Uploaded by nabilaannajmi22

Document 4301653

advertisement
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Defenisi Sistem
Sistem berasal dari bahasa Latin (systēma) dan bahasa Yunani (sustēma)
adalah suatu kesatuan yang terdiri komponen atau elemen yang dihubungkan
bersama untuk memudahkan aliran informasi, materi atau energi untuk mencapai
suatu tujuan. Istilah ini sering dipergunakan untuk menggambarkan suatu set
entitas yang berinteraksi, di mana suatu model matematika seringkali bisa dibuat.
Sistem juga merupakan kesatuan bagian-bagian yang saling berhubungan
yang berada dalam suatu wilayah serta memiliki item-item penggerak, contoh
umum misalnya seperti negara. Negara merupakan suatu kumpulan dari beberapa
elemen kesatuan lain seperti provinsi yang saling berhubungan sehingga
membentuk suatu negara di mana yang berperan sebagai penggeraknya yaitu
rakyat yang berada dinegara tersebut.
Kata "sistem" banyak sekali digunakan dalam percakapan sehari-hari, dalam
forum diskusi maupun dokumen ilmiah. Kata ini digunakan untuk banyak hal, dan
pada banyak bidang pula, sehingga maknanya menjadi beragam. Dalam
pengertian yang paling umum, sebuah sistem adalah sekumpulan benda yang
memiliki hubungan di antara mereka.
Ada banyak pendapat tentang pengertian dan definisi sistem yang dijelaskan
oleh beberapa ahli. Berikut pengertian dan definisi sistem menurut beberapa ahli:
a.
Jogianto (2005:2), Sistem adalah kumpulan dari elemen-elemen yang
berinteraksi
untuk
mencapai
suatu
tujuan
tertentu.
Sistem
ini
menggambarkan suatu kejadian-kejadian dan kesatuan yang nyata, seperti
tempat, benda dan orang-orang yang betul-betul ada dan terjadi.
b.
Indrajit (2001:2), Sistem adalah kumpulan-kumpulan dari komponenkomponen yang memiliki unsur keterkaitan antara satu dengan lainnya.
c.
Lani Sidharta (1995:9), Sistem adalah himpunan dari bagian-bagian yang
saling berhubungan, yang secara bersama mencapai tujuan-tujuan yang
sama.
d.
Murdick, R. G (1991:27), Sistem adalah seperangkat elemen yang
membentuk kumpulan atau prosedur-prosedur atau bagan-bagan pengolahan
2
yang mencari suatu
tujuan bagian atau
tujuan bersama dengan
mengoperasikan data dan/atau barang pada waktu rujukan tertentu untuk
menghasilkan informasi dan/atau energi dan/atau barang.
e.
Davis, G. B (1991:45), Sistem adalah kumpulan dari elemen-elemen yang
beroperai bersama-sama untuk menyelesaikan suatu sasaran.
1.2
Defenisi Permukiman
Pengertian dasar permukiman dalam UU No.1 tahun 2011 adalah bagian
dari lingkungan hunian yang terdiri atas lebih dari satu satuan perumahan yang
mempunyai prasarana, sarana, utilitas umum, serta mempunyai penunjang
kegiatan fungsi lain dikawasan perkotaan atau kawasan perdesaan.
Permukiman merupakan suatu kebutuhan pokok yang sangat penting dalam
kehidupan manusia. Dari deretan lima kebutuhan hidup manusia pangan, sandang,
permukiman, pendidikan dan kesehatan, nampak bahwa permukiman menempati
posisi
yang
sentral,
dengan
demikian
peningkatan
permukiman
akan
meningkatkan pula kualitas hidup.
Saat ini manusia bermukim bukan sekedar sebagai tempat berteduh, namun
lebih dari itu mencakup rumah dan segala fasilitasnya seperti persediaan air
minum, penerangan, transportasi, pendidikan, kesehatan dan lainnya. Pengertian
ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Sumaatmadja (1988) sebagai berikut:
“Permukiman adalah bagian permukaan bumi yang dihuni manusia meliputi
segala sarana dan prasarana yang menunjang kehidupannya yang menjadi satu
kesatuan dengan tempat tinggal yang bersangkutan”
Pemilihan lokasi permukiman di dasarkan pada berbagai faktor antara lain:
− Faktor kemudahan adalah kemudahan dalam menjangkau suatu tempat.
Faktor ini perlu diperhatikan, sebab akan berpengaruh terhadap biaya
transportasi dan lamanya perjalanan bagi penghuni untuk bepergian. Faktor
kemudahan pada suatu permukiman dapat berupa jalan penghubung atau
masuk, yaitu jalan yang menghubungkan jalan masuk dengan jaringan jalan
umum menuju pusat kota.
− Utilitas adalah kelengkapan fasilitas yang terdapat pada perumahan, antara
lain listrik, air minum, saluran pembuangan.
3
− Faktor status tanah, tanah mempunyai fungsi sosial ekonomi. Dalam
pengaturan hak atas tanah dan ruang pemanfaatanya harus dapat
meningkatkan kesejahteraan rakyat, status tanah mempunyai peranan
penting bagi kelangsungan penghuni karena memberikan kepastian hukum
atas tanah yang menjadi haknya.
− Faktor penggunaan tanah, daerah perumahaan sedapat mungkin tidak
menggunakan lahan yang produktif dan menghindari daerah-daerah yang
sudah terbangun. Dengan demikian penggunaan lahan tersebut akan lebih
efektif dan saling mendukung dengan kegiatan lainnya.
− Faktor kemungkinan perluasan, diharapkan daerah perumahan mampu
menampung aktivitas-aktivitas yang sudah sulit sulit dikembangkan di pusat
kota, dengan demikian kawasan permukiman tidak berdiri sendiri dan tidak
lepas dari sistem kotanya.
− Faktor pusat pelayanan, lokasi perumahan yang baik adalah lokasi yang
memudahkan atau dapat menjangkau semua tempat karena tersedia macammacam pelayanan, baik yang bersifat sosial maupun bersifat ekonomi.
− Faktor efek samping yang mungkin terjadi, efek samping yang dimaksud
adalah efek negatif yang mungkin timbul dengan di bangunnya
permukiman.
