Telaah Jurnal Laparoscopic Abdominopexy: Surgery for Vaginal Prolapse Oleh: Annisaa Nabila A. S. 04054821820027 Syah Fitri 04054821820028 Silvi Silvania 04054821820026 Nurhani Rizkya Dwiputri 04084821921074 Pembimbing: dr. H. Amir Fauzi, Sp.OG (K) DEPARTEMEN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI (OBGIN) FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA RSUP DR.MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG 2019 HALAMAN PENGESAHAN Journal Reading Laparoscopic Abdominopexy: Surgery for Vaginal Prolapse Oleh: Annisaa Nabila A. S. 04054821820027 Syah Fitri 04054821820028 Silvi Silvania 04054821820026 Nurhani Rizkya Dwiputri 04084821921074 Telah diterima sebagai salah satu syarat dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior di Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang periode 24 Juni s.d. 2 September 2019. Palembang, Juni 2019 Pembimbing dr. H. Amir Fauzi, Sp.OG (K) TELAAH JURNAL I. Judul Artikel Jurnal “Laparoscopic Abdominopexy: Surgery for Vaginal Prolapse” II. Gambaran Umum a. Latar Belakang Empat puluh persen wanita akan mengalami prolaps organ panggul (POP), dengan prolaps anterior dua kali lebih sering dibandingkan prolaps posterior dan tiga kali lebih sering dibandingkan prolaps media (apikal). Lalu, 6% –12% wanita yang telah melakukan histerektomi akan berkembang menjadi prolaps apikal, yang juga berhubungan dengan prolaps anterior maupun posterior pada dua pertiga kasus.1 Kolsposakropeksi (laparoskopi terbuka) dianggap sebagai standar baku emas untuk penanganan prolaps apikal dengan tingkat keberhasilan pembedahan sebesar 90%.2 Terdapat kesulitan untuk menggapai ligamen vertebra anterior yang disebabkan oleh karena adanya struktur pembuluh darah di sekitarnya, penonjolan tulang promontorium dan adhesi usus yang menyebabkan waktu operasi menjadi lebih panjang. Komplikasi pada tindakan ini jarang terjadi, tetapi tetap menjadi perhatian khusus yaitu perdarahan intraoperatif, osteomyelitis promontorium, trauma uretra dan konstipasi. 3 Teknik bedah terbaru telah dikembangkan untuk memudahkan akses ke struktur dekat vagina sehingga dapat menyederhanakan prosedur dan mengurangi risiko selama pembedahan. Laparoskopi Pektopeksi (PL) dapat menggunakan ligamentum iliopectineal.5 Ligamentum teres uteri, ligamentum inguinalis,6 dan aponeurosis otot oblikus eksternus7 juga dapat digunakan dalam tindakan pembedahan ini. Berdasarkan prinsip mesh yang bebas tegangan, Suspensi Laparoskopi Lateral (SLL) menempatkan sebagian dari mesh di terowongan subperitoneal dan menghindari terjadinya perlengketan dari struktur vagina ke struktur tulang lainnya.8 Pada regio intrapelvis, Ligamentum Teres Uteri (LTU) ini dimulai dari puncak uterus sampai ke cincin inguinalis internus sedangkan pada regio ekstrapelvis dapat mencapai mons pubis dan labia mayor.9 Hal ini menyebabkan ligamentum ini sangat mudah dicapai pada saat pembedahan. Selain itu, ligamentum ini merupakan struktur yang sangat konsisten, baik pada pasien yang menjalani histerektomi. Berdasarkan prinsip bebas tegangan dan anatomi dari ligamentum teres uteri, terdapat teknik pembedahan yang baik untuk mengatasi prolapse anterior dan apical yaitu Laparoskopi Abdominopeksi (LA). Teknik pembedahan ini menggunakan mesh yang terbuat dari bahan sintetik dengan dua sisi yang panjang. Sisi lateral dari mesh tersebut tidak melekat pada struktur ligamen di pelvis dan diletakkan mengikuti jalannya ligamentum teres uteri ke mons pubis. Oleh karena itu, laparoskopi abdominopeksi diusulkan sebagai alternatif pembedahan yang dapat menyederhanakan prosedur penanganan POP dan mengurangi durasi operasi. Tujuan dari jurnal ini