Uploaded by User34436

fdokumen.com makalah-aljabar-linear-kelompok-6-55f83288b9f04 (1)

advertisement
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu wata’ala, karena berkat
rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Aljabar Linear Elementer”.
Makalah ini merupakan rangkuman dari buku “Aljabar Linear Elementer” karya Howard
Anton. Makalah ini diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah Aljabar Linear Elementer.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga
makalah ini dapat diselesaikan sesuai dengan waktunya. Makalah ini masih jauh dari
sempurna. Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun
demi kesempurnaan makalah ini.
Semoga makalah ini memberikan informasi bagi masyarakat dan bermanfaat untuk
pengembangan ilmu pengetahuan bagi kita semua.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb
batam, 8 juni 2015
Penyusun
arpandi
Aljabar Linear Elementer
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .....................................................................................
DAFTAR ISI ..................................................................................................
BAB I – PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG .....................................................................................
1.2 TUJUAN ..........................................................................................................
1.3 METODE PENULISAN .....................................................................
BAB II – SISTEM PERSAMAAN LINEAR DAN MATRIKS
2.1
2.2
2.3
2.4
2.5
2.6
2.7
SISTEM PERSAMAAN LINEAR .................................................................
ELIMINASI GAUSS ......................................................................................
SISTEM PERSAMAAN LINEAR HOMOGEN ...........................................
MATRIKS DAN OPERASI MATRIKS ........................................................
ATURAN-ATURAN ILMU HITUNG MATRIKS .......................................
MATRIKS ELEMENTER DAN METODE UNTUK MENCARI A-1 ..........
HASIL SELANJUTNYA MENGENAI SISTEM PERSAMAAN DAN
KETERBALIKAN .........................................................................................
BAB III – DETERMINAN
3.1
3.2
3.3
3.4
FUNGSI DETERMINAN ..............................................................................
MENGHITUNG DETERMINAN DENGAN REDUKSI BARIS .................
SIFAT-SIFAT FUNGSI DETERMINAN ......................................................
EKSPANSI KOFAKTOR; ATURAN CRAMER ..........................................
BAB IV – VEKTOR-VEKTOR DI RUANG-2 DAN RUANG-3
4.1
4.2
4.3
4.4
VEKTOR (GEOMETRIK) .............................................................................
NORMA VEKTOR; ILMU HITUNG VEKTOR ..........................................
HASIL KALI TITIK; PROYEKSI .................................................................
HASIL KALI SILANG ..................................................................................
BAB V – RUANG-RUANG VEKTOR
5.1
5.2
5.3
5.4
RUANG – n EUCLIDIS .................................................................................
RUANG VEKTOR UMUM ...........................................................................
SUB-RUANG ................................................................................................
KEBEBASAN LINEAR .................................................................................
Aljabar Linear Elementer
BAB VI – PENUTUP ...................................................................
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................................
Aljabar Linear Elementer
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Banyak orang yang beranggapan bahwa Matematika itu rumit, karena alasan itulah banyak
orang yang menghindari Matematika. Padahal Matematika dapat kita jumpai di dalam kehidupan
sehari-hari, dan mau tidak mau kita pasti menggunakan Matematika. Oleh karena itu kami membuat
makalah ini dengan maksud membantu pemahaman masyarakat agar mereka tidak menilai
Matematika adalah sesuatu yang buruk.
1.2 TUJUAN
Makalah ini dibuat dengan tujuan utama untuk memenuhi tugas mata kuliah Aljabar Linear
Elementer, yang diberikan oleh dosen kami Ibu Musriana, S. Pd. Dan tujuan berikutnya adalah
sebagai sumber informasi yang kami harapkan bermanfaat dan dapat menambah wawasan para
pembaca makalah ini.
1.3 METODE PENULISAN
Penulis menggunakan metode observasi dan kepusatakaan.
Cara yang digunakan dalam penulisan adalah Studi pustaka.
Dalam metode ini penulis membaca buku-buku yang berkaitan dengan penulisan makalah ini, selain
itu penulis juga mencari sumber-sumber dari internet.
Aljabar Linear Elementer
BAB II
SISTEM PERSAMAAN LINEAR DAN MATRIKS
2.1 SISTEM PERSAMAAN LINIER
Definisi : Suatu sistem yang memiliki m persamaan dan n variabel.
( Bilangan yang tidak diketahui ).
a11 x1 
a12 x 2  ... 
a1n x n 
b1
a 21 x1 
a 22 x 2  ... 
a2n xn 
b2



a m1 x1  a m 2 x 2  ...  a mn x n  bm
SPL mempunyai m persamaan dan n variable.
Matris yang diperbesar (augmented matrix)
 a11
a
 21
 