1.2.1 Ciri dan Pola Permukiman
Menurut Sitorus (2019), Lingkungan permukiman merupakan suatu sistem
yang terdiri dari lima elemen, yaitu :
a. Unsur alami (nature), mencakup sumber-sumber daya alam seperti
topografi, hidrologi, tanah, iklim, maupun unsur hayati yaitu vegetasi
dan fauna;
b. Manusia (man), sebagai individu, mencakup segala kebutuhan
pribadinya seperti biologis, emosional, nilai-nilai moral, perasaan dan
persepsinya;
c. Masyarakat (society), adanya manusia sebagai kelompok masyarakat;
d. Tempat (shells), dimana manusia sebagai individu maupun kelompok
melangsungkan kegiatan atau melaksanakan kehidupan;
4
e.
jaringan (network), merupakan sistem alami maupun buatan manusia,
yang menunjang berfungsinya lingkungan permukiman tersebut seperti
jalan, air bersih, listrik, dan sebagainya (Basset dan Short, 1980)
Berdasarkan elemen tersebut, maka pada dasarnya suatu permukiman terdiri
dari isi (contents) yaitu manusia, baik secara individual maupun dalam
masyarakat dan wadah yaitu lingkungan fisik permukiman yang merupakan
wadah bagi kehidupan manusia dari tata nilai, sistem sosial, dan budaya
masyarakat yang membentuk suatu komunitas sebagai bagian dari lingkungan
permukiman tersebut.
Penentuan lokasi suatu perumahan dan permukiman, perlu adanya suatu
kriteria atau persyaratan dan pertimbangan dalam rangka mencapai pembangunan
dan pemeliharaan yang sehat, yaitu :
1. Sifat khas fisik tapak yang penting, meliputi kondisi tanah, air tanah dan
drainase, keterbebasan dari banjir permukaan, kesesuaian penapakan
bangunan, kesesuaian untuk akses sirkulasi, dll.
2. Ketersediaan pelayanan saniter dan perlindungan, meliputi persediaan air
dan pembuangan air selokan saniter, pembuangan sampah, listrik, bahan
bakar dan komunikasi, dll
3. Keterbatasan dari bahaya dan gangguan setempat, meliputi bahaya
kecelakaan, kebisingan dan getaran, bau-bayan asap dan debu, dll.
Keberadaan suatu permukiman dapat mempengaruhi berkembangnya suatu
wilayah dan sebaliknya kegiatan pembangunan dalam suatu wilayah dapat
mempengaruhi
berkembangnya
permukiman.
Faktor-faktor
yang
dapat
mempengaruhi perkembangan permukiman cukup banyak antara lain, faktor
geografis, kependudukan, kelembagaan, swadaya, ekonomi, dll.
Permukiman juga dapat dilihat sebagai suatu bentang lahan budaya (cultural
landscape feature) terutama permukiman tradisional yang wujud fisiknya sangat
besar kaitannya dengan budaya, dimana ciri-cirinya adalah:
1. Di dalamnya terdapat hubungan/kaitan antara berbagai elemen dan juga
sifat dari elemen-elemen tersebut, termasuk antara lingkungan binaan
dengan lingkungan alami
5
2. Mempunyai ciri dan karakteristik yang khas, umumnya mengandung
budaya yang spesifik
3. Tidak dirancang oleh seseorang perancang
4. Terdapat sifat-sifat spesifik dari pilihan-pilihan tersebut yaitu di dasarkan
atas hokum yang berlaku
5. Merupakan sistem pilihan dan gaya hidup
6. Bentang budaya
7. Konservasi-preservasi dan bentang budaya
8. Kualitas lingkungan yang mengangkut persepsi dan standar
Pola permukiman penduduk di suatu daerah sangat dipengaruhi oleh kondisi
fisik daerahnya antara lain meliputi iklim, kesesuaian lahan, tofografi wilayah.
Pengaruh kondisi fisik ini sangat terlihat pada pola permukiman di daerah
pedesaan, sedangkan di daerah perkotaan kurang begitu jelas, mengingat
penduduk kota sangat padat kecuali yang bertempat tinggal sepanjang daerah
aliran sungai, biasanya membentuk pola linier mengikuti aliran sungai. Menurut
Bertrand (1958), berdasarkan pemusatan masyarakatnya pola permukiman
penduduk desa dibedakan atas tiga kelompok, yaitu:
1. Nucleated village, yaitu penduduk desa hidup bergerombol membentuk
suatu kelompok yang disebut dengan nucleus atau inti.
2. Line village, yaitu permukiman penduduk yang menyusun tempat
tinggalnya mengikuti jalur sungai atau jalur jalan dan membentuk deretan
perumahan.
3. Open country village, yaitu penduduk desa memilih atau membangun
tempat-tempat kediamannya tersebar di suatu daerah pertanian, sehingga
dimungkinkan adanya hubungan dagang, karena adanya perbedaan
produksi dan kebutuhan. Pola ini disebut juga trade centre community.
6
1.3
Definisi Pedesaan
a.
Menurut Wikipedia Indonesia
Pedesaan (rural) adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama pertanian,
termasuk pengelolaan sumberdaya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai
tempat pemukiman pedesaan, pelayanan jasa, pemerintahan, pelayanan social, dan
kegiatan ekonomi.
b.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005)
Pedesaan adalah daerah pemukiman penduduk yang sangat dipengaruhi oleh
kondisi tanah, iklim, dan air sebagai syarat penting bagi terwujudnya pola
kehidupan agraris penduduk ditempat itu.
1.3.1 Perbedaan Desa (village) dengan Pedesaan (rural)
Village adalah bentuk kata kerja (noun) untuk Desa. Sedangkan rural adalah
bentuk kata sifat (adjective) untuk pedesaan.
Maka desa (village) lebih kepada tempatnya. Yaitu menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia. Kesatuan wilayah yg dihuni oleh sejumlah keluarga yg
mempunyai sistem pemerintahan sendiri (dikepalai oleh seorang kepala desa).
Sedangkan pedesaan (rural) merujuk pada sifatnya. Yaitu warga desa
menurut Scott J.C. (1989) dalam Yudi (2010:4) bahwa petani terutama di
pedesaan pada dasarnya menginginkan kedamaian dan hubungan patron-klien
paternalistik yang memberi jaminan dan keamanan social (social security). Petani
jarang tampil mengambil suatu keputusan yang berisiko, karena petani akan
memikirkan keamanan terlebih dahulu (safety first).
