Potensi Intuisi Dalam Psikologi Islam (Khathir, Ilham, Ilmu Ladunni, Waswas dan Firasat) Adieb Alfayed (0603515044) Sheila Hanisa (0603516057) Tengku Alsatriara (0603516060) Trizni Shabrina (0603516061) Fathia Rahmania (0603516073) Intuisi – Dalam Grolier encyclopedia 2000, Intuisi di artikan sebagai pengetahuan tentang konsep, kebenaran, atau pemecahan masalah, yang di capai secara spontan, tanpa melalui tahapan-tahapan penalaran dan penyelidikan. – psikolog maupun filosof, keduanya sepakat bahwa intuisi merupakan pengetahuan yang di dapat secara langsung, tanpa melalui proses dan prosedur berpikir ilmiah. – Intuisi mengarahkan seorang untuk memhamai isyarat, symbol, fenomena dan obyek-obyek tertentu yang di anggap sulit di cerna oleh nalar rasional. Karenannya menurut Berguson intuisi di pandang sebagai jenis intelektual yang tinggi. Intuisi dalam Psikologi Komteporer – Menurut Deporter, otak manusia di bagi dua bagian yaitu otak kiri dan otak kanan, yang memiliki tanggung jawab terhdapa cara berpikir dan mempunyai spesialisasi dalam kemampuan yang berbeda. – Proses berpikir otak kiri bersifat logis, sekeunsial, linear, teratur dan rasional berdasarkan realitas, sedangkan otak berpikir otak kanan bersifat acak, tidak teratur intuitif dan holistic. – De porter mengemukakan kecerdasan tertinggi dan bentuk tertinggi dari pikiran kreatif adalah intuisi. Intuisi dinpandang sebagai kemampuan untuk menerima atau menyadari informasi yang tidak dapat di terima kelima indra, intuisi tidak bertentangan dengan pikiran rasional, justru di dasarkan atas pemikiran rasional – Intuisi yang di kenal dalam psikologi kontemporer adalah bersifat antoposentris artinya berasal dari dalam diri manusia bukan dari luar. Dalam khazanah islam tidak di temukan term intuisi (al bads) secara tegas. Meskipun di temukan namun terdapat term lain yang hampir sama. Bahkan memiliki spesifikasi sendiri. 4 Term menurut para Sufi – Al khawatir adalah pikiran atau perintah yang datang secara tiba tiba pada diri manusia, menurut alghazali adalah suatu yang menggerakan hati manusia. Semua perilaku manusia bermula dari al khatbir dan menggerakan kecintaan (al ragbbab) dan kecintaan mengerakan keingianan yang kuat (al azam) dan keinginan yang kuat menggerakan niat kesadaran diri dan komitmen untuk melakukan sesuatu. – Al warid adalah limpahan pengetahuan, ketajaman berpikir dan bisikan kegembiraan atau kesedihan. Ia lebih tinggi daripada al khatbir pengaruh tergantungnya pada kesiapan atau kemampuan mental manusia, ia juga dapat menyebabkan ke gaiban dan kegilaan – Al hujum adalah sesuatu yang datang secara tiba tiba tanpa ada usaha melalui kekuatan peristiwa. – Al bawadib adalah kejutan kejutan gaib yang muncul secara tiba tiba yang menimbulkan kegembiraan atau kesedihan Al ghazali membagi dua al khawatir yaitu al khawatir was was, ia berasal dari setan yang memotivasi manusia untuk berbuat keburukan. – al khatbir yang pertama di hasilkan dari berkhayal, syahwat, amarah dan perilaku yang tercela – kedua al khatbir ilhami berasal dari malaikat yang mendorong untuk berbuat baik. – Al mahasibiy mengemukakan tanda tanda waswas karaternya membisikan manusia untuk meninggalkan ibadah wajib dan sunah, serta mengajak berbuat