Uploaded by radio.karmel

yang kelebihan - 29.7.19 (revised)

advertisement
Hal 69 (kelebihan 13 baris, 720 karakter)
Hal 27
SAYA ingat penggalan syair dari sebuah lagu yang sangat menarik bagi saya: “hidup
ini adalah kesempatan, hidup ini untuk melayani Tuhan...bila saatnya nanti, kutak
berdaya lagi, hidup ini sudah jadi berkat”. Hidup adalah sebuah peziarahan. Bagi
orang beriman, peziarahan hidup manusia berakhir pada kehidupan kekal, di mana
setiap orang yang dipanggil Tuhan memperoleh keselamatan-Nya. Oleh karena itu,
ada pertanyaan-pertanyaan yang menantang kita: Apa arti hidup kita? Apa yang
harus kita perbuat agar hidup kita bermakna? Lalu, apa yang harus kita lakukan
untuk menanggapi panggilan “keselamatan” yang datang dari Allah? Dasar iman
kita adalah kasih Allah yang nampak dalam diri Yesus Kristus. Oleh kasih karuniaNya, Allah berinisiatif memanggil kita untuk hidup dalam jalan-Nya. Jalan itu tidak
lain adalah Yesus sendiri, sebagaimana Ia katakan: “Akulah Jalan, Kebenaran, dan
Hidup”.
PADA dasarnya, setiap bentuk kejahatan dan perilaku yang buruk akan sangat
bertentangan dengan hukum dan kehendak Allah. Orang yang kedapatan berbuat
jahat tentu saja akan diberikan sangsi hukuman yang setimpal dengan
perbuatannya. Tetapi apakah Ia/pribadinya harus di benci dan dikucilkan dalam
pergaulan? Apakah mereka yang berbuat jahat akan terus menjadi pergunjingan?
Apa yang kita perbuat untuk menyongsong keselamatan itu? Penggalan syair lagu
di atas kiranya mengingatkan kita bahwa hidup adalah sebuah ungkapan rasa
syukur. Hidup adalah sebuah anugerah. Oleh karena itu, hidup mendapat arti
sempurna ketika kembali dipersembahkan kepada Tuhan. Bagaimana
mempersembahkan hidup kita? Hana hadir dan menginspirasi kita. Kita harus
hidup dekat dengan Tuhan, bersandar penuh pada-Nya, berdoa dan berpuasa,
serta berbuat baik. Senantiasa hidup di jalan yang sudah ditunjukkan Yesus sendiri
adalah jalan yang harus kita tempuh untuk mensyukuri rahmat keselamatan-Nya.
Namun berapa lama waktu yang kita berikan untuk Tuhan? Berapa jam kita berdoa
dalam sehari? Apakah kita sering membaca kitab suci? Sudah ikhlaskah kita
berbuat baik? Sudah mampukah kita memaafkan orang yang bersalah kepada kita?
Bukankah seringkali kita sibuk dengan diri sendiri: dengan pekerjaan, media sosial,
dan lain-lain. Ingat bahwa hidup yang bermakna adalah hidup yang
dipersembahkan. Yesus sendiri sudah mengorbankan diri sebagai sebuah
persembahan yang paling indah dan kudus bagi Bapa-Nya dan bagi dunia. [Rm.
Simon Taa, O.Carm.]
Orang yang berbuat jahat dalam Injil hari ini diumpamakan dengan domba yang
tersesat. Sedangkan gembala adalah Tuhan Yesus sendiri. Jika mengikuti
aturan/tata hukum, sudah seharusnya domba yang tersesat itu diberi
sangsi/hukuman. Dalam tradisi orang Yahudi, misalnya orang yang kedapatan
berzinah harus dirajam dengan batu sampai mati. Tapi mengapa gembala dalam
perumpamaan malah mencari domba yang tersesat? Bahkan ketika menemukan
kembali, Ia bersukacita. Apakah hal ini berarti Tuhan mendukung kejahatan?
