. 1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Bagi Institusi Pendidikan Sebagai bahan masukan dan kajian untuk penelitian selanjutnya mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat keberhasilan pemberian ASI Eksklusif dan untuk menambah referensi diperpustakaan. 1.5.2 Bagi Tenaga Kesehatan Menambah wawasan serta menjadi tolak ukur para tenaga kesehatan di wilayah kerja UPTD Puskesmas Sukamulya dalam melaksanakan program selanjutnya, terutama lebih aktif dalam memberikan penyuluhan dan motivasi 8 kepada masyarakat khususnya ibu-ibu menyusui tentang pentingnya pemberian ASI eksklusif. 1.5.3 Bagi Masyarakat di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Sukamulya. Sebagai masukan bagi masyarakat khususnya ibu-ibu menyusui agar lebih meningkatkan kesadaran tentang pentingnya pemberian ASI eksklusif bagi bayinya serta menambah wawasan pengetahuan dan pandangan positif sehingga dapat meyakinkan keluarga khususnya ibu-ibu menyusui agar memberikan ASI secara Eksklusif. 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Dasar Air Susu Ibu (ASI) 2.1.1 Pengertian Air Susu Ibu Air Susu Ibu (ASI) adalah suatu emulsi lemak dalam larutan protein, laktosa dan garam-garam anorganik yang sekresi oleh kelenjar mamae ibu, yang berguna sebagai makanan bagi bayinya (Yani, 2009). Proses terjadinya pengeluaran air susu dimulai atau dirangsang oleh isapan mulut bayi pada putting susu ibu. Gerakan tersebut merangsang kelenjar pituitary anterior untuk memproduksi sejumlah prolaktin, hormon utama yang mengandalkan pengeluaran air susu. Proses pengeluaran air susu juga tergantung pada Let down reflex, dimana hisapan puting dapat merangsang kelenjar pituitary posterior untuk menghasilkan hormon oksitosin, yang dapat merangsang serabut otot halus di dalam dinding saluran susu agar membiarkan susu dapat mengalir secara lancar (Yani, 2009). Air Susu Ibu adalah makanan alamiah untuk semua bayi cukup bulan sesuai usia bulan-bulan pertama (Nelson, 1999). 2.1.2 Struktur Payudara Payudara terdiri dari Puting, Areola dan jaringan lunak. Ada beberapa kelenjar penghasil ASI yang independen dalam payudara, setiap kelenjar itu memiliki ribu-an Alveolus Mikroskopis – kantung-kantung kecil. 9 10 ASI diproduksi dalam Alveolus ini melalui darah yang mengalir melewatinya, ASI ini lalu dimasukan ke dalam saluran kecil yang melekat pada Alveolus, dari saluran ini ASI akhirnya masuk kesuatu bukaan yang disebut Lactiferous Sinus di bawah daerah Areola. Maka setiap kelenjar penghasil ASI yang terpisah mengeluarkan ASI pada Lactiferous Sinus yang berbeda. Setiap Lactiferous membuka ke dalam tubuh melalui saluran lactiferous. Semua kelenjar penghasil ASI dikelilingi oleh lemak dan jaringan penghubung. Ukuran payudara tergantung pada jumlah lemak dan jaringan penghubung (Roesli, 2004). Jumlah ASI yang diproduksi tidak tergantung pada ukuran payudara. Hal ini berarti bahwa walaupun memiliki payudara yang kecil akan mengeluarkan ASI yang sama banyaknya dengan yang dibutuhkan oleh bayi (Ramaiah, 2006). 2.1.3 Hormon dan Refleks yang Menghasilkan ASI ASI dihasilkan oleh kerja gabungan hormon dan refleks. Selama kehamilan, terjadi perubahan pada hormon yang akan menyiapkan jaringan kelenjar (Alveoli) untuk memproduksi ASI. Pada waktu bayi mulai mengisap ASI, akan terjadi dua refleks, yaitu refleks Prolaktin dan refleks Oksitosin yang akan menyebabkan ASI keluar pada saat dan dalam jumlah yang tepat (Santosa, 2004). 11 2.1.3.1 Prolaktin (hormon yang menghasilkan ASI) Hormon Prolaktin dihasilkan oleh kelenjar hipofisa bagian depan yang ada di dasar otak. Prolaktin merangsang kelenjar susu untuk memproduksi ASI, sedangkan rangsangan pengeluaran prolaktin ini adalah pengosongan ASI dari gudang ASI (Sinus Lactiferus). Semakin banyak ASI yang dikeluarkan dari payudara maka semakin banyak ASI yang diproduksi, sebaliknya apabila bayi berhenti menghisap atau sama sekali tidak memulainya, maka payudara akan berhenti memproduksi ASI (Santosa, 2004). Setiap isapan bayi pada payudara ibunya akan merangsang ujung saraf disekitar payudara. Rangsangan ini diantar ke bagian depan kelenjar hipofisa untuk memproduksi prolaktin. Prolaktin dialirkan oleh darah ke kelenjar payudara dan akan merangsang pembuatan ASI. Jadi, pengosongan gudang ASI merupakan rangsangan diproduksinya ASI (Santosa, 2004). Kejadian dari perangsangan payudara sampai pembuatan ASI disebut refleks Produksi ASI atau Refleks Prolaktin, dan semakin sering ibu menyusui bayinya, akan semakin banyak pula produksi ASI-nya. Semakin jarang ibu menyusui, maka semakin berkurang jumlah produksi ASI nya. Prolaktin mempunyai fungsi penting lain, yaitu menekan fungsi indung telur (Ovarium), dan akibatnya dapat memperlambat kembalinya fungsi kesuburan dan haid, dengan kata lain ASI eksklusif dapat menjarangkan kehamilan (Roesli, 2001). 12 2.1.3.2 Oksitosin (hormon yang menghasilkan ASI) Hormon oksitosin berasal dari bagian belakang kelenjar hipofisa yang terdapat di dasar otak. Sama halnya dengan hormon prolaktin, hormon oksitosin diproduksi bila ujung saraf sekitar payudara dirangsang oleh isapan bayi. Oksitosin masuk ke dalam darah menuju payudara, membuat otot-otot payudara mengerut disebut hormon oksitosin. Kejadian ini disebut refleks pengeluaran ASI, refleks oksitosin atau let down refleks (Santosa, 2004). Reaksi bekerjanya hormon oksitosin dapat dirasakan pada saat bayi menyusu pada payudara ibu. Kelenjar payudara akan mengerut sehingga memeras ASI untuk keluar. Banyak wanita dapat merasakan payudaranya terperas saat menyusui, itu menunjukkan bahwa ASI mulai mengalir dari pabrik susu (alveoli) ke gudang susu (Ductus Lactiferous) (Santosa, 2004). Bayi tidak akan mendapatkan ASI cukup apabila hanya mengandalkan reflek prolaktin saja, dan