M O D U L 8 STRUKTUR MOLEKUL III Tujuan Pembelajaran : Mahasiswa mampu memahami konsep teori ikatan valensi dan orbital hibrida, model overlap orbital dan jenis ikatan kovalen, serta teori orbital molekul dan delokalisasi elektron STRUKTUR MOLEKUL III 1. Hibridisasi orbital atom (TEORI IKATAN VALENSI) Konsep orbital atom yang saling tumpang-tindih seharusnya dapat diterapkan juga untuk molekul-molekul poliatomik. Tetapi, skema pengikatan yang memuaskan harus menjelaskan geometri molekul. Kita akan membahas tiga contoh teori ikatan valensi terhadap ikatan dalam molekul poliatomik. hibridisasi sp3 Perhatikan molekul CH4. Dengan memusatkan perhatian hanyaa pada elektron valensi, kita dapat menggambarkan diagram orbital C sebagai 2s 2p Karena atom karbon memiliki dua elektron tak berpasangan (satu dalam tiap orbital 2p), atom karbon hanya dapat membentuk dua ikatan dengan hidrpgen dalam keadaan dasar. Walaupun spesi CH2 memang dikenal, spesi ini sangat tidak stabil. Untuk menjelaskan keempat ikatan C−H dalam metana, kita dapat mencoba mempromosikan satu elektron (yaitu, mengeksitasi dengan bantuan energi) dari orbital 2s ke orbital 2p. 2s 2p Sekarang terdapat empat elektron tak berpasangan pada atom C yang dapat membentuk empat ikatan C−H. Tetapi, geometrinya salah, karena ketiga sudut ikatan HCH akan menjadi 90˚(ingat bahwa tiga orbital 2p pada atom Csaling tegak lurus), padahal semua sudut ikatan HCH adalah 109,5˚. Untuk menjelaskan ikatan dalam metana (CH4), teori ikatan valensi menggunakan orbital hibrida hipotesis, yaitu orbital atom yang diperoleh ketika dua atau lebih orbital yang tidak setara pada atom yang sama bergabung untuk bersiap-siap membentuk ikatan kovalen. Hibridisasi adalah istilah yang digunakan untuk pencampuran orbital-orbital atom dalam suatu atom (biasanya atom pusat) untuk menghasilkan sekumpulan orbital hibrida. Kita dapat menghasilkan empat orbital hibrida yang setara untum atom C dengan mencampurkan orbital 2s dan tiga orbital 2p: 3p Pembentukan molekul hibrida sp3 Karena orbital baru dibentuk dari satu orbital s dan tiga orbital p, orbital itu disebut orbital hibrida sp3, gambar diatas menunjukkan bentuk dan orientasi orbital sp3 dengan sudut tetrahedron sebesar 109,5˚. Contoh lain hibridisasi sp3 adalah amonia (NH3) dimana susunan keempat elektronnya menunjukkan tetrahedral, jadi ikatan dalam NH3 dapat dijelaskan dengan mengasumsikan bahwa N, seperti C dalam CH 4, terhibridisasi sp3. Konfigurasi dasar dari N adalah 1s2 2s2 3p3, jadi diagram orbital untuk atom N yang terhibridisasi sp3 adalah 3p Tiga dari empat orbital hibrida membentuk ikatan kovalen N−H, dan orbital hibrida keempat membuat pasangan elektron bebas pada nitrogen. Tolakan antara pasangan elektron bebas dan elektron ikatan dalam orbital ikatan memperkecil sudut ikatan HNH dari 109,5˚ menjadi 107,3˚. Pentin untuk memahami hubungan antara hibridisasi dan model TPEKV. Kita menggunakan hibridisasi untuk menggambarkan skema ikatan hanya ketika susunan pasangan elektron sudah diramalkan dengan model TPEKV. Jika model TPEKV meramalkan bentuk susunan pasangan elektron yang tetrahedral, maka kita mengasumsikan bahwa satu orbital s dan tiga orbital p