Program for International Student Assessment (PISA) Program Penilaian Pelajar Internasional atau Program for International Student Assessment (PISA) adalah penilaian tingkat dunia yang diselenggarakan tigatahunan, untuk menguji performa akademis anak-anak sekolah yang berusia 15 tahun, dan penyelenggaraannya dilaksanakan oleh Organisasi untuk Kerjasama dan Pengembangan Ekonomi (OECD). Tujuan dari studi PISA adalah untuk menguji dan membandingkan prestasi anak-anak sekolah di seluruh dunia, dengan maksud untuk meningkatkan metode-metode pendidikan dan hasil-hasilnya. PISA dilaksanakan dalam bentuk tes bacaan, matematika, dan sains yang dikerjakan dengan durasi 2 jam. Dalam pelaksanaannya, Indonesia menunjuk anak didik yang akan ikut tes ini secara acak dari berbagai daerah. Untuk memperlihatkan bahwa tingkat literasi baik dalam membaca, matematika, maupun sains sudah baik, maka OECD memiliki standar rata-rata internasional skor 500. Indonesia pertama kali mengikuti PISA pada tahun 2000. Indonesia berada di urutan ke 38 dari 41 negara yang terlibat dengan rata-rata 377. Pada hasil PISA mengenai literasi membaca, Indonesia mendapat peringkat ke 39 membaca skor 371. Pada tahun kedua diselenggarakannya PISA yaitu 2003 yang diikuti oleh 40 negara, literasi membaca Indonesia mendapat skor 382. Hal ini menunjukkan peningkatan literasi membaca kala itu. Tahun-tahun selanjutnya dilaksanakan pada tahun 2003, 2006, 2009, 2012, dan 2015. Jumlah negara yang turut serta pun semakin bertambah. Tahun 2015, negara yang mengikuti PISA ada 72 negara. Dari hasil tes, literasi membaca Indonesia mengalami puncak pada tahun 2009 yaitu dengan skor 402, namun tahun 2012 mengalami penurunan skor menjadi 396 dan tahun 2015 mengalami kenaikan 1 skor menjadi 397. Indonesia tahun 2015 masih berada pada 10 besar peringkat terbawah yaitu peringkat 62 dari 72 negara dengan rata-rata skor 395. Hal yang menarik adalah dari ketiga aspek literasi yaitu membaca, kemampuan matematika, dan kemampuan sains meningkat dari tahun sebelumnya yaitu tahun 2012. Walaupun masih cukup jauh dengan standar skor literasi yaitu 500, namun Indonesia sudah menunjukkan usaha untuk meningkatkan literasi terlebih untuk anak usia 15 tahun. Namun pada kenyataannya tingkat literasi Indonesia masih tergolong rendah di banding negara lain. Tidak dapat dipungkiri, menurut UNESCO tingkat literasi membaca di Indonesia hanya 0,001%. Hal ini berarti dari 1000 orang, hanya 1 orang dengan minat baca tinggi. Terdapat fakta bahwa tingkat buta huruf di Indonesia kian menurun. Menurut data dari BPS tahun 2018, 97,93% penduduk Indonesia dinyatakan tidak buta huruf dan kurang 2,07% atau sebanyak 3.387.035 jiwa yang masih mengalami buta huruf. Rendahnya tingkat literasi di Indonesia dikarenakan banyak hal. Salah satunya adalah penggunaan teknologi yang kurang bijaksana. Masyarakat Indonesia banyak yang terlena akan kecanggihan teknologi masa kini. Padahal sebenarnya kegiatan membaca juga bisa dilaksanakan melalui gadget dengan adanya teknologi e-book. Dapat dilihat bahwa masyarakat cenderung untuk menikmati hal lain seperti game, sosial media, musik, atau fotografi dibanding dengan membaca. Namun lain halnya yang terjadi di daerah terpencil. Minimnya akses terhadap buku masih menjadi polemik. Tidak adanya akses perpustakaan yang memadahi pun jadi masalahnya. Trends in International Matgematics and Science Study (TIMSS) Kecenderungan Pembelajaran Matematika dan Sains Internasional atau Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS) adalah rangkaian penilaian internasional akan pengetahuan matematika dan sains dari para pelajar di berbagai belahan dunia. Pelajar-pelajar yang ikut serta berasal dari kumpulan sistem pendidikan yang beragam dalam hal pembangunan ekonomi, lokasi geografis, dan banyak penduduk. Dalam setiap sistem pendidikan yang ikut serta, setidaknya 4.500 