DIAGNOSTIK PENUNJANG RONTGEN THORAKS DALAM MENEGAKKAN GAGAL JANTUNG Refli Hasan, Douglas Siagian, Sari Harahap, Naomi Dalimunthe, Rahmad Isnanta, Zainal Safri Divisi Kardiologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran USU/ RSUP H. Adam Malik Medan PENDAHULUAN Di Indonesia penggunaan sinar Rontgen sudah cukup lama. Menurut laporan, alat rontgen sudah digunakan sejak tahun 1898 oleh tentara Kolonial Belanda dalam perang di Aceh dan Lombok. Orang Indonesia yang telah menggunakan sinar rontgen pada awalnya ialah R.M. Notokworo yang lulus dari Universitas Laiden, Belanda, pada tahun 1912.1 Pada pembacaan foto rontgen dada, pendekatan secara sistematis adalah penting, berdasarkan penilaian pertama pada anatomi dan selanjutnya fisiologi. Jantung mudah dibedakan dari paru-paru karena jantung lebih mengandung darah dengan densitas air lebih besar dibanding udara. Karena darah melemahkan x-ray lebih kuat dibanding udara, jantung relatif tampak berwarna putih dan paru-paru relatif hitam.1 Perkembangan terkini memperlihatkan, penyakit kardiovaskular telah menjadi suatu epidemi global yang tidak membedakan pria maupun wanita, serta tidak mengenal batas geografis dan sosio-ekonomis. Dari 4,8 juta penduduk Amerika, sekitar 400.000 penduduk yang terdiagnosa terkena penyakit gagal jantung kongestif per tahunnya. Sekitar 1,5-2% orang dewasa di Amerika Serikat menderita CHF (Congestif Heart Failure), terjadi 700.000 perawatan di rumah sakit per tahun. Di Inggris, sekitar 100.000 pasien dirawat di rumah sakit setiap tahun karena gagal jantung, dan hal ini merupakan 5% dari total perawatan medis yang ada dan menghabiskan lebih dari 1% dana perawatan kesehatan dinegara tersebut.2,3 Di Indonesia, sekitar 3-20 per 1000 orang pada populasi mengalami gagal jantung, dan prevalensinya meningkat seiring pertambahan usia yaitu 100 per 1000 orang pada usia di atas 65 tahun. Gagal jantung merupakan penyakit tertinggi pertama berdasarkan kunjungan pasien rawat inap di bangsal perawatan penyakit jantung pada tahun 2012.2 Angka kejadian gagal jantung diperkirakan meningkat di masa yang akan datang, akibat peningkatan jumlah populasi usia lanjut dan keberhasilan terapi Acute Myocardial Infarction yang meningkatkan survival individu tetapi ujungnya memiliki gangguan fungsi kardiak.3 1 Universitas Sumatera Utara Penyakit kardiovaskuler menyebabkan perubahan-perubahan yang beragam dan kompleks dalam gambaran foto rontgen dada, salah satunya adalah gagal jantung. Gagal jantung terkadang susah dikenali secara klinis serta tidak spesifik serta hanya sedikit tandatanda klinis pada tahap awal penyakit. Maka dari itu pemeriksaan penunjang seperti rontgen sangat membantu untuk menegakkan diagnosa. Selain EKG dan Ekokardiografi yang merupakan pemeriksaan non-invasif yang digunakan untuk diagnosis suatu gagal jantung, kita juga perlu mengetahui bagaimana cara mendiagnosis gagal jantung melalui gambaran rontgen dada.1,3 ANATOMI JANTUNG Jantung merupakan organ muskular berongga yang bentuknya mirip piramid dan terletak di dalam perikardium di mediastinum. Basis kordis dihubungkan dengan pembuluhpembuluh darah besar, meskipun demikian tetap terletak bebas di dalam perikardium. Batas kanan jantung dibentuk oleh atrium kanan, batas kiri oleh auricula kiri dan di bawah oleh ventrikel kiri. Batas bawah terutama dibentuk oleh ventrikel kanan tetapi juga oleh atrium kanan dan apex oleh ventrikel kiri.4 Jantung dibagi menjadi 4 ruang yaitu atrium kanan, atrium kiri, ventrikel kanan dan ventrikel kiri. Jantung mendapatkan darah dari arteri