BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Kajian Pustaka 1. Penelitian Terdahulu Penulis melakukan telaah kepustakaan yang berhubungan dengan PDH dengan menelusuri penelitian sebelumnya. Telaah pustaka berfungsi untuk melihat akumulasi ilmu terhadap kebaruan penelitian dan menghindari adanya penjiplakan atau pengulangan dalam penelitian. Adapun penelitian PDH dengan pendekatan struktural pernah dikaji oleh Irma Indrawati (2011), mahasiswa Universitas Negeri Semarang. Penelitian yang berjudul Unsur Intrinsik Novel Pertemuan Dua Hati Karya Nh. Dini sebagai Alternatif Bahan Ajar Apresiasi Sastra di SMA mengungkapkan hasil analisis unsur intrinsik PDH dapat digunakan sebagai alternatif bahan ajar apresiasi sastra di SMA karena PDH karya Nh. Dini sudah memenuhi kriteria unsur intrinsik novel sebagai alternatif bahan ajar apresiasi sastra di SMA yang meliputi tema, alur, tokoh dan penokohan, gaya bahasa, latar, sudut pandang, dan amanat. Penelitian PDH dengan pendekatan intrinsik dan ekstrinsik pernah disusun oleh Oktaviani (1992), mahasiswa Universitas Indonesia. Penelitian yang berjudul Perkembangan Watak Tokoh Waskito dalam Novel Pertemuan Dua Hati Karya Nh. Dini tersebut selain menggunakan teori dari bidang ilmu sastra juga teori 9 10 dari bidang ilmu psikologi perkembangan anak sebagai ilmu bantu. Hasil analisis menunjukkan bahwa perkembangan watak tokoh Waskito banyak dipengaruhi situasi lingkungan keluarga tempat Waskito tinggal dan lingkungan sekolah tempat Waskito belajar. Penelitian PDH dengan pendekatan kritik sastra feminis pernah disusun oleh Rury Hasdyanti Hasman (2015), mahasiswa Universitas Hasanuddin. Penelitian yang berjudul Eksistensi Tokoh Wanita dalam Novel Pertemuan Dua Hati Karya Nh. Dini mengungkapkan bahwa hasil analisis tersebut adalah keeksistensian wanita dalam lingkungan masyarakat sangat memberikan dampak positit terhadap anggota-anggota masyarakat di sekitarnya, khususnya anak lelaki. Sejauh ini, belum ditemukan penelitian PDH dengan menggunakan teori sosiologi sastra Alan Swingewood. Atas dasar tersebut, penulis melakukan penelitian PDH dengan menggunakan teori Swingewood. 2. Landasan Teori a. Teori Sosiologi Sastra Alan Swingewood Secara etimologis, sosiologi berasal dari kata Latin socious yang berarti “kawan” dan kata Yunani logos yang berarti “kata” atau “berbicara”. Jadi, sosiologi berarti berbicara mengenai masyarakat (Soekanto, 2004: 4). Swingewood mengatakan bahwa sosiologi merupakan studi yang ilmiah dan objektif mengenai manusia dalam masyarakat, studi mengenai lembaga-lembaga, dan proses sosial (dalam Faruk, 2010: 1). Terdapat pendekatan sosiologi sastra yang dilatarbelakangi kenyataan bahwa karya sastra tidak dapat lepas dari realitas sosial yang terjadi dalam masyarakat 11 (Swingewood, 1972: 17). Dalam penelitian ini, difokuskan teori sosiologi sastra yang dikemukakan oleh Alan Swingewood. Dalam bukunya The Sociology of Literature (1972: 13) Swingewood memberi batasan mengenai sosiologi dan sastra sebagai dua disiplin ilmu yang berbeda. Swingewood menyatakan bahwa “sociology is essentialy the scientific, objective study of man in society, the study of social institutions and of social processes” (Swingewood, 1972: 11). Sosiologi adalah studi ilmiah, studi objektif tentang manusia dalam masyarakat, studi tentang institusi sosial, dan prosesproses sosial, serta berusaha menjawab pertanyaan bagaimana masyarakat dimungkinkan, bekerja, dan bertahan. Sosiologi dan sastra sesungguhnya mempunyai objek kajian yang sama, yaitu manusia dan masyarakat. Perbedaannya adalah sosiologi mempelajari manusia dalam masyarakat pada kehidupan nyata, sedangkan sastra mempelajari manusia dan masyarakat yang telah dimanipulasi dengan imajinatif. Dalam bukunya The Sociology of Literature (1972: 17) menurut