untuk mendeskripsikan langkah demi langkah dari teknik pembedahan laparoskopi abdominopeksi serta menyajikan hasil anatomi dan fungsional dari pembedahan laparoskopi ini. b. Metode Penelitian ini menggunakan desain studi cohort pada pasien dengan prolaps apikal dan anterior. Kertas persetujuan telah ditandatangani oleh setiap pasien. Semua sampel adalah pasien yang menjalani operasi laparoskopi abdominopeksi dari Februari 2016 sampai September 2017 di Rumah Sakit Universitas Cabuen˜es, Gijo'n (Asturias). Skala Pelvic Organ Prolapse Quantification (POP-Q) digunakan untuk menilai stadium prolapse vagina sebelum dan enam bulan setelah operasi dan Overactive Bladder Questionnaire-Short Form (OABq-SF) dan Pelvic Organ Porolapse/ Urinary Incontinence Sexual Questionnaire (PISQ-12) digunakan untuk menilai pengisian kandung kemih dan mengevaluasi fungsi seksual.10,11,12 Kriteria inklusi adalah pasien dengan gejala prolaps media dan atau anterior dengan POPQ >1 dan kriteria eklusi adalah pasien dengan simptomatik prolaps posterior dengan POPQ ≥2. Prolaps vagina dianggap rekuren ketika stadium POPQ lebih dari satu pada kompartemen anterior dan media dengan gejala yang menetap. Skala Clavien-Dindo digunakan untuk menilai komplikasi setelah operasi dan menilai kepuasan pasien enam bulan setelah operasi dengan menjawab pertanyaan “Apakah anda akan menjalani prosedur yang sama jika diperlukan lagi?”.13 Variabel kuantitatif disaikan sebagai standar deviasi (SD). Uji t digunakan untuk membandingkan data berpasangan pre operatif dan post operatif menggunakan SPSS versi 20.0. perbedaan yang signifikan dianggap ketika nilai p kurang dari 0,05. Penelitian ini telah disetujui oleh komite etik penelitian. Deskripsi teknik pembedahan Di bawah pengaruh anestesi umum, pasien diposisikan dalam posisi supinasi dan posisi Tredelenburg dengan fleksi ekstremitas bawah, ekstremitas atas sejajar dengan tubuh dan bahu terfiksasi. Akses langsung ke ruang intraperitoneal terhubung oleh minilaparotomi dan trocar Hasson 10 mm. tiga trocar lainnya diletakkan dua trocar 5 mm dan satu trocar 1 mm. Laparoskopi sederhana menggunakan gunting monopolar, sistem irigasi aspirasi dan forceps grasping atraumatik. Mesh filament tunggal dari polyvinyl fluoride dirancang untuk perawatan prolapse vagina posterior. Gambar 1. Pre operatif (A) letak dari trocar (B) Dimensi mesh (C) Posisi pasien Pertama, setelah membuka peritoneum viseral, dilakukan diseksi area avaskular pada ruang vesiko-vagina ke trigonum. Lalu, mesh dimasukkan dengan menggunakan penghubung ke bagian anterior dari vagina. Setelah itu, dilakukan penjahitan mesh dengan dinding vagina secara kontiniu menggunakan benang 2.0 absorbable. Dilakukan insisi bilateral di kulit sepanjang 3 mm menggunakan pisau, 2 cm lebih dalam dari spina iliaka anterior superior (SIAS). Lalu, gunakan forcep sebagai penghubung ke ruang subperitoneal mengikuti jalannya ligament bundar dan berada di atas ligamen umbilical. Jahitan “tobacco pouch” digunakan untuk menutup peritoneum dan mengisolasi mesh dari ruang intraperitoneal. Setelah dipastikan tidak terdapat pneumoperitoneum, kanal subkutan dibuat mengikuti arah Mons of Venus ke serat ligamentum bundar, di mana mesh ditempatkan tanpa fiksasi. Gambar 2. Teknik bedah. (A) Eksposur Mesh. (B) Penjahitan mesh. (C) Penjepit melalui terowongan subperitoneal. (D) Posisi akhir. (E) Arah kaki mesh. (F) Penempatan kaki mesh. ✽Round ligament. ● Ligamentum umbilikalis medial. ●Mons pubis c. Hasil Dipilih sampel berjumlah 20 pasien: 8 pasien dengan prolaps vagina anterior dan middle (40%), dan 12 pasien dengan prolaps vagina anterior saja (60%), dengan seluruh pasien memiliki