maksiat dan mengkomsumsi hal hal syubhat. al-was khathir al-syaytani – Datangnya was-dalam jiwa manusia sangatlah halus, seperti halusnya darah yang mengalir di seluruh tubuh manusia. Sangat halus hingga seseorang sulit menghalanginya. Waswas akan lebih sulit diidentifikasi ketika berhubungan dengan perbuatan yang baik. Untuk menghindari waswas – Untuk menghindari datangnya perasaan waswas, setidaknya masih ada cara yang dapat ditempuh. Terdapat 2 cara, yaitu, – Pertama, dengan berzikir pada Allah. – Abu Hurairah berkata: – “Waswas itu dilahirkan dari setan, apabila disebutkan asma Allah makai ia menghilang, namun apabila tidak disebut-Nya makai ia tetap bersemayam didalam kalbu” (Riwayat al-Bukhari) – Kedua, mengumandangkan azan dan iqamah sebelum sholat. – Nabi SAW bersabda “sesungguhnya setan apabila mendengar azan sholat maka ia berusaha mengeluarkan angin yang berbunyi sehingga tidak lagi terdengar suara azan , namun jika selesai maka ia kembali untuk membisikkan pada manusia (was-was). Demikian pula apabila ia mendengar iqamah maka ia pergi sampai tidak terdengar lagi suara iqamah, tetapi jika telah selesai, maka ia kembali untuk membisikkan pada manusia (waswas)”. (HR. Muslim dari Abu Hurairah) al-khathir insani – yaitu bisikan dari dalam manusia sendiri yang terdiri atas: – (1) Al-khathir al-‘aql, yang karakternya terkadang baik mengikuti perintah ilahi, dan terkadang menyesatkan mengikuti perintah syaithani; – (2) Al-khathir al-nafs (al-bawajis), yang mengajak manusia untuk mengumbar nafsu-nafsu impulsive dan primitifnya, seperti menghalalkan suatu cara, memakan makanan yang haram dan mengikuti hawa nafsu. Baik buruknya al-khatib insani sangat tergantung pada kendali diri. Jika seseorang mampu mengendalikan dirinya dengan berpegang teguh pada hukumhukum Allah SWT. Maka al-khatir ini menjadi baik. Bagian kedua ini seperti intuisi dalam pandangan filosof dan psikologi modern. al-khathir malaki – bisikan yang datangnya dari malaikat Allah. Karakternya membisikkan manusia untuk berbuat taat, jujur dan ikhlas kepada Allah SWT. Sehingga memberikan keselamatan dan kebahagiaan hidup di dunia maupun di akhirat. Malaikat merupakan makhluk Allah yang berkebalikan dari setan. Malaikat selalu taat kepada Allah, selalu bertasbih dan mendoakan yang baik terhadap hambahamba yang shalih. Bahkan hamba shalih selalu diberikan bisikan suci agar melakukan perbuatan yang baik. al-khathir al-rabbani – bisikan yang datangnya langsung dari Allah SWT (biasa juga disebut al-khatir al-ruh atau al-khatir al-yaqin) Para nabi dan rasul memperoleh anugerah bisikan ini melalui mukjizat. – Bisikan yang berasal dari Tuhan tidak dibedakan dengan bisikan yang berasal dari malaikat, sebab malaikat hanyalah pesuruh Allah. Malaikat merupakan makhluk Allah yang tidak punya daya pilih dan ia tidak melakukan apapun kecuali atas perintah-Nya. – Didalam kedua al-khathir yang terakhir, Ibnu Qayyim alJauziyah menentukan dua tingkatan dalam kategori ini. – Pertama, diterima melalui wahyu yang pasti dan diterima melalui pendengaran (sima) yang berhubungan dengan berita gaib yang besar. al-khatir semacam ini ada yang didengar secara langsung melalui pendengaran dan ada juga yang dihujamkan dalam ruh manusia. Wahyu dinilai