Menurut Wikipedia Indonesia pedesaan (rural) adalah wilayah yang
mempunyai kegiatan utama pertanian, termasuk pengelolaan sumberdaya alam
dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat pemukiman pedesaan, pelayanan
jasa, pemerintahan, pelayanan social, dan kegiatan ekonomi. Jadi, village lebih
6dentic dengan wilayah desa atau tempatnya, sedangkan pedesaan adalah daerah
yang bersifat Agraris.
Pedesaan atau sering juga disebut dengan istilah desa adalah daerah
pemukiman penduduk yang sangat dipengaruhi oleh kondisi tanah, iklim, dan air
sebagai syarat penting bagi terwujudnya pola kehidupan agraris penduduk di
7
tempat itu. Terdapat beberapa defenisi dan penjelasan tentang pedesaan atau desa,
yaitu:
Menurut Sutardjo Kartodikusuma, desa adalah suatu kesatuan hukum
dimana bertempat tinggal suatu masyarakat pemerintahan sendiri.
Menurut Bintaro, desa merupakan perwujudan atau kesatuan geografi,
sosial, ekonomi, politik, dan kultur yang terdapat ditempat itu (suatu daerah),
dalam hubungan dan pengaruhnya secara timbal balik dengan daerah lain.
Menurut Paul H. Landis, desa adalah penduduknya kurang dari 2.500 jiwa.
Dengan ciri-ciri pedesaan sebagai berikut:
− Mempunyai pergaulan hidup yang saling kenal mengenal antara ribuan jiwa.
− Ada pertalian perasaan yang sama tentang kesukaan terhadap kebiasaan.
− Cara berusaha (ekonomi) adalah agraris yang paling umum yang sangat
dipengaruhi alam seperti: iklim, keadaan alam, kekayaan alam, sedangkan
pekerjaan yang bukan agraris adalah bersifat sambilan.
Menurut Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1979, pengertian desa adalah
suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk sebagai kesatuan
masyarakat termasuk di dalamnya kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai
organisasi pemerintahan terendah langsung di bawah Camat dan berhak
menyelenggarakan rumah tangganya sendiri dalam ikatan Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
Menurut Undang – Undang Nomor 22 Tahun 1999, pengertian desa adalah
kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan
mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal usul dan adat
istiadat setempat yang diakui dalam sistem pemerintahan Nasional dan berada di
daerah Kabupaten.
Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, pengertian desa adalah
pengertian desa sebagai kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas
wilayah, yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat
setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan
dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Menurut Undang – Undang Nomor 6 Tahun 2014, pengertian desa adalah
desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa,
8
adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang
untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat
setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional
yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Masih terdapat beberapa defenisi dan penjelasan lain terkait pedesaan,
namun defenisi dan penjelasan yang telah ditampilkan dan diterangkan di atas
dapat menggambarkan pengertian pedesaan secara harfiah.
1.3.2 Mata Pencaharian Masyarakat Pedesaan
Secara umum, masyarakat pedesaan memiliki mata pencaharian dalam
bidang pertanian, perkebunan, perternakan, dan perdagangan.
1.
Pertanian adalah kegiatan pemanfaatan sumber daya hayati yang dilakukan
manusia untuk menghasilkan bahan pangan, bahan baku industri, atau
sumber energi, serta untuk mengelola lingkungan hidupnya. Tidak dapat
dipisahkan dari pedesaan. Pertanian merupakan komponen utama dalam
menopang kehidupan pedesaan di Indonesia. Pertanian merupakan sektor
yang memiliki peranan sangat penting dalam perekonomian pedesaan.
Menurut Kuznets (1964), peranan pertanian di pedesaan antara lain adalah:
− menyediakan kebutuhan bahan pangan yang diperlukan masyarakat
untuk menjamin ketahanan pangan
− menyediakan bahan baku bagi industri
− sebagai pasar potensial bagi produk-produk yang dihasilkan oleh industri
− sumber tenaga kerja dan pembentukan modal yang diperlukan bagi
pembangunan sektor lain
− sebagai sumber perolehan devisa
Di samping itu, pertanian memiliki peranan penting untuk mengurangi
kemiskinan dan peningkatan ketahanan pangan, dan menyumbang secara
nyata bagi pembangunan pedesaan dan pelestarian lingkungan hidup.
Tanaman yang umum ditanam pada pertanian pedesaan yaitu: padi, jagung,
kentang, dan tanaman kebutuhan pokok lainnnya.
2.
Perkebunan adalah segala kegiatan yang mengusahakan tanaman tertentu
pada tanah dan/atau media tumbuh lainnya dalam ekosistem yang sesuai;
9
mengolah, dan memasarkan barang dan jasa hasil tanaman tersebut, dengan
bantuan ilmu pengetahuan dan teknologi, permodalan serta manajemen
untuk mewujudkan kesejahteraan bagi pelaku usaha perkebunan dan
masyarakat. Perkebunan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari
pertanian dan pedesaan. Perkebunan berperan besar dan menjadi bagian
penting dalam pengurangan tingkat kemiskinan pedesaan di Indonesia.
Adapun tanaman perkebunan yang lazim di tanam di pedesaan yaitu: kelapa
sawit, karet, coklat, pinang, kopi, cengkih, pala, kelapa, dan tanaman
lainnya.
3.
Perternakan adalah kegiatan mengembangbiakkan dan membudidayakan
hewan ternak untuk mendapatkan manfaat dan hasil dari kegiatan tersebut.
Pengertian peternakan tidak terbatas pada pemeliharaaan saja, memelihara
dan peternakan perbedaannya terletak pada tujuan yang ditetapkan. Tujuan
peternakan adalah mencari keuntungan dengan penerapan prinsip-prinsip
manajemen pada faktor-faktor produksi yang telah dikombinasikan secara
optimal. Berdasarkan ukuran hewan ternak, bidang peternakan dapat dibagi
atas dua golongan, yaitu peternakan hewan besar seperti sapi, sapi perah,
kerbau dan kuda, sedang kelompok kedua yaitu peternakan hewan kecil
seperti ayam, kelinci, itik, mentok, puyuh, dan lain-lain.[14] Selain iut,
terdapat golongan perternakan hewan sedang yaitu domba, kambing, dan
babi. Macam-macam hewan ternak lainnya yaitu ulat sutera, belut, katak
hijau, dan ternak lebah madu dimana setiap hewan terjan memiliki tujuan
serta manfaat masing – masing bagi masyarakat pedesaan.