terhibridisasi membentuk empat orbital hibrida sp3. Berikut gambar atom N dalam NH3 terhibdisasi sp3. hibridisasi sp Molekul berilium klorida (BeCl2) diramalkan linear oleh TPEKV. Diagram orbital untuk elektron valensi dalam Be adalah 2s 3p Kita mengetahui bahwa pada keadaan dasar, Be tidak membentuk ikatan kovalen dengan Cl karena elektronnya berpasangan dalam orbital 2s. Jadi kita kembali pada hibridisasi untuk menjelaskan perilaku ikatan Be. Petama-tama terjadi eksitasi elektron 2s ke orbital 2p, menghasilkan 3p 2s Sekarang terrdapat dua orbital Be yang tersedia untuk ikatan, yaitu 2s dan 2p. Tetapi, jika dua atom Cl bergabung dengan Be dalam keadaan tereksitasi ini, satu atom Cl akan berbagi elektron 2s dan atom Cl yang lain akan berbagi elektron dengan 2p, membuat dua ikatan BeCl yang tidak setara. Skema ini bertentangan dengan bukti percobaan. Dalam molekul BeCl2 yang sebenarnya, kedua ikatan BeCl identik dalam berbagai hal. Jadi orbital 2s dan 2p harus bercampur, atau terhibridisasi, untuk membentuk dua orbital hibrida sp yang setara. orbital sp orbital 2p yang kosong Dari gambar diatas menunjukkan bentuk dan orientasi orbital sp. Kedua orbital ini terletak pada garis yang sama, yaitu sumbu-x, sehingga sudut diantaranya adalah 180˚. Dengan demikian setiap ikatan BeCl terbentuk akibat tumpangtindih satu orbital hibrida sp Be dan tiga orbital 3p Cl, dan menghasilkan molekul BeCl2 yang memiliki geometri linear. hibridisasi Hibridisasi sp2 Berikut kita akan melihat molekul BF3 (boron triflourida), yang dikenal memiliki geometri datar dan berdasarkan TPEKV. Dengan hanya memperhatikan elektron valensi, diagram orbital B adalah 2s 2p Pertama-tama, terjadi eksitasi elektron 2s ke orbital 2p yang kosong: 2s 2p Pencampuran orbital 2s dan dua orbital 2p menghasilkan tiga orbital hibrida sp2: orbital sp2 orbital 2p yang kosong Ketiga orbital sp2 ini terletak pada bisang yang sama, dan sudut antara dua ikatan diantaranya adalah 120˚. Setiap ikatan BF terbentuk dari tumpang-tindih orbital hibrida sp2 boron dan orbital sp2 flourin. Molekul BF3 berbentuk datar dengan sudut FBF sama dengan 120˚. Hal ini sesuai dengan hasil percobaan dan juga ramalan TPEKV. Berikut ini pembentukan orbital sp2. hibridisasi Orbital hibrida sp2 boron saling tumpang-tindih dengan orbital 2p flourin. Disini memungkinkan kita untuk memperhatikan hubungan yang menarik antara hibridisasi dan aturan oktet. Terlepas dari jenis hibridisasinya, suatu atom yang awalnya memiliki satu orbital s dan tiga orbital p akan memiliki empat orbital, yang cukup untuk menampung total delapan elektron dalam suatu senyawa. Untuk unsur-unsur periode kedua tabel periodik, delapan adalah jumlah maksimum elektron yang dapat ditampung dalam kulit valensi atom unsur-unsur ini. Karena alasan inilah maka aturan oktet biasanya dipenuhi oleh unsur-unsur periode kedua. Situasinya akan berbeda untuk atom unsur priode ketiga. Jika kita hanya menggunakan orbital 3s dan 3p atom itu akan membentuk orbital hibrida dalam molekul, maka berlaku aturan oktet. Tetapi, dalam beberapa molekul, atom yang sama dapat menggunakan satu atau lebih orbital 3d, sebagai tambahan ke orbital 3s dan 3p, untuk membentuk orbital hibrida. Dalam kasus ini, aturan oktet tidak berlaku. Kita akan segera melihat contoh-contoh khusus keterlibatan orbital 3d dalam hibridisasi. Untuk meringkas pembahasan kita tentang hibridisasi, kita mencatat bahwa; 1. Konsep hibridisasi tidak diterapkan pada atom yang terisolasi. Konsep ini merupakan model teoritis yang digunakan hanya untuk menjelaskanikatan kovalen. 