sebagai pengetahuan tertinggi dari Allah SWT, karena hanya bisa diterima oleh orang yang jiwanya sempurna, yang terbebas dari segala kemaksiatan dan dosa seperti para nabi dan rasul. – Kedua, Ilham, yaitu bisikan yang datangnya dari Allah melalui malaikat dan memiliki 3 ciri. – 1. Apabila ilham itu datang maka penerimanya tembus pandang atau tembus dengar dan tidak ada penghalang baginya. – 2. Tidak melanggar ketentuan Allah, dan melanggar Syariah, seperti yang dilakukan oleh para dukun yang mendapat ilham syaitbani. Dan bisikan yang mengajak untuk membuka aib orang lain. – 3. Senantiasa bisikannya tidak akan salah. ILMU LADUNNI – Bisikan yang berupa ilham menghasilkan ‘ilm laduni, yaitu ilmu yang diberikan pada hamba-hamba Allah SWT yang jiwanya suci dan memiliki kemampuan untuk menerimanya. Firman Allah dalam QS. Al- Kahfi ayat 65; – “Yang telah kami berikan kepadanya rahmat dari sisi kami, dan yang telah kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi kami” – Perolehan ilmu dapat dicapai melalui pemberian rahmat yang bersifat ilahiah (al-rahmah al-ilahiyah). Tetapi juga terkadang tiba-tiba dimiliki oleh manusia setelah ia mendapatkan rahmat dari Allah SWT. – Sifat rahmah merupakan inti dari kelembutan hati manusia, Sifat ini merupakan nikmat dan anugrah yang utama, yang hanya diberikan kepada orang – orang tertentu seperti Nabi Khidir sehingga ia meiliki ilmu laduni Tingkatan Ilmu menurut Ibnu Qayyim al- Jauziyah; – ilmu jali (ilmu yang dapat dieksperimentasi secara empiris) – ilmu khafi (ilmu batin yang memuat rahasia-rahasia suciyang didapat melalui latihan diterima manusia berasal dari rahmat Allah (al-‘ilm al-ladunni al-rahmani), dan berasal dari setan ( al-‘ilm al-ladunni al- syaithani) Ada dua model pengetahuan intuitif yang telah mengalami puncaknya, yaitu: al-ma’rifah yang didapat oleh al ghazali (menggunakan daya al-qalb tanpa diikutsertakan peran al-aqal) al- isyraqiyah didapat oleh Suhra Wardi. (menggabung antar kedua daya tersebut) – Pengetahuan intuitif yang berada dibawah ilham atau ilmu laduni adalah firasat, artinya tanda-tanda tentang sesuatu yang belum terjadi. firasat adalah lintasan pikiran batin yang merasuk pada kalbu tanpa adanya kontadiksi. Firasat diberikan oleh Allah SWT kepada hati orang yang dekat dengan-Nya. Seseorang dapat memiliki firasat melalui dua jalur; firasat yang diperoleh dengan memperhatikan kebiasaan-kebiasaan melalui sebab-sebab sesuatu firasat yang diperoleh karena pemberian dari Allah SWT yang langsung dihujamkan pada kalbunya. – Menurut Ibnu Qayyim, firasat terbagi atas tiga macam, yaitu: o firasat yang disebabkan keimanan o firasat yang disebabkan oleh latihan o firasat yang berkaitan dengan keadaan penciptaan. Struktur kejiwaan yang digunakan oleh para psikolog-falsafi dalam menerima ilham adalah al-nafs al-nathiqah (jiwa rasional). Menurut Ibnu Sina, ketika jiwa rasional telah mencapai puncaknya, yang disebut dengan akal mustafad (acquired intellect), maka manusia memperoleh kekuatan nalar dan pengetahuan yang luar biasa yang disebut dengan intuisi (al-hads), yaitu daya yang mampu memperoleh pengetahuan tanpa melalui proses belajar atau latihan, dan dengan mudah ia mampu menerima limpahan cahaya atau wahyu dari Allah