Uploaded by raupinii12

LAPORAN PENDAHULUAN DIABETIK FOOT

advertisement
LAPORAN PENDAHULUAN
DIABETIK FOOT
CI Ruang Poli Kaki :
Chairiyati S.Kep.,Ns
Disusun oleh :
NAMA
:
DIAH AYU MULYANI
NIM
:
PO.62.20.1.16.132
PROGRAM STUDI DIV KEPERAWATAN REGULER III
POLTEKKES KEMENKES PALANGKA RAYA
TAHUN 2018
A. DEFINISI
Diabetes mellitus merupakan penyakit kronis defisiensi atau resistensi insulin
absolute atau relative yang ditandai dengan gangguan metabolism
karbohidrat,protein,lemak (Billota,2012).
Diabetic Foot (Kaki diabetik) adalah kelainan pada tungkai bawah yang
merupakan komplikasi kronik diabetes mellitus; merupakan suatu penyakit pada
penderita diabetes bagian kaki. Salah satu komplikasi yang sangat ditakuti penderita
diabetes adalah kaki diabetik. Komplikasi ini terjadi karena terjadinya kerusakan saraf,
pasien tidak dapat membedakan suhu panas dan dingin, rasa sakit pun berkurang.
Gangren Kaki Diabetik adalah luka pada kaki yang merah kehitam-hitaman dan
berbau busuk akibat sumbatan yang terjadi di pembuluh darah sedang atau besar di
tungkai.
B. ETIOLOGI
Penyebab dari diabetes melitus adalah:
1. Diabetes Melitus tergantung insulin (DMTI)
a.
Faktor genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi mewarisi
suatu presdisposisi atau kecenderungan genetic kearah terjadinya diabetes tipe I.
Kecenderungan genetic ini ditentukan pada individu yang memililiki tipe antigen
HLA(Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang
bertanggung jawab atas antigen tranplantasi dan proses imun lainnya.
b.
Faktor imunologi
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Ini
merupakan respon abnormal dimana antibody terarah pada jaringan normal tubuh
dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah
sebagai jaringan asing.
c.
Faktor lingkungan
Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel β pancreas, sebagai contoh
hasil penyelidikan menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat memicu
proses autuimun yang dapat menimbulkan destuksi sel β pankreas.
2. Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI)
Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, factor genetic
diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin. Diabetes
Melitus tak tergantung insulin (DMTTI) penyakitnya mempunyai pola familiar yang
kuat. DMTTI ditandai dengan kelainan dalam sekresi insulin maupun dalam kerja
insulin.
Faktor risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya DM tipe II, diantaranya
adalah:
1) Usia ( resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun)
2) Obesitas
3) Riwayat keluarga
4) Kelompok etnik
3. Diabetes dengan Ulkus
C. PATOFISIOLOGI
1. Diabetes tipe I
Pada Diabetes tipe I terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena
sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Hiperglikemia puasa
terjadi akibat produksi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Disamping itu, glukosa
yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada
dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia postprandial (sesudah makan).
2. Diabetes tipe II
Pada Diabetes tipe II terdapat dua masalah yang berhubungan dengan insulin,
yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat
dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan
reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa didalam
sel.
D. TANDA DAN GEJALA
1. Diabetes Tipe I
a.
hiperglikemia berpuasa
b.
glukosuria, diuresis osmotik, poliuria, polidipsia, polifagia
c.
keletihan dan kelemahan
d.
ketoasidosis diabetik (mual, nyeri abdomen, muntah, hiperventilasi, nafas
bau
buah, ada perubahan tingkat kesadaran, koma, kematian)
2. Diabetes Tipe II
a.
lambat (selama tahunan), intoleransi glukosa progresif
b.
gejala seringkali ringan mencakup keletihan, mudah tersinggung, poliuria,
polidipsia, luka pada kulit yang sembuhnya lama, infeksi vaginal,
penglihatan kabur
c.
komplikaasi jangka panjang (retinopati, neuropati, penyakit vaskular perifer)
3. Ulkus Diabetikum
Ulkus Diabetikum akibat mikriangiopatik disebut juga ulkus panas walaupun
nekrosis, daerah akral itu tampak merah dan terasa hangat oleh peradangan dan
biasanya teraba pulsasi arteri dibagian distal .
E. KOMPLIKASI
Komplikasi yang berkaitan dengan kedua tipe DM digolongkan sebagai akut dan
kronik :
1.Komplikasi akut
Komplikasi akut terjadi sebagai akibat dari ketidakseimbangan jangka pendek
dari glukosa darah.
a.