2. Hibridisasi adalah pencampuran dari sedikitnya dua orbital atom yang tidak setara, misalnya orbital s dan p. Jadi, orbital hibrida bukanlah orbital atom yang asli. Orbital hibrida dan orbital atom asli memiliki bentuk yang sangat berbeda. 3. Jumlah orbital hibrida yang dihasilkan sama dengan jumlah orbital atom asli yang terkibat dalam proses hibridisasi. 4. Hibridisasi membutuhkan energi; tetapi, sistem memperoleh energi kembali ini bahkan lebih, selama pembentukan ikatan. 5. Ikatan kovalen dalam molekul dan ion poliatomik terbentuk akibat tumpangtindih orbital-orbital hibrida, atau orbital hibrida dengan orbital yang tidak terhibridisasi. Jadi, skema ikatan hibridisasi masih dalam kerangka teori ikatan valensi; elektron-elektron dalam molekul diasumsikan menempati orbitalorbital hibrida dalam masing-masing atom. Prosedur hibridisasi orbital atom Sebelum mulai membahas hibridasi orbital d, mari kita tentukan dulu apa yang perlu kita ketahui untuk menerapkan hibridisasi pada ikatan dalam molekul poliatomik secara umum. Pada dasarnya, hibridisasi hanyalah perluasan teori Lewis dan model TPEKV. Untuk menentukan keadaan hibridasasi yang cocok pada atom pusat dalam suatu molekul, kita harus memiliki beberapa gagasan tentang geometri molekul. Langkah-langkahnya adalah 1. Gambar struktur Lewis molekul tersebut. 2. Ramalkan susunan pasangan elektron secara keseluruhan (baik pasangan elektron ikatan muatan pasangan elektron bebas) dengan menggunakan model TPEKV. 3. Turunkan hibridisasi atom pusat dengan mencocokkan susunan pasangan elektron dengan yang terdapat pada orbital hibridanya. Hibridisasi orbital s, p dan d Kita telah melihat bahwa hibridisasi menjelaskan dengan baik ikatan yang melibatkan orbital s dan p. Ometri Tetapi, untuk unsur-unsur dalam periode ketiga dan seterusnya, kita tidak selalu dapat menjelaskan geometri molekul dengan hanya mengasumsikan hanya orbital s dan p yang mengalami hibridisasi. Misalnya untuk memahami pembentukan molekul dengan geometri segitigabipiramid atau oktahedral, kita harus menyertakan orbital d dalam konsep hibridisasi. Perhatikan molekul SF6 sebagai suatu contoh dimana kita bisa melihat geometri molekul ini adalah oktahedral, yang juga merupakan susunan keenam pasang elektronnya, dimana SF6 terhibridisasi sp3d2 dengan konfigurasi elektronnya[Ne]3s2 3p4: 3s 3p 3d Karena tingkat energi 3d cukup dekat dengan tingkat energi 3s dan 3p, elektronelektron 3s dan 3p dapat dieksitasikan ke dua dari orbital 3d: 3s 3p 3d Pencampuran orbital 3s, tiga orbital 3p, dan dua orbital 3d menghasilkan enam orbital hibrida sp3d2 3d orbital sp3d2 orbital 3p yang kosong Keenam ikatan S-F terbentuk akibat tumpang tindih orbital hibrida atom S dan orbital 2p atom F. Karena terdapat 12 elektron disekitar atom S, aturan oktet dilanggar. Pengunaan orbital d