Uploaded by User33141

JURNAL ANESTESI

advertisement
Journal Reading
Analgesic Effects of Preincision Ketamine on Postspinal Caesarean
Delivery in Uganda’s Tertiary Hospital:
A Randomized Clinical Trial
Oleh :
Annisa Anggriana M
1840312728
Fitri Sukmawati
1840312729
Preseptor :
dr. Emilzon Taslim, Sp.An, KAO, KIC, M.Kes
BAGIAN ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF
RSUP DR. M. DJAMIL PADANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
2019
Clinical Study
Efek Analgetik Ketamin Pasca Tindakan Anastesi Spinal pada Pasien
Caesar di Rumah Sakit Tersier Uganda
Richard Mwase,1 Tonny Stone Luggya,2 JohnMark Kasumba,3 Humphrey Wanzira,4
Andrew Kintu,2 JoesphV. B. Tindimwebwa,2 and Daniel Obua2
1. Uganda People’s Defense Forces Directorate of Medical Services, Bombo Military
Hospital, Bombo, Uganda
2. Department of Anesthesia, College of Health Sciences, Makerere University, Kampala,
Uganda
3. Directorate of Surgical Services, Mulago Hospital, Kampala, Uganda
4. Ministry ofHealth, Kampala, Uganda
Latar Belakang. Manajemen analgesik pasca operasi dapat meningkatkan kepuasan ibu dan
perawatan neonatus. Manajemen nyeri pasca operasi merupakan tantangan di Rumah Sakit
Mulago. Pada penelitian ini digunakan ketamin dan telah terbukti manfaatnya.
Material dan Metode. Penelitian ini menggunakan metode RCT, secara acak dipilih ibu
yang melahirkan yang menerima ketamine (0,25 mg / kg) atau plasebo setelah anestesi spinal.
Nyeri dinilai setiap 30 menit hingga 24 jam pasca operasi dengan menggunakan skala
penilaian numerik. Nyeri yang dikeluhkan pertama kali dan memerlukan obat nyeri disebut
sebagai “keluhan nyeri pertama.” Kami menyaring 100 pasien dan mengambil 88 pasien yang
secara acak dibagi menjadi dua kelompok yaitu 44 pasien yang menerima baik ketamin
ataupun plasebo. Kelompok yang mendapatkan ketamin memiliki waktu 30 menit lebih lama
untuk “keluhan nyeri pertama” dan skor nyeri NRS lebih rendah dalam 24 jam. Konsumsi
diklofenak pasca operasi lebih rendah pada kelompok yang diberi ketamine dibandingkan
dengan kelompok yang diberi plasebo dan grafik survival Kaplan-Meier menunjukkan
probabilitas yang lebih tinggi mengalami “keluhan nyeri pertama” pada kelompok yang
diberi plasebo.
Kesimpulan. Pemberian ketamin intravena (0,25 mg / kg) pada pasien, dapat menunda
penggunaan analgetik pasca operasi hingga 30 menit dan mengurangi skor nyeri NRS dalam
24 jam. Sebaiknya dilakukan penelitian yang lebih lanjut untuk mengeksplorasi manfaat dari
ketamine ini.
1. Pendahuluan
Nyeri adalah pengalaman subjektif dan multidimensional yang sering ditatalaksana
kurang adekuat dalam praktek medis [1], pada survey di USA, dilaporkan kemungkinan 5070% pasien mengalami nyeri sedang sampai berat pada pasca operasi karena manajemen
nyeri yang tidak adekuat [2]. Managemen nyeri pasca operasi dapat meningkatkan kepuasan
ibu dan perawatan bayi, mengurangi morbiditas [3, 4], meningkatkan mobilitas sehingga
mengurangi kejadian trombosis vena dalam[5]. Sumber daya yang terbatas seperti di Rumah
sakit Mulago yang merupakan Rujukan Nasional dan Teaching Hospital, di Uganda,
memiliki jumlah pasien yang banyak, tidak sebanding dengan jumlah staf klinis dan perawat
dengan rasio pasien 1: 40 [6]. Hanya empat puluh lima persen (45%) dari bagian anestesi
yang memiliki waktu lebih banyak untuk memberikan petidin atau morfin sementara dua
puluh satu persen (21%) tidak memiliki akses lengkap untuk obat ini [7] .