Hipoglikemia.
b.
Ketoasidosis diabetic (DKA)
c.
sindrom hiperglikemik hiperosmolar non ketotik (HONK).
2.Komplikasi kronik
Umumnya terjadi 10 sampai 15 tahun setelah awitan.
a.
Makrovaskular (penyakit pembuluh darah besar), mengenai sirkulasi koroner,
vaskular perifer dan vaskular selebral.
b.
Mikrovaskular (penyakit pembuluh darah kecil), mengenai mata (retinopati)
dan ginjal (nefropati). Kontrol kadar glukosa darah untuk memperlambat
atau menunda awitan baik komplikasi mikrovaskular maupun
makrovaskular.
c.
Penyakit neuropati, mengenai saraf sensorik-motorik dan autonomi serta
menunjang masalah seperti impotensi dan ulkus pada kaki.
d.
Ulkus/gangren
Terdapat lima grade ulkus diabetikum antara lain:
1)
Grade 0
: tidak ada luka
2)
Grade I
: kerusakan hanya sampai pada permukaan kulit
3)
Grade II
: kerusakan kulit mencapai otot dan tulang
4)
Grade III
: terjadi abses
5)
Grade IV
: Gangren pada kaki bagian distal
6)
Grade V
: Gangren pada seluruh kaki dan tungkai
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Glukosa darah: darah arteri / kapiler 5-10% lebih tinggi daripada darah vena,
serum/plasma 10-15% daripada darah utuh, metode dengan deproteinisasi 5%
lebih tinggi daripada metode tanpa deproteinisasi
2.
Glukosa urin: 95% glukosa direabsorpsi tubulus, bila glukosa darah > 160-180%
maka sekresi dalam urine akan naik secara eksponensial, uji dalam urin: + nilai
ambang ini akan naik pada orang tua. Metode yang populer: carik celup
memakai GOD.
3.
Benda keton dalam urine: bahan urine segar karena asam asetoasetat cepat
didekrboksilasi menjadi aseton. Metode yang dipakai Natroprusid,
3-hidroksibutirat tidak terdeteksi
4.
Pemeriksan lain: fungsi ginjal ( Ureum, creatinin), Lemak darah: (Kholesterol,
HDL, LDL, Trigleserid), fungsi hati, antibodi anti sel insula langerhans ( islet
cellantibody)
G. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Obat
a.
Tablet OAD (Oral Antidiabetes)
1) Mekanisme kerja sulfanilurea
 kerja OAD tingkat prereseptor : pankreatik, ekstra pancreas
 kerja OAD tingkat reseptor
2) Mekanisme kerja Biguanida
Biguanida tidak mempunyai efek pankreatik, tetapi mempunyai efek lain
yang dapat meningkatkan efektivitas insulin, yaitu:
 Biguanida pada tingkat prereseptor à ekstra pankreatik
a) Menghambat absorpsi karbohidrat
b) Menghambat glukoneogenesis di hati
c) Meningkatkan afinitas pada reseptor insulin
d) Biguanida pada tingkat reseptor : meningkatkan jumlah reseptor insulin
e) Biguanida pada tingkat pascareseptor : mempunyai efek intraseluler
2.
Insulin
a.
Indikasi penggunaan insulin
1) DM tipe I
2) DM tipe II yang pada saat tertentu tidak dapat dirawat dengan OAD
3) DM kehamilan
4) DM dan gangguan faal hati yang berat
5) DM dan infeksi akut (selulitis, gangren)
6) DM dan TBC paru akut
7) DM dan koma lain pada DM
8) DM operasi
b.
Insulin diperlukan pada keadaan :
1) Penurunan berat badan yang cepat.
2) Hiperglikemia berat yang disertai ketoasidosis.
3) Ketoasidosis diabetik.
4) Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
Pengkajian pada klien dengan gangguan sistem endokrin diabetes melitus
dilakukan mulai dari pengumpulan data yang meliputi : biodata, riwayat kesehatan,
keluhan utama, sifat keluhan, riwayat kesehatan masa lalu, pemeriksaan fisik, pola
kegiatan sehari-hari. Hal yang perlu dikaji pada klien degan diabetes melitus :
1.
Aktivitas dan istirahat :
Kelemahan, susah berjalan/bergerak, kram otot, gangguan istirahat dan tidur,
tachicardi/tachipnea pada waktu melakukan aktivitas dan koma
2.
Sirkulasi
Riwayat hipertensi, penyakit jantung seperti IMA, nyeri, kesemutan pada
ekstremitas bawah, luka yang sukar sembuh, kulit kering, merah, dan bola mata
cekung.