gejala (100% dengan ketidaknyamanan akibat benjolan pada vagina, 25% dengan dispareunia, 10% dengan UTI dan 10% kesulitan BAK). Rata-rata usia (tahun), BMI (kg/m2), dan paritas sampel penelitian adalah 69,2±9,1, 28,3±2,3 dan 1,8±1,3. Berdasarkan tindakan operasi sebelumnya, 30% pasien menjalani operasi abdominal, 25% pasien menjalani operasi pelvic floor, dan 20% pasien menjalani histerektomi. Waktu tindak lanjutnya minial 6 bulan dan maksimal 25 bulan. Rata-rata waktu follow-up (bulan), durasi operasi (menit) dan waktu perawatan (hari) adalah 12,8±5,7 , 78,4±29,7 , dan 1,45±0,7. Tindakan pembedahan simultan dilakukan pada 5 kasus (4 suburethral tape dan 1 histerektomi abdominal). Komplikasi intraoperatif didapatkan pada 0% pasien, dengan rata-rata kehilangan darah kurang dari 100 cc dan komplikasi postoperatif terjadi pada 15% pasien; 2 pasien dengan komplikasi postoperatif Clavien I akibat keperluan analgetik, dan 1 pasien dengan komplikasi Clavien IIIb akibat kebutuhan implant defibrillator otomatis karna atrial fibrilasi saat postoperatif. Pada satu kasus (5%), inkontinensia stress didapatkan “de novo” yang tidak memerlukan tindakan bedah. Tidak ada pasien mengalami konstripasi ataupun mesh extrusion. Dua pasien (10%) dengan ketidaknyamanan jangka pendek pada area ligamentum rotundum namun tidak memerlukan pengobatan. Tidak terdapat kasus rekurensi midkompartemen, yang berati angka keberhasilan pembedahan adalah 100% pada kompartemen apikal. Terdapat 2 pasien (10%) dengan rekurensi pada kompartemen anterior, yang menunjukkan bahwa keberhasilan pembedahan adalah 90% pada kompartemen anterior. Pasien pertama dengan prolaps anterior stadium III dan prolaps medium stadium II, yang dimana prolaps medium direduksi menjadi stadium I sementara prolaps anterior berulang menjadi stadium III. Pasien kedua mengalami prolaps anterior stadium III (poin Aa 2) yang direduksi menjadi stadium II (poin Aa 0), walaupun pasien memiliki benjolan pada vaginanya. Pembedahan saat ini tidak diperlukan pada beberapa kasus. Tidak terdapat prolaps posterior yang dapat dikoreksi pada pasien yang asimptomatik. Walaupun demikian, perkembangan pada kompartemen posterior diobservasi pada 7 pasien (35%), stadium pada kompartemen posterior dipertahankan pada 11 pasien (55%), dan 2 pasien (10%) menunjukkan terjadi perburukan stadium pada kompartemen posterior (“de novo” prolaps) dari stadium 0 mejadi stadium I (poin Ap-2) dan tidak terdapat kasus yang simptomatik (Tabel 1). Secara statistik, terdapat perkembangan signifikan yang didapatkan pada poin Aa (P≤10-5), C (P= 5 x 10-5), D (P=0,002), dan tvl (P=0,02) pada skala POP-Q saat 6 bulan setelah operasi (Tabel 2 dan Gambar 3). Simptom yang didapatkan dievaluasi dengan kuesioner OABq-SF, didapatkan secara statistik perkembangan yang signifikan sebesar 22% (P=0,02), di 6 bulan setelah operasi. Kuesioner PISQ-12 digunakan untuk mengevaluasi aktivitas seksual. Didapatkan hanya 4 pasien yang aktif secara seksual. Walaupun didapatkan presentasi skor yang lebih baik pada kuesioner PISQ-12 di 6 bulan setelah operasi, tidak memungkinkan untuk dilakukan perhitungan P-value akibat jumlah sampel yang sedikit. Kepuasan dan tidak adanya perasaan oleh adanya benjolan di vagina sebesar 90%, hanya 2 pasien (10%) yang tidak merasa puas dengan hasil pembedahan dan dilaporkan masih merasakan adanya benjolan pada vagina, dan rekurensi prolaps perlu diobservasi pada pasien ini. Tabel 1. Staidum POP-Q dikelompokkan dengan Komplikasi Pre- dan Post Operatif Stadium POP-Q Kompartemen Vagina Stadium POP-Q setelah operasi Preoperatif, N (%) Postoperatif, N (%) N Stadium preoperatif (POP-Q Point) Stadium postoperatif (POP-Q Point) Keluhan Benjolan Pada Vagina 0 (0) 9 (45) 3 II 0 Tidak ada 6 III 0 Tidak ada 4 II I Tidak ada 1 III I Tidak ada 2 II (Aa 1) II (Aa -1) Tidak ada 2 III (Aa 2) II (Aa -1) Tidak ada 1 III (Aa 2) II (Aa 0) Ada 1 III (Aa 3) III (Aa 2) Ada 7 0 0 Tidak ada 4 I 0 Tidak ada 5 II 0 Tidak ada 1 III (C 3) 0 (C -8) Tidak ada 1 I (C -5) I (C -7) Tidak ada 1 II (C 0) I (C -5) Tidak ada 1 II (C 1) I (C -4) Tidak ada 8 0 0 Tidak ada 5 I (Ap -2) 0 (Ap -3) Tidak ada 2 0 (Ap -3) I (Ap -2) Tidak ada 2 I (Ap -2) I (Ap -2) Tidak ada 2 II (Ap -1) I (Ap -2) Tidak ada 1 II (Ap -1) II (Ap -1) Tidak ada Anterior 0 I II 0 (0) 9 (45) 5 (25) 5 (25) III 11 (55) 1 (5) IV 0 (0) 0 (0) 7 (35) 17 (85) Apical 0 I 5 (25) 3 (15) II 7 (35) 0 (0) III 1 (5) 0 (0) IV 0 (0) 0 (0) 0 10 (50) 13 (65) I 7 (35) 6 (30) Posterior II 3 (15) 1 (5) III 0 (0) 0 (0) IV 0 (0) 0 (0) Tabel 2. Nilai pada Poin (cm berhubungan dengan Hymen) dari Skala POP-Q dan Skor Kuesioner OAB-SF dan Skor Kuesioner PISQ-12 sebelum dan setelah 6 Bulan Operasi Preoperatif, Rata-rata ± SD Postoperatif, Rata-rata ± SD Perbedaan P Aa 1.4 ± 0.9 —1.9 ± 1.2 —3.3 (—75%) <10—5 Ba 1.5 ± 1.2 —2 ± 1.3 —3.5 (—77.7%) <10—5 C —3.3 ± 3.3 —6.8 ± 1.4 —3.5 (—81.3%) 5 × 10—5 Ap —2.3 ± 0.7 —2.6 ± 0.6 —0.3 (—43%) .059 Bp —2.3 ± 0.7 —2.5 ± 0.8 —0.2 (—28.5%) .13 D —5.3 ± 3.2 —7.5 ± 0.9 —2.2 (—66.7%) .002 Gh 3.5 ± 0.9 3.4 ± 0.9 —0.1 (—2.8%) .27 Pb 2.1 ± 0.5 2.2 ± 0.5 0.1 (4.7%) .14 Tvl 8.1 ± 0.9 8.6 ± 0.8 0.5 (6.2%) .02 POP-Q (N = 20) OAB-SF TOTAL (N = 12) 34.2 ± 14.9 26.6 ± 12.1 —7.6 (—22.2%) .02 OAB-SF 1° QUESTIONS 14 ± 7.1 10.7 ± 6.4 —3.3 (—23.5%) .04 OAB-SF 2° QUESTIONS 20.2 ± 8.1 15.9 ± 5.9 —4.3 (—21.2%) .01 30.3 ± 3.5 32.3 ± 7.5 2 (6%) — PISQ-12 (N = 4) Gambar 3. Evolusi POP-Q: Grafik menggambarkan angka rata-rata dari poin POPQ pre- (merah) dan postoperatif (hijau). Estimasi nilai POP-Q normal pada warna kuning. Sebagai catatan bawa poin postoperatif sangat mirip dengan poin POP-Q normal. d. Diskusi LA adalah teknik operasi yang sederhana dan sangat mudah. LRU, yang merupakan struktur anatomi utama dari LA, dapat diakses dan mempunyai struktur yang konstan pada pasien dengan atau tanpa riwayat histerektomi sebelumnya. Sebagai tambahan, LA, bersadarkan prinsip “tension- free meshes” memberikan keuntungan secara teknik yang jelas: bagian terbawah dari mesh tidak melekat pada struktur pelvis wanita. Prinsip ini digunakan pada SLL oleh Dr. Dubuisson, yang mendapatkan angka keberhasilan secara anatomi sebesar 85-94% dalam 1 tahun setelah operasi.14 Fakta ini menunjukkan bahwa memungkinkan untuk menghindari diseksi di area dekat dengan vaskularisasi pada LA, seperti vena iliaka eksterna di PL (Laparoscopic Pectopexy) atau pembuluh darah sacral mediana pada CSL (Laparoscopic Colposacropexy). Hal ini mengurangi kesulitan teknik dan durasi pembedahan, di seri ini selama 78,4 menit, yang merupakan waktu tersingkat dibandingkan teknik pembedahan lainnya untuk koreksi POP yaitu 130 menit untuk teknik ligament inguinal,6 180 menit untuk SLL,15 50 menit untuk PL,16 dan 120 menit untuk teknik 6-poin.17 Pada LA, bagian kaki mesh diposisikan agar dapat diproduksi kembali bagian seperti pada LRU. LRU memiliki elastisitas yang lebih baik dan rigiditas yang lebih kurang dibanding ligamentum lain pada pelvis wanita;18 Walaupun demikian, penggunaanya sebagai penunjuk fiksasi tidak begitu tepat pada koreksi POP. Namun, hal ini menunjukkan bahwa material yang non-resorbable dekat dengan LRU dapat meningkatkan rigiditasnya.5 Dengan demikian, pada LA, bagian kaki mesh diletakkan dengan bagian dari LRU untuk memberikan rigiditas pada LRU tersebut, yang dibutuhkan untuk suspensi vagina. Pada seri ini, didapatkan