4.
Perdagangan atau perniagaan adalah kegiatan tukar menukar barang atau
jasa atau keduanya yang berdasarkan kesepakatan bersama bukan
pemaksaan. Kegiatan perdagangan perdagangan berkaitan dengan penjualan
hasil bumi pertanian dan pekebunan, hasil ternak, serta barang jadi maupun
barang setengah jadi.
10
1.3.3 Infrastruktur Pedesaan
Pembangunan infrastruktur pedesaan terdiri atas beberapa ruang lingkup:
a.
Pembangunan infrastruktur transportasi perdesaan guna mendukung
peningkatan aksessibilitas masyarakat desa, yaitu: jalan, jembatan, tambatan
perahu.
b.
Pembangunan infrastruktur yang mendukung produksi pertanian, yaitu:
irigasi perdesaan.
c.
Pembangunan infrastruktur yang mendukung pemenuhan kebutuhan dasar
masyarakat, meliputi: penyediaan air minum, sanitasi perdesaan.
1.4
Definisi Perkotaan
Menurut Wikipedia Indonesia perkotaan (urban) adalah wilayah yang
mempunyai
kegiatan
utama
bukanpertanian dengan
susunan
fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi
pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatanekonomi.
1.4.1 Perbedaan Kota (City) dengan Perkotaan (Urban)
City adalah bentuk kata kerja (noun) untuk kota. Sementara urban adalah
kata sifat (adjective) untuk kota. Maka city merujuk pada suatu tempat yang
secara fisik memiliki sarana dan prasarana lengkap, berpenduduk banyak dan
memiliki spesialisasi pembagian wilayah. Contoh: New York City.
Sementara urban merujuk pada ciri – ciri atau sifat perkotaan. Contoh:
Urban people. Ini berarti masyarakat yang bersifat kota, seperti masyarakat yang
dinamis, efektif dan efisien.
Menurut Bintarto, dari segi geografis kota diartikan sebagai suatu sistim
jaringan kehidupan yang ditandai dengan kepadatan penduduk yang tinggi dan
diwarnai dengan strata ekonomi yang heterogen dan bercorak materialistis atau
dapat pula diartikan sebagai bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur
alami dan non alami dengan gejala-gejala pemusatan penduduk yang cukup besar
dengan corak kehidupan yang bersifat heterogen dan materialistis di bandingkan
dengan daerah di belakangnya.
Menurut Arnold Tonybee, sebuah kota tidak hanya merupakan pemukiman
khusus tetapi merupakan suatu kekomplekan yang khusus dan setiap kota
11
menunjukkan perwujudan pribadinya masing-masing.Sedangkan perkotaan adalah
suatu perkembangan kota yang melibatkan seluruh elemen-elemen di dalamnya
yang menyangkut kota itu sendiri. Pengertian kota dan daerah perkotaan dapat di
bedakan dalam dua pengertian yaitu kota untuk city dan daerah perkotaan untuk
“urban”. Pengertian city di identikkan dengan kota, Sedangkan urban berupa suatu
daerah yang memiliki suasana kehidupan dan penghidupan modern, dapat disebut
daerah perkotaan.
1.5 Evaluasi Kesesuaian Lahan untuk Permukiman dan Bangunan
Permukiman adalah tempat dimana sejumlah penduduk tinggal dan
melakukan kegiatan sehari-harinya. Untuk keperluan tersebut, diperlukan lahan
untuk mendirikan bangunan seperti rumah, septic tank, jalan tempat pembangunan
sampah, dll. Oleh karena itu, sifat-sifat tanah perlu mendapat perhatian. Sifat-sifat
tanah tersebut anata lain adalah klasifikasi tanah berdasar atas butir-butir dan sifat
rheologi, potensi mengembang dan mengkerut tanah, tata air atau drainase tanah
(wetness), tebal tanah sampai ke hamparan batuan, potensi terjadinya korosi,
lapisan organic, mudah tidaknya tanah digali, dan sebagainya. Bangunan gedung
yang dimaksud dalam evaluasi ini adalah bangunan permanen setinggi-tingginya
tiga tingkat.
1.5.1 Sifat-Sifat Tanah Yang Penting Untuk Permukiman dan Bangunan
1.
Klasifikasi Tanah Berdasarkan Besar Butir dan Rheologi
Sistem klasifikasi tanah berdasar atas ukuran besar butir dan sifat-sifat
rheologi dilakukan berdasarkan sistem Unified dan sistem American Association
of State Highway and Transportation Officials (AASHTO). Sistem Unified
digunakan untuk mengevaluasi tanah yang digunakan untuk lapangan terbang,
pondasi, bahan dan lokasi jalan dan kegunaan lain yang dikembangkan oleh
Cassagrande (1942) dan diperbaiki oleh United State Departement of Defense
(1968). Sedangkan sistem AASHTO (1961) digunakan untuk mengevaluasi tanah
untuk lokasi dan bahan jalan dan merupakan perbaikan dari sistem Public Roads
Administration’s (PRA) pada tahun 1942.
12
Dasar klasifikasi kedua sistem tersebut adalah sebaran besar butir dan sifat
rheologi tanah atau angka-angka atteberg. Dalam klasifikasi besar butir terdapat
perbedaan antara klasifikasi besar butir yang dikembangkan oleh USDA untuk
bidang pertanian dengan klasifikasi Unified maupun AASHTO. Perbedaan
tersebut terutama menyangkut defenisi untuk ukuran-ukuran butir yang
diklasifikasikan sebagai kerikil, pasir, debu, dan liat.
Sifat rheologi yang penting dalam bidang bangunan adalah batas cair/batas
mengalir (liquid limit) dari indeks plastisitas (plasticity index). Batas cair/batas
mengalir adalah kadar air terbanyak yang dapat ditahan tanah bila dibuat pasta.
