1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Defenisi Sistem Sistem berasal dari bahasa Latin (systēma) dan bahasa Yunani (sustēma) adalah suatu kesatuan yang terdiri komponen atau elemen yang dihubungkan bersama untuk memudahkan aliran informasi, materi atau energi untuk mencapai suatu tujuan. Istilah ini sering dipergunakan untuk menggambarkan suatu set entitas yang berinteraksi, di mana suatu model matematika seringkali bisa dibuat. Sistem juga merupakan kesatuan bagian-bagian yang saling berhubungan yang berada dalam suatu wilayah serta memiliki item-item penggerak, contoh umum misalnya seperti negara. Negara merupakan suatu kumpulan dari beberapa elemen kesatuan lain seperti provinsi yang saling berhubungan sehingga membentuk suatu negara di mana yang berperan sebagai penggeraknya yaitu rakyat yang berada dinegara tersebut. Kata "sistem" banyak sekali digunakan dalam percakapan sehari-hari, dalam forum diskusi maupun dokumen ilmiah. Kata ini digunakan untuk banyak hal, dan pada banyak bidang pula, sehingga maknanya menjadi beragam. Dalam pengertian yang paling umum, sebuah sistem adalah sekumpulan benda yang memiliki hubungan di antara mereka. Ada banyak pendapat tentang pengertian dan definisi sistem yang dijelaskan oleh beberapa ahli. Berikut pengertian dan definisi sistem menurut beberapa ahli: a. Jogianto (2005:2), Sistem adalah kumpulan dari elemen-elemen yang berinteraksi untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Sistem ini menggambarkan suatu kejadian-kejadian dan kesatuan yang nyata, seperti tempat, benda dan orang-orang yang betul-betul ada dan terjadi. b. Indrajit (2001:2), Sistem adalah kumpulan-kumpulan dari komponenkomponen yang memiliki unsur keterkaitan antara satu dengan lainnya. c. Lani Sidharta (1995:9), Sistem adalah himpunan dari bagian-bagian yang saling berhubungan, yang secara bersama mencapai tujuan-tujuan yang sama. d. Murdick, R. G (1991:27), Sistem adalah seperangkat elemen yang membentuk kumpulan atau prosedur-prosedur atau bagan-bagan pengolahan 2 yang mencari suatu tujuan bagian atau tujuan bersama dengan mengoperasikan data dan/atau barang pada waktu rujukan tertentu untuk menghasilkan informasi dan/atau energi dan/atau barang. e. Davis, G. B (1991:45), Sistem adalah kumpulan dari elemen-elemen yang beroperai bersama-sama untuk menyelesaikan suatu sasaran. 1.2 Defenisi Permukiman Pengertian dasar permukiman dalam UU No.1 tahun 2011 adalah bagian dari lingkungan hunian yang terdiri atas lebih dari satu satuan perumahan yang mempunyai prasarana, sarana, utilitas umum, serta mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain dikawasan perkotaan atau kawasan perdesaan. Permukiman merupakan suatu kebutuhan pokok yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Dari deretan lima kebutuhan hidup manusia pangan, sandang, permukiman, pendidikan dan kesehatan, nampak bahwa permukiman menempati posisi yang sentral, dengan demikian peningkatan permukiman akan meningkatkan pula kualitas hidup. Saat ini manusia bermukim bukan sekedar sebagai tempat berteduh, namun lebih dari itu mencakup rumah dan segala fasilitasnya seperti persediaan air minum, penerangan, transportasi, pendidikan, kesehatan dan lainnya. Pengertian ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Sumaatmadja (1988) sebagai berikut: “Permukiman adalah bagian permukaan bumi yang dihuni manusia meliputi segala sarana dan prasarana yang menunjang kehidupannya yang menjadi satu kesatuan dengan tempat tinggal yang bersangkutan” Pemilihan lokasi permukiman di dasarkan pada berbagai faktor antara lain: − Faktor kemudahan adalah kemudahan dalam menjangkau suatu tempat. Faktor ini perlu diperhatikan, sebab akan berpengaruh terhadap biaya transportasi dan lamanya perjalanan bagi penghuni untuk bepergian. Faktor kemudahan pada suatu permukiman dapat berupa jalan penghubung atau masuk, yaitu jalan yang menghubungkan jalan masuk dengan jaringan jalan umum menuju pusat kota. − Utilitas adalah kelengkapan fasilitas yang terdapat pada perumahan, antara lain listrik, air minum, saluran pembuangan. 3 − Faktor status tanah, tanah mempunyai fungsi sosial ekonomi. Dalam pengaturan hak atas tanah dan ruang pemanfaatanya harus dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat, status tanah mempunyai peranan penting bagi kelangsungan penghuni karena memberikan kepastian hukum atas tanah yang menjadi haknya. − Faktor penggunaan tanah, daerah perumahaan sedapat mungkin tidak menggunakan lahan yang produktif dan menghindari daerah-daerah yang sudah terbangun. Dengan demikian penggunaan lahan tersebut akan lebih efektif dan saling mendukung dengan kegiatan lainnya. − Faktor kemungkinan perluasan, diharapkan daerah perumahan mampu menampung aktivitas-aktivitas yang sudah sulit sulit dikembangkan di pusat kota, dengan demikian kawasan permukiman tidak berdiri sendiri dan tidak lepas dari sistem kotanya. − Faktor pusat pelayanan, lokasi perumahan yang baik adalah lokasi yang memudahkan atau dapat menjangkau semua tempat karena tersedia macammacam pelayanan, baik yang bersifat sosial maupun bersifat ekonomi. − Faktor efek samping yang mungkin terjadi, efek samping yang dimaksud adalah efek negatif yang mungkin timbul dengan di bangunnya permukiman. 