Uploaded by selvianidewi15

FITOKIMIA SIMPLISIA

advertisement
SIMPLISIA & SKRINING FITOKIMIA
A. Simplisia
Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang
belum mengalami pengolahan apa pun juga dan kecuali dinyatakan lain, berupa bahan
yang dikeringkan. Simplisia dibedakan menjadi simplisia nabati, simplisia hewani
dan simplisia pelikan (mineral). Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa
tumbuhan utuh, bagian tumbuhan atau eksudat tumbuhan.
Simplisia
sebagai
produk hasil pertanian atau pengumpulan tumbuhan liar (wild crop) tentu saja
kandungan kimianya tidak dapat dijamin selalu ajeg (konstan) karena disadari adanya
variabel bibit, tempat tumbuh, iklim, kondisi (umum dan cara) panen, serta proses
pascapanen dan preparasi akhir. Walaupun ada juga yang berpendapat bahwa variabel
tersebut tidak berakibat besar pada mutu ekstrak nantinya. Variabel tersebut juga
dapat dikompensasi dengan penambahan/pengurangan bahan setelah sedikit prosedur
analisis kimia dan sentuhan inovasi teknologi farmasi lanjutan sehingga tidak
berdampak banyak pada khasiat produksi. Usaha untuk menjaga variabel tersebut
dianggap sebagai usaha untuk menjaga mutu simplisia.
Dalam hal simplisia sebagai bahan baku (awal) dan produk siap
dikonsumsi langsung, dapat dipertimbangkan tiga konsep untuk menyusun parameter
standar mutu yaitu sebagai berikut :
1. Bahwa simplisia sebagai bahan kefarmasian seharusnya mempunyai tiga
parameter mutu umum suatu bahan (material), yaitu kebenaran jenis
(identifikasi), kemurnian (bebas dari kontaminasi kimia dan biologis), serta
aturan penstabilan (wadah, penyimpanan dan transportasi).
2. Bahwa simplisia sebagai bahan dan produk konsumsi manusia sebagai obat
tetap diupayakan memiliki tiga paradigma seperti produk kefarmasian lainnya,
yaitu Quality-Safety-Efficacy (mutu-aman-manfaat).
3. Bahwa simplisia sebagai bahan dengan kandungan kimia yang bertanggung
jawab terhadap respons biologis untuk mempunyai spesifikasi kimia, yaitu
informasi komposisi (jenis dan kadar) senyawa kandungan.(Anonim,2000)
B. Uji Tumbuhan Obat
Untuk mengetahui kebenaran dan
mutu obat tradisional termasuk
simplisia, maka dilakukan analisis yang meliputi analisis kuantitatif dan kualitatif.
Analisis kuantitatif terdiri atas pengujian organoleptik, pengujian makroskopik,
pengujian mikroskopik, dan pengujian histokimia.
1. Uji Organoleptik
Uji organoleptik dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui
khususnya bau dan rasa simplisia yang diuji.
2. Uji Makroskopik
Uji makroskopik dilakukan dengan menggunakan kaca pembesar
atau tanpa menggunakan alat. Cara ini dilakukan untuk mencari khususnya
morfologi, ukuran, dan warna simplisia yang diuji.
3. Uji mikroskopik
Uji mikroskopik dilakukan dengan menggunakan mikroskop yang
derajat pembesarannya disesuaikan dengan keperluan. Simplisia yang diuji
dapat berupa sayatan melintang, radial, paradermal maupun membujur atau
berupa serbuk. Pada uji mikroskopik dicari unsur – unsur anatomi jaringan
yang khas. Dari pengujian ini akan diketahui jenis simplisia berdasarkan
fragmen pengenal yang spesifik bagi masing – masing simplisia.
4. Uji Histokimia
Uji histokimia bertujuan untuk mengetahui berbagai macam zat
kandungan yang terdapat dalam jaringan tanaman. Dengan pereaksi spesifik,
zat – zat kandungan tersebut akan memberikan warna yang spesifik pula
sehingga mudah dideteksi. (Anonim,1987)
C. Pembuatan Simplisia
1. Bahan baku
Sebagai sumber simplisia, tanaman obat dapat berupa tumbuhan
liar atau berupa tumbuhan budidaya. Tumbuhan liar adalah tumbuhan yang
tumbuh dengan sendirinya di hutan atau di tempat lain, atau tanaman yang
sengaja ditanam dengan tujuan lain, misalnya sebagai tanaman hias, tanaman
pagar, tetapi bukan dengan tujuan untuk memproduksi simplisia. Tanaman
budidaya adalah tanaman tanaman yang sengaja ditanam untuk tujuan
produksi simplisia.