sebagai tambahan kepada orbital s dan p untuk membentuk suatu oktet yang diperluas (perluasan kulit valensi). Unsur-unsur periode kedua, tidak seperti unsur-unsur periode ketiga, tidak memiliki tingkat energi 2d, jadi unsur-unsur ini tidak pernah dapat perluasan kulit valensinya. (Ingat kembali bahwa pada n = 2, l = 0 dan 1, kita hanya dapat memiliki orbital 2s dan 2p). Jadi atom-atom unsur periode kedua tidak pernah dapat dikelilingi oleh lebih dari delapan elektron dalam senyawa apapun yang dibentuknya. 2. Hibridisasi dalam molekul yang mengandung ikatan rangkap dua dan rangkap tiga Konsep hibridisasi berguna juga untuk molekul dengan ikatan rangkap dua dan ikatan rangkap tiga. Sebagai contoh molekul etilena C2H4, dimana mengandung ikatan rangkap dua C=C dan memiliki geometri datar. Baik geometri maupun ikatannya dapat dipahami jika kita mengasumsikan bahwa setiap atom karbon terhibridisasi sp2. 2s 2p 2s 2p Promosi elektron Keadaan terhibridisasi sp2 orbital sp2 2pz Dari gambar diatas menunjukkan diagramorbital untuk proses hibridisasi ini. Kita mengasumsikan bahwa hanya orbital 2px dan 2py yang bergabung dengan orbital 2s, dan bahwa orbital 2pz tetap tidak berubah. 90o 120o Pada gambar diatas menunjukkan bahwa orbital 2pz tegak lurus dengan bidang orbital hibrida. Berikut ini kita akan menjelaskan bagaimana ikatan pada atom C sebagaimana yang ditunjukkan pada gambar dibawah ini, dimana setiap atom karbon menggunakan tiga orbital hibrida sp2 untuk membentuk dua ikatan dengan dua orbital 2s hidrogen dan satu ikatan dengan orbital hibrida sp2 atom C disebelahnya. H 1s H 1s C H 1s C a H 1s Sebagai tambahan, dua orbital 2pz atom C yang tidak terhibridisasi membentuk ikatan lain dengan saling tumpang-tindih secara menyamping. Lihat gambar berikut: 2pz 2pz H C C C H b H C H c Keterangan : Ikatan dalam asetilena C2H4, (a) Tampak atas dari ikatan sigma antara atom karbon dan antara atom karbon dan atom hidrogen. Semua atom terletak pada bisang yang sama. (b) Tampak samping memperlihatkan bagaimana dua orbital 2pz pada dua atom karbon saling tumpah-tindih, yang pembentukan ikatan phi. (c) Interaksi dalam (a) dan (b) mengarah pada pembentukan ikatan sigma dan ikatan phi dalam etilena. Perhatikan bahwa ikatan phi terletak diatas dan dibawah bidang molekul. Pembedaan dilakukan antara dua jenis ikatan kovalen dalam C2H4. Ketiga ikatan yang dibentuk oleh setiap atom C adalah semua ikatan sigma yaitu ikatan kovalen yang terbentuk akibat tumpang-tindih orbital-orbital ujung ke ujung, dengan kerapatan elektron terkonsentrasi diantara 2 inti atom yang berikatan. Jenis kedua disebut ikatan phi yang didefinisikan sebagai ikatan kovalen yang terbentuk akibat tumpang-tindih orbital-orbital secara menyamping dengan kerapatan elektron yang terkonsentrasi diatas dan diabawah bidang ini atom yang berikatan. Kedua atm membentuk ikatan phi, ikatan phi ini yang membuat etilena memiliki geometri mendatar. Molekul asetilena (C2H2) mengandung ikatan rangkap tiga karbon-karbon. Karena molekul tersebut linear, kita dapat menjelaskan geometri dan ikatannya dengan mengasumsikan bahwa setiap atom C terhibridisasi sp dengan mencampurkan orbital 2s dengan orbital 2px. Kedua