coronaria kanan dan kiri, yang berasal dari aorta asendens tepat diatas valva aorta. Arteri coronaria dan cabang-cabang utamanya terdapat dipermukaan jantung, terletak di dalam jaringan ikat subepicardial.5 Ada dua jalur besar sirkulasi, yaitu sirkulasi pulmonal dan sistemik sebagai berikut : 1) Sirkulasi pulmonal : ventrikel kanan → arteri pulmonalis → kapiler pulmonalis (pertukaran gas) → vena pulmonalis → atrium kiri. 2) Sirkulasi sistemik : atrium kiri → aorta → kapiler jaringan tubuh → vena kava superior dan inferior → atrium kanan.4 2 Universitas Sumatera Utara ANATOMI PARU Paru-paru terletak di kedua sisi jantung dalam rongga dada dan dilindungi secara melingkar oleh rongga yang dibentuk oleh rangka iga. Pada anak-anak, paru berwarna merah muda tetapi dengan bertambahnya usia paru menjadi gelap dan berbintik-bintik.5 Pulmo kanan sedikit lebih besar dari pulmo kiri. Pulmo kanan dibagi oleh fissura obliqua dan fissura horizontalis pulmonal kanan menjadi tiga lobus yaitu lobus superior, lobus medius, dan lobus inferior. Pulmo kiri dibagi oleh fissura obliqua dengan cara yang sama menjadi dua lobus, lobur superior dan lobus inferior. Pada pulmo kiri tidak ada fissura horizontalis.5 Bronkus, jaringan ikat paru, dan pleura viseralis menerima darah dari arteri bronkialis yang merupakan cabang aorta desendens. Vena bronkialis (yang berhubungan dengan vena pulmonalis) mengalirkan darahnya ke vena azygos dan vena hemiazygos.4,5 3 Universitas Sumatera Utara RONTGEN THORAKS NORMAL Rontgen thoraks pada orang dewasa memperlihatkan tulang-tulang thoraks termasuk tulang-tulang rusuk, diafragma, jantung, paru-paru, klavikula, skapula, dan jaringan lunak dinding thoraks. Bentuk thoraks mempunyai variasi yang sangat luas pada keadaan normal dan bergantung pada umur dan habitus seseorang.6 Beberapa perhatian yang berkaitan dengan radiologi thoraks normal: 6,7 a. Bayangan hilus Secara dominan disebabkan oleh arteri pulmonalis, hilus kiri lebih kecil dan sedikit lebih tinggi dibandingkan hilus kanan. b. Fisura horizontal Suatu bayangan ‘garis rambut’ berwarna putih yang memisahkan lobus kanan atas dan tengah dan meluas sampai hilus kanan, fisura ini tidak selalu terlihat. c. Bayangan jantung Atrium kanan terlihat sedikit disebelah kanan tulang belakang torakal. Batas inferior dibentuk oleh ventrikel kanan dan batas kiri oleh ventrikel kiri. d. Diafragma Diafragma kanan biasanya lebih tinggi dibandingkan sisi kiri, walau kadang-kadang dapat terjadi sebaliknya. e. Trakea Berada pada garis tengah dengan bifurkasio setinggi T6. Trakea mengalami deviasi sedikit ke kanan setinggi tonjolan aorta. f. Lapangan paru Arteri intrapulmonal menyebar dari hilus pulmonal dan semakin mengecil menuju perifer memberikan sebagian besar gambaran paru, dengan komponen yang lebih kecil dari vena pulmonalis. Paru kanan dibagi menjadi tiga lobus lobus atas, lobus tengah yang kecil, dan lobus bawah. Paru kiri memiliki dua lobus, bagian atas (lingula) dan bagian bawah. Rontgen thoraks yang normal tidak mengesampingkan adanya penyakit paru yang sedang berkembang, terutama pada anak-anak. Kelainan yang bisa terlihat pada rontgen thoraks memerlukan waktu yang lebih lama untuk berkembang daripada kelainan klinis. Pada posisi PA, lebar (diameter transversal) jantung orang dewasa kurang dari separuh lebar maksimal dada. Tetapi untuk melihat hal ini, foto harus dibuat pada waktu inspirasi penuh dan penderita berdiri.1,6 4 Universitas Sumatera Utara Teknik foto yang baik sangat penting untuk menghasilkan rontgen thoraks yang bersifat diagnostik. Hal-hal