2. Dasar Pembuatan
a. Simplisia dibuat dengan cara pengeringan
Pembuatan simplisia dengan cara ini pengeringannya
dilakukan dengan cepat, tetapi pada suhu yang tidak terlalu tinggi.
Pengeringan dengan waktu lama akan mengakibatkan simplisia yang
diperoleh ditumbuhi kapang. Pengeringan yang dilakukan pada suhu
terlalu tinggi akan mengakibatkan perubahan kimia pada kandungan
senyawa aktifnya. Untuk mencegah hal tersebut, bahan simplisia yang
memerlukan perajangan perlu diatur perajangannya sehingga diperoleh
tebal irisan yang pada pengeringannya tidak mengalami kerusakan.
b. Simplisia dibuat dengan proses fermentasi
Proses fermentasi dilakukan dengan saksama agar proses
tersebut tidak berkelanjutan kearah yang tidak diinginkan.
c. Simplisia dibuat dengan proses khusus
Pembuatan simplisia dengan cara penyulingan, pengentalan
eksudat nabati, pengeringan sari air dan proses khusus lainnya
dilakukan dengan berpegang pada prinsip bahwa simplisia yang
dihasilkan harus memiliki mutu sesuai dengan persyaratan.
d. Simplisia pada proses pembuatan memerlukan air
Pati, talk, dan sebagainya pada proses pembuatannya
memerlukan air. Air yang digunakan harus bebas dari pencemaran
racun
serangga,
kuman
patogen,
logam
berat,
dan
lain–
lain.(Anonim,1985)
3. Tahap Pembuatan
a. Pengumpulan bahan baku
Kadar senyawa aktif dalam suatu simplisia berbeda–beda
antara lain tergantung pada :
1)
bagian tanaman yang digunakan
2)
Umur tanaman atau bagian tanaman pada saat panen
3)
Waktu panen
4)
Lingkungan tempat tumbuh
Waktu panen sangat erat hubunganya dengan pembentukan
senyawa aktif di dalam bagian tanaman yang akan dipanen. Waktu
panen yang tepat pada saat bagian tanaman tersebut mengandung
senyawa aktif dalam jumlah yang terbesar. Senyawa aktif tersebut
secara maksimal di dalam bagian tanaman atau tanaman pada umur
tertentu. Di samping waktu panen yang dikaitkan dengan umur, perlu
diperhatikan pula saat panen dalam sehari. Dengan demikian untuk
menentukan waktu panen dalam sehari perlu dipertimbangkan
stabilitas kimia dan fisik senyawa aktif dalam simplisia terhadap panas
sinar matahari.
Cara pengambilan bagian tanaman untuk pembuatan simplisia
dapat dilihat pada tabel 1 .
Tabel 1. Bagian tanaman dan cara pengumpulan
No
Bagian tanaman
Cara pengambilan
1.
Kulit batang
Dari batang utama dan cabang, dikelupas dengan ukuran
panjang dan lebar tertentu; untuk kulit batang mengandung
minyak atsiri atau golongan senyawa fenol digunakan alat
pengelupas bukan logam.
2.
Batang
Dari cabang, dipotong – potong dengan panjang tertentu dan
dengan diameter cabang tertentu.
3.
Kayu
Dari batang atau cabang, dipotong kecil atau diserut
(disugu) setelah dikelupas kulitnya.
4.
Daun
Tua atau muda (daerah pucuk), dipetik dengan tangan satu
persatu
5.
Bunga
Kuncup atau bunga mekar atau mahkota bunga, atau daun
bunga, dipetik dengan tangan.
6.
Pucuk
Pucuk berbunga; dipetik dengan tangan (mengandung daun
muda dan bunga)
7.
Akar
Dari bawah permukaan tanah, dipotong – potong dengan
ukuran tertentu.
8.
Rimpang
Dicabut, dibersihkan dari akar; dipotong melintang dengan
ketebalan tertentu.
9.
Buah
Masak, hampir masak; dipetik dengan tangan.
10.