orbital sp pada setiap atom C membentuk satu ikatan sigma dengan orbital 1s hidrogen dan ikatan sigma lain dengan atom C lainnya. Sebagai tambahan, dua ikatan phi terbentuk akibat tumpang-tindih secara menyamping orbital 2py dan 2pz yang tidak terhibridisasi. Jadi ikatan C≡C tersusun atas satu ikatan sigma dan 2 ikatan phi. Aturan berikut membantu kita meramlakan hibridisasi dalam molekul yang mengandung ikatan rangkap: jika atom pusat membentuk satu ikatan rangkap dua, molekul itu terhibridisasi sp2; jika molekul tersebut membentuk dua ikatan rangkap atau satu ikatan rangkap tiga, molekul itu terhibridisasi sp. Perhatikan juga bhawa aturan ini hanya berlaku pada atom unsur-unsur periode kedua. Atom-atom unsur periode ketiga dan seterusnya yang membentuk ikatan rangkap dua atau tiga memberikan gambaran lebih rumit dan tidak dibahas disini. 2pz H 1s C C 2pz H 1s C a 2py 2py b c C Keterangan : ikatan asetilena, C2H2, (a) Tampak atas menunjukkan tumpang-tindih orbital-orbital sp antara atom C dan tumpang-tindih orbital sp dengan orbital 1s antara atom C dan atom H. Semua atom terletak pada garis lurus; jadi asetilena adala molekul linear. (b) Tampak samping tumpang-tindih dua orbital 2py dan dua orbital 2pz kedua atom karbon, yang mengarah pada pembentukan dua ikatan phi. (c) pembentukan ikatan sigma dan ikatan phi sebagai hasil interaksi dalama (a) dan (b). 2. Teori Orbital Molekul Teori ikatan valensi adalah salah satu dari dua pendekatan mekanika kuantum yang menjelaskan ikatan dalam molekul. Teori ini menjelaskan, paling tidak secara kualitatif, kestabilan ikatan kovalen sebagai akibat tumpang-tinding orbital-orbital atom. Dengan menggunakan konsep hibridisasi, teori ikatan valensi dapat menjelaskan geometri molekul yang diramalkan oleh model TPEKV. Tetapi, asumsi bahwa elektron-elektron dalam suatu molekul menempati orbital-orbital atom pada masing-masing atom hanya dapat berupa hampiran, karena setiap elektron ikatan dalam satu molekul harus berada dalam suatu orbital yang mencirikan molekul secara keseluruhan. Dalam beberapa kasus, teori ikatan valensi tidak dapat menjelaskan sifat-sifat molekul yang teramati secara memuaskan. Perhatikan molekul oksigen, yang struktur Lewisnya adalah O O Menurut gambaran ini, semua elektron pada O2berpasangan dan molekulnya seharusnya bersifat diamagnetik. Tetapi hasil perciobaan telah menunjukkan bahwa molekul oksigen bersifat paramagnetik, dengan dua elektron yang tidak berpasangan. Sifat magnet dan sifat-sifat molekul yang lain kadangkala lebih baik dijelaskan dengan pendekatan mekanika kuantum yang lain disebut melalui istilah Teori Orbital Molekul. Teori ini menggambarkan ikatan kovalen melalui istilah orbital molekul yang dihasilkan dari interaksi orbital-orbital atom yang berikatan dan yang tidak berikatan dengan molekul secara keseluruan. Perbedaan antara orbital molekul dan orbital atom adalah bahwa orbital atom terkait hanya dengan satu atom. Orbital Molekul Ikatan Dan Anti Ikatan Menurut teori OM, tumpang tindih orbital 1s dua atom hidrogen mengarah pada pembentukan dua orbital molekul; satu orbital molekul ikatan dan satu orbital molekul antiikatan. Orbital Molekul Ikatan memiliki