Ketamine adalah antagonis reseptor N-metil-D- aspartat (NMDA) melalui
desensitisasi reseptor NMDA sehingga menghambat transmisi nyeri di SSP [8, 9]. Dalam
dosis anastesi, obat ini terbukti mengurangi penggunaan obat analgesik dalam 24 jam
pertama setelah operasi seperti penurunan penggunaan opioid pasca operasi pada pasien
operasi caesar [10, 11]. Juga untuk nyeri kronis yang merupakan terapi tahapan ketiga saat
gagal dengan pengobatan konvensional. Ketamine aman digunakan pada akhir kehamilan
dan aman untuk neonates pada penelitian yang dilakukan di Afrika yang menunjukkan bahwa
penggunaan ketamine dapat mengurangi kebutuhan morfin setelah melahirkan [13]. Barubaru ini juga dilaporkan keuntungan obat ini digunakan pada pasien cedera otak dengan
riwayat asma, hemodinamik pasien tetap stabil dan bronkodilatas.[14].
Kami berhipotesis bahwa penggunaan ketamin akan memperpanjang waktu untuk
pemberian pengobatan nyeri, berdasarkan manfaat ketamine di atas dan terutama
karena penelitian menunjukkan manfaatnya sebagai adjuvant untuk analgesia
pasca operasi pada regimen dosis rendah dengan rentang 0.25-0.5mg / kg [15]. Kami
memilih sampel dengan metode CRT untuk menilai penggunaan analgesik pasca operasi
dalam dua puluh empat jam (24 jam) bila diberikan ketamin pada preincision untuk anastesi
spinal pada operasi Caesar.
2. Material dan metode
Pasien yang memenuhi syarat yaitu pasien operasi Caesar dengan anastesi spinal
yang telah melalui proses persetujuan dan terdaftar setelah mendapatkan persetujuan secara
tertulis. kriteria inklusi yaitu ibu yang melahirkan dengan operasi caesar dengan American
Society of Anesthesiologists (ASA) I dan II. Kriteria eksklusi yaitu pasien dengan hipertensi,
hipersensitivitas terhadap ketamine, pasien dengan ASA> II, penyakit kejiwaan, menerima
terapi opioid dalam jangka waktu lama, dan pasien yang dalam tindakan operasi anastesi
spinal berubah menjadi anestesi umum.
Jumlah sampel dihitung dengan kekuatan 80% dan standar deviasi adalah 25
berdasarkan studi oleh Menkiti et al. [17] yang menggunakan dosis ketamin 0.15 mg / kg dan
melihat skor nyeri pasca operasi yang lebih rendah pada kelompok yang diberi ketamin,
dengan perbedaan minimum yang diharapkan, antara dua rata rata ( μ 1 - μ 2), pada 120
menit sehingga perkiraan pasien total dari delapan puluh delapan (88) pasien dengan empat
puluh empat (44) pasien di setiap kelompok penelitian.
2.1 randomization and Concealment. Sample penelitian dibagi menjadi 2 grup secara acak
yang menerima placebo dan ketamine. Kelompok ketamine diberikan ketamine intravena
(0,25 mg/kg) dan kelompok placebo diberikan normal saline. Keduanya dimasukkan ke
dalam spuit 10 cc dan peneliti memberikannya tanpa mengetahui kandungan nya.
Concealment / perahasiaan
Perahasiaan sample dilakukan dengan melabeli spuit yang telah diiisi ketamine ataupun
normal saline sehingga tidak terlihat isi dari spuit tersebut.