Biji
Buah dipetik; dikupas kulit buahnya dengan mengupas
menggunakan tangan, pisau, atau menggilas, biji dikupas
dan dicuci.
11.
Kulit buah
Seperti biji, kulit buah dikumpulkan dan dicuci.
12.
Bulbus
Tanaman dicabut, bulbus dipisah dari daun dan akar dengan
memotongnya, dicuci.
b. Sortasi Basah
Sortasi basah dilakukan untuk memisahkan kotoran –
kotoran atau bahan – bahan asing lainya dari bahan simplisia.
Misalnya pada simplisia yang dibuat dari akar suatu tanaman obat,
bahan – bahan seperti tanah, kerikil, rumput, batang, daun, akar yang
telah rusak, serta pengotor lainya harus dibuang.
c. Pencucian
Pencucian dilakukan untuk menghilangkan tanah dan
pengotoran lainya yang melekat pada bahan simplisia. Pencucian
dilakukan dengan air bersih, misalnya air dari mata air, air dari sumur
atau air PAM.
d. Perajangan
Beberapa jenis bahan simplisia perlu mengalami proses
perajangan.
Perajangan
bahan
simplisia
dilakukan
untuk
mempermudah proses pengeringan, pengepakan dan penggilingan.
Tanaman yang baru diambil jangan langsung dirajang tetapi dijemur
dengan keadaan utuh selama 1 hari. Perajangan dapat dilakukan
dengan pisau, dengan alat mesin perajang khusus sehingga diperoleh
irisan tipis atau potongan dengan ukuran yang dikehendaki.
e. Pengeringan
Tujuan pengeringan ialah untuk mendapatkan simplisia
yang tidak mudah rusak, sehingga dapat disimpan dalam waktu yang
lebih lama. Dengan mengurang kadar air dan menghentikan reaksi
enzimatik akan dicegah penurunan mutu atau perusakan simplisia.
f. Sortasi kering
Sortasi setelah engeringan sebenarnya merupakan tahap
akhir pembuatan simplisia. Tujuan sortasi untuk memisahkan benda –
benda asing seperti bagian – bagian tanaman yang tidak diinginkan
dan pengotr – pengotor lain yang masih ada dan tertinggal pada
simplisia kering.
g. Pengepakan dan penyimpanan
Pada penyimpaan simplisia perlu diperhatikan beberapa hal
yang
dapat
mengakibatkan
kerusakan
simplisia,
yaitu
cara
pengepakan, pembungkusan dan pewadahan, persyaratan gudang
simplisia, cara sortasi dan pemeriksaan mutu, serta cara pengawetanya.
Penyebab kerusakan pada simplisia yang utama adalah air dan
kelembaban.
Cara pengemasan simplisia tergantung pada jenis simplisia
dan tujuan penggunaan pengemasaan. Bahan dan bentuk pengemasan
harus sesuai, dapat melindungi dari kemungkinan kerusakan simplisia,
dan dengan memperhatikan segi pemanfaatan ruang untuk keperluan
pengangkutan maupun penyimpananya.
h. Pemeriksaan mutu
Pemeriksaan mutu simplisia dilakukan pada waktu
penerimaan atau pembelian dari pengumpul atau pedagang simplisia.
Simplisia yang diterima harus berupa simplisia murni dan memenuhi
persyaratan umum untuk simplisia seperti yang disebutkan dalam
Buku Farmakope Indonesia, Ekstra Farmakope Indonesia ataupum
Materia Medika Indonesia Edisi terakhir.(Anonim,1985)
D. Ekstraksi Tumbuhan Obat
Ekstraksi merupakan proses pemisahan bahan dari campurannya dengan
menggunakan pelarut. Jadi, ekstrak adalah sediaan yang diperoleh dengan cara
ekstraksi tanaman obat dengan ukuran pertikel tertentu dan menggunakan medium
pengekstrasi (menstrum) yang tertentu pula.
Ekstraksi dapat dilakukan menurut berbagai cara. Ekstrak yang diperoleh
sesudah pemisahan cairan dari residu tanaman obat dinamakan “micela”. Micelle ini
dapatdiubah menjadi bentuk obat siap pakai, seperti ekstrak cair dan tinktura atau
sebagai produk/bahan antara yang selanjutnya dapat diproses menjadi ekstrak kering.