energi yang lebih rendah dan kestabilan yang lebih besar dibandingkan dengan orbital-orbital atom pembentuknya. Pada orbital molekul ikatan penempatan elektron dalam orbital molekul ikatan menghasilkan ikatan kovalen yang stabil, sedangkan penempatan elektron dalam orbital molekul antiikatan menghasilkan ikatan yang tidak stabil. Dalam orbital molekul ikatan kerapatan elektron lebih besar di antara inti atom yang berikatan. Di sisi lain, dalam orbital molekul antiikatan, kerapatan elektron mendekati nol di antara inti. Kita dapat memahami perbedaan ini jika kita mengingat kembali bahwa elektron dalam orbital memiliki sifat gelombang. Salah satu sifat unik gelombang memungkinkan gelombang sejenis untuk berinteraksi sedemikian rupa sehingga gelombang resultannya memiliki amplitudo yang diperbesar atau amplitudo yang diperkecil. Dalam kasus pertama, kita sebut interaksi sebagai interferensi konstruktif; dalam kasus kedua disebut interfernsi destruktif. Pembentukan orbital molekul ikatan berkaitan dengan interferensi kosntruktif (peningkatan amplitudo analog dengan penumpukan kerapatan elektron diantara kedua inti). Pembentukan orbital kmolekul antiikatan berkaitan dengan interferensi destruktif (penurunan amplitudo analog molekul dengan penurunan kerapatan elektron di antara kedua inti). Jadi, interaksi konstruktif dan interaksi destruktif antara dua orbital 1s dalam molekul H2, mengarah pada pembentukan orbital molekul ikatan sigma (σ1s) dan pembentukan orbital antiikatan sigma σ* 1s dengan tanda bintang melambangkan orbital antiikatan. Dalam orbital molekul sigma (ikatan atau antiikatan) kerapatan elektron terkonsentrasi secara simetris di seputar garis antar kedua inti atom yang berikatan. Dua elektron dalam orbital molekul sigma membentuk ikatan sigma. Ingat bahwa ikatan kovalen tunggal (seperti H−H atau F−F) hampir selalu berupa ikatan sigma. Dalam orbital molekul phi (ikatan atau antiikatan) kerapatan elektron terkonsentrasi di atas dan di bawah garis imajiner yang menghubungkan kedua inti atom yang berikatan. Dua elektron dalam orbital molekul phi membentuk ikatan phi. Ikatan rangkap dua hampir selalu terdiri atas ikatan sigma dan ikatan phi: ikatan rangkap tiga selalu berupa ikatan sigma plus dua ikatan phi. 2.1 Konfigurasi Orbital Molekul Untuk memahami sifat-sifat molekul, kita harus mengetahui bagaimana elektroelektron terdistribusi di antara orbital-orbital molekul. Berikut ini dijelaskan aturan konfigurasi elektron molekul dan kestabilan: Untuk menulis konfigurasi elektron suatu molekul, pertama-tama kita harus menyusun orbital molekul sesuai dengan kenaiakan energinya. Kemudian kita menggunakan panduan dibawah ini untuk mengisi orbital-orbital molekul dengan elektron. Aturan tersebut juga membantu kita memahami kestabilan orbital molekul. Jumlah orbital molekul yang terbentuk selalu sama dengan jumlah orbital atom yang bergabung. Semakin stabil orbital ikatan, semakin kurang stabil orbital molekul antiikatan yang berikatan. Pengisian orbital molekul dimulai dari energi rendah ke energi tinggi. Dalam molekul stabil, jumlah elektron dalam orbital molekul ikatan selalu lebih banyak daripada dalam orbital molekul antiikatan