harus dibantu oleh refleks oksitosin. Bila reflek ini tidak bekerja, maka bayi tidak akan mendapatkan ASI yang memadai, walaupun produksi ASI cukup. Refleks oksitosin lebih rumit dibandingkan refleks prolaktin, karena refleks ini berhubungan langsung dengan kejiwaan atau sensasi ibu. Perasaan ibu dapat meningkatkan dan menghambat produksi ASI (Santosa, 2004). Berdasarkan pernyataan di atas maka, refleks oksitosin itu juga dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya yaitu lingkungan dimana ibu dan bayi tinggal. Ketidakpedulian akan ketenangan ibu dan bayi akan membuat ibu 13 frustasi yang akibatnya ibu merasa sedih, bingung, kesal dan marah sebagai dampak kejiwaan sehingga mempengaruhi kerja hormon oksitosin. Hal tersebut menuntut lingkungan terdekat yaitu keluarga untuk berperan dalam menciptakan suasana ketenangan dan kenyamanan ibu dan bayi. Adapun dalam pemeliharaan laktasi terdapat dua faktor penting yaitu: (Roesli, 2001). 1. Rangsangan Bayi yang minum air susu ibu perlu sering menyusu, terutama pada hari neonatal awal. Penting bahwa bayi pada payudara dengan posisi yang benar apabila diinginkan untuk meningkatkan rangsangan yang tepat. Rangsangan gusi bayi sebaiknya berada pada kulit areola, sehingga tekanan diberikan kepada ampulla yang ada di bawahnya sebagai tempat tersimpannya air susu. Dengan demikian bayi minum dari payudara, dan bukan dari papilla mammae. Sebagai respons terhadap pengisapan, prolaktin dikeluarkan dari grandula pituitaria anterior, dan dengan demikian memacu pembentukan air susu yang lebih banyak. Apabila karena suatu alasan tertentu bayi tidak dapat menyusu sejak awal, maka ibu dapat memeras air susu dari payudaranya dengan tangan atau menggunakan pompa payudara. Tetapi pengisapan oleh bayi akan memberikan rangsangan yang jauh lebih besar dibandingkan dengan kedua cara tersebut. 14 2. Pengosongan payudara secara sempurna Bayi sebaiknya mengosongkan satu payudara diberikan payudara yang lain. Apabila bayi tidak mengosongkan payudara yang kedua, maka pada pemberian air susu yang berikutnya payudara yang kedua ini yang diberikan pertama kali, atau bayi mungkin sudah kenyang dengan satu payudara, maka payudara yang kedua digunakan pada pemberian air susu berikutnya. Apabila diinginkan agar bayi benar-benar puas (kenyang), maka bayi perlu diberikan baik air susu pertama (fore-milk) maupun air susu kedua (hind-milk) pada saat sekali minum. Hal ini hanya dapat dicapai dengan pengosongan sempurna pada satu payudara. (Roesli, 2001). Bayi Menyusu Meningkatkan kadar Prolaktin Meningkatkan Produksi ASI Menghambat Ovulasi (Verrales, 2003). Melepaskan Oksitosin Kontraksi Sel Mioepitel Merangsang Involusi Uteri Air Susu Dikeluarkan Gambar 2.1 Fisiologi Laktasi, Hormon dan Refleks Penghasil ASI 15 2.1.4 Jenis ASI Air susu dikeluarkan secara alamiah dengan kebutuhan secara khusus bagi tiap-tiap spesies mamalia (kelompok mahluk menyusui). Misalnya, air susu ikan paus mengandung lemak dengan kadar tinggi karena bayi ikan paus harus segera membentuk lapisan lemak dalam tubuhnya guna melindungi dirinya dari suhu dingin air laut di mana mereka hidup. Jelas komposisi ASI berlainan dengan komposisi susu lainnya. Komposisi susu sapi disesuaikan dengan laju pertumbuhan anak sapi dan komposisi susu ibu disesuaikan dengan laju pertumbuhan anak manusia. Komposisi ASI sedemikian khususnya sehingga ASI dari satu ibu ke ibu lainnya berbeda, misalnya komposisi ASI dari ibu yang melahirkan bayi kurang bulan atau premature berlainan dengan komposisi ASI dari ibu yang melahirkan bayi cukup bulan, walaupun kedua ibu melahirkan pada waktu yang sama. Jadi, komposisi ASI ternyata tidak tetap dan tidak sama dari waktu ke waktu dan disesuaikan dengan kebutuhan bayinya. Adapun jenis-jenis ASI sesuai perkembangan bayi menurut Roesli (2001) sebagai berikut : 2.1.4.1 ASI Kolostrum ASI kolostrum adalah cairan pertama yang keluar dari kelenjar payudara, dan keluar pada hari kesatu sampai hari keempat-tujuh komposisinya selalu berubah dari hari ke hari dan merupakan cairan kental dengan warna kekuning-kuningan, lebih kuning dibandingkan susu matur. Juga merupakan pencahar yang ideal untuk membersihkan zat yang tidak 16 terpakai dari usus bayi yang baru lahir dan mempersiapkan saluran pencernaan makanan bayi bagi makanan yang akan datang dan lebih banyak mengandung protein, sedangkan kadar karbohidrat dan lemaknya lebih rendah dibandingkan ASI matur (Kusmayanti, 2005). 2.1.4.2 ASI Transisi/Peralihan ASI Transisi/Peralihan adalah ASI yang diproduksi pada hari ke-4 sampai 7 sampai hari ke-10 sampai 14. Kadar protein berkurang, sedangkan kadar karbohidrat dan lemak meningkat sehingga volume semakin meningkat. 2.1.4.3 ASI Matur ASI matur adalah ASI yang diproduksi sejak hari ke-14 dan seterusnya, komposisinya relatif konstan. Pada ibu yang sehat dan memiliki jumlah ASI yang cukup, ASI ini merupakan makanan satu-satunya yang paling baik bagi bayi sampai umur enam bulan (Roesli, 2001). 2.1.5 Perbedaan Komposisi ASI dari Menit ke Menit ASI yang keluar pada 5 menit pertama dinamakan foremik. Foremik mempunyai komposisi yang berbeda dengan ASI yang keluar kemudian (hind-milk). foremik lebih encer, hindmilk mengandung lemak 4-5 kali lebih banyak dibanding foremik, diduga hind-milk inilah yang mengenyangkan bayi. 17 2.1.6 Manfaat ASI bagi bayi adalah : 2.1.6.1 Merupakan makanan ilmiah yang sempurna. 2.1.6.2 Mengandung zat gizi sesuai kebutuhan bayi untuk pertumbuhan dan perkembangan yang sempurna. 2.1.6.3 Mengandung DHA dan AA yang bermanfaat untuk kecerdasan 2.1.6.4 Mengandung zat kekebalan untuk mencegah bayi dari berbagai penyakit infeksi (diare, batuk-pilek, radang tenggorokan, dan gangguan pernapasan). 