(Agoes.G,2007)
E. Cara Ekstraksi
1. Maserasi
Proses maserasi merupakan proses sederhana untuk mendapatkan ekstrak
dan diuraikan dalam kebanyakan farmakope. Cara ini sesuai, baik untuk skala
kecil maupun skala industri. Proses yang paling sederhana hanya menuanngkan
pelarut pada simplisia. Sesudah mengatur waktu sehingga sesuai untuk tiap – tiap
bahan tanaman (simplisia), ekstrak dikeluarkan, dan ampas hasil ekstraksi dicuci
dengan pelarut yang segar sampai didapat berat yang sesuai. Prosedur ini sama
dengan pembuatan tingtur atau ekstrak khusus, dan kadang – kadang merupakan
satu – satunya prosedur untuk tanaman yang mengandung zat berlendir
(musilago) tinggi. Sebetulnya cara ini tidak begitu berguna karena tidak pernah
dapat menarik zat berkhasiat dari tanaman secara sempurna. Ampas menahan
sejumlah besar solute, yang untuk perolehanya harus dilakukan proses pemerasan
(penekanan) atau cara sentrifugasi.(Agoes.G,2007)
2. Perkolasi
Pada perkolasi sederhana dan berkesinambungan, sasaran proses biasanya
adalah untuk menarik bahan berkhasiat dari tanaman secara total. Pada perkolasi
sederhana, bahan berkhasiat diekstraksi sampai habis menggunakan pelarut segar.
Proses ini merupakan proses yang memakanwaktu (lama) dan mahal karena
dibutuhkan sejumlah besar pelarut yang bergantung pada beberapa parameter
berikut :
a. Waktu yang dibutuhkan untuk mencapai kesetimbangan pelarut – solute.
b. Kuantitas pelarut yang dibutuhkan untuk menghasilkan ekstraksi pertama
dalam skala ekonomi yang memadai.
c. Kuantitas pelarut yang dibutuhkan untuk mengencerkan secara sempurna
kuantitas
solut
yang
tertahan
oleh
ampas
dari
ekstraksi
pertama.(Agoes.G.2007)
3. Ekstraksi Sinambung
Ekstrasksi sinambung dilakukan dengan menggunakan alat Soxhlet.
Pelarut penyari yang ditempatkan di dalam labu akan menguap ketika dipanaskan,
melewati pipa samping alat Soxhlet dan mengalami pendinginan saat melewati
kondensor. Pelarut yang telah berkondensasi tersebut akan jatuh pada bagian
dalam alat Soxhlet yang bersimplisia dibungkus kertas saring dan menyisiknya
hingga mencapai bagian atas tabung sifon. Seharusnya seluruh bagian linarut
tersebut akan tertarik dan ditampung pada labu tempat pelarut awal. Proses ini
berlangsung terus menerus sampai diperloleh hasil ekstraksi yang dikehendaki.
Keuntungan ekstraksi sinambung adalah pelarut yang digunakan lebih
sedikit dan pelarut murni sehingga dapat menyaring senyawa dalam simplisia
lebih banyak dalam waktu lebih singkat dibandingkan dengan maserasi atau
perkolasi. Kerugian cara ini adalah tidak dapat digunakan untuk senyawasenyawa termolabil . (Harborne. J.B,1987)
F. Skrining Fitokimia
Salah satu pendekatan untuk penelitian tumbuhan obat adalah penapis
senyawa kimia yang terkandung dalam tanaman. Cara ini digunakan untuk
mendeteksi senyawa tumbuhan berdasarkan golongannya. Sebagai informasi awal
dalam mengetahui senyawa kimia apa yang mempunyai aktivitas biologi dari suatu
tanaman. Informasi yang diperoleh dari pendekatan ini juga dapt digunakan untuk
keperluan sumber bahan yang mempunyai nilai ekonomi lain seperti sumber tanni,
minyak untuk industri, sumber gum, dll. Metode yang telah dikembangkan dapat
mendeteksi adanya golongan senyawa alkaloid, flavonoid, senyawa fenolat, tannin,
saponin, kumarin, quinon, steroid/terpenoid. (Teyler.V.E,1988)
1. Alkaloid
a. Pengertian alkaloid
Alkaloid merupakan golongan zat tumbuhan sekunder yang
terbesar. Pada umumnya alkaloid menccakup senyawa bersifat basa yang
mengandung satu atau lebih atom nitrogen, biasanya dalam gabungan, sebagai
bagian dari system siklik. Alkaloid seringkali beracun bagi manusia dan
banyak yang mempunyai kegiatan fisiologi yang menonjol yang digunakan
secara luas dalam bidang pengobatan.alakoloid biasanya tanpa warna,
seringkali bersifat optis aktif, kebanyakan berbentuk Kristal tetapi hanya
sedikit yang berupa cairan ( misalnya nikotina pada suhu kamar ).