Kita ingat saat Yesus mengamuk dan mengusir para pedagang yang berjualan di
Bait Allah. Kisah ini menunjukkan Yesus sangat membenci setiap bentuk kejahatan.
Yesus membenci segala perbuatan yang jahat tetapi perlu diketahui bahwa Dia
tetap menerima dan mengasihi pribadi yang berbuat jahat. Ia tidak serta merta
membenci mereka yang berbuat jahat namun tetap mengasihinya. Yesus akan
bersukacita bila orang berdosa itu benar-benar bertobat.
Seperti sikap sang gembala yang mencari domba yang tersesat, begitu pula Yesus
mau menegaskan misi-Nya di dunia yakni mencari dan menyelamatkan yang
tersesat. Yesus mau agar orang-orang yang tersesat kembali pulang dan bergabung
bersama dalam persatuan gereja-Nya yang kudus. Tuhan tidak menghendaki
satupun dari kawanan domba-Nya hilang. Orang baik dan orang jahat dikasihi
dengan cinta yang sama. Orang baik dikasihi Tuhan agar tetap menjadi orang baik
dan berbagi kasih dengan orang lain. Orang jahat dikasihi Tuhan agar bisa
menyadari kejahatannya dan bertobat untuk menjadi orang baik. Tuhan
memberkati. [Br. Angelus More, O. Carm.]
Hal 15 (kurang 2 baris, 110 karakter)
PENIKMAT Café Rohani yang terkasih, ketika melihat kampung miskin, manusia
berkesah, “Mengapa orang membiarkan kemiskinan?” Ketika melihat rumah sakit
penuh dengan penghuni, orang berkesah, “Mengapa Tuhan membiarkan manusia
menderita?” Demikian seterusnya ketika manusia melihat hal-hal yang
menyengsarakan dan mendukakan manusia. Komentar dan keluh kesah macam itu
wajar. Persoalannya adalah mengapa lempar tanggungjawab pada orang lain untuk
bergerak membenahi, memperbaiki, dan memperkecil derita sesama.
Bacaan hari ini hendaknya menyadarkan kita semua, para pengikut Yesus, akan
tanggung jawab sosial memperhatikan sesama. Ketika pemimpin, pemuka, bahkan
guru dan Tuhan yang menjadi panutan berbuat sesuatu, tentunya pengikut dan
murid juga akan melakukan hal yang serupa. Dikisahkan bahwa Tuhan Yesus dalam
pelayanannya menjadikan semua baik dan bahagia. Orang tuli dibuat mendengar.
Orang buta dibuat melihat. Orang bisu dibuatnya berbicara. Orang lumpuh
dijadikannya bisa berjalan. Orang lemah semangat dihibur dan diteguhkannya.
Sedangkan mereka yang rindu sapaan dan kasih dipenuhinya. Mereka
mendapatkannya secara gratis tanpa bayar. Dengan tindakannya itu, Tuhan Yesus
hendak menyatakan bahwa ketika Tuhan meraja, semua akan menjadi baik.
Penikmat Café Rohani terkasih. Ketika melihat penderitaan dan kesengsaraan
orang lain, sekarang perlulah bertanya pada diri sendiri, “Aku sudah berbuat apa
untuk mereka?”. Bukan seberapa besar apa yang akan kita berikan sebagai bentuk
kepedulian kita. Melainkan niat dan kemauan kita untuk peka dan peduli terhadap
sesama dan lingkungan. Banyak cara dan sarana disediakan masyarakat dan gereja
untuk berbuat sesuatu: berderma, beramal, mendirikan panti asuhan, menyantuni
kaum lansia, dan sebagainya. Maka daripada berkomentar tentang siapa yang
peduli dan berbuat baik, katakan pada diri sendiri, mulailah dari sendiri, “Aku
dipanggil untuk peduli dan berbuat baik.” [Br. Antonius Mungsi, O.Carm.]
Download