a m1
a12 ...
a1n
a 22 ... a 2 n


am2
a mn
b1 
b2 


bm 
Contoh :
2 x1  3x2  4
3x1  4 x2  5
[
2 3
3 4
4
]
5
Solusi ( Pemecahan ) SPL, di bagi menjadi 2, yaitu :
1. Konsisten
 Solusi Tunggal
 Solusi Banyak
Aljabar Linear Elementer
2. Tidak Konsisten
Contoh : Solusi Tunggal
g1 =2x−3y=6
𝑔2 =3𝑥+𝑦=4
𝑏𝑎𝑛𝑦𝑎𝑘 𝑝𝑒𝑟𝑠𝑎𝑚𝑎𝑎𝑛=𝑏𝑎𝑛𝑦𝑎𝑘 𝑣𝑎𝑟𝑖𝑎𝑏𝑒𝑙
𝑚
=
𝑛
Contoh : Solusi Banyak
g1 = 2x - 3y = 6
g2 = 2x – 3y =6
m < n
Contoh : Tidak Konsisten
𝑔1 = 2𝑥 − 3𝑦 = 6
𝑔2 = 2𝑥 − 3𝑦 = 8
0
= −2
0 = Konstanta
2.2 ELIMINASI GAUSS
Pada bagian ini kita akan memberikan prosedur yang sistematik untuk memecahkan sistemsistem persamaan linear; prosedur tersebut didasarkan kepada gagasan untuk mereduksi matriks yang
diperbesar menjadi bentuk yang cukup sederhana sehingga sistem persamaan tersebut dapat
dipecahkan dengan memeriksa sistem tersebut.
1 0
[0 1
0 0
0 1
0 2]
1 3
Matriks di atas adalah contoh matriks yang dinyatakan dalam bentuk eselon baris terreduksi
(reduced row-echelon form). Supaya berbentuk seperti ini, maka matriks tersebut harus mempunyai
sifat-sifat berikut.
1. Jika baris tidak terdiri seluruhnya dari nol, maka bilangan taknol pertama dalam baris tersebut
adalah 1. (Kita namakan 1 utama).
2. Jika terdapat baris yang seluruhnya terdiri dari nol, maka semua baris seperti itu
dikelompokkan bersama-sama di bawah matriks.
Aljabar Linear Elementer
3. Dalam sebarang dua baris yang berurutan yang seluruhnya tidak terdiri dari nol, maka 1
utama dalam baris yang lebih rendah terdapat lebih jauh ke kanan dari 1 utama dalam baris
yang lebih tinggi.
4. Masing-masing kolom yang mengandung 1 utama mempunyai nol di tempat lain.
Matriks yang memiliki sifat-sifar 1,2 dan 3 dapat dikatakan dalam bentuk eselon baris (rowechelon form).
Berikut ini adalah beberapa contoh matriks dalam bentuk seselon baris terreduksi.
1 0 0 4 1
[0 1 0 7 ] [0
0 0 1 −1 0
0 0 0 1 −2 0 1
0 0
]
1 0] [ 0 0 0 1 3] [
0 0 0 0 0 0 0
0 1 0 0 0 0 0
Matriks-matriks berikut adalah matriks dalam bentuk eselon baris.
1 2 3 9 1 1
[ 0 1 5 6] [ 0 1
0 0 1 2 0 0
0 0
0] [0
0 0
1 2 6 0
0 1 2 0]
0 0 0 1
Tidak sukar untuk memantau apabila matriks dalam bentuk eselon baris harus mempunyai nol di
bawah setiap 1 utama. Bertentangan dengan hal ini, matriks dalam bentuk eselon baris terreduksi
harus mempunyai nol di atas dan di bawah masing-masing 1 utama.
Prosedur untuk meredusi matriks menjadi bentuk eselon baris terreduksi dinamakan eliminasi
Gauss-Jordan, sedangkan untuk mereduksi matriks menjadi bentuk eselon baris dinamakan eliminasi
Gauss.
Contoh 1:
Pecahkanlah dengan menggunakan eliminasi Gauss-Jordan.
x1
+ 3x2
– 2x3
2x1
+ 6x2
– 5x3
– 2x4
5x3
+ 10x4
2x1
+ 6x2
Aljabar Linear Elementer
+ 2x5
+ 8x4
+ 4x5
=0
– 3x6
= –1
+ 15x6 = 5
+ 4x5
+ 18x6 = 6
Maka matriks yang diperbesar dari sistem tersebut adalah
1
[2
0
2
3
6
0
6
−2 0 2 0 0
−5 −2 4 −3 −1]
5 10 0 15 5
8 4 18 6
0
Dengan menambahkan -2 kali baris pertama pada baris kedua dan keempat maka akan mendapatkan
1
[0
0
0
3
0
0
0
−2 0 2 0 0
−1 −2 0 −3 −1]
5 10 0 15 5
8 0 18 6
4
Dengan mengalikan dengan -1 dan kemudian menambahkan -5 kali baris kedua kepada baris ketiga
dan -4 kali baris kedua kepada baris keempat maka akan memberikan
1
[0
0
0
3
0
0
0
−2
1
0
0
0
2
0
0
2
0
0
0
0
3
0
6
0
1]
0
2
Dengan mempertukarkan baris ketiga dengan baris keempat dan kemudian mengalikan baris ketiga
dari matriks yang dihasilkan dengan 1/6 maka akan memberikan bentuk eselon baris
1
[0
0
0
3
0
0
0
−2
1
0
0
0
2
0
0
2
0
0
0
0 0
3 11 ]
1 3
0 0
Dengan menambahkan -3 kali baris ketiga pada baris kedua dan kemudian menambahkan 2 kali baris
kedua dari matriks yang dihasilkan pada baris pertama maka akan menghasilkan bentuk eselon baris
terreduksi
1
[0
0
0
3
0
0
0
−2
1
0
0
0
2
0
0
2
0
0
0
0 0
0 01 ]
1 3
0 0
Sistem persamaan-persamaan yang bersesuaian adalah
x1
+ 3x2
+ 4x4
x3
+ 2x5
=0
+ 2x4
=0
x6
Aljabar Linear Elementer
1
=3
Dengan memecahkannya untuk peubah peubah utama, maka kita dapatkan
x1 = – 3x2 – 4x4 – 2x5
x3 = – 2x4
1
x6 = 3
Jika kita menetapkan nilai-nilai sebarang r, s, dan t berurutan untuk x2, x4, dan x5, maka himpunan
pemecahan tersebut diberikan oleh rumus-rumus
1
x1 = – 3r – 4s – 2t , x2 = r , x3 = – 2s , x4 = s , x5 = t , x6 = 3
Terkadang lebih mudah memecahkan sistem persamaan linear dengan menggunakan eliminasi
Gauss untuk mengubah matriks yang diperbesar menjadi ke dalam bentuk eselon baris tanpa
meneruskannya ke bentuk eselon baris terreduksi. Bila hal ini dilakukan, maka sistem persamaanpersamaan yang bersesuaian dapat dipecahkan dengan sebuah cara yang dinamakan substitusi balik
(back-substitution). Kita akan melukiskan metode ini dengan menggunakan sistem persamaanpersamaan pada contoh 1.
Dari perhitungan dalam contoh 1, bentuk eselon baris dari matriks yang diperbesar tersebut adalah
1
[0
0
0
3
0
0
0
−2
1
0
0
0
2
0
0
2
0
0
0
0 0
0 01 ]
1 3
0 0
Untuk memecahkan sistem persamaan-persamaan yang bersesuaian
x1
+ 3x2
– 2x3
x3
+ 2x5
+ 2x4
=0
+ 3x6
=1
x6
=3
1
maka kita memprosesnya sebagai berikut :
Langkah 1.
Pecahkanlah persamaan-persamaan tersebut untuk peubah-peubah utama.
Aljabar Linear Elementer
x1 = – 3x2 + 2x3 – 2x5
x3 = 1 – 2x4 – 3x6
x6 =
1
3
Langkah 2.
Mulailah dengan persamaan bawah dan bekerjalah ke arah atas, substitusikan secara
keseluruhan masing-masing persamaan ke dalam semua persamaan yang di atasnya.
1
3
Dengan mensubstitusikan x6 = ke dalam persamaan kedua maka akan menghasilkan
x1 = – 3x2 + 2x3 – 2x5
x3 = – 2x4
1
x6 = 3
Dengan mensubstitusikan x3 = – 2x4 ke dalam persamaan pertama maka akan menghasilkan
x1 = – 3x2 – 4x4 – 2x5
x3 = – 2x4
1
x6 = 3
Langkah 3.
Tetapkanlah nilai-nilai sebarang pada setiap peubah tak utama.
Jika kita menetapkan nilai-nilai sebarang r, s, dan t berurutan untuk x2, x4, dan x5, maka himpunan
pemecahan tersebut diberikan oleh rumus-rumus
1
x1 = – 3r – 4s – 2t , x2 = r , x3 = – 2s , x4 = s , x5 = t , x6 = 3
Ini sesuai dengan pemecahan yang diperoleh pada contoh 1.
Aljabar Linear Elementer
2.3 SISTEM PERSAMAAN LINIER HOMOGEN
Sebuah sistem persamaan-persamaan linier dikatakan homogen jika semua suku konstan sama
dengan nol; yakni sistem tersebut mempunyai bentuk
a11x1 + a12x2 + ……+ a1nxn = 0
a21x2 + a22x2 + ……+ a2nxn = 0
:
:
:
:
am1x1 + am2x2 + ……+ amnxn = 0
Tiap-tiap sistem persamaan linier homogen adalah sistem yang konsisten, karena x1 = 0, x2 =
0,….., xn = 0 selalu merupakan pemecahan. Pemecahan terebut, dinamakan pemecahan trivial (trivial
solution); jika ada pemecahan lain, maka pemecahan tersebut dinamakan pemecahan taktrivial
(nontrivial solution).
Karena sistem persamaan linier homogen harus konsisten, maka terdapat satu pemecahan atau
tak terhingga banyaknya pemecahan. Karena salah satu di antara pemecahan ini adalah pemecahan
trivial, maka kita dapat membuat pernyataan berikut.
Untuk sistem persamaan-persamaan linier homogeny, maka persis salah satu di antara
pernyataan berikut benar.
1. Sistem tersebut hanya mempunyai pemecahan trivial.
2. Sistem tersebut mempunyai tak terhingga banyaknya pemecahan tak trivial sebagai
tambahan terhadap pemecahan trivial tersebut.
Terdapat satu kasus yang sistem homogennya dipastikan mempunyai pemecahan tak trivial ;
yakni, jika sistem tersebut melibatkan lebih banyak bilangan tak diketahui dari banyaknya persamaan.
Untuk melihat mengapa hanya demikian, tinjaulah contoh berikut dari empat persamaan dengan lima
bilangan tak diketahui.
Contoh :
Pecahkanlah sistem persamaan-persamaan linier homogeny berikut dengan menggunakan
eliminasi Gauss-Jordan.
2X + 2X2 – X3 + X5
=0
-X1 – X2 + 2X3 – X4 + X5 = 0
Aljabar Linear Elementer
X1 + X2 – 2X3 - 5X5
=0
X3 + X4 + X5
=0
Matrix yang diperbesar untuk sistem tersebut adalah
2
2 −1
−1
−1
2
[
1
1 −2
0
0
1
0
−3
0
1
1
1
−1
1
0
0]
0
0
Dengan mereduksi matriks ii menjadi bentuk eselon baris tereduksi, maka kita dapatkan
1
[0
0
0
1
0
0
0
0
1
0
0
0
0
1
0
1
1
0
0
0
0]
0
0
Sistem persamaan yang bersesuaian adalah
X1 + X2 + X5 = 0
X3 + X5 = 0
X4 = 0
Dengan memecahkannya untuk peubah-peubah utama maka akan menghasilkan
X1 = -X2 – X5
X3 = -X5
X4 = 0
Maka himpunan pemecahan akan di berikan oleh
X1 = -s – t,
X2 = s,
X3 = -t ,
X4 = 0,
X5 = t
Perhatikan bahwa pemecahan trivial kita dapatkan bila s = t = 0.
2.4 MATRIKS DAN OPERASI MATRIKS
Matriks
Matriks adalah susunan segi empat siku-siku dari bilangan-bilangan. Bilangan-bilangan dalam
susunan tersebut dinamakan entri dalam matriks.
Aljabar Linear Elementer
𝑎11
𝑎21
A=[ ↓
𝑎𝑚1
𝑎12
𝑎22
↓
𝑎𝑚2
𝑎13 = 𝑎1𝑛
𝑎23 = 𝑎2𝑛
↓
↓ ]
𝑎𝑚3 = 𝑎𝑚𝑛
Operasi Matriks
1. Penjumlahan :
Definisi : jika A dan B adalah sebarang dua matriks yang ukurannya sama, maka jumlah A +
B adalah matriks yang di peroleh dengan menambahkan bersama-sama entri yang bersesuaian
dalam kedua matriks tersebut. Matriks-matriks yang ukurannya berbeda tidak dapat di
tambahkan.
𝑒
𝑏
] , B =[
𝑔
𝑑
𝑎
A =[
𝑐
A+B=[
𝑎
𝑐
𝑏 𝑒
]+[
𝑑 𝑔
1
Contoh : A = [
4
𝑓
]
ℎ
𝑓
𝑎+𝑒
] =[
ℎ
𝑐+𝑔
𝑏+𝑓
]
𝑑+ℎ
1 3
3
3 4
],B=[
] , C = [2 3
5
1 3
3 4
4
1]
5
4 7
]
5 8
Sedangkan A + C dan B + C tidak di definisikan.
A+B=[
2. Perkalian dengan konstanta
Definisi : Jka A adalah suatu matriks dan c adalah scalar, maka hasil kali cA adalah matriks
yang diperoleh dengan mengalikan masing=masing entri dari A oleh c.
𝑎
c[
𝑐
𝑏
𝑐𝑎
]=[
𝑑
𝑐𝑐
𝑐𝑏
]
𝑐𝑑
1 3 4
2 6
Contoh : A = [2 3 1] , maka 2A = [4 6
3 4 5
6 8
8
2]
10
3. Perkalian, dengan syarat Am x n Bn x o = Cm x o
Definisi : Jika A adalah matriks m x r dan B matriks r x n, maka hasil kali AB adalah matriks
m x n yang entri- entrinya ditentukan sebagai berikut. Untuk mencari entri dalam baris I dan
kolom j dari AB, pilihlah baris i dari matriks A dan kolom j dari matriks B. Kalikanlah entrientri yang bersesuaian dari baris dan kolom tersebut bersama-sama dan kemudian
tambahkanlah hasil kali yang dihasilkan.
𝑒
𝑎 𝑏
A=[
], B = [𝑓 ]
𝑐 𝑑
𝑎
AB = [
𝑐
𝑎𝑒 + 𝑏𝑓
𝑏 𝑒
] [𝑓 ]= [
]
𝑐𝑒 + 𝑑𝑓
𝑑
1
Contoh : A = [
4
9
AB = [ ]
22
3
3
],B=[ ]
5
2
Aljabar Linear Elementer
Transpose
Definisi : Jika A adalah sebarang matriks m x n, maka Transpos A dinyatakan oleh At dan
didefinisikan dengan matriks n x m yang kolom pertmanya adalah baris pertama dari A, kolom
keduanya adalah baris kedua dari A, demikian juaga dengan kolom ketiga adalah baris ketiga dari A,
dan seterusnya.
𝑎
A = [𝑑
𝑔
𝑏
𝑒
ℎ
𝑐
𝑎
𝑓 ]  At = [𝑏
𝑖
𝑐
𝑑
𝑒
𝑓
𝑔
ℎ]
𝑖
2 6 8
2
Contoh : A = [4 6 2 ]  At = [6
6 8 10
8
4 6
6 8]
2 10
2.5 ATURAN-ATURAN ILMU HITUNG MATRIKS
Walaupun banyak dari aturan-aturan ilmu hitung bilangan riil berlaku juga untuk matriks,
namun terdapat beberapa pengecualian. Salah satu dari pengecualian yang terpenting terjadi dalam
perkalian matriks. Untuk bilangan-bilangan rill a dan b, kita selalu mempunyai ab = bayang sering
dinamakan hukum komutatif untuk perkalian. Akan tetapi, untuk matriks-matriks, maka AB dan BA
tidak perlu sama.
Contoh 20
Tinjaulah matriks-matriks
 1
A
2
0
1 2 
B