Prazat alkaloid yang paling umu adalah asam amino, meskipun
sebenarnya biosintesis kebanyakan alkaloid lebih rumit. Secara kimia,
alkaloid merupakan suatu golongan heterogen. Ia berkisar dari senyawa
sederhana seperti koniina, yaitu alkaloid utama Conium maculatum sampai
pentasiklik seperti estrikhnina yaitu racun kulit strychnos.
Alkoloid, sekitar 5500 telah di ketahui, merupaan golongan zat
tumbuhan sekunder yang terbesar. Tidak ada satu pun istilah alkoloid yang
memuaskan tetapi pada umumnya alkoloid mencakup senyawa bersifat basa
mengandung satu atau lebih atom nitrogen, biasanya dalam gabungan sebagai
bagian dari sistem siklik. Alkoloid sering kali beracun bagi manusia dan
banyak yang mempunyai kegiatan fisiologi yang menonjol jadi digunakan
secara luas dalam bidang pengobatan. Alkoloid biasanya tanwarna, sering kali
bersifat optis aktif, kebanyakan berbentuk kristal tetapi hanya sedikit yang
berupa cairan (misalnya nikotina) pada suhu kamar .uji sederhana tetapi yang
sama sekali tidak satu sempurna, untuk alkoloid dalam daun atau buah segar
adalah rasa pahitnya di lidah. Misalnya, alkoloid kinina adalah zat yang
dikenal paling pahit dan pada konsentrasimolar 1x 103 membeikan rasa pahit
yang berarti.prazat alkoloid yang paling umum adalah asam amino, meski pun
sebenarnya, biosintesis kebanyakan alkoloid lebih rumit. Secara kimia,
alkoloid merupakan suatu golongan heterogen. Ia berkisar dari senyawa
sederhana seperti koniina, yaitu alkoloid utama conium maculatum, sampai ke
struktur pentasiklik seperti strikhnina , yaitu racun kulit Strychnos. Amina
tumbuhan (misalnya meskalina) dan basa Purina dan pirimidina (misalnya
kafeina) kadang-kadang digolongkan sebagai alkoloid dalam arti umum.
Banyak alkoloid bersifat terpenoid dan beberapa (misalnya solanina alkoloid –
steroid kentang, Solanum tuberosum) sebaiknya ditinjaudari segi biosintesis
sebagai terpenoid termodifikasi. Yang lainnya terutama berupa senyawa
aromatic ( misalnya kolkhisina, alkoloid tropolon umbi crocus musim gugur )
yang mengandung gugus basa sebagai gugus rantai samping. Banyak sekali
alkoloid yang khas pada suatu suku tumbuhan atau beberapa tumbuhan
sekerabat. Jadi nama alkoloid sering kali diturunkan dari sumber tumbuhan
penhasilnya,
misalnya
alkoloid
Atropa
atau
alkoloid
tropana,
dan
sebagainya.(Harbrone.J.B,1987)
Sebagian besar alkaloid alami yang bersifat sedikit asam
memberikan endapan dengan reaksi yang terjadi dengan reagent Mayer (
Larutan Kaliummercuri Iodida); reagent Wangner (larutan Iodida dalam
Kalium Iodida); dengan larutan asam tanat,reagent Hager (saturasi dengan
asam pikrat); atau dengan reagent Dragendroff (larutan Kalium Bismuth
Iodida). Endapan ini berbentuk amorf atau terdiri dari kristal dari berbagai
warna. Cream (Mayer),Kuning (Hager),coklat kemerah – merahan (Wagner
dan Dragendroff). Caffein dan beberapa alkaloid tidak menimbulkan reaksi
pengendapan. Ketelitian harus dimulai dari ekstraksi alkaloid yang diuji
karena bahan akan membentuk endapan dengan protein. sebagian dari protein
akan membuat tidak larut dari bahan yang telah diekstrak oleh proses
epaporasi atau mungkin disebabkan filtrate yang terbongkar. Jika ekstrak asli
telah dikonsentrasi ke konsentrasi rendah akan membentuk ekstrak alkaloid
yang bebrbentuk basa dengan pertolongan suatu pelarut organik kemudian
dimasukan dalam larutan asam encer (misalnya : Tartarat),larutan haus bebas
dari protein dan siap untuk dilakukan uji alkaloid.(Teyler.V.E,1988)
b. Pereaksi Alkaloid
Untuk pereaksi Dragendrof dibuat dua larutan persediaan : (1) 0,6
g bismutsubnitrat dalam 2 ml HCl pekat dan 10 ml air ; (2) 6 g Kalium iodide
dalam 10 ml air. Larutan persediaan ini dicampur dengan 7 ml HCl pekat dan
15 ml air. Untuk menyemprot kertas dengan pereaksi iodoplatinat, 10 ml
larutan platina klorida 5% dicampur dengan 240 ml Kalium iodide 2% dan
diencerkan dengan air sampai 500 ml. untuk menyemprot pelat, campurkan 10
ml platina klorida 5%, 5 ml HCl pekat, dan 240 ml Kalium iodide 2%.