penting yang harus diingat adalah: 1,6 a. Faktor pajanan : teknik kV>120 yang tinggi untuk memperbaiki visualisasi jaringan lunak mediastinum dan percabangan trakeobronkial. Pembuluh darah paru terlihat dengan baik menggunakan teknik ini. Untuk dapat melihat dengan jelas gambaran Kerley B pesawat rontgen harus berfrekuensi 300 mA, apabila kurang tidak akan terlihat jelas gambaran Kerley B. b. Ukuran dan bentuk toraks : pajanan akan bervariasi bergantung pada ukuran dan bentuk toraks. c. Inspirasi yang baik sangat penting : pada foto toraks, radiografer bertujuan memvisualisasikan setidaknya 11 kosta posterior di atas diafragma. Inspirasi yang buruk akan menimbulkan kesulitan dalam pengukuran besar jantung dan penilaian terhadap paru. d. Posisi pasien : posisi PA adalah posisi yang terbaik. Jarak antara pesawat rontgen dengan pasien biasanya berkisar antara 1,8 –2 m. Foto AP menimbulkan kesulitan dalam penilaian besar jantung dan penilaian terhadap paru. Pastikan bahwa posisi pasien tidak berputar dengan memeriksa apakah tepi medial klavikula dan vertebra memiliki jarak yang sama. GAGAL JANTUNG Gagal jantung adalah ketidakmampuan mempertahankan curah jantung yang cukup untuk kebutuhan tubuh sehingga timbul akibat klinis dan patofisiologis yang khas. Gagal jantung ditandai oleh sesak napas dan fatik (saat istirahat atau saat aktivitas).8 Gagal jantung merupakan suatu kondisi yang telah diketahui selama berabad-abad namun penelitian epidemiologi sulit dilakukan karena tidak adanya definisi tunggal kondisi 5 Universitas Sumatera Utara ini. Sekitar 3-20 per 1000 orang pada populasi mengalami gagal jantung, dan prevalensinya meningkat seiring pertambahan usia (100 per 1000 orang pada usia di atas 65 tahun).7 Dan hal ini juga terjadi di Indonesia. Serta prevalensi pada laki-laki lebih banyak dibandingkan perempuan.7,8 Faktor resiko terjadinya gagal jantung salah satunya adalah usia. Gagal jantung merupakan alasan paling umum bagi lansia untuk dirawat di rumah sakit (75% pasien yang dirawat dengan gagal jantung berusia antara 65 dan 75 tahun). Faktor risiko terpenting untuk gagal jantung adalah penyakit arteri koroner. Hipertensi adalah faktor risiko yang tak kalah pentingnya untuk gagal jantung.8 Klasifikasi berbagai sindrom gagal jantung dibuat berdasarkan gambaran umum yang mendominasi sindrom klinis secara keseluruhan. Hal ini bisa membantu menegakkan diagnosis.7,8 a. Gagal jantung akut (acute heart failure) secara garis besar sama dengan gagal jantung kiri dan disebabkan oleh kegagalan mempertahankan curah jantung yang terjadi mendadak. Tidak terdapat cukup waktu untuk terjadinya mekanisme kompensasi dan gambaran klinisnya didominasi oleh edema paru akut. 1) Paling sering didahului gagal jantung sebelah kanan 2) Kongesti pulmonal ; dispnoe, batuk, keletihan, takikardia dengan bunyi jantung S3, ansietas, gelisah 3) Paroximal Nocturnal Dispnu (PND) 4) Batuk mungkin kering dan tak produktif, tetapi lebih sering basah b. Gagal jantung kronis (chronic heart failure) secara garis besar sama dengan gagal jantung kanan. Curah jantung menurun secara bertahap, gejala dan tanda tidak terlalu jelas, dan didominasi oleh gambaran yang menunjukkan mekanisme kompensasi. 