angka keberhasilan operasi sebesar 100%untuk koreksi prolaps apikal. Sebagai catatan, 80% pasien yang memiliki uterus, dan histerektomi diperlukan hanya pada 1 pasien dengan uterus yang besar. Angka keberhasilan operasi untuk prolaps anterior sebesar 90%, dengan angka tindakan pembedahan ulang sebesar 0%. Data ini mirip dengan seri CSL3 dan teknik pembedahan lainnya4,6,14 yang menunjukkan angka keberhasilan diatas 85%. Anatomi pembedahan pada LA memiliki hasil yang penting secara fungsional. Pertama, arah dari traksi dinding vagina adalah lateral, bukan posterior. CSL menyebabkan traksi posterior terhadap region promotorium, dimodifikasi dengan arah natural dari aksis vagina (terhadap S2) dan ruang jadi menyempit dengan adanya rectum. PL mengubah arah traksi terhadap posisi lateral, mengarahkan mesh ke ligamentum iliopectioneal (level dari S2), yang menyebabkan penurunan inkontinensia de novo dibandingkan dengan CSL, yaitu 5% berbanding 25% dan pada konstipasi yaitu 0% berbanding 19,5%.4 LA mengikuti arah dari traksi lateral yang mirip dengan PL, yang membuktikan bahwa hasil dari seri ini dengan inkontinensia “de novo” dan konstipasi, yaitu 5% dan 0%, yang superimpos pada PL. Bagian kaki dari mesh diposisikan sama dengan struktur yang ada, LR, menghindari perubahan anatomi pelvis wanita dan mengurangi resiko didapatkannya garis baru akibat tekanan pada dinding pelvis. Berdasarkan teori intergral, ketidakseimbangan garis tekanan pada dinding pelvis dapat memicu prolaps “de novo”.19 Pada seri ini, hanya 10% pasien menunjukkan perburukan dari stadium POP-Q kompartemen posterior, dari stadium 0 menjadi stadium 1(Ap-3 ke Ap2), tanpa simptom dan tanpa memerlukan intervensi. Data ini sama dengan tindakan PL (9,5%)4 dan SLL (12%).20 Namun, pasien dengan prolaps “de novo” posterior pada SLL semuanya dengan POP-Q stadium II dan mempunyai angka pembedahan ulang sebesar 8,2%. Sebagai tambahan, pada beberapa kasus, preventif colpoperineorrhapy dilakukan selama SLL untuk mencegah adanya prolaps “de novo” posterior. Pada seri ini, walaupun tindakan pembedahan dilakukan untuk mencegah atau mengoreksi prolaps posterior, 35% pasien menunjukkan perkembangan pada stadium POP-Q kompartemen posterior, dan stadium kompartemen posterior pada 55% pasien menetap. Teori yang menjelaskan bahwa akses titik perkutaneus pada LA selanjutnya di EIAS memposisikan bagian kaki dari mesh di bagian LRU. Namun, pada SLL, titik ini 2 cm lebih tinggi dan 4 cm lebih luar pada EIAS, memposisikan bagian kaki mesh agar didapatkan garis tekanan baru, yang menghasilkan ketidakseimbangan tekanan dinding pelvis. LA secara fungsional dapat menyebabkan peningkatan signifikan yaitu 22% pada simptom bladder yang terlalu aktif diukur dengan kuesioner OAB-SF. Hal ini dapat diakibatkan reposisi LA pada dinding vagina seluruh pasien, dan berdasarkan teori integral, prolaps apikal, walaupun pada ukuran kecil, dapat menimbulkan gejala klinis.19 Selain itu, LA merupakan teknik yang aman dengan komplikasi intraoperatif sebesar 0% dan 5% komplikasi postoperatif Clavien III, dibandingkan dengan teknik lain untuk koreksi POP.4,14 e. Kesimpulan LA merupakan teknik pembedahan yang aman dan cepat dengan hasil secara anatomi dan fungsional mempertahankan anatomi panggul wanita. yang baik dan tetap III. Telaah Kritis Jurnal yang diakses dari Journal of the Society of Laparoendoscopic Surgeons ini merupakan bagian dari kedokteran berbasis bukti (evidence-based medicine) diartikan sebagai suatu proses evaluasi secara cermat dan sistematis suatu artikel penelitian untuk menentukan reabilitas, validitas, dan kegunaannya dalam praktik klinis. Komponen utama yang dinilai dalam critical appraisal adalah validity, importancy, applicability. Tingkat kepercayaan hasil suatu penelitian sangat bergantung dari desain penelitian dimana uji klinis menempati urutan tertinggi. Telaah kritis meliputi semua komponen dari suatu penelitian dimulai dari komponen pendahuluan, metodologi, hasil, dan diskusi. Masing-masing komponen memiliki kepentingan yang sama besarnya dalam menentukan apakah hasil penelitian tersebut layak atau tidak digunakan sebagai referensi. 