(Teyler.V.E,1988)
c. Klasifikasi alkaloid
Pada bagian yang memaparkan sejarah alkaloid, jelas kiranya
bahwa alkaloid sebagai kelompok senyawa, tidak diperoleh definisi tunggal
tentang alkaloid. Sistem klasifikasi yang diterima, menurut Hegnauer, alkaloid
dikelompokkan sebagai:
1)
Alkaloid Sesungguhnya
Alkaloid sesungguhnya adalah racun, senyawa tersebut menunjukkan
aktivitas phisiologi yang luas, hampir tanpa terkecuali bersifat basa; lazim
mengandung Nitrogen dalam cincin heterosiklik ; diturunkan dari asam amino
; biasanya terdapat “aturan” tersebut adalah kolkhisin dan asam aristolokhat
yang bersifat bukan basa dan tidak memiliki cincin heterosiklik dan alkaloid
quartener, yang bersifat agak asam daripada bersifat basa.
2)
Protoalkaloid
Protoalkaloid merupakan amin yang relatif sederhana dimana nitrogen
dan asam amino tidak terdapat dalam cincin heterosiklik. Protoalkaloid
diperoleh berdasarkan biosintesis dari asam amino yang bersifat basa.
Pengertian ”amin biologis” sering digunakan untuk kelompok ini. Contoh,
adalah meskalin, ephedin dan N,N-dimetiltriptamin.
3) Pseudoalkaloid
Pseudoalkaloid tidak diturunkan dari prekursor asam amino. Senyawa
biasanya bersifat basa. Ada dua seri alkaloid yang penting dalam khas ini,
yaitu
alkaloid
steroidal
(contoh:
konessin
dan
purin
(kaffein).(Teyler.V.E,1988)
2. Fenol
Senyawa asam fenolat ada hubungannya dengan lignin terikat sebagai
ester atau terdapat pada daun di dalam fraksi yang tidak larut dalam etanol; atau
miungkin terdapat dalam fraksi yang larut dalam etanol, yaitu sebagai glikosida
sederhana.
Deteksi asam fenolat dan lignindalam jaringan tumbuhan Lignin ialah
polimer fenol yang terdapat dalam dinding sel tumbuhan, yang bersama selulosa,
menyebabkan kekakuan dan kekokohan batang tumbuhan. Lignin terutama terdapat
pada tumbuhan berkayu karena sampai 30% bahan organic pepohonan terdiri atas zat
ini. Bila dioksidasi dengan nitrobenzene, lignin menghasilkan tiga aldehida fenol
sederhana
yang
ada
kaitannya
dengan
asam
fenolat
tumbuhan
umum.(Harbrone.J.B,1987)
3. Tanin
Tanin terdapat luas dalam tumbuhan berpembuluh, dalam angiospermae
terdapat khusus dalam jaringan kayu. Menurut batasanya, tanin dapat bereaksi
dengan protein membentuk kepolumer mantap yang tidak larut dalam air. Dalam
industri, tanin adalah senyawa yang berasal dari tumbuhan, yang mampu
mengubah kulit hewan yang mentah menjadi kulit siap pakai karena
kemampuanya menyambung silang protein.