3
3 0
Dengan mengalikannya maka akan memberikan
  1  2
AB  

 11 4 
Jadi, AB ≠ BA
Aljabar Linear Elementer
3
BA  
 3
6
0 
Teorema 2. Dengan menganggap bahwa ukuran-ukuran matriks adalah sedemikian
sehingga operasi-operasi yang ditunjukkan dapat diperagakan, maka aturan-aturan
ilmu hitung matriks berikut akan shahih.
(a) A + B = B + A
(b) A + (B + C) = (A + B) + C
(c) A(BC) = (AB)C
(d) A(B + C) = AB + AC
(e) (B + C)A = BA + CA
(f) A(B - C) = AB – AC
(g) (B - C)A = BA – CA
(h) a(B + C) = aB+ aC
(i) a(B - C) = aB – aC
(j) (a + b)C = aC + bC
(k) (a - b)C = aC – bC
(l) (ab)C = a(bC)
(m) a(BC) = (aB)C = B(aC)
(Hukum komutatif untuk penambahan)
(Hukum asosiatif untuk penambahan)
(Hukum asosiatif untuk perkalian)
(Hukum distributif)
(Hukum distributif)
Contoh 21
Sebagai gambaran hukum asosiatif untuk perkalian matriks, tinjaulah
1 2
A  3 4
0 1
 4 3
B

2 1 
1 0
C

 2 3
Kemudian
1 2
1 2 


AB  3 4  3 4
0 1
0 1 
 4 3
2 1 


Sehingga
18 15 
8 5
1 0 


  46 39 
( AB)C  20 13  

2 3
 4 3 
 2 1  
Sebaliknya
 4 3  1 0 
10
BC  




 2 1   2 3
4
Aljabar Linear Elementer
9
3 
Maka
1 2
10
A(BC )  3 4 
4
0 1 
18 15 
9
  46 39 

3
 4 3 
Jadi, (AB)C = A(BC), seperti yang dijamin oleh Teorema 2(c).
Teorema 3. Dengan menganggap bahwa ukuran-ukuran matriks adalah sedemikian
rupa sehingga operasi-operasi yang ditunjukkan dapat dikabulkan, maka aturan-aturan
ilmu hitung matriks yang berikut akan shahih.
(a)
(b)
(c)
(d)
A+0=0+A=A
A–A=0
0 – A = -A
A0 = 0; 0A = 0
Teorema 4. Setiap sistem persamaan linear tidak mempunyai pemecahan, persis satu
pemecahan, atau tak terhingga banyaknya pemecahan.
Bukti. Jika AX = B adalah sistem persamaan linear, maka persis satu dari antara berikut akan benar:
(a) sistem tersebut tidak mempunyai pemecahan, (b) sistem tersebut mempunyai persis satu
pemecahan, atau (c) sistem tersebut mempunyai lebih dari satu pemecahan. Bukti tersebut akan
lengkap jika kita dapat memperlihatkan bahwa sistem tersebut mempunyai takhingga banyaknya
pemecahan dalam kasus (c).
Contoh 23
Tinjaulah matriks
 a1
A 1
 a 21
a1 2
a2 2
a13 
a 2 3 
Maka
1 0  a11
I2 A  
 
0 1   a 21
a1 2
a2 2
a13   a11

a2 3   a21
a12
a2 2
a13 
A
a2 3 
Dan
 a1
AI 3   1
 a 21
a12
a2 2
1 0 0
a13  
   a11
0
1
0
 a
a2 3  
0 0 1  21
a12
a2 2
a13 
A
a2 3 
Definisi. Jika A adalah matriks kuadrat, dan jika kita dapat mencari matriks B sehingga
AB = BA = I, maka A dikatakan dapat dibalik (invertible) dan B dinamakan invers
(inverse) dari A.
Aljabar Linear Elementer
Contoh 24
Matriks
3 5
B
 adalah invers dari
1
2


 2  5
A

1 3 
karena
 2  5 3 5 1 0
AB  
 
 
I
  1 3  1 2   0 1 
dan
3 5  2  5 1 0
BA  
 

I
1 2    1 3   0 1 
Teorema 5. Jika baik B maupun C adalah invers matriks A, maka B = C
Bukti. Karena B adalah invers A, maka BA = I. Dengan mengalikan kedua ruas dari sebelah kanan
dengan C maka akan memberikan (BA)C = IC = I. Tetapi (BA)C = B(AC) = BI = B, sehingga B = C.
Contoh 26
Tinjaulah matriks 2x2
a b 
A

c d 
Jika ad – bc ≠ 0, maka
d

1  d  b   ad  bc

A 1 
c
ad  bc   c a 

 ad  bc
b 
ad  bc 

a

ad  bc 

Teorema 6. Jika A dan B adalah matriks-matriks yang dapat dibalik dan yang
ukurannya sama, maka
(a) AB dapat dibalik
(b) (AB) 1 = B 1 A 1
Aljabar Linear Elementer
Bukti. Jika kita dapat memperlihatkan bahwa (AB)(A 1 B 1 ) = (B 1 A 1 )(AB)=I, maka kita telah
secara serempak membuktikan bahwa AB dapat dibalik dan bahwa (AB)
1
= B 1 A 1 . Tetapi (AB)(B
Sebuah hasil kali matriks yang dapat dibalik selalu dapat dibalik, dan invers hasil kali
tersebut adalah hasil kali invers dalam urutan yang terbalik
1
A 1 ) = AIA 1 = AA 1 = I. Demikian juga (B 1 A 1 )(AB) = I.
Contoh 27
Tinjaulah matriks-matriks
1 2
A

1 3
 3 2
B

 2 2
7 6 
AB  

9 8 
Dengan menerapkan rumus yang diberikan dalam contoh 25, kita dapatkan
A
1
 3  2


1 1 
B 1


 1  1

3
 1

2

AB 1

 4

9

 2
Maka, (AB)-1 = B-1A -1 seperti yang dijamin oleh Teorema 6.

 3
7 

2 
Definisi. Jika A adalah sebuah matriks kuadrat, maka kita mendefinisikan pangkatpangkat bilangan bulat tak negative A menjadi
A0 = 1 An = AA….A
(n > 0)
Factor n
Akan tetapi, jika A dapat dibalik, maka kita mendefinisikan pangkat bilangan bulat
negative menjadi
A-1 = (A-1)n = A-1 A-1 ….. A-1
Factor n
Teorema berikut, yang kita nyatakan tanpa bukti, menunjukkan bahwa hukum-hukum yang
sudah dikenal dari eksponen adalah shahih.
Teorema 7. Jika A adalah matriks kuadrat dan r serta s adalah bilangan bulat, maka
Ar As = Ar+s
Aljabar Linear Elementer
(Ar)s = Ars
Teorema selanjutnya menetapkan beberapa sifat tambahan yang berguna dari eksponen
matriks tersebut.
Teorema 8. Jika A adalah sebuah matriks yang dapat dibalik, maka:
a) A-1 dapat dibalik dan (A-1)-1 = A
b) An dapat dibalik dan (An)-1 = (A-1)n untuk n = 0,1,2,…..
c) Untuk setiap skalar k yang taksama dengan nol, maka kA dapat dibalik dan
(kA)-1 =
1 -1
A
k
Bukti.
a. Karena AA-1 = A-1 A = I, maka A-1 dapat dibalik dan (A-1)-1 = A.
b. –
c. Jika k adalah sebarang scalar yang taksama dengan nol, maka hasil (l) dan (m) dari Teorema 2
akan memungkinkan kita untuk menuliskan
1 
 1 1  1
A  = kAA 1   k  AA 1  1I  I
k 
k
 k
(kA) 
1
 1 1 
A  (kA) = I sehingga kA dapat dibalik dan (kA)-1 = A 1 .
k
k

Demikian juga 
Kita simpulkan bagian ini dengan sebuah Teorema yang menyenaraikan sifat-sifat utama dari
operasi transpose.
Teorema 9. Jika ukuran matriks seperti operasi yang diberikan dapat dilakukan,
maka
a.
b.
c.
d.
(At)t = A
(A+B)t = At + Bt
(kA)t = kAt , dimana k adalah sebarang scalar.
(AB)t = Bt At
Transpose sebuah hasil kali matriks sama dengan hasil kali transposnya dalam
urutan kebalikannya.
Aljabar Linear Elementer
2.6 MATRIKS ELEMENTER DAN METODE UNTUK MENCARI A-1
Dibawah ini kita daftarkan matriks elementer dan operasi-operasi yang menghasilkannya.
1
0
(ii) 
0

0
1 0 
0  3


(i)
0 0 0
0 0 1
0 1 0

1 0 0
Pertukarkan baris
kedua dan baris
keempat dari I4
Ketika baris
kedua I2
dengan -3
1 0 3
1 0 0




(iii) 0 1 0 (iv) 0 1 0




0 0 1
0 0 1
Tambahkan tiga kali
baris ketiga dari I3
pada baris pertama
Kalikan baris
pertama dari I3
dengan I
Teorema 10 : Jika matriks elementer E dihasilkan dengan melakukan sebuah operasi
baris tertentu pada Im dan jika A adalah matriks m x n, maka hasil kali EA adalah
matriks yang dihasilkan bila operasi baris yang sama ini dilakukan pada A.
Operasi baris pada I yang menghasilkan E
Operasi baris pada E yang menghasilkan I
Kalikanlah baris I dengan c ≠ 0.
Kalikanlah baris I dengan 1⁄𝑐
Pertukarkan baris I dan baris j.
Pertukarkan baris i dan baris j.
Tambahkan c kali baris I ke baris j.
Tambahkan – c kali baris i ke baris j.
Operasi-operasi d ruas kanan dari tabel ini dinamakan operasi invers dari operasi-operasi yang
bersesuaian di ruas kiri.
Teorema 11 : Setiap matriks elementer dapat dibalik, dan inversnya adalah juga
matriks elementer.
Bukti. Jika E adalah matriks elementer, maka E dihasilkan dari peragaan operasi baris pada I.
Misalnya Eo adalah matriks yang dihasilkan bila invers operasi ini diterapkan pada I. Baris invers
akan saling meniadakan efek satu sama lain, maka diperoleh
EoE = I dan
EEo = I
Jadi, matriks elementer Eo adalah invers dari E.
A I = I A-1
Contoh :
Aljabar Linear Elementer
1 0 2 