1.2.1 Ciri dan Pola Permukiman Menurut Sitorus (2019), Lingkungan permukiman merupakan suatu sistem yang terdiri dari lima elemen, yaitu : a. Unsur alami (nature), mencakup sumber-sumber daya alam seperti topografi, hidrologi, tanah, iklim, maupun unsur hayati yaitu vegetasi dan fauna; b. Manusia (man), sebagai individu, mencakup segala kebutuhan pribadinya seperti biologis, emosional, nilai-nilai moral, perasaan dan persepsinya; c. Masyarakat (society), adanya manusia sebagai kelompok masyarakat; d. Tempat (shells), dimana manusia sebagai individu maupun kelompok melangsungkan kegiatan atau melaksanakan kehidupan; 4 e. jaringan (network), merupakan sistem alami maupun buatan manusia, yang menunjang berfungsinya lingkungan permukiman tersebut seperti jalan, air bersih, listrik, dan sebagainya (Basset dan Short, 1980) Berdasarkan elemen tersebut, maka pada dasarnya suatu permukiman terdiri dari isi (contents) yaitu manusia, baik secara individual maupun dalam masyarakat dan wadah yaitu lingkungan fisik permukiman yang merupakan wadah bagi kehidupan manusia dari tata nilai, sistem sosial, dan budaya masyarakat yang membentuk suatu komunitas sebagai bagian dari lingkungan permukiman tersebut. Penentuan lokasi suatu perumahan dan permukiman, perlu adanya suatu kriteria atau persyaratan dan pertimbangan dalam rangka mencapai pembangunan dan pemeliharaan yang sehat, yaitu : 1. Sifat khas fisik tapak yang penting, meliputi kondisi tanah, air tanah dan drainase, keterbebasan dari banjir permukaan, kesesuaian penapakan bangunan, kesesuaian untuk akses sirkulasi, dll. 2. Ketersediaan pelayanan saniter dan perlindungan, meliputi persediaan air dan pembuangan air selokan saniter, pembuangan sampah, listrik, bahan bakar dan komunikasi, dll 3. Keterbatasan dari bahaya dan gangguan setempat, meliputi bahaya kecelakaan, kebisingan dan getaran, bau-bayan asap dan debu, dll. Keberadaan suatu permukiman dapat mempengaruhi berkembangnya suatu wilayah dan sebaliknya kegiatan pembangunan dalam suatu wilayah dapat mempengaruhi berkembangnya permukiman. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan permukiman cukup banyak antara lain, faktor geografis, kependudukan, kelembagaan, swadaya, ekonomi, dll. Permukiman juga dapat dilihat sebagai suatu bentang lahan budaya (cultural landscape feature) terutama permukiman tradisional yang wujud fisiknya sangat besar kaitannya dengan budaya, dimana ciri-cirinya adalah: 1. Di dalamnya terdapat hubungan/kaitan antara berbagai elemen dan juga sifat dari elemen-elemen tersebut, termasuk antara lingkungan binaan dengan lingkungan alami 5 2. Mempunyai ciri dan karakteristik yang khas, umumnya mengandung budaya yang spesifik 3. Tidak dirancang oleh seseorang perancang 4. Terdapat sifat-sifat spesifik dari pilihan-pilihan tersebut yaitu di dasarkan atas hokum yang berlaku 5. Merupakan sistem pilihan dan gaya hidup 6. Bentang budaya 7. Konservasi-preservasi dan bentang budaya 8. Kualitas lingkungan yang mengangkut persepsi dan standar Pola permukiman penduduk di suatu daerah sangat dipengaruhi oleh kondisi fisik daerahnya antara lain meliputi iklim, kesesuaian lahan, tofografi wilayah. Pengaruh kondisi fisik ini sangat terlihat pada pola permukiman di daerah pedesaan, sedangkan di daerah perkotaan kurang begitu jelas, mengingat penduduk kota sangat padat kecuali yang bertempat tinggal sepanjang daerah aliran sungai, biasanya membentuk pola linier mengikuti aliran sungai. Menurut Bertrand (1958), berdasarkan pemusatan masyarakatnya pola permukiman penduduk desa dibedakan atas tiga kelompok, yaitu: 1. Nucleated village, yaitu penduduk desa hidup bergerombol membentuk suatu kelompok yang disebut dengan nucleus atau inti. 2. Line village, yaitu permukiman penduduk yang menyusun tempat tinggalnya mengikuti jalur sungai atau jalur jalan dan membentuk deretan perumahan. 3. Open country village, yaitu penduduk desa memilih atau membangun tempat-tempat kediamannya tersebar di suatu daerah pertanian, sehingga dimungkinkan adanya hubungan dagang, karena adanya perbedaan produksi dan kebutuhan. Pola ini disebut juga trade centre community. 6 1.3 Definisi Pedesaan a. Menurut Wikipedia Indonesia Pedesaan (rural) adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama pertanian, termasuk pengelolaan sumberdaya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat pemukiman pedesaan, pelayanan jasa, pemerintahan, pelayanan social, dan kegiatan ekonomi. b. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005) Pedesaan adalah daerah pemukiman penduduk yang sangat dipengaruhi oleh kondisi tanah, iklim, dan air sebagai syarat penting bagi terwujudnya pola kehidupan agraris penduduk ditempat itu. 1.3.1 Perbedaan Desa (village) dengan Pedesaan (rural) Village adalah bentuk kata kerja (noun) untuk Desa. Sedangkan rural adalah bentuk kata sifat (adjective) untuk pedesaan. Maka desa (village) lebih kepada tempatnya. Yaitu menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia. Kesatuan wilayah yg dihuni oleh sejumlah keluarga yg mempunyai sistem pemerintahan sendiri (dikepalai oleh seorang kepala desa). Sedangkan pedesaan (rural) merujuk pada sifatnya. Yaitu warga desa menurut Scott J.C. (1989) dalam Yudi (2010:4) bahwa petani terutama di pedesaan pada dasarnya menginginkan kedamaian dan hubungan patron-klien