2.1.6.5 Melindungi bayi dari alergi 2.1.6.6 Aman dan terjamin kebersihannya, karena langsung disusukan kepada bayi dalam keadaan segar. 2.1.6.7 Tidak akan pernah basi, mempunyai suhu yang tepat dapat diberikan kapan saja dan dimana saja. 2.1.6.8 Membantu memperbaiki refleks menghisap, menelan, dan pernapasan bayi. 2.1.7 Manfaat ASI bagi ibu : (Departemen Kesehatan RI, 2003). 1. Menjalin hubungan kasih sayang antara ibu dan bayi 2. Mengurangi perdarahan setelah persalinan 3. Mempercepat pemulihan kesehatan ibu 4. Menunda kehamilan berikutnya 5. Mengurangi resiko terkena kanker payudara 6. Lebih praktis karena ASI lebih mudah diberikan pada setiap saat bayi membutuhkan. 18 7. Menumbuhkan rasa percaya diri ibu untuk menyusui 2.1.8 Manfaat ASI bagi keluarga (Manuaba, 2000) 1. Tidak perlu mengeluarkan biaya untuk menyediakan susu formula dan perlengkapannya 2. Tidak perlu waktu dan tenaga untuk menyediakan susu formula misalnya merebus air dan pencucian peralatan 3. Tidak perlu biaya dan waktu untuk merawat dan mengobati anak yang sering sakit karena susu formula. 4. Mengurangi biaya dan waktu untuk memelihara kesehatan ibu. 2.1.9 Keuntungan dan Kerugian (Manuaba, 2000) Keuntungan pemberian ASI adalah : 1. Memberikan ASI sesuai degan tugas seorang ibu sehingga dapat meningkatkan martabat wanita dan sekaligus meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia. 2. ASI telah disiapkan sejak mulai kehamilan sehingga sesuai dengan kebutuhan tumbuh kembang bayi. 3. ASI mempunyai kelebihan dalam susunan kimia, komposisi biologis, dan mempunyai substansi spesifik untuk bayi. 4. ASI setiap saat untuk diberikan pada bayi dengan sterilitas yang terjamin. 5. ASI dapat disimpan selama delapan jam tanpa perubahan apapun. 19 6. Karena bersifat spesifik, maka pertumbuhan bayi baik dan terhindar dari beberapa penyakit tertentu. 7. Ibu yang siap memberikan ASI mempunyai keuntungan : a. Terjadi laktasi amenorea, dapat bertindak sebagi metode Keluarga Berencana (KB) dalam waktu relatif tiga sampai empat bulan. b. Mempercepat terjadinya involusi uterus. c. Melalui pemberian ASI kasih sayang ibu terhadap bayi lebih baik sehingga menumbuhkan hubungan batin lebih sempurna. 8. Bayi mengukur sendiri rasa laparnya sehingga metode pemberian ASI dengan jalan call feeding. Sedangkan kerugian pemberian ASI adalah : 1. waktu pemberian ASI tidak terjadwal tergantung pada bayinya. 2. Kesiapan ibu untuk memberikan ASI setiap saat 3. Terdapat kesulitan bagi ibu yang bekerja di luar rumah. (Manuaba, 2000) 2.2 Faktor yang Meningkatkan dan Menghambat Produksi ASI Beberapa faktor meningkatkan pengeluaran ASI yang terkait dengan refleks oksitosin : (Roesli, 2004). 1. Bila melihat bayi, naluri keibuan akan timbul pada saat dia melihat bayinya. Ibu pasti ingin segera menyentuh dan menyayangi anaknya. 20 Akibat naluri ini, hormon akan bekerja dan payudara siap mengeluarkan ASI. 2. Memikirkan bayinya dengan penuh kasih sayang, barangkali tidak semua orang percaya akan hal ini, namun secara kejiwaan hal ini sangat berkaitan. Rasa rindu dan sayang, akan mempengaruhi hormon oksitosin memproduksi ASI 3. Bila mendengar bayinya menangis, ibu yang mendengar tangisan bayinya membutuhkan sesuatu, dan untuk memenuhi kebutuhan bayinya, ibu segera mencari apa yang dibutuhkan bayinya apakah bayinya lapar, haus, dan lain-lain. 4. Mencium bayi, sentuhan langsung berupa pelukan, ciuman, dan belaian akan membuat bayi merasa tenang. 5. Ibu dalam keadaan tenang, seorang ibu yang sedang menyusui selalu dianjurkan untuk tidak hidup stress. Stress mempengaruhi produksi ASI, sehingga hormon oksitosin tidak dapat secara optimal mengeluarkan ASI. 6. Ayah sangat membantu, peran serta ayah sangat mempengaruhi hormon oksitosin untuk memproduksi ASI. Dengan menciptakan suasana yang nyaman bagi ibu dan bayi, proses menyusui dapat berjalan dengan baik Beberapa faktor yang menghambat pengeluaran ASI dan menghambat refleks oksitosin (Roesli, 2001), antara lain : 1. Ibu dalam keadaan bingung, kacau marah, atau sedih. 2. Ibu terlalu kuatir ASI-nya tidak akan cukup untuk kebutuhan bayinya. 21 3. Rasa sakit pada saat menyusui, membuat ibu takut untuk menyusui lagi. 4. Ada rasa malu untuk menyusui. 5. Ayah tidak mendukung dan tidak perhatian terhadap ibu dan bayi. 2.3 Persiapan Menyusui Menjelang Melahirkan 2.3.1 Persiapan Mental dan Psikologi Yang terpenting dalam persiapan menyusui adalah mempersiapkan mental dan psikologi anda. Perawatan fisik payudara itu sendiri, tidaklah sepenting persiapan mental menurut Breastfeeding Mothers’Support Group (BMSG) (2001) yaitu antara lain : 2.3.3.1 Pilihlah dokter yang mendukung keputusan anda untuk menyusui. Tanyalah dokter apabila mungkin untuk menyusui bayi secepat mungkin setelah melahirkan, khususnya apabila tidak terjadi komplikasi melahirkan. Diskusikan dengan dokter anda, pilihan obat penghilang rasa sakit yang paling cocok, karena obat ini mempengaruhi seberapa cepat anda bisa menyusui. Contohnya, Pethidine membuat ibu merasa mual dan membuat bayi menjadi agak teler sesaat setelah melahirkan. 2.3.3.2 Pilihlah rumah sakit yang mendukung menyusui, yaitu mengizinkan ibu tidur di satu ruangan dengan anak (rooming-in), mengizinkan menyusui sesuai permintaan bayi (on-demand), tidak memberikan botol (susu formula, air glukosa, atau suplemen lainnya), dan sebagainya. Pastikan bahwa suster di rumah sakit itu tahu bahwa anda akan menyusui dan bayi anda tidak boleh 22 diberikan susu botol. Bila perlu, mintalah dokter anda membuat surat khusus untuk suster baik dokter anda ataupun dokter anak. 2.3.3.3 Hadirilah kelas-kelas persiapan kehamilan. Biasanya kelas ini mengajarkan teknik pernafasan untuk mengurangi rasa sakit melahirkan. Dengan teknik, kemungkinan anda perlu menggunakan penghilang rasa sakit akan berkurang. Pastikan kelas tersebut juga mengajarkan dasar-dasar menyusui. 