A = 2  1 3
4 1 8 
A-1 = . . . ?
Jawab :
A I=
1 0 2
[2 −1 3
4 1 8
1
0
0
0 0
1 0]
0 1
Baris ke 2 dikurang 2 kali baris pertama dan baris ke
3 dikurang 4 kali baris pertama untuk mendapatkan
nol.
1
= [0
0
0
2
−1 −1
1
0
1 0 0
−2 1 0]
−4 0 1
1
[
= 0
0
0
2
1
0
−1 −1
1
0 0
−4 0 1]
−2 1 0
Baris ke 3 dikalikan – baris ke 3, untuk
mendapatkan 1 utama.
1
= [0
0
0 2
1 0
1 1
1
0 0
−4 0 1]
2
−1 0
Baris ke 3 dikurangi baris ke 2 untuk
mendapatkan nol.
1 0
= [0 1
0 0
2
0
1
Baris ke 2 ditukar baris
ke3.
1
0
0
−4 0
1]
6 −1 −1
I
A-1
2.7 HASIL SELANJUTNYA MENGENAI SISTEM PERSAMAN DAN
KETERBALIKAN
Teorema 13 : Jika A adalah matriks n x n yang dapat dibalik,maka untuk setiap matriks B yang
berukuran n x 1, sistem persamaan AX = B mempunyai persis satu pecahan, yakni, X = A-1 B.
𝐵
AX = B → X = 𝐴 → I . B = B
A . 𝐴⏟−1 . 𝐵 = B
A. X
= B
Aljabar Linear Elementer
X
= A-1 . B
X.A=B
X...?
Jawab:
B.I=B
𝐵 . 𝐴−1 . A = B
⏟
X
.A = B
X
= B . A-1
Aljabar Linear Elementer
BAB III
DETERMINAN
3.1 FUNGSI DETERMINAN
Dalam bagian ini kita memulai pengkajian fungsi bernilai rill dari sebuah peubah matriks, yakni
fungsi yang mengasosiasikan sebuah bilangan riil 𝑓(𝑥) dengan sebuah matriks 𝑋. Sebelum kita
mampu mendefinisikan fungsi determinan, maka kita perlu menetapkan beberapa hasil yang
menyangkut permutasi.
Definisi : Permutasi bilangan-bilangan bulat {1, 2, … , 𝑛}adalah susunan bilanganbilangan bulat ini menurut suatu aturan tanpa menghasilkan atau mengulangi
bilangan-bilangan tersebut.
Contoh :
Ada enam permutasi yang berbeda dari himpunan bilangan-bilangan bulat {1, 2, 3}. Permutasipermutasi ini adalah
(1, 2, 3)
(2, 1, 3)
(3, 1, 2)
(1, 3, 2)
(2, 3, 1)
(3, 2, 1)
Salah satu metode yang mudah secara sistematis mendaftarkan permutasi-permutasi adalah
dengan menggunakan pohon permutasi (permutation tree).
Contoh :
1
3
2
2
3
1
3
1
2
3
2
3
1
2
1
Untuk menyatakan permutasi umum dari himpunan {1, 2, … , 𝑛}, maka kita akan menuliskan
(𝑗1 , 𝑗2, … , 𝑗𝑛 ). Disini, 𝑗1 adalah bilangan bulat pertama dalam permutasian, 𝑗2 adalah bilangan bulat
kedua, dan seterusnya. Sebuah invers (inversion) dikatakan terjadi dalam permutasi (𝑗1, 𝑗2 , … , 𝑗𝑛 ) jika
Aljabar Linear Elementer
sebuah bilangan bulat yang lebih besar mendahului sebuah bilangan bulat yang lebih kecil. Jumlah
invers seluruhnya yang terjadi dalam permutasi dapat diperoleh sebagai berikut:
1) Carilah banyaknya bilangan bulat yang lebih kecil dari 𝑗1 dan yang membawa 𝑗1 dalam
mutasi tersebut.
2) Carilah banyaknya bilangan bulat yang lebih kecil dari 𝑗2 dan yang membawa 𝑗2 dalam
mutasi tersebut.
Teruskanlah proses penghitungan ini untuk 𝑗3 , … , 𝑗𝑛−1 . Jumlah bilangan-bilangan ini akan sama
dengan jumlah invers seluruhnya dalam permutasi tersebut.
Contoh :
Tentukanlah banyaknya invers dalam permutasi-permutasi berikut
a) (3, 4, 1, 5, 2)
b) (4, 2, 5, 3, 1)
Jawab:
a) Banyaknya invers adalah 2 + 2 + 0 + 1 = 5
b) Banyaknya invers adalah 3 + 1 + 2 + 1 = 7
Definisi : sebuah permutasi dinamakan genap (even) jika jumlah invers seluruhnya adalah
sebuah bilangan bulat yang genap dan dinamakan ganjil (odd) jika jumlah invers
seluruhnya adalah sebuah bilangan bulat yang ganjil.
Contoh :
Tabel berikut mengklasifikasikan berbagai permutasi dari {1, 2, 3} sebagai genap atau ganjil.
Permutasi
Banyaknya Invers
Klasifikasi
0
Genap
(1, 3, 2)
1
Ganjil
(2, 1, 3)
1
Ganjil
(2, 3, 1)
2
Genap
(3, 1, 2)
2
Genap
(3, 2, 1)
3
Ganjil
(1, 2, 3)
Aljabar Linear Elementer
Fungsi Determinan
Definisi : misalkan A adalah matriks kuadrat. Fungsi determinan dinyatakan oleh det, dan kita
definiskan det(A) sebagai jumlah semua hasil kali elementer bertanda dari A jumlah det(A) kita
namakan determinan A.
Contoh 5
𝑎11 𝑎12
det [𝑎
] = 𝑎11 𝑎22 − 𝑎12 𝑎21
21 𝑎22
𝑎11
det [𝑎21
𝑎31
𝑎12
𝑎22
𝑎32
𝑎13
𝑎23 ] = 𝑎11 𝑎22 𝑎33 + 𝑎12 𝑎23 𝑎31 + 𝑎13 𝑎21 𝑎32
𝑎33
−𝑎13 𝑎22 𝑎31 − 𝑎12 𝑎21 𝑎33 − 𝑎11 𝑎23 𝑎32
Caranya sebagai berikut :
𝑎11
[𝑎
21
𝑎12
𝑎22 ]
𝑎11
[𝑎21
𝑎31
𝑎12
𝑎22
𝑎32
𝑎13 𝑎11 𝑎12
𝑎23 ] 𝑎21 𝑎22
𝑎33 𝑎31 𝑎32
Dengan mengalikan entri-entri pada panah yang mengarah ke kanan dan mengurangkan hasil kali
entri-entri pada panah yang mengarah ke kiri.
Contoh 6
Hitunglah determinan-determinan dari :
3 1
A. = [
]
4 −2
1
2 3
B. = [−4 5 6]
7 −8 9
Dengan menggunakan cara dari contoh 5 maka :
det(A) = (3)(-2) – (1)(4) = -10
dengan mnggunakan cara dari contoh 5 maka :
det(A) = (45) + (84) + (96) – (105) – (-48) – (-72) = 240
*Perhatian bahwa metode/cara yang digunakan pada contoh 5 dan 6 tidak berlaku determinan
matriks 4 x 4 atau untuk matriks yang lebih tinggi.
Aljabar Linear Elementer
3.2 MENGHITUNG DETERMINAN DENGAN REDUKSI BARIS
Teorema 1 : jika A adalah sembarang matriks kuadrat yang mengandung sebaris
bilangan nol, maka det (A) = 0
Matriks kuadrat kita namakan segitiga atas (upper triangular) jika semua entri di bawah
diagonal utama adalah nol. Begitu juga matriks kuadrat kita namakan segitiga bawah (lower
triangular), jika semua entri di atas diagonal utama adalah nol. Sebuah matriks baik yang merupakan
segitiga atas maupun segitiga bawah kita namakan segitiga (triangular).
Contoh:
Sebuah matriks segitiga atas 4 × 4 yang umum mempunyai bentuk
𝑎11
0
[
0
0
𝑎12
𝑎22
0
0
𝑎13
𝑎23
𝑎33
0
𝑎14
𝑎24
𝑎34 ]
𝑎44
Sebuah matriks segitiga bawah 4 × 4 yang umum mempunyai bentuk
𝑎11
𝑎21
[𝑎
31
𝑎41
0
𝑎22
𝑎32
𝑎42
0
0
0
0
𝑎33 0 ]
𝑎43 𝑎44
Teorema 2 : jika A adalah matriks segitiga 𝑛 × 𝑛, maka det (A) adalah hasil kali
entri-entri pada diagonal utama; yakni det (A) = 𝑎11 𝑎22 … 𝑎𝑛𝑛 .
Contoh:
1 −2 0
[0 1 −1] = 1 . 1 . 7 = 7
0 0
7
Teorema 3: Misalkan A adalah sembarang matriks 𝑛 × 𝑛.
a) Jika 𝐴′ adalah matriks yang dihasilkan bila baris tunggal A dikalikan oleh konstanta k,
maka det(𝐴)′ = k det(A).
b) Jika 𝐴′ adalah matriks yang dihasilkan bila dua baris A dipertukarkan, maka det(𝐴′ ) = det(A).
c) Jika 𝐴′ adalah matriks yang dihasilkan bila kelipatan satu baris A ditambahkan pada baris
lain, maka det(𝐴′ ) = det(A).
Aljabar Linear Elementer
Contoh :
1 2 3
A = [0 1 4] = - 2
1 2 1
¼ 𝑏1
4 8 12
𝐴1 = [0 1 4 ]
1 2 1
1
= 4 [0
1
2 3
1 4]
2 1
Karena operasi perkalian maka
kebalikannya dikali
= 4 . (-2)
= -8
0 1 4
𝐴2 = [1 2 3]
1 2 1
𝑏1 ditukar 𝑏2
1
= − [0
1
2 3
1 4]
2 1
Karena pertukaran antar baris
maka dikali −.
= - (-2)
=2
1
2 3
𝐴3 = [−2 −3 2]
1
2 1
𝑏2 + 2𝑏3
1 2
= [0 1
1 2
3
4]
1
Karena pertambahan antar baris
maka tidak berpengaruh.
= -2
Contoh :
1
A = [2
3
1
3 −2 4
6 −4 8]
9 1 5
1 4 8
1
Det (A) = [0
3
1
𝑏2 − 2𝑏1
3 −2 4
0 0 0]
9 1 5
1 4 8
Kita tidak memerlukan reduksi selanjutnya karena dari Teorema 1 kita peroleh bahwa det (A) =
0. Dari contoh ini seharusnya sudah jelas bahwa bila matriks kuadrat mempunyai dua baris yang
terdiri dari bilangan nol dengan menambahkan kelipatan yang sesuai dari salah satu baris ini pada
baris yang satu lagi. Jadi, jika matriks kuadrat mempunyai dua baris yang sebanding, maka
determinannya sama dengan nol.
Aljabar Linear Elementer
Contoh :
−1 4
[
] Karena baris pertama dan kedua sebanding yaitu 1 : 2 maka det (A) = 0.
−2 8
3.3 SIFAT-SIFAT FUNGSI DETEREMINAN
Teorema 4. Juka A adalah sembarang matiks kuadrat, maka det (A) =det (At).
Pernyataan. Karena hasil ini, maka hampir tiap-tiap teorema mengenai determinan yang
mengandung perkataan baris dalam pernyataannya akan benar juga bila perkataan “kolom”
disubstitusikan untuk “baris”. Untuk membuktikan pernyataan kolom, kita hanya perlu mentranspos
(memindahkan) matriks yang di tinjau untuk mengubah pernyataan kolom tersebut pada pernyataan
baris, dan kemudian menerapkan hasil yang bersesuaian yang sudah kita ketahui untuk baris.
Contoh
Hitunglah determinan dari
1
A = [2
0
7
0 0 3
7 0 6]
6 3 0
3 1 −5
Determinan ini dapat di hitung seperti sebelumunya dengan menggunakan operasi baris
elementer untuk mereduksi A pada bentuk eelon baris. Sebaliknya, kita dapat menaruh A pada bentuk
segitiga bawah dalam satu langkah dengan menambahkan -3 kali kolom pertama pada kolom keempat
untuk mendapatkan
1
Det (A) = det [2
0
7
0
0
0
7
6 3
3 1
0
0 ] =(1)(7)(3)(-26)= -546
0
−26
Contoh ini menunjukkan bahwa selalu merupakan hal yang bijaksana untuk memperhatikan operasi
kolom yang tepat yang akan meringkaskan perhitungan tersebut.
Misalkan A dan B adalah matriks-matriks n x n dan k adalah sebarang skalar. Kita karang meninjau
hubungan yang mungkin di antara det(A), det(B), dan
det(kA), det(A + B), dan det(AB)
Aljabar Linear Elementer
karena sebuah faktor bersama dari sebarang baris matriks dapat dipindahkan melalui tanda det, dan
karena setiap baris n baris dalam kA mempunyai factor bersama sebesr k, maka kita dapatkan
det(kA) = kn det(A)
Teorema 5. Misalkan A, A’, dan A” adalah matiks n x n yang hanya berbeda
dalam garis tunggal, katakanlah baris ke r, dan anggaplah bahwa baris ke r dari
A” dapat diperoleh dengan menambahkan entri-entri yang bersesuaian dalam
baris ke r dari A dan dalam baris ke r dari A’. Maka
det(A”) = det (A) + det (A’)
Hasil yang serupa berlaku untuk kolom-kolom itu.
Contoh
Dengan menghitung determinan, anda dapat memeriksa bahwa
7
5 
1 7 5 
 1
1 7 5 