Bila air lebih banyak maka (pasta) tanah akan mengalir bersama air. Bila tanah
yang jenuh air tersebut dikeringkan maka kadar air terus berkurang sehingga tanah
menjdai tidak plastis lagi, hal itu disebut batas plastis. Dalam keadaan ini
gulungan tanah atau bentukan pita dan tanah tersebut akan pecah-pecah ke segala
jurusan bila digerak-gerakkan. Bila kadar air kurang dari batas plastis tanah tidak
dapat lagi dibentuk pita. Indeks plastisitas adalah kadar air pada batas cair dengan
kadar air pada batas plastis.
13
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pola Persebaran Pedesaan
Bila
kita
menelaah
lebih
dalam,
ternyata pola
pemukiman
desa dipengaruhi oleh beberapa hal seperti bentuk wilayah, kegiatan ekonomi dan
kegiatan sosial. Desa yang berada di pinggir pantai memiliki pola pemukiman
yang berbeda dengan desa yang berada di pegunungan. Begitu pula dengan desa
yang ekonominya maju, pada umumnya desa yang seperti ini akan melakukan
pembangunan rumah di sepanjang jalan utama desa. Pembagunan ini ditujukan
untuk kegiatan ekonomi, misalnya membuat ruko atau toko. Lain halnya desa
yang berekonomi tradisional. Desa yang seperti ini pada umumnya, pembangunan
rumah ditujukan sebagai tempat tinggal sehingga pembangunannya tidak
tergantung dengan jalan utama. Kalau dilihat dari satelit, maka terlihat wilayah
kosongnya akan jauh lebih luas daripada rumahnya. Nah, wilayah kosong ini
biasanya digunakan sebagai kebun atau halaman rumah.
Ada tiga tokoh yaitu Bintaro, N. Daljuni dan Paul H. Landis memberikan
sejumlah gambaran terkait pola pemukiman desa:
1.
Bintaro berpendapat bahwa pola pemukiman penduduk desa ada enam
macam yakni:
a. Pola memanjang jalan merupakan pola permukiman yang biasa terjadi
pada daerah datar yang terdapat sarana transportasi jalan raya yang
menghubungkan satu tempat ke tempat lainnya. Masyarakat membandang
pembangunan di pinggir jalan akan mempermudah perjalanan bila hendak
pergi ke tempat lain. Selain itu pergerakan pendistribusian barang dan jasa
juga relatif lebih mudah daripada di dalam perkampungan.
b. Pola memanjang sungai merupakan pola permukiman yang biasa terjadi
pada daerah pinggir sungai. Pada umumnya, permukiman ini terjadi
karena peran sungai tersebut dipandang penting bagi kehidupan penduduk,
misalnya sebagai sarana transportasi, ekonomi atau perternakan ikan.
c. Pola memanjang pantai merupakan pola permukiman yang dilakukan oleh
para nelayan di daerah pesisir pantai dimana penduduknya sangat
bergantung dengan hasil dari menangkap ikan di laut.
14
d. Pola memanjang pantai dan sejajar jalan kereta api merupakan pola
permukiman yang biasanya dilakukan oleh penduduk yang punya profesi
ganda yakni sebagian ada yang sebagai nelayan dan ada juga yang sebagai
pedagang.
e. Pola radial merupakan pola permukiman yang terjadi di lereng gunung
merapi. Biasanya mereka tinggal di pinggir-pinggir sungai yang bermuara
dari gunung berapi.
f. Pola tersebar merupakan pola permukiman yang terjadi di daerah yang
tingkat kesuburan tanahnya berbeda-beda.
Untuk lebih jelasnya, perhatikan gambar di bawah ini:
Gambar. Pola permukiman penduduk desa oleh Bintaro
(Sumber: Sabtanti Rahayu, hal.50-52)
2.
N. Daljuni berpendapat bahwa pola pemukiman desa ada empat macam
yakni:
a. Pola desa linier merupakan pola permukiman yang sejejar mengikuti
jalan maupun alur sungai. Pola seperti ini umumnya terjadi pada daerah
dataran rendah.
b. Pola desa yang memanjang mengikuti garis pantai terjadi umumnya pada
kehidupan para nelayan.
c. Pola desa terpusat terjadi pada daerah pegunungan. Ada sesuatu yang
menarik di penduduk dengan pola ini dimana biasanya dalam satu
kampung masih terikat dalam satu hubungan kekerabatan.
d. Pola desa yang mengelilingi fasilitas tertentu terjadi pada daerah dataran
rendah yang memiliki fasilatas umum misalnya mata air, balai desa dll.
15
Gambar. Pola permukiman penduduk desa oleh N. Daljuni
(Sumber: Sabtanti Rahayu, hal.52-53)
3.
Paul H. Landis berpendapat bahwa pola pemukiman desa ada empat macam
yakni:
a. The Farum Village Type merupakan pola permukiman penduduk yang
mengumpul dimana disekelilingnya terdapat lahan pertanian.
b. The Nebulous Farm Type merupakan pola pemukiman desa yang
mengumpul dimana disekelilingnya terdapat lahan pertanian. Oleh
karena jumlah penduduknya meningkat, maka sebagian ada yang tinggal
di luar desa.
c. The Arranged Isolated Farm Type merupakan pola pemukiman desa
yang sangat dekat dengan jalan utama desa dan dekat dengan pusat
perdagangan. Desa akan dikelilingi oleh lahan pertanian dengan jarak
antar rumah pun tidak terlalu jauh.
d. The Pure Isolated Type merupakan pola pemukiman desa yang
berpencar-pencar dengan disertai lahan pertaniannya masing-masing.
Penduduk pada desa ini akan berkumpul pada sebuah pusat
perdagangan.
Gambar. Tipe pedesaan menurut Paul H. Landis
(Sumber: Sabtanti Rahayu, hal. 52-53)
16
Pola pemukiman adalah tempat manusia bermukim dan melakukan aktivitas
sehari-hari. Bentuk penyebaran penduduk dapat dilihat berdasarkan kondisi alam
dan aktivitas penduduk. Faktor yang mempengaruhi perbedaan pola pemukiman
Penduduk antara lain:
1.
Relief/Bentuk permukaan bumi terdiri dari relief-relief seperti pegunungan,
dataran rendah, pantai, dan perbukitan.
2.
Kesuburan Tanah. Pola pemukiman dipengaruhi juga oleh kesuburan tanah.
Kesuburan tanah berbeda-beda di setiap tempat. Masyarakat cenderung
tinggal di daerah yang memiliki kesuburan tanah, seperti di daerah
pedesaan.