2.3.3.4 Carilah informasi mengenai menyusui sebanyak mungkin dari perpustakaan ataupun internet. 2.3.3.5 Pilihlah BH menyusui yang baik memberikan support kepada payudara, dan juga cukup besar untuk melewatkan puting, jangan menggunakan BH yang terlalu ketat. 2.3.3.6 Jangan mencuci daerah puting dengan sabun, karena minyak naturalnya dapat larut dalam sabun. Apabila daerah puting kekurangan minyak dari kelenjar di sekitar puting, puting menjadi mudah lucu karena terlalu kering. Cukup mencuci puting dengan air saja. Melembabkan puting dengan minyak natural atau anhydrous lanolin (dapat diperoleh di apotek) bisa dilakukan. Jangan memberi vaselin kepada puting atau pelembab yang menggunakan bahanbahan kimiawi. 2.3.2 Persiapan Payudara untuk Menyusui Dalam mempersiapkan payudara untuk menyusui Breastfeeding Mothers’Support Group yaitu : 2.3.2.1 Kenakan BH yang nyaman dan menopang payudara dengan baik menurut 23 2.3.2.2 Jangan membersihkan puting dan payudara dengan sabun atau alkohol karena akan membuat puting dan payudara menjadi kering dan mudah luka. 2.3.2.3 Rawatlah puting setiap hari dengan air hangat saja dan jika mau oleskan krim khusus payudara (atau ada juga yang menggunakan minyak zaitun atau minyak kelapa) jangan menggunakan vaseline atau bahan lain yang mengandung zat berbahaya. Jika tidak sempat melakukan hal-hal diatas, jangan khawatir karena tidak akan mempengaruhi proses menyusui, hal tersebut merupakan satu bentuk kenyamanan saja. Wilayah areola cukup dibersihkan dengan ASI. Sebelum menyusui, jangan bersihkan areola (daerah gelap sekitar puting) dengan air. Gunakan ASI, karena sudah mengandung alkohol. Ada ibu-ibu yang menarik-narik puting sebagai persiapan untuk menyusui. Namun, riset membuktikan bahwa hal ini tidak menghalangi terjadinya puting lecet pada minggu-minggu pertama (Breastfeeding Mothers’Support Group, 2001) 2.4 Pengertian ASI Eksklusif Memberikan ASI secara ekslusif berarti keuntungan untuk semua, bayi akan lebih sehat, cerdas, dan berkepribadian baik, ibu akan lebih sehat dan menarik, perusahaan , lingkungan dan masyarakat pun akan lebih mendapat keuntungan (Roesli, 2005). 24 ASI Eksklusif adalah telah terbukti menjadi sumber nutrisi terbaik untuk bayi terutama yang berumur kurang dari 6 bulan (Susanthi, 2009). Menurut Novaria (2000), ASI adalah satu-satunya makanan minuman terbaik untuk bayi dalam masa 6 bulan pertama kehidupan. ASI adalah makanan bayi yang paling penting terutama pada bulan-bulan pertama kehidupan (Soetjiningsih, 2001). ASI merupakan sumber gizi yang sangat ideal dengan komposisi yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan pertumbuhan bayi, karena ASI adalah makanan bayi yang paling sempurna baik secara kualitas maupun kuantitas. ASI sebagai makanan tunggal akan cukup memenuhi kebutuhan tumbuh kembang bayi normal sampai usia 4-6 bulan (Khairuniyah, 2004). Menurut Azrul (2004), ASI eksklusif sangat penting untuk peningkatan sumber daya manusia terutarna dari segi kecukupan gizi eksklusif sampai bayi berusia 6 kita di masa yang akan datang, sejak dini. Memberikan ASI secara bulan akan menjamin tercapainya pengembangan potensial kecerdasan anak secara optimal. Hal ini karena selain sebagai nutrien yang ideal dengan komposisi yang tepat serta disesuaikan dengan kebutuhan bayi, ASI juga mengandung nutrien-nutrien khusus yang diperlukan otak bayi agar tumbuh optimal (Roesli, 2004). Banyak faktor yang mempengaruhi seorang ibu dalam menyusui bayinya, beberapa peneliti yang telah dilakukan didaerah perkotaan dan pedesaan di Indonesia dan Negara berkembang lainnya, menunjukan 25 bahwa faktor system dukungan, pengetahuan ibu terhadap ASI, promosi susu formula dan makanan tambahan mempunyai pengaruh terhadap praktek pemberian ASI. Pengaruh-pengaruh tersebut dapat memberikan dampak negatif maupun positif dalam memperlancar pemberian ASI eksklusif (Santosa, 2004). Sejalan dengan hasil penelitian Nindyawati (2005) mengenai gambaran tingkat keberhasilan pemberian ASI Eksklusif di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Ujungjaya didapatkan sebagian besar (57,5%) ibu menyusui berhasil dalam pemberian ASI Eksklusif. 2.4.1 Manfaat Utama ASI Eksklusif bagi Bayi (Roesli, 2004). Setelah ASI eksklusif enam bulan dilakukan, bukan berarti pemberian ASI dihentikan. Seiring dengan pengenalan makanan kepada bayi, pemberian ASI tetap dilakukan, sebaiknya menyusui dua tahun menurut rekomendasi WHO. Menambahkan manfaat ASI, berikut adalah manfaat ASI eksklusif enam bulan daripada hanya empat bulan : 2.4.1.1 Untuk bayi (Breastfeeding Mothers’Support Group, 2001) 1. Melindungi dari infeksi gastrointestinal 2. Bayi yang ASI Eksklusif selama enam bulan tingkat pertumbuhannya tidak sama dengan bayi yang hanya diberi ASI Eksklusif selama empat bulan. 26 2.4.2.2 Untuk Ibu 1. Menambah panjang kembalinya kesuburan pasca melahirkan, sehingga ; a. Memberi jarak antar anak yang lebih panjang atau menunda kehamilan berikutnya. b. Karena kembalinya menstruasi tertunda, ibu menyusui tidak membutuhkan zat besi sebanyak ketika mengalami menstruasi. 2. Ibu lebih cepat langsing. Penelitian membuktikan bahwa ibu menyusui enam bulan lebih langsing setengah kg dibanding ibu yang menyusui empat bulan Manfaat pemberian ASI eksklusif bagi bayi sangat banyak antara lain : (Roesli, 2001) 1. Sebagai nutrisi terbaik 2. Meningkatkan daya tahan tubuh 3. Meningkatkan kecerdasan 4. Meningkatkan jalinan kasih sayang Manfaat ASI eksklusif lainnya adalah : 1. Air Susu Ibu (ASI) mengandung nutrien utama yang dibutuhkan seorang bayi. 2. ASI mudah dicerna dan efisien untuk digunakan. 3. ASI melindungi bayi dan melawan infeksi. 4. Menyusui dapat memperkuat ikatan batin antara ibu dan bayi. 27 5. Menyusui dapat digunakan sebagai salah satu cara untuk menunda kehamilan berikutnya. 