0
3  = det 2 0 3 + det 2 0 3 
det
 2
1 4 7 
1  0 4  1 7  (1)
0 1 1
Teorema 6. Jika A dan B adalah matriks kuadrat yang ukurannya sama, maka
det(AB) = det(A)det(B)
Contoh
Tinjaulah matriks-matriks
3 1
A

2 1
 1 3
B

 5 8
2 17 
AB  

3 14
Kita peroleh det(A) det(B) = (1) (-23) = -23. Sebaliknya dengan perhitungan langsung maka det(AB)
= -23, sehingga det(AB) = det(A) det(B).
Teorema 7. Sebuah matriks A kuadrat dapat di balik jika dan hanya jika det(A) 0
Contoh
Aljabar Linear Elementer
Karena baris pertama dan baris ketiga dari
1 2 3
A  1 0 1 
2 4 6
Sebanding, maka det(A) = 0, jadi A tidak dapat dibalik
3.4 EKSPANSI KOFAKTOR; ATURAN CRAMER
Pada bagian ini kita meninjau sebuah metode untuk mengitung determinan yang berguna untuk
perhitungan yang menggunakan tangan dan secara teoritis penting penggunaannya. Sebagai
konsekuensi dari kerja kita di sini, kita akan mendapatkan rumus untuk invers dari matriks yang dapat
dibalik dan juga akan mendapatkan rumus untuk pemecahan sistem-sistem persamaan linear tertentu
yang dinyatakan dalam determinan.
Definisi : Jika A adalah matriks kuadrat, maka minor entri aij dinyatakan oleh Mij dan
didefinisikan menjadi determinan submatriks yang tetap setelah baris ke i dan kolom ke j dicoret
dari A. Bilangan (-1)i + jMij dinyatakan oleh Cij dan dinamakan kofaktor entri aij.
Contoh :
Misalkan
3 1
𝐴 = [2 5
1 4
−4
6]
8
Minor entri a11 adalah
3 1
𝑀11 |2 5
1 4
−4
5
6 |=|
4
8
6
| = 16
8
Kofaktor a11 adalah
C11 = (-1)1 + 1 M11 = M11 = 16
Demikian juga, minor entri a32 adalah
3 1 −4
3 −4
𝑀32 |2 5 6 | = |
| = 26
2 6
1 4 8
Aljabar Linear Elementer
Kofaktor a32 adalah
C32 = (-1)3 + 2 M32 = M32 = – 26
Perhatikan bahwa kofaktor dan minor elemen aij hanya berbeda dalam tandanya, yakni, Cij = ± Mij.
Cara cepat untuk menentukan apakah penggunaan tanda + atau tanda – merupakan kenyataan bahwa
penggunaan tanda yang menghubungkan Cij dan Mij berada dalam baris ke i dan kolom ke j dari
susunan
+
−
+
−
[⋮
−
+
−
+
⋮
+
−
+
−
⋮
−
+
−
+
⋮
+
−
+
−
⋮
⋯
⋯
⋯
⋯
]
Misalnya, C11 = M11, C21 = – M21, C12 = – M12, C22 = M22, dan seterusnya.
Tinjaulah matriks 3 x 3 umum
𝑎11
𝑎
𝐴 = [ 21
𝑎31
𝑎12
𝑎22
𝑎32
𝑎13
𝑎23 ]
𝑎33
det(𝐴) = 𝑎11 𝑎22 𝑎33 + 𝑎12 𝑎23 𝑎31 + 𝑎13 𝑎21 𝑎32 – 𝑎13 𝑎22 𝑎31 – 𝑎12 𝑎21 𝑎33 – 𝑎11 𝑎23 𝑎32
dapat kita tuliskan kembali menjadi
det(𝐴) = 𝑎11 (𝑎22 𝑎33 − 𝑎23 𝑎32 ) + 𝑎21 (𝑎13 𝑎32 − 𝑎12 𝑎33 ) + 𝑎31 (𝑎12 𝑎23 – 𝑎13 𝑎22 )
Karena pernyataan-pernyataan dalam kurung tidak lain adalah kofaktor-kofaktor C11, C21 dan C31,
maka kita peroleh
det(𝐴) = 𝑎11 𝐶11 + 𝑎21 𝐶21 + 𝑎31 𝐶31
Persamaan di atas memperlihatkan bahwa determinan A dapat dihitung dengan mengalikan entri-entri
pada kolom pertama A dengan kofaktor-kofaktornya dan menambahkan hasil kalinya. Metode
menghitung det(A) ini dinamakan ekspansi kofaktor sepanjang kolom pertama A.
Contoh :
Misalkan
3
1
0
𝐴 = [−2 −4 3 ]
5
4 −2
Hitunglah det(A) dengan metode ekspansi kofaktor sepanjang kolom pertama A.
Aljabar Linear Elementer
Pemecahan.
−4 3
1 0
1 0
det(𝐴) = 3 |
| − (−2) |
|+ 5|
|
4 −2
4 −2
−4 3
= 3(−4) − (−2)(−2) + 5(3) = −1
det(𝐴) = 𝑎11 𝐶11 + 𝑎12 𝐶12 + 𝑎13 𝐶13
= 𝑎11 𝐶11 + 𝑎21 𝐶21 + 𝑎31 𝐶31
= 𝑎21 𝐶21 + 𝑎22 𝐶22 + 𝑎23 𝐶23
= 𝑎12 𝐶12 + 𝑎22 𝐶22 + 𝑎32 𝐶31
= 𝑎31 𝐶31 + 𝑎32 𝐶32 + 𝑎33 𝐶33
= 𝑎13 𝐶13 + 𝑎23 𝐶23 + 𝑎33 𝐶33
Perhatikan bahwa dalam setiap persamaan semua entri dan kofaktor berasal dari baris atau kolom
yang sama. Persamaan ini dinamakan ekspansi-ekspansi kofaktor det(A).
Hasil-hasil yang baru saja kita berikan untuk matriks 3 x 3 membentuk kasus khusus dari teorema
umum berikut, yang kita nyatakan tanpa memberikan buktinya.
Teorema 8.
Determinan matriks A yang berukuran n x n dapat dihitung dengan mengalikan entri-entri dalam
suatu baris (atau kolom) dengan kofaktor-kofaktornya dan menambahkan hasil-hasil kali yang
dihasilkan; yakni untuk setiap 1 ≤ i ≤ n dan 1 ≤ j ≤ n
Maka, ekspansi kofaktor sepanjang kolom ke j
det(𝐴) = 𝑎1𝑗 𝐶1𝑗 + 𝑎2𝑗 𝐶2𝑗 + 𝑎3𝑗 𝐶3𝑗 + ⋯ + 𝑎𝑛𝑗 𝐶𝑛𝑗
dan ekspansi kofaktor sepanjang baris ke i
det(𝐴) = 𝑎𝑖1 𝐶𝑖1 + 𝑎𝑖2 𝐶𝑖2 + 𝑎𝑖3 𝐶𝑖3 + ⋯ + 𝑎𝑖𝑛 𝐶𝑖𝑛
Jika matriks A adalah sebarang matriks n x n dan Cij adalah kofaktor aij, maka matriks
Aljabar Linear Elementer
𝐶11
𝐶21
[
⋮
𝐶𝑛1
𝐶12
𝐶22
⋮
𝐶𝑛2
⋯
⋯
⋯
𝐶1𝑛
𝐶2𝑛
]
⋮
𝐶𝑛𝑛
Dinamakan matriks kofaktor A. Transpos matriks ini dinamakan adjoin A dan dinyatakan dengan
adj(A).
Teorema 9.
Jika A adalah matriks yang dapat dibalik, maka
1
𝐴−1 =
𝑎𝑑𝑗(𝐴)
det(𝐴)
Teorema 10 (Aturan Cramer)
Jika AX = B adalah sistem yang terdiri dari n persamaan linear dalam n bilangan
takdiketahui sehingga det(A) ≠ 0, maka sistem tersebut mempunyai pemecahan yan unik.
Pemecahan ini adalah
det(𝐴1 )
det(𝐴2 )
det(𝐴n )
𝑥1 =
, 𝑥2 =
,… ,
𝑥𝑛 =
det(𝐴)
det(𝐴)
det(𝐴)
dimana Aj adalah matriks yang kita dapatkan dengan mengganti entri-entri dalam kolom ke j
dari A dengan entri-entri dalam matriks
𝑏1
𝑏2
𝐵=[ ]
⋮
𝑏𝑛
Aljabar Linear Elementer
BAB IV
VEKTOR-VEKTOR DI RUANG-2 DAN RUANG-3
4.1 VEKTOR (GEOMETRIK)
Vektor AB atau vektor u
B
u
A adalah titik awal (intial point)
A
B adalah titik terminal (terminal point)