sampai 5.000 pelajar dinilai. Pada penilaian TIMSS tahun 1995, terdapat 25 negara peserta untuk kategori kelas 4 dan 41 negara untuk kategori kelas 8. Pada tahun 1999 TIMSS-R hanya fokus pada kategori kelas 8 di 38 negara. Tidak ada penilaian yang dilakukan untuk kategori kelas 4 pada tahun tersebut. Pada TIMSS 2003, terdapat 25 negara peserta untuk kategori kelas 4 dan 46 negara untuk kategori kelas 8. TIMSS 2007 diikuti 36 negara peserta untuk kategori kelas 4 dan 49 negara untuk kategori kelas 8. TIMSS 2011 diikuti 52 negara peserta untuk kategori kelas 4 dan 45 negara untuk kategori kelas 8. Karena penilaian TIMSS dilakukan setiap empat tahun, terbuka peluang bagi negara-negara peserta untuk menggunakan hasil penilaian antara kategori kelas 4 dan 8 untuk melacak perubahan dalam prestasi dan faktor latar belakangnya dari penilaian sebelumnya. Sebagai contoh, hasil kategori kelas 4 pada TIMSS 1995 digunakan untuk dibandingkan dengan hasil kategori kelas 8 pada TIMSS-R 1999 sebagaimana pelajar kelas 4 sudah menjadi pelajar kelas 8 pada penilaian berikutnya. National Assesment of Educational Progress (NAEP) Penilaian Nasional Kemajuan Pendidikan ( NAEP ) adalah penilaian berkelanjutan dan representatif terbesar dari apa yang dapat diketahui dan dilakukan siswa Amerika Serikat dalam berbagai mata pelajaran. NAEP adalah proyek yang diberi mandatori kongres yang dikelola oleh Pusat Statistik Pendidikan Nasional (NCES), di dalam Institut Pendidikan Ilmu Pengetahuan (IES) dari Departemen Pendidikan AS. Hasil NAEP dirancang untuk memberikan data tingkat kelompok tentang prestasi siswa dalam berbagai mata pelajaran, dan dilepaskan sebagai The Nation's Report Card. Tidak ada hasil bagi siswa, kelas, atau sekolah individual. NAEP menggunakan prosedur sampling yang dirancang dengan cermat sehingga memungkinkan penilaian mewakili keragaman geografis, ras, etnis, dan sosial ekonomi sekolah dan siswa di Amerika Serikat. Data juga diberikan pada siswa penyandang cacat dan pelajar bahasa Inggris. Karena penilaian NAEP diberikan secara seragam kepada semua siswa yang berpartisipasi dengan menggunakan buklet tes yang sama dan prosedur yang identik di seluruh negara, hasil NAEP berfungsi sebagai metrik umum untuk negara bagian dan memilih distrik perkotaan yang berpartisipasi dalam penilaian Progress in International Reading Literacy Study (PIRLS) PIRLS (Progress in International Reading Literacy Study) adalah studi internasional tentang literasi membaca untuk siswa sekolah dasar. Studi ini dikoordinasikan oleh IEA (The International Association for the Evaluation of Educational Achievement) yang berkedudukan di Amsterdam, Belanda. PIRLS merupakan studi yang diselenggarakan setiap lima tahun sekali, yaitu pada tahun 2001, 2006, 2011, dan seterusnya. Indonesia mulai berpartisipasi pada PIRLS 2006. Pada tahun itu sebanyak 45 negara/negara bagian berpartisipasi sebagai peserta. Dalam melakukan studi ini, setiap negara harus mengikuti prosedur operasi standar yang telah ditetapkan, seperti pelaksanaan uji coba dan survei, penggunaan tes dan angket, penentuan populasi dan sampel, pengelolaan dan analisis data, dan pengendalian mutu. Untuk PIRLS 2006, pengembangan tes dan angket dipusatkan di Boston College, Boston-USA; penentuan sampel sekolah ditentukan oleh Statistics Canada di Ottawa-Kanada; dan pengolahan data dilakukan di Data Processing Center, Hamburg-Jerman. Tujuan PIRLS 2006 adalah untuk mengukur prestasi literasi membaca siswa kelas IV di negara-negara peserta. Bagi Indonesia, manfaat yang dapat diperoleh antara lain adalah untuk mengetahui posisi prestasi siswa Indonesia bila dibandingkan dengan prestasi siswa di negara lain dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Oleh karena itu, hasil studi ini diharapkan dapat digunakan sebagai masukan dalam perumusan kebijakan untuk peningkatan mutu pendidikan.