Swingewood sosiologi sastra adalah suatu jagat yang merupakan tumpuan kecemasan, harapan, dan aspirasi manusia, karena di samping sebagai makhluk individu, manusia adalah makhluk sosial. Hubungan sosiologi dengan sastra, menurut Swingewood (1972: 31) bersifat dialektis; “literature is not only the effect of social causes but also the cause of social effects”. Swingewood mengemukakan bahwa sastra tidak hanya memberikan dampak pada masyarakat tetapi juga menerima dampak dari masyarakat. Swingewood melakukan tiga pendekatan terhadap hubungan sastra dengan masyarakat. Pendekatan pertama, adalah sastra sebagai dokumen zamannya. Berdasarkan perspektif tersebut, prinsip bahwa karya sastra (kesusastraan) merupakan 12 refleksi pada zaman karya sastra (kesusastraan) itu ditulis, yaitu masyarakat yang melingkupi penulis sebab sebagai anggotanya penulis tidak dapat lepas darinya. Beberapa teori sastra, yang mendasarkan diri pada positivisme menjadikan sastra sebagai sumber informasi. Sastra sebagai sumber dokumentasi harus banyak memberikan informasi dan banyak pengajaran. Pengarang yang mampu membuat sastra sebagai dokumen sosial, biasanya pengarang yang sudah cukup mahir dan menguasai bidang penulisan (Swingewood, 1972: 32). Pendekatan kedua, memperhatikan bagian produksi sastra dan secara khusus dikaitkan dengan situasi sosial dari pengarangnya. Ketiga, penerimaan masyarakat terhadap karya sastra pada momen historis tertentu atau sastra sebagai refleksi peristiwa sejarah (Swingewood, 1972: 13). Konsepsi cermin mengabaikan para penulis, niat, dan kesadaran penulis. Penulis besar tidak ditetapkan hanya untuk menggambarkan dunia sosial dalam hal sebagian besar deskriptif; penulis memiliki tugas yang lebih penting, yaitu penggambaran karakter dalam situasi artifisial sebagai penemuan 'takdir' pribadi dalam diri penulis, serta untuk menemukan nilai-nilai dan makna dalam dunia sosial. Masyarakat lebih dari suatu ansambel lembaga sosial yang membentuk struktur sosial ini berisi norma, standar perilaku individu sebagai cara yang tepat untuk bertindak dan menilai, serta nilai-nilai yang sadar dirumuskan dan orang berupaya mewujudkan sosial. Hal ini mencerminkan juga nilai-nilai dalam pengertian maksud penulis dan mungkin akan menyarankan pada tingkat nilai itu. Sastra dilihat untuk memperkuat dan menerangi bahan murni sosiologi. Hal ini terutama terlihat dalam sastra yang memilih sendiri sebagai subjek. 13 Melalui karakter fiksi yang melihat dan merekam 'tidak hanya pada realitas di sekitar mereka, tetapi harapan mereka, mimpi dan fantasi'. Dengan demikian, sastra sebagai refleksi dari nilai-nilai dan perasaan, poin baik untuk tingkat perubahan terjadi di masyarakat yang berbeda juga mengenai cara individu-individu menjadi disosialisasikan ke dalam struktur sosial dan tanggapan mereka terhadap pengalaman ini. Dalam penelitian novel PDH karya Nh. Dini lebih cocok menggunakan pendekatan pertama, yakni sastra sebagai dokumen zamannya. Sastra sebagai sumber dokumentasi harus banyak memberikan informasi dan banyak pengajaran. Penelitian ini akan menguak peran kritik sosial pengarang dalam menyikapi problem pendidikan di tahun „80-an. Dari teori Swingewood memunculkan gambaran mengenai keberadaan novel PDH mampu mencerminkan zaman pendidikan di tahun „80-an. b. Kritik sosial Istilah kritik sastra telah dikenal pada sekitar tahun 500 SM. Kata kritik berasal dari bahasa Yunani krites yang berarti “seorang hakim”, kata krites merupakan kata benda, sedang kata kerjanya krinein yang berarti “menghakimi”, kriterion berarti “dasar penghakiman”, dan kritikos berarti “hakim karya sastra” (Hardjana, 1981: 2). Dengan demikian, kritik sosial dapat diartikan sebagai penghakiman, tanggapan, kritikan yang ditujukan pada sesuatu yang terjadi dalam masyarakat. Kritik sosial muncul