Vektor Ekivalen
B
u
v
A

D
u ekivalen v
Apabila arah dan panjangnya sama.
C
Jadi u = v
Penjumlahan Vektor
v
w
v+w=w+v
w
v

Vektor Nol
0

+v=v+0=v
Vektor Negatif
u
v + (-v) = 0

Pengurangan Vektor
v – w = v + (-w)
Aljabar Linear Elementer
-u
-w
v-w
-w

v
w
Komponen vektor di Ruang-2
u = (u1, u2)
v = (v1, v2)

Komponen vektor di Ruang-3
u = (u1, u2, u3)
v = (v1, v2, v3)

Penjumlahan
u + v = (u1, u2) + (v1, v2)
Ruang-2
= (u1 + v1, u2 + v2)
u + v = (u1 + v1, u2 + v2, u3 + v3)
Ruang-3
Contoh:
Jika v = (1, -2) dan w = (7, 6) maka v + w = ?
Jawab:
v + w = (1, -2) + (7, 6)
= (1 + 7, -2 + 6)
= (8, 4)
Aljabar Linear Elementer

Pengurangan
u – v = (u1, v1) – (u2, v2)
Ruang-2
= (u1 – v1, u2 – v2)
u – v = (u1 – v1, u2 – v2, u3 – v3)
Ruang-3
Contoh:
Jika u = (7, 6) dan v = (3, 2), maka u – v = ?
Jawab:
u – v = (7, 6) – (3, 2)
= (7 – 3, 6 – 2)
= (4, 4)