SWT. melalui akal Fa’al (Malaikat Jibril) Sedangkan psikolog-sufistik untuk meraih ilham, ilmu laduni maupun firasat lebih memfungsikan struktur kalbu (al-qalb) atau cita rasa (aldawq). Struktur kalbu memiliki fitrah ilahiyah yang naturnya mengikuti natur ruh. Karena ruh diciptakan tidak dengan proses graduasi maka kalbu pun terkadang menangkap pengetahuan tanpa melalui proses dan tahapan-tahapan berpikir biasa. Meskipun kedua kubu psikolog tersebut berbeda cara dan struktur yang digunakannya, muara pemikirannya tetap sama yaitu menginginkan limpahan pengetahuan dari Allah SWT melalui daya intuisinya. Dalam Psikologi Islam, selain intuisi yang didapat dari daya inner manusia, seperti al-khathir al-insani, juga berasal dari bisikan manusia, seperti al-khathir al-syaithani (bisikan buruk), al khatir al-malaki dan alkhathir al-rabbani (bisikan yang baik). Sedangkan dalam Psikologi Barat Kontemporer hanya mengenal intuisi yang berasal dari inner manusia sendiri. Intuisi yang memungkinkan dimiliki manusia adalah dalam bentuk ilham, waswas, dan intuisi produk dari struktur kejiwaan manusia sendiri (alhawajis). Ibnu Qayyim al-Jauziyah secara tegas membedakan antara ilham dan waswas, yaitu: Ilham dapat menghantarkan seseorang untuk berbuat sesuatu yang diridhai oleh Allah SWT. dan rasulNya, sedangkan waswas sebaliknya. Ilham dapat mendatang kepasrahan, penyadaran, dan hasrat untuk bermuwajahan kepada Allah SWT., sedangkan waswas menuju pada musuh-musuhNya. Ilham dapat menerangi ruangan batin yang dapat melapangkan dada, sedangkan waswas dapat mendatangkan kegelapan batin yang menyesakkan dada. Ilham dapat mendatangkan ketenangan dan ketenteraman, sedangkan waswas mendatangkan keresahan dan kegoncangan. Al- Samaqandi yang dikutip dari Al- Syarqawiy menyatakan bahwa bentuk-bentuk waswas yang menyelinap kedalam jiwa manusia melalui sepuluh pintu yang dapat ditutup oleh sepuluh penghalang, yaitu: 1 Buruk sangka (Su’udzon) Baik sangka (Husnudzon) 2 Cinta gemerlapan dunia dan memiliki angan-angan yang panjang terhadap dunia Zuhud dan takut (khauf) kepada Allah 3 Hidup ongkang-ongkangan dan cenderung pada pihak kiri (pihak yang salah) Sungguh-sungguh (al-mujahadah) 4 Suka penipu Jujur 5 Suka mengejek atau mengolok-olok Menghargai orang lain 6 Iri dengki (hasud) Ikut merasa senang dengan kesenangan orang lain 7 Pamer (riya’) Ikhlas dalam beramal 8 Pelit (bakhil) Dermawan 9 Sombong (al-kibr) Rendah Diri 10 Rakus (thama’) Menerima apa yang ada (qana’ah) – Intuisi juga tidak netral etik. Artinya, seseorang tidak hanya berpotensi untuk menerima intuisi melainkan dituntut untuk mampu memilah-milih intuisi yang mana yang benar dan yang mana yang menyesatkan – Ada beberapa cara bagaimana seseorang dapat menumbuhkan potensi intuisinya yang maksimal. Namun kunci utama dari segala cara itu adalah “Tazkiyah al-nafs” Syair Imam Syafi'i tentang menghindari maksiat – Artinya “aku mengadukan buruknya hafalanku kepada guru. Lalu ia menunjukkan agar aku meninggalkan maksiat. Ia memberitahu bahwa ilmu adalah cahaya. Dan cahaya Allah tidak diberikan kepada orang yang maksiat”. Menurut Al- Ghazali, kalbu itu bagaikan cermin, sementara ilmu adalah pantulan gambar realitasnya. Apabila cermin kotor maka pantulannya