3.
Keadaan Iklim. Keadaan iklim juga mempengaruhi pola pemukiman
penduduk. Misalnya intensitas radiasi matahari dan suhu di masing-masing
daerah. Di daerah pegunungan yang bersuhu dingin, pemukiman penduduk
cenderung merapat, sedangkan di daerah pantai yang bersuhu panas,
pemukiman cenderung merenggang.
4.
Kultur Penduduk. Budaya penduduk mempengaruhi pola pemukiman
penduduk. Suku Badui di Banten, Suku Dayak di Kalimantan cenderung
memiliki pemukiman berkelompok.
Pola persebaran pedesaan di Indonesia dapat dibagi menjadi 3 pola utama
yaitu:
1.
Pola Pedesaan Memanjang (linier).
Gambar 3.1
Pola Permukiman Linier
Maksud dari pola memanjang atau linier adalah untuk mendekati prasarana
transportasi seperti jalan, sungai, pantai, dan jalur kereta api sehingga
17
memudahkan untuk bepergian dari satu tempat ke tempat lainnya baik jika ada
keperluan primer, sekunder, maupun tersier. Di samping itu, untuk memudahkan
penyerahan dan perpindahan barang dan jasa. Pola pedesaan memanjang dapat
dibagi menjadi 4 sub kategori lagi, yaitu:
a. Pola pedesaan yang mengikuti jalan. Pola pedesaan yang terdapat di
sebelah kiri dan kanan jalan raya atau jalan umum. Pola pedesaan ini
banyak terdapat di dataran rendah.
b. Pola pedesaan yang mengikuti sungai. Pola pedesaan ini bentuknya
memanjang mengikuti bentuk sungai, umumnya terdapat di daerah
pedalaman.
c. Pola pedesaan yang mengikuti rel kereta api. Pola pedesaan ini banyak
terdapat di Pulau Jawa dan Sumatra karena penduduknya mendekati dan
mengenal fasilitas transportasi kereta api.
d. Pola pedesaan yang mengikuti pantai. Pada umumnya, pola pedesaan
seperti ini merupakan pedesaan nelayan yang terletak di kawasan pantai
yang landai dan hampir dapat dijumpai di seluruh pesisir pantai
Indonesia.
2.
Pola Pedesaan Terpusat
Gambar 3.2
Pola Permukiman Terpusat
Pola pemukiman ini mengelompok membentuk unit-unit yang kecil dan
menyebar, umumnya terdapat di daerah pegunungan atau daerah dataran tinggi
yang berelief kasar, dan terkadang daerahnya terisolir. Di daerah pegunungan pola
pemukiman memusat mengitari mata air dan tanah yang subur. Sedangkan daerah
pertambangan
di
pedalaman
pemukiman
memusat
mendekati
lokasi
18
pertambangan. Penduduk yang tinggal di pemukiman terpusat biasanya masih
memiliki hubungan kekerabatan dan hubungan dalam pekerjaan. Pola pemukiman
ini sengaja dibuat untuk mempermudah komunikasi antarkeluarga atau antarteman
bekerja.
3.
Pola Pedesaan Tersebar
Gambar 3.3
Pola Permukiman Tersebar
Pola pemukiman tersebar terdapat di daerah dataran tinggi atau daerah
gunung api dan daerah-daerah yang kurang subur. Pada daerah dataran tinggi atau
daerah gunung api penduduk akan mendirikan pemukiman secara tersebar karena
mencari daerah yang tidak terjal, morfologinya rata dan relatif aman. Sedangkan
pada daerah kapur pemukiman penduduk akan tersebar mencari daerah yang
memiliki kondisi air yang baik. Mata pencaharian penduduk pada pola
pemukiman ini sebagian besar dalam bidang pertanian, ladang, perkebunan dan
peternakan.
2.2
Perbedaan Desa dengan Kota
1.
Nilai sosial pada penduduk
Nilai sosial antar penduduk kota dan desa merupakan salah satu hal
yang paling terlihat perbedaanya. Bisa kita lihat jika didesa para
penduduk berlomba-lomba untuk bergotong royong dalam membantu
tetangga sekitar dan juga biasanya penduduk desa menghabiskan waktu
senggang mereka untuk melakukan kegiatan bersama tetangga lainnya
sedangkan di kota, mereka berlomba-lomba memasang pagar yang tinggi
agar terlihat hebat.
19
2.
Tingkat pendapatan
Jelas saja terlihat jika penduduk kota dan desa memiliki perbedaan
dalam hal tingkat pendapatan. Biasanya penduduk didesa mendapatkan
penghasilan dari bertani ataupun berternak sedangkan di kota biasanya
penduduk menjadi karyawan ataupun berdagang. Hasi dari bertani
biasanya digunakan penduduk desa untuk konsumsi sehari -hari dan
sebagiannya lagi untuk dijual. Berbeda halnya dengan di kota yang
kebutuhan sehari- harinya biasanya di dapat di warung ataupun pasar
swalayan.
3.
Kemajuan teknologi
Kota biasanya lebih cepat dalam hal kemajuan teknologi. Jika dulu
hanya orang-orang kota saja yang biasanya menggunakan telephone
genggam
sekarang
seluruh
lapisan masyarakat
dapat
menggunakan
telephone genggam. Tetapi, penduduk di kota lebih maju dalam bidang
teknologi dikarenakan penduduk kota lebih berpikiran terbuka dalam
bidang teknologi. Biasanya penduduk desa akan berfikir dua kali untuk
menggunakan barang teknologi karena jika barang tersebut tidak memiliki
manfaat biasanya penduduk desa lebih memilih tidak menggunakan
teknologi tersebut.
4.
Nilai budaya
Nilai budaya penduduk desa lebih kental dibandingkan nilai budaya
pada penduduk kota. Hal ini dikarenakan penduduk desa yang belum
tergeser budayanya dengan budaya asing berbeda dengan nilai budaya
penduduk kota yang sudah bercampur dengan budaya asing karena budaya
asing dengan mudahnya dapat masuk ke dalam kehidupan penduduk kota
yang memiliki pemikiran terbuka dan modern. Jika di desa masih ada
tradisi untuk berkumpul bersama sanak saudara lainnya ketika panen dan
mengadakan kegiatan dalam bentuk seni berbeda dengan penduduk kota
yang lebih memilih untuk berkumpul di warung kopi dan menghabiskan
waktu disana.