2.2 Prosedur Penelitian. Pasien diberikan anestesi spinal 2 mL dari 0,5% bupivacaine
dengan 8% dekstrosa dan 20 mcg fentanil dan kemudian ditempatkan terlentang dengan
miring ke lateral kiri untuk mencapai blok sensorik setinggi T6 sebelum operasi. Diberikan
juga oksigen 3 L / menit dengan nasal kanul untuk semua pasien. Segera sebelum dilakukan
insisi, obat diberikan sesuai penjelasan diatas lalu diikuti dengan pemberian antibiotik
intravena profilaksis. Nyeri pascaoperasi dinilai menggunakan skor nyeri NRS, dengan skor 0
= tidak ada rasa sakit, 10 = sangat nyeri, 1-3 = nyeri ringan, 4-6 = nyeri sedang, dan 7-10 =
nyeri berat. Lalu di monitor tiap 30 menit dalam 24 jam atau sampai muncul “keluhan nyeri
pertama”, dan dipertimbangkan diberikan terapi jika ≥ 3. Pada keadaan ini diberikan terapi
analgesik berupa diklofenak intramuscular (75mg), lalu tramadol sebagai terapi lini keduaa
dan jika nyeri menetap diberikan meperidine / petidin (100 mg).
2.3 Manajemen Data. Wawancara dan quisioner pretest digunakan untuk pengumpulan data.
Data tersebut dibersihkan, pengkodean, dan double entered ke Epidata versi 3.1, kemudian
diekspor dan dianalisis dengan stata versi 12 (Statacorp LP). Karakteristik dari sample harus
memenuhi standar deviasi berat, tinggi, durasi operasi, usia, paritas. Untuk melihat
perbedaaan rata rata antara yang mendapatkan ketamine ataupun palsebo digunakan Wilcoxon
rank sum test sedangkan t test digunakan untuk melihat perbedaan antar variable kontinu.
Analisis survival menggunakan Kaplan Meier Survival, yang digunakan untuk menentukan
probabilitas nyeri.disertai dengan test Log rank untuk memperkirakan nilai p. Dalam analisis,
Nilai p ≤ 0,05 dianggap signifikan secara statistik.
Gambar 1. Bagan Alur dan Skala Numerik
Tabel 1. Menampilkan Demografis Pasien
Randomization Group
Variable
Secara keseluruhan
Ketamin
Plasebo
29 (14-44)
28 (14-44)
29 (18-41)
0,76
4 (1-9)
4 (1-9)
4 (1-7)
0,55
Rata rata berat (Kg)
67 (10,91)
67 (10,96)
67 (10,97)
0.78
Rata rata tinggi (Cm)
160 (5,85)
160 (5.52)
160 (6.22)
0,94
Rata rata durasi dari
40 (12,73)
40 (13,51)
39 (12.03)
0.72
Kisaran usia (tahun)
Kisaran paritas
operasi (menit)
Nilai p
3. Hasil
3.1 Karakteristik Dasar. Kami menyaring 100 peserta untuk penelitian ini dan 12
Dikeluarkan, 88 ibu melahirkan yang terdaftar dengan 44 ibu melahirkan menjadi sample dari
dua kelompok (Gambar 1). Secara keseluruhan, median(kisaran) usia adalah 29 (14-44)
tahun, dengan median (kisaran) paritas dari 4 (1-9) seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1.
Rata-rata (standar deviasi) berat dan tinggi badan ibu terdaftar adalah 67 kg (10,91) dan 160
cm (5,85), masing-masing. Rata-rata setiap operasi memakan waktu 40 menit (12,75) dengan
demografi dasar merata di kedua lengan. NRS skala (Gambar 2) digunakan untuk menilai
nyeri pasien.
3.2 Keluhan Nyeri Pertama. Nilai median waktu (dalam menit) untuk “keluhan nyeri
pertama” diantara kedua grup secara signifikan lebih panjang pada grup yang diberi ketamine
[210 (90-270)] dibandingkan dengan grup yg diberi placebo [180 (90-360)] dengan p =
0.002. Dalam 24 jam, nilai median nyeri berdasarkan skor NRS (Numeric Rating Scale) lebih
tinggi dan signifikan pada grup placebo [5(3-7)] dibandingkan dengan grup ketamine [7(3-9)]
dengan p = 0.001 (Tabel 2). Dosis penggunaan diklofenat sebagai pertolongan primer
analgesia rendah pada grup ketamine (hingga 75mg) dibandingkan dengan grup placebo
(hingga 150mg) (nilai p = 0.053). Dosis penggunaan tramadol sebagai pertolongan sekunder
adalah sama antara kedua grup dan tidak signifikan secara statistic berdasarkan Gambar 2 dan
Tabel 2. 8 pasien (5 plasebo dan 3 ketamin) memerlukan phetidin (100mg) sebagai
pertolongan tertier karena nyeri persisten. Saat melahirkan, semua neonatus memiliki nilai
APGAR 10 pada menit ke-5 dan ke-10 dan hingga studi berakhir kondisi ibu dan bayi secara
umum stabil.