1. Latar belakang Secara garis besar, latar belakang jurnal ini memenuhi komponenkomponen yang harusnya terpapar dalam latar belakang. Dalam latar belakang dikatakan terdapat teknik bedah terbaru dalam penanganan prolaps vagina yang memiliki prosedur lebih sederhana dan risiko pembedahan yang lebih rendah. Tujuan penelitian juga sudah dituliskan dalam latar belakang. 2. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan langkah demi langkah dari teknik pembedahan laparoskopi abdominopeksi serta menyajikan hasil anatomi dan fungsional dari pembedahan laparoskopi ini. 3. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan desain studi cohort pada pasien dengan prolaps apikal dan anterior. Semua sampel adalah pasien yang menjalani operasi laparoskopi abdominopeksi dari Februari 2016 sampai September 2017 di Rumah Sakit Universitas Cabuen˜es, Gijo'n (Asturias). Skala Pelvic Organ Prolapse Quantification (POP-Q) digunakan untuk menilai stadium prolapse vagina sebelum dan enam bulan setelah operasi dan Overactive Bladder Questionnaire-Short Form (OABq-SF) dan Pelvic Organ Porolapse/ Urinary Incontinence Sexual Questionnaire (PISQ-12) digunakan untuk menilai pengisian kandung kemih dan mengevaluasi fungsi seksual. Kriteria inklusi adalah pasien dengan gejala prolaps media dan atau anterior dengan POPQ >1 dan kriteria eklusi adalah pasien dengan simptomatik prolaps posterior dengan POPQ ≥2. Prolaps vagina dianggap rekuren ketika stadium POPQ lebih dari satu pada kompartemen anterior dan media dengan gejala yang menetap. Skala Clavien-Dindo digunakan untuk menilai komplikasi setelah operasi dan menilai kepuasan pasien enam bulan setelah operasi dengan menjawab pertanyaan “Apakah anda akan menjalani prosedur yang sama jika diperlukan lagi?”. Variabel kuantitatif disaikan sebagai standar deviasi (SD). Uji t digunakan untuk membandingkan data berpasangan pre operatif dan post operatif menggunakan SPSS versi 20.0. perbedaan yang signifikan dianggap ketika nilai p kurang dari 0,05. Penelitian ini telah disetujui oleh komite etik penelitian. 4. Hasil Penelitian Hasil penelitian dipaparkan dalam bentuk tabel, menyajikan data penelitian berupa skala POP-Q, skor kuisioner OAB-SF dan skor kuisioner PISQ-12 sebelum dan 6 bulan setelah operasi. Dalam hal ini, teknik operasi laparoskopi abdominopeksi memiliki durasi operasi yang lebih singkat, tingkat keberhasilan yang tinggi (100% pada prolapse apikal dan 90% pada prolapse anterior) dan perekembangan yang signifikan sebelum dan 6 bulan setelah operasi menggunakan skala POP-Q, kuisioner OABq-SF dan kuisioner PISQ-12. Selain itu, LA merupakan teknik yang aman dengan komplikasi intraoperatif sebesar 0% dan 5% komplikasi postoperatif Clavien III, dibandingkan dengan teknik lain untuk koreksi POP Penilaian PICO VIA (Population, Intervention, Comparison, Outcome, Validity, Importancy, Applicability) 1. Population Semua pasien yang menjalani operasi laparoskopi abdominopeksi dari Februari 2016 samai September 2017 di Rumah Sakit Universitas Cabuen˜es, Gijo'n (Asturias). Kriteria inkluasi adalah pasien dengan gejala prolaps media dan atau anterior dengan POPQ >1 dan kriteria eklusi adalah pasien dengan simptomatik prolaps posterior dengan POPQ ≥2. 