20
5.
Jumlah penduduk
Angka urbanisasi (perpindahan penduduk dari desa ke kota) biasanya
setiap tahun meningkat. Hal ini dikarenakan setiap tahun biasanya orang
yang mudik pasti membawa saudaranya yang lain ikut kerja di kota untuk
merubah nasib dengan harapan dapat membiayai s audara-saudara di desa.
Sedangkan didesa yang tinggal hanya petani-petani yang memiliki ladang
untuk di olah. Hal ini pulalah yang menyebabkan perbedaan jumlah
penduduk yang sangat signifikan.
6.
Lingkungan Umum dan Orientasi Terhadap Alam
Masyarakat pedesaan berhubungan kuat dengan alam, karena lokasi
geografisnya di daerah desa. Penduduk yang tinggal di desa akan banyak
ditentukan oleh kepercayaan dan hukum alam. Berbeda dengan penduduk yang
tinggal di kota yang kehidupannya “bebas” dari realitas alam.
7.
Homogenitas dan Heterogenitas
Homogenitas atau persamaan ciri-ciri sosial dan psikologis, bahasa,
kepercayaan, adat-istiadat dan perilaku nampak pada masyarakat pedesaan bila
dibandingkan dengan masyarakat perkotaan. Di kota sebaliknya penduduknya
heterogen, terdiri dari orang-orang degan macam-macam perilaku dan juga
bahasa.
2.3
Hubungan Pedesaan dan Perkotaan
Masyarakat pedesaan dan perkotaan bukanlah dua komonitas yang terpisah
sama sekali satu sama lain. Bahkan dalam keadaan yang wajar diantara keduanya
terdapat hubungan yang erat. Bersifat ketergantungan, karena diantara mereka
saling membutuhkan. Kota tergantung pada dalam memenuhi kebutuhan
warganya akan bahan bahan pangan seperti beras sayur mayur , daging dan ikan.
Desa juga merupakan sumber tenaga kasar bagi bagi jenis jenis pekerjaan tertentu
dikota. Misalnya saja buruh bangunan dalam proyek proyek perumahan. Proyek
pembangunan atau perbaikan jalan raya atau jembatan dan tukang becak. Mereka
ini biasanya adalah pekerja pekerja musiman. Pada saat musim tanam mereka,
sibuk bekerja di sawah. Bila pekerjaan dibidang pertanian mulai menyurut,
sementara menunggu masa panen mereka merantau ke kota terdekat untuk
melakukan pekerjaan apa saja yang tersedia “Interface”, dapat diartikan adanya
21
kawasan perkotaan yang tumpang-tindih dengan kawasan perdesaan, nampaknya
persoalan tersebut sederhana, bukankah telah ada alat transportasi, pelayanan
kesehatan, fasilitas pendidikan, pasar, dan rumah makan dan lain sebagainya,
yang mempertemukan kebutuhan serta sifat kedesaan dan kekotaan.
Hubungan kota-desa cenderung terjadi secara alami yaitu yang kuat akan
menang, karena itu dalam hubungan desa-kota, makin besar suatu kota makin
berpengaruh dan makin menentukan kehidupan perdesaan. Salah satu contohnya
adalah urbanisasi. Secara teoristik, kota merubah atau paling mempengaruhi desa
melalui beberapa cara, seperti:
−
Ekspansi kota ke desa, atau boleh dibilang perluasan kawasan perkotaan
dengan merubah atau mengambil kawasan perdesaan. Ini terjadi di semua
kawasan perkotaan dengan besaran dan kecepatan yang beraneka ragam;
−
Invasi kota , pembangunan kota baru seperti misalnya Batam dan banyak
kota baru sekitar Jakarta merubah perdesaan menjadi perkotaan. Sifat
kedesaan lenyap atau hilang dan sepenuhnya diganti dengan perkotaan;
−
Penetrasi kota ke desa, masuknya produk, prilaku dan nilai kekotaan ke
desa. Proses ini yang sesungguhnya banyak terjadi;
−
ko-operasi kota-desa, pada umumnya berupa pengangkatan produk yang
bersifat kedesaan ke kota. Dari keempat hubungan desa-kota tersebut
kesemuanya diprakarsai pihak dan orang kota. Proses sebaliknya hampir
tidak pernah terjadi, oleh karena itulah berbagai permasalahan dan gagasan
yang dikembangkan pada umumnya dikaitkan dalam kehidupan dunia yang
memang akan mengkota.
2.4
Tinjauan Peremajaan Lingkungan Permukiman Perkotaan
Peningkatan jumlah penduduk yang tinggi dan perpindahan penduduk ke
daerah perkotaan, merupakan penyebab utama pesatnya perkembangan kegiatan
suatu kota. Perkembangan tersebut menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan
terhadap struktur kota. Perubahan tersebut akan mengarah pada kemerosotan
suatu lingkungan permukiman, tidak efisiennya penggunaan tanah daerah pusat
kota, dan mengungkapkan bahwa penurunan kualitas tersebut bisa terjadi di setiap
bagian kota. Kemerosotan lingkungan seringkali dikaitkan dengan masalah sosial,
seperti kriminalitas, kenakalan remaja, prostitusi dan sebagainya (Sujarto, 1980).
22
Meskipun sulit untuk bisa diukur, peremajaan kota diyakini akan membawa
perbaikan-perbaikan keadaan sosial pada wilayah-wilayah yang mengalami
kemerosotan lingkungan. Peremajaan kota adalah upaya pembangunan yang
terencana untuk merubah atau memperbaharui suatu kawasan di kota yang mutu
lingkungannya rendah (Yudohusodo dkk, 1991).
Dalam Panudju (1999), peremajaan lingkungan permukiman merupakan
bagian dari program peremajaan kota. Peremajaan lingkungan permukiman adalah
pembongkaran sebagian atau seluruh permukiman kumuh yang sebagian besar
atau seluruhnya berada di atas tanah negara dan selanjutnya ditempat sama
dibangun prasarana dan fasilitas lingkungan, rumah susun serta bangunanbangunan lainnya sesuai dengan rencana tata ruang kota yang bersangkutan.