Tabel 2. Menampilkan hasil primer dan sekunder
Outcome
Randomization Group
Median Ketamin
Waktu “keluhan
Median Plasebo
Nilai p
210 (90-270)
180 (90-360)
0.002
5 (3-7)
7 (3-9)
0.001
75 (75-150)
150 (75-150)
0.05
nyeri pertama“
(menit)
Skor NRS saat
“keluhan nyeri
pertama“
Penggunaan
diklofenat (mg)
Penggunaan
100 (100-200)
100 (100-200)
0.75
Tramadol (mg)
Gambar 2. Numeric Rating Scale (NRS)
Gambar 3. Grafik yang menunjukkan obat analgetik pasca operasi
3.2.1 Grafik Survival Kaplan-Meier
Peluang untuk mengalami “keluhan nyeri pertama“ secara signifikan lebih tinggi pada pasien
yang mendapatkan plasebo dibandingkan ketamin dengan nilai p = 0.011 (Gambar 4). Hal ini
menunjukkan bahwa ketamin secara signifikan menunda onset “keluhan nyeri pertama“
dibandingkan dengan yang diberi plasebo.
Gambar 4. Kurva survival Kaplan-Meier
4. Diskusi
Kami mencoba menentukan efek ketamin dosis rendah yang diberikan intravena pada
pasca tindakan anestesi spinal pada pasien Caesar. Penelitian kami menunjukkan bahwa
ketamin IV 0,25mg/kgBB memiliki waktu 30 menit lebih lama untuk mendapatkan
pengobatan nyeri pertama dan skor nyeri NRS lebih rendah dalam 24 jam, dan juga meskipun
tidak signifikan secara statistik, mampu mengurangi jumlah analgesik yang digunakan. Ini
menunjukkan bahwa ketamin memberikan manfaat klinis pasca operasi terutama pada
sumber daya yang terbatas seperti kami. Hari pertama setelah operasi Caesar sangat penting
untuk ikatan ibu-anak dan inisiasi menyusui dini, dan waktu timbulnya nyeri lebih lama pasca
operasi memungkinkan dokter mengantisipasi untuk memulai obat analgesik lain sebelum
onset nyeri pasca operasi timbul. Hasil temuan ini mirip dengan penelitian klinis tentang
penggunaan ketamin pada pasien artroskopi lutut yang menunjukkan “keluhan nyeri pertama“
10-30 menit setelah tindakan.[18]
Ketamin dipilih karena obat ini tersedia di fasilitas kami dan memiliki beberapa
keuntungan terutama membantu blokade NMDA dengan mencegah induksi sensitisasi sentral
pada input nyeri sehingga menimbulkan efek analgesi. Prosedur pembedahan menimbulkan
kerusakan jaringan dan menyebabkan sensitisasi jalur sentral nyeri dengan pelepasan
glutamat yang dimanifestasikan secara klinis sebagai sensasi nyeri karena aktivasi reseptor
NMDA di post sinaps pada sumsum tulang belakang.[20] Reseptor NMDA juga dapat
ditemukan di pre dan post sinaps pada ujung serat saraf nyeri, yang dapat berkontribusi untuk
inisiasi respon nyeri yang abnormal; karenanya NMDA antagonis dapat mencegah induksi
sensitisasi sentral dan mengurangi hipersensitivitas.[19] Studi dari Hindia Barat menunjukkan
penggunaan ketamin mengurangi kebutuhan opioid pasca operasi dengan kepuasan pasien
yang meningkat[21]; namun, penelitian kami tidak menangkap hal ini karena standar
perawatan pasca operasi kami pada waktu penelitian adalah diklofenat diikuti oleh tramadol,
dan kemudian pethidine/meperidine sebagai pilihan tersier untuk rasa sakit yang persisten.