tidak jelas dan suram dan tidak mampu memantulkan realitas yang sesungguhnya. “Tazkiyah al-nafs” merupakan salah satu metode untuk mengembalikan jati diri seseorang kepada fitrah asalnya, yakni suci dan bersih Masalah-masalah keimanan terkadang tak dapat terjangkau oleh rasio manusia, namun hal itu tidak berarti bahwa masalah-masalah keimanan merupakan masalah yang irasional, tetapi sesungguhnya metarasional dan supra-rasional. – Firman Allah SWT dalam QS Nur ayat 35 yang artinya : “Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. Perumpamaan cahaya Allah, adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus, yang di dalamnya ada pelita besar. Pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat(nya), yang minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api. Cahaya di atas cahaya (berlapislapis), Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang dia kehendaki, dan Allah memperbuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu”. KESIMPULAN Intuisi di artikan sebagai pengetahuan tentang konsep, kebenaran, atau pemecahan masalah, yang di capai secara spontan, tanpa melalui tahapan-tahapan penalaran dan penyelidikan. Dalam khazanah islam, Al qusyairi secara jelas menggunakan term al khawatir, al warid, al bawadib dan al hujum. Waswas merupakan perasaan yang datangnya dari setan. Perasaan waswas dapat dihilangkan dengan dua cara, yakni berzikir kepada Allah SWT dan mengumandangkan azan serta iqamah. Ada tiga bisikan bisikan dari setan (al-khathir al-syaytani) bisikan dari manusia sendiri (al-khathir insani) terbagi dalam 2 jenis, • al-khathir al-aql’ dan al-khathir al nafs. bisikan dari malaikat (al-khathir Malaki). bisikan dari Allah (al-khathir Rabbani) yang hanya didapatkan oleh nabi dan rasul melalui mukjizat. Ilham, yaitu bisikan yang datangnya dari Allah melalui malaikat. Bisikan yang berupa ilham menghasilkan ‘ilm laduni, yaitu ilmu yang diberikan pada hamba-hamba Allah SWT, yang jiwa nya suci dan memiliki kemampuan untuk menerimanya. ‘Ilm laduni, yaitu ilmu yang diberikan pada hamba-hamba Allah SWT yang jiwanya suci dan memiliki kemampuan untuk menerimanya Perolehan ilmu dapat dicapai melalui pemberian rahmat yang bersifat ilahiah Pengetahuan intuitif yang berada dibawah ilham atau ilmu laduni adalah firasat yang artinya tanda-tanda tentang sesuatu yang belum terjadi. firasat adalah lintasan pikiran batin yang merasuk pada kalbu tanpa adanya kontadiksi. Firasat diberikan oleh Allah SWT kepada hati orang yang dekat dengan-Nya. Struktur jiwa yang mampu menangkap wahyu dan ilham adalah kalbu, atau tingkat tertinggi dari jiwa rasional yang disebut dengan ‘aql mustafad, sebab keduanya memiliki potensi intuitif. Ada beberapa cara bagaimana seseorang dapat menumbuhkan potensi intuisinya yang maksimal. Namun kunci utama dari segala cara itu adalah “Tazkiyah al-nafs”, yaitu membersihkan dan mensucikan diri dari segala kotoran, dosa dan maksiat. Karena dosa dan maksiat merupakan penghalang (hijab) yang dapat menghalangi datangnya intuisi. “Tazkiyah al-nafs” merupakan salah satu metode untuk mengembalikan jati diri seseorang kepada fitrah asalnya, yakni suci dan bersih. Dengan potensi jiwa yang bersih dan suci, seseorang mampu memperoleh cahaya batin.