1) Kongesti jaringan perifer dan viseral adalah predominan 2) Edema ekstremitas bawah, biasanya edema pitting, hepatomegali, penambahan berat badan 3) Distensi vena leher, asites, anoreksia, mual 4) Nokturia dan kelemahan. Respon terhadap jantung menimbulkan beberapa mekanisme kompensasi yang bertujuan untuk meningkatkan volume darah, volume ruang jantung, tahanan pembuluh darah perifer dan hipertropi otot jantung.Kondisi ini juga menyebabkan aktivasi dari mekanisme kompensasi tubuh yang akut berupa penimbunan air dan garam oleh ginjal dan aktivasi sistem saraf adrenergik.9 6 Universitas Sumatera Utara Kemampuan jantung untuk memompa darah guna memenuhi kebutuhan tubuh ditentukan oleh curah jantung yang dipengaruhi oleh empat faktor yaitu: preload; yang setara dengan isi diastolik akhir, afterload; yaitu jumlah tahanan total yang harus melawan ejeksi ventrikel, kontraktilitas miokardium; yaitu kemampuan intrinsik otot jantung untuk menghasilkan tenaga dan berkontraksi tanpa tergantung kepada preload maupun afterload serta frekuensi denyut jantung.4,7,9 Pada awal gagal jantung, akibat cardiac output yang rendah, di dalam tubuh terjadi peningkatan aktivitas saraf simpatis dan sistem renin angiotensin aldosteron, serta pelepasan arginin vasopressin yang kesemuanya merupakan mekanisme kompensasi untuk mempertahankan tekanan darah yang adekuat. Penurunan kontraktilitas ventrikel akan diikuti penurunan curah jantung yang selanjutnya terjadi penurunan tekanan darah dan penurunan volume darah arteri yang efektif. Hal ini akan merangsang mekanisme kompensasi neurohumoral. 9 Vasokonstriksi dan retensi air untuk sementara waktu akan meningkatkan tekanan darah sedangkan peningkatan preload akan meningkatkan kontraktilitas jantung melalui hukum Starling. Apabila keadaan ini tidak segera teratasi, peninggian afterload, peninggian preload dan hipertrofi/ dilatasi jantung akan lebih menambah beban jantung sehingga terjadi gagal.8,9 Berikut kriteria yang digunakan dalam mendiagnosis suatu gagal jantung berdasarkan Framingham Heart Study: 8 1. Kriteria Mayor: a. PND b. Distensi Vena Leher c. Ronkhi paru d. Kardiomegali e. Edema paru akut f. Gallop S3 g. Peninggian JVP h. Refluks hepatojugular 2. Kriteria Minor: a. Edema ekstremitas b. Batuk malam hari c. Dispnea d’effort d. Efusi pleura 7 Universitas Sumatera Utara e. Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal f. Takikardia (>120 x/menit) Diagnosis gagal jantung ditegakkan minimal 1 kriteria mayor dan 2 kriteria minor.7,8 GAMBARAN RONTGEN THORAKS PADA GAGAL JANTUNG Gagal jantung akan menyebabkan perubahan pada bentuk jantung yang membesar sebagai berikut : 1,6 1. Proyeksi PA : Akan terlihat batas kanan jantung menonjol dan batas kiri jantung mencembung karena pembesaran atrium kiri. Bronkus utama kiri terangkat. 2. Proyeksi Lateral : Pada proyeksi ini dengan menggunakan kontras tampak pembesaran atrium kiri yang mendorong esofagus 1/3 tengah ventrikel kiri di bagian bawah belakang, tidak melewati vena cava inferior. 3. Proyeksi Oblik Kanan dan Kiri Depan : Posisi ini tidak begitu membantu untuk diagnosis gagal jantung. Karena terjadi peningkatan volume darah, perubahan pada pembuluh darah baik arteri dan vena menjadi lebih menonjol terutama arteri. Dengan ujung pembuluh yang berdekatan dengan hilus menjadi lebih terlihat, dan pembuluh distal memanjang keluar ke perifer paru. Hemosiderosis merupakan gambaran radiologi dari gagal jantung, yang berarti pecahnya pembuluh darah. Karena peningkatan dari volume darah, pembuluh darah kapiler akan dilatasi dan bisa pecah atau hemorage. Akibatnya besi bebas akan terkumpul pada daerah interstitial jaringan yang akan tampak sebagai bayangan nodul pada radiograf.1,6,7 Edema paru terjadi pada jaringan interstitial dan dalam ruangan alveolar. Edema interstitial menyebabkan paru berbercak-bercak tipis, halus, sehingga gambaran radiolusensi dari paru