2. Intervention Penelitian ini hanya mengambil data sesuai dengan kriteria penelitian pada kurun waktu tertentu tanpa dilakukan intervensi. 3. Comparison Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan langkah demi langkah dari teknik pembedahan laparoskopi abdominopeksi serta menyajikan hasil anatomi dan fungsional dari pembedahan laparoskopi ini sehingga tidak terdapat pembanding dalam penelitian ini. 4. Outcome Rata-rata waktu follow-up (bulan), durasi operasi (menit) dan waktu perawatan (hari) adalah 12,8±5,7 , 78,4±29,7 , dan 1,45±0,7 Tidak terdapat kasus rekurensi midkompartemen, yang berarti angka keberhasilan pembedahan adalah 100% pada prolaps apikal. Terdapat 2 pasien (10%) dengan rekurensi pada kompartemen anterior, yang menunjukkan bahwa keberhasilan pembedahan adalah 90% pada prolaps anterior. Terdapat perkembangan signifikan yang didapatkan pada poin Aa (P≤105 ), C (P= 5 x 10-5), D (P=0,002), dan tvl (P=0,02) pada skala POP-Q saat 6 bulan setelah operasi. Simptom yang didapatkan dievaluasi dengan kuesioner OABq-SF, didapatkan secara statistik perkembangan yang signifikan sebesar 22% (P=0,02), di 6 bulan setelah operasi. Kuesioner PISQ-12 didapatkan presentasi skor yang lebih baik pada kuesioner PISQ-12 di 6 bulan setelah operasi. 5. Study Validity Is the research question well-defined that can be answered using this study design? Ya, penelitian ini bertujuan untuk menyajikan hubungan tindakan laparoskopi abdominopeksi dengan hasil secara anatomi dan fungsional pelvis wanita. Desain studi yang digunakan adalah studi kohort yaitu studi observasional yang mempelajari hubungan antara paparan (tindakan) dan penyakit dengan memilih dua atau lebih kelompok studi berdasarkan status paparan kemudian diikuti (di- follow up) hingga periode tertentu sehingga dapat diidentifikasi dan dihitung besarnya kejadian suatu hasilnya. Desain ini sesuai dengan tujuan karena akan mengetahui hubungan keduanya. Does the author use appropriate methods to answer their questions? Ya, karena desain penelitian yang dipakai adalah desain studi cohort pada pasien dengan prolaps apikal dan anterior, sehingga dapat diketahui hubungan antara pemilihan tindakan laparoskopi abdominopeksi dengan hasil secara anatomis dan fungsionalnya. Is the data collected in accordance with the purpose of research? Ya, data yang dikumpulkan sesuai dengan tujuan penelitian, yaitu pasien yang menjalani operasi laparoskopi abdominopeksi dari Februari 2016 sampai September 2017 di Rumah Sakit Universitas Cabuen˜es, Gijo'n (Asturias). Kriteria inklusi adalah pasien dengan gejala prolaps media dan atau anterior dengan POPQ >1 dan kriteria eklusi adalah pasien dengan simptomatik prolaps posterior dengan POPQ ≥2. 6. Importance Is this study important? Ya, penelitian ini penting karena didapatkan bahwa abdominal laparoskopi merupakan teknik pembedahan yang aman dan cepat dengan hasil secara anatomi dan fungsional yang baik dan tetap mempertahankan anatomi panggul wanita. 7. Applicability Can the results be applied to the local population? Ya, karena laparoskopi abdominopeksi dapat dijadikan sebagai alternatif pembedahan yang dapat menyederhanakan prosedur penanganan POP dan mengurangi durasi operasi. Were all important outcomes considered? Ya, terdapat informasi penting lainnya yang dicantumkan dan dianalaisis dalam penelitian ini. Kesimpulan: Penelitian pada jurnal ini Valid, Important dan Applicable sehingga jurnal ini dapat digunakan sebagai referensi. DAFTAR PUSTAKA 1. Hendrix SL, Clark A, Nygaard I, et al. Pelvic organ prolapse in the Women’s Health Initiative: gravity and gravidity. Am J Obstet Gynecol. 