3.
Eliminasi
Poliuri,nocturi, nyeri, rasa terbakar, diare, perut kembung dan pucat.
4.
Nutrisi
Nausea, vomitus, berat badan menurun, turgor kulit jelek, mual/muntah.
5.
Neurosensori
Sakit kepala, menyatakan seperti mau muntah, kesemutan, lemah otot,
disorientasi, letargi, koma dan bingung.
6.
Nyeri
Pembengkakan perut, meringis.
7.
Respirasi
Tachipnea, kussmaul, ronchi, wheezing dan sesak nafas.
8.
Keamanan
Kulit rusak, lesi/ulkus, menurunnya kekuatan umum.
9.
Seksualitas
Adanya peradangan pada daerah vagina, serta orgasme menurun dan terjadi
impoten pada pria.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut b/d agen injuri fisik
2.
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d
ketidakmampuan tubuh mengabsorbsi zat-zat gizi berhubungan dengan
faktor biologis.
3.
Kerusakan integritas jaringan b/d faktor mekanik: perubahan sirkulasi,
imobilitas dan penurunan sensabilitas (neuropati)
4.
Kerusakan mobilitas fisik b/d tidak nyaman nyeri, intoleransi aktifitas,
penurunan kekuatan otot
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
No Diagnosa
NOC
1
NIC
Nyeri akut b/d Setelah
dilakukan
asuhan Manajemen nyeri :
agen
injuri keperawatan,tingkat kenyamanan
fisik
klien meningkat, dan dibuktikan 1. Lakukan pegkajian nyeri
secara
komprehensif
dengan level nyeri:
termasuk
lokasi,
klien dapat melaporkan nyeri pada
karakteristik,
durasi,
petugas, frekuensi nyeri, ekspresi
frekuensi, kualitas dan
wajah,
dan
menyatakan
ontro presipitasi.
kenyamanan fisik dan psikologis,
reaksi
TD 120/80 mmHg, N: 60-100 2. Observasi
nonverbal
dari
x/mnt, RR: 16-20x/mnt
ketidaknyamanan.
Control nyeri dibuktikan dengan
teknik
klien melaporkan gejala nyeri dan 3. Gunakan
komunikasi
terapeutik
control nyeri.
untuk
mengetahui
pengalaman nyeri klien
sebelumnya.
4.
Kontrol ontro lingkungan
yang mempengaruhi nyeri
seperti suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan.
5.
Kurangi ontro presipitasi
nyeri.
6.
Pilih
dan
lakukan
penanganan
nyeri
(farmakologis/non
farmakologis)..
7.
Ajarkan
teknik
non
farmakologis
(relaksasi,
distraksi
dll)
untuk
mengetasi nyeri..
8.
Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri.
9.
Evaluasi
pengurang
nyeri.
tindakan
nyeri/kontrol
10. Kolaborasi dengan dokter
bila ada komplain tentang
pemberian analgetik tidak
berhasil.
11. Monitor penerimaan klien
tentang manajemen nyeri.
Administrasi analgetik :
12. Cek program pemberian
analogetik; jenis, dosis,
dan frekuensi.
13. Cek riwayat alergi..
14. Tentukan
analgetik
pilihan, rute pemberian
dan dosis optimal.
15. Monitor TTV sebelum dan
sesudah
pemberian
analgetik.
16. Berikan analgetik tepat
waktu terutama saat nyeri
muncul.
17. Evaluasi
efektifitas
analgetik, tanda dan gejala
efek samping.
2
Ketidakseimba
ngan
nutrisi
kurang
dari
kebutuhan
tubuh
b/d
ketidakmampu
an
tubuh
mengabsorbsi
zat-zat
gizi
berhubungan
dengan faktor
biologis.
Setelah
dilakukan
asuhan Manajemen Nutrisi
keperawatan, klien menunjukan
status nutrisi adekuat dibuktikan 1) kaji pola makan klien
dengan BB stabil tidak terjadi mal 2) Kaji
adanya
alergi
nutrisi, tingkat energi adekuat,
makanan.
masukan nutrisi adekuat
3) Kaji makanan yang disukai
oleh klien.
4) Kolaborasi dg ahli gizi
untuk penyediaan nutrisi
terpilih sesuai dengan
kebutuhan klien.
5) Anjurkan klien untuk
meningkatkan
asupan
nutrisinya.
6) Yakinkan
diet
yang
dikonsumsi mengandung
cukup
serat
untuk
mencegah konstipasi.