karena kita selalu menempatkan elektron dalam orbital molekul ikatan yang berenergi lebih rendah terlebih dahulu. Seperti orbital atom, setiap orbital molekul dapat menampung hingga dua elektron dengan spin berlawanan sesuai dengan asa larangan Pauli. Ketika elektron ditambahkan ke orbital molekul dengan energi yang sama, susunan yang paling stabil diramalkan oleh aturan Hund: yaitu, elektron memasuki ke orbital-orbital molekul ini dengan spin sejajar. Jumlah elektron dalam orbital molekul sama dengan jumlah semua elektron pada atom-atom yang berikatan. Molekul Hidrogen dan Helium Pada subbab ini nanti, kita akan mempelajari molekul-molekul yang terbentuk dari atom-atom unsur periode kedua. Sebelumnya, sebagai pelajaran kita akan meramlakan kestabilan relatif spesi-spesi sederhana seperti, H2+, H2, He2+ dan He2 dengan menggunakan diagram tingkat energi. Orbital σ1s dan σ1s* dapat menampung maksimum empat elektron. Jumlah total elektron bertambah dari satu untuk He 2+ menjadi empat untuk He2. Asas larangan Pauli menyatakan bahwa setiap orbital molekul dapat menampung maksimum dua elektron dengan spin yang berlawanan. Dalam kasus ini, kita hanya akan memperhatikan konfigurasi elektron keadaan dasar. Untuk menghitung kestabilan spesi-spesi ini, kita tentukan orde ikatan-nya yang didefinisikan sebagai Orde ikatan menyatakan kekuatan suatu ikatan. Misalnya, jika terdapat dua elektron pada orbital molekul ikatan dan tak terdapat elektron pada orbital molekul antiikatan, orde ikatannya adalah satu, yang berarti bahwa terdapat satu ikatan kovalen dan molekul itu satabil. Perhatikan bahwa order ikatan dapat berupa nilai pecahan, tertapi orde ikatan nol (atau negatif) berarti ikatannya tidak stabil dan molekul itu tidak ada. Orde ikatan dapat digaunakan hanya secara kualitatif sebagai bahan pembanding. Misalnya, orbital molekul ikatan sigma dengan dua elektron dan orbital molekul ikatan phi dengan dua elektron masing-masing akan memiliki orde ikatan satu. Tetapi, kedua iktan ini pastilah berbeda kekuatan ikatannya (dan panjang ikatannnya) karena perbedaan dalam hal tumpang-tindih orbital atomnya. * * * * 1s 1s 1s energi 1s 1s H2+ 1s H2 1s He2+ 1s He2 Keterangan : tingkat energi orbital molekul ikatan dan antiikatan dalam H 2+, H2, He2+, dan He2. Dalam semua spesi ini orbital molekul terbentuk akibat interaksi dua orbital 1s. Dari diagram tingkat energi diatas kita dapat mengetahui bahwa molekul H2 memiliki 2 elektron, keduanya terdapat dapa orbital σ 1s. Menurut pandangan kita, dua elektron sama dengan satu ikatan penuh; jadi, molekul H2 memiliki orde ikatan satu, atau satu ikatan kovalen penuh. Konfigurasi elektron H2 adalah (σ1s)2. Untuk ion molekul He2+, kita menempatkan dua elektron pertama dalam orbital σ1s dan elektron ketiga dalam orbital σ1s*. Karena orbital molekul antiikatan dapat mengurangi kestabilan, kita mengharapkan He2+ kurang stabil dibanding H2. Ketidaksatbilan yang berasal dari elektron orbital σ1s* diimbangi oleh suatu elektron σ1s. Orde ikatannya adalah dan kestabilan keseluruhan He2+ serupa dengan molekul H2+. Konfigurasi elektron He2+ adalah (σ1s)2 dan (σ1s*)2. Dalam He2 seharusnya terdapat dua elektron dalam orbital σ1s dan