Sedangkan menurut Cipta Karya (1996) peremajaan lingkungan permukiman di
kota merupakan proses penataan kembali kawasan kumuh perkotaan agar dapat
dimanfaatkan secara optimal sebagai ruang kegiatan masyarakatnya. Proses
tersebut terutama diterapkan pada kawasan permukiman yang dihuni oleh
kelompok masyarakat kota berpenghasilan rendah.
Lingkungan permukiman adalah kawasan perumahan lengkap dengan sarana
dan prasarana kebutuhan hidup sehari-hari serta merupakan bagian dari suatu kota
(Dirjend Cipta Karya PU, IAP, 1997). Ada beberapa tindakan yang dapat
dilakukan berkaitan dengan upaya peremajaan pada suatu lingkungan (Danisworo,
1988) yaitu:
a.
Redevelopment atau pembangunan kembali, adalah upaya penataan kembali
suatu kawasan kota dengan terlebih dulu melakukan pembongkaran sarana
dan prasarana pada sebagian atau seluruh kawasan tersebut yang telah
dinyatakan tidak dapat dipertahankan lagi kehadirannya. Biasanya, dalam
kegiatan ini terjadi perubahan secara struktural terhadap peruntukan lahan,
profil sosial ekonomi, serta ketentuan-ketentuan pembangunan lainnya yang
mengatur intensitas pembangunan baru.
b.
Gentrifikasi adalah upaya peningkatan vitalitas suatu kawasan kota melalui
upaya
peningkatan
kualitas
bangunan
atau
lingkungannya
tanpa
menimbulkan perubahan berarti terhadap struktur fisik kawasan tersebut.
Gentrifikasi bertujuan memperbaiki nilai ekonomi suatu kawasan kota
23
dengan cara memanfaatkan berbagai sarana dan prasarana yang ada,
meningkatkan kualitas serta kemampuannya tanpa harus melakukan
pembongkaran berarti.
c.
Rehabilitasi pada dasarnya merupakan upaya untuk mengembalikan kondisi
suatu bangunan atau unsur-unsur kawasan kota yang telah mengalami
kerusakan, kemunduran, atau degradasi, sehingga dapat berfungsi kembali
sebagaimana mestinya.
d.
Preservasi merupakan upaya untuk memelihara dan melestarikan lingkungan
pada kondisinya yang ada, dan mencegah terjadinya proses kerusakannya.
Metode ini biasanya diterapkan untuk obyek memiliki arti sejarah atau arti
arsitektur tertentu.
e.
Konservasi merupakan
upaya
untuk
melestarikan,
melindungi
serta
memanfaatkan sumber daya suatu tempat, seperti kawasan dengan
kehidupan budaya dan tradisi yang mempunyai arti, kawasan dengan
kepadatan penduduk yang ideal, cagar budaya, hutan lindung, dan
sebagainya. Konservasi dengan demikian, sebenarnya merupakan pula
upaya preservasi, namun dengan tetap memanfaatkan kegunaan dari suatu
tempat untuk menampung dan memberi wadah bagi kegiatan yang sama
seperti kegiatan asalnya atau bagi kegiatan yang sama sekalibaru melalui
usaha penyesuaiang, sehingga dapat membiayai sendiri kelansungan
eksistensinya.
f.
Resettlement adalah proses pemindahan penduduk dari lokasi permukiman
yang sudah tidak sesuai dengan peruntukkannya ke lokasi baru yang sudah
disiapkan sesuai dengan rencana permukiman kota. Dalam hal ini
peremajaan lingkungan permukiman di Mojosongo Surakarta dilakukan
dengan redevelopment,
resettlement dan peremajaan tanpa perubahan
struktur kawasan.
Mengenai
peran
serta
masyarakat
dalam
peremajaan
lingkungan
permukiman di kota, Weaver mengemukakan, bahwa pengertian peran serta
bukanlah menerima saja secara pasif terhadap apa yang akan dilakukan terhadap
mereka, tetapi adalah peran aktif tokoh-tokoh setempat beserta lembaga-lembaga
yang ada sebagai usaha untuk mendorong kegiatan komunitas. Lebih lanjut
24
dikemukakan bahwa, masyarakat perlu dilibatkan dalam peremajaan lingkungan
permukiman dengan maksud agar mereka tidak melakukan oposisi terhadap
program tersebut, karena adanya reaksi menentang dari masyarakat akan
membawa dampak sosial dan politis yang merugikan, terutama bila menyangkut
kelompok atau etnis tertentu (Wilson, 1973).
25
BAB III
KESIMPULAN
Pola permukiman penduduk di suatu daerah sangat dipengaruhi oleh kondisi
fisik daerahnya antara lain meliputi iklim, kesesuaian lahan, tofografi wilayah.
Pengaruh kondisi fisik ini sangat terlihat pada pola permukiman di daerah
pedesaan, sedangkan di daerah perkotaan kurang begitu jelas, mengingat
penduduk kota sangat padat kecuali yang bertempat tinggal sepanjang daerah
aliran sungai, biasanya membentuk pola linier mengikuti aliran sungai.
Pembangunan baru dalam kawasan pedesaan merupakan cara yang tepat dan
berguna untuk pembangunan desa. Namun demikian, hal tersebut harus dilakukan
secara hati-hati dan dibatasi jumlahnya. Pembangunan kawasan permukiman baru
yang terlalu banyak
di
suatu
kawasan
pedesaan dapat
menimbulkan
setidaksesuaian dengan karakter pedesaan dan penggunaan lahan di daerah
tersebut dan daerah sekitarnya.
Lingkungan permukiman yang baru dan padat adalah metode pembangunan
yang dapat diterapkan di luar daerah pertumbuhan kota dengan kepadatan kota
dan dengan fungsi serta pelayanan yang ada sesuai dengan kriteria sebuah
perkotaan. Pemerintah daerah yang tidak mempunyai lahan yang cukup untuk
menampung pertumbuhan dan perkembangan sebuah kota atau pusat kegiatan,
dapat mempertimbangkan metode ini. Pemerintah daerah di Kawasan pedesaan
juga harus dapat memperkirakan proporsi penduduk 25 tahun yang akan dating
agar dapat menggunakan metode tersebut dan mempersiapkan proposal
peninjauan kembali. Daerah baru untuk sebuah lingkungan permukiman perlu
dibatasi pembuatannya setiap 10 tahun sekali.
Download