Ketamin dalam dosis anestesi memberikan efek analgesi persisten karena memiliki dua
metabolit aktif utama dan waktu paruhnya 180 menit[22]; oleh karena itu kami
mengasumsikan bahwa ketamin digunakan sebagai analgesi semenjak adanya studi penelitian
yang menunjukkan efektifitas penggunaan ketamin selain dengan intravena, yaitu
intramuskular dan oral. Formulasinya juga stabil pada suhu kamar tanpa memerlukan kondisi
penyimpanan khusus dan menghasilkan anestesi umum (kesadaran hilang) dalam waktu 3060 detik yang dapat berlangsung 10-15 menit dengan pemberian dapat diulang 1-3mg/menit
bolus sebagai dosis pemeliharaan yang membuatnya mudah digunakan pada saat keadaan
emergensi.[25]
Penelitian obstetri RCT tentang penggunaan ketamin merupakan pionir di MNRTH
untuk menunjukkan potensi ketamin sebagai analgesi pasca operasi tambahan dan dilakukan
karena secara global rasa nyeri pasca operasi tetap menjadi masalah meskipun telah ada
pengetahuan yang luas, obat analgesi baru, dan teknik tindakan.
Temuan hasil kami tentang 30 menit perpanjangan waktu untuk mencapai “keluhan
nyeri pertama” mempertimbangkan berdasarkan ambang batas terendah dengan skor nyeri
NRS 3, dan tidak seperti penelitian lain yang serupa dimana menggunakan ambang batas
yang lebih tinggi yaitu tingkat nyeri sedang ( skor 4 untuk NRS dan <2 untuk VAS) sebagai
acuan intervensi[8], atau karena kami memberikan ketamin pada saat sebelum insisi
dibandingkan pada akhir operasi untuk mengamati waktu “singkat“ ke analgesi selanjutnya.
Oleh karena itu, kami merekomendasikan lebih banyak penelitian tentang ketamin dan
menggabungkan dengan kekurangan dari penelitian kami. Namun, dalam studi ini ketamin
ditoleransi dengan baik di kalangan wanita dan neonatus dengan efek samping yang tidak
signifikan dan memiliki hasil yang serupa dengan hasil penelitian lain.[21]
4.1 Keterbatasan penelitian
Keterbatasan penelitian ini adalah penelitian memiliki kekuatan yang lemah sehingga tidak
bisa memberikan hasil akhir yang signifikan secara statistik, ketidakmampuan untuk menarik
kesimpulan yang kuat tentang keselamatan ibu dan neonatus karena tidak memantau kadar
ketamin di serum hal ini disebabkan karena prosedur pemeriksaan yang tidak tersedia dan
keterbatasan biaya. Kegagalan untuk mengetahui efek jangka panjang dari ketamin juga
menjadi kelemahan karena waktu penelitian berakhir dalam 48 jam paska operasi, sedangkan
idealnya berdasarkan protokol MNRTH pemantauan efek pada neonatus dilakukan selama 6
minggu.
5. Kesimpulan
Untuk persalinan Caesar di Rumah Sakit Mulago, pemberian ketamin intravena
(0,25mg/kgBB) yang diberikan setelah anestesi spinal memiliki profil keamanan yang baik
dan memberikan perpanjangan waktu 30 menit untuk kebutuhan analgesi pasca operasi serta
mengurangi skor nyeri dalam 24 jam dan hasil temuan dapat digeneralisasikan karena
intervensi biologis biasanya serupa di seluruh populasi. Namun kami merekomendasikan
penelitian yang lebih lanjut untuk mengeksplorasi manfaat ketamin dan mendapatkan takaran
dosis yang tepat untuk perpanjangan waktu kebutuhan analgesi pasca operasi.
Download