berubah menjadi suram. Garis Kerley B muncul di lapangan paru bagian tepi-tepi dan kebanyakan di lapangan bawah. Garis ini terdapat pada sinus kostofrenikus dan mewakili adanya cairan dalam jaringan interlobaris, agak spesifik untuk stenosis mitral dengan edema paru. P a d a e d e m a a l v e o l a r a k a n t a m p a k b e r k a b u t d a n dapat memberikan gambaran Batwing dan butterfly yang berupa kekasaran bonkovaskular tidak begitu jelas tapi ada kesuraman yang dimulai dari suprahiler, hiler, paracardial sedangkan bagian tepi bersih. Gambaran ini menandakan semakin meningkatnya tekanan vena sehingga cairan melewati rongga alveolus. Pada kasus yang berat, terjadi edema paru di seluruh kedua lapangan paru.6,10 Secara umum gambaran rontgen thoraks pada gagal jantung adalah sebagai berikut: 1,8,11,12 a. Pembesaran jantung. 8 Universitas Sumatera Utara Tidak semua pasien gagal jantung ditemukan gambaran rontgen kardiomegali. Pada gagal jantung akut, seperti pasien Miokard Infard dini, tidak ditemukan kardiomegali. Sedangkan kardiomegali sering ditemukan pada gagal jantung kronis. b. Penonjolan vaskular pada lobus atas : akibat meningkatnya tekanan vena pulmonalis. c. Efusi pleura : terlihat sebagai penumpukan sudut kostofrenikus, namun dengan semakin luasnya efusi, terdapat gambaran opak yang homogen di bagian basal dengan tepi atas yang cekung. d. Edema pulmonal interstisial : pada awalnya, merupakan penonjolan pembuluh darah pada lobus atas dan penyempitan pembuluh darah pada lobus bawah. Seiring meningkatnya tekanan vena, terjadi edema interstisial dan cairan kemudian berkumpul di daerah interlobular dengan garis septal di bagian perifer (garis Kerley ‘B’) 9 Universitas Sumatera Utara e. Edema pulmonal alveolus. Dengan semakin meningkatnya tekanan vena, cairan melewati rongga alveolus (bayangan alveolus) dengan kekaburan dan gambaran berkabut pada regio perihilar; pada kasus yang berat, terjadi edema pulmonal di seluruh kedua lapangan paru. Sepertiga bagian luar paru dapat terpisah, edema sentral bilateral digambarkan sebagai ‘bat’s wing’ (sayap kelelawar). KESIMPULAN Rontgen toraks bisa menambah spesifitas yang cukup berarti pada deteksi disfungsi jantung dan harus dianggap penting dalam pemeriksaan setiap pasien dengan dugaan gagal jantung.1,7,11 10 Universitas Sumatera Utara DAFTAR PUSTAKA 1. Rasad Sjahriar. Radiologi Diagnostik. Edisi ke-2. Jakarta: FKUI; 2009. 2. Departemen Kesehatan RI. Profil Kesehatan Indonesia 2001: Menuju Indonesia Sehat 2010. Jakarta, 2002. 3. Lip GYH,Gibbs CR, Beevers DG. ABC of heart failure. Etiology : BMJ 2000. 4. Guyton AC, Hall JE dkk. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.Edisi 11. Jakarta: EGC. 2008. 5. S. Snell, Richard. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran.Jakarta : EGC. 2006 6. Hartono L. Petunjuk Membaca Foto Untuk Dokter Umum. Cetakan IV. Jakarta: EGC; 1995. 7. H. Gray, Huon, D. Dawkins, Keith, dkk. Lecture Notes : Kardiologi. Edisi 4. Jakarta : Erlangga Medical Series. 2003. 8. Marulam M Panggabean. Gagal Jantung. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi 6. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2014. 9. Kabo P, Karim S. Gagal Jantung Kongestif. Dalam : EKG dan penanggulangan beberapa penyakit jantung untuk dokter umum. Jakarta :Balai Penerbit FKUI.1996 10. Djojodibroto, Darmanto. Respirologi.Jakarta : EGC. 2009. 11. Patel, Pradip R. Lecture Notes Radiologi Edisi Kedua. Jakarta : Erlangga. 2006 12. Corr, Peter. Mengenali Pola Foto-Foto Diagnostik.Jakarta : EGC. 2011. 11 Universitas Sumatera Utara