Gambar titik P (-2, 3, 4)
z
P (-2, 3, 4)
v
y
x
Aljabar Linear Elementer
4.2 NORMA VEKTOR; ILMU HITUNG VEKTOR
Teorema 1. Jika u, v, dan w adalah vector-vektor di ruang-2 atau ruang-3 dan k serta l adalah
scalar, maka hubungan berikut akan berlaku.
(a)
(b)
(c)
(d)
u+v=v+u
(u + v) + w = u +(v + w)
u+0=0+u=u
u + (-u) = 0
(e)
(f)
(g)
(h)
K(lu) = (kl)u
K(u + v) = ku +kv
(k+l)u = ku + lu
1u = u
Panjang sebuah vector v sering dinamakan norma v dan dinyatakan dengan ‖𝑣‖. Jelaslah dari teorema
phytagoras bahwa norma vector v = (v1, v2) di ruang-2 adalah
‖𝑣‖ = √𝑣12 +𝑣22
Misalkan v = (v1, v2, v3) adalah vector ruang-3. Dengan menggunakan gambar 3.16 dan dua
penerapan phytagoras, maka kita dapatkan
‖𝑣‖ = (𝑂𝑅)2 + (𝑅𝑃)2
Z
P(V1, V2, V3)
‖𝑣‖
y
0
S
= (OQ)2 + (OS) 2 + (RP) 2
 V12  V22  V32
V  V12  V22  V32
Q
x
Gambar 3.16
R
Jika P1 x1 , y1 , z1  dan P2  x2 , y 2 , z 2  adalah dua titik di ruang-3, maka jarak d diantara kedua titik
tersebut adalah norma vector P1P2 , karena
p1 p2  x2  x1 , y2  y1 , z 2  z1 
Aljabar Linear Elementer
Maka jelas bahwa
d
x2  x1 2   y 2  y1 2  z 2  z1 2
4.3 HASIL KALI TITIK; PROYEKSI
Pada bagian ini kita perkenalkan semacam perkalian vektor di ruang-2 dan ruang-3. Sifat-sifat
ilmu hitung perkalian ini akan ditentukan dan beberapa penerapannya akan diberikan.
Misalnya u dan v adalah dua vektor taknol di ruang-2 dan ruang-3,dan anggaplah vektor-vektor
ini telah dilokasikan sehingga titik awalnya berimpit. Yang kita artikan dengan sudut di antara u
dan v, dengan sudut θ yang ditentukan oleh u dan v yang memenuhi 0 ≤ θ ≤ π
u
u
θ
θ
θ
u
v
v
v
Definisi : Jika u dan v adalah vektor-vektor di ruang-2 atau ruang-3 dan θ adalah sudut di antara u
dan v, maka hasil kali titik (dot product) atau hasil kali dalam Euclidis (Euclidean inner product) u
• v didefinisikan oleh
‖𝐮‖‖𝐯‖ cos θ jika 𝐮 ≠ 0 dan 𝐯 ≠ 0
𝐮•𝐯={
jika 𝐮 = 0 dan 𝐯 = 0
0
Misalkan u = (u1, u2, u3) dan v = (v1, v2, v3) adalah dua vektor taknol. Jika, seperti pada gambar
dibawah, θ adalah sudut di antara u dan v, maka hukum cosinus menghasilkan
2
⃗⃗⃗⃗⃗ ‖ = ‖𝐮‖2 + ‖𝐯‖2 − 2‖𝐮‖‖𝐯‖ cos 𝜃
‖𝑃𝑄
z
P (u1, u2,
u u3)
Q (v1, v2,
θ
v
v3)
y
x
x
Karena ⃗⃗⃗⃗⃗
𝑃𝑄 = v – u, maka dapat kita tuliskan kembali sebagai
1
‖𝐮‖‖𝐯‖ cos 𝜃 = (‖𝐮‖2 + ‖𝐯‖2 − ‖𝐯 − 𝐮‖2 )
2
Aljabar Linear Elementer
atau
1
𝐮 • 𝐯 = (‖𝐮‖2 + ‖𝐯‖2 − ‖𝐯 − 𝐮‖2 )
2
Dengan mensubstitusikan
‖𝐮‖2 = 𝑢12 + 𝑢22 + 𝑢32
‖𝐯‖2 = 𝑣12 + 𝑣22 + 𝑣32
dan
‖𝐯 − 𝐮‖2 = (𝑣1 − 𝑢1 )2 + (𝑣2 − 𝑢2 )2 + (𝑣3 − 𝑢3 )2
Maka setelah menyederhanakannya akan kita dapatkan
𝐮 • 𝐯 = 𝑢1 𝑣1 + 𝑢2 𝑣2 + 𝑢3 𝑣3
Jika u = (u1, u2) dan v = (v1, v2) adalah dua vektor di ruang-2, maka rumus yang bersesuaian adalah
𝐮 • 𝐯 = 𝑢1 𝑣1 + 𝑢2 𝑣2
Jika u dan v adalah vektor taknol, maka rumus di atas dapat kita tulis
cos 𝜃 =
𝐮•𝐯
‖𝐮‖‖𝐯‖
Teorema berikut ini memperlihatkan bagaimana hasil kali titik dapat digunakan untuk
mendapatkan informasi mengenai sudut diantara dua vektor; teorema ini juga menghasilkan hubungan
penting di antara norma dan hasil kali titik.
Teorema 2
Misalkan u dan v adalah vektor di ruang-2 atau ruang-3.
𝟏
a) v • v = ‖𝐯‖𝟐 ; yakni, ‖𝐯‖ = (𝐯 • 𝐯)𝟐
b) Jika u dan v adalah vektor-vektor taknol dan θ adalah sudut di antara kedua vektor tersebut, maka
θ lancip jika dan hanya jika u • v > 0
θ tumpul
jika dan hanya jika u • v < 0
θ = π/2
jika dan hanya jika u • v = 0
Vektor tegaklurus disebut juga vektor ortogonal. Pada teorema di atas, dua vektor taknol
adalah tegaklurus jika dan hanya jika hasil kali titiknya adalah nol. Jika kita sepakat menganggap u
dan v agar tegaklurus maka salah satu atau kedua vektor ini haruslah 0, karenanya kita dapat
Aljabar Linear Elementer
menyatakan tanpa kecuali bahwa baik vektor u maupun v akan ortogonal jika dan hanya jika u • v =
0.
Teorema 3
Jika u, v dan w adalah vektor-vektor di ruang-2 atau ruang-3 dan k adalah skalar, maka
a)
b)
c)
d)
u•v=v•u
u • (v + w) = u • v + u • w
k(u • v) = (ku) • v = u • (kv)
v • v > 0 jika v ≠ 0 dan v • v = 0 jika v = 0
Jika u dan a ditempatkan sedemikian rupa maka titik awalnya akan menempati titik Q, kita
dapat menguraikan vektor u sebagai berikut.
w2
Q
u
w1
a
u
u
w2
Q
a
w1
w1
w2
Q
a
Turunkanlah garis tegaklurus dari atas u ke garis yang melalui a, dan bentuklah vektor w1 dari
Q ke alas garis yang tegaklurus tersebut. Bentuk selanjutnya akan menjadi
w2 = u – w1
Sebagaimana ditunjukkan pada gambar di atas, vektor w1 sejajar dengan a, vektor w2 tegaklurus
dengan a, dan
w1 + w2 = w1 + (u – w1) = u
Vektor w1 tersebut kita namakan proyeksi ortogonal u pada a atau kadang-kadang kita
namakan komponen vektor u sepanjang a. Hal ini kita nyatakan dengan
proyau
Vektor w2 kita namakan komponen vektor u yang ortogonal terhadap a. Karena w2 = u – w1
maka vektor ini dapat kita tulis sebagai
w2 = u – proyau
Aljabar Linear Elementer
Teorema 4
Jika u dan a adalah vektor-vektor di ruang-2 atau ruang-3 dan jika a ≠ 0, maka
𝐮•𝐚
proy𝐚 𝐮 = ‖𝐚‖𝟐 𝐚 (komponen vektor u sepanjang a)
𝐮•𝐚
𝐮 − proy𝐚 𝐮 = 𝐮 − ‖𝐚‖𝟐 𝐚 (komponen vektor u yang ortogonal terhadap a)
Bukti :
Misalkan w1 = proyau dan w2 = u – proyau. Karena w1 sejajar dengan a, maka kita harus
mengalikan skalar a, sehingga kita dapat menuliskan dalam bentuk w1 = ka. Jadi
u = w1 + w2 = ka + w2
Dengan mengambil hasil kali titik dari kedua sisi dengan a maupun dengan menggunakan
teorema 2 dan 3 akan menghasilkan
𝐮 • 𝐚 = (𝑘𝐚 + 𝐰2 ) • 𝐚 = 𝑘‖𝐚‖2 + 𝐰2 • 𝐚
Namun 𝐰2 • 𝐚 = 0 karena w2 tegaklurus kepada a, sehingga persamaan di atas menjadi
𝑘=
𝐮•𝐚
‖𝐚‖2
Karena proyau = w1 = ka, kita dapatkan
proy𝐚 𝐮 =
𝐮•𝐚
𝐚
‖𝐚‖𝟐
Sebuah rumus untuk panjang komponen vektor u sepanjang a dapat kita peroleh dengan
menuliskan
‖proy𝐚 𝐮‖
𝐮•𝐚
= ‖‖𝐚‖𝟐 𝐚‖
𝐮•𝐚
= |‖𝐚‖𝟐| ‖𝐚‖
|𝐮•𝐚|
= ‖𝐚‖𝟐 ‖𝐚‖
𝐮•𝐚
(karena ‖𝐚‖𝟐 adalah sebuah skalar)
(karena ‖𝐚‖𝟐 > 0)
menghasilkan
‖proy𝐚 𝐮‖ =
Aljabar Linear Elementer
|𝐮 • 𝐚|
‖𝐚‖
Jika θ menyatakan sudut antara u dan a, maka 𝐮 • 𝐚 = ‖𝐮‖‖𝐚‖ cos θ, sehingga dengan
demikian rumus di atas dapat juga kita tuliskan menjadi
‖proy𝐚 𝐮‖ = ‖𝐮‖|cos θ|
Kemudian rumus untuk menghitung jarak antara titik dan garis adalah
𝐷=
|𝑎𝑥0 + 𝑏𝑦0 + 𝑐|
√𝑎2 + 𝑏 2
4.4 HASIL KALI SILANG
Definisi : jika u = (𝑢1 , 𝑢2, 𝑢3 ) dan v = (𝑣1 , 𝑣2 , 𝑣3 ) adalah vector di ruang-3, maka hasil kai silang u x v
adalah vector yang didefinisikan oleh
u x v = (𝒖𝟐 𝒗𝟑 − 𝒖𝟑 𝒗𝟐 , 𝒖𝟑 𝒗𝟏 − 𝒖𝟏 𝒗𝟑 , 𝒖𝟏 𝒗𝟐 − 𝒖𝟐 𝒗𝟏 )
atau dalam notasi determinan
𝑢2
u x v = (|𝑣
2
𝑢3
𝑢1
𝑣3 | , − |𝑢1
𝑢3 𝑢1
𝑣3 | , |𝑣1
𝑢2
𝑣2 |)
Terdapat pola pada rumus di atas yang berguna untuk diingat. Jika di bentuk matriks 2 x 3.
𝑢1
[𝑣
1
𝑢2
𝑣2
𝑢3
𝑣3 ]
Di mana entri baris pertama adalah komponen factor pertama u dan entri baris kedua adalah
komponen factor v, maka determinan dalam komponen pertama u x v didapatkan dengan mencoret
kolom pertama matriks tersebut, determinan dalam komponen kedua kita dapatkan dengan mencoret
kolom kedua dari matriks tersebut, sedangkan determinan dalam komponen ketiga kita dapatkan
dengan mencoret kolom ketiga dari matriks tersebut.
Contoh 1
Carilah u x v, di mana u = (1, 2, -2) dan v = (3, 0, 1)
Jawab
[
2
u x v = (|
0
1 2 −2
]
3 0 1
−2
1 −2 1 2
|,−|
|,|
|)
1
3 1
3 0
= (2, -7, 6)
Aljabar Linear Elementer
Teorema 5. Jika u dan v adalah vector di ruang-3, maka :
a. u . (u x v) = 0
b. v . (u x v) = 0
c. ll u x v ll2 = ll u ll ll v ll2 – (u . v)2
(u x v orthogonal ke u)
(u x v orthogonal ke v)
(identitas lagrange)
Teorema 6. Jika u, v dan w adalah sebarang vektor di ruang-3 dan k adalah sebarang
scalar, maka :
a.
b.
c.
d.
e.
f.
u x v = - (v x u)
u x (v + w) = (u x v) + (u x w)
(u + v) x w = (u x w) + v x w)
k(u x v) = (ku) x v = u x (kv)
ux0=0xu
uxu=0
Misalkan :
Tinjaulah vector-vektor : i = (1, 0, 0), j = (0, 1, 0), k = (0, 0, 1)
Setiap vector v = (v1, v2, v3) di ruang ke-3 dapat di ungkapkan dengan i, j, dan k, karenanya kita dapat
menuliskan
v = (v1, v2, v3) = v1(1, 0, 0) + v2(0, 1, 0) + v3(0, 0, 1) = v1i + v2j + v3k
dan dalam gambar berikut :
z
k
(0, 0, 1)
dan dari gambar ini di dapat :
j
i
(0, 1, 0)
y
0
i x j = (|
1
0
1 0 1 0
|,−|
|,|
|) = (0, 0, 1) = k
0
0 0 0 1
(1, 0, 0)
x
jika u dan v adalah vector-vektor taknol di ruang-3, maka
norma u x v mempunyai tafsiran geometric yang berguna. Identitas Lagrange, yang diberikan dalam
teorema 5, menyatakan bahwa :
ll u x v ll2 = ll u ll2 ll v ll2 – u . v
jika  menyatakan sudut di antara u dan v, maka u . v = ll u ll ll v ll cos , sehingga dapat kita
tuliskan kembali :
ll u x v ll2 = ll u ll2 ll v ll2 – ll u ll2 ll v ll2 cos2 
= ll u ll2 ll v ll2 (1 – cos2 )
= ll u ll2 ll v ll2 sin
Aljabar Linear Elementer
BAB V
RUANG – RUANG VECTOR
5.1 RUANG-N EUCLIDIS
Definisi : jika n adalah sebuah bilangan bulat positif, maka tupel-n-terorde (ordered-n-tupel)
adalah sebuah urutan n bilangan riil (a1,a2,………,an). himpunan semua tupe-n-terorde dinamakan
ruang-n dan dinyatakan dengan Rn .
Bila n=2 atau 3, maka kita biasanya menggunakan istilah pasangan terorde dan tripel terorde
dan bukannya tupelo-2-terorde dan tupelo-3-terorde. Bila n=1, setiap tupel-n-terorde terdiri dari satu
bilangan riil, sehingga R1 dapat ditinjau sebagai himpunan bilangan riil. Kita biasanya menuliskan R
dan bukannya R1 untuk himpunan ini.
Definisi dua vector u = (u1,u2,…..,un) dan v = (v1,v2,….,vn)pada Rn dinamakan sama jika
U1 = v1, u2 = v2, …..,un = vn
Jumlah u + vdidefinisikan oleh
u + v = (u1 + v1, u2 + v2,….,un + vn)
dan jika k adalah sebarang scalar, maka perkalian scalar ku didefinisikan oleh
ku = (ku1, ku2,…..kun)