dua elektron dalam orbital σ1s*, sehingga molekul itu seharusnya memiliki orde ikatan nol dan dengan demikian tidak ada kestabilan. Konfigurasi elektron H2 seharusnya (σ1s)2 (σ1s*)2. Untuk meringkas pembahasan, kita dapat menggurutkan spesi-spesi di atas berdasarkan kestabilan: H2 H2+ He2+ He2 Molekul diatomik unsur-unsur periode kedua dengan inti yang sama Skita sekarang sip mempelajari konfigurasi elektron keadaan dasar dari molekulmolekul yang mengandung unsur-unsur periode kedua. Kita hanya akan membahas kasus yang paling sederhana, yaitu molekul diatomik yang mangandung inti yang sama. energi Diagram tingkat energi diatas menunjukkan tingkat energi orbital molekul untuk anggota pertama periode kedua, Li2. Orbital molekul ini terbentuk akibat tumpang-tindih orbital 1s dan 2s. Keadaannya akan lebih rumit ketika ikatan juga melibatkan orbital p. Dua orbital p dapat membentuk ikatan sigma atau ikatan phi. Karena terdapat tiga orbital p untuk setiap atom unsur periode kedua, kita mengetahui bahwa satu orbital molekul sigma dan dua orbital molekul phi akan dihasilkan dari interaksi konstruktif. Orbital molekul sigma terbentuk akibat tumpang-tindih orbital 2px disepanjang sumbu antar inti, yaitu sumbu x, dan rbital ini akan saling tumpang tindih menyamping untuk menghasilkan dua orbital molekul phi. Orbital molekul tersebut disebut orbital σ2px, π2px, dan π2pz, dengan subskrip menandai orbital atom yang terlibat dalam pembentukan orbital molekul dengan energi orbital molekul yang meningkat sesuai dengan: σ1s ˂ σ٭1s ˂ σ2s ˂ σ٭2s ˂ π2py = π2pz ˂ σ2px ˂ π٭2py = π٭2pz ˂ σ٭2px Pembalikan urutan orbital σ2px dengan π2py dan π2pz disebabkan interaksi yang rumit antara orbital 2s dan orbital 2p. Akibatnya, orbital σ2px lebih tinggi energinya daripada orbital π2py dan π2pz.untuk molekul B2, C2 , dan N2, tetapi lebih rendah energinya daripada orbital π2py dan π2pz untuk O2 dan F2. Molekul Oksigen (O2) Seperti yang telah kita lihat sebelumnya, teori ikatan valensi itdak dapat menjelaskan sifat-sifat magnet molekul oksigen. Untuk menunjukkan dua elektron tak berpasangan pada O2, kita perlu menggambarkan alternatif struktur resonansi dari yang ditunjukkan dibawah ini; O O Struktur ini tidak memuaskan setidaknya ada dua alasan. Pertama, struktur ini mengakibatkan adanya ikatan kovalen tunggal, tetapi bukti percobaan secara kuat menyatakan bahwa terdapat ikatan rangkap pada molekul ini. Kedua, struktur ini menempatkan tujuh elektron valensi disekitar setiap atom okasigen, yang melanggar aturan oktet. Konfigurasi elektron keadaan dasar O adalah 1s2 2s2 2p4, jadi terdapat 16 elektron pada O2. Dengan menggunakan urutan peningkatan energi sehingga dapat dituliskan orbital molekul konfigurasi elektron keadaan dasar O2 dengan (σ1s)2 (σ٭1s)2 (σ2s)2 (σ٭1s)2 (σ2px)2 (π2py )2 (π2pz)2 (π٭2py)1 (π٭2pz)1 Menurut aturan Hund, kedua elektron terakhir memasuki orbital π ٭2py dan orbital π٭2pz dengan spin sejajar. Dengan mengabaikan orbital σ1s dan σ2s (karena efek netonya pada ikatan adalah nol), kita hitung orde ikatan O 2 sebagai berikut: Jadi, molekul O2 memiliki orde ikatan 2 dan bersifat paramagnetik, suatu ramalan yang cocok dengan pengamatan lewat percobaan.