paternalistik yang memberi jaminan dan keamanan social (social security). Petani jarang tampil mengambil suatu keputusan yang berisiko, karena petani akan memikirkan keamanan terlebih dahulu (safety first). Menurut Wikipedia Indonesia pedesaan (rural) adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama pertanian, termasuk pengelolaan sumberdaya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat pemukiman pedesaan, pelayanan jasa, pemerintahan, pelayanan social, dan kegiatan ekonomi. Jadi, village lebih 6dentic dengan wilayah desa atau tempatnya, sedangkan pedesaan adalah daerah yang bersifat Agraris. Pedesaan atau sering juga disebut dengan istilah desa adalah daerah pemukiman penduduk yang sangat dipengaruhi oleh kondisi tanah, iklim, dan air sebagai syarat penting bagi terwujudnya pola kehidupan agraris penduduk di 7 tempat itu. Terdapat beberapa defenisi dan penjelasan tentang pedesaan atau desa, yaitu: Menurut Sutardjo Kartodikusuma, desa adalah suatu kesatuan hukum dimana bertempat tinggal suatu masyarakat pemerintahan sendiri. Menurut Bintaro, desa merupakan perwujudan atau kesatuan geografi, sosial, ekonomi, politik, dan kultur yang terdapat ditempat itu (suatu daerah), dalam hubungan dan pengaruhnya secara timbal balik dengan daerah lain. Menurut Paul H. Landis, desa adalah penduduknya kurang dari 2.500 jiwa. Dengan ciri-ciri pedesaan sebagai berikut: − Mempunyai pergaulan hidup yang saling kenal mengenal antara ribuan jiwa. − Ada pertalian perasaan yang sama tentang kesukaan terhadap kebiasaan. − Cara berusaha (ekonomi) adalah agraris yang paling umum yang sangat dipengaruhi alam seperti: iklim, keadaan alam, kekayaan alam, sedangkan pekerjaan yang bukan agraris adalah bersifat sambilan. Menurut Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1979, pengertian desa adalah suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk sebagai kesatuan masyarakat termasuk di dalamnya kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai organisasi pemerintahan terendah langsung di bawah Camat dan berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Menurut Undang – Undang Nomor 22 Tahun 1999, pengertian desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui dalam sistem pemerintahan Nasional dan berada di daerah Kabupaten. Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, pengertian desa adalah pengertian desa sebagai kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah, yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Menurut Undang – Undang Nomor 6 Tahun 2014, pengertian desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, 8 adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Masih terdapat beberapa defenisi dan penjelasan lain terkait pedesaan, namun defenisi dan penjelasan yang telah ditampilkan dan diterangkan di atas dapat menggambarkan pengertian pedesaan secara harfiah. 1.3.2 Mata Pencaharian Masyarakat Pedesaan Secara umum, masyarakat pedesaan memiliki mata pencaharian dalam bidang pertanian, perkebunan, perternakan, dan perdagangan. 1. Pertanian adalah kegiatan pemanfaatan sumber daya hayati yang dilakukan manusia untuk menghasilkan bahan pangan, bahan baku industri, atau sumber energi, serta untuk mengelola lingkungan hidupnya. Tidak dapat dipisahkan dari pedesaan. Pertanian merupakan komponen utama dalam menopang kehidupan pedesaan di Indonesia. Pertanian merupakan sektor yang memiliki peranan sangat penting dalam perekonomian pedesaan. Menurut Kuznets (1964), peranan pertanian di pedesaan antara lain adalah: − menyediakan kebutuhan bahan pangan yang diperlukan masyarakat untuk menjamin ketahanan pangan − menyediakan bahan baku bagi industri − sebagai pasar potensial bagi produk-produk yang dihasilkan oleh industri − sumber tenaga kerja dan pembentukan modal yang diperlukan bagi pembangunan sektor lain − sebagai sumber perolehan devisa Di samping itu, pertanian memiliki peranan penting untuk mengurangi kemiskinan dan peningkatan ketahanan pangan, dan menyumbang secara nyata bagi pembangunan pedesaan dan pelestarian lingkungan hidup. Tanaman yang umum ditanam pada pertanian pedesaan yaitu: padi, jagung, kentang, dan tanaman kebutuhan pokok lainnnya. 2. Perkebunan adalah segala kegiatan yang mengusahakan tanaman tertentu pada tanah dan/atau media tumbuh lainnya dalam ekosistem yang sesuai; 9 mengolah, dan memasarkan barang dan jasa hasil tanaman tersebut, dengan bantuan ilmu pengetahuan dan teknologi, permodalan serta manajemen untuk mewujudkan kesejahteraan bagi pelaku usaha perkebunan dan masyarakat. Perkebunan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari pertanian dan pedesaan. Perkebunan berperan besar dan menjadi bagian penting dalam pengurangan tingkat kemiskinan pedesaan di Indonesia. Adapun tanaman perkebunan yang lazim di tanam di pedesaan yaitu: kelapa sawit, karet, coklat, pinang, kopi, cengkih, pala, kelapa, dan tanaman lainnya. 3. Perternakan adalah kegiatan mengembangbiakkan dan membudidayakan hewan ternak untuk mendapatkan manfaat dan hasil dari kegiatan tersebut. Pengertian peternakan tidak terbatas pada pemeliharaaan saja, memelihara dan peternakan perbedaannya terletak pada tujuan yang ditetapkan. Tujuan peternakan adalah mencari keuntungan dengan penerapan prinsip-prinsip manajemen pada faktor-faktor produksi yang telah dikombinasikan secara optimal. Berdasarkan ukuran hewan ternak, bidang peternakan dapat dibagi atas dua golongan, yaitu peternakan hewan besar seperti sapi, sapi perah, kerbau dan kuda, sedang kelompok kedua yaitu peternakan hewan kecil seperti ayam, kelinci, itik, mentok, puyuh, dan lain-lain.