Teorema 1. Jika u = (u1,u2,…..,un) , v = (v1,v2,….,vn) dan w = (w1, w2,…..,wn) adalah vector-vektor
pada Rn dan k serta l adalah scalar, maka :
a) U + v = v + u
b) U + (v + w) = (u + v) + w
c) U + 0 = 0 + u = u
d) U + (-u) = 0, yakni u – u = 0
e) K (lu) = (kl) u
f) K(u + v) = ku + kv
g) (k + l)u = ku + lu
h) 1u = u
Definisi. Jika u = (u1,u2,…..,un) dan v = (v1,v2,….,vn) adalah sebarang vector pada Rn, maka
hasil kali dalam euclidis (Euclidean inner product) u . v kita definisikan dengan
Aljabar Linear Elementer
u.v = u1 v1 + u 2v2 + ….. + un vn
Contoh
Hasil kali dalam euclidis dari vector-vektor itu adalah
u = (-1, 3, 5, 7) dan v = (5, -4, 7, 0)
Sedangkan R4 adalah u.v = (-1)(5) + (3)(-4) + (7)(0) = 18
Teorema 2. Jika u, v, dan w adalah vector pada Rn dan k adalah sebarang scalar, maka :
a) u . v = v . u
b) (u + v) . w = u . w + v . w
c) (ku) . v = k(u + v
d) v . v ≥ 0. Selanjutnya, v . v = 0 jika dan hanya jika v = 0
Contoh
Teorema 2 membolehkan kita melakukan perhitungan dengan hasil kali dalm euclidis yang
sangat merip dengan cara kita melakukan perhitungan hasil kali ilmu hitung biasa.
Misalnya,
(3u + 2v) . (4u + v) = (3u) . (4u + v) + (2v) . (4u + v)
= (3u) . (4u) + (3u) . v + (2v) . (4u) + (2v) . v
= 12(u . v) + 3(u . v) + 8(v . u) + 2(v . v)
= 12(u . u) + 11(u . v) 2(v . v)
Berdasarkan analogi dengan rumus-rumus yang sudah kita kenal baik R2maupun R3, kita definisikan
norma euclidis (atau panjang euclidis) vector u = (u1,u2,…..,un) pada Rn menurut
‖𝑢‖ = (𝑢. 𝑢)1/2 = √𝑢12 + 𝑢22 + … … . . +𝑢𝑛2
Demikian juga jarak euclidis diantara titik u = (u1,u2,…..,un) dan titik v = (v1,v2,….,vn) pada Rn
didefinisikan oleh
𝑑(𝑢, 𝑣) = ‖𝑢 − 𝑣‖ = √(𝑢1 − 𝑣1 )2 + (𝑢2 − 𝑣2 )2 + ⋯ + (𝑢𝑛 − 𝑣𝑛 )2
Contoh 3
Jika u = (1, 3, -2, 7) dan v = (0, 7, 2, 2) maka,
Aljabar Linear Elementer
‖𝑢‖ = √(1)2 +(3)2 + (−2)2 + (7)2 = √63 = 3√7
Dan d(u,v) = √(1 − 0)2 + (3 − 7)2 + (−2 − 2)2 + (7 − 2)2 = √58
Bagi vector pada notasi vertical, kita punyai rumus matriks
vtu = u . v
untuk hasil kali dalam euclidis. Misalnya jika
−1
5
3
−4
𝑢 = [ ] 𝑑𝑎𝑛 𝑣 = [ ]
7
5
0
7
Maka,
𝑡
𝑢 . 𝑣 = 𝑣 𝑢 = [5
−1
−4 7 0] [ 3 ] = [18] = 18
5
7
5.2 RUANG VEKTOR UMUM
Definisi. Misalkan V sebarang himpunan benda yang dua operasinya kita definisikan, yakni
penambahan dan perkalian dengan scalar (bilangan riil). Penambahan tersebut kita pahami untuk
mengasosiasikan sebuah aturan dengan setiap pasang benda u dan v dalam V, yang mengandung
elemen u + v, yang kita namakan jumlah u dan v; dengan perkalian scalar kita artikan aturan untuk
mengasosiasikannya baik untuk setiap scalar k maupun setiap benda u pada V yang mengandung
elemen ku, yang dinamakan perkalian scalar (scalar multiple) u oleh k. jika aksioma-aksioma berikut
dipenuhi oleh semua benda u, v, w pada V dan oleh semua scalar k dan l, maka kita namakan V
sebuah ruang vector (vector space) dan benda – benda pada V kita namakan vector :
1) jika u dan v adalah benda – benda pada V, maka u + v berada di V
2) u + v = v + u
3) u + (v + w) = (u + v) + w
4) ada sebuah benda 0 di V sehingga 0 + u = u + 0 = u untuk semua u di V
5) untuk setiap u di V, ada sebuah benda – u di V yang kita namakan negative u sehingga u + (u ) = (-u)+u = 0
6) jika k adalah sebarang scalar dan u adalah sebarang benda di V, maka ku berada di V
7) K(u + v) = ku + kv
8) (k + l)u = ku + lu
Aljabar Linear Elementer
9) K (lu) = (kl) u
10) 1u = u
Teorema 3. Misalkan V adalah sebuah ruang vector, u sebuah vector pada V, dan k sebuah
skalar, maka:
a) 0u = 0
b) K0 = 0
c) (-1)u = -u
d) Jika ku = 0, maka k = 0 atau u = 0
5.3 SUB-RUANG
Definisi : Subhimpunan W dari sebuah ruang vector V dinamakan subruang (subspace) V jika
W itu sendiri adalah ruang vector di bawah penambahan dan perkalian scalar yang didefinisikan pada
V.
Teorema 4
Jika w adalah himpunan dari satu atau lebih vector dari sebuah ruang vector V, maka w adalah
subruang dari V jika dan hanya jika kondisi-kondisi berikut berlaku.
a) Jika u dan v adalah vector-vektor pada , maka u + v terletak di w
b) Jika k adalah sebarang scalar dan u adalah sebarang vector pada w, maka ku berada di w.
Contoh
Perlihatkanlah bahwa himpunan W dari semua matriks 2x2 yang mempunyai bilangan nol pada
diagonal utamanya adalah subruang dari ruang vector M22 dari semua matriks 2x2 .
Pemecahan. Misalkan
𝐴=[
0
𝑎21
𝑎12
]
0
Adalah sebarang dua matriks pada matriks pada W dan k adalah sebarang scalar. Maka
𝑘𝐴 = [
0
𝑘𝑎21
𝑘𝑎22
]
0
Aljabar Linear Elementer
𝑑𝑎𝑛
𝐴+𝐵 =[
0
𝑎21 𝑎21
𝑎12 𝑏12
]
0
Oleh karena kA dan A + B mempunyai bilangan nol diagonal utama, maka kA dan A + B terletak
pada W. jadi, W adalah subruang dari M22
Contoh
Tinjaulah vector-vektor u = (1, 2, -1) dan v = (6, 4, 2) di R3. Perlihatkan bahwa w = (9, 2, 7) adalah
kombinasi linear u dan v serta bahwa w’ = (4, -1, 8) bukanlah kombinasi linear u dan v.
Pemecahan. Supaya w merupakan kombinasi linear u dan v, harus ada scalar k1 dan k2 hingga w = k1
u + k2 v ; yakni (4,-1, 8)=k1(1, 2, -1)+k2(6, 4, 2)
Atau (9, 2, 7)=(k1 + 6k2, 2k1 + 4k2, -k1 + 2k2)
Dengan menyamakan komponen yang bersesuaian memberikan
k1 + 6k2 = 4
2k1 + 4k2 = -1
-k1 + 2k2 = 8
System persamaan – persamaan ini tidak konsisten. Sehingga tidak ada scalar-skalar seperti itu.
Sebagai konsekuensinya, maka w’ bukanlah kombinasi linear u dan v.
Definisi. Jika v1, v2,…,vr adalah vector – vector pada ruang vector V dan jika masing – masing
vector pada V dapat dinyatakan sebagai kombinasi linear v1, v2,…,vr maka kita mengatakan bahwa
vetor – vector ini merentang V.
Contoh
Vector-vektor i = (1, 0, 0), j = (0, 1, 0) dan k = (0, 0, 1) merentang R3 karena setiap vector (a, b, c)
pada R3 dapat kita tuliskan sebagai
(a, b, c) = ai + bj + ck
Yang merupakan kombinasi linear I, j, dan k
Contoh
Tentukan apakah v1 = (1, 1, 2), v2 = (1, 0, 1), dan v3 = (2, 1, 3) merentang R3.
Pemecahan. Kita harus menentukan apakah sebarang vector b = (b1, b2, b3) pada R3 dapat dinyatakan
sebagai kombinasi linear
b = k1 v1 + k2 v2 + k3 v3
Aljabar Linear Elementer
dari vector – vector v1, v2, v3. Dengan menyatakan persamaan ini dalam komponen – komponen maka
akan memberikan
(b1, b2, b3) = k1 (1, 1, 2) + k2 (1, 0, 1) + k3 (2, 1, 3) atau
(b1, b2, b3) = (k1 + k2 + 2 k3,
k1 + k3, 2k1 + k2 + 3k3
Dapat juga k1 + k2 + 2 k3 = b1
k1 +
k3 = b2
2k1 + k2 + 3k3 = b3
Menurut bagian a dan bagian d dari teorema 15, maka system ini akan konsisten untuk semua nilai b 1,
b2, dan b3 jika dan hanya matriks koefisien – koefisien dapat dibalik.
1 1 2
A = [1 0 1]
2 1 3
Tetapi det (A) = 0, sehingga A tidak dapat dibalik, dan sebagai konsekuensinya, maka v1, v2, v3 tidak
merentang R3.
Teorema 5. Jika v1, v2,…,vr adalah vector-vektor pada ruang V, maka:
a) Himpunan W dari semua kombinasi linear v1, v2,…,vr adalah subruang V.
b) W adalah subruang terkecil dari V yang mengandung v1, v2,…,vr dalam arti bahwa setiap
subruang lain dari V yang mengandung v1, v2,…,vr harus mengandung W.
5.4 KEBEBASAN LINIER
Definisi. Jika S = 𝑆 = {𝑣1, 𝑣2,…, 𝑣𝑟 } adalah himpunan vector, maka persamaan vector
k1 v1 + k2 v2 + … + kr vr = 0
mempunyai paling sedikit satu pemecahan, yakni
K1 = 0,
k2 = 0,….., kr = 0
Jika ini adalah satu-satunya pemecahan, maka S kita namakan himpunan bebas linier (linearly
independen). Jika ada pemecahan lain, maka S kita namakan himpunan tak-bebas linier (linier
dependent).
Aljabar Linear Elementer
Contoh :
Himpunan vector-vektor 𝑆 = {𝑣1, 𝑣2 , 𝑣3 }, dimana v1= (2, -1, 0, 3), v2 = (1, 2, 5, -1), dan v3 = (7, -1, 5,
8) adalah himpunan tak bebas linier, karena 3v1 + v2 – v3 = 0.
Contoh :
Tinjaulah vektor-vektor i = (1, 0, 0), j = (0, 1, 0) dan k = (0, 0, 1) pada R3. Ruas komponen persamaan
vector
K1 i + k2 j + k3 k = 0
K1(1, 0, 0) + k2(0, 1, 0) + k3(0, 0, 1) = 0
Jadi , K1 = 0, k2 = 0 dan k3 = 0; sehingga himpunan S = (i, j, k) bebas linier. Uraian serupa dapat
digunakan untuk memperlihatkan bahwa vector-vector e1 = (0, 0, 0, … , 1), e2 = (0, 1, 0, 0, …, 0), …
,en = (0, 0, 0, …,0) membentuk himpunan bebas linier pada Rn.
Teorema 6. Himpunan S dengan dua vector atau lebih adalah
(a) Takbebas linier jika dan hanya jika paling tidak satu diantara vector S dapat
dinyatakan sebagai kombinasi linier dari vector S lainnya.
(b) Bebas linier jika dan hanya jika tidk ada vector S yang dapat dinyatakan
sebagai kombinasi linier dalam vector S lainnya.
Teorema 7.
(a) Jika sebuah himpunan mengandung vector nol, maka himpunan itu takbebas
linier
(b) Sebuah himpunan yang mempunyai persis dua vector takbebas linier jika dan
hanya jika salah satu dari vector itu adalah perkalian dari scalar lainnya
Aljabar Linear Elementer
Contoh interpretasi geometric dari ketakbebasan linier dalam R2
Z
Z
V2
V1
V1
y
y
V2
x
x
Z
(a)
(b)
V1
V2
y
x
(C)
Gambar 4.6 (a) takbebas linier, (b) takbebas linier, (C) bebas linier
Teorema 8. Misalkan 𝑆 = {𝑣1, 𝑣2 , … , 𝑣𝑟 } adalah himpunan vector-vektor pada Rn jika r > n, maka S
takbebas linier.
Aljabar Linear Elementer
BAB III
PENUTUP
Saran
Alangkah baiknya kita mengenal Matematika dulu sebelum kita menganggap Matematika itu
sulit, karena bila kita telah mengenal Matematika dengan baik dan menikmati bagaimana Matematika
itu bekerja akan terasa bahwa Matematika itu tidaklah seburuk apa yang kita pikirkan.
Aljabar Linear Elementer
DAFTAR PUSTAKA
Anton, Howard, Aljabar Linear Elementer, Jakarta: Erlangga, 1991.
Situs Internet:
www.google.com
www.wikipedia.com
Aljabar Linear Elementer
Download