2.5 Analisis Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Pemberian ASI Eksklusif 2.5.1 Pendidikan Pendidikan adalah segala upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain baik individu, kelompok, atau masyarakat sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan (Notoatmodjo, 2003). Pendidikan adalah upaya persuasi atau pembelajaran kepada masyarakat agar masyarakat mau melakukan tindakan-tindakan atau praktek untuk kesehatannya. memelihara (mengatasi masalah) dan meningkatkan Perubahan atau tindakan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan yang dihasilkan oleh pendidikan kesehatan ini didasarkan pengetahuan dan kesadarannya melalui proses pembelajaran, sehingga perilaku tersebut diharapkan akan berlangsung lama (long lasting) dan menetap (langgeng) karena didasari oleh kesadaran. Oleh karena itu perubahan perilaku melalui proses pembelajaran yang pada umumnya memerlukan waktu lama (Notoatmodjo, 2003). 28 Dengan adanya tingkat pendidikan yang rendah menyebabkan seseorang kurang mempunyai keterampilan tertentu yang diperlukan dalam kehidupannya. Keterbatasan pendidikan/keterampilan yang dimiliki menyebabkan keterbatasan kemampuan untuk masuk dalam dunia kerja. (Ahmadi, 2003 : 344). Tingkat pendidikan ibu yang rendah mengakibatkan kurangnya pengetahuan ibu dalam menghadapi masalah, terutama dalam pemberian ASI eksklusif. Pengetahuan ini diperoleh baik secara formal maupun informal. Sedangkan ibu-ibu yang mempunyai tingkat pendidikan yang lebih tinggi, umumnya terbuka menerima perubahan atau hal-hal baru guna pemeliharaan kesehatannya (Departemen Kesehatan RI, 2002). Pendidikan juga akan membuat seseorang terdorong untuk ingin tahu, mencari pengalaman sehingga informasi yang diterima akan menjadi pengetahuan (Azwar, 2000). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Yeti (2006) tentang hubungan karakteristik ibu menyusui dengan cakupan ASI Eksklusif di wilayah kerja UPTD Puskesmas Buahdua Kabupaten Sumedang didapatkan sebagian besar ibu menyusui berpendidikan rendah (76,1%). Hasil penelitian Wati (2005) tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan rendahnya cakupan ASI Eksklusif di Desa Pondok Kacang Ciledug Tanggerang dengan hasil tidak terdapat pengaruh pendidikan ibu dengan 29 prilaku ibu dalam memberikan ASI Eksklusif, dengan nilai p=0,003 < alpha (0,05) 2.5.2 Pengetahuan Pengetahuan akan mempengaruhi keadaan seseorang dalam hal berpikir, bersikap dan bertingkah laku antara pengetahuan dan pendidikan merupakan variabel yang berkaitan (Notoatmodjo, 2003). Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui setelah melihat, mengalami dan menyaksikan atau diajarkan. Tindakan seseorang berdasarkan pada apa yang telah diketahui, terlebih apabila hal tersebut memberi manfaat. (Amirrudin, 2006) Pengetahuan yang terjadi dalam individu maupun masyarakat merupakan salah satu faktor predisposisi yang mempengaruhi perilaku dan perilaku merupakan faktor predisposisi yang mempengaruhi status kesehatan seseorang atau masyarakat tersebut (Azwar, 2000). Menurut laporan dari Dinas Kesehatan RI (2000) rendahnya cakupan Asi Eksklusif dipengaruhi oleh pengetahuan ibu tentang ASI Eksklusif dan juga dapat dipengaruhi oleh faktor lain yang meliputi usia ibu, paritas, pendidikan dan pekerjaan. Menurut menyebabkan Novaria rendahnya (2000), pemberian salah ASI satu pra eksklusif kondisi yang adalah masih kurangnya pengetahuan masyarakat dibidang kesehatan. Khususnya ibuibu yang mempunyai bayi dan tidak menyusui secara eksklusif 30 Menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan kognitif merupakan faktor yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Pengetahuan yang didasari menumbuhkan perilaku dengan pemahaman yang tepat akan baru yang diharapkan, khususnya kemandirian dalam pemberian ASI eksklusif. Rendahnya hasil cakupan pemberian ASI ekslusif dipengaruhi oleh pengetahuan ibu hamil tentang pemberian ASI eksklusif juga dapat dipengaruhi oleh faktor lain yang meliputi usia ibu, paritas, pendidikan, dan pekerjaan (Departemen Kesehatan RI, 2002). Hasil penelitian Nurmala (2004) dengan judul gambaran pengetahuan ibu hamil tentang ASI Eksklusif di UPTD Puskesmas Panawangan didapatkan dari 120 responden ibu hamil sebanyak 94 responden (78,3%) berpengetahuan baik. Hasil penelitian Mamay (2007) tentang hubungan pengetahuan ibu menyusui dengan cakupan ASI Ekslusif di Kelurahan Pesanggrahan terhadap 100 responden, didapatkan hasil tidak ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan ibu dengan tingkat keberhasilan pemberian ASI Eksklusif. 2.5.3 Paritas Paritas adalah wanita yang pernah melahirkan satu keturunan atau lebih yang mampu hidup tanpa memandang apakah anak tersebut hidup pada saat lahir (Kumala, 2003). 31 Proses melahirkan merupakan pengalaman yang mungkin terus terulang, terlebih mereka yang memiliki anak lebih dari 2 (multipara). Pengalaman melahirkan pertama akan menuntun proses dan cara tersendiri bagi ibu ketika melewati proses kelahiran bayi yang kesekian kalinya dan dapat mempengaruhi ibu untuk memberikan ASI Eksklusif (Roesli, 2004). Dalam pemberian ASI eksklusif, ibu yang Menurut Perinansia (2004), paritas adalah pengalaman pemberian ASI eksklusif, menyusui pada kelahiran anak sebelumnya, kebiasaan menyusui dalarn keluarga serta pengetahuan tentang manfaat ASI berpengaruh terhadap keputusan ibu untuk menyusui atau tidak. Dukungan dokter, bidan/petugas kesehatan lainnya atau kerabat dekat sangat dibutuhkan terutama untuk ibu yang pertama kali hamil. Pertama kali hamil pengetahuan terhadap pemberian ASI eksklusif belum berpengalaman dibandingkan dengan ibu yang sudah berpengalaman menyusui anak sebelumnya. Menurut