[14] Selain iut, terdapat golongan perternakan hewan sedang yaitu domba, kambing, dan babi. Macam-macam hewan ternak lainnya yaitu ulat sutera, belut, katak hijau, dan ternak lebah madu dimana setiap hewan terjan memiliki tujuan serta manfaat masing – masing bagi masyarakat pedesaan. 4. Perdagangan atau perniagaan adalah kegiatan tukar menukar barang atau jasa atau keduanya yang berdasarkan kesepakatan bersama bukan pemaksaan. Kegiatan perdagangan perdagangan berkaitan dengan penjualan hasil bumi pertanian dan pekebunan, hasil ternak, serta barang jadi maupun barang setengah jadi. 10 1.3.3 Infrastruktur Pedesaan Pembangunan infrastruktur pedesaan terdiri atas beberapa ruang lingkup: a. Pembangunan infrastruktur transportasi perdesaan guna mendukung peningkatan aksessibilitas masyarakat desa, yaitu: jalan, jembatan, tambatan perahu. b. Pembangunan infrastruktur yang mendukung produksi pertanian, yaitu: irigasi perdesaan. c. Pembangunan infrastruktur yang mendukung pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat, meliputi: penyediaan air minum, sanitasi perdesaan. 1.4 Definisi Perkotaan Menurut Wikipedia Indonesia perkotaan (urban) adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukanpertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatanekonomi. 1.4.1 Perbedaan Kota (City) dengan Perkotaan (Urban) City adalah bentuk kata kerja (noun) untuk kota. Sementara urban adalah kata sifat (adjective) untuk kota. Maka city merujuk pada suatu tempat yang secara fisik memiliki sarana dan prasarana lengkap, berpenduduk banyak dan memiliki spesialisasi pembagian wilayah. Contoh: New York City. Sementara urban merujuk pada ciri – ciri atau sifat perkotaan. Contoh: Urban people. Ini berarti masyarakat yang bersifat kota, seperti masyarakat yang dinamis, efektif dan efisien. Menurut Bintarto, dari segi geografis kota diartikan sebagai suatu sistim jaringan kehidupan yang ditandai dengan kepadatan penduduk yang tinggi dan diwarnai dengan strata ekonomi yang heterogen dan bercorak materialistis atau dapat pula diartikan sebagai bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alami dan non alami dengan gejala-gejala pemusatan penduduk yang cukup besar dengan corak kehidupan yang bersifat heterogen dan materialistis di bandingkan dengan daerah di belakangnya. Menurut Arnold Tonybee, sebuah kota tidak hanya merupakan pemukiman khusus tetapi merupakan suatu kekomplekan yang khusus dan setiap kota 11 menunjukkan perwujudan pribadinya masing-masing.Sedangkan perkotaan adalah suatu perkembangan kota yang melibatkan seluruh elemen-elemen di dalamnya yang menyangkut kota itu sendiri. Pengertian kota dan daerah perkotaan dapat di bedakan dalam dua pengertian yaitu kota untuk city dan daerah perkotaan untuk “urban”. Pengertian city di identikkan dengan kota, Sedangkan urban berupa suatu daerah yang memiliki suasana kehidupan dan penghidupan modern, dapat disebut daerah perkotaan. 1.5 Evaluasi Kesesuaian Lahan untuk Permukiman dan Bangunan Permukiman adalah tempat dimana sejumlah penduduk tinggal dan melakukan kegiatan sehari-harinya. Untuk keperluan tersebut, diperlukan lahan untuk mendirikan bangunan seperti rumah, septic tank, jalan tempat pembangunan sampah, dll. Oleh karena itu, sifat-sifat tanah perlu mendapat perhatian. Sifat-sifat tanah tersebut anata lain adalah klasifikasi tanah berdasar atas butir-butir dan sifat rheologi, potensi mengembang dan mengkerut tanah, tata air atau drainase tanah (wetness), tebal tanah sampai ke hamparan batuan, potensi terjadinya korosi, lapisan organic, mudah tidaknya tanah digali, dan sebagainya. Bangunan gedung yang dimaksud dalam evaluasi ini adalah bangunan permanen setinggi-tingginya tiga tingkat. 1.5.1 Sifat-Sifat Tanah Yang Penting Untuk Permukiman dan Bangunan 1. Klasifikasi Tanah Berdasarkan Besar Butir dan Rheologi Sistem klasifikasi tanah berdasar atas ukuran besar butir dan sifat-sifat rheologi dilakukan berdasarkan sistem Unified dan sistem American Association of State Highway and Transportation Officials (AASHTO). Sistem Unified digunakan untuk mengevaluasi tanah yang digunakan untuk lapangan terbang, pondasi, bahan dan lokasi jalan dan kegunaan lain yang dikembangkan oleh Cassagrande (1942) dan diperbaiki oleh United State Departement of Defense (1968). Sedangkan sistem AASHTO (1961) digunakan untuk mengevaluasi tanah untuk lokasi dan bahan jalan dan merupakan perbaikan dari sistem Public Roads Administration’s (PRA) pada tahun 1942. 