Di dalam tumbuhan letak tanin terpisah dari protein dan enzim sitoplasma,
tetapi bila jaringan rusak, misalnya bila hewan memakanya, maka reaksi
penyamakan dapat terjadi. Reaksi ini menyebabkan protein lebih sukar dicapai
oleh cairan pencernaan hewan. Pada kenyataanya, sebagian besar tubuhan yang
banyak bertanin dihindari oleh hewan pemakan tumbuhan karena rasanya yang
sepat. Kita menganggap salah satu fungsi utama tanin dalam tumbuhan ialah
sebagai penolak hewan pemakan tumbuhan.
Secara kimia terdapat dua jenis utama tanin yang tersebar tidak merata
dalam dunia tumbuhan. Tanin –terkondensasi hampir terdapat semesta di dalam
paku-pakuan dan gimnosperae, serta tersebar luas dalam angiospermae, terutama
pada jenis tumbuhan berkayu. Sebaliknya,
tanin yang terhidrolisiskan
penyebaranya terbatas pada tumbuhan berkeping dua. (Harbrone.J.B,1987)
4. Flavonoid
Flavonoid terdapat dalam tumbuhan sebagai campuran, jarang sekali
dijumpai hanya flavonoid tunggal dalam jaringan tumbuhan. Disamping itu,
sering terdapat campuran yang terdiri atas flavonoid yang berbeda kelas.
Penggolongan jenis flavonoid dalam jaringan tumbuhan mula – mula didasarkan
pada telaah sifat kelarutan dan reaksi warna. Kemudian diikuti dengan
pemeriksaan
ekstrak
tumbuhan
yang
telah
dihidrolisis
secara
kromatografi.(Harbrone.J.B,1987)
5. Steroid dan Triterpenoid
Triterpenoid adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari enam
satuan isoprene dan secara biosintesis diturunkan dari hidrokarbon C30 asiklik,
yaitu skualena. Triterpenoid dapat dipilah menjadi sekurang – kurangnya empat
golongan senyawa : triterpena sebenarnya, steroid, saponin dan glikosida jantung.
Kedua golongan yang terakhir sebenarnya triterpena atau steroid yang terutama
terdapat sebagai glikosida.
Sterol adalah
triterpena yang kerangka dasarnya system cincin
siklopentana perhidrofenantrena. Dahulu
sterol terutama dianggap sebagai
senyawa satwa (sebagai hormone kelamin, asam empedu, dll), tetapi pada tahun –
tahun terakhir ini makin banyak senyawa tersebut yang ditemukan dalam jaringan
tumbuhan.(Harbrone.J.B,1987)
6. Kuinon
Kuinon adalah senyawa berwarna dan mempunyai kromofor dasar seperti
kromofor pada benzokuinon, yang terdiri atas dua gugus karbonil yang
berkonjugasi dengan dua ikatan rangkap karbon – karbon. Untuk tujuan
identifikasi, kuinon dapat dipilah menjadi empat kelompok : benzokuinon,
naftokuinon, antrakuinon, dan kuinon isoprenoid. Tiga kelompok pertama
biasanya terhidroklisasi dan bersifat senyawa fenol serta mungkin terdapat in vivo
dalam bentuk gabungan dengan gula sebagai glikosida atau dalam bentuk kuinol.
Untuk memastikan adanya adanya suatu pigmen termasuk kuinon atau
bukan, reaksi warna sederhan masih tetap berguna. Reaksi yang khas ialah
reduksi bolak balik yang mengubah kuinon menjadi senyawa tanwarna, kemudian
warna kembali lagi bila terjadi oksidasi oleh udara. (Harbone.J.B, 1987)
DAFTAR PUSTAKA
Agoes.G.2007.Teknologi Bahan Alam.21,38 – 39.Bandung : ITB Press
Anonim.2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. 3 – 5. Jakarta :
Depkes RI
Anonim.1985. Cara Pembuatan Simplisia. 2 – 22. Jakarta : Depkes RI
Anonim.1987. Analisis Obat Tradisional. 2 – 3. Jakarta : Depkes RI
Harborne. J.B.,1987. Metode Fitokimia , terjemahan K. Radmawinata dan I. Soediso, 6994, 142-158, 234-238. Bandung : ITB Press
Teyler.V.E.et.al.1988.Pharmacognosy.9th Edition. 187 – 188. Phiadelphia : Lea &
Febiger
Download