G.J Ebrahim (2002) mengemukakan bahwa faktor emosional dan sosial menunjang keberhasilan pemberian ASI. Salah satu faktor yang dapat disebutkan diantaranya adalah nasehat dan pengalaman selama masa kehamilan, persalinan, terutama pengalaman menyusui pertamanya. Paritas diperkirakan ada kaitannya dengan arah pencarian informasi tentang ibu nifas/menyusui dalam memberikan ASI Eksklusif. Hal ini dihubungkan dengan pengaruh pengalaman sendiri maupun orang lain 32 terhadap pengetahuan yang dapat mempengaruhi perilaku saat ini atau kemudian (Notoatmodjo, 2003). Hasil penelitian Andrianny (2005) dengan judul hubungan paritas ibu menyusui dengan cakupan ASI Eksklusif didapatkan hasil ada hubungan yang bermakna antara paritas ibu menyusui dengan cakupan ASI Eksklusif dengan nilai p = 0,000 < nilia alpha (0,05) di wilayah kerja UPTD Puskesmas Sinarjati Bandung. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Suhaemi (2007) tentang faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat keberhasilan ASI Eksklusif menunjukan sebagian besar ibu menyusui di Wilayah Kerja Puskesmas Pesanggrahan Jakarta Selatan ibu dengan paritas multipara. 2.6 Dukungan Bidan Bidan mempunyai peranan yang sangat istimewa dalam menunjang pemberian ASI. Peran bidan dapat membantu ibu untuk memberikan ASI dengan baik dan mencegah masalah-masalah umum terjadi (Lesyati, 2002). 2.6.1 Peranan awal bidan dalam mendukung pemberian ASI (Lesyati 2002). 2.6.1.1 Meyakinkan bahwa memperoleh makanan yang mencukupi dari payudara ibunya. 2.6.1.2 Membantu ibu sedemikian rupa sehingga ia mampu menyusui bayinya sendiri. 33 2.6.2 Bidan dapat memberikan dukungan dalam pemberian ASI dengan : (Lesyati, 2002) 2.6.2.1 Membiarkan bayi bersama ibunya segera sesudah lahir beberapa jam pertama Bayi mulai menyusu sendiri segera setelah lahir sering disebut dengan insiasi menyusu dini atau permulaan menyusu dini. Hal ini merupakan peristiwa penting, dimana bayi dapat melakukan kontak kulit langsung dengan ibunya dengan tujuan dapat memberikan kehangatan. Selain itu, dapat membangkitkan hubungan / ikatan antara ibu dan bayi. Pemberian ASI seawal mungkin lebih baik, jika memungkinkan paling sedikit 30 menit setelah lahir. 2.6.2.2 Mengajarkan cara merawat payudara yang sehat pada ibu untuk mencegah masalah umum yang timbul. Tujuan dari perawatan payudara untuk melancarkan sirkulasi darah dan mencegah tersumbatnya saluran susu, sehingga pengeluaran ASI lancar. Sebelum menyentuh putting susu, pastikan tangan ibu selalu bersih dan cuci tangan sebelum menyusui. kebersihan payudara paling tidak dilakukan minimal satu kali dalam sehari, dan tidak diperkenankan mengoleskan krim, minyak, alkohol ataupun sabun pada puting susunya. 2.6.2.3 Membantu ibu pada waktu pertama kali memberi ASI. Membantu ibu segera untuk menyusui bayinya setelah lahir sangatlah penting. Semakin sering bayinya menghisap puting susu ibu, maka pengeluaran ASI juga semakin lancar. Hal ini disebabkan isapan bayi akan 34 memberikan rangsangan pada hipofisis untuk segera mengeluarkan hormon oxitosin yang bekerja merangsang otot polos untuk memeras ASI. 2.6.2.4 Menempatkan bayi didekat ibu pada kamar yang sama (rawat gabung) 2.6.2.5 Memberiakan ASI pada bayi sesering mungkin 2.6.2.6 Memberikan kolostrum dan ASI saja 2.6.2.7 Menghindari susu botol dan “dot empeng” Menurut Perinansia (2003) berpendapat bahwa dalam pemberian ASI eksklusif, ibu yang paritasnya > 1 pengalaman pemberian ASI eksklusif, menyusui pada kelahiran anak sebelumnya, kebiasaan menyusui dalarn keluarga serta pengetahuan tentang manfaat ASI berpengaruh terhadap keputusan ibu untuk menyusui atau tidak selama 6 bulan. Departemen Kesehatan RI, (2002) dalam laporannya menyatakan bahwa rendahnya hasil cakupan pemberian ASI Eksklusif dipengaruhi oleh pengetahuan ibu hamil tentang pemberian ASI eksklusif juga dapat dipengaruhi oleh faktor lain yang meliputi usia ibu, paritas, pendidikan, pekerjaan dan dukungan dari petugas kesehatan seperti dokter, perawat dan bidan. Pengalaman dibeberapa negara di dunia bahwa peningkatan pemberian ASI ada hubungannya dengan cara-cara yang dilakukan di rumah sakit. Peranan sikap dan kepedulian serta perhatian para ahli kesehatan yang berkaitan dengan menyusui sangat diperlukan terutama dalam menghadapi 35 promosi-promosi pabrik pembuat susu formula bayi (Arfifin Siregar, M.Hd, 2004). Menurut Bobak (2005) menerangkan bahwa pada ibu primipara lebih membutuhkan support daripada yang sudah mempunyai pengalaman melahirkan sebelumnya, terutama dalam pemberian ASI Eksklusif. Sedangkan menurut Ambarwati (2008) menyatakan bahwa Bidan mempunyai peranan yang sangat istimewa dalam menunjang pemberian ASI. Peran bidan dapat membantu ibu untuk memberikan ASI dengan baik dan mencegah masalah-masalah umum terjadi. Hasil penelitian Liliana (2006) di Puskesmas Waypanji - Lampung mengenai hubungan karakteristik ibu menyusui dan dukungan bidan dengan tingkat keberhasilan pemberian ASI Eksklusif menunjukan sebagian besar ibu menyusui dengan dukungan bidan. Hasil uji Chi Square didapatkan ada hubungan yang siginifikan antara dukungan bidan dengan tingkat keberhasilan pemberian ASI Eksklusif, hasil uji statistik nilai propabilitas p=0,000 < 0,05. 36 2.7 Kerangka Teori Dukungan Bidan Faktor Resiko : 1. Pendidikan 2. Pengetahuan 3. Paritas ASI Eksklusif Bayi 0-6 bulan Cakupan ASI Eksklusif Diagram 2.1 : Analisis Faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat keberhasilan Pemberian Asi Eksklusif (Departemen Kesehatan RI, 2003) 37 BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Kerangka Konsep Kerangka konsep ini dibuat berdasarkan kepada tujuan dan kerangka teori yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, kerangka konsep ini diambil sebagai variabel penelitian, mengingat keterbatasan waktu, tenaga dan biaya. 