7) Berikan informasi tentang
kebutuhan nutrisi dan
pentingnya bagi tubuh
klien.
Monitor Nutrisi
8) Monitor BB setiap hari
jika memungkinkan.
9) Monitor
respon
terhadap
situasi
mengharuskan
makan.
klien
yang
klien
10) Monitor
lingkungan
selama makan.
11) Jadwalkan pengobatan dan
tindakan tidak bersamaan
dengan
waktu
klien
makan.
12) Monitor
muntah.
adanya
mual
13) Monitor adanya gangguan
dalam
proses
mastikasi/input makanan
misalnya
perdarahan,
bengkak dsb.
14) Monitor intake nutrisi dan
kalori.
3
Kerusakan
integritas
jaringan
b/d
faktor
mekanik:
perubahan
sirkulasi,
imobilitas dan
penurunan
sensabilitas
(neuropati)
Setelah
dilakukan
keperawatan, Wound
meningkat
asuhan Wound care
healing
1. Catat
karakteristik
luka:tentukan ukuran dan
dengan criteria:
kedalaman
luka,
dan
klasifikasi pengaruh ulcers
Luka mengecil dalam ukuran dan
peningkatan granulasi jaringan
2. Catat karakteristik cairan
secret yang keluar
3.
Bersihkan dengan cairan
anti bakteri
4.
Bilas dengan cairan NaCl
0,9%
5.
Lakukan nekrotomi K/P
6.
Lakukan
sesuai
7.
Dressing dengan kasa
steril sesuai kebutuhan
8.
Lakukan pembalutan
9.
Pertahankan
tehnik
dressing
steril
ketika
melakukan perawatan luka
tampon
yang
10. Amati setiap perubahan
pada balutan
11. Bandingkan dan catat
setiap adanya perubahan
pada luka
12. Berikan posisi terhindar
dari tekanan
4
Gangguan
mobilitas fisik
b/d
tidak
nyaman nyeri,
intoleransi
aktifitas,
penurunan
kekuatan otot
Setelah
dilakukan
Asuhan Terapi Exercise : Pergerakan
keperawatan, dapat teridentifikasi sendi
Mobility level
1. Pastikan
keterbatasan
Joint movement: aktif.
gerak sendi yang dialami
Self care:ADLs
2.
Kolaborasi
fisioterapi
3.
2) ROM normal
Pastikan motivasi klien
untuk
mempertahankan
pergerakan sendi
3) Melaporkan
perasaan 4.
peningkatan
kekuatan
kemampuan dalam bergerak
Pastikan
klien
mempertahankan
pergerakan sendi
4) Klien bisa melakukan aktivitas 5.
Pastikan klien bebas dari
nyeri sebelum diberikan
latihan
Dengan criteria hasil:
1) Aktivitas fisik meningkat
5) Kebersihan
diri
klien
terpenuhi walaupun dibantu
6.
oleh perawat atau keluarga
dengan
untuk
Anjurkan ROM Exercise
aktif: jadual; keteraturan,
Latih ROM pasif.
Exercise promotion
7.
Bantu
identifikasi
program
latihan yang sesuai
8.
Diskusikan
instruksikan pada
mengenai latihan
tepat
dan
klien
yang
Exercise terapi ambulasi
9.
Anjurkan dan Bantu klien
duduk di tempat tidur
sesuai toleransi
10. Atur posisi setiap 2 jam
atau sesuai toleransi
11. Fasilitasi penggunaan alat
Bantu
Self care assistance:
Bathing/hygiene,
dressing,
feeding and toileting.
12. Dorong keluarga untuk
berpartisipasi
untuk
kegiatan
mandi
dan
kebersihan
diri,
berpakaian, makan dan
toileting klien
13. Berikan
bantuan
kebutuhan sehari – hari
sampai
klien
dapat
merawat secara mandiri
14. Monitor kebersihan kuku,
kulit, berpakaian , dietnya
dan pola eliminasinya.
15. Monitor
kemampuan
perawatan diri klien dalam
memenuhi
kebutuhan
sehari-hari
16. Dorong klien melakukan
aktivitas
normal
keseharian
sesuai
kemampuan
17. Promosi aktivitas sesuai
usia
DAFTAR PUSTAKA
NANDA, 2012, Diagnosis Keperawatan NANDA : Definisi dan Klasifikasi.
Bilotta, Kimberly. A. J (ed). 2011. Kapita selekta penyakit : dengan implikasi
keperawatan. Jakarta : EGC.
https://www.scribd.com/document/332776256/LP-Diabetic-Foot
Download