2002;186:1160 –1166. 2. Costantini E, Mearini L, Lazzeri M, et al. Laparoscopic versus abdominal sacrocolpopexy: a randomized, control trial. J Urol. 2016;196:159 –165. 3. Ganatra AM, Rozet F, Sanchez-Salas R, et al. The current status of laparoscopic sacrocolpopexy: a review. Eur Urol. 2009;55:1089–1103. 4. Noe´ KG, Schiermeier S, Alkatout I, et al. Laparoscopic pectopexy: a prospective, randomized, comparative clinical trial of standard laparoscopic sacral colpocervicopexy with the new laparoscopic pectopexy—Postoperative results and intermediate-term follow-up in a pilot study. J Endourol. 2015;29:210–215. 5. Hsieh CH. A new laparoscopic technique for uterine prolapse: one-sided uterine fixation through the round ligament. Int Urogynecol J. 2011;22:213– 219. 6. Dai Z, Li C, Wang X, et al. A new laparoscopic technique of inguinal ligament suspension for vaginal vault prolapse. Int J Surg. 2017;43:131–136. 7. Papadopoulos AE, Tsalikis T, Tzevelekis F, et al. Abdominal colposuspension with the use of tensiono-free tape at the lateral abdominal wall: a novel technique. Arch Gynecol Obstet. 2012; 286:977–981. 8. Dubuisson JB, Veit-Rubin N, Wenger JM, et al. [Laparoscopic lateral suspension, another way to treat genital prolapse.] Gynecol Obstet Fertil Senol. 2017;45:32–36. 9. Acie´n P, Sa´nchez del Campo F, Mayol MJ, et al. The female gubernaculum: role in the embryology and development of the genital tract and in the possible genesis of malformations. Eur J Obstet Gynecol Reprod Biol. 2011;159:426–432. 10. Bump RC, Mattiasson A, Bø K, et al. The standardization of terminology of female pelvic organ prolapse and pelvic floor dysfunction. Am J Obstet Gynecol. 1996;175:10 –17. 11. Arlandis S, Ruiz MA, Errando C, et al. Quality of life in patients with overactive bladder: validation and psychometric properties of the Spanish Overactive Bladder Questionnaire- Short Form. Clin Drug Investig. 2012;32:523–532. 12. Pons EM, Clota PM, Aguilo´n GM, et al. [Questionnaire for evaluation of sexual function in women with genital prolapse and/or incontinence. Validation of the Spanish version of “Pelvic Organ Prolapse/Urinary Incontinence Sexual Questionnaire (PISQ-12)”]. Actas Urol Esp. 2008;32:211–219. 13. Dindo D, Demartines N, Clavien PA. Classification of surgical complications: a new proposal with evaluation in a cohort of 6336 patients and results of a survey. Ann Surg. 2004;240:205–213. 14. Veit-Rubin N, Dubuisson JB, Gayet-Ageron A, et al. Patient satisfaction after laparoscopic lateral suspension with mesh for pelvic organ prolapse: outcome report of a continuous series of 417 patients. Int Urogynecol J. 2017;28:1685–1693. 15. Veit-Rubin N, Dubuisson JB, Lange S, et al. Uterus-preserving laparoscopic lateral suspension with mesh for pelvic organ prolapse: a patientcentred outcome report and video of a continuous series of 245 patients. Int Urogynecol J. 2016; 27:491– 493. 16. Banerjee C, Noe´ KG. Laparoscopic pectopexy: a new technique of prolapse surgery for obese patients. Arch Gynecol Obstet. 2011;284:631– 635. 17. Schaub M, Lecointre L, Faller E, et al. Laparoscopic sacral colpopexy: the “6-Points” technique. J Minim Invasive Gynecol. 2017;24:1081–1082. 18. Rivaux G, Rubod C, Dedet B, et al. Comparative analysis of pelvic ligaments: a biomechanics study. Int Urogynecol J. 2013; 24:135–139. 19. Riccetto C, Palma P, Tarazona A. [Clinical applications of the comprehensive theory of urinary incontinence]. Actas Urol Esp. 2005;29:31 40. 20. Dubuisson J, Eperon I, Da¨llenbach P, et al. Laparoscopic repair of vaginal vault prolapse by lateral suspension with mesh. Arch Gynecol Obstet. 2013;287:307–312.