3.1.1 Visualisasi Kerangka Konsep Pendidikan Pengetahuan Pemberian ASI Eksklusif Paritas Dukungan Bidan Variabel Dependen Variabel Independen Diagram 3.1 3.1.2 Visualisasi Kerangka Konsep Penelitian Analisis faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat keberhasilan pemberian ASI Eksklusif Di wilayah kerja UPTD Puskesmas Sukamulya Kecamatan Kertajati Kabupaten Majalengka Tahun 2010. Variabel Penelitian Dalam penelitian ini variabel dependen yang akan diteliti adalah tingkat keberhasilan pemberian ASI eksklusif dan variabel independennya adalah pendidikan, pengetahuan dan paritas. 37 38 3.2 Definisi Operasional Tabel 3.1 Definisi Operasional No 1 2 Variabel Dependen Tingkat keberhasilan pemberian ASI eksklusif Independen Pendidikan Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hanya ASI yang diberikan ibu kepada bayinya tanpa memberikan makanan lainnya dalam jarak waktu selama 6 bulan Wawancara Kuesioner Jenjang formal yang diselesaikan ibu menyusui bayi hingga mendapat tanda lulus Wawancara Kuesioner Hasil Ukur Skala Ukur 0 = berhasil, jika hanya ASI saja sampai usia bayi 6 bulan 1 = Tidak berhasil, jika sebelum 6 bulan bayi diberikan makanan tambahan selain ASI Ordinal 0 = tinggi > SMP Ordinal 1 = rendah < SMP 3 Pengetahuan Segala sesuatu yang diketahui ibu tentang pemberian ASI Eksklusif Wawancara Kuesioner 4 Paritas wanita yang pernah melahirkan satu keturunan atau lebih yang mampu hidup tanpa memandang apakah anak tersebut hidup pada saat lahir (Kumala, 1998). Wawancara Kuesioner 0 = tinggi apabila skor jawaban yang benar > 7.8 1 = rendah Ordinal apabila skor jawaban yang benar < 7.8 0 = Multipara jika > 2 1 = Primipara jika < 2 Ordinal 39 5 Dukungan bidan Arahan kepada ibu agar mau menyusui bayinya secara eksklusif Wawancara Kuesioner 0 = ada dukungan, jika skor jawaban ≥ 4.28 Ordinal 1 = tidak ada dukungan jika skor jawaban < 4.28 3.3 Hipotesis 3.3.1 Ada hubungan antara pendidikan ibu dengan tingkat keberhasilan pemberian ASI eksklusif . 3.3.2 Ada hubungan antara pengetahuan ibu dengan tingkat keberhasilan pemberian ASI eksklusif . 3.3.3 Ada hubungan antara paritas ibu dengan tingkat keberhasilan pemberian ASI eksklusif . 3.3.4 Ada hubungan antara dukungan bidan dengan tingkat keberhasilan pemberian ASI eksklusif. 3.4 Metode Penelitian 3.4.1 Desain Penelitian Desain penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan pendekatan cross sectional yaitu suatu penelitian dimana variabel-variabel yang termasuk efek diobservasi sekaligus pada waktu yang sama (Notoatmodjo, 2002:148). Penelitian ini dilakukan selain dengan tujuan untuk memperoleh gambaran secara proporsional mengenai tingkat keberhasilan pemberian ASI 40 eksklusif juga bertujuan untuk melakukan analisis ada tidaknya hubungan faktor-faktor sebagai variabel bebas (independen) dengan pemberian ASI eksklusif sebagai variabel terikat (dependen). 3.4.2 Populasi, Sampel, Cara Pengambilan Sampel dan Lokasi Penelitian 3.4.2.1 Populasi Populasi adalah keseluruhan satuan analisa yang merupakan sasaran penelitian (Gulo, 2005:77). Sedangkan menurut (Notoatmodjo, 2002) Populasi adalah setiap subjek penelitian yang memenuhi karakteristik yang telah ditentukan. Populasi pada penelitian ini adalah ibu menyusui yang memiliki bayi 0 - 6 bulan dari bulan Maret – April 2010 yang ada di Wilayah kerja UPTD Puskesmas Sukamulya tahun 2010 sebanyak 75 ibu menyusui. 3.4.2.2 Sampel Sampel dalam penelitian ini adalah ibu menyusui yang memiliki bayi 0 – 6 bulan dari bulan Maret – April 2010 yang ada di wilayah kerja UPTD Puskesmas Sukamulya sebanyak 75 ibu menyusui. 3.4.2.3 Teknik Pengambilan Sampel Pada penelitian tidak dilakukan prosedur pengambilan sampel dikarenakan seluruh populasi dijadikan sampel penelitian atau total sampling. 3.4.2.4 Lokasi Penelitian Waktu Penelitian : Bulan Maret – April Tahun 2010 41 Tempat penelitian : Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Sukamulya Tahun 2010 3.4.3 Pengumpulan Data 3.4.3.1 Alat Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara dengan dengan menggunakan kuesioner secara langsung terhadap ibu menyusui yang memiliki bayi 0 - 6 bulan dari bulan Maret – April 2010 yang ada di Wilayah kerja UPTD Puskesmas Sukamulya tahun 2010. Setelah kuesioner sebagai alat ukur atau alat pengumpul selesai disusun, belum berarti kuesioner tersebut dapat langsung digunakan utuk mengumpulkan data. Kuesioner dapat digunakan sebagai alat ukur penelitian perlu uji validitas dan reabilitas. Untuk itu, maka kuesioner tersebut harus dilakukan uji coba ”trial” di lapangan. Responden yang digunakan untuk uji coba sebaiknya yang memiliki ciri-ciri responden dari tempat dimana penelitian tersebut harus dilaksanakan. Hasil uji coba ini kemudian digunakan untuk mengetahui sejauh mana alat ukur (kuesioner) yang telah disusun tadi memiliki ”validitas” dan ”realibilitas”. Suatu alat ukur harus mempunyai kriteria ”validitas” dan ”realibilitas”. (Notoatmodjo, 2005:129). 