ketika terjadi ketidakpuasan terhadap realitas kehidupan yang dinilai tidak selaras. Adanya pelanggaran-pelanggaran dalam kehidupan masyarakat akan memunculkan kritik dalam kalangan masyarakat itu sendiri. Kritik sosial yang membangun tidak hanya berisi kecaman, celaan, atau tanggapan terhadap situasi 14 tertentu, tetapi juga inovasi sosial sehingga tercapai sebuah harmonisasi sosial. Kritik dapat disampaikan secara langsung maupun secara tidak langsung. Media yang tersedia untuk menyampaikan kritik juga cukup beragam. Menyampaikan kritik sosial bagi karya sastra bermakna sebagai cara sastra menyalurkan aspirasi masyarakat. Bagi sastra, menyampaikan kritik sosial adalah salah satu cara memposisikan sastra sebagai media pelepasan kegelisahan, keprihatinan, dan bahkan kemarahan masyarakat. Kritik sosial merupakan tanggapan pengarang terhadap fenomena permasalahan yang ada di sekelilingnya sehingga seorang pengarang tidak dapat lepas dari pengaruh sosial budaya masyarakatnya. Kritik sosial banyak dijumpai dalam karya sastra sebagai bentuk gambaran realita sosial di masyarakat. Novel merupakan salah satu jenis karya sastra yang berisi kehidupan manusia melalui tokoh dan pelaku tidak menutup kemungkinan banyak mengandung kritik sosial. Djajanegara dalam bukunya American Literature (2005: 1) mengatakan bahwa kritik itu bertujuan untuk mengadakan perbaikan terhadap suatu keadaan dalam masyarakat yang dianggap tidak memuaskan. Kritik sebagai hasil usaha pembaca dalam mencari dan menentukan nilai hakiki karya sastra lewat pemahaman dan penafsiran sistematik yang dinyatakan dalam bentuk tertulis (Hardjana, 1981: 12). Kritik sastra dapat mengembangkan teori sastra dan sejarah sastra, mengembangkan kesusastraan suatu bangsa dengan penilaiannya; memberikan masukan terhadap masyarakat umum. Hasil analisis kritik sastra dapat membantu masyarakat dalam memahami dan mengapresiasi suatu karya sastra. Novel PDH mengandung kritik sosial pengarang dalam menanggapi problem sosial tentang pendidikan Indonesia mengenai gaji guru, birokrasi, dan fasilitas 15 sekolah di daerah terpencil. Selain itu, terdapat kritik sosial terhadap pendidikan Indonesia yang meliputi profesi guru, pelaksanaan kurikulum dan gaya pengasuhan orang tua anak didik. B. Kerangka Pikir Bagan Kerangka Pikir Kritik Sosial dalam Novel Pertemuan Dua Hati Karya Nh. Dini: Tinjauan Sosiologi Sastra Latar Belakang Masalah yakni Novel PDH sebagai Dokumen Zamannya dan Kritik Sosial pengarang Teori Sosiologi Sastra Alan Swingewood bahwa Sastra sebagai Dokumen Zamannya Analisis Problem Kritik Sosial dalam Sosial dalam Novel PDH Novel PDH Simpulan 16 Deskripsi penelitian pada PDH dapat dijelaskan dalam kerangka berpikir berikut ini. 1. Pada tahap awal penulis menentukan latar belakang masalah dan rumusan masalah. PDH diasumsikan sebagai dokumen zamannya dan sekaligus sebagai bentuk kritik sosial. Nh. Dini sebagai pengarang menjadi bagian dari masyarakat memiliki tanggapan terhadap problem sosial yang tengah terjadi dalam dunia pendidikan di Indonesia. Kritik sosial pengarang menunjukkan nilai-nilai dan harapan dari pengarang guna memajukan sistem pendidikan di Indonesia. 2. Tahap kedua adalah menentukan teori yang digunakan untuk menganalisis permasalahan tersebut. Penelitian PDH dikaji menggunakan teori sosiologi sastra Alan Swingewood. 3. Tahap ketiga, penulis menentukan metode dan teknik analisis data yang digunakan. 4. Tahap keempat, analisis permasalahan dengan mengkaji struktur teks, yakni analisis dimulai dari menemukan problem sosial dalam PDH; dan menemukan kritik sosial pengarang dalam novel PDH. 5. Tahap akhir adalah penarikan kesimpulan, yaitu menyimpulkan hasil analisis permasalahan terkait PDH sebagai bentuk kritik sosial pengarang dalam menanggapi problem sosial pendidikan di Indonesia.