12 Dasar klasifikasi kedua sistem tersebut adalah sebaran besar butir dan sifat rheologi tanah atau angka-angka atteberg. Dalam klasifikasi besar butir terdapat perbedaan antara klasifikasi besar butir yang dikembangkan oleh USDA untuk bidang pertanian dengan klasifikasi Unified maupun AASHTO. Perbedaan tersebut terutama menyangkut defenisi untuk ukuran-ukuran butir yang diklasifikasikan sebagai kerikil, pasir, debu, dan liat. Sifat rheologi yang penting dalam bidang bangunan adalah batas cair/batas mengalir (liquid limit) dari indeks plastisitas (plasticity index). Batas cair/batas mengalir adalah kadar air terbanyak yang dapat ditahan tanah bila dibuat pasta. Bila air lebih banyak maka (pasta) tanah akan mengalir bersama air. Bila tanah yang jenuh air tersebut dikeringkan maka kadar air terus berkurang sehingga tanah menjdai tidak plastis lagi, hal itu disebut batas plastis. Dalam keadaan ini gulungan tanah atau bentukan pita dan tanah tersebut akan pecah-pecah ke segala jurusan bila digerak-gerakkan. Bila kadar air kurang dari batas plastis tanah tidak dapat lagi dibentuk pita. Indeks plastisitas adalah kadar air pada batas cair dengan kadar air pada batas plastis. 13 BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pola Persebaran Pedesaan Bila kita menelaah lebih dalam, ternyata pola pemukiman desa dipengaruhi oleh beberapa hal seperti bentuk wilayah, kegiatan ekonomi dan kegiatan sosial. Desa yang berada di pinggir pantai memiliki pola pemukiman yang berbeda dengan desa yang berada di pegunungan. Begitu pula dengan desa yang ekonominya maju, pada umumnya desa yang seperti ini akan melakukan pembangunan rumah di sepanjang jalan utama desa. Pembagunan ini ditujukan untuk kegiatan ekonomi, misalnya membuat ruko atau toko. Lain halnya desa yang berekonomi tradisional. Desa yang seperti ini pada umumnya, pembangunan rumah ditujukan sebagai tempat tinggal sehingga pembangunannya tidak tergantung dengan jalan utama. Kalau dilihat dari satelit, maka terlihat wilayah kosongnya akan jauh lebih luas daripada rumahnya. Nah, wilayah kosong ini biasanya digunakan sebagai kebun atau halaman rumah. Ada tiga tokoh yaitu Bintaro, N. Daljuni dan Paul H. Landis memberikan sejumlah gambaran terkait pola pemukiman desa: 1. Bintaro berpendapat bahwa pola pemukiman penduduk desa ada enam macam yakni: a. Pola memanjang jalan merupakan pola permukiman yang biasa terjadi pada daerah datar yang terdapat sarana transportasi jalan raya yang menghubungkan satu tempat ke tempat lainnya. Masyarakat membandang pembangunan di pinggir jalan akan mempermudah perjalanan bila hendak pergi ke tempat lain. Selain itu pergerakan pendistribusian barang dan jasa juga relatif lebih mudah daripada di dalam perkampungan. b. Pola memanjang sungai merupakan pola permukiman yang biasa terjadi pada daerah pinggir sungai. Pada umumnya, permukiman ini terjadi karena peran sungai tersebut dipandang penting bagi kehidupan penduduk, misalnya sebagai sarana transportasi, ekonomi atau perternakan ikan. c. Pola memanjang pantai merupakan pola permukiman yang dilakukan oleh para nelayan di daerah pesisir pantai dimana penduduknya sangat bergantung dengan hasil dari menangkap ikan di laut. 14 d. Pola memanjang pantai dan sejajar jalan kereta api merupakan pola permukiman yang biasanya dilakukan oleh penduduk yang punya profesi ganda yakni sebagian ada yang sebagai nelayan dan ada juga yang sebagai pedagang. e. Pola radial merupakan pola permukiman yang terjadi di lereng gunung merapi. Biasanya mereka tinggal di pinggir-pinggir sungai yang bermuara dari gunung berapi. f. Pola tersebar merupakan pola permukiman yang terjadi di daerah yang tingkat kesuburan tanahnya berbeda-beda. Untuk lebih jelasnya, perhatikan gambar di bawah ini: Gambar. Pola permukiman penduduk desa oleh Bintaro (Sumber: Sabtanti Rahayu, hal.50-52) 2. N. Daljuni berpendapat bahwa pola pemukiman desa ada empat macam yakni: a. Pola desa linier merupakan pola permukiman yang sejejar mengikuti jalan maupun alur sungai. Pola seperti ini umumnya terjadi pada daerah dataran rendah. b. Pola desa yang memanjang mengikuti garis pantai terjadi umumnya pada kehidupan para nelayan. c. Pola desa terpusat terjadi pada daerah pegunungan. Ada sesuatu yang menarik di penduduk dengan pola ini dimana biasanya dalam satu kampung masih terikat dalam satu hubungan kekerabatan. d. Pola desa yang mengelilingi fasilitas tertentu terjadi pada daerah dataran rendah yang memiliki fasilatas umum misalnya mata air, balai desa dll. 15 Gambar. Pola permukiman penduduk desa oleh N. Daljuni (Sumber: Sabtanti Rahayu, hal.52-53) 3. Paul H. Landis berpendapat bahwa pola pemukiman desa ada empat macam yakni: a. The Farum Village Type merupakan pola permukiman penduduk yang mengumpul dimana disekelilingnya terdapat lahan pertanian. b. The Nebulous Farm Type merupakan pola pemukiman desa yang mengumpul dimana disekelilingnya terdapat lahan pertanian. Oleh karena jumlah penduduknya meningkat, maka sebagian ada yang tinggal di luar desa. c. The Arranged Isolated Farm Type merupakan pola pemukiman desa yang sangat dekat dengan jalan utama desa dan dekat dengan pusat perdagangan. Desa akan dikelilingi oleh lahan pertanian dengan jarak antar rumah pun tidak terlalu jauh. d. The Pure Isolated Type merupakan pola pemukiman desa yang berpencar-pencar dengan disertai lahan pertaniannya masing-masing. Penduduk pada desa ini akan berkumpul pada sebuah pusat perdagangan. Gambar. Tipe pedesaan menurut Paul H. Landis (Sumber: Sabtanti Rahayu, hal. 52-53) 16 Pola pemukiman adalah tempat manusia bermukim dan melakukan aktivitas sehari-hari. Bentuk penyebaran penduduk dapat dilihat berdasarkan kondisi alam dan aktivitas penduduk. Faktor yang mempengaruhi perbedaan pola pemukiman Penduduk antara lain: 1. Relief/Bentuk permukaan bumi terdiri dari relief-relief seperti pegunungan, dataran rendah, pantai, dan perbukitan. 