3.4.3.2 Validitas Validitas adalah suatu indeks yang menunjukan alat ukur itu benarbenar mengukur apa yang diukur. Untuk mengetahui apakah kuesioner yang 42 kita susun tersebut mampu mengukur apa yang hendak kita ukur, maka perlu diuji dengan uji korelasi antara skor (nilai) tiap-tiap item (pertanyaan) dengan skor total kuesioner tersbut. Bila semua pertanyaan itu mempunyai korelasi yang bermakna (construct validity). Apabila kuesioner tersebut telah memiliki validitas konstruk, berarti semua item (pertanyaan) yang ada di dalam kuesioner itu mengukur konsep yang kita ukur. Untuk mengetahui apakah kuesioner yang kita susun tersebut mampu mengukur apa yang tidak kita ukur, maka perlu dilakukan uji validitas kuesioner dengan cara analisis faktor yaitu mengkorelasikan jumlah skor faktor dengan skor total. Apabila korelasi tiap faktor tersebut positif dan besarnya lebih dari atau sama dengan 0,30, maka faktor tersebut merupakan construct yang kuat. Jadi berdasarkan analisis faktor itu dapat disimpulkan bahwa instrumen tersebut memiliki validitas kontruksi yang baik (Sugiyono, 1999 : 15). Uji validitas kuesioner dalam penelitian ini menggunakan SPSS.17 for window dengan menggunakan penghitungan komputer. Uji validitas dilakukan terhadap 20 responden ibu menyusui yang memiliki bayi 0-6 bulan yang memiliki ciri dan karakteristik yang sama dengan penelitian di UPTD Puskesmas Kertajati. Hasil uji validitas terhadap pertanyaan pengetahuan ibu menyusui tentang ASI Eksklusif didapatkan dari 10 pertanyaan 8 pertanyaan valid dengan masing-masing nilai r hitung (0,457-0,793) dengan nilai r tabel (0,444), hasil ini menunjukan r hitung > r tabel. Sedangkan untuk pertanyaan dukungan bidan didapatkan dari 5 43 pertanyaan dukungan bidan 4 pertanyaan valid dengan masing-masing nilai r hitung (0,635 – 0,835) dengan nilai r tabel (0,444), hasil ini menunjukan r hitung > r table. Dengan demikian instrumen pengetahuan tentang ASI Eksklusif dan dukungan bidan dapat dipakai dalam penelitian ini. 3.4.3.3 Reliabilitas Reliabilitas ialah indeks yang menunjukan sejauh mana suatu alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Hal ini berarti menunjukan sejauh mana hasil pengukuran itu tetap konsisten atau tetap asas bila dilakukan pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama, dengan menggunakan alat ukur yang sama. Perlu dicatat, bahwa perhitungan reliabilitas harus dilakukan hanya pada pertanyaan-perrtanyaan yang sudah memiliki validitas (Notoatmodjo, 2005:133). Pengujian reliabilitas instrumen menggunakan SPSS.17 for window dengan menggunakan penghitungan computer. Keputusan hasil uji reliabilitas adalah bila nilai r (Spearman Brown) > r tabel atau membandingkan nilai alfa cronbach, apabila > nilai r tabel, maka pertanyaan tersebut reliabel. Hasil uji reliabilitas pertanyaan pengetahuan diperoleh nilai r alpha sebesar 0,849 > nilai r tabel (0,444). Sedangkan hasil uji reliabilitas pertanyaan dukungan bidan diperoleh nilai r alpha sebesar 0,869 > nilai r tabel (0,444). Dengan demikian instrumen tentang pengetahuan dan dukungan bidan seluruhnya reliabel dan dapat dipakai dalam penelitian ini. 44 3.4.3.4 Tenaga Pengumpul Data Pengumpulan data dilakukan oleh peneliti sendiri dibantu oleh bidan Desa setempat. 3.4.3.5 Pelaksanaan Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan kuesioner, dimana responden mengisi sendiri (kuesioner) sesuai petunjuk yang telah disediakan dan arahan dari peneliti dimana peneliti akan mewawancarai setiap satu orang ibu menyusui untuk satu sampel dan dibantu oleh tenaga pengumpul data. 3.4.4 Pengolahan Data a. Editing (penyuntingan) Pemeriksan dan menyesuaikan data dengan rencana semula seperti yang diinginkan. b. Coding (pemberian kode) Memberi kode pada data, dengan merubah data-data dengan angka. c. Shorting Adalah mensortir dengan memilih atau mengelompokkan data menurut jenis yang dikehendaki. d. Entry Data Memasukan data dengan melalui komputer. e. Cleaning Data 45 Pembersih data yang melihat variabel apakah data sudah bersih atau belum f. Mengeluarkan informasi yang diinginkan. 3.4.5 Analisis Data Data yang diperoleh kemudian dianalisa dengan melakukan penyeleksian data sesuai dengan kriteria yang ada. Analisis data untuk penelitian ini menggunakan perangkat lunak statistik dengan program SPSS versi 17. langkah-langkah analisis data yang akan dilakukan peneliti adalah : 3.4.5.1 Analisis Univariat Analisis univariat dimaksudkan untuk mendeskripsikan karakteristik dari masing-masing variabel bebas (umur, paritas, jarak kehamilan, dan pekerjaan ibu). Mendeskripsikan karakteristik dari masing-masing variabel bebas ke dalam distribusi frekuensi dan presentase masing-masing variabel dari semua Jawaban responden dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan presentase, dengan rumus sebagai berikut : x 100% y Keterangan : P = Kategori x = Jumlah kategori sampel yang diambil 46 y = Jumlah sampel Tabel 3.4 Distribusi Frekuensi Masing-masing Variabel Variabel F % Hasil prosentase di atas, diinterpretasikan menurut Arikunto (2002) sebagai berikut : Tabel 3.5 Interpretasi Hasil Prosentase No. Skala Pengukuran (%) Interpretasi 0 1 – 25 26 – 49 50 51 - 75 76 – 99 100 Tidak satupun responden Sebagian kecil responden Kurang dari setengah responden Setengah responden Lebih dari setengah responden Sebagian besar responden Seluruh responden 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 3.4.5.2 Analisis Bivariat Analisis ini bertujuan untuk melihat hubungan antara 2 (dua) variabel yaitu variabel terikat dengan variabel bebas. Uji yang dipakai adalah Chisquare dengan batas kemaknaan nilaiα 0,05. Test signifikasi menggunakan Chi-square dengan rumus : ad bc .n 2 x2 n1.n2, m1.m2 Apabila terdapat sel yang kosong atau nilai < 5, maka digunakan Yate’Correction, dengan rumus : ad bc / n n 2 x 2 1 2 2 n1.n2.m1.m2 47 Tabel 3.3 Tabel Silang (2x2) Variabel Bebas faktor resiko (+) faktor resiko (-) Variabel Terikat ( Pemberian ASI Ekslusif ) Tidak diberikan Diberikan a b a+b (m1) c d c+b (m2) a+c ( n1) b+d (n2) n Menentukan uji kemaknaan hubungan dengan cara membandingkan nilai ( value) dengan nilai = 0,05 pada taraf kepercayaan 95 % dan derajat kebebasan = 1 dengan kaidah keputusan sebagai berikut : 1) Nilai ( value) < 0,05, maka HO ditolak, yang berarti ada hubungan yang bermakna antara variabel bebas dengan variabel terikat. 2) Nilai ( value) > 0,05, maka Ho gagal ditolak, yang berarti tidak ada hubungan yang bermakna antara variabel bebas dengan variabel terikat.