2. Kesuburan Tanah. Pola pemukiman dipengaruhi juga oleh kesuburan tanah. Kesuburan tanah berbeda-beda di setiap tempat. Masyarakat cenderung tinggal di daerah yang memiliki kesuburan tanah, seperti di daerah pedesaan. 3. Keadaan Iklim. Keadaan iklim juga mempengaruhi pola pemukiman penduduk. Misalnya intensitas radiasi matahari dan suhu di masing-masing daerah. Di daerah pegunungan yang bersuhu dingin, pemukiman penduduk cenderung merapat, sedangkan di daerah pantai yang bersuhu panas, pemukiman cenderung merenggang. 4. Kultur Penduduk. Budaya penduduk mempengaruhi pola pemukiman penduduk. Suku Badui di Banten, Suku Dayak di Kalimantan cenderung memiliki pemukiman berkelompok. Pola persebaran pedesaan di Indonesia dapat dibagi menjadi 3 pola utama yaitu: 1. Pola Pedesaan Memanjang (linier). Gambar 3.1 Pola Permukiman Linier Maksud dari pola memanjang atau linier adalah untuk mendekati prasarana transportasi seperti jalan, sungai, pantai, dan jalur kereta api sehingga 17 memudahkan untuk bepergian dari satu tempat ke tempat lainnya baik jika ada keperluan primer, sekunder, maupun tersier. Di samping itu, untuk memudahkan penyerahan dan perpindahan barang dan jasa. Pola pedesaan memanjang dapat dibagi menjadi 4 sub kategori lagi, yaitu: a. Pola pedesaan yang mengikuti jalan. Pola pedesaan yang terdapat di sebelah kiri dan kanan jalan raya atau jalan umum. Pola pedesaan ini banyak terdapat di dataran rendah. b. Pola pedesaan yang mengikuti sungai. Pola pedesaan ini bentuknya memanjang mengikuti bentuk sungai, umumnya terdapat di daerah pedalaman. c. Pola pedesaan yang mengikuti rel kereta api. Pola pedesaan ini banyak terdapat di Pulau Jawa dan Sumatra karena penduduknya mendekati dan mengenal fasilitas transportasi kereta api. d. Pola pedesaan yang mengikuti pantai. Pada umumnya, pola pedesaan seperti ini merupakan pedesaan nelayan yang terletak di kawasan pantai yang landai dan hampir dapat dijumpai di seluruh pesisir pantai Indonesia. 2. Pola Pedesaan Terpusat Gambar 3.2 Pola Permukiman Terpusat Pola pemukiman ini mengelompok membentuk unit-unit yang kecil dan menyebar, umumnya terdapat di daerah pegunungan atau daerah dataran tinggi yang berelief kasar, dan terkadang daerahnya terisolir. Di daerah pegunungan pola pemukiman memusat mengitari mata air dan tanah yang subur. Sedangkan daerah pertambangan di pedalaman pemukiman memusat mendekati lokasi 18 pertambangan. Penduduk yang tinggal di pemukiman terpusat biasanya masih memiliki hubungan kekerabatan dan hubungan dalam pekerjaan. Pola pemukiman ini sengaja dibuat untuk mempermudah komunikasi antarkeluarga atau antarteman bekerja. 3. Pola Pedesaan Tersebar Gambar 3.3 Pola Permukiman Tersebar Pola pemukiman tersebar terdapat di daerah dataran tinggi atau daerah gunung api dan daerah-daerah yang kurang subur. Pada daerah dataran tinggi atau daerah gunung api penduduk akan mendirikan pemukiman secara tersebar karena mencari daerah yang tidak terjal, morfologinya rata dan relatif aman. Sedangkan pada daerah kapur pemukiman penduduk akan tersebar mencari daerah yang memiliki kondisi air yang baik. Mata pencaharian penduduk pada pola pemukiman ini sebagian besar dalam bidang pertanian, ladang, perkebunan dan peternakan. 2.2 Perbedaan Desa dengan Kota 1. Nilai sosial pada penduduk Nilai sosial antar penduduk kota dan desa merupakan salah satu hal yang paling terlihat perbedaanya. Bisa kita lihat jika didesa para penduduk berlomba-lomba untuk bergotong royong dalam membantu tetangga sekitar dan juga biasanya penduduk desa menghabiskan waktu senggang mereka untuk melakukan kegiatan bersama tetangga lainnya sedangkan di kota, mereka berlomba-lomba memasang pagar yang tinggi agar terlihat hebat. 19 2. Tingkat pendapatan Jelas saja terlihat jika penduduk kota dan desa memiliki perbedaan dalam hal tingkat pendapatan. Biasanya penduduk didesa mendapatkan penghasilan dari bertani ataupun berternak sedangkan di kota biasanya penduduk menjadi karyawan ataupun berdagang. Hasi dari bertani biasanya digunakan penduduk desa untuk konsumsi sehari -hari dan sebagiannya lagi untuk dijual. Berbeda halnya dengan di kota yang kebutuhan sehari- harinya biasanya di dapat di warung ataupun pasar swalayan. 3. Kemajuan teknologi Kota biasanya lebih cepat dalam hal kemajuan teknologi. Jika dulu hanya orang-orang kota saja yang biasanya menggunakan telephone genggam sekarang seluruh lapisan masyarakat dapat menggunakan telephone genggam. Tetapi, penduduk di kota lebih maju dalam bidang teknologi dikarenakan penduduk kota lebih berpikiran terbuka dalam bidang teknologi. Biasanya penduduk desa akan berfikir dua kali untuk menggunakan barang teknologi karena jika barang tersebut tidak memiliki manfaat biasanya penduduk desa lebih memilih tidak menggunakan teknologi tersebut. 4. Nilai budaya Nilai budaya penduduk desa lebih kental dibandingkan nilai budaya pada penduduk kota. Hal ini dikarenakan penduduk desa yang belum tergeser budayanya dengan budaya asing berbeda dengan nilai budaya penduduk kota yang sudah bercampur dengan budaya asing karena budaya asing dengan mudahnya dapat masuk ke dalam kehidupan penduduk kota yang memiliki pemikiran terbuka dan modern. Jika di desa masih ada tradisi untuk berkumpul bersama sanak saudara lainnya ketika panen dan mengadakan kegiatan dalam bentuk seni berbeda dengan penduduk kota yang lebih memilih untuk berkumpul di warung kopi dan menghabiskan waktu disana. 20 5. Jumlah penduduk Angka urbanisasi (perpindahan penduduk dari desa ke kota) biasanya setiap tahun meningkat. Hal ini dikarenakan setiap tahun biasanya orang yang mudik pasti membawa saudaranya yang lain ikut kerja di kota untuk merubah nasib dengan harapan dapat membiayai s audara-saudara di desa. Sedangkan didesa yang tinggal hanya petani-petani yang memiliki ladang untuk di olah. Hal ini pulalah yang menyebabkan perbedaan jumlah penduduk yang sangat signifikan. 6. Lingkungan Umum dan Orientasi Terhadap Alam Masyarakat pedesaan berhubungan kuat dengan alam, karena lokasi geografisnya di daerah desa. Penduduk yang tinggal di desa akan banyak ditentukan oleh kepercayaan dan hukum alam. Berbeda dengan penduduk yang tinggal di kota yang kehidupannya “bebas” dari realitas alam. 7. Homogenitas dan Heterogenitas Homogenitas atau persamaan ciri-ciri sosial dan psikologis, bahasa, kepercayaan, adat-istiadat dan perilaku nampak pada masyarakat pedesaan bila dibandingkan dengan masyarakat perkotaan. Di kota sebaliknya penduduknya heterogen, terdiri dari orang-orang degan macam-macam perilaku dan juga bahasa. 2.3 Hubungan Pedesaan dan Perkotaan Masyarakat pedesaan dan perkotaan bukanlah dua komonitas yang terpisah sama sekali satu sama lain. Bahkan dalam keadaan yang wajar diantara keduanya terdapat hubungan yang erat. Bersifat ketergantungan, karena diantara mereka saling membutuhkan. Kota tergantung pada dalam memenuhi kebutuhan warganya akan bahan bahan pangan seperti beras sayur mayur , daging dan ikan. Desa juga merupakan sumber tenaga kasar bagi bagi jenis jenis pekerjaan tertentu dikota. Misalnya saja buruh bangunan dalam proyek proyek perumahan. Proyek pembangunan atau perbaikan jalan raya atau jembatan dan tukang becak. Mereka ini biasanya adalah pekerja pekerja musiman. Pada saat musim tanam mereka, sibuk bekerja di sawah. Bila pekerjaan dibidang pertanian mulai menyurut, sementara menunggu masa panen mereka merantau ke kota terdekat untuk melakukan pekerjaan apa saja yang tersedia “Interface”, dapat diartikan adanya 21 kawasan perkotaan yang tumpang-tindih dengan kawasan perdesaan, nampaknya persoalan tersebut sederhana, bukankah telah ada alat transportasi, pelayanan kesehatan, fasilitas pendidikan, pasar, dan rumah makan dan lain sebagainya, yang mempertemukan kebutuhan serta sifat kedesaan dan kekotaan. Hubungan kota-desa cenderung terjadi secara alami yaitu yang kuat akan menang, karena itu dalam hubungan desa-kota, makin besar suatu kota makin berpengaruh dan makin menentukan kehidupan perdesaan. Salah satu contohnya adalah urbanisasi. Secara teoristik, kota merubah atau paling mempengaruhi desa melalui beberapa cara, seperti: − Ekspansi kota ke desa, atau boleh dibilang perluasan kawasan perkotaan dengan merubah atau mengambil kawasan perdesaan. Ini terjadi di semua kawasan perkotaan dengan besaran dan kecepatan yang beraneka ragam; − Invasi kota , pembangunan kota baru seperti misalnya Batam dan banyak kota baru sekitar Jakarta merubah perdesaan menjadi perkotaan. Sifat kedesaan lenyap atau hilang dan sepenuhnya diganti dengan perkotaan; − Penetrasi kota ke desa, masuknya produk, prilaku dan nilai kekotaan ke desa. Proses ini yang sesungguhnya banyak terjadi; − ko-operasi kota-desa, pada umumnya berupa pengangkatan produk yang bersifat kedesaan ke kota. Dari keempat hubungan desa-kota tersebut kesemuanya diprakarsai pihak dan orang kota. Proses sebaliknya hampir tidak pernah terjadi, oleh karena itulah berbagai permasalahan dan gagasan yang dikembangkan pada umumnya dikaitkan dalam kehidupan dunia yang memang akan mengkota. 2.4 Tinjauan Peremajaan Lingkungan Permukiman Perkotaan Peningkatan jumlah penduduk yang tinggi dan perpindahan penduduk ke daerah perkotaan, merupakan penyebab utama pesatnya perkembangan kegiatan suatu kota. Perkembangan tersebut menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan terhadap struktur kota. Perubahan tersebut akan mengarah pada kemerosotan suatu lingkungan permukiman, tidak efisiennya penggunaan tanah daerah pusat kota, dan mengungkapkan bahwa penurunan kualitas tersebut bisa terjadi di setiap bagian kota. Kemerosotan lingkungan seringkali dikaitkan dengan masalah sosial, seperti kriminalitas, kenakalan remaja, prostitusi dan sebagainya (Sujarto, 1980). 22 Meskipun sulit untuk bisa diukur, peremajaan kota diyakini akan membawa perbaikan-perbaikan keadaan sosial pada wilayah-wilayah yang mengalami kemerosotan lingkungan. Peremajaan kota adalah upaya pembangunan yang terencana untuk merubah atau memperbaharui suatu kawasan di kota yang mutu lingkungannya rendah (Yudohusodo dkk, 1991). Dalam Panudju (1999), peremajaan lingkungan permukiman merupakan bagian dari program peremajaan kota. Peremajaan lingkungan permukiman adalah pembongkaran sebagian atau seluruh permukiman kumuh yang sebagian besar atau seluruhnya berada di atas tanah negara dan selanjutnya ditempat sama dibangun prasarana dan fasilitas lingkungan, rumah susun serta bangunanbangunan lainnya sesuai dengan rencana tata ruang kota yang bersangkutan. Sedangkan menurut Cipta Karya (1996) peremajaan lingkungan permukiman di kota merupakan proses penataan kembali kawasan kumuh perkotaan agar dapat dimanfaatkan secara optimal sebagai ruang kegiatan masyarakatnya. Proses tersebut terutama diterapkan pada kawasan permukiman yang dihuni oleh kelompok masyarakat kota berpenghasilan rendah. Lingkungan permukiman adalah kawasan perumahan lengkap dengan sarana dan prasarana kebutuhan hidup sehari-hari serta merupakan bagian dari suatu kota (Dirjend Cipta Karya PU, IAP, 1997). Ada beberapa tindakan yang dapat dilakukan berkaitan dengan upaya peremajaan pada suatu lingkungan (Danisworo, 1988) yaitu: a. Redevelopment atau pembangunan kembali, adalah upaya penataan kembali suatu kawasan kota dengan terlebih dulu melakukan pembongkaran sarana dan prasarana pada sebagian atau seluruh kawasan tersebut yang telah dinyatakan tidak dapat dipertahankan lagi kehadirannya. Biasanya, dalam kegiatan ini terjadi perubahan secara struktural terhadap peruntukan lahan, profil sosial ekonomi, serta ketentuan-ketentuan pembangunan lainnya yang mengatur intensitas pembangunan baru. b. Gentrifikasi adalah upaya peningkatan vitalitas suatu kawasan kota melalui upaya peningkatan kualitas bangunan atau lingkungannya tanpa menimbulkan perubahan berarti terhadap struktur fisik kawasan tersebut. Gentrifikasi bertujuan memperbaiki nilai ekonomi suatu kawasan kota 23 dengan cara memanfaatkan berbagai sarana dan prasarana yang ada, meningkatkan kualitas serta kemampuannya tanpa harus melakukan pembongkaran berarti. c. Rehabilitasi pada dasarnya merupakan upaya untuk mengembalikan kondisi suatu bangunan atau unsur-unsur kawasan kota yang telah mengalami kerusakan, kemunduran, atau degradasi, sehingga dapat berfungsi kembali sebagaimana mestinya. d. Preservasi merupakan upaya untuk memelihara dan melestarikan lingkungan pada kondisinya yang ada, dan mencegah terjadinya proses kerusakannya. Metode ini biasanya diterapkan untuk obyek memiliki arti sejarah atau arti arsitektur tertentu. e. Konservasi merupakan upaya untuk melestarikan, melindungi serta memanfaatkan sumber daya suatu tempat, seperti kawasan dengan kehidupan budaya dan tradisi yang mempunyai arti, kawasan dengan kepadatan penduduk yang ideal, cagar budaya, hutan lindung, dan sebagainya. Konservasi dengan demikian, sebenarnya merupakan pula upaya preservasi, namun dengan tetap memanfaatkan kegunaan dari suatu tempat untuk menampung dan memberi wadah bagi kegiatan yang sama seperti kegiatan asalnya atau bagi kegiatan yang sama sekalibaru melalui usaha penyesuaiang, sehingga dapat membiayai sendiri kelansungan eksistensinya. f. Resettlement adalah proses pemindahan penduduk dari lokasi permukiman yang sudah tidak sesuai dengan peruntukkannya ke lokasi baru yang sudah disiapkan sesuai dengan rencana permukiman kota. Dalam hal ini peremajaan lingkungan permukiman di Mojosongo Surakarta dilakukan dengan redevelopment, resettlement dan peremajaan tanpa perubahan struktur kawasan. Mengenai peran serta masyarakat dalam peremajaan lingkungan permukiman di kota, Weaver mengemukakan, bahwa pengertian peran serta bukanlah menerima saja secara pasif terhadap apa yang akan dilakukan terhadap mereka, tetapi adalah peran aktif tokoh-tokoh setempat beserta lembaga-lembaga yang ada sebagai usaha untuk mendorong kegiatan komunitas. Lebih lanjut 24 dikemukakan bahwa, masyarakat perlu dilibatkan dalam peremajaan lingkungan permukiman dengan maksud agar mereka tidak melakukan oposisi terhadap program tersebut, karena adanya reaksi menentang dari masyarakat akan membawa dampak sosial dan politis yang merugikan, terutama bila menyangkut kelompok atau etnis tertentu (Wilson, 1973). 25 BAB III KESIMPULAN Pola permukiman penduduk di suatu daerah sangat dipengaruhi oleh kondisi fisik daerahnya antara lain meliputi iklim, kesesuaian lahan, tofografi wilayah. Pengaruh kondisi fisik ini sangat terlihat pada pola permukiman di daerah pedesaan, sedangkan di daerah perkotaan kurang begitu jelas, mengingat penduduk kota sangat padat kecuali yang bertempat tinggal sepanjang daerah aliran sungai, biasanya membentuk pola linier mengikuti aliran sungai. Pembangunan baru dalam kawasan pedesaan merupakan cara yang tepat dan berguna untuk pembangunan desa. Namun demikian, hal tersebut harus dilakukan secara hati-hati dan dibatasi jumlahnya. Pembangunan kawasan permukiman baru yang terlalu banyak di suatu kawasan pedesaan dapat menimbulkan setidaksesuaian dengan karakter pedesaan dan penggunaan lahan di daerah tersebut dan daerah sekitarnya. Lingkungan permukiman yang baru dan padat adalah metode pembangunan yang dapat diterapkan di luar daerah pertumbuhan kota dengan kepadatan kota dan dengan fungsi serta pelayanan yang ada sesuai dengan kriteria sebuah perkotaan. Pemerintah daerah yang tidak mempunyai lahan yang cukup untuk menampung pertumbuhan dan perkembangan sebuah kota atau pusat kegiatan, dapat mempertimbangkan metode ini. Pemerintah daerah di Kawasan pedesaan juga harus dapat memperkirakan proporsi penduduk 25 tahun yang akan dating agar dapat menggunakan metode tersebut dan mempersiapkan proposal peninjauan kembali. Daerah baru untuk